praktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestari
DESCRIPTION
SLIDE MATA KULIAH PRAKTIKUM KOMPUTER DAN ADM.PERPAJAKAN: DINA LESTARI (1201120077)TRANSCRIPT
TUGAS INDIVIDU DOSEN PEMBIMBING
Praktikum Komputer dan Sri Zuliarni,S.Sos,M.Ba
Administrasi Perpajakan
Paper Administrasi Perpajakan
“Penagihan Pajak”
Oleh:
Dina Lestari
1201120077
Jurusan:
Administrisi Bisnis
Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
2013
Page 1Penagihan pajak
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatNya sehingga penulis bisa menyelesaikan paper yang berjudul “Penagihan Pajak”.
Dan tak lupa pula ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis untuk penyelesaian paper ini.
Dalam penyusunan paper ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan paper ini. Atas perhatian dan saran nya penulis ucapkan
terima kasih.
Demikianlah, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca,
pada umumnya khususnya dalam dunia pendidikan.
Pekanbaru, 20 Oktober 2013
Penulis
Page iPenagihan pajak
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................................... ... i
Daftar Isi............................................................................................................... ................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
2. Tujuan dan Manfaat...................................................................................... .. 1
3. Rumusan Masalah............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Pajak........................................................................................................... 3
2. Pengertian Penagihan Pajak......................................................................................... 3
3. Bentuk Penagihan Pajak .............................................................................................. 5
4. Dasar Penagihan Pajak.............................................................................................. 8
5. Pengertian Wajib Pajak dan Penanggung Pajak....................................................... 10
6. Landasan Hukum Penagihan Pajak........................................................................... 11
7. Bunga Penagihan....................................................................................................... 21
8. Contoh Kasus............................................................................................................. 23
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan.................................................................................................................. 26
2. Saran............................................................................................................................ 26
Daftar Pustaka......................................................................................................................... 27
Page iiPenagihan pajak
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dewasa ini kita sering mendengar istilah pembangunan nasional baik dalam mata
kuliah atau media. Kita juga mengetahui bahwa pembangunan tersebut pastilah memerlukan
dana yang tidak sedikit. Dalam bab ini kita akan mempelajari salah satu sumber pemasukan
negara bagi pembangunan, yakni pajak. Secara umum persepsi kita mengenai pajak adalah
wujud dari seorang warga negara untuk memberikan kontribusi dalam membangun negara
dengan mendapat imbalan tidak langsung.
Kewajiban-kewajihan yang timbul dalam pajak harus dipenuhi oleh keharusan
membayar pajak. tetapi sebaliknya pembuat undang-undang pajak harus memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan bahwa tidak senantiasakewajiban-kewajiban itu, seperti;
pembayaran pajak akan dipenuhi oleh yang bersangkutan dengan sukarela. Agar
dipatuhinya undang-undang yang telah ditetapkan, maka perlunya tindakan penagihan.
Dalam bab ini kita akan mempelajari sebagian hal yang berkaitan dengan penagihan
pajak, mulai dari Bentuk Penagihan Pajak, Pengertian Penagihan Pajak, Dasar Penagihan
Pajak, Pengertiaan Wajib Pajak dan penanggung Pajak,Landasan Hukum Penagihan
Pajak,Bunga Penagihan.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini dan mengangkat Tema mengenai “PENAGIHAN
PAJAK” ini adalah guna memenuhi tugas mata kuliah Administrasi Perpajakan.
Berdasarkan tujuan makalah yang dikemukakan di atas, maka manfaat penulisan ini
adalah menambah pengetahuan tentang penagihan pajak dan dapat melatih Mahasiswa dalam
membuat sebuah penulisan atau makalah, serta membantu mahasiswa dalam menentukan
solusi yang tepat dalam menghadapi masalah tersebut.
Page 1Penagihan pajak
1. Rumusan Masalah
1. Apa itu pajak?
2. Apa itu penagihan pajak
3. Apasajakah bentuk penagihan pajak itu?
4. Bagaimanakah Dasar Penagihan Pajak?
5. Apa itu Wajib Pajak dan penanggung Pajak?
6. Bagaimana Landasan Hukum Penagihan Pajak?
7. Contoh Bunga Penagihan?
Page 2Penagihan pajak
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani :
Pajak adalah iuran kepada Negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan – peraturan,dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjk dan
gunanya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S. H :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment.
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung.
2.2. Pengertian Penagihan Pajak
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 9 UU No. 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun
2000, Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
Page 3Penagihan pajak
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang
telah disita.
Sedangkan Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan
pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. (pasal 1 angka 8 UU No.19 Tahun 2000).
Berikut im disajikan pengertian penagihan pajak menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya “Azas dan Perpajakan 2”:
“Penagihan adalah serangkaian tindakan dari Aparatur Direktorat Jenderal
Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undangundang khususnya
mengenai pembayaran pajak. “(Soemitro, 1991: 76)
b. Menurut pasal 1 point 9 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa:
Penagihan pajak adalah serangkaian linda/can agar penanggung pajak
inelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika don sekaligus,
ineinheritahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan. melaksanakan penvilaun.
melaksanakan penyanderuan. menjual harang yang ic/oh disita. (Undang-Undang
Pajak Tahun 2000, 2001:2 12)
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penagihan memiliki 4 (empat) unsur
yaitu:
1. Serangkain Tindakan.
Maksudnya bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dan
diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan
Page 4Penagihan pajak
Penyitaan dan Permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pada
kantor lelang.
2. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak.
Maksudnva adalah juru sita pajak negara yang telah memenuhi svarat telah
mendapatkan pendidikan khusus, diangkat serta disumpah terlebih dahulu.
3. Wajib Pajak yang tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yaitu
utang pajak yang terdapat dalam STP/SKP/SKPT.
4. Menurut Undang-undang Perpajakan ialah Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan undang-undang Nomor 19 Tahun 2000
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
2.3. Bentuk Penagihan Pajak
Dengan adanya sistem self assessment , telah diberikan kepercayaan penuh kepada
masyarakat Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan
pajaknya sendiri. Tetapi dalam kenyataannya, terdapat cukup banyak masyarakat yang
dengan sengaja atau dengan berbagai alasan tidak melaksanakan kewajiban membayar
pajaknya sesuai ketetapan pajak yang diterbitkan sehingga terjadi tunggakan pajak.
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan aktif dan penagihan
pasif.
1. Penagihan Pasif
Page 5Penagihan pajak
Page 6Penagihan pajak
Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan
Pajak. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.28 Tahun 2007 Pasal 9 Ayat (3), Surat Tagihan
Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Dan
pada pasal 9 ayat (3a) dijelaskan Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah
tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang
paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak dilunasi maka akan dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga 2% perbulan, dan bagian bulan dihitung penuh satu bulan,
sebagaimana disebutkan dalam UU KUP Pasal 19 ayat (1), Apabila Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat
jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. Selain dengan penagihan pasif, dapat pula dilanjutkan dengan
penagihan aktif atau yang lebih dikenal dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Penagihan Aktif
Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan diatur
dalam Undang-Undang No.19 tahun 1997 sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-
Page 7Penagihan pajak
Undang No.19 tahun 2000. Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak
pasif, dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya
mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita
dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
Dalam pembahasan berikutnya yang dimaksud penagihan pajak adalah penagihan
aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa.
2.4.Dasar Penagihan Pajak
Menurut pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa: Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat KetetapanPajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat KeputusanKeberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan
jumlah pa/ak yang harus dibayarbertambah, merupakan dasar penagihan. (Undang-Undang
Pajak Taliun 2000,2001:15)
Adapun penjelasan hal diatas yaitu:
1. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bunga dan! denda. (Pasal 1 point 19)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besamva sanksi administrasi, danjumlah yang masih harus dibayar.
(Pasal 1 point 15)
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. (Pasal 1 point 16)
4. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan
tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
Page 8Penagihan pajak
peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak,
Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau
Penghapusan SanksiAdministrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan
Ketetapan Pajak yang tidak benan, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak.(Pasal 1 point 29)
5. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh Wajib Pajak. (Pasal 1 point 30)
6. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleb Wajib Pajak. (Pasal 1 point 31)
Yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak
dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 ayat (3) dan (3a) UU KUP.
Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dasar penagihan pajak adalah sebagai berikut:
Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB)
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKPKB),
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT)
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(STB)
Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Peninjauan Kembali,
Yang menyebabkan jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang
Page 9Penagihan pajak
Yang menyebabkan jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang
harus dibayar bertambah, kurang ayau tidak dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.
2.5. Pengertiaan Wajib Pajak dan penanggung Pajak
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU KUP Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Selanjutnya, UU KUP mencantumkan pengertian badan adalah sekumpulan
orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU PPSP Penanggung Pajak adalah
orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
Termasuk "wakil" yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak.
Dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU KUP yaitu sebagai berikut :
(1) Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal :
a. badan oleh pengurus;
b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
Page 10Penagihan pajak
c. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan;
d. badan dalam likuidasi oleh likuidator;
e. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau
yang mengurus harta peninggalannya; atau
f. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.
(2) Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab secara pribadi dan/atau
secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan
meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak
mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
2.6. Landasan Hukum Penagihan Pajak
Landasan hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah
1. Pasal 20 – 24 UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2. UU Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
1. Latar Belakang Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip
kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang
dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan
hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundangundangan perpajakan.
Page 11Penagihan pajak
Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran
pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, dalam kenyataannya
masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak
sebagaimana mestinya.
Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah
yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi
dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak
semakin meningkat. Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan
penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Kepatuhan Wajib Pajak
dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak.
Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
Wajib Pajak sangat perlu mendapatkan perhatian. Sebagaimana dikemukakan di atas, di
dalam sistem self assessment yang berlaku sekarang ini maka penagihan pajak yang
dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud law enforcement
untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak.
Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan pada
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan
undang-undang penagihan pajak yang demikian itu diharapkan dapat memberikan penekanan
yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib Pajak dan kepentingan
negara. Keseimbangan kepentingan dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh
kedua belah pihak yang tidak berat sebelah atau tidak memihak, adil, serasi, dan selaras
dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia saat ini dan didukung
dengan semangat reformasi, perlu kiranya dilakukan pembaharuan undang-undang penagihan
pajak, dengan dilandasi pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Page 12Penagihan pajak
1. Memperhatikan ketentuan perundang-undangan lain, seperti Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
2. Menegakkan keadilan;
3. Memberikan perlindungan hukum, baik kepada Penanggung Pajak maupun pihak ketiga
berupa hak untuk mengajukan gugatan; dan Melaksanakan law enforcement secara konsisten
dengan berdasar pada jadwal waktu penagihan yang telah ditentukan.
Beberapa pokok perubahan yang menjadi perhatian dalam pembaharuan
undangundang penagihan pajak ini adalah sebagai berikut:
1. Mempertegas proses pelaksanaan penagihan pajak dengan menambahkan ketentuan
penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan dan surat lain yang sejenis sebelum Surat Paksa
dilaksanakan;
2. Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif;
3. Mempertegas pengertian Penanggung Pajak yang meliputi juga komisaris, pemegang saham,
pemilik modal;
4. Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka menjaga
kelangsungan usaha Penanggung Pajak;
5. Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang;
6. Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas prosentase tertentu dari
hasil penjualan;
7. Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh Wajib Pajak tidak
menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak;
8. Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai barang yang
diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi;
Page 13Penagihan pajak
9. Memperjelas hak Penanggung Pajak untuk memperoleh ganti rugi dan pemulihan nama baik
dalam hal gugatannya dikabulkan; dan
10. Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak.
2. Peraturan Pelaksana Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Berikut ini adalah peraturan pelaksana UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa:
a. Umum
1) KMK Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan
Pemberhentian Jurusita Pajak
b. Surat Paksa dan Sita
1) PP No.135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa
2) PMK Nomor 23/PMK.03/2006 tentang perubahan atas KMK Nomor 85/KMK.03/2002
Tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang Dalam Rangka
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
3) PMK Nomor 24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat
Paksa Dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus
4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 459/PJ./2002 Tentang Tata Cara Penyitaan
Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa
5) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 08/PJ.75/2000 Tentang Tata Cara
Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Paksa Pengganti, Dan Pembetulan Atau
Penggantian Surat-Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak
c. Lelang
Page 14Penagihan pajak
1) PP Nomor 136 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan
Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
d. Pencegahan dan Penyanderaan
1) PP Nomor 137 Tahun 2000 Tentang Tempat Dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi
Nama Baik Penanggung Pajak, Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa
2) Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia Dan Menteri Kehakiman Dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 294/KMK.03/2003, M-02.Um.09.01 Tahun
2003 Tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak Yang Disandera Di Rumah Tahanan
Negara Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep - 218/PJ/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyanderaan Dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak Yang Disandera
4) Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 158/PJ.75/2006 Tentang Permintaan Usulan
Pencegahan WP/PP Bepergian Ke Luar Negeri
5) Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-240/PJ.04/2009 Tentang Penyanderaan
Atas Penanggung Pajak Dalam Rangka Penagihan Pajak
6) Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-43/PJ.045/2007 Tentang Tata Cara
Permintaan Pencegahan, Perpanjangan, Dan Pencabutan Bepergian Ke Luar Negeri
e. Pemblokiran
1) KMK Nomor 563/KMK.04/2000 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta kekayaan
Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa
2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 109/PJ./2007 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Page 15Penagihan pajak
Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank
Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 627/PJ Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank
Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 05/PJ.04 Tentang Pengantar Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ/2007 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank
Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara
Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank
6) Surat Bank Indonesia Nomor 8/3/DGS/DPNP Perihal Pemblokiran Dalam Rangka
Penagihan Pajak
7) Surat Bank Indonesia Nomor 2/35/DpG/DHk/ Tahun 2000 Perihal Penyitaan Terhadap
Kekayaan Penanggung Pajak Yang Disimpan di Bank
8) Surat Bank Indonesia Nomor 7/9/GBI/DHk/ Tahun 2005 Perihal Evaluasi Pelaksanaan
Pemblokiran Dan Penyitaan Rekening Bank
9) Surat Bank Indonesia Nomor 7/6/Dhk Tahun 2005 Perihal Penjelasan Bank Berkenaan
Dengan Perintah Membuka Rahasia Bank Untuk Kepentingan Perpajakan
f. Angsuran dan Penundaan
1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 80/PMK.03/2010 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 Tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran
Page 16Penagihan pajak
Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara
Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak
2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 Tentang
Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat
Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta Tata
Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak
3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 38/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pemberian
Angsuran Atau Penundaan Pembayaran PajakDirektur Jenderal Pajak
4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 14/PJ.33/1998 Tentang Pembatalan SK
Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak Yang
Mengajukan Keberatan/Banding
g. Penghapusan
1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 565/KMK.04/2000 Tentang Tata
Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan
2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 539/KMK.03/2002 Tentang
Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan
3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 625/PJ./2001 Tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Pajak
4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 15/PJ./2004 Tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Pajak
h. Kebijakan Penagihan
1) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 08/PJ.75/2002 Tentang Pemeriksaan
Untuk Tujuan Penagihan Pajak (Delinquency Audit)
Page 17Penagihan pajak
2) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 05/PJ.04/2008 Tentang Kebijakan
Penagihan Pajak
3) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 03/PJ.04/2009 Tentang Kebijakan
Penagihan Pajak
4) Kesepakatan Bersama Direktorat Jenderal Pajak dan Kepolisian Republik Indonesia Nomor
Kep-24/PJ./2004 Dan No.Pol: B/146/I/2004 Tanggal 23 Januari 2004 Tentang Penegakan
Hukum di Bidang Perpajakan
5) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 08/PJ/2009 Tentang Pedoman Akuntansi Piutang
Pajak
i. Penagihan PBB/BPHTB
1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 503/PJ./2000 Tentang Tata Cara
Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Tata Cara Pelaksanaan
Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 45/PJ.6/1996 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penghapusan Piutang Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Penetapan Besarnya
Penghapusan
3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 13/PJ.6/1999 Tentang Perubahan Sebagian
Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-45/PJ.6/1996 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penghapusan Piutang Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Penetapan Besarnya
Penghap
4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 02/PJ.6/2001 Tentang Usulan
Penghapusan Piutang PBB
5) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 48/PJ.6/2000 Tentang Tata Cara
Penerbitan Surat Tagihan Pajak PBB Dan Tata Cara Pelaksanaan Penagihan PBB Dan
BPHTB
Page 18Penagihan pajak
6) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 48/PJ/2008 Tentang Batas Waktu
Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi Dan
Bangunan, Dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan, Serta Daluwarsa Penagihan
Pajak Bumi Dan Bangunan
7) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 73/PJ/2008 Tentang Kebijakan Perubahan
Data SIP/SIPMOD/SISMIOP
j. Formulir dan Surat dalam Pelaksanaan Penagihan
1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 474/PJ./2002 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-645/PJ./2001 Tentang Bentuk, Jenis, Dan
Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan Buku Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa Keputusan Direktur Jenderal Pajak
2) Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 474/PJ./2002 Tentang
Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-645/PJ./2001 Tentang
Bentuk, Jenis, Dan Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan Buku Yang Digunakan Dalam
Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Keputusan Direktur Jenderal Pajak
3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-645/PJ./2001 Tentang Bentuk, Jenis, Dan
Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan Buku Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa Keputusan Direktur Jenderal Pajak
4) Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-645/PJ./2001 Tentang Bentuk,
Jenis, Dan Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan Buku Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Keputusan Direktur Jenderal Pajak
5) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-15/PJ./2004 Tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak Dan Besarnya Penghapusan
6) Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-15/PJ./2004 Tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak Dan Besarnya Penghapusan
Page 19Penagihan pajak
2.7.Bunga Penagihan
Menurut pasal 19 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menyatakan sebagai berikut:
Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak KurangBayar, atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahanjumlah pajak yang harus dibayar
berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, SuratKeputusan Keberatan, atau Putusan
Banding, pada saat jatuh tempo pembayarantidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah
pajak yang tidak atau kurang bayaritu, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2 % (dua persen,) sebulanuntuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggaljatuh tempo sampai
dengantanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan
bagiandari bulan dihitung penuh 1 (satu,) bulan. (Undang-Undang Pajak Tahun2000,
2001:15)
Keterangan diatas:
Ayat ini mengatur pengenaan bunga penagihan atas jumlah yang masih harus dibayar
menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayan
Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang tidak atau kurang
dibayar pada saatjatuh tempo pembayaran atau terlambat dibayar. Untuk jelasnya cara
penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
1. Atas jumlah pajak yang kurang dibayar.
Surat Ketetapan Pajak Pajak Penghasilan.
Pajak terutang atau ditagih (dianggap tidak ada jumlah pajak yang dikreditkan) Rp. 100.000, Surat Ketetapan Pajak diterbitkan tanggal 10 Oktober 2002. Hanus dilunasi paling lambat tanggal 9 November 2002,tetapi baru dibayar sejumlah Rp. 60.000,-
Page 20Penagihan pajak
pada tanggal 2 November 2002.Sampai pada tanggal batas waktu pembayaran tenakhir (9
November 2002) sisa tagihan tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak.
Pada tanggal 18 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak oleh Dirjen Pajak dengan
penghitungan sebagai berikut:
Pajak Terutang Rp. 100.000,-
Dibayar pada waktunya Rp. 60.000,- (-)
Kurang dibayar Rp. 40.000,-
Bunga dihitung satu bulan
= 1 x 2% x Rp. 40.000,- = Rp. 800,-
Bunga tersebut ditagih dengan Surat Tagihan Pajak
2. Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar.
Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.
Dibayar penuh tetapi terlambat, misalnya dibayar tanggal 20 November 2002.Tanggal
20 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak. Bunga terutang dalam Surat
Tagihan Pajak dihitung satu bulan
= 1 x 2% x Rp. 100.000,- = Rp. 2.000,-
3. Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar.
Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.
Dibayar sejumlah Rp. 60.000,- pada tanggal 20 November 2002.
Tanggal 25 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak.
Bunga terutang dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp. 100.000,-
Rp. 2000,
2.8.Contoh Kasus
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukamulih menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Nomor 000010/207/08/622/09 tanggal 20 Nopember 2009 dengan nilai Rp350.000.000,00.
Page 21Penagihan pajak
Atas nilai SKPKB tersebut keseluruhannya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dan oleh Wajib Pajak
padatanggal 15 Januari 2010 diajukan upaya hukum berupa keberatan. Pada bulan Februari
2009 terdapat informasi bahwa Wajib Pajak akan membubarkan usahanya.
a. atas SKPKB tersebut, upaya apa yang dapat dilakukan KPP untuk mengamankan target penerimaan
perpajakan?
b. resiko-resiko apa yang dapat timbul terkait dengan permasalahan diatas, dan menurut Saudara
bagaimana meminimalisir resiko-resiko tersebut?
LANDASAN TEORI :
Pasal 25 ayat (7) UU KUP
“Dalam hal WP mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimanadimaksud
dalam pasal 9 ayat (3) atau ayat (3A) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan, tertangguh 1 bulan sejak sejak tanggal penerbitan SK Keberatan”
Pasal 6 ayat (1) UU PPSP
“Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang
diterbitkan oleh Pejabat apabila :
a) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk
itu;
b) Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya
di Indonesia;
Page 22Penagihan pajak
c) terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau
menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan
yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d) badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau
e) terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
f) terdapat tanda tanda kepailitan.
Pasal 14 PMK-24/PMK.03/2008
Penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus oleh Pejabat dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) diterbitkan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;
b) diterbitkan tanpa didahului Surat Teguran;
c) diterbitkan sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat
Teguran diterbitkan;atau
d) diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.
PENYELESAIAN KASUS :
Berdasarkan pasal 6 UU PPSP, meskipun pajak yang tercantum dalam dasar penagihan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 UU KUP yang dalam hal ini SK Keberatan (Karena WP mengajukan
keberatan) belum jatuh tempo berdasarkan pasal 26 ayat (7), tetapi terhadap wajib pajak tersebut
dapat diterbitkan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sesuai dengan pasal 14
PMK-24/PMK.03/2008 dengan kondisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf (d) UU
PPSP, yakni WP akan melakukan pembubaran badan usaha. Atas dasar SPPSS tersebut, KPP dapat
Page 23Penagihan pajak
langsung menerbitkan Surat Paksa (Pasal 8 UU PPSP) untuk mengamankan target penerimaan negara.
Risiko-risiko yang dapat timbul :
1. risiko :
WP telah memindahtangankan asset yang dimiliki atau dikuasai sebelum informasi WP
akan membubarkan badan usaha;
-Cara untuk meminimalisasi :
Peran AR di KPP sangat dibutuhkan di sini untuk menggali informasi, baik internal
maupun eksternal, atas WP-Wpnya, terlebih WPnya yang sedang bersengketa dengan DJP
sehingga aktivitas WP sedikit banyak terpantau.
2. risiko :
Informasi atas WP akan membubarkan badan usaha ternyata tidak benar, dan WP melakukan
gugatan ke Pengadilan Pajak.
-Cara untuk meminimalisasi : Telaah informasi terlebih dahulu dan yakinkan dengan bukti-
bukti memadai sehingga validitas informasi menjadi dapat dipercaya serta
teruji kebenarannya.
3. Keberatan wajib pajak diterima dan asset-asset yang telah disita telah dilelang.
-Cara untuk meminimalisasi : Sebaiknya asset yang telah disita jangan dulu
dilelang, tunggulah sampai ada putusan keberatan. Tindakan penyitaan hanyalah tindakan
pengamanan serta jaminan lunasnya utang pajak. Lagipula, menurut KUP yang baru, pajak
sebagaimana dalam kasus di atas belum menjadi utang pajak sampai dengan SK
keberatan diterbitkan.
BAB III
PENUTUP
Page 24Penagihan pajak
3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan materi di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
Kewenangan yang dimilikifiskusuntukmenagihutangpajak yang
tidakdilunasiolehPenanggungPajak yang dilakukandenganprosedurtertentuberdasarkan UU.
Adapun SubyekPenagihanPajak:pasal 1 angka (3) UU PenagihanpajakdenganSuratPaksa
(PPSP), dan Penanggung Pajak :
1. orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak,
2. termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak
3. menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakansebagaimana mestinya.
Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak
berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, dalam kenyataannya masih
dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana
mestinya.
3.2. Saran (opini)
Setelah mempelajari materi ini hendaklah kita sadar akan kewajiban kita untuk
membayar pajak tepat pada waktunya, sehingga tidak akan terjadi penunggakan pajak dari
waktu ke waktu,Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan
pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
Page 25Penagihan pajak
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan
3. Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.2009.Peraturan dan
Kebijakan di Bidang Penagihan.Jakarta:Subdit Penagihan
4. Zulvina,Susi.2011. Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak,Tangerang Selatan:STAN
5. Zuraida,Ida.2010.Bahan Ajar Penagihan dan Sengketa Pajak.Tangerang
Selatan:STAN
1. http://zqzakky.blogspot.com/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html
2. http:// contoh-kasus-kasus-penagihan-pajak.html
3. www.pengertianpajak
Page 26Penagihan pajak