presentasi kasus tuli campuran
DESCRIPTION
Tuli CampuranTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum gangguan pendengaran dibagi menjadi 3 macam, yaitu tuli
konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran. Ketiganya memiliki etiologi dan
patogenesis yang berbeda-beda. Jadi pada dasarnya pasien yang mengalami gangguan
pendengaran tergantung dari penyebabnya. Gangguan pendengaran merupakan salah
satu keluhantersering seseorang datang ke dokter untuk memeriksakan lebih lanjut
mengenai keluhannya. Gangguan penurunan penderangan terjadi akibat adanya
kelainan di telinga bagian luar, tengah, dalam atau otak dalam menerima sinyal.
Gangguan pendengaran campuran disebabkan oleh kombinasi dari
kerusakan konduktif pada telinga luar atau tengah dan kerusakan sensorineural di
telinga bagian dalam (koklea) atau pendengaran / saraf pendengaran. Faktor genetik,
paparan berlebih terhadap suara keras, obat-obatan tertentu dan proses penuaan yang
normal dapat menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural. Cacat lahir,
penyakit infeksi, tumor atau massa dan cedera kepala adalah semua kemungkinan
penyebab kedua gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural.
Pada beberapa penyebab keluhan gangguan pendengaran dapat disertai
dengan gejala tambahan seperti telinga berdenging, rasa penuh pada telinga, atau
nyeri pada telinga.Pada pemeriksaan fisik khususnya menggunakan otoskop atau
endoskop hanya dapat mengidentifikasi gangguan pada telinga luar sampai dengan
batas membrane timpani dan biasanya didapatkan kesan normal kecuali pada tuli
konduktif yang disebabkan oleh kelainan pada telinga luar. Untuk mengidentifikasi
gangguan pada telinga tengah dapat dilakukan pemeriksaan timpanometri. Pada
pemeriksaan menggunakan penala dan audiometric umumnya digunakan untuk
memeriksa telinga bagian tengah dan dalam. Pada pemeriksaan tersebut akan
didapatkan hasil sesuai dengan jenis ketuliannya. Pada pemeriksaan audiometri maka
hasil yang didapatkan tergantung dari jenis ketuliannya. Pada tuli jenis campuran
maka akan didapatkan hasil Bone Conduction yang turun lebih dari 25 dB dan diikuti
oleh Air Conduction yang turun melebihi Bone Conducion sehingga terdapat gap.
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap kelainan pada system saraf dapat dilakukan
pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked Respon Audiometry), OAE (Otoacoustic
Emission) dan lain-lain.
Pada gangguan pendengaran akibat infeksi salah satu contohnya adalah pada
Otitis Media Supuratif. Pada OMSK baik yang akut maupun kronik mempunyai
potensi untuk menjadi serius karna komplikasinya. Penyebaran oleh proses destruksi,
seperti oleh kolesteatoma atau infeksi langsung ke labirin akan menyebabkan
gangguan keseimbangan dan pendengaran. Misalnya vertigo, mual dan munta serta
tuli sensorineural.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga
Telinga luar terdiri dari daun telinga, kelenjar minyak yang berfungsi
menghasilkan serumen untuk melindungi membrane timpani, liang telinga sampai
dengan membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian
luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 sampai 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak
kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.
Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Gambar 2.1
Gambar Telinga luar
Telinga tengah terdiri dari membrane timpani, tulang-tulang pendengaran dan
tuba eustachius. Fungsi utama dari telinga tengah adalah konduksi dari suara melalui
penyampaian gelombang suara di udara yang dikumpulkan aurikula ke cairan di
telinga tengah. Telinga tengah terletak di bagian kaku dari tulang temporal dan terisi
udara sekunder untuk menguhubungkan dengan nasofaring melalui tuba eustachius.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut :
- Batas luar : Membrane timpani
- Batas depan : Tuba eustachius
- Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : Tegmen timpani (meningens atau otak)
- Batas dalam :(Berturut-turut dari atas ke bawah) Kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan
promontorium.
Membran timpani terdiri atas dua bagian yaitu pars tensa dan pars flaksida.
Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membrane timpani, yaitu suatu permukaan
yang tegang dan bergetar, pinggirnya menebal dan melekat pada annulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal. Pars flaksida letaknya di
bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh dua
lipatan yaitu plika maleolaris anterior dan plika maleolaris posterior. Membrane
timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dan dinamakan sulkus
timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini
disebut insisura timpanika. Permukaan luar disarafi oleh n.timpani cabang dari nervus
glosofaringeal. Aliran darah membrane timpani berasal dari permukaan luar dan
dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah dialiri pembuluh darah
oleh arteri timpani anteriot cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal bentuknya
bikonkaf atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertical 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior dan dinding
posterior.
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membrane. Bagian
tulang berada di atas dan bawah membrane timpani. Kavum timpani terdiri dari
tulang-tulang pendengaran atau osikula yaitu maleus, inkus, dan stapes; dua otot;
saraf korda timpani; saraf pleksus timpanikus. Maleus adalah tulang yang paling
besar diantara semua tulang-tulahg pendengaran dan terletak paling lateral.
Panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9 mm. Inkus terdiri dari badan inkus (corpus) dan
dua kaki yaitu prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan
longus membentuk sudut lebih kurang seratus derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5
mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 sampai 5,5 mm. Stapes
merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi. Stapes
terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior serta bagian foot plate yang
melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare. Tendon stapedius
beinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes.
Tuba eustachius disebut juga auditoria atau tuba faring timpani.bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm dan berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah. Pada anak beumur dibawah 9 bulan
memiliki panjang sekitar 17,5 mm dan bentuknya lebih mendatar.
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala
vestibula.
Gambar 2.2.
Gambar Anatomi koklea
Telinga dalam terdiri dari osea (labirin tulang), sebuah rangkaian rongga pada
tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perimlife dan labirin
membranasea yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe. Di depan
labirin terdapat koklea atau rumah siput. Penampang melintang koklea terdiri atas
tiga bagian yaitu skala vestibula, skala media dan skala timpani. Bagian dasar dari
skala vestibule berhubungan dengan tulang sanggurdi melalui jendela berselaput yang
disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tenah
melalui tingkap bulat.
Skala media dibatasi oleh membrane vestibularis atau membrane reissner dan
bagian bawah oleh membrane basilaris. Di atas membrane basilaris terdapat organ
cortiyang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari
sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membrane tektorial yang
terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan
bagian otak dengan saraf vestibulokoklearis.
2.2. Otitis Media Supuratif Kronis
Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforate
(OMP) atau dikenali sebagai congek di Indonesia. OMSK ialah infeksi kronis di
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus (persisten) atau hilang timbul (rekuren). Sekret mungkin encer
atau kental, bening atau berupa nanah. Angka kejadian OMSK tinggi di negara
berkembang disebabkan sosioekonomi yang rendah, nutrisi buruk dan kurangnya
pengetahuan tentang kesehatan. OMSK dapat diklasifikasi kepada dua jenis tipe,
yaitu tipe tubotimpanal (tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe ganas). Perbedaan tipe
klinik OMSK dibuat berdasarkan perbedaan anatomi yaitu pars tensa atau pars
plasida membran timpani.
2.2.1 Etiologi
OMSK jinak bermula sejak usia anak. Tipe ini merupakan lanjutan dari
penyakit otitis media akut yang diikuti dengan demam ruam dan menyebabkan
perforasi yang letaknya sentral. Perforasi ini menetap dan memudahkan terjadinya
infeksi berulang dari telinga luar. Otorrhea menjadi persisten akibat mukosa telinga
tengah yang terpapar kepada lingkungan luar yang penuh dengan aero allergen
sehingga terjadinya sensitisasi. Infeksi bisa terjadi secara ascending melalui tuba
eustachia. Infeksi tonsil, adenoid dan sinus bisa menimbulkan otorrhea yang persisten
atau rekuren. Penyebab yang lain adalah perubahan tekanan udara tiba-tiba, alergi,
infeksi dan sumbatan (akibat penumpukan sekret, tampon atau tumor).
2.2.2 Patofisiologi
OMSK dimulakan dengan suatu infeksi akut. Patofisiologi OMSK bermula
dengan proses irritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah. Respon inflamasi
menimbulkan edema pada mukosa. Inflamasi yang berkelanjutan akan menyebabkan
ulserasi pada mukosa dan kerusakan pada sel epitel. Penjamu akan menghasilkan
suatu jaringan granulasi (respon terhadap inflamasi) yang bisa membentuk polip pada
permukaan rongga telinga tengah. Siklus infalamasi, ulserasi, infeksi dan
pembentukan jaringan granulasi akan menghancurkan tulang sehingga menimbulkan
komplikasi.
2.2.3 Gejala klinis
Gejala klinis pada tipe tubotimpani pertama adalah sekret telinga (otorrhea)
dengan ciri mukoid, mukopurulen yang menetap atau intermittent. Sekret ini sering
muncul pada keadaan infeksi saluran pernafasan atas atau masuknya air ke dalam
telinga. Kedua, terdapat tuli tipe konduktif yang bervariasi dan jarang melebihi 50
dB. Kadang-kadang pasien bisa mendengarkan lebih baik pada keadaan telinga penuh
dengan sekret berbanding telinga bersih. Keadaan ini bisa berlanjut sehingga
terjadinya pula tuli sensorineural. Ketiga, adanya perforasi yang letaknya sentral
dimana posisinya bisa anterior, posterior, inferior kepada letak malleus. Keempat,
mukosa telinga tengah dapat dilihat apabila perforasi membrane timpani besar.
Mukosa ini terlihat merah, edem dan membengkak pada keadaan inflamasi. Pada tipe
atikoantral, sekret telinga hanya sedikit dan berbau. Selain itu, terdapatnya tuli
terutamanya tuli konduktif dan bisa ditambah adanya tuli sensorineural. Perdarahan
dapat dijumpai pada tipe ini akibat granulasi atau polip saat membersihkan telinga.
Perforasi yang bisa dilihat adalah attic atau posterosuperior tipe marginal. Selain itu,
terdapat kantong retraksi yang merupakan suatu invaginasi pada membrane timpani
yang dilihat pada attic atau posterosuperior pars tensa. Kolesteatoma pada tipe ini
dapat dilihat pada kantong retraksi
2.2.4 Pengobatan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatoma, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sbelum operasi.
Pada OMSK tipe tubotimpani, tujuan utama pengobatan adalah
mengendalikan infeksi ,membersihkan sekret telinga dan selanjutnya memperbaiki
ketulian dengan operasi. Pertama dilakukan pembersihan pada liang telinga dari
sekret dengan Aural toilet. Kedua, penggunaan antibiotik topikal yang mengandungi
neomisin, polimiksin atau gentamisin. Obat ini dikombinasikan dengan steroid yang
mempunyai efek anti inflammasi. Obat ini diberi 3-4 kali per hari. pH asam sangat
bermanfaat dalam membunuh infeksi bakteri pseudomonas dengan irrigasi
menggunakan 1,5% asam asetik. Pada penggunaan obat ini harus diperhatikan efek
ototoksik dari beberapa sedian dan tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik adalah dari hasil kultur bakteri penyebab dan uji resistensi. Pada OMSK
tipe atikoantral adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa
merupakan terapi sementara sebelum operasi. Bila terdapat abses subperiosteal, maka
insisi abses dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan mastoidektomi. Tujuan
utama operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membrane timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran. Jenis pembedahan
yang dapat dilakuan adalah mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal,
mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti dan timpanoplasti.
2.3Tuli Sensorineural
2.3.1 Definisi
Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan jalur
hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII
(vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak. Tuli
sensorineural disebut juga sebagai tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli sensorineural ini
dibagi menjadi dua:
Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme
penghantar pada koklea. Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrumen
dimana terjadi peningatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas
ambang dengar. Pada kelainan koklea dapat membedakan bunyi 1 dB,
sedangkan pada orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB.
Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus
vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak.
Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi
abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus
menerus. Namun bila diberikan istirahat, maka akan pulih kembali. Untuk
membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus.
2.3.2 Epidemiologi
Tuli sensorineural merupakan masalah bagi jutaan orang didunia. Tuli ini dapat
mengenai segala usia dengan etiologi yang berbeda-beda. Sekitar 50% kasus
merupakan faktor genetik dan 50% lagi didapat (acquired). Lebih dari 28 juta orang
di Amerika Serikat mengalami ketulian dengan berbagai macam derajat.
2.3.3 Etiopatogenesis
Tuli sensorineural dapat disebabkan oleh beberapa macam, diantaranya yaitu:
2.3.3.1 Koklea.
Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:
a) Labirinitis
Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling sering
disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Pada otitis, kolesteatom
merupakan penyabab tersering labirinitis, yang dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran dari ringan sampai berat. Pada labirinitis yang disebabkan oleh
virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membran tektoria, dan selubung
myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika toksin bakteri dan mediator
inflamasi host misalnya sitokin, enzim, dan komplemen melewati membran
tingkap bundar dan menyebabkan inflamasi labirin.
b) Obat ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi
dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama yang
dapat timbul adalah tinitus, vertigo, dan gangguan pendengaran yang bersifat
sensorineural. Terdapat beberapa macam obat yang termasuk obat ototoksik,
diantaranya yaitu:
Antibiotik: streptomisin, neomisi, kanamisin, gentamisin, tobramisin,
eritromisin, kloramfenikol
Diuretik: yaitu furosemid, bumetanide
Anti inflamasi: aspirin
Anti malaria: kina dan klorokuin
Anti tumor: bleomisin, cisplatin
Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain:
1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan
semua jenis obat ototoksik.
2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti
dan labirin vestibular, akibat penggnaan antibiotika aminoglikosida sel rambut
luar lebih terpengaruh dari sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini
terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai
bagian apeks.
3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya
degenerasi dari sel epitel sensori.
c) Presbikusis
Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang tua,
akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai usia 65
tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif. Pada presbikusis
terjadi beberapa keadaan patologik, yaitu hilangnya sel-sel rambut dan gangguan
pada neuron-neuron koklea. Secara klinis ditandai dengan terjadinya kesulitan
untuk memahami pembicaraan teruama pada tempat yang ribut/bising.
Presbikusis ini terjadi akibat dari proses degeneratif yang terjadi secara bertahap
oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang. Presbikusis
dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor lingkungan, dan diperburuk oleh
penyakit yang menyertainya.
Proses degenratif ini terjadi secara bertahap yang akan menyebabkan perubahan
struktur koklea dan N.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi
dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ corti. Proses atrofi juga
disertai dengan perubahan vaskular. Selain hal itu juga terdapat perubahan
berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang
sama juga terjadi pada myelin akson saraf.
Terdapat 4 tipe presbikusis berdasarkan ptologi tempat terjadinya perubahan di
koklea, yaitu presbikusis sensorik, presbikusis neural, presbikusis metabolik,
presbikusis mekanik.
d) Tuli mendadak
Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba tanpa
diketahui pasti penyebabnya. Tuli mendadak didefinisikan sebagai penurunan
pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturut-
turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari
tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak, keadaan ini
dapat disebabkan oleh karena spasme, trombosis, atau perdarahan arteri auditiva
interna. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas sel-sel ganglion stria vaskularis
dan ligamen spiralis, kemudia diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan
penulangan.
e) Trauma
Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma akustik
dan truma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang temporal bisa
mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua trauma, trauma
akustik merupakan truma paling umum yang menyebabkan tuli sensorineural.
Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral dan tuli
konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan labirin.
Trauma dapat menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga perlimfe
bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan pendengaran bersama
dengan tinitus dan vertigo.
f) Tuli akibat bising
Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh
bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya
diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli
sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Secara umum
bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologi bising adalah bunyi
nada murni dengan adanya campuran nada murni dengan berbagai frekuensi.
Bising yang intensitasnya 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada
reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan
adalah alat Cortiuntuk reseptor yang berfrekuensi 3000 Hz sampai 6000 Hz dan
yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000
Hz.
Kurang pendengaran disertai tinitus (berdenging di telinga) atau tidak merupakan
gejala dari tuli akibat bising yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti audiometri.
2.3.3.2 Retrokoklea
a) Penyakit Meniere
Penyakit meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom
Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan tuli sensorineural. Penyakit ini bisa sembuh
tanpa obat dan penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya
dan selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak seperti pada serangan pertama. Pada
penyakit Meniere vertiga periodik yang makin mereda pada serangan-serangan
berikutnya.
Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan
dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala
lain yang menyertai serangan adalah tinitus, yang kadang-kadang menetap,
meskipun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda khusus adalah
perasaan penuh di dalam telinga.
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa
pada koklea dan vestibulum. Hidrops endolimfa merujuk pada kondisi
peningkatan tekanan hidrolik didalam telinga dalam sistem endolimfatik.
Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan
endolimfa
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Penambahan dari volume
endolimfa diperkirakan karena adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan
gangguan klinik pada membran labirin. Pada beberapa orang yang mengalami
penyakit Meniere didahului oleh adanya faktor pencetus yang menimbulkan
serangan penyakit ini yaitu stres, aktivitas yang berlebih, kelelahan, faktor
emosional psikis, dan dapat berkaitan dengan makanan, terlalu banyak diet
garam
b) Neuroma akustik
Neuroma akustik adalah tumor intrakranial yang berasal dari selubung sel
Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di
cerebellopontin angel. Neuroma akustik berasal dari nervus vestibular dengan
gambaran makroskopis berkapsul, konsistensi keras, berwarna kuning kadang
putih atau translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan.
Penyebab tuli akibat neuroma akustik yaitu:
Trauma langsung terhadap nervus koklearis
Gangguan suplai darah ke koklea
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan berupa gejala
penurunan pendengaran, baik yang terjadi secara mendadak maupun yang terjadi
secara progresif. Adapun gejala klinis tambahan yang menyertai akan sesuai dengan
atiologi masing-masing penyakit. Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara
lebih keras dan mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah
dapat menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, maka liang telinga dan membran timpani
tidak ditemukan adanya kelainan.
Pemeriksaan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan penala. Pada tuli sensorinerual maka akan didapatkan hasil
pemeriksaan penala yaitu tes rinne positif, tes weber mengalami lateralisasi ke telinga
yang sehat, dan tes schwabach memendek. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa audiometri. Dari pemeriksaan audiometri pada tuli sensorinerual
maka akan didapatkan berupa Air Conduction (AC) dan Bone Conduction (BC) turun
lebih dari 25 dB. AC dan BC berhimpit tidak ada gap.
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus. Dalam mempelajari audiometri khusus diperlukan pemahaman
istilah rekrutmen dan kelelahan (fatigue). Rekrutmen adalah suatu fenomena, terjadi
peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar.
Keadaan ini khas pada tuli koklea. Contohnya pada orang tua bila mendengar suara
perlahan, ia tidak dapat mendengar, sedangkan bila mendengar suara keras
dirasakannya nyeri telinga.
Kelelahan (fatigue) merupakan adaptasi abnormal, merupakan khas pada tuli
retrokoklea. Saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi
istirahat, maka akan pulih kembali. Fenomena tersebut dapat dilacak pada pasen tuli
sensorineural dengan melakukan pemeriksaan khusus, yaitu:
1. Tes SISI (short increment sensivity index)
2. Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
3. Tes kelelahan (Tone Decay)
4. Audiometri tutur (speech audiometris)
5. Audiometri Bekesy
2.3.5 Tatalaksana
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai tatalaksana tuli
sensorineural, yaitu:
Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendengar.
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti menghilangkan bungi yang
dapat menimbulkan suara bising misalnya radio atau televisi dengan suara keras.
Menggunakan alat bantu dengar
Implantasi koklea
Implantasi auditori batang otak
2.4. Tuli Konduktif
2.4.1 Definisi
Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada telinga luar atau
telinga dalam. Tuli konduktif berhubungan dengan gangguan penghantaran suara ke
telinga dalam. Jika terjadi gangguan dalam hantaran suara baik pada telinga luar atau
telinga tengah maka tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah, maka
merupakan tuli konduktif.
2.4.2 Etiologi
Gangguan yang menyebabkan tuli konduktif berarti berbagai gangguan yang
menyebabkan terhambatnya konduksi suara ke telinga tengah. Jadi jika ada berbagai
gangguan pada telinga luar atau tengah sehingga menyebabkan gangguan hantaran
suara, maka ini termasuk tuli konduktif. Umumnya gangguan pendengaran konduktif
tidak menyebabkan ketidakmampuan total mendengar, tetapi menyebabkan hilangnya
kenyaringan dan kehilangan kejelasan.
Gambar 2.3.
Gangguan tuli konduktif pada telinga tengah
Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada telinga luar atau
telinga tengah. Kelainan pada telinga tengah yaitu atresia liang telinga, sumbatan oleh
serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang telinga. Sedangkan kelainan pada
telinga tengan yang dapat menyebabkan tuli konduktif yaitu sumbatan tuba
esutachius, otitis media, otosklerosis, timpanokslerosis, dan dislokasi tulang.
2.4.3 Diagnosis
Pada umumnya pasien mengeluhkan penurunan pendengaran namun masih
dapat mendengar walaupun hanya suara yang sangat kecil. Pasien tuli konduktif juga
disertai gejala sesuai dengan penyakit yang menyebabkan gangguan pendengaran
tersebut. Pada pemeriksaan fisik pun didapatkan sesuai dengan penyebab gangguan
pendengaran, misalnya didapatkan serumen yang menutupi membran timpani atau
ditemukan massa di liang telinga.
Pada pemeriksaan penala menggunakan garpu tala didapatkan hasil tes rhine
negatif, tes weber lateralisasi ke arah yang sakit, dan tes schwabach didapatkan
memanjang. Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan salah satunya yaitu
pemeriksaan audiometri. Pada pemeriksaan audiometri maka akan didapatkan hasil
berupa Air Conduction yang tidak normal yaitu dibawah 25 dB, sedangkan Bone
Conduction dalam ambang dengar yang normal.
2.4.4 Tatalaksana
Pada tuli konduktif pada prinsipnya yaitu mengatasi gejala gangguan
pendengaran dan mengatasi penyakit penyebab dari tuli konduktif tersebut. Pada
umumnya dengan menyingkirkan atau mengobati penyakit yang mendasari maka
keluhan penuruan pendengaran akan sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi pada
kasus lebih berat atau yang melibatkan telinga dalam lebih lanjut maka salah satu
yang disarankan adalah menggunakan alat bantu dengar.
2.5. Tuli Campuran
Tuli campuran adalah gangguan pendengaran yang merupakan kombinasi dari
gangguan pendengaran jenis konduktif dan jenis sensorineural. Mula-mula gangguan
pendengaran jenis ini adalah janis hantaran, kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural atau dapat juga sebaliknya. Kedua gangguan tersebut
juga dapat terjadi bersama-sama. Misalnya pada trauma yang sekaligus mengenai
telinga tengah dan telinga dalam.
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari komponen gejala
gangguan pendengaran jenis konduktif dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik
atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai pada umumnya sama seperti pada gangguan
pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dpat
mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik
yang mengandung nada rendah atau nada tinggi. Tes penala biasanya didapatkan tes
rhinne negatif, weber lateralisasi ke arah yang sehat, dan tes schwabach memendek.
Gambar 2.4.
Gangguan tuli campuran pada telinga tengah dan telinga dalam
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.1. Identitas Pasien
No. Rekam Medik : 03504094
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 33 tahun
Alamat : Kp Parung RT 001 RW 011 Bojong Kulur Bekasi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Masuk Poli THT-KL : 13 Mei 2015
3.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 13 Mei 2015 di
Poli THT-KL RSUD Kota Bekasi.
3.2.1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan penurunan pendengaran pada telinga kanan dan
kiri sejak ± 15 tahun yang lalu dan makin memberat.
3.2.2. Keluhan Tambahan
Terdapat suara berdenging, terasa penuh dan keluar cairan berulang
3.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan penurunan
pendengaran pada telinga kanan dan kiri sejak ± 15 tahun yang lalu
dan makin memberat. Menurut pasien pertama kali mengalami keluhan
tersebut sejak SD. Pada saat itu pasien mengatakan keluar cairan dari
telinga kanan dan kirinya diikuti dengan keluhan penurunan
pendengaran. Kemudian pasien berobat ke dokter umum dan minum
obat, setelah itu pasien merasa sembuh. Menurut pasien setelah diobati
itu pendengarannya sudah lebih baik. Kemudian pasien mengatakania
mengalami penurunan pendengaran kembali mulai usia 18 tahun dan
dirasakan sampai saat ini. Sebelumnya ia mengaku bahwa ia dipukul
oleh suaminya didaerah dekat telinganya dan setelah kejadian itu mulai
ada keluhan penurunan pendengaran kembali sampai dengan saat ini
dan terasa semakin memberat. Menurut pasien 1 tahun yang lalu keluar
cairan dari kedua telinga. Cairan yang keluar kental, berwarna
kekuningan sama seperti keluhan terdahulu saat SD. Menurut pasien
keluhan keluar cairan dari kedua telinga sudah beberapa kali dan
hilang timbul.Biasanya keluhan tersebut muncul jika pasien sedang
batuk pilek. Jika timbul keluhan tersebut pasien membeli obat di
apotek. Pasien juga mengalami telinga berdenging 2 tahun terakhir.
Telinga berdenging dirasakan pasien tidak setiap saat. Telinga
berdenging terutama dirasakan pasien saat dalam keadaan sunyi. Saat
ini pasien juga merasa telinga penuh seperti terdapat cairan. Rasa nyeri
pada telinga kanan maupun kiri disangkal pasien. Rasa gatal pada
telinga disangkal. Sakit kepala dan pusing berputar disangkal pasien.
Demam, riwayat batuk pilek lama disangkal pasien.
3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama saat SD dan merasa
sembuh setelah berobat ke dokter serta minum obat. Keluhan keluar
cairan dirasakan pasien hilang timbul terutama jika sedang batuk pilek
yang lama. Hipertensi, diabetes melitus disangkal pasien.
3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak mengetahui anggota keluarga ada yang mengalami
keluhan yang sama seperti ini. Tidak terdapat hipertensi, dan diabetes
mellitus.
3.2.6. Riwayat Kebiasaan
Pada pasien tidak terdapat kebiasaan spesifik yang memengaruhi
keluhannya saat ini
3.2.7. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah ke dokter kembali sejak keluhan pertama kali
saat SD.
3.3. Pemeriksaan Fisik
3.3.1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital : Tidak ada keluhan
3.3.2. Status Generalis
a. Kepala : Normosefali, tidak ada deformitas, tidak
terdapat facies adenoid
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Mulut : Halitosis (-), trismus (-)
d. Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening
e. Thorax
Paru : Tidak ada keluhan
Jantung : Tidak ada keluhan
f. Abdomen : Tidak dilakukan
g. Ekstremitas : Tidak dilakukan
3.3.3. Status Lokalis (THT)
a. Pemeriksaan Telinga
KANAN KIRI
Telinga Luar
Daun telinga Normotia Normotia
Retroaurikuler Tidak hiperemis
Tidak ada abses
Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada fistel
Tidak hiperemis
Tidak ada abses
Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada fistel
Liang Telinga
Lapang + +
Hiperemis - -
Sekret - -
Serumen - -
Membran timpani Perforasi Perforasi
Refleks cahaya - -
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Pemeriksaan Hidung
KANAN KIRI
Pemeriksaan Luar
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan
Dahi Tidak ada Tidak ada
Pipi Tidak ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Rhinoskopi Anterior
Cavum nasi Lapang Lapang
Konka inferior Eutrofi Eutrofi
Konka media Tidak tampak Tidak tampak
Konka superior Tidak tampak Tidak tampak
Mukosa Normal Normal
Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Sekret - -
Rhinokopi Posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Pemeriksaan Mulut dan Orofaring
Gigi
Gigi berlubang -
Lidah
Warna Merah muda
Bentuk Normoglossia
Deviasi Tidak ada
Tremor Tidak ada
Arkus faring + uvula
Simetris / tidak Arkus faring simetris, uvula ditengah
Warna Tidak ada hiperemis
Bercak eksudat Tidak ada
Peritonsil
Kanan Kiri
Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Tonsil
Ukuran T1 T1
Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Permukaan Rata Rata
Kripta Normal Normal
Post nasal-drip -
Dinding faring posterior
Warna Tidak hipermis
Warna jaringan
granulasi
Tidak ada
Permukaan Licin
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Audiometri
Interpretasi:
Tuli campur derajat berat pada telinga kanan (ambang dengar AD = 79 db)
Tuli campur derajat berat pada telinga kiri (ambang dengar AS = 85 db)
3.5. Resume
Pasien seorang wanita, 33 tahun, datang ke poli THT RSUD Bekasi
dengan keluhan penurunan pendengaran pada telinga kanan dan kiri sejak± 15
tahun dan makin memberat. Keluhan tersebut dirasakan pasien pertama kali
saat SD. Menurut pasien sebelumnya keluar cairan dari telinga kanan dan kiri.
Kemudian pasien merasa sembuh setelah berobat ke dokter dan diberikan obat.
Pasien merasakan penurunan pendengaran kembali saat berusia 18 tahun.
Menurut pasien sebelumnya ia pernah dipukul suaminya didaerah dekat telinga.
Pasien juga mengeluh telinga berdenging yang dirasakan tidak setiap saat sejak
2 tahun terakhir.
Menurut pasien 1 tahun yang lalu keluar cairan dari kedua telinga. Cairan
yang keluar kental, berwarna kekuningan sama seperti keluhan terdahulu saat
SD. Menurut pasien keluhan keluar cairan dari kedua telinga sudah beberapa
kali dan hilang timbul.Keluhan tersebut muncul jika pasien sedang batuk pilek.
Pasien juga mengalami telinga berdenging 2 tahun terakhir. Telinga berdenging
dirasakan pasien tidak setiap saat. Telinga berdenging terutama dirasakan
pasien saat dalam keadaan sunyi. Saat ini pasien juga merasa telinga penuh
seperti terdapat cairan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis ditemukan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis THT pada telinga didapatkan membran
timpani perforasi sentral pada telinga kanan dan kiri. Pada pemeriksaan status
lokalis tenggorokan dan hidung didapatkan dalam batas normal. Pada
pemeriksaan penunjang berupa audiometric didapatkan interpretasi Tuli
campuranderajat berat pada telinga kanan (ambang dengar AD = 79 db)dan
Tuli campuranderajat berat pada telinga kiri (ambang dengar AS = 85 db).
3.6. Diagnosis Kerja
Tuli campur ADS derajat berat etcausa otitis media supuratif kronik tipe
benigna tenang
3.7. Diagnosis banding
Tuli campur ADS derajat berat et causa labirinitis
Tuli campur ADS derajat berat et causa trauma telinga
3.8. Rencana Pemeriksaan Lanjutan
Audiometri khusus
3.9. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- Timpanoplasti atau miringoplasti
b. Non medikamentosa
Tidak boleh berenang, jika mandi lubang telinga ditutup. Tidak boleh
mengorek telinga sendiri.
Kontrol pola makan dan disiplin minum obat.
Bila timbul gejala common cold atau batuk pilek segera ke dokter
untuk dilakukan penanganan yang tepat.
3.10. Anjuran
Kontrol ketika terdapat keluhan pada telinga
Rencana menggunakan alat bantu dengar
Rencana miringoplasti atau timpanoplasti
Konsul ke dokter spesialis THT-KL
3.11. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
Ad functionam : Dubia ad malam
BAB 4
PEMBAHASAN
Gangguan pendengaran merupakan salah satu penyebab seseorang datang ke
dokter untuk memeriksakan lebih lanjut mengenai keluhannya. Secara umum
gangguan pendengaran dibagi menjadi 3 macam, yaitu tuli konduktif, tuli
sensorineural, tuli campuran. Ketiganya memiliki etiologi dan patogenesis yang
berbeda-beda. Jadi pada dasarnya pasien yang mengalami gangguan pendengaran
tergantung dari penyebabnya. Pada beberapa penyebab keluhan gangguan
pendengaran dapat disertai dengan gejala tambahan seperti telinga berdenging, rasa
penuh pada telinga, atau nyeri pada telinga.Pada pemeriksaan fisik khususnya
menggunakan otoskop biasanya didapatkan kesan normal kecuali pada tuli konduktif
yang disebabkan oleh kelainan pada telinga luar. Pada pemeriksaan menggunakan
penala maka akan didapatkan hasil sesuai dengan jenis ketuliannya. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis yaitu audiometri.
Pada pemeriksaan audimetri maka hasil yang didapatkan tergantung dari jenis
ketuliannya. Pada tuli jenis campuran maka akan didapatkan hasil Bone Conduction
yang turun lebih dari 25 dB dan diikuti oleh Air Conduction yang turun melebihi
Bone Conducion sehingga terdapat gap.
Pada kasus ini, Ny. N umur 33 tahun mengalami tuli campuran berat pada
telinga kanan dan kiri et causa OMSK ADS. Hal ini didasarkan atas hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Pasien Ny. N
didiagnosis sinusitis didasarkan atas keluhannya yaitu penurunan pendengaran yang
sudah dirasakan sejak 15 tahun yang lalu. Sebelumnya pasien juga mengalami keluar
cairan dari telinga kanan dan kiri yang berulang sehingga hilang timbul. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil membran timpani pada telinga kanan dan kiri
mengalami perforasi sentral dengan tanpa sekret dan keadaan kering, sehingga dapat
dicurigai bahwa pasien mengalami gangguang pendengaran akibat perforasi membran
timpani yang sebelunya didahului oleh OMSK berulang. Diagnosis kemudian
diperkuat pada pemeriksaan audiometri. Pada pemeriksaan audiometri didapatkan
hasil Bone Conduction yang turun lebih dari 25 dB dan diikuti oleh Air Conduction
yang turun melebihi Bone Conducion sehingga terdapat gapdengan ambang dengar
AC pada telinga kanan 78,75 dB dan pada telinga kiri 85 dB.Hal tersebut
menandakan bahwa Ny. N mengalami tuli campuran berat telinga kanan dan kiri et
causa OMSK ADS tipe benigna tenang.
Selanjutnya penatalaksanaan yang diberikan pada Ny. N berupa tatalaksana non
medika mentosa tanpa memberikan tatalaksana medikamentosa. Hal tersebut
dilakukan karena pada pasien ini mengalami OMSK tipe benigna tenang. Gejala yang
dikeluhkan pasien kami curigai disebabkan oleh kerusakan pada telinga yang sebagai
dasar penyebab tuli campuran yang dialami pasien. Adapun terapi non medika
mentosa yang diberikan kepada pasien yaitu Tidak boleh berenang, jika mandi lubang
telinga ditutup. Tidak boleh mengorek telinga sendiri. Kontrol pola makan dan
disiplin minum obat. Bila timbul gejala common cold atau batuk pilek segera ke
dokter untuk dilakukan penanganan yang tepat.
. Pada pasien ini idelanya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi
ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakann
pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran.
Lalu, prognosis pasien ini quo ad vitamnya adalah ad bonam karena kasus yang
dialami pasien tidak mengancam hidup pasien. Quo ad fuctionam adalah dubia ad
malam sebab fungsi pendengaran dari pasien sudah menurun dan termasu dalam
kategori tuli berat. Dan quo ad sanationamnya adalah dubia ad malam sebab keluhan
ini sudah lama dan keluhan keluar cairan sudah terjadi berulang. Selain itu dengan
keadaan pasien saat ini dapat memungkinkan terjadinya kasus yang sama berulang
pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeparadi EA dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. 2007.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid
Boies. Buku Ajar Penyakit THT ed 6. Jakarta: EGC. 1997.
3. WHO. Chronic Suppurative Otitis Media Burden off illness and
management options. Child and adolescent Health and Development
Prevention of Blindness and Deafness. Geneva: World Health
Organization. 2004.
4. Helmi, Djafaar, Zainul A, Restuti, Ratna D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi 6. Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
5. Dobie, RA. Hearing loss (Determining Eligibility for Social Security
Benefits). Washington DC: The National Academia Press. 2005
6. Wiertsema SP, Leach AJ. Theories of Otitis Media Pathogenesis.
Melbourne: The Medical Journal of Australia. 2009.