presentasi pajak

81
TARIF PAJAK DAN DASAR PENGENAAN PAJAK Disusun Oleh: Andriawan Bayu Euis Ulfah N Kiram Bararah Nudy Istifa Nugroho T. Wahyu Munawarah

Upload: twmwahyu

Post on 18-Sep-2015

285 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

nana

TRANSCRIPT

Tarif Pajak Progresif

TARIF PAJAK DAN DASAR PENGENAAN PAJAKDisusun Oleh:Andriawan BayuEuis Ulfah NKiram Bararah Nudy Istifa NugrohoT. Wahyu MunawarahTarif Pajak ProgresifPengertianAdalah pengenaan pajak dengan tarif meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan individu. Dengan kata lain, jumlah pendapatan yang lebih besar yang diterima oleh wajib pajak, akan diterima tarif yang lebih besar pula. Sebagai ilustrasi, jika kemampuan membayar seorang wajib pajak naik sebesar 100% jumlah pajak yang terutang menjadi naik melebihi 100%.Tarif pajak progresif sendiri terbagi menjadi 3, yaitu :Tarif Pajak Progresif ProgresifTarif Pajak Progresif ProporsionalTarif Pajak Progresif DegresifA. Tarif Pajak Progresif ProgresifAdalah tarif pemungutan pajak dengan presentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak dan kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.

Contoh tarif pajak progresif progresifPenghasilanTarifRp 50.000.000,005%Rp 100.000.000,0010%Rp 250.000.000,0020%Rp 500.000.000,0035%Kenaikan presentase:

10%-5% = 5%20%-10& = 10%35%-20% = 15%B. Tarif Pajak Progresif ProporsionalAdalah tarif pemungutan pajak dengan presentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.Contoh tarif pajak progresif proporsionalPenghasilanTarif PajakRp 50.000.000,005%Rp 100.000.000,0010%Rp 250.000.000,0015%Rp 500.000.000,0020%Kenaikan presentase:

10%-5% = 5%15%-10% = 5%20%-15% = 15%C. Tarif Pajak Progresif DegresifAdalah tarif pemungutan pajak dengan presentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.Contoh tarif pajak progresif degresifPenghasilanTarif PajakRp 50.000.000,005%Rp 100.000.000,0015%Rp 250.000.000,0025%Rp 500.000.000,0030%Kenaikan presentase:

15%-5% = 10%25%-15% = 10%30%-25% = 5%Contoh tarif pajak progresif adalah Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.wajib pajak orang dalam negeri adalah sebagai berikut:

Sumber : http://www.pajak.go.id/dmdocuments/UU-36-2008.pdfLapisan Penghasilan Kena PajakTarif PajakSampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)5% (lima persen)Diatas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)15% (lima belas persen)Diatas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta ruiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)25% (dua puluh lima persen)Diatas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)30%Maka dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan orang dalam negeri menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 termasuk Tarif Pajak Progresif Degresif.Tarif Pajak Proporsional dan TetapTarif Pajak ProporsionalTidak lagi dipengaruhi oleh naik turun nya dasar objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku sebanding Tarif pemungutan pajak yang menggunakan presentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajakDiterapkan dalam UU no. 18 tahun 2000 (UU tentang PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif sebesar 10%Beberapa pajak yang menggunakan tarif pajak proporsional menurut UU no. 36 tahun 20081. Untuk PPh Perusahaan (Pajak Penghasilan) sebesar 20%2. Untuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) terhadap barang kena pajak sebesar 10%3. Untuk PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) menggunakan tarif 0,5 %4. Untuk BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) menggunakan tarif 5%Contoh Tarif Pajak ProporsionalDasar Pengenaan PajakTarif PajakPajak Yang Terutanga. Rp15.000.000,-10%Rp1.500.000,-b. Rp25.000.000,-10%Rp2.500.000,-c. Rp40.000.000,-10%Rp4.000.000,-d. Rp60.000.000,-10%Rp6.000.000,-Pajak Pertambahan Nilai (PPN)Ket:DPP : Dasar Pengenaan PajakPPN : Pajak Pertambahan NilaiTarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Ket:NJOP : Nilai Jual Objek PajakPBB : Pajak Bumi dan BangunanTarif PBB adalah 0,5% (lima persepuluh persen).

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)Ket:NPOP : Nilai Perolehan Objek PajakNPOPTKP : Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena PajakBPHTB : Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau BangunanTarif BPHTB adalah 5% (lima persen).

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)Besarnya NPOPTKP menurut undang-undang adalah sebagai berikut:Dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, diterapkan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).Dalam hal perolehan hak selain tersebut di atas, ditetapkan paling banyak Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).

Tarif Pajak TetapTarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajakPenerapan tarif tetap pada sistem perpajakan nasional dilakukan pada Bea Materai (BM) dalam UU no. 13 tahun 1985Dengan adanya PP no. 24 tahun 2000, nilai nominal Bea Materai sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00

Tarif Bea MateraiJenis dokumen yang dikenakan bea materai dengan tarif Rp3.000,00 antara lain:Dokumen menyebutkan penerimaan uangDokumen yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di BankDokumen yang berisi pemberitahuan saldo rekening di BankDokumen yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkanSurat berharga seperti wesel, promes, dan askepEfek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,- (satu juta rupiah)Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,- (satu juta rupiah)Cek dan bilyet giroTarif Bea MateraiJenis dokumen yang dikenakan bea materai dengan tarif Rp6.000,00 antara lain:Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, dan keadaan yang bersifat perdataAkta-akta Notaris termasuk salinan nyaAkta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnyaDokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilanEfek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,- (satu juta rupiah)Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal lebih dari Rp1.000.000,- (satu juta rupiah)Tarif DegresifAdalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar.Jenis Tarif Degresif1. Tarif Degresif-Proporsional2. Tarif Degresif-Degresif3. Tarif Degresif-Progresif1. Degresif-ProporsionalAdalah tarif yang persentasenya semakin menurun (kecil ) jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, dan besarnya penurunan dari tarifnya adalah sama besar.Tarif Degresif-Proposional B. Tarif Degresif-Proposional BerlapisanA. Tarif Degresif-Proposional AbsolutA. Tarif Degresif-Proposional AbsolutContoh:

DASAR PENGENAAN PAJAKTARIF PAJAKPENURUNAN TARIFJUMLAH PAJAKRp.10.000.000,-s/d Rp.10.000.000,- = 25%-Rp.2.500.000,- (10.000.000 x 25%)Rp.20.000.000,-s/d Rp.20.000.000,- = 20%5%Rp.4.000.000,- (20.000.000 x 20%)Rp.30.000.000,-s/d Rp.30.000.000,- = 15%5%Rp.4.500.000,- (30.000.000 x 15%)Rp.40.000.000,-s/d Rp.40.000.000,- = 10%5%Rp.4.000.000,- (40.000.000 x 10%)B. Tarif Degresif-Proposional Berlapisan

Contoh:

DASAR PENGENAAN PAJAKTARIF PAJAKPENURUNAN TARIFJUMLAH PAJAKRp.10.000.000,-s/d Rp.10.000.000,- = 25%-Rp.2.500.000,- (10.000.000 x 25%)Rp.20.000.000,-s/d Rp.20.000.000,- = 20%5%Rp.4.500.000,- (10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 20%)Rp.30.000.000,-s/d Rp.30.000.000,- = 15%5%Rp.6.000.000,- (10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 20% + 10.000.000 x 15%)Rp.40.000.000,-s/d Rp.40.000.000,- = 10%5%Rp.7.000.000,- (10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 20% + 10.000.000 x 15% + 10.000.000 x 10%)2. Tarif Degresif-DegresifAdalah tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, dan besarnya penurunan tarifnya semakin kecil.Tarif Degresif-DegresifA. Tarif Degresif-Degresif AbsolutB. Tarif Degresif-Degresif BerlapisanA. Tarif Degresif-Degresif Absolut

Contoh:

DASAR PENGENAAN PAJAKTARIF PAJAKPENURUNAN TARIFJUMLAH PAJAKRp.10.000.000,-s/d Rp.10.000.000,- = 40%-Rp.4.000.000,- (10.000.000 x 40%)Rp.20.000.000,-s/d Rp.20.000.000,- = 25%15%Rp.5.000.000,- (20.000.000 x 25%)Rp.30.000.000,-s/d Rp.30.000.000,- = 15%10%Rp.4.500.000,- (30.000.000 x 15%)Rp.40.000.000,-s/d Rp.40.000.000,- = 10%5%Rp.4.000.000,- (40.000.000 x 10%)B. Tarif Degresif-Degresif BerlapisanContoh:

DASAR PENGENAAN PAJAKTARIF PAJAKPENURUNAN TARIFJUMLAH PAJAKRp.10.000.000,-s/d Rp.10.000.000,- = 40%-Rp.4.000.000,- (10.000.000 x 40%)Rp.20.000.000,-s/d Rp.20.000.000,- = 25%15%Rp.6.500.000,- (10.000.000 x 40% + 10.000.000 x 25%)Rp.30.000.000,-s/d Rp.30.000.000,- = 15%10%Rp.8.000.000,- (10.000.000 x 40% + 10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 15%)3. Tarif Degresif-ProgresifAdalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil, jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan tarifnya semakin besar.

Tarif Degresif-ProgresifA. Tarif Degresif-Progresif AbsolutB. Tarif Degresif-Progresif BerlapisanA. Tarif Degresif-Progresif AbsolutContoh:

DASAR PENGENAAN PAJAKTARIF PAJAKPENURUNAN TARIFJUMLAH PAJAKRp.10.000.000,-s/d Rp.10.000.000,- = 40%-Rp.4.000.000,- (10.000.000 x 40%)Rp.20.000.000,-s/d Rp.20.000.000,- = 35%5%Rp.7.000.000,- (20.000.000 x 35%)Rp.30.000.000,-s/d Rp.30.000.000,- = 25%10%Rp.7.500.000,- (30.000.000 x 25%)Rp.40.000.000,-s/d Rp.40.000.000,- = 10%15%Rp.4.000.000,- (40.000.000 x 10%)B. Tarif Degresif-Progresif Berlapisan

Contoh:

DASAR PENGENAAN PAJAKTARIF PAJAKPENURUNAN TARIFJUMLAH PAJAKRp.10.000.000,-s/d Rp.10.000.000,- = 40%-Rp.4.000.000,- (10.000.000 x 40%)Rp.20.000.000,-s/d Rp.20.000.000,- = 35%5%Rp.7.500.000,- (10.000.000 x 40% + 10.000.000 x 35%)Rp.30.000.000,-s/d Rp.30.000.000,- = 25%10%Rp.10.000.000,- (10.000.000 x 40% + 10.000.000 x 35% + 10.000.000 x 25%)Rp.40.000.000,-s/d Rp.40.000.000,- = 10%15%Rp.11.000.000,- (10.000.000 x 40% + 10.000.000 x 35% + 10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 10%)

Apa perbedaan tarif ABSOLUT dan BERLAPISAN?

Jika dalam tarif pajak absolut penghitungannya langsung dikalikan maka dalam tarif pajak berlapisan penghitungannya itu bertahap.Dalam tarif absolut dasar pengenaan pajaknya langsung dikalikan dengan persentase tarif pajaknya.

Apakah tarif pajak degresif berlaku di Indonesia?

Tarif pajak degresif tidak berlaku di Indonesia, karena tidak sesuai dengan teori gaya pikul yaitu pemungutan pajak yang berlandaskan azas keadilan dan juga tidak ada UU yang mengatur tentang tarif pajak degresif .Tarif Advalorem dan Tarif SpesifikTarif AdvalorumYaitu pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Sebagian besar negara Eropa memakai jenis tarif ini. Berdasarkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENENTUAN JUMLAH, PEMBAYARAN, DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG Pasal 4 Ayat (2)LanjutanPada model tarif advalorum, bea masuk dikenakan dengan menentukan persentase (%) tertentu dari nilai pabean atas barang yang diimpor. Misalnya buah apel dikenakan bea masuk sebesar 5%. Maka untuk mengetahui berapa bea masuk yang harus dibayar, harus diketahui berapa nilai pabean atas barang tersebut, selanjutnya tarif dikalikan dengan nilai pabean.Contoh Penghitungan (Tarif Advalorem)

Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volumeBesaran persentase = 10%Dasar pengenaan = Rp1.000,00/mTarif = persentase x dasar pengenaanTarif = 10% x Rp1.000,00/mVolume = 1.000 mMaka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah:(10% x Rp1.000,00/m) x 1.000 m= Rp100.000,0046Tarif SpesifikYaitu pajak yang dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. Amerika Serikat menggunakan tarif ini dengan porsi yang sama besar dengan pajak ad valorem. Berdasarkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENENTUAN JUMLAH, PEMBAYARAN, DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG Pasal 4 Ayat (2)LanjutanPada model spesifik, bea masuk dikenakan dengan menentukan besaran bea masuk setiap satuan barang yang diimpor. Misalnya beras dikenakan bea masuk sebesar Rp. 550,- per kilogram. Maka untuk mengetahui berapa bea masuk yang harus dibayar, cukup mengalikan besarnya tarif per satuan barang dengan jumlah satuan barang. LanjutanSecara konsepsional, alasan utama suatu barang dikenakan tarif spesifik adalah untuk memudahkan penghitungan pungutan pabeannya, dengan pertimbangan harga barang yang dikenakan tarif spesifik ini tidak akan berubah signifikan dalam waktu yang relatif lama.

Contoh penghitungan (tarif spesifik)Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volumeTarif = Rp50,00/mVolume = 1.000 mMaka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah:Rp50,00/m x 1.000 m = Rp50.000,00.Penggolongan BarangUntuk memudahkan penetapan besarnya bea masuk atau bea keluar, barang impor maupun ekspor diklasifikasi dalam suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan dalam perdagangan dan berlaku secara internasional. Daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis ini disebut dengan Harmonized Commodity Description and Coding System (HS). Dari HS inilah selanjutnya disusun Buku Tarif Bea masuk Indonesia (BTBMI).LanjutanSaat ini Buku Tarif Bea masuk Indonesia (BTBMI) berubah nama menjadi Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Tidak ada perbedaan dalam cara penggolongan barang pada BTBMI dan BTKI, yang berbeda adalah bila BTBMI hanya untuk pengklasifikasian barang impor, pada BTKI baik barang impor maupun barang ekspor dapat diklasifikasikan di buku ini. Di dalam buku tarif tersebut selain klasifikasi barang juga telah dicantumkan besarnya beban bea masuk yang dikenakan atas suatu barang impor.Barang Impor yang Menggunakan Tarif SpesifikSecara umum hampir semua jenis barang impor menggunakan tarif advalorum dan hanya beberapa jenis barang saja yang menggunakan tarif spesifik. Saat ini barang yang dikenakan tarif spesifik adalah Gula, beras, MMEA, dan Film (sinematografi).1. GulaDasar hukum pengenaan tarif spesifik gula adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2009 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Impor Gula. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2009 ini hanya berlaku sejak tanggal 1 Oktober sampai dengan 31 Desember 2009, sehingga saat ini tarif spesifik yang berlaku adalah tarif yang ditetapkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006.

2. BerasDasar hukum pengenaan tarif spesifik atas barang impor berupa beras adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 65/PMK.011/2011 Tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.

3. MMEADasar hukum pengenaan tarif spesifik atas barang impor berupa MMEA adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.011/2010 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Impor Produk-Produk Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol Tertentu. Tabel berikut ini adalah sebagian dari tarif spesifik MMEA yang ditetapkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.011/2010.

4. Film (Sinematografi)Dasar hukum pengenaan tarif spesifik atas barang impor berupa Film (sinematografi) adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.011/2011 Tentang Perubahan Kedelapan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1l0/PMK.010/2006 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Tabel berikut ini adalah sebagian dari tarif spesifik produk Film (sinematografi) sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.011/2011.

Tarif Pajak EfektifTarif Pajak Efektif adalah tarif yang sesungguhnya berlaku atas penghasilan Wajib Pajak. Penghasilan disini dapat berarti penghasilan kotor atau penghasilan netto atau Penghasilan Kena Pajak, tergantung pada kebutuhan atau dari segi mana seseorang ingin melihat beban tarifnya.

Contohnya:Wajib pajak yang bernama Pak Budi pada tahun 2001 mempunyai PKP sebesar Rp 300.000.000. Jika dikenakan tarif yang diatur dalam pasal 17 ayat (1) huruf a, maka jumlah pajak yang terutang adalah Rp 71.250.000. Dengan perincian sebagai berikut:Contoh perhitungan PPh menurut Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008Jumlah PKP300.000.000,00Pajak Penghasilan Terutang:5%*50.000.0001.250.000,0015%*200.000.00030.000.000,0025%*50.000.00012.500.000,00Total43.750.000,00Bila Menggunakan Tarif EfektifJika 14,583% dikalikan dengan PKP, maka akan dihasilkan jumlah pajak yang sama jika digunakan tarif progresif dalam perhtungannya

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Pengertian PBBPajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi atau bangunan.

Dasar Hukum PBBDasar hukum PBB berdasarkan pada UU nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam UU nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) pasal 77 sampai dengan pasal 84 mulai tahun 2010.

Objek PBBObjek PBB adalah bumi dan/bangunan dimana pengertian bumi dan/atau bangunan adalah sebagai berikut:Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan,pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan perairan.Dalam pasal 77 ayat 2 UU PDRD disebutkan bahwa termasuk dalam pengertian bangunan adalah Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya dan lain-lain yang satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut.Jalan tolKolam renangPagar mewahTempat olahragaGalangan kapal dan dermagaTaman mewahTempat penampungan atau kilang minyak, air dan gas, pipa minyakFasilitas lain yang memberikan manfaatPengecualian Objek PajakDigunakan semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak untuk memperoleh keuntungandigunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu,merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu hak,digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik,digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Subjek PajakSubjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.Apabila terjadi statu kejadian dimana satu objek pajak dimiliki/dikuasai oleh beberapa subjek pajak atau satu objek pajak belum diketahui dengan jelas siapa Wajib Pajaknya, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melihat perjanjian (agreement) antara para pihak yang berkepentingan terhadap objek pajak tersebut.

Penilaian NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)Penilaian objek PBB pedesaan dan perkotaan meliputi penilaian objek tanah dan bangunan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak (pemerintah daerah menurut UU No. 28 Tahun 2009) untuk menentukan NJOP yang akan dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak.

Jenis Objek Pajak1. Objek Pajak Umum yaitu objek pajak yang memiliki kriteria konstruksi bangunan umum dengan luas tanah berdasarkan kriteria tertentu. Objek pajak umum sendiri dibedakan menjadi:a. Objek pajak standar, kriteria untuk objek pajak ini adalah:Luas tanah 10.000 mJumlah lantai bangunan 4 lantaiLuas bangunan 1000 mb. Objek pajak non standar, kriterianya ialah:Luas tanah 10.000 mJumlah lantai bangunan 4 lantaiLuas bangunan 1000 m2. Objek Pajak Khusus yaitu objek pajak yang memiliki kriteria konstruksi bangunan khusus. Kriteria bangunan khusus ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk dan keberadaannya yang memiliki arti khusus. Contoh objek pajak khusus adalah pelabuhan, Bandar udara, jalan tol, tempat wisata, dan lain-lain.

Dasar Pengenaan PBBDasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Untuk memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan atau bangunan perlu diketahui pengelompokan objek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Pengelompokan Objek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi tanah (bumi) dan bangunan.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena PajakBesarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Batasan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 mengandung maksud bahwa apabila ada Daerah Tingkat II atau Kabupaten / Kota yang ingin menetapkan NJOP TKPnya disesuaikan dengan kondisi, lingkungan ekonominya, kurang dari Rp 12.000.000,00 sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan R I. Nomor : 201/KMK.04/2000tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan PBB.

Akan tetapi, terdapat peraturan baru pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 23/PMK.03/2014 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 2 :Dasar Pengenaan PBB adalah NJOP.Dalam penetapan besarnya PBB terutang, setiap wajib pajak diberikan NJOPTKP.Besarnya NJOPTKP sebagaimana tercantum dalam ayat (2) ditetapkan sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).Besarnya NJOPTKP sebagaimana tercantum dalam ayat (3) hanya berlaku untuk PBB selain sektor pedesaan dan perkotaan.Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,00 dan penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah.Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,00 dan penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah.

Dasar Perhitungan PBB dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 Tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Untuk Penghitungan PBB, maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) untuk perhitungan PBB ditentukan sebagai berikut:Objek pajak perkebunan adalah 40%Objek pajak kehutanan adalah 40%Objek pajak pertambangan adalah 40%Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):apabila NJOP-nya Rp1.000.000.000,00adalah 40%apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

Tarif PBBTarif PBB berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undangNo.12tahun 1994 adalah tetap sebesar 0.5%, sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Perhitungan PBBRumus penghitungan PBB = Tarif x NJKPJika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 Pasal 81 adalah sebagai berikut:PBB=max 0,3% x (NJOP-NJOP TKP)