preskas epilepsi

28
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus tidak wajib yang berjudul “Epilepsi” ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di SMF Neurologi, khususnya dr. Marwatal Hutadjulu, Sp.S, atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan maksimal kemampuan saya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk berikutnya. Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan. Jakarta, Oktober 2014 1

Upload: etika-tunjung-kencana

Post on 24-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Preskas Epilepsi

TRANSCRIPT

Page 1: Preskas Epilepsi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus tidak wajib

yang berjudul “Epilepsi” ini.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian

Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar

di SMF Neurologi, khususnya dr. Marwatal Hutadjulu, Sp.S, atas bimbingannya

selama berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas ini dengan maksimal kemampuan saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan

untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk berikutnya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh

pendidikan.

Jakarta, Oktober 2014

Penyusun

1

Page 2: Preskas Epilepsi

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 37 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : Tamat Akademi/Universitas

Agama : Islam

Status nikah : Menikah

Alamat : Tangerang

Masuk RS : 1 Oktober 2014

Pengambilan Data: 2 Oktober 2014

II. ANAMNESIS (anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis pada

tanggal 2 Oktober 2014)

a. Keluhan Utama

Kejang ± 2 jam SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien kejang kelojotan seluruh anggota tubuh ± 2 jam SMRS. Pasien

dibawa ke IGD dikarenakan pada saat kejang pasien terantuk meja sehingga

terdapat luka didaerah sekitar muka. Pasien mengalami kejang sebanyak 4

kali, dengan durasi tiap kejang sekitar 5 menit. Sebelum kejang pasien

mengaku tidak merasakan suatu perasaan yang aneh, baik mencium sesuatu

maupun merasakan perubahan pada dirinya. Tidak ada kejadian tertentu

sebagai pencetus kejang.

Kejang dideskripsikan oleh adik pasien sebagai “kelojotan”. Didahului

dengan gerakan kaku dan kemudian pasien seperti kelojotan, seluruh anggota

gerak bergerak disaat yang bersamaan. Pada saat kejang pasien tidak sadar.

Mata mendelik keatas disertai mulut yang berbusa. Setelah selesai serangan,

pasien mengaku tidak ingat apa yang telah terjadi pada dirinya lalu pasien

terasa sangat mengantuk. Adik pasien mengatakan bahwa selama ini pasien

2

Page 3: Preskas Epilepsi

tidak pernah minum obat untuk menyembuhkan kejangnya, hanya dibiarkan

begitu saja.

Penyakit yang menyertai seperti pusing, demam, mual, serta muntah

proyektil disangkal. Pandangan ganda(-), bicara pelo (-), kesemutan (-),

kelemahan tiba-tiba (-). Rasa tidak nyaman ketika melihat cahaya yang terang

maupun mendengar suara yang bising disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pertama kali kejang pada 2 tahun yang lalu. Karakteristik

kejang yang terjadi selalu sama setiap serangan, seperti yang telah dijelaskan

di riwayat penyakit sekarang. Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengalami

bangkitan kejang lebih dari 10 kali.

Pasien tidak pernah terbentur di bagian kepala. Riwayat kejang demam

saat kecil disangkal oleh pasien.

d. Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan

pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4, M6, V5 = 15)

Sikap : Berbaring dan duduk

Kooperasi : Kooperatif

Tekanan darah : 90/60mmHg

Nadi : 60x/menit

Suhu : 36,5ºc

Pernapasan : 18x/menit

B. Status Generalis

Trauma Stigmata : -

Perdarahan perifer : Capillary refill time < 2 detik

Pulsasi arteri karotis : cukup, regular –equal kanan kiri

KGB : tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Columna Vertebralis : Lurus ditengah, tidak ada nyeri tekan

Kepala : rambut hitam, tidak mudah dicabut, jejas (-), nyeri

tekan perikranial (-)

3

Page 4: Preskas Epilepsi

Mata : conjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-). Pupil

bulat isokhor, RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+)

Telinga :Deformitas (-)/ (-): serumen minimal

Hidung : Pernafasan cuping hidung ( - ): Deformitas (-)

Tenggorokan : T1/T1 Tidak hiperemis

Gigi & Mulut : Oral trush ( - )

Leher : Tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH20. Penggunaan otot

pernafasan tambahan m. sternokleidomastoideus (-): pembesaran

KGB (- ) nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris dalam statis & dinamis

Palpasi : Nyeri tekan (-), emphysema subkutis (-), vocal

fremitus sama pada lapang paru dextra et sinistra

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas lapang paru dextra et sinistra vesikuler;

Tidak ada suara nafas tambahan. Ronkhi ataupun wheezing pada kedua

lapang paru

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : teraba Ictus ordis pada 2 jari medial Linea

Midclavicula ICS 5 sinistra

Perkusi : Pinggang jantung ICS III Linea parasternalis sinistra.

Batas kanan ICS 4 linea parasternalis dextra. Batas Kiri 2 jari medial

Linea midclavicularis sinistra ICS 5 sinistra

Auskultasi : BJ I & II regular, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : datar, tidak tampak buncit.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defanse muscular (-),

hepatoslenomegali (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Punggung :deformitas (-), gibus (-)

Ekstremitas : perfusi baik, akral hangat +/+,edem pitting -/-,

sianosis -/-, clubbing finger -/-

4

Page 5: Preskas Epilepsi

IV. Pemeriksaan Neurologis

A. Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk : (-)

Laseque : Kanan > 70o Kiri > 70o

Kerniq : Kanan > 135o Kiri > 135o

Brudzinsky I : Kanan(-) Kiri(-)

Brudzinsky II : Kanan(-) Kiri(-)

B. Peningkatan tekanan intrakranial: (-)

C. Saraf kranialis

• N.I

Normosmia / Normosmia

• N.II

Acies Visus : 3/60 / 3/60 (baik, terbatas ruangan)

Visus Campus : Baik/baik

Lihat warna : Baik/baik

Funduskopi : Tidak dilakukan

N. III,IV dan VI

Kedudukan bola mata : Ortoposisi/ortoposisi

Pergerakan bola mata : Bebas ke segala arah

Nasal : +/+

Temporal : +/+

Nasal atas : +/+

Temporal atas : +/+

Nasal bawah : +/+

Temporal bawah : +/+

Eksoftalmus : -/-

Nistagmus : -/-

Pupil

Bentuk : Bulat, isokor, diameter =

3mm/3mm

Refleks cahaya langsung : +/+

Refleks cahaya konsensual : +/+

Refleks akomodasi : +/+

5

Page 6: Preskas Epilepsi

Refleks konvergensi : +/+

N.V

Cabang motorik : Baik/baik

Cabang sensorik oftalmikus : Baik/baik

Cabang sensorik maksilaris : Baik/baik

Cabang sensorik mandibularis : Baik/baik

N.VII

Motorik orbitofrontal : Baik/baik

Motorik orbikularis : Baik/baik

Pengecapan lidah : Baik

N.VIII

Vestibular

- Vertigo : -

- Nistagmus : -

Koklearis

- Tuli konduktif : -/-

- Tuli perspektif : -/-

N.IX ; N.X

Motorik : Arcus faring simetris, uvula di tengah

Sensorik : Baik

N.XI

Mengangkat bahu : Baik/baik

Menoleh : Baik/baik

N.XII

Pergerakan lidah : Baik, tidak ada deviasi

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Tremor : (-)

D. Sistem motorik

Ekstremitas atas proksimal distal : 5555/5555

Ekstremitas bawah proksimal distal: 5555/5555

E. Gerakan involunter

Tremor : -/-

Chorea : -/-

6

Page 7: Preskas Epilepsi

Atetose : -/-

Miokloni : -/-

Tics : -/-

F. Trofik : Eutrofik

G. Tonus : Normotonus

H. Sistem sensorik

Propioseptif : Baik

Eksteroseptif : Baik

I. Fungsi serebelar

Ataxia : -

Tes Romberg : -

Disdiadokokinesia : -

Jari-jari : -/-

Jari-hidung : -/-

Tumit-lutut : -

Rebound phenomenon : -

Hipotoni : -/-

J. Fungsi luhur

Astereognosia : -

Apraksia : -

Afasia : -

K. Fungsi otonom

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Sekresi keringat : Baik

L. Refleks fisiologis

Kornea : +/+

Berbangkis : baik

Faring : baik

Biseps : +2/+2

Triseps : +2/+2

Radius : +2/+2

Dinding perut : +

Otot perut : +

7

Page 8: Preskas Epilepsi

Patella : +2/+2

Tumit : +2/+2

M. Refleks patologis

Hoffman tromer : -/-

Babinsky : -/-

Chaddok : -/-

Gordon : -/-

Schaefer : -/-

Klonus lutut : -/-

Klonus tumit : -/-

N. Keadaan Psikis

Intelegensia : Baik

Tanda regresi : -

Demensia : -

V. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah lengkap

EEG

CT-Scan kepala

VI. RESUME

Pasien kejang kelojotan seluruh anggota tubuh ± 2 jam SMRS. Pasien

mengalami kejang sebanyak 4 kali, dengan durasi tiap kejang sekitar 5 menit.

Sebelum kejang pasien mengaku tidak merasakan suatu perasaan yang aneh,

baik mencium sesuatu maupun merasakan perubahan pada dirinya. Tidak ada

kejadian tertentu sebagai pencetus kejang. Pada saat kejang pasien tidak sadar.

Mata mendelik keatas disertai mulut yang berbusa. Setelah selesai serangan,

pasien mengaku tidak ingat apa yang telah terjadi pada dirinya lalu pasien

terasa sangat mengantuk. Karakteristik kejang yang terjadi selalu sama setiap

serangan selama 2 tahun ini. Pada pemeriksaan didapatkan tanda vital TD:

90/60 mmHg, Nadi: 60x/menit, Suhu: 36,5°C, Pernapasan: 18x/menit. GCS

E4M6V5. Pada pemeriksaan generalis maupun neurologis tidak didapatkan

kelainan yang berarti.

8

Page 9: Preskas Epilepsi

VII. DIAGNOSA KERJA

Diagnosa Klinis : Kejang generalisata tipe tonik-klonik

Diagnosa Etiologi : Idiopatik

Diagnosa Topik : Korteks/subkorteks

VIII. TATA LAKSANA

NaCl 0,9% /12 jam IV

Citicoline 3X250mg IV

Asam Valproat 2xCthI PO

Asam Folat 1x1 tab PO

IX. PROGNOSA

Ad vitam : Bonam

Ad fungsionam : Bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

9

Page 10: Preskas Epilepsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Epilepsi

Epilepsi merupakan suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh

bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan

bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi klinis yang disebabkan

oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebihan dan sinkron, dari

neuron yang terutama terletak pada corteks serebri. Aktivitas paroksismal

abnormal ini umumnya timbul intermiten dan ‘self-limited’.

Sindroma epilepsi adalah penyakit epilepsy ditandai oleh sekumpulan

gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi,

factor presipitasi usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan

prognosa).

Epidemiologi

Hingga 1% dari populasi umum menderita epilepsi aktif, dengan 20-50

pasien baru yang terdiagnosis per 100.000 per tahunnya. Perkiraan angka

kematian pertahun akibat epilepsi adalah 2 per 100.000. kematian dapat

berhubungan lengsung dengan kejang, misalnya ketika terjadi serangan kejang

tidak terkontrol, dan diantara serangan pasien tidak sadar atau jika terjadi

cedera akibat kecelakaan atau trauma. Fenomena kematian mendadak yang

terjadi pada penderita epilepsi (sudden unexplained death in epilepsy, SUDEP)

diasumsikan berhubungan dengan aktifitas kejang dan kemungkinan besar

karena disfungsi kardiorespirasi.

Etiologi

a. Idiopatik; sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsy idiopatik

b. Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang

disertai bangkitan kejang seperti sclerosis tuberose, neurofibrimatosis,

angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonurea, hipoparatiroidisme,

hipoglikemia.

c. Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells

d. Kelainan kongenital otak: atrofi, paronsefali, agenesis korpus kalosum.

10

Page 11: Preskas Epilepsi

e. Gangguan metabolik: komplikasi DM, ketidakseimbangan elektrolit,

hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, defisiensi

nutrisi, Phenylketonuria (pada bayi), uremia.

f. Gagal ginjal

g. Infeksi: radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan

selaputnya, toksoplasmosis.

h. Trauma: kontusio serebri, hemtoma subaraknoid, hematoma subdural.

i. Neoplasma otak dan selaputnya.

j. Stroke, kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

k. Keracunan : timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air.

l. Lain-lain: obat-obatan, alkohol, penyakit degeneratif, penyakit darah,

gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral, dan lain-lain.

Faktor Presipitasi

Faktor yang mempermudah terjadinya serangan kejang, yaitu:

o Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang

mengejutkan, air panas.

o Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya

golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik

o Faktor mental: stres dan gangguan emosi.

Patofisiologi

Secara umum, epilepsi terjadi kerena menurunnya potensial membran

sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik, atau toksik, yang

selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.

Beberapa penelitian menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang

merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal telepasnya muatan

listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manifestasi klinisnya pun

muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun di permukaan

otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah.

Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar dari

permukaan otak daripada selama tidur.

Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin daripada dalam otak sehat.

Pada tumor serebri atau adanya sikatriks setempat pada permukaan otak

sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri atau trauma

11

Page 12: Preskas Epilepsi

lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu, pada

tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel saraf. Penimbunan

asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat

merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.

Hal ini merupakan mekanisme epilepsi fokal yang biasanya simptomatik.

Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal, secara primer muatan muatan

listrik dilepaskan oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal sebagai inti

centrecephalic. Inti merupakan terminal dari lintasan asendens aspesifik atau

lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui lintasan

aferen aspesifik menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak

ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, dimana etiologinya belum

diketahui, terjadi lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara

berlebih. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan

kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang

memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga

kesadaran hilang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis

di bagian rostral dari mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak

terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa

disertai kejang-kejang pada otot skeletal yang dikenal sebagai petit mal.

Manifestasi Klinis

Menurut Commision of Classification and Terminology of

International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsy

sebagai berikut:

1. Kejang Parsial (fokal, lokal)

a. Kejang persial sederhana; kejang parsial dengan kesadaran tetap

normal.

Dengan gejala motoric

o Fokal motorik tidak menjalar: kejang sebatas pada satu

bagian tubuh saja.

o Fokal motorik menjalar: kejang dimulai dari satu bagian

tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga

epilepsi Jackson

12

Page 13: Preskas Epilepsi

o Versif: Kejang disertai gerakan memutar kepala, mata,

tubuh

o Postural: kejang disertai dengan lengan atau tungkai kaku

dalam sikap tertentu

o Disertai gangguan fonasi: kejang disertai arus bicara yang

terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.

Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; kejang disertai

halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindera dan

bangkitkan yang disertai vertigo.

o Somatosensoris: timbul rasa kesemutan atau seperti

ditusuk-tusuk jarum

o Visual: terlihat cahaya

o Auditoris: terdengar sesuatu

o Gustatoris: terkecap sesuatu

o Disertai vertigo

Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi

epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piroleksi, dilatasi pupil)

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

o Disfasia: gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku

kata, kata atau bagian kalimat

o Demensia: gangguan proses ingatan misalnya merasa

seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau

sebaliknya tidak pernah mengalami, mendengar, melihat,

mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak mengingat suatu

peristiwa di masa lalu, merasa melihatnya lagi

o Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah

o Afektif: merasa sangat senang, susah, marah, takut

o Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih

kecil atau lebih besar.

o Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang

bicara musik, melihat statu fenomena tertentu dan lain-lain.

b. Kejang parsial kompleks; kejang ini disertai gangguan kesadaran.

13

Page 14: Preskas Epilepsi

Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran: kesadaran

mula-mula baik kemudian baru menurun.

o Dengan gejala parcial sederhana A1-A4; gejala-gejala

seperti pada golongan A1-A4 diikuti menurunya kesadaran

o Timbul automatisme.

Automatisme yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul

dengan sendirinya, misalnya dengan gerakan mengunyah-

nguyah, menelan-nelan, wajah muka berubah seringkali

seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang-megang

kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu,

berbicara, dll.

Serangan parsial sederhana dengan penurunan kesadaran sejak

serangan; kesadaran menurun sejak permulaan serangan.

o Hanya dengan penurunan kesadaran

o Dengan automatismo.

c. Kejang parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-

klonik, tonik, klonik)

1. Kejang parsial sederhana yang berkembang menjadi kejang

generalisata

2. Kejang parsial kompleks yang berkembang menjadi kejang

generalisata

3. Kejang parsial sederhana yang menjadi kejang parsial

kompleks lalu berkembang menjadi kejang generalisata.

2. Kejang Generalisata (konvulsif atau nonkonvulsif)

a. Kejang lena (Absence)

Pada kejang ini, kegiatan yang sedang dilakukan terhenti, muka

tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tidak ada

reaksi bila diajak bicara. Biasanya serangan ini berlangsung selama

¼-1/2 menit dan biasanya dijumpai pada anak.

i. Hanya penurunan kesadaran

ii. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan

biasanya dijumpai pada kelompok mata atas, sudut

mulut,atau otot-otot lainnya bilateral.

14

Page 15: Preskas Epilepsi

iii. Dengan komponen atonik. Pada kejang ini, dijumpai otot-

otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas hingga

tampak mengulai.

iv. Dengan komponen tonik. Pada kejang ini, dijumpai otot-

otot ekstremitas, leher, atau punggung mendadak

mengejang, kepala, badan, badan menjadi melengkung ke

belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang

v. Dengan automatisme

vi. Dengan komponen autonom

Gejala-gejala diatas dapat berdiri sendiri atau kombinasi.

b. Kejang lena tidak khas

Dapat disertai:

Gangguan tonus yang lebih jelas

Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

c. Kejang mioklonik

Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,

dapat kuat atau lemas sebagian otot atau semua otot-otot, sesekali

atau berulang-ulang. Kejang ini dapat terjadi pada semua umur.

d. Kejang klonik

Pada kejang ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang

kelojot. Dijumpai terutama pada anak.

e. Kejang tonik

Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya

menjadi kaku, juga terdapat pada anak.

f. Kejang tonik-klonik

Kejang ini sering dijumpai pada usia diatas balita yang terkenal

dengan nama grand mal.

g. Kejang atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas

sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun

sebentar. Kejang ini terutama tejadi pada anak-anak.

3. Kejang tak tergolongkan

15

Page 16: Preskas Epilepsi

Termasuk golongan ini adalah serangan pada bayi berupa gerakan

bola amta yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang,

menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara.

Pemeriksaan penunjang

Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang

informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG

yang bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun di luar

serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku

lambat.

Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah pemeriksaan

foto polos kepala, yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur tulang

tengkorak; CT-Scan kepala. Yang berguna untuk mendeteksi adanya infark,

hematoma, tumor, hidrosefalus. Sedangkan pemeriksaan laboratorium

dilakukan atas indikasi untuk memastika adanya kelainan sistemik seperti

hipoglikemia, hiponatremia, uremia,dll.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya serangan tanpa

mengganggu kapasitas fisik dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi

pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.

Medikamentosa

Pada epilepsi yang simpomatis dimana kejang yang timbul adalah

manifestasi penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan

metabolik, maka disamping pemberian obat anti epilepsi diperlukan juga

terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:

1. Pada kejang yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya,

pemberian obat harus dipertimbangkan.

2. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; hal ini berarti pasien

mengalami lebih dari dua kali kejang yang sama

3. Obat yang diberikan sesuai dengan jenis kejang

4. Sebaiknya menggunakan monoterapi kerena dengan cara ini toksisitas

akan berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi

obat.

5. Dosis obat disesuaikan secara individual

6. Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya.

16

Page 17: Preskas Epilepsi

7. Pengobatan dihilangkan setelah kejang hilang selama 2-3 tahun.

Pengobatan dihentikan secara berangsur-angsur dengan menurunkan

dosisnya.

Obat pilihan berdasarkan jenis kejang

Jenis kejang Jenis obat

Fokal / parsial sederhana CBZ, PB, PHT

Kompleks CBZ, PB, PHT, VAL

Tonik-klonik umum CBZ, PB, PHT, VAL

Tonik-klonik CBZ, PB, PHT, VAL

Mioklonik CLON, VAL

Absens/petit mal CLON, VAL

CBZ: karbamazepin; PHT : fenitoin; CLON : klonazepam; PB : fenobarbital;

VAL : asam valproat

Dosis obat antiepilepsi dan konsentrasi dalam plasma

Jenis obat Dosis

(mg/kgBB/hari)

Cara pemberian Konsentrasi dalam

plasma (Ug/mm3)

Fenobarbital 1-5 1x/hari 20-40

Fenitoin 4-20 1-2x/hari 10-20

Karbamazepin 4-20 3x/hari 4-10

Asam valproat 10-60 3x/hari 50-100

Klonazepam 0.05-0.2 3x/hari 10-80

Diazepam 0.005-0.015 IV 0.3-0.7

  0.4-0.6 Per rektal  

Pengobatan psikososial

Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian

besar akan terbebas dari kejang. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya

17

Page 18: Preskas Epilepsi

sehingga dapat bebas dari kejang dan dapat belajar, bekerja, dan bermasyarakat secara

normal.

Kejang Tonik Klonik

Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu

kejang. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku

berlangsung kira-kira ¼-1/2 menit diikuti kejang klojot di seluruh badan.

Serangan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat

lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa

kerena hembusan nafas. Mungkin pula pasien miksi ketika mendapat serangan.

Setelah kejang berhenti pasien tertidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan

kesadaran yang masih rendah, atau menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal,

lelah, nyeri kepala.

Status Epileptikus

Status epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus

lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak

terdapat pemulihan kesadaran, hal ini merupakan status mengancam. Dalam praktek

klinis didefinisikan sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama

lebih dari 10 menit. Penanganan kejang harus segera dimulai dalam 10 menit setelah

awitan suatu kejang.

18

Page 19: Preskas Epilepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In :

Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005.

p119-127.

2. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric

Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 2007

3. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical

development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.

4. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and

Therapy in Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd.

2005

5. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Ed: 6. Jakarta: EGC

6. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.

7. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

8. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008

9. Jan Sudir Purba Epilepsi :permasalahan di reseptor atau

neotransmiter.Departemen Neurologi/RSCM, FK UI Jakarta

10. Gilman,Godman. Dasar farmakologi terapi. edisi 10 jilid 1. EGC :

Jakarta .2008

19