preskes konjungtivitiskuu
TRANSCRIPT
Presentasi Kasus
ILMU KESEHATAN MATA
Oleh:
Debby Andina Landiasari G99112043
Ikvin Muttathi’in G99112079
Dian Ajeng Atikaningrum G99112049
Katia Amanda Sinoel G99112084
Iput Syarhil Musthofa G99112081
Rizki Amalia P G99122102
Pembimbing :
Halida Wibawaty, dr., Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
1
BAB I
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : Bp. RE
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Kewarganegaraan: Indonesia
Agama : Katolik
Pekerjaan : Wiraswasta
Tgl pemeriksaan : 04 Oktober 2013
No. CM : 01218958
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Rasa mengganjal dan nyeri di mata kanan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mengganjal dan nyeri di mata
kanan. Juga mengeluhkan pandangan kabur, pedes, nrocos, cekot-cekot,
dan nyeri. Pasien tidak terdapat riwayat hipertensi, tidak ada riwayat
diabetes mellitus, tidak ada alergi, dan tidak ada riwayat asma.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat sakit serupa : (-)
2. Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
3. Riwayat trauma mata : ada,
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat kacamata : ada
2
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat sakit serupa : disangkal
2. Riwayat asma : disangkal
3. Riwayat alergi : (-)
D. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
Proses Peradangan -Lokalisasi Kornea -
Sebab Trauma okuli -Perjalanan Akut -Komplikasi Ulkus kornea, keratitis,
endoftalmitis-
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
1. Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B. Pemeriksaan subyektif
OD OSA. Visus Sentralis1. Visus sentralis jauh a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukanB. Visus Perifer1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan2. Proyeksi sinar Baik Baik3. Persepsi warna Baik Baik
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. luka Tidak ada Tidak ada c. parut ada Tidak ada d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada2. Supercilia a. warna Hitam Hitam b. tumbuhnya Normal Normal
3
c. kulit Sawo matang Sawo matang d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal3. Pasangan bola mata dalam orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada b. strabismus Tidak ada Tidak ada c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada4. Ukuran bola mata a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada5. Gerakan bola mata a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat6. Kelopak mata a. pasangannya 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada 3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada 4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada b. gerakannya 1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal 2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal c. rima 1.) lebar 10 mm 10 mm 2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada 3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada d. kulit 1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada 2.) warna Sawo matang Sawo matang 3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada 4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada e. tepi kelopak mata 1.) enteropion Tidak ada Tidak ada 2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada 3.) koloboma Tidak ada Tidak ada 4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal7. sekitar glandula lakrimalis
4
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak ada c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan8. Sekitar saccus lakrimalis a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak ada9. Tekanan intraocular a. palpasi Kesan normal Kesan normal b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada b. konjungtiva palpebra inferior 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada c. konjungtiva fornix 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) benjolan Tidak ada Tidak ada d. konjungtiva bulbi 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Ada Tidak ada 3.) sekret Ada minimal Tidak ada 4.) injeksi konjungtiva Ada Tidak ada 5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada e. caruncula dan plika semilunaris 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada 3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada11. Sclera a. warna Hiperemis Putih b. tanda radang Tidak ada Tidak ada c. penonjolan Tidak ada Tidak ada12. Kornea a. ukuran 12 mm 12 mm b. limbus Jernih Jernih c. permukaan Tidak rata,
mengkilapRata, mengkilap
5
d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan e. keratoskop ( placido ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan f. fluorecsin tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada13. Kamera okuli anterior a. kejernihan Jernih Jernih b. kedalaman Dalam Dalam14. Iris a. warna Coklat Coklat b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak15. Pupil a. ukuran 3 mm 3 mm b. bentuk Bulat Bulat c. letak Sentral Sentral d. reaksi cahaya langsung Positif Positif e. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan16. Lensa a. ada/tidak Ada Ada b. kejernihan Jernih Jernih c. letak Sentral Sentral e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan17. Corpus vitreum
a. Kejernihanb. Reflek fundus
Tidak dilakukanTidak dilakukan
Tidak dilakukanTidak dilakukan
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OSA. Visus sentralis jauh
B. Visus periferKonfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Baik BaikPersepsi warna Baik BaikC. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normalD. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normalE. Pasangan bola mata
dalam orbitaDalam batas normal Dalam batas normal
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normalG. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normalH. Kelopak mata Dalam batas normal Dalam batas normalI. Sekitar saccus
lakrimalisDalam batas normal Dalam batas normal
6
J. Sekitar glandula lakrimalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
K. Tekanan intarokular Dalam batas normal Dalam batas normalL. Konjungtiva palpebra Dalam batas normal Dalam batas normalM. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva(+) Dalam batas normalN. Konjungtiva fornix Dalam batas normal Dalam batas normalO. Sklera Hiperemis Dalam batas normalP. Kornea Terdapat sikatrik Dalam batas normalQ. Camera okuli anterior Kesan normal Kesan normalR. Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklatS. Pupil Diameter 3 mm, bulat, sentral Diameter 3 mm, bulat,
sentralT. Lensa Kesan normal Kesan normal
U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS BANDING
OD korpus alienum
OD keratitis
OD konjungtivitis
OD skleritis
OD episkleritis
VI. DIAGNOSIS
OD korpus alienum
7
VII. TERAPI
Tindakan pengambilan korpus alienum
Salep gentamicin
VIII. PLANNING
- Pemeriksaan slit lamp
IX. PROGNOSIS
OD OS1. Ad vitam Dubia et bonam Dubia et bonam2. Ad fungsionam Dubia et bonam Dubia et bonam3. Ad sanam Dubia et bonam Dubia et bonam4. Ad kosmetikum Dubia et bonam Dubia et bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LATAR BELAKANG
8
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan substansi-substansi
dari lingkungan luar yang mengganggu (Vaughan, 2010).
Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis, penyakit ini
bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan sekret purulen (Vaughan, 2010). Konjungtivitis
umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri dan virus, serta dapat
bersifat akut atau menahun (Ilyas, 2009).
B. ANATOMI
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang
transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva
bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-kali.
Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa.
Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak
(margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal
kelopak menjadi konjuntiva forniks yang melekat pada jaringan longgar dan
melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. Konjungtiva dibagi
menjadi 3 bagian : 1) Konjungtiva palpebra, 2) Konjungtiva forniks, dan 3)
Konjungtiva bulbi (Al Ghozie, 2002).
9
Gambar 1. Anatomi mata
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007).
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat
mengandung pigmen (Vaughan, 2010).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis)
dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan.
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010).
Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara
di forniks atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan
tertahan pada bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di
belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah menuju forniks dan
mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis (Al Ghozie, 2002).
Kedudukan konjungtiva mempunyai resiko mudah terkena
mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan melarutkan materi infeksius
atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan
10
menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan berupa elemen
limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa kantong air mata
(Al Ghozie, 2002).
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat
banyak (Vaughan, 2010).
C. DEFINISI
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar
bola mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-
organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia
(James dkk, 2005). Menurut Ilyas (2008), konjungtivitis adalah peradangan
konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan
eksudasi. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam
gejala, salah satunya adalah mata merah.
D. ETIOLOGI
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal:
a. Konjungtivitis bakteri.
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu:
1) Hiperakut, biasanya disebabkan oleh Neisseria gonnorhoeae, Neisseria
kochii dan N meningitidis
2) Akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan
Haemophillus aegyptyus
3) Subakut, biasanya disebabkan oleh Haemophillus influenza dan E.coli
4) Kronik , biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Maxella
lacunata
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian
mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang
lain.
11
b. Konjungtivitis klamidia.
1) Trachoma (Chlamydia trachomatitis serotype A-C)
2) Konjungtivitis inklusi (Chlamydia trachomatitis serotype D-K)
3) Limfogranuloma venerum (LGV)
c. Konjungtivitis viral
1) Konjungtivitis folikuler virus akut : demam faringokonjungtivitis
(Adenovirus tipe 3 dan 7), keratokonjungtivitis epidemika (Adenovirus
tipe 8 dan 19), virus herpes simplex, konjungtivitis hemoragik akut
(Enterovirus tipe 70)
2) Konjungtivitis folikuler virus menahun: virus moluscum kontagiosum
3) Blefarokonjungtivitis karena virus: varicella, herpes zooster
d. Konjungtivitis ricketsia
e. Konjungtivitis jamur.
1) eksudatif menahun: Candida
2) Granulomatosa: Rhinosporum seeeberi, Sporotix schenckii
f. Konjungtivitis parasit.
Konjungtivitis dan blefarokonjungtivitis menahun: Ascaris lumbricoides,
Taenia solium, Schistosa haematobium
g. Konjungtivitis alergi.
1) Reaksi hipersensitivitas segera (humoral)
2) Reaksi hipersensitivitas tertunda (seluler)
3) Penyakit autoimun
h. Konjungtivitis kimia atau iritatif
1) Iatrogenik: miotika Idoxuridine, obat topical lain, larutan lensa kontak
2) Berhubungan dengan pekerjaan: asam, basa, asap, angin, cahaya,
ultraviolet
i. Etiologi yang tidak dapat diketahui
12
Folikulitis, konjungtivitis folikuler maenahun, psoriasis, dermatitis
herpetiformis, epidermolisis bulosa, konjungtivitis ligneosa (Vaughan,
2000).
E. EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis merupakan penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan
dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Meskipun
belum ada data yang secara rinci menjelaskan tentang prevalensi
konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang
sering terjadi pada masyarakat. Di Indonesia penyakit ini masih banyak
terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang
tidak hygiene.
F. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan factor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari subtansi luar. Pada film air mata, komponen akueosa
mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debrism dan aktivitas
pompa palpebral membilas air mata ke duktus lakrimalis secara konstan; air
mata mengandung anti mikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgA dan
IgG).
Cedera epitel konjuntiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema
epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau pembentukan
granuloma. Selain itu, mungkin juga tejadi edema stroma konjungtiva
(kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan folikel). Dapat
ditemukan sel-sel radang termasuk neutrophil, eosinophil, basophil, limfosit,
dan sel plasma, yang sering kali menunjukkan sifat agen perusaknya. Sel-sel
radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-
sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel-sel goblet untuk
membentuk eksudat konjungtiva, yang menyebabkan “perlengketan” tepian
palpebral terutama pagi hari.
13
Banyaknya leukosit polimorfonuklear adalah ciri khas konjungtivitis
bakteri. Secara umum, sel mono nuclear dalam jumlah banyak (khususnya
limfosit) khas untuk konjungtivitis virus. Jika ditemukan pseudomembran
atau membrane sejati (misalnya kerato konjungtivitis epidemika atau
konjungtivitis virus herpes simpleks), neutrophil akan menjadi sel terbanyak
karena adanya sel yang menyertai. Pada konjungtivitis klamidia jumlah
neutrophil dan limfosit biasanya setara. Eosinofil dan basophil terdapat pada
konjungtivitis alergika, dan sebaran granul eosinofilik dan eosinophil terdapat
pada keratokonjungtivitis vernal (Vaughan, 2010)
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi
tergores atau terbakar, sensasi penuh disekeliling mata mata, gatal, atau
fotofobia. Sensasi benda asing dan sensasi tergores atau terbakar sering
dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papilla yang biasanya menyertai
hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, korneanya juga terkena. Tanda-
tanda penting konjungtivitis:
a) Hiperemia adalh tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok.
Kemerahanpaling jelas di forniks dan makin berkurang kea rah limbus
karena dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior (dilatasi
perilimbus atau hiperemia siliaris mengesankan adanya radang kornea atau
struktur yang lebih dalam).warna merah terang mengesankan
konjungtivitis bacterial dan tampilan putih susu mengesankan
konjungtivitis alergika.
b) Mata berair (epifora) sering kali menyolok pada konjungtivitis. Sekresi air
mata disebabkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau
tergores, atau oleh rasa gatal. Transudasi ringan juga timbul di pembuluh-
pembuluh yang hiperemik dan menambah jumlah air mata tersebut.
c) Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut.
d) Pseudoptosis adalah terkulainya palpebral superior karena infiltrasi di otot
Muller.
14
e) Hipertrofi papilar adalah reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi
karena konjuntiva terikat pada tarsus atau limbus dibawahnya oleh
serabut-serabut halus.
f) Kemosis konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi
dapat timbul pada konjungtivitis gonokokus atau meningokokus akut dan
terutama pada konjungtivitis adenoviral.
g) Folikel merupakan suatu hyperplasia limfoid local didalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mempunyai sebuah pusat germinal. Secara klinis
folikel dapat dikenalisebagai struktur bulat kelabu atau putih yang
avascular.
h) Pseudomembran adalah suatu pengentalan diatas permukaan epitel yang
bila diangkat epitelnya tetap utuh. Membrane adalah pengentalan yang
meliputi seluruh epitel yang jika diangkat, meninggalkan permukaan yang
kasar dan berdarah.
(Vaughan, 2010)
H. DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis akut
Iritis akut Glaukoma akut
Serangan perlahan perlahan CepatSakit Ringan, gatal
membakar, rasa tak enak
Sedang sampai hebat cabang n.V menyebar ke kening pelipis memburuk malam hari
Hebat, menyebar cabang n. V, sekitar mata, sakit kepala ringan
Sekret Sering purulen atau mukopurulen
Refleks epifora Tidak ada
Fotofobia ringan hebat SedangVisus Tidak berkurang berkurang Sangat menurunKonjungtiva Merah-pucat Biasanya
transparanKongesti-kemotik
Bilik mata depan Normal suar dangkalPupil Normal Fixed, konstriksi,
irregulerFixed, oval, dilatasi
Kongesti Superfisial berkurang di forniks
Siliar, sirkumkornea berkurang kearah limbus
Siliar, episklera
15
Tanda konstitusional
Tidak ada ringan Muntah-muntah
(Ilyas, 2009)
I. DIAGNOSIS
Diagnosis konjuntivitis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan
konjungtivitis tergantung pada ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan
besarnya kerusakan yang terjadi. Perbedaan jenis-jenis konjungtivis
berdasarkan penyebabnya:
Virus BakteriPurulen Nonpurulen
Fungus dan parasit
Alergi
Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit SedikitAirmata Banyak Sedang Sedang Sedikit SedangGatal Sedikit Sedikit - - HebatInjeksi Umum Umum Lokal Lokal UmumNodul preaurikuler
Sering Jarang Sering Sering -
Pewarnaan usapan
Monosit, limfosit
Bakteri PMN
Bakteri PMN
Biasanya negatif
Eosinofil
Sakit tenggorokan dan panas yang menyertai
Kadang Kadang - - -
(Ilyas, 2013)
J. PENATALAKSANAAN
Sebelum didapatkan hasil pemeriksaan mikrobiologi dapat diberikan
antibiotik tunggal seperti Gentamicin, Klorampenicol, Polimiksin, selama 3 –
5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik dihentikan dan
menunggu hasil pemeriksaan.
K. PROGNOSIS
16
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan.
Namun jika bila penyakit radang mata tidak segera ditangani bisa
menyebabkan komplikasi seperti blefarokonjungtivitis, pseudomembran, dan
timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul
vesikel pada kulit (Vaughan, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
17
Al-Ghozie, M. (2002). Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical
Examination. Yogyakarta: FK UMY.
Ilyas, S. (2009). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, S. (2013). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
James, Brus, dkk. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.
Junqueira, L.C., Carneiro, J.,( 2007). Sistem Fotoreseptor dan Audioreseptor. Dalam:
Junqueira, L.C., Carneiro, J (ed). Histologi Dasar: Text & Atlas. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Vaughan, D. (2010). Oftalmologi Umum, Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
18