presus nafaskendali gy

Upload: anggita-madhyaratri

Post on 20-Jul-2015

103 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I STATUS PASIENI. IDENTITAS PASIENNo. CM Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Alamat II. ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 7 Desember 2011. Keluhan Utama Keluhan tambahan : nyeri perut kanan atas : tidak ada : 31.00.54 : Ny. ES : Perempuan : 37 tahun : Ibu rumah tangga : Cakung, Jakarta TImur

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak + 1 tahun SMRS. Awalnya nyeri timbul tiba-tiba, hilang timbul, tidak tentu. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke punggung. Pasien menyangkal adanya demam, mata menjadi kuning, urin seperti teh, dan BAB seperti dempul. Awalnya dengan menggunakan obat penghilang rasa sakit, nyeri hilang, tapi lama-kelamaan nyeri tidak hilang dengan menggunakan obat yang sama, sehingga akhirnya pasien datang ke dokter dan diputuskan untuk dilakukan operasi. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku mempunyai penyakit jantung sejak + 6 tahun yang lalu, pasien merasakan nyeri dada kiri yang timbul setelah beraktivitas berat. Jika nyeri, pasien berobat ke UGD untuk mendapatkan obat yang dapat mengurangi nyerinya, namun pasien tidak kontrol secara rutin ke dokter. Hipertensi DM Asma Ginjal Hepatitis Alergi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

1

Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien menyangkal di keluarganya ada yang menderita sakit seperti yang dialami pasien, dan menyangkal adanya penyakit hipertensi, DM, asma, ginjal, alergi, maupun gangguan pembekuan darah. Riwayat Operasi dan Anestesi : Pasien menyangkal pernah dilakukan operasi maupun anestesi sebelumnya. Riwayat Kebiasaan : Merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan narkotik disangkal. Lain-lain : Penggunaan gigi palsu, maupun gigi ada yang goyang disangkal. Penggunaan obat-obatan tertentu disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK (7 Desember 2011)Keadaan umum Kesadaran Tanda vital BB TB Status Generalis : Kepala Mata Mulut dan gigi Thorax Jantung Paru Abdomen Ekstremitas : normochepal, rambut hitam, distribusi merata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+ : oral hygiene baik, skor Mallampati II : : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/: terlihat datar, BU (+) normal, nyeri tekan (+) di kuadran atas abdomen, teraba massa (-), timpani seluruh lapang abdomen : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-) : tampak sakit ringan : compos mentis : TD: 120/70 mmHg RR: 18x/menit : 51 kg : 155 cm Nadi: 86x/menit Suhu: 36oC IMT : 21.2

2

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium (17 November 2011)Jenis Pemeriksaan Hematologi Darah Rutin Hb Hct Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC PT aPTT Kimia SGPT (ALT) SGOT (AST) Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida Glukosa Sewaktu Glukosa 2 jam pp Hasil Nilai Rujukan

12.5 38 4.2 6300 333000 90 30 33 11.2K11.5 30.3K36.2

12 16 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 juta/L 4800 10800/ L 150000 400000/ L 80 96 fL 27 32 pg 32 36 g/dL

16 17 20 1.1 145 4.3 102 91 140

< 40 U/L < 35 U/L 20 50 mg/dL 0.5 1.5 mg/dL 135 145 mEq/L 3.5 5.3 mEq/L 97 107 mEq/L < 140 mg/dL < 200 mg/dL

2. Pemeriksaan USG abdomen (3 November 2011)Kolesistitis kronik

3. Pemeriksaan Foto Thorax (7 November 2011)Cor dan pulmo dalam batas normal

4. Pemeriksaan Kardiologi (15 November 2011)EKG Echo Treadmill test : RBBB inkomplit, dengan risiko operasi ringan : EF > 82% : dalam batas normal

V. PENGGOLONGAN STATUS FISIK PASIEN MENURUT ASA Pasien tergolong dalam ASA II dengan EKG RBBB inkomplit

VI. DIAGNOSIS KERJA

3

Kolesistitis Kronik VII. RENCANA PEMBEDAHAN

Kolesistektomi per laparoskopi VIII. RENCANA ANESTESI

Anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali IX. KESIMPULAN Wanita, 37 tahun, dengan diagnosis kolesistitis kronik, dan status fisik ASA II dengan EKG RBBB inkomplit, akan dilakukan tindakan operasi kolesistektomi per laparoskopi dengan rencana anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali.

4

BAB II LAPORAN ANESTESIPERSIAPAN ANESTESI

A. Persiapan alat :1. Mesin anestesi, yang terdiri dari :

a. b. c.

Komponen I, yaitu komponen sistem aliran gas segar yang terdiri dari Komponen II, yaitu komponen sistem aliran udara respirasi yang berupa Komponen III, yaitu komponen penghubung sistem ventilasi dengan

sumber gas, flowmeter, dan vaporizer. sirkuit nafas/sistem ventilasi pasien yang berupa konektor, sungkup muka ataupun pipa endotrakhea. 2. Laringoskop 3. Stetoskop 4. Endotracheal Tube 3 ukuran, yaitu No. 6.5; 7; 7.5 5. Face Mask Adult 6. Pipa Y-piece 7. Oropharyngeal Airway 8. Plester / Tape: Hypafix 9. Mandrin 10. Magill 11. Spuit 20 cc 12. Lubricating Gel 13. Suction 14. Sphygmomanometer digital

15. Monitor EKG dan SpO216. Pulse Oxymetry 17. Infus set dan cairan infus

B. Persiapan Obat-obatan : 1. Midazolam 2. Propofol 3. Rocuronium 4. Fentanyl(Dosis 0.05 0.1 mg/KgBB) (Dosis 2 2.5mg / kgBB) (Dosis 0.6 1 mg/kgBB) (Dosis 1 3 mcg/kgBB)

5

5. Pethidine

(Dosis 0.2 0.5 mg/kgBB) (Dosis 0.1 mg) (Dosis 10 mg IV ) (Dosis 50 100mg per 4 jam, maksimal

6. Morphine7. Metoclopramide

8. Tramadol400mg/hari)

9. Maintanence (rumatan) : a. b. c.Isofluran N2O O2

10. Obat Emergensi : a. b. c. d. e. f. g.gr) PERSIAPAN PASIEN 1. Informed consent, bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien tindakan medis apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaannya, kemungkinan, hasilnya, dan risiko tindakan yang akan dilakukan. 1. Surat persetujuan operasi, merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan mengajukan tuntutan. 2. Pasien dipuasakan sejak pukul 24.00 WIB tanggal 7 Desember 2011, tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan membahayakan pasien. 4. Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak mengganggu Sulfas Atropin Epinephrine Ephedrine Prostigmin Dexamethason Aminophylline Amiodarone (Dosis 0.5 mg 1 mg IV) (Dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000) (Dosis 5 20 mg) (Dosis 0.05 mg/kgBB, maksimal 5 mg) (Dosis 0.5 25 mg/hari IV) (Dosis 5 6 mg/kg IV) (Dosis 150 mg IV dalam 10 menit, maksimal 2.2

6

pemeriksaan selama anestesi, misalnya bila ada sianosis. Bila ada gigi palsu sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan bila ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien. 5. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD = 120/70 mmHg, Nadi = 86 x/menit, Suhu = 360C, RR = 18 x/menit 6. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan. PELAKSANAAN ANESTESI (8 Desember 2011) Teknik anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali 1. Premedikasi : Midazolam 2.5 mg Pethidine 60 mg : Propofol 100 mg : Rocuronium 35 mg : ETT non-kinking no.7 cuff (+) : Isoflurane 1 2 vol%, O2 : N2O = 2 : 2

2. Induksi 3. Muscle Relaxant 4. Intubasi 5. Maintanance500 mL. MONITORING ANESTESI

6. Nafas kendali dengan respirator dengan frekuensi nafas 12 kali permenit, volume tidal

Anestesi dimulai pukul 09.45 WIB dan selesai pada pukul 12.10 WIB. Pembedahan dimulai pada pukul 10.05 WIB dan selesai pada pukul 11.20 WIB. EKG ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%Pukul 09.30 Nadi (x/menit) 94 Tekanan darah (mmHg) 120/80 Keterangan

Pasien dibaringkan di atas meja operasi Memasang infus cairan Ringer Laktat Memasang monitor EKG dan oksimeter pulsePethidine 60 mg Diberikan induksi Propofol 100 mg melalui bolus suntikan secara hati-hati dan perlahan-lahan. Saat reflex bulu mata telah hilang maka dilanjutkan dengan pemberian relaxan melalui intravena yaitu Rocuronium 35 mg untuk fasilitas intubasi. Diberikan nafas buatan melaui sungkup muka dengan oksigen 100% sebanyak 6 liter/menit selama 2-3 menit. Pernapasan pasien dibantu dengan Ambu bag secara

09.45

88

130/86

Pemberian premedikasi dengan midazolam 2,5 mg dan

7

periodik sampai otot rahang telah relaksasi dan dapat dilakukan intubasi. Kedalaman anastesi dinilai dari tanda-tanda bola mata (bola mata menetap), nadi tidak cepat. Jika stadium anastesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, 09.55 masukkan laringoskop dan lakukan pemasangan ETT. Memulai intubasi. Tangan kiri memegang laringoskop dan tangan kanan mempertahankan posisi mulut pasien dalam keadaan terbuka, posisikan kepala pasien dalam keadaan ekstensi. Gunakan laringoskop dan masukan ke dalam mulut dari sudut mulut sebelah kanan, kemudian geser lidah ke kiri dan cari epiglottis. Setelah epiglottis dan daerah sekitar plica vokalis terlihat, maka masukkan Endotracheal Tube No.7 lalu kembangkan balon (cuff) dalam posisi yang benar di dalam trakhea dan tidak masuk terlalu dalam. Setelah ETT masuk, segera cek pengembangan paru dan suara napas kedua lapang paru dengan auskultasi menggunakan stetoskop. Setelah posisi dan kedalaman ETT sudah tepat, fiksasi ETT tersebut dengan plester, dan dihubungkan dengan sirkuit mesin anastesi untuk mengendalikan nafas pasien secara manual. Nafas dikendalikan dengan ventilator, setiap inspirasi VT = 500 ml dan frekuensi napas 12 x/menit. Menutup kedua kelopak mata dengan plester dengan tujuan agar tidak terbuka dan kornea tidak kering.

Pemberian rumatan anestesi. Rumatan anestesi biasanyamengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan, analgesi cukup, dan relaksasi otot lurik yang cukup. Pada pasien ini diberikan maintenance inhalasi yaitu Isoflurane 1 2 vol 10.00 96 120/89 %, O2 dan N2O masing-masing 2 L/menit. Pemberian Dexamethasone 4 mg, Metoclopramide 10 mg, dan Ranitidine 50 mg 10.05 10.15 10.30 10.45 11.00 11.15 11.20 11.25 11.30 Memantau tanda vital dan saturasi oksigen secara kontinu Pembedahan dimulai Pemberian Pethidine 20 mg dan Rocuronium 15 mg Pemberian antibiotik Ceftriaxone 1 gram

95 98 89 86 91

122/93 110/88 98/69 100/69 115/68

Pembedahan selesai Pemberian reverse prostigmin : SA = 1 amp : 1 amp 90 111/70

8

11.45 12.00

69 68

104/80 130/90

Aliran gas isoflurane atau obat anastesi inhalasi dihentikan Diberikan O2 100% Jalan nafas (mulut, hidung dan pipa endotrakea) dibersihkan dan dilakukan ekstubasi Pemberian oksigen diganti dengan mengunakan sungkup muka

12.10

73

121/79

Setelah pasien sadar, infus dihentikan sejenak kemudianpasien dipindahkan ke brankar untuk dibawa ke ruang pemulihan atau Recovery Room (RR).

PASCA ANESTESI Tiba di Recovery Room pukul 12.15 WIB.Pukul 12.15 12.20 12.25 Nadi (x/menit) 73 77 75 Tekanan Darah (mmHg) 132/88 128/85 129/84

PENILAIAN PULIH SADAR (Aldrette Score)

Kesadaran Pernapasan Tekanan Darah Aktivitas Warna Kulit

:1 :2 :2 :1 :2 : 8 (Penderita boleh ke ruangan)

Jumlah Nilai Pulih Sadar INSTRUKSI PASCA OPERASI

1. Awasi nadi, tekanan darah, dan nafas tiap 60 menit2. Pengobatan yang diberikan : Tramadol 3 x 100 mg IV mulai jam 15.00 WIB Metoclopramide 5 mg (IV) jika perlu 3. Infus yang diberikan : RD5 : RL = 1 : 3 (diberikan 20 tetes per menit)

9

Infus dicabut/dihentikan jika sudah tidak ada lagi penggunaan obat IV dan pasien sudah stabil.

4. Pasien boleh makan dan minum bertahap jika pasien sudah sadar penuhdan refleks menelan baik, tidak mual maupun muntah

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKAI. ANESTESIA UMUM

A. Definisi1Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri: 1. Hipnotik 2. Analgesia 3. Relaksasi otot. Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu bebas, berjalan lancar, dan teratur.

B. Penilaian dan Persiapan Pra AnestesiaTujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.1 Penilaian Prabedah1 1. Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek samping obat. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan intubasi. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut mallampati dibagi menjadi 4 gradasi.

Gradasi Mallampati 2

11

Gradasi 1 2 3 4

Pilar faring + -

Uvula + + Gradasi Mallampati 1

Palatum mole + + + -

Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien. 3. Pemeriksaan Laboratorium Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini. 4. Klasifikasi Status Fisik Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat digolongkan menjadi 5 yaitu : ASA 1 ASA 2 ASA 3 ASA 4 ASA 5 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam Dalam keadaan darurat (emergensi), pasien yang dinilai dengan status ASA dapat ditandai dengan simbol atau huruf E. Misalnya, pada pasien yang sehat secara fisiologik, psikiatrik dan biokimia tetapi harus dilakukan tindakan emergensi maka ditandai dengan ASA 1E. 5. Masukan Oral Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan

12

untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4 6 jam dan pada bayi 3 4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia. 6. Premedikasi Premedikasi ialah pemberian obat 1 2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesia, di antaranya : meredakan kecemasan dan ketakutan memperlancar induksi anestesia mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus meminimalkan jumlah obat anestetik mengurangi mual-muntah pasca bedah menciptakan amnesia mengurangi isi cairan lambung mengurangi refleks yang membahayakan Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien.

C. Teknik AnestesiaTeknik anestesia umum yakni : 1. Anestesia umum intravena Di mana dilakukan penyuntikkan obat-obat anestesia parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena, baik obat yang berkhasiat hipnotik, analgetik, maupun pelumpuh otot.3

2. Anestesia umum inhalasiDilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat-obatan anestesia inhalasi berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/mesin anestesia langsung ke udara inspirasi.3 Teknik anestesia umum inhalasi terdiri atas3 : inhalasi sungkup muka

13

inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas spontan inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas kendali

3. Anestesia imbang yakni mempergunakan kombinasi obat-obatan intravena maupunanestesia inhalasi atau kombinasi teknik anestesia umum dengan analgesik regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.3 Indikasi anestesi umum :

Infant dan anak usia muda Dewasa yang memilih anestesi umum Pembedahannya luas/ekstensif Penderita sakit mental Pembedahan lama Pembedahan di mana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan Riwayat penderita toksik/alergi obat anestesi lokal

C. Peralatan Anestesi1Peralatan anestesi adalah alat-alat anestesi yang digunakan untuk menghantarkan oksigen dan obat anestetik inhalasi, mengontrol ventilasi, serta memonitor fungsi peralatan tersebut. Peralatan anestesi dapat bervariasi dari yang paling sederhana seperti alat untuk memberi anestesi eter dengan tetes terbuka atau open drop, sampai alat modern yang dilengkapi dengan ventilator dan alat-alat monitor fungsi fisiologis yang diatur dengan komputer. Mesin Anestesi Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara umum mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu:

1. Komponen 12.

: sumber gas, penunjuk aliran gas (flowmeter), dan alat penguap (vaporizer). : sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan sistem Magill.

Komponen 2

3. Komponen 3

: alat yang menghubungkan sistem napas dengan pasien, yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea (endotracheal tube).

Semua komponen mesin anestesi harus tersedia tanpa memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai sebagai persiapan untuk kemungkinan pemakaian anestesi umum, selain itu sumber oksigen dan.peralatan bantu ventilasi (self-inflating bag seperti Ambu Bag) harus tersedia untuk semua prosedur anestesi.

14

D. Persiapan Obat 1. PREMEDIKASI Obat-obat yang digunakan sebagai premedikasi yaitu golongan3: a. Sedativa b. Analgesik narkotika c. Tranquilizer d. Anti kolinergik Midazolam4 Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin. Yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, lorazepam, dan midazolam. Dengan dosis induksi anesthesia, kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia retrograd, tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan Flumazenil. Peggunaan : premedikasi, sedasi sadar, obat induksi, suplementasi anesthesia. Dosis : Premedikasi :

IM 2.5 10mg (0.05-0.2mg/kgBB) Per Oral 20-40mg (0.5-0.75mg/kg).Gunakan larutan injektat potensi

tinggi (5mg/ml). encerkan dalam 3-5ml sari apel atau minuman cola bersendawa. Atropin 0.03mg/kg PO dapat ditambahkan untuk mengurangi sekresi.

Intranasal

0.2-0.3mg/kg.

gunakan

larutan

injektat

potensi-tinggi

(5mg/ml).

Rectal 15 -20mg (0.3-0.35mg/kg). encerkan dalam 5ml NS.

Sedasi sadar :

IV, 0.5-5 mg (0.025-0.1 mg/kg). Titrasi lambat hingga efek yang

diinginkan (contohnya, awitan bicara tidak jelas). Pernapasan dan fungsi jantung harus di monitor secara kontinu. Induksi :

IV, 0.05-0.35mg/kg

15

Infus, 0.25g/kg/menit

Antikonvulsan :

IV/IM, 2-5mg (0.025-0.1 mg/kg) setiap 10-15 menit seperti yang

diperlukan. Eliminasi : Ginjal Pengenceran untuk infus :

15mg dalam 250 ml D5W atau NS (60g/ml)

Farmakologi Benzodiasepin aksi-pendek ini memiliki sifat ansiansietas, sedatif, amnesik, antikonvulsan, dan relaksan otot skeletal. Transmisi neuromuskuler tidak dipengaruhi tidak dipengaruhi, dan aksi obat-

obatan nondepolarisasi tidak berubah. Memiliki sifat larut dalam air sehingga mempermudah pencampuran intravena, dan

sifat lipofilik yang memperkecil iritasi venosa. Efek sedasi midazolam timbul lebih cepat dibanding diazepam. Mula kerja

midazolam juga lebih cepat, dan potensinya lebih besar dengan metabolit yang aktif sehingga midazolam lebih disukai untuk induksi dan mempertahankan amnesia. Farmakodinamik Midazolam menekan ventilasi dan mengurangi tahanan vaskular perifer dan tekanan darah.

Midazolan mempunyai khasiat sedasi dan anti cemas yang bekerja pada sistem

limbik dan pada ARAS serta bisa menimbulkan amnesia anterograd. Pada dosis kecil bersifat sedatif, sedangkan dosis tinggi sebagai hipnotik. Pada dosis kecil yang diberikan secara IV, menimbulkan depresi ringan yang tidak serius. Bila dikombinasikan dengan narkotik menimbulkan depresi napas yang lebih berat. Pada dosis kecil, pengaruhnya kecil sekali pada kontraksi maupun denyut jantung, akan tetapi pada dosis besar menimbulkan hipotensi yang disebabkan oleh efek dilatasi pembuluh darah. Farmakokinetik Aksi Awitan : IV (30 detik 1 menit), IM (15 menit).

16

Efek Puncak

: IV (3-5 menit), IM (15-30 menit), Per Oral (30 menit), Intranasal (10 menit),

Rektal (20-30 menit).

Lama Aksi

: IV / IM (15-80 menit), PerOral / Rektal (2-6 jam).

Interaksi/toksisitas Efek Samping

: Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alkohol, narkotik,

sedatif, anestetik volatil; efeknya diantagonis oleh Flumazenil Kardiovaskular : Takikardi, episode vasovagal, kompleks ventrikuler premature, hipotensi.

Pulmoner

: Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi. : Euforia, delirium bangkitan, bangkitan yang diperpanjang, gerakan tonik-klonik, agitasi,hiperaktivitas.

SSP

Gastrointestinal : Salivasi, muntah, rasa asam. Dermatologik : Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

Fentanyl4 Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid dengan lama kerja sedang ( 30 menit), yang menimbulkan efek analgesia anestesia yang lebih kuat dengan depresi napas yang lebih ringan. Dosis : Analgesia

Induksi

IV / IM, 25 - 100g (0.72-2g/kg)

Bolus IV, 5-40g/kg atau Infus 0.25-0.2g/kg/menit selama 20 menit. Dosis dititrasi sesuai

dengan respon pasien. Untuk menghindari kekakuan dinding dada berikan relaksan otot secara serentak dengan dosis induksi Anestetik tunggal

17

Eliminasi Farmakologi

IV, 50-150g/kg (dosis total) atau Infus, 0.25-0.5g/kg/menit : Hati

Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanyl 75-125 kali lebih poten disbanding morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanyl dibanding morfin. Depresi dan ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lama disbanding analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anestetik tunggal. Farmakodinamik menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolisme otak, dan tekanan intracranial. Fentanyl (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik local pada blok saraf tepi.

Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anestetik local yang lemah (dosis yang tinggi menekan hantaran saraf) dan efeknya terhadap reseptor opiat pada terminal saraf tepi) Farmakokinetik

Aksi awitan

: IV (dalam 30 detik), IM ( 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsive jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Farmakokinetik Waktu awitan : 7-10 menit Durasi Metabolisme Ekskresi : tergantung konsentrasi darah saat dihentikan : Hepar minimal (< 0.2%) : Ekshalasi gas

22

Efek samping

hari

Kardiovaskuler Sistem saraf pusat

: aritmia, hipotensi, depresi miokard, takikardi : perubahan mood dan kognitif selama beberapa

Endokrin & metabolik : penurunana kolesterol, hiperglikemia, hiperkalemia Gastrointestinal Hematologic Hepar Renal Respiratory : Ileus, mual, dan muntah : Leukositosis : disfungsi hepar dan hepatitis (jarang) : penurunan BUN, kreatitinin meningkat : depresi napas, laringospasme akibat iritasi

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap isoflurane. N2O (Gas gelak, laughing gas, nitorous oxide)3,4 Tujuan : sedasi ,analgesi, dan amnesia. Dosis : Dewasa 25-50% N2O dengan oksigen. Untuk anestesi umum 40%-70% melalui ETT atau sungkup muka. Farmakologi Dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1.5 kali berat udara.

Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25% Bersifat anestetik lemah tetapi analgesianya kuat.

Farmakodinamik

N2O menginhibisi aksi potensil system saraf pusat secara parsial. N2O juga dapat

meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intracranial seta menurunkan aliran darah hepar dan ginjal.

Pada akhir anestesi N2O dihentikan, maka N2O akan cepat mengisi alveoli

sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi maka diberikan O2 selama 5-10 menit. Farmakokinetik

23

Awitan aksi Absorpsi Metabolisme Ekskresi

: inhalasi 2-5 menit : cepat melalui paru : tubuh 5tahun dengan balon (cuff). Pada orang dewasa, digunakan pipa endotrakeal dengan diameter internal yang besar untuk mengurangi resistensi pernapasan. Diameter internal pipa untuk laki-laki

31

dewasa biasanya berkisar 8,0 - 9,0 mm dan wanita 7,5 - 8,5 mm. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 - 23 cm.

A = AirwayPipa mulut-faring (guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (nasotracheal airway) untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar dan menahan lidah agar tidak menyumbat jalan nafas.

T = TapePlester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I = IntroducerMandrin atau Stilet dari kawat dibungkus plastik yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C = connectorPenyambung antara pipa dan peralatan anestesia.

S = SuctionPenyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya. Kesulitan Intubasi1 : Leher pendek berotot Mandibula menonjol Maksila/ gigi depan menonjol Uvula tidak terlihat (mallampati 3 atau 4) Gerak sendi tempo-mandibular terbatas Gerak vertebra servikalis terbatas.

Komplikasi intubasi1:

Selama intubasi

trauma gigi-geligi laserasi bibir, gusi, laring merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)

32

intubasi bronkus intubasi esophagus aspirasi spasme bronkus

Setelah ekstubasi

spasme laring aspirasi gangguan fonasi edema glottis-subglotis infeksi laring, faring, trakea.

II. ANESTESIA UMUM DENGAN INTUBASI NAFAS TERKENDALI1,3Anestesi umum dengan ETT napas kendali adalah suatu teknik anestesi umum dimana volume tidal serta rasio ekspirasi dan inspirasi dikendalikan dan disesuaikan dengan kebutuhan penderita. Pipa endotrakeal dapat dimasukkan melalui oro atau nasotrakeal. Rata-rata yang digunakan no. 7.5 untuk pipa orotrakheal dan no. 7 untuk pipa nasotrakeal. Untuk anak ukuran ini rata- rata sebesar jari kelingking. Dengan tehnik ini, pasien dalam keadaan terdepresi nafas sempurna, sehingga pasien membutuhkan bantuan nafas penuh. Batasan3 : Pemakaian salah satu kombinasi obat-obatan secara inhalasi melalui ETT dan pemakaian obat pelumpuh otot non-depolarisasi, selanjutnya dilakukan nafas kendali. Indikasi anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali :

untuk tindakan operasi yang lama (> 1 jam) kraniotomi torakotomi laparotomi operasi dengan posisi khusus, misalnya posisi miring pada operasi ginjal

Kontraindikasi : bila pasien mempunyai kontraindikasi terhadap obat yang digunakan Tatalaksana3 :

33

1. pasien telah dipersiapkan sesuai dengan pedoman 2. pasang alat pantau yang diperlukan 3. siapkan alat-alat dan obat resusitasi 4. siapkan mesin anestesia dengan sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang digunakan 5. induksi dengan obat intravena 6. berikan obat pelumpuh otot intravena untuk fasilitas intubasi 7. berikan nafas buatan melalui sungkup muka dengan oksigen 100% mempergunakan fasilitas mesin anestesi, sampai fasikulasi hilang dan otot rahang relaksasi 8. lakukan laringoskopi dan pasang ETT 9. fiksasi ETT dan hubungkan dengan sirkuit mesin anestesi 10. berikan salah satu kombinasi obat inhalasi 11. kendalikan nafas pasien secara manual atau mekanik dengan volume dan frekuensi nafas yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. 12. Pantau tanda vital secara kontinyu dan periksa analisis gas darah bila ada indikasi 13. Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas/obat anestesia inhlasi dan berikan oksigen 100% (4 8 L/menit) selama 2 5 menit 14. Berikan neostigmin dan atropin 15. Ekstubasi ETT dilakukan jika pasien sudah bernafas spontan dan adekuat, serta jalan nafas (mulut, hidung, dan ETT) sudah bersih

34

BAB IV PEMBAHASAN KASUSI. Kondisi Pasien Pasien wanita, 37 tahun, datang ke RSPAD tanggal 7 Desember 2011 dengan rencana operasi kolesistektomi per laparoskopi e.c kolesistitis kronik. Keadaan pasien baik, kesadaran compos mentis. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang, diperoleh gambaran mengenai status pasien. Status fisik pra anestesi masuk dalam kategori ASA II, yaitu pasien memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain penyakit yang akan dioperasi, di mana dari pemeriksaan yang ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan penunjang, pasien memiliki riwayat penyakit jantung dengan EKG RBBB inkomplit. Berdasarkan status fisik pasien tersebut dan jenis pembedahan yang akan dilakukan, jenis anestesi yang paling baik digunakan adalah anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali. Keuntunganya adalah6 : Jalan nafas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur, dan terhindar dari trauma terhadap operasi Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai kebutuhan operasi Walaupun pulih sadar lebih cepat dengan kondisi nafas spontan, akan tetapi alasan yang paling utama dipilihnya teknik anestesi ini adalah karena pembedahan yang hendak dilakukan antara lain laparoskopik. Operasi laparoskopi akan mempengaruhi fungsi paru, berhubungan dengan teknik laparoskopi yaitu memenuhi peritoneum dengan CO 2 bertekanan tinggi. Teknik ini mengakibatkan tekanan intraabdominal yang tinggi sehingga mendorong diafragma ke atas. Perubahan ini akan lebih berat pada pasien dengan obesitas maupun pasien dengan riwayat kebiasaan merokok yang lama. Solubilitas tinggi CO2 meningkatkan absorpsi sistemik oleh vaskular peritoneum. Kelarutan CO2 yang tinggi serta tidal volume yang menurun akan menyebabkan compliance paru-paru menurun, sehingga level CO2 arteri meningkat, dan menurunkan pH.6 Sebenarnya, operasi laparoskopi sendiri dapat menggunakan berbagai teknik anestesi, antara lain : infiltrasi dengan sedasi intravena, epidural, spinal, atau anestesi umum. Akan tetapi, penggunaan epidural maupun spinal dapat merugikan karena memerlukan kelumpuhan otot secara total hingga segmen yang tinggi (T2) untuk mencegah iritasi terhadap diafragma.6 Penggunaan teknik anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali pada prosedur laparoskopi sangat digemari karena berbagai alasan, antara lain6 : Menurunkan risiko regurgitasi akibat tekanan intraabdominal yang tinggi

35

Keperluan untuk mengontrol ventilasi untuk mencegah hiperkapnea Keperluan untuk mempertahankan tekanan puncak inspiratorik yang tinggi karena pengisian peritoneum dengan gas CO2 Keperluan untuk kelumpuhan otot selama operasi untuk menurunkan tekanan insuflasi Memberikan ventilasi yang lebih baik Mencegah gerakan pasien yang tidak diharapkan

II. Obat-obatan Yang Diberikan Untuk premedikasi, diberikan : 1. Midazolam Dosis yang diperlukan : 0,05 0,1 mg x 51 kg = 2,55 5,1 mg Sediaan Midazolam 5 mg/mL, 1 ampul berisi 3 mL. Dosis yang digunakan pada pasien ini 2,5 mg, diberikan melalui IV line. Tujuan pemberian Midazolan ialah untuk menenangkan pasien sebelum operasi dan juga memberikan efek amnesia yang lebih baik daripada golongan benzodiazepine yang lain. Selain itu, waktu awitan dari obat ini cepat yaitu 2-3 menit, dan memiliki durasi yang pendek sekitar 1 jam sehingga cocok untuk pasien dengan tindakan operasi yang singkat.4 2. Pethidine Dosis yang diperlukan : 0,2 0,5 mg x 51 kg = 10,2 25,2 mg Sediaan Pethidine Dosis yang digunakan pada pasien ini 60 mg, diberikan melalui IV line dengan tujuan memberikan rasa nyaman dengan memberikan efek analgetik. Dipilih Pethidine karena tidak mempengaruhi system kardiovaskular, tidak menghambat kontraksi miokard, dan tidak mengubah gambaran EKG, sehingga cocok dengan pasien ini yang memiliki kelainan pada EKGnya.5 Untuk induksi, diberikan : 1. Propofol Dosis yang diperlukan : 2 2,5 mg x 51 kg = 102 127,5 mg Sediaan Propofol 10 mg/mL, 1 vial berisi 20 mL. Dosis yang digunakan 100 mg, dengan efek sedatif dan menimbulkan anesthesia, dengan pemulihan yang cepat, dan pasien segera merasa lebih baik. Propofol menurunkan arteri sistemik kira-kira 30% tetapi efek ini lebih disebabkan oleh vasodilatasi perifer ketimbang penurunan curah jantung. Tekanan darah sistemik kembali normal dengan intubasi trakhea. Propofol tidak menimbulkan aritmia maupun iskemia otot jantung, tetapi terjadi sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Efek propofol terhadap pernafasan sama dengan efek

36

thiopental sesudah pemberian IV yakni terjadi depresi nafas sampai apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat bila digunakan opioid sebagai medikasi pra anastetik.3 Untuk pelemas otot, digunakan :

1. RokuroniumDosis yang diperlukan : 0,6 1 mg x 51 kg = 36 51 mg Sediaan Rokuronium 10 mg/mL, 1 ampul berisi 5 mL. Dosis yang digunakan 35 mg, karena untuk intubasi dibutuhkan relaksasi otot. Rokuronium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi intermediate acting, dengan onset 2-3 menit dan durasinya bekisar 30 60 menit. Pemilihan Rokuronium didasarkan pada efek samping pada kardiovaskular sangat sedikit dibandingkan dengan atracurium, sehingga baik untuk digunakan pada pasien yang menderita penyakit jantung.6 Sebagai maintenance, digunakan gas anestesi inhalasi, berupa :

1. IsofluraneEfek pada kardiovaskular isoflurane paling ringan dibandingkan obat anestesi inhalasi yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relative stabil selama anestesi. Dengan demikian, merupakan obat pilihan untuk anesthesia pasien yang menderita kelainan kardiovaskular.3

2. N2ON2O merupakan analgesik kuat dan anestetik lemah yang digunakan dalam kombinasi dengan anestetik lain. Kelarutan N2O sangat rendah sehingga keadaan terjaga dan eliminasi lebih cepat. Pemberian gas pertama yang diabsorpsi dengan cepat pada konsentrasi tinggi akan mempermudah kecepatan peningkatan konsentrasi alveolar dari gas kedua yang diberikan secara bersamaan, suatu fenomena yang disebut efek gas-kedua. Efek ini paling menonjol ketika diberikan dengan anestetik volatile. Kombinasi ini terjadi penurunan curah jantung, tahanan vascular sistemik meningkat dan peningkatan tekanan perifer.3,4 3. O2 Obat-obat lain yang digunakan : 1. Dexamethasone Dosis pemberian Dexamethasone sebagai anti inflamasi 0.5-2 mg/kg/hari IV dibagi selama 6-12 jam. Dexamethasone digunakan sebagai anti inflamasi dan agen imunosupresi pada pasien dengan berbagai macam penyakit yaitu alergi, dermatologi, endocrin, hematologi, neoplastik, dan lain-lain.5 Pada pasien ini dengan berat badan 51 kg dapat diberikan dengan dosis 10 mg dikarenakan pasien mengalami kemerahan (flushing) dan tanda-tanda alergi setelah diberikan rokuronium secara intravena.

37

2. Reverse : prostigmin Dosis pemberian Neostigmine sebagai reversal dari non-depolarisasi neuromuscular adalah I.V.: 0.5-2.5 mg; tidak boleh lebih dari 5 mg; diberikan bersama atropine. Pemberian Neostigmine dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin pada neuromuscular junction, serta memberikan efek muskarinik seperti bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran cerna, pembentukan secret jalan nafas dan kelenjar liur, bronkospasme, berkeringat dan miosis.4 3. Atropine Dosis pemberian Atropine sebagai reversal dari non-depolarisasi neuromuscular adalah I.V.: 25-30 mcg/kg sekitar 30-60 detik sebelum Neostigmine diberikan. Pemberian Atropine dapat digunakan pengobatan bradikardia sinus, vagolitik (premedikasi),reverse dari blockade neuromuskuler (blockade efek muskarinik antikolinesterase), terapi tambahan untuk bronkospasme dan tukak lambung yang merupakan efek samping dari pemberian neostigmine sehingga gejala yang tidak diinginkan dapat dihindari.4 III. Kebutuhan Cairan Berat badan Lama puasa : 51 kg : 8 jam : 4 x 10 kg = 40 mL 2 x 10 kg = 20 mL 1 x 31 kg = 31 mL 91 mL/jam Untuk mengganti cairan selama puasa (pasien puasa dari pukul 23.00 tanggal 7 Desember 11 sampai pukul 10.00 Tanggal 8 Desember11) Stress operasi : operasi kecil (4 6 mL/kgBB) = 4 6 mL x 51 kg = 204 306 mL/jam Kebutuhan cairan jam I Kebutuhan cairan jam II Kebutuhan cairan jam III : rumatan + stress operasi + puasa : 91 mL + 204 mL + 500,5 mL = 795,5 mL : rumatan + stress operasi + puasa : 91 mL + 204 mL + 250,25 mL = 545,25 mL : rumatan + stress operasi + puasa = 545,25 mL RL I RL II 500 mL 500 mL = lama puasa x rumatan = 11 jam x 91 mL = 1001 mL

Rumatan kebutuhan cairan / jam

Jumlah infus yang digunakan :

38

RL III IV. Kesimpulan

500 mL

1. Pada kasus ini, pasien didiagnosis kolesistitis kronik, dan dilakukan pembedahan kolesistektomi per laparoskopi. Dilakukan anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali, dengan status fisik ASA II. 2. Selama anestesi dan operasi tidak didapati kendala. 3. Setelah operasi selesai, pasien disadarkan kembali, dan segera dipindahkan ke ruang pulih adar. Berdasarkan criteria penilaian pulih sadar menurut Aldrette, didapatkan penilaian pulih sadar 8, yang mempunyai arti pasien dibolehkan untuk dipindah ke ruang perawatan.

39

DAFTAR PUSTAKA1. Said A.L, Kartini A.S, M.Ruswan D. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua. Jakarta:Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2001.

2. Anonym. Mallampati Score. Updated March 10th, 2010. Downloaded December 17th, 2011.Downloaded from http://www.wiskom.com/images/Mallampati.jpg. 3. Mangku Gde, Tjokorda G.A.S. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta : PT.Indeks. 2010.

4. Sota Omoigui. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Edisi kedua. EGC. 1997. 5. Tim Editor FKUI. Farmakologi dan Terapi; Obat susunan saraf pusat. Jakarta: DepartemenFarmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007.

6. Morgan GE, Mikhail MS & Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed. United States ofAmerica: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2006.

40