print +jilid biru.docx
TRANSCRIPT
TUGAS SISTEM
ENDOKRIN
Oleh Kelompok VI
1. Lale eka budiani
2. Ulva anggraini
3. Diah fitriani
4. Risa pramudita
5. Bq. Nurlaela sumawardani
6. Eva sugiarti
7. M. awaluddin
8. Adis
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
MATARAM
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan asuhan keperawatan dengan judul “
pembedahan kantung empedu, kista dan tumor pankreas “ dapat kami selesaikan sengan
jadwal yang telah direncanakan. Terdorong oleh rasa ingin tahu, kemauan, kerjasama
dan kerjakeras, kami serahkan seluruh upaya demi mewujudkan keinginan ini.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan untuk
melengkapi dan menyempurnakan suatu mata kuliah.
Penulis menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan baik cara penulisan ataupun penyusunanya. Oleh karena itu kami, mohon
maaf dan sangat mengharapkan masukan yang sifatnya membangun demi untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari pula, bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari sukungan
serta bantuan baik berupa moral maupun material dari semua pihak terkait. Oleh kerena
itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih banyak kepada
Dosen pembimbing dan rekan mahasiswa yang memberikan masukan dan petunjuk
serta saran-saran yang baik.
Mataram, Mei 2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di
Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus
ribu penderita ini menjalani pembedahan. Dua per tiga dari batu empedu adalah
asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang
menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala
simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri
kolik pada episode selanjutnya. Risiko penderita batu empedu untuk mengalami
gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu
menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala
dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG,
atau saat operasi untuk tujuan yang lain
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi
batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Pada
beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran
empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran
empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan
dengan pasien di negara Barat.
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi
komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu
asimtomatik.
3
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari
batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat
atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus
menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran
empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar
yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri,
yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus
komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada
banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk
ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran
dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati.
Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi
setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan
di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan
garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam
kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara
berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui
kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal
kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam
duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk
menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.
Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah
pembentukan batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua
keadaan ini biasa timbul sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan. (Sjamsuhidajat R,
2005)
5
2.2 Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu
yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di
dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi
72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran
empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan
komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu
empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol
lebih dari 80% (Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
2.3 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun
yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu,
komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis.
Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
6
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih,
baru orang Afrika)
2.4 Klasifikasi
Menurut Lesmana L, 2000 dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I gambaran
makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga)
golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan
3 faktor utama :
1. Supersaturasi kolesterol
2. Hipomotilitas kandung empedu
3. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
4. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat
7
terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi
parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas
dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang
tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara
infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu
yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu
pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam
kandung empedu dengan empedu yang steril.
Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala
klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non
spesifik, intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang
tidak jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa
terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier
dan obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik
bilier yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit
sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke
punggung. Nyeri sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu
yang tidak beraturan. Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran
8
penting adanya kolelitiasis. Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun
nyeri mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya
menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya
obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai usaha
untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau
epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan
atas yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala
klinik yang timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice,
failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan
gejala asimptomatik. Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum terjadi
pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak
teratur dan beratnya serangan sangat bervariasi. Pada pemeriksaan fisik mungkin
tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului
nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada kandung empedu.
Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung
empedu, kolangitis duktus dan pankreatitis. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis
sering berupa kolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang
dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertai teraba masa pada lokasi nyeri
tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas yang
dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphy’s sign) berupa
napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi
dalam di daerah subkosta kanan.
2.6 Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu
pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga
tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.
9
Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari
garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam
empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel
yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion
ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya
enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang
bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
↓
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
↓
Presipitasi / pengendapan
↓
Berbentuk batu empedu
↓
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi
10
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat,
dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,
pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan
mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan
isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan
bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
empedu telah menebal. (Williams 2003)
ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.
(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
11
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.
2.8.1 Penatalaksanaan Nonbedah
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu
sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik,
analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala
akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
kondisi pasien memburuk (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
Manajemen terapi :
a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
b. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
c. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
d. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
e. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam
pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih
banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang.
12
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien
dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan
mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi.
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4
batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. Pada anak-
anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko
tinggi untuk menjalani operasi.
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut
ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar
atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat
khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan
batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu
4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu
tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG
2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis
biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
13
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke
dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi.
Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP
dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari
4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami
komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan
perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
2.8.2 Penatalaksanaan Bedah
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti
oleh kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi.
80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil
resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal)
dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak
ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
14
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi
lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik pasien yang tanpa gejala
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan
batu empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.
15
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi
2.10 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2
cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak
yang menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen akan semakin
memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan
kolesistektomi.
16
BAB III
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah dirawat atau diobati sebelumnya dengan
penyakit yang sama.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji pola makan kebiasaan keluarga yang kurang baik seperti
menyimpan dan menyiapkan makanan, pola diet, pola sanitasi yang kurang
(cuci tangan) dan pola memasak makanan.
17
5. Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
d. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan;
tanda murphy positif.
f. Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).Kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K).
g. Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya
kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan
diet/penurunan berat badan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis dan
membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus (Ignatavicius,
1991).
Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:
18
Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat infeksi
dan peradangan
Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya dalam
sistem saluran empedu
X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang
divisualisasikan ke layar monitor.
Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan melalui
teknik kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk ingesti dan absorpsi.
3. Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan (mual, muntah,
drainase selan yang berlebihan)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 :
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri berkurang
Menunjukkan keterampilan relaksasi mempertahankan ekspresi yang rileks.
Intervensi :
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala0-10) dan karakter nyeri (menetap,
hilang timbul, kolik).
Rasional:
Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya
komplikasi, dan keefektifan intervensi
19
2. Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi,
latihan napas dalam.
Rasional:
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping.
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional:
Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan
intraabdomen.
DX II :
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk ingesti dan absorpsi
INTERVENSI
1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat,perhatikan haluaran kurang dari
masukan, peningkatan berat jenis urine.Kaji membrane mukosa/kulit, nadi
perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional :
Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian
2. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen,
kelemahan, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif
atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
Rasional:
Muntah berkepanjangn, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat
menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida.
DX III :
Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan
(mual,muntah,drainase selan yang berlebihan)
INTERVENSI
1. Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati,menolak bergerak.
Rasional:
20
Tanda non-verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan
pencernaan, nyeri gas.
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang napsu makan
sampai minimal.
Rasional :
Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah
membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.
3. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan
berbau.
Rasional :
Untuk meningkatkan napsu makan/menurunkan mual
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan keperawatan yang
sesuai dengan tujuan yang spesifik.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP.
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien
21
ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS
A. Pengkajian
Tanggal masuk : 5 mei 2015
Jam pengkajian : 15. 00 WIB
No. RM : 891767
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Tempat tanggal lahir : 08 April 1957
Umur : 60 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sumodilagan, Joyosuran 04/09 Ps. Kliwon
Surakarta
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. M
Umur : 46 th
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sumodilagan, Joyosuran 04/09 Ps. Kliwon
Surakarta
Hubungan dng pasien : Istri
2. Keluhan utama
nyeri pada perut kanan atas
3. Riwayat keperawawatan
22
a. Riwayat keperawatan sekarang
Pasien dengan keluhan perut nyeri pada kanan atas sejak 5 tahun yang
lalu, nyeri seperti ditusuk-tusuk menjalar sampai ke pinggang, nyeri
dirasakan hilang timbul kadang nyeri hilang sendiri, kemudian pasien
memeriksakan diri ke dokter di USG dan di diagnosis batu empedu
kemudian klien diminta untuk melakukan operasi
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan belum pernah mondok di RS, bila pasien sakit sering
dibawa ke dokter dan setelah di diagnosis batu empedu pasien siap untuk
dioperasi
c. Riwayat keperawatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti yang diderita oleh pasien, keluarga pasien tidak ada yang menderita
penyakit keturunan dan menular.
4. Pola fungsional (Gordon)
a. biologis
1) Pola oksigenasi
sebelum sakit : pasien tidak ada gangguan dalam bernafas.
Selama sakit : Pasien juga tidak ada gangguan dalam bernafas, tidak
terpasang O2, bernafas 20 x/menit,
2) Pola cairan dan elektrolit
Sebelum sakit : pasien sehari minum ± 1500 cc air putih, dan ± 200 cc
teh hangat tiap pagi hari.
Selama sakit : Pasien mendapatkan cairan dari infus RL 20 tpm, sehari
sebanyak 2000 cc/hari, dari minum sebanyak ± 1000 cc
per hari.
3) Pola nutrisi
Sebelum sakit : pasien makan 3 x sehari dengan porsi sedang dengan
nasi, lauk dan sayur.
Selama sakit : pasien makan 3 x sehari dengan ¼ porsi dari porsi rumah
sakit ± 75 cc, diit 1700 k.kalori, diit rendah lemak,
pasien mengatakan mual dan tidak nafsu makan
23
4) Pola eliminasi
Sebelum sakit : pasien BAB 1 x sehari, kebiasaan pada pagi hari dengan
konsistensi lembek, warna kuning dan berbau khas. BAK
: ± 5-6 x/hari, dengan warna kuning jernih dan berbau
khas.
Selama sakit : pasien selama sakit BAB 3 kali, dengan konsistensi ±
1000 cc, lembek, warna seperti dempul dan berbau khas.
BAK : ± 4-5 x/hari, warna gelap seperti teh ± 1000-1500
cc
5) Pola keamanan dan kenyamanan
Sebelum sakit : pasien tidak ada masalah dengan keamanan, pasien
merasa tidak nyaman bila sakitnya kambuh.
Selama sakit : selama di RS pasien merasa aman karena selalu ditunggui
oleh keluarganya, pasien kurang nyaman dengan
keadaannya saat ini, karena nyeri yang dirasakannya.
6) Pola personal hygiene
Sebelum sakit : pasien mandi 2 x/hari, gosok gigi 2 x/hari, keramas 2
x/minggu, melakukan personal hygiene secara mandiri
Selama sakit : pasien mandi disibin oleh keluarga 1 x/hari, gosok gigi 2
x/hari, selama di RS belum pernah keramas.
7) Pola istirahat tidur
Sebelum sakit : pasien istirahat ± 2jam/hari, tidur malam ± 5 jam/hari,
tidur siang ± 1 jam/hari.
Selama sakit : pasien istirahat ± 4 jam/hari, tidur malam ± 8 jam/hari,
tetapi sering terbangun, tidur siang ± 3 jam/hari.
8) Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : pasien beraktivitas secara mandiri.
Selama sakit : pasien beraktivitas dibantu oleh keluarga.
9) Konsep diri
Gambaran diri : pasien tidak merasa malu dengan keadaannya saat ini
Ideal diri : pasien menerima sakitnya saat ini dan akan berusaha
semaksimal mungkin untuk kesembuhannya.
24
Harga diri : pasien tidak merasa harga dirinya terganggu dengan
keadaannya saat ini
Peran diri : pasien berperan sebagai seorang suami dan ayah dari 3 orang
anak
Identitas diri : pasien mengakui sebagai seorang laki-laki sepenuhnya
b. Psikologis
Pasien cemas dengan keadaanya saat ini, karena sudah lama mondok di RS,
dan pasien selama di rS tidak dapat bekerja
c. Sosial
Pasien mengatakan bahwa hubungan dengan keluarga dan masyarakat
sekitar baik, interaksi antara anggota keluarga dan masyarakat sekitar
terjalin baik.
d. Spiritual dan kultur
Pasien beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai agama yang
dianutnya, tidak ada budaya yang bertentangan dengan kesehatan.
e. Pengetahuan
Pasien mengatakan mengetahui sedikit-sedikit tentang penyakitnya saat ini.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda vital : TD : 140/80 mmHg N : 95 x/menit
S : 37°C Rr : 20 x/menit
BB sebelum : 63 kg
BB sekarang : 60 kg
d. Kepala : Tidak ada massa, kulit kepala kotor, rambut pendek, beruban.
e. Mata : Konjungtiva anemis, sklera an ikterik, fungsi penglihatan baik,
simetris kanan kiri
f. Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada gangguan fungsi
g. Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan fungsi
pendengaran
h. Mulut : Tidak ada stomatitis, bersih, tidak terpasang NGT
i. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
25
j. Dada
Jantung : I : IC tidak tampak
P : IC tidak kuat angkat
P : Batas jantung tidak melebar
A : BJ I = BJ II
Paru : I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor
A : Vesikuler
k. Abdomen :
P : Nyeri bertambah jika bergerak
Q : Ditusuk-tusuk,
R : Perut kanan atas post of luka operasi
S : Skala nyeri sedang (5)
T : Kadang hilang timbul, durasi ± 5 menit
Ekstremitas Atas : Terpasang infus pada tangan kanan
Bawah : Tidak mengalami gangguan pada ekstremitas bawah, tidak oedem
m. Genitourinaria : Bersih, tidak terpasang DC
n. Kulit : Sawo matang
o. BB sebelum : 63 kg
BB sekarang : 60 kg
6. Pemeriksaan penunjang 8 mei 2015
a. Hasil laboratorium
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokirt
Leukosit
Trombosit
13,0 gr/dl
4,62 100 ul
38,3 %
8,3 103 ul
97 103 ul
13,5-18,0 gr/dl
4,6-6,2 100 ul
40-54 %
4,5 – 11,0 103 ul
150 – 440 103 ul
Hasil laboratorium tanggal
26
Hemoglobine
Eritrosit
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
12,5 gr/dl
3,8 10° ul
31,5 %
7,8 103 ul
408 103 ul
Hasil laboratorium tanggal
Hemoglobine
Eritrosit
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
11,6 gr/dl
3,87 10° ul
34,2 %
5,1 103 ul
529 103 ul
7. Program terapi
a. Parenteral :
1) Ceftazidine 1 gr/12 jam
2) Hexer 500 mg/12 jam
3) Antrain 500 mg/8 jam
4) Neurobion 500 mg/24 jam
5) Infus RL : 20 tpm (2000 cc/hari)
6) Infus albumin 25 % 100 cc
7) Tranfusi PRC 4 kolf
b. Enteral :
1) Diit nasi 1700 k kalori, rendah lemah
2) Noperten 1 x 1 tablet 350 mg (malam)
3) Gemfibrosil 1 x 300 mg
4) Diltiazen 3 x 30 mg
5) Curcuma 3 x 1 tablet
6) Urdofalk 3 x 1 tablet
27
Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem
1.DS : - Pasien mengatakan nyeri pada perut kanan atas
P : Nyeri bertambah banyak bergerak
Q : Ditusuk-tusuk
R : Perut kanan atas post luka operasi
S : Skala nyeri sedang (5)
T : Kadang hilang timbul,
DO: - Pasien tampak meringis kesakitan
- TTV : TD : 140/80 mmHg, N : 95 x/menit, RR :
20 x/menit, S : 37,1°C
Nyeri akut Insisi bedah
abdomen
2DS : - Pasien mengatakan mual jika habis makan
- Pasien mengatakan nafsu makan menurun
DO: - BB sebelum 63 kg
- BB sekarang 60 kg
- Makan habis ¼ porsi RS (x241 75 cc)
Intake yang
tidak adekuat
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah abdomen
2. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
C. INTERVENSI ASUHAN KEPERAWATAN
N
o
Diagnosa
keperawatan
Tujuan intervensi rasional
1 Nyeri akut
berhubungan
dengan nyeri
akut
seteelahse setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2 x 24 jam
diharapkan nyeri
akut dapat teratasi
1. Observasi keadaan
umum dan tanda-
tanda vital
2. Observasi dan catat
tingkat atau skala
nyeri
1. Observasi Keadaan
umum dan ttv klien
untuk mengetahui
perkembangan
klien lebih lanjut
2. Untuk mengetahui
28
dengan kriteria
hasil :
1. Skala nyeri
berkurang atau
skala nyeri 0
2. Pasien tampak
rileks
3. Berikan posisi tirah
baring, biarkan
pasien melakukan
posisi yang
nyaman.
4. Ajarkan teknik
managemen
nyeri/relaksasi
5. Berikan obat sesuai
indikasi
tingkat nyeri yang
dialami pasien
3. tirah baring pada
posisi fowler
rendah
menurunkan
tekanan intra
abdomen, namun
pasien akan
melakukan posisi
yang
menghilangkan
nyeri secara
alamiah
4. meningkatkan
istirahat,
memusatkan
kembali perhatian,
dapat
meningkatkan
koping.
5. menghilangkan
reflex
spasme/kontraksi
otot halus dan
membantu dalam
manajemen nyeri.
2 nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
setelah ssssetelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2 x 24 jam
diharapkan nutrisi
1. Observasi atau
timbang BB sesuai
indikasi
2. Kaji pola makan
pasien
1. mengevaluasi
keefektifan rencana
diit
2. untuk mengetahui
tingkat pemasukan
29
dengan
intake yang
tidak
adekuat.
kurang dari
kebutuhan tubuh
dapat teratasi
dengan kriteria
hasil :
1. Nafsu
makan
bertambah
2. BB stabil
atau tidak
turun
3. Mual-
muntah
hilang
3. Berikan makan
selagi hangat
4. Anjurkan makan
sedikit tapi sering
5. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
pemberian diit
nutrisi klien
3. untuk
meningkatkan
nafsu
makan/menurunkan
mual.
4. Untuk tetap
menjaga masukan
nutrisi dalam tubuh
klien dan
menurunkan mual
5. berguna dalam
membuat
kebutuhan nutrisi
individual melalui
rute yang paling
tepat.
D. Implementasi
30
No Hari/tgl dx Implementasi Respon hasil paraf
1 08-05-
2015
08:30
1 1. mengbservasi keadaan umum
dan tanda-tanda vital
2. mengobservasi dan catat
tingkat atau skala nyeri
3. memberikan posisi tirah
baring, biarkan pasien
melakukan posisi yang
nyaman.
4. mengajarkan teknik
managemen nyeri/relaksasi
5. memberikan obat sesuai
indikasi
1. KU : lemah
TD : 130/80 mmHg,
S : 37°C, RR : 20
x/menit, N : 80
x/menit
2. Skala nyeri sedang
(4)
3. Pasien terlihat lebih
nyaman
4. Pasien mau
melakukan
5. Obat sudah diberikan
klien masih tampak
nyeri
08-05-
2015
09:00
1. Mengobservasi atau timbang
BB sesuai indikasi
2. Mengkaji pola makan pasien
3. Memberikan makan selagi
hangat sedikit tetapi sering
4. Berkolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian diit
1. Berat badan klien
masih seperti biasa
2. Klien makan
makanan yang
diberikan oleh rumah
sakit
3. Klien menghabiskan
porsi makanan yang
diberikan rumah
sakit
4. Diit yang diberikan
tinggi kalori tinggi
protein
E. EVALUASI
31
NO NO DX HARI/TANGGAL EVALUASI PARAF
1 I 09-05-2015
08:30
S : klien masih terlihat lemah
O: TD : 130/80 mmHg, S : 37°C,
RR : 20 x/menit, N : 80 x/menit
Skala nyeri sedang (4)
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Ajarkan tekhnik relaksasi
- Berikan posisi senyaman
mungkin
- Berikan obat sesuai indikasi
22 2II 09 -05-2015
08:30
SS :-
O: klien menghabiskan porsi yang
disediakan rumah sakit
A :Masalah teratasi
Pp : intervensi dihentikan
a
0
32
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN KISTA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
A. Anatomi Ovarium
Sebuah ovarium terletak disetiap sisi uterus, di bawah dan di belakang
tuba falopii. Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian
messovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi
dinding pelvis lateral kira-kira setinggi spina illiaka anterior superior, dan
ligamentum ovarii propium, yang mengikat ovarium ke uterus. Pada
palpasi,ovarium dapat digerakkan. Ovarium memiliki asal yang sama
(homolog) dengan testis pada pria.Ukuran dan bentuk ovarium menyerupai
sebuah almond berukuran besar. Saat ovulasi, ukuran ovarium dapat berubah
menjadi dua kali lipat untuk sementara. Ovarium yang berbentuk oval ini
memiliki konsistensi yang padat dan sedikit kenyal. Sebelum menarche,
permukaan ovarium licin. Setelah maturasi seksual, luka parut akibat ovulasi
dan ruptur folikel yang berulang membuat permukaan nodular menjadi kasar.
Gambar 1. Morfologi Ovarium
1. Margo Liberal ( margo yang bebas tanpa penggantung) dan Margo
Mesovaricus ( margo yang menempel pada mesovarium)
2. Ektremitas Uterina (superior) ujung yang yang dekat dengan uterus dan
Ekstremitas Tubaria (inferior) ujung yang dekat dengan Tubae Unterinae.
3. Facies Medialis ( Facies yang datar yang menghadap ke Tubae Uterinae) dan
Facies Latelaris ( facies yang lebih cembung yang menghadap ke
Ligamentum Suspensorium Ovarii)
Ligamen Ovarium terdiri dari:
1. Lig. Ovarii Propium : ligamentum yang membentang dari extremitas uterina
menuju ke corpus uteri disebelah dorsocaudal tempat masuknya tuba uterina ke
uterus.
33
2. Lig. Suspensorium Ovarii : ligamentum yang membentang dari extremitas
tubaria kearah cranial dan menghilang pada lapisan yang menutupi Musculus
Psoas Major
3. Lig. Mesovarium adalah ligamentum yg merupakan duplikat dari lapisan
mesenterica yang melebar ke arah dorsal
Vaskularisasi dan Inervasi Ovarium:
Ovarium mendapatkan vaskularisasi dari a. ovarica dan v. ovarica. Dimana v.
ovarica dextra akan bermuara ke VCI. Sedangkan v. ovarica sinistra akan bermuara
ke v. renalis sinistra lalu akan bermuara ke VCI. Ovarium dipersarafi oleh plexus
hypogastricus.
B. Fisiologi Ovarium
Ovarium adalah sepasang organ berbentuk kelenjer dan tempat
menghasilkan ovum. Kelenjer itu berbentuk biji buah kenari, terletak di kanan
dan kiri uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uteri. (Evelin, 200: 261).
Ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar dan diliputi oleh epitelium
germinativum yang berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta
folikel primordiial dan medula sebelah dalam korteks tempat terdapatnya
stroma dengan pembuluh darah, serabut sara dan sedikit otot polos. (Bobak.
1995: 25)
Fungsi ovarium adalah:
- Memproduksi ovum
Hormon gonodotrofik dari kelenjar hipofisis bagian anterior
mengendalikan (melalui aliran darah) produksi hormon ovarium. Hormon
perangsangfolikel (FSH) penting untuk awal pertumbuhan folikel de graaf,
hipofisis mengendalikan pertumbuhan ini melalui Lutenizing Hormon (LH)
dan sekresi luteotrofin dari korpus lutenum.
- Memproduksi hormon estrogen
Hormon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai
sesudah menopause (hormon folikuler) karena terus dihasilkan oleh
sejumlah besar folikel ovarium dan seperti hormon beredar dalam aliran
34
darah. Estrogen penting untuk pengembangan organ kelamin wanita dan
menyebabkan perubahan anak gadis pada masa pubertas dan penting untuk
tetap adanya sifat fisik dan mental yang menandakan wanita normal.
(Evelin, 2000: 262)
- Memproduksi hormon progesterone
Hormon progesteron disekresi oleh luteum dan melanjutkan pekerjaan yang
dimulai oleh estrogen terhadap endometrium yaitu menyebabkan
endometrium menjadi tebal, lembut dan siap untuk penerimaan ovum yang
telah dibuahi. (Bobak, 1995: 28)
C. Definisi
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling
sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Sebagian besar kista
terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid,
produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Kista ovarium adalah benjolan
yang membesar, seperti balon yang berisi cairan yang tumbuh di indung telur.
Kista tersebut disebut juga kista fungsional karena terbentuk selama siklus
menstruasi normal atau setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi. (Yatim, 2005).
Kista ovarium merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama yang
bersifat non neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari korpus luteum.
Tetapi disamping itu ditemukan pula jenis yang merupakan neoplasma. Oleh
karena itu, kista ovarium dibagi dalam 2 golongan :
1. Kista ovarium Non neoplastik (fungsional)
Kista Folikel
Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai berevolusi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang
setelah tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami atresia yang
lazim, melainkan membesar menjadi kista. (Prawirohardjo, 2002). Kista
folikel adalah struktur normal, fisiologis, sementara dan seringkali
multiple, yang berasal dari kegagalan resorbsi cairan folikel dari yang
tidak berkembang sempurna. Paling sering terjadi pada wanita muda yang
masih menstruasi dan merupakan kista yang paling lazim dijumpai oleh
ovarium normal.
35
Kista korpus Luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum akan mengecil dan menjadi korpus
albikans. Terkadang korpus lutem akan mempertahankan diri ( korpus
luteum persistens), perdarahan yang sering terjadi di dalamnya
menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah coklat
karena darah tua. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna kuning,
terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka. Kista korpus
luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amenore diikuti oleh
perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat juga menyebabkan rasa berat
di perut bagian bawah dan perdarahan yang berulang dalam kista dapat
menyebabkan ruptur.
Korpus Teka Lutein
Kista ini dapat terjadi pda kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista
lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum
hematoma. Kista teka lutein biasanya bilateral, kecil dan lebih jarang
dibanding kista folikel atau kista korpus luteum. Kista teka lutein diisi oleh
cairan berwarna kekuning-kuningan, seacar perlahan-lahan terjadi
reabsorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tinggallah cairan
yang jernih atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah
jaringan fibroblast pada bagian lapisan lutein sehingga pada kista teka ltein
yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam jaringan-jaringan perut.
(Wiknojosastro,2005).
2. Kista ovarium Neoplastik
Kistoma Ovarii Simpleks
Kistoma ovarii simpleks adalah kista yang permukaannya rata dan halus,
biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning.
Kistadenoma Ovarii Muscinosum
Bentuk kista multilokular dan biasanya unilatelar, dapat tumbuh menjadi
sangat besar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan
perubahan degeneratif sehingga timbul perlengketan kista dengan
omentum, usus, dan peritonem parietale. Kista ini berasal dari teratoma.
36
Selain itu, bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musim yang
terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei.
Kistadenoma Ovarii Serosum
Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kistanya unilokular, bila
multilokular perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar,
tetapi tidak sebesar musinosum. Selain teraba massa intraabdominal juga
dapat timbul asites.
Kista Dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol daripada mesoderm dan
entoderm. Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian
kistik kenyal dan sebagian lagi padat. Dapat terjadi perubahan kearah
keganasan, seperti karsinoma epidermoid. Kista ini diduga berasal dari sel
telut melalui proses partenogenesis. (Smeltzer, 2002).
2.2 Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari kista ovarium belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam
pembentukan estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus.
Penyebab terbentuknya kista pada ovarium adalah gagalnya sel telur atau folikel
untuk berovulasi.
Munculnya penyakit kista disebabkan beberapa hal, yaitu :
1. Adanya catatan kesehatan pernah mengalami kista ovarium sebelumnya
2. Siklus menstruasi yang tidak normal
3. Peningkatan distribusi lemak di bagian tubuh bagian atas
4. Peningkatan kesuburan pada wanita. Pada wanita yang tidak subur, resiko
tumbuhnya kista naik menjadi empat kali lipat.
5. Menstruasi dini, yang terjadi di usia 11 tahun atau lebih muda lagi
6. Hipotiroidsm tau ketidakseimbangan hormonal
7. Menderita kanker ovarium atau kanker metastatik. Pada penderita kanker
ovarim, biasanya ditemukan pula kista ovariumnya.
8. Merokok.
37
2.3 Manifestasi Klinis
Kebayakan kista ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala. Sebagian
besar gejala yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan aktivitas hormone atau
komplikasi tumor tersebut. Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak
menimbulakan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi
dan tidak spesifik.
1. Tanda dan gejala yang sering muncul pada kista ovarium antara lain :
2. Menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri.
3. Perasaan penuh dan tertekan diperut bagian bawah.
4. Nyeri saat bersenggama.
5. Perdarahan.
Pada stadium awal gejalanya dapat berupa:
1. Gangguan haid
2. Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering
berkemih.
3. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan
nyeri spontan dan sakit diperut.
4. Nyeri saat bersenggama.
Pada stadium lanjut :
1. Asites
2. Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut
(usus dan hati)
3. Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,
4. Gangguan buang air besar dan kecil.
5. Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.
2.4 Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan
kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi
ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat.
38
Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel
yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.
Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter
lebih dari 2.8cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan
menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan
kista di tengah-tengah.
Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus
luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil
selama kehamilan.
Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan luteal yang kadang-kadang
disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin,
termasuik FSH dan HCG.
Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin
atausensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal,
kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel de graaf yang tidak pecah
atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali.
Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah
lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm
dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup
banyak sampai mencapai diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan
menimbulkan sakit pada daerah pelvis.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole
danchoriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan
diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien
dalam terapi infertilitas,induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH
dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom
hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
39
Kista neopalasia dapat tumbuh dari prolifelasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang
ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini,
keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian
besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ni adalah
kistadenoma serosa dan mucinous.
Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini
adalah tumor sel granulosa dari sec cord sel dan germ cel tumor dari germa sel
primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3
lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear
Pap Smear untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan
adaya kanker / kista.
Ultrasound / scan CT
Memungkinkan visualisasi kista yang diameternya dapat berkisar dari 1-6 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi
massa, dan batas-batanya.
Laparoskopi
Laparoskopi dilakukan untuk melihat adanya tumor, perdarahan, perubahan
endometrial. Laparoskopi juga berguna untuk menentukan apakah kista
berasal dari ovary atau tidak dan juga untuk menentukan jenisnya.
Hitung darah lengkap
penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan Ht
menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan
proses inflamasi / infeksi. ( Doenges. 2000:743 ).
Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam
tumor.
40
2.6 Penatalaksanaan
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
bedah, missal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu
pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen
yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai
penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan
seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam,
informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda
infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk. 2005:273 ).
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi, perlu
dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan pengangkatan tuba
(Salpingo-oovorektomi). (Wiknjosastro, et.all, 1999)
Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang
mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau infeksi.
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan keluaran,
rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik biasanya
diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian
terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan emosional
Ibu. (Hlamylton, 1995).
Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita, karena
kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap keseimbangan
cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-tanda infeksi saluran
kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus mengajarkan bagaimana
41
aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan, berkendaraan mobil dianjurkan
setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh mengendarai atau menyetir untuk
3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini
dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya
dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah
sesuai anjuran (Long, 1996)
2.7 Komplikasi
Kista ovarium yang besar bisa mengakibatkan ketidaknyamanan pada
ovarium. Jika kista yang besar menekan kandung kemih akan mangakibatkan
seseorang menjadi sering berkemih karena kapasitas kandung kemih menjadi
berkurang. Beberapa wanita dengan kista ovarium tidak menimbulkan keluhan,
tapi dokterlah yang menemukan pada pemeriksaan pelvis. Masa kista ovarium
yang berkembang setelah menopause mungkin akan menjadi suatu keganasan
(kanker).
Beberapa komplikasi dari kista ovarium antara lain:
1. Torsio Kista Ovarium. Komplikasi kista ovarium bisa berat. Komplikasi
paling sering dan paling berbahaya adalah torsio dari kista ovarium yang
merupakan kegawatdaruratan medis yang menyebabkan tuba falopi berotasi,
situasi ini bisa menyebabkan nekrosis. Kondisi ini sering menyebabkan
infertilitas. Manifestasi dari torsio kista ovarium adalah nyeri perut unilateral
yang biasanya menyebar turun ke kaki. Pada kondisi ini pasien harus segera di
bawa ke rumah sakit. Jika pembedahan selesai pada 6 jam pertama setelah
onset krisis, intervensi pada kista torsio bisa dilakukan. Jika torsio lebih dari 6
jam dan tuba falopi sudah nekrosis, pasien akan kehilangan tuba falopinya.
2. Perdarahan dan ruptur kista. Komplikasi lain adalah perdarahan atau rupturnya
kista yang ditandai dengan ascites dan sering sulit untuk dibedakan dari
kehamilan ektopik. Situasi ini juga perlu pembedahan darurat. Gejala dominan
dari komplikasi ini adalah nyeri kuat yang berlokasi di salah satu sisi dari
abdomen (pada ovarium yang mengandung kista). Ruptur kista ovarium juga
mengakibatkan anemia. Ruptur kista ovarium sulit dikenali karena pada
42
beberapa kasus tidak ditemukan gejala. Tanda pertama yang bisa terjadi
adalah terasa nyeri di abdomen bagian bawah, mual, muntah dan demam.
3. Infeksi. Infeksi bisa mengikuti komplikasi dari kista ovarium. Kista ovarium
yang tidak terdeteksi dan susah untuk didiagnosis bisa mengakibatkan
kematian akibat septikemia. Gejala infeksi pertama adalah demam, malaise,
menggigil dan nyeri pelvis.
2.8 Prognosis
Prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak tersebut dapat tumbuh di
jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral. Kematian disebabkan karena
karsinoma ovari ganas berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis pertama
kali dan pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah dalam stadium
akhir. Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata 41.6%, bervariasi antara
86.9% untuk stadium FIGO Ia dan 11.1% untuk stadium IV. Tumor sel granuloma
memiliki angka bertahan hidup 82% sedangakan karsinoma sel skuamosa yang
berasal dari kista dermoid berkaitan dengan prognosis yang buruk. Sebagian besar
tumor sel germinal yang terdiagnosis pada stadium awal memiliki prognosis yang
sangat baik.(william, 2005).
Disgerminoma dengan stadium lanjut berkaitan dengan prognosis yang
lebih baik dibandingkan germinal sel tumor nondisgerminoma. Tumor yang lebih
tidak agresif dengan potensi keganasan yang rendah mempunyai sifat yang lebih
jinak tetapi tetap berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. Secara
keseluruhan angka bertahan hidup selama 5 tahun adalah 86.2% (william, 2005)
43
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang
dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan
keputusan yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya
meliputi :
Biodata
Meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan identitas masuk.
Riwayat kesehatan
Meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial ekonomi.
Status Obstetrikus, meliputi :
1. Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
2. Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan
3. Riwayat persalinan
4. Riwayat KB
5. Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 1999)
1. Kaji tingkat kesadaran
2. Ukur tanda-tanda vital
3. Auskultasi bunyi nafas
4. Kaji turgor kulit
5. Pengkajian abdomen
a) Inspeksi ukuran dan kontur abdomen
b) Auskultasi bising usus
c) Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
d) Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
e) Kaji status balutan
1. Kaji terhadap nyeri atau mual
2. Kaji status alat intrusif
3. Palpasi nadi pedalis secara bilateral
4. Evaluasi kembajinya reflek gag
44
5. Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan
lamanya waktu di bawah anestesi.
6. Kaji status psikologis pasien setelah operasi
7. Data penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
2. Terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun
peroral
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah KeperawatanDS : Klien mengatakan bahwa dia merasa nyeri pada luka di perutnya.
P : Klien merasa nyeri karena adanya luka post operasi.Q : Klien mengatakan nyerinya seperti berdenyut-denyut.R : Klien merasakan nyeri di perutnya.S : Skala nyeri yang dialami klien adalah 2 (sedang).0 : Tidak nyeri1: Nyeri ringan2 : Nyeri sedang3: Nyeri berat4: Nyeri tak tertahankanT : nyerinya sejak 2 hari yang lalu setelah dilakukan operasi dan nyerinya kadang-kadang muncul DO :-Klien masih terlihat meringis kesakitan ketika bergerak.- Skala nyeri 2 (sedang).- TTVTD : 120/80 mmHgN : 85 kali/menitT : 36,5 oCR : 20 kali/menit
Kista Ovarium↓
Operasi↓
Luka Insisi↓
Diskontinuitas Jaringan↓
Nyeri
Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen
DO : Luka post Op Kista Ovarium Resiko infeksi
45
↓Pembedahan
↓Invasi kuman sekunder
↓Resiko infeksi
DO : klien menyatakan kecemasannyaDS : klien terlihat tidak tenang
Kista Ovarium↓
Operasi↓
Kurang pengetahuan↓
Ansietas
Ansietas
DS : Klien mengatakan mual, muntah.DO :
Klien hanya memakan ¼ dari porsi yang disediakan
Klien tampak tidak nafsu makan
BB menurun (1kg dalam seminggu) 64kg menjadi 63 kg
Kista Ovarium↓
Pembesaran ovarium↓
Menekan organ perut↓
Rasa sebah di perut↓
Anoreksi, mual, muntah↓
Intake tidak adekuat↓
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DS : Klien mengatakan
sudah 2 hari tidak BAB
Klien mengatakan ada rasa untuk BAB namun tidak keluar
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah seperti ini
DO :
Klien tampak kurang beraktivitas
Klien kelihatan takut untuk beraktivitas
Klien terlihat terbaring lemah di tempat tidur.
Kista Ovarium↓
Operasi↓
Imobilitas↓
Peristaltik usus ↓
Resiko konstipasi
Resiko konstipasi
46
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada
abdomen (Long,1996)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan (Carpenito, 1995)
3. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal (Doenges, 2000)
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi,
mual, muntah.
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges, 2000)
3.4 Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi
pada abdomen (Long,1996)
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
Skala nyeri 0, pasien mengungkapkan berkurangnya rasa nyeri, tanda-tanda
vital normal.
Intervensi :
1. Jelaskan penyebab nyeri pada pasien.
2. Kaji skala nyeri pasien.
3. Ajarkan tehnik distraksi selama nyeri.
4. Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.
5. Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik sesuai
program dokter.
6. 30 menit setclah pemberian obat pengurang rasa sakit, evaluasi kembali
efektifitasnya
2. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan (Carpenito, 1995)
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
47
Tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit).
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV
2. Gunakan tehnik antiseptik dalam merawat pasien
3. Isolasikan dan instruksikan individu dan keluarga untuk mencuci
tangan sebelum mendekati pasien
4. Tingkatkan asupan makanan yang bergizi
5. Berikan terapi antibiotik sesuai program dokter
3. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal
(Doenges, 2000)
Tujuan :
Tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil :
Peristaltik usus normal (5-35 kali per menit), pasien akan menunjukkan pola
climinasi biasanya.
Intervensi :
1. Monitor peristaltik usus, karakteristik feses dan frekuensinya
2. Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah bila pemasukan
peroral dimulai.
3. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi,
mual, muntah.
Tujuan :
Dalam waktu 2x24jam nutrisi pada klien terpenuhi dengan KH:
1. Klien tidak merasa mual dan muntah.
2. Nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi :
1. Tentukan BB ideal menurut usia dan tinggi badan.
2. Kajikemampuan klien untuk mendapatkan dan menggunakan nutrisi
yang penting
3. Monitor intake nutrisi, spesifikkan porsi makanan yang dimakan.
4. Kaji adanya alergi makanan.
48
5. Temani pasien saat makan untuk mendorong intake nutrisi.
6. Timbang pasien setiap minggu dalam kondisi yang sama.
7. Berikan anti muntah sesuai instruksi sebelum makan.
8. Jika pasien muntah, anjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan
kesukaan.
9. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges, 2000)
Tujuan :
Pasien mengetahui tentang efek sawing dari operasinya.
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan memahami tentang kondisinya.
Intervensi :
1. Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa
dating.
2. Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama masa
penyembuhan.
3. Diskusikan melakukan kembali aktifitas
4. Identifikasi keterbatasan individu
5. Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual
6. Identifikasi kebutuhan diet
7. Dorong minum obat yang diberikan secara rutinIdentifikasi tanda atau
gejala yang memerlukan evaluasi medis.
49
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Nn. Y.S
Umur : 18 Th
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMU Kls. III
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Banyu Urip 3 D surabya, Telp. 5611117
Nomor Rekam medik : 10071981
MRS : Tanggal 5 Mai 2015, Pindah ke ruang Kan-
dungan Tanggal 6 Mai 2015
Status perkawinan : Belum kawin
Nama Ayah : Tn. S
Umur : 43 Th.
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Pekerjaan : Kades kedung sumber Gresik
Alamat : Desa Kedung sumber,Gresik
2. Riwayat Keperawatan
Keluhan utama : Klien mengeluh perutnya sakit dan membesar, badan
panas, makan minum kurang, tidak mampu melakukan aktivitas.
3. Riwayat Obstetri
Klien mengatakan menarche umur 12 tahun, haid teratur,siklus 28 hari, lama
haid 3 -4 hari,keluar cukup,tidak sakit sebelum,selama dan sesu-dah haid,tidak
bau.
4. Riwayat Perkawinan
Klien belum menikah
5. Riwayat Kesehatan
Klien sebelumnya dirawat diruang Tropik wanita dengan Typus abdomi-nalis
selama 6 hari sebelum dipindahkan keruang kandungan dengan Kis toma Ovarii
50
dicurigai ganas. Sebelum dirawat klien sudah panas ± 2 mi nggu,naik turun
(malam hari meningkat),batuk sejak 2 bulan yang lalu berdahak warna
putih,mual-muntah,BAK seperti teh perut nyeri dan terus membesar.
6. Riwayat menderita penyakit lain
DM disangkal
Hipertensi disangkal
Hepatitis disangkal
Jantung disangkal
Kebutuhan Dasar Khusus
a. Pola Nutrisi
Klien biasa makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk lengkap. Nafsu
makan kurang karena setiap habis makan klien merasa sesak napas dan
nyeri,perut membesar,tubuh kurus,lingkar lengan kiri= cm,mukosa mulut
kering rambut tipis dan kusam.
b. Pola eliminasi
Saat pengkajian Bab > 5 kali sehari encer,klien dapat terapi Dulco-lak 2 x 1
tab & Kanamycin 3 x 2 tab. BAK terpasang catheter urine 24 jam 600 cc,
warna seperti teh, labia mayora kiri bengkak,pada selang kateter terdapat
bekuan-bekuan darah.
c. Personal Hygiene
Terjaga selama sakit Klien selalu diseka oleh ibu dan kakaknya,gigi & mulut
terawat.
d. Istirahat dan tidur
Klien biasa tidur Pk.20.00 setelah belajar dan bangun Pk. 04.30 pagi. Siang
hari istirahat tidur 4 – 5 jam.
e. Pola aktivitas dan istirahat
Klien aktip diorganisasi sekolah,memiliki group Band klien gitaris,kli en
tinggal diasrama sekolah di SMU Darul Ulum Jombang, dimana semua
kegiatan baik disekolah & asrama selalu diawasi guru.
51
f. Pola hubungan seksual
Klien bisa bergaul dengan siapa saja baik teman wanita maupun la-ki-
laki,klien sudah mempunyai teman pria yang khusus (pacar).
g. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Riwayat merokok : disangkal
Minum-minuman keras : disangkal
Ketergantungan obat : disangkal
h. Pengetahuan tentang kesehatan
Klien mengungkapkan ketakutannya jika dia benar-benar menderita kanker,
klien menanyakan apa lagi pemeriksaan yang harus dilakukan. Saya takut
jika pemeriksaan yang akan dilakukan akan menyebabkan kesakitan.Bila
operasi dilakukan apakah ia akan kembali seperti semula/sehat & jalannya
operasi apakah lama,serta sakit.
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, GCS : 15, klien tampak lesu dan
ekspresi wajah klien datar.
b. Penginderaan
Mata normal, konjunctiva agak pucat.
Telinga : bentuk dan fungsi normal
Lidah : bentuk dan fungsi normal
Hidung : bentuk dan fungsi normal
c. Pernafasan
RR : 36 X/mnt, gerakan dada simetris, retraksi (+), Wh -/-,Rh -/+, Rales -/-,
Sesak (+),pernapasan cuping hidung
d. Kardiovaskuler
T : 120/80 mmHg, N : 108 X/mnt, S : 36,8 oC, Kapillary Refill 4 dt, Cyanosis
(+), S1 S2 normal.
52
e. Pencernaan
Periastaltik lemah,bising usus (+),BAB diare,Kelainan pada bentuk dan fungsi
rektum (-),abdomen distended (asites) terus membesar. Mual (+).Lingkar
Abdomen = cm.
f. Urogenital
Vulva : Fulsus (-),Fluor albus (-),labio mayora kiri bengkak
Vagina : Normal
Portio : Normal
Corpus Uteri : Antefleksi, massa (-),kesan normal
Adneksa Parametrium kanan dan kiri : Supel, Nyeri (-), Massa (-),
Cavum Douglas : Tidak menonjol, infiltrasi (-)
Insipikulo : fluksus (-),Fluor (-)
g. Integumen
Kulit warna putih,Turgor baik, kelainan tidak ada
h. Muskuloskeletal
Otot dan tulang intak.
i. Endokrin
Kelenjar tyroid : normal, payudara normal.
Data Penunjang:
Laboratorium Tgl.5 Mei 2015 Tgl. 3 Mei 2015
Hb : 11 g/dl Analisa gas darah :
Hematokrit : 33 % - PH : 7,395
Erytrosit : 4,07 Juta / - Pco2 : 31,3 mmHg
Leukosit : 12.800/l - PO2 : 134,7 mmHg
Hitung jenis : -/-/-/97/31/- - Hco3 : 18,8 mmol/L
LED : 45 /jam - BE : - 5,3 mmol/L
Trombosit : 409.000/l
PPT : 13,7 K: 11,2
53
APTT/KPTT : 34,5 K: 33,7
GDA : 81
SGOT : 40 U/L
SGPT : 24 U/L
Albumin : 2,6 g/dl
Radiologi :
Tgl.2 Mei 2015:
USG : Didapatkan massa difus,kesan tampak gambaran papil disertai
asites (Dx. curiga Ovarial Ca).
Tgl.30 April 2015:
Thorax foto : Efusi pleura kiri.
BOF : Cairan jejas cairan abdomen (asites) tak tampak tanda-tanda ileus
paralitik obstruktif.
Therapi dan perawatan :
Infus Rl : D5 % 1 : 1 16 tts/mnt
Transfusi Albumin
O2 nasal 4 l/mnt
Inj. Flagyl 1 gr 3 x 1
Inj. Neurobion 5000 3 x 1 amp
Inj. Adona F 3 x 1 amp
Inj. Cepriaxon 1 gr 2 x 1
Dulcolak 3 x 1 tab
Kanamycin 3 x 2 tab
Ketropen supp (k/p)
Paracetamol 500 mg 3 x 1 tab.
Diit TKTP extra putih telur
Peptisol 6 x 250 cc
Bedrest 1/2 duduk
ANALISA DATA
54
DATA ETIOLOGI MASALAH PARAF
DS: Klien menge-
luh tdk ada nafsu
makan & setiap
habis makan perut
nya sakit dan se-
sak napas.
DO: Distented Ab
domen (asites),tu-
buh kurus,LLK=
21 cm,Lingkar Ab
domen = 121 cm,
rambut tipis & ku-
sam,mukosa mu-
lut kering,Albu-
min=2,6g/dl,mual.
Kista Ovarii
Distended abdomen (Asites)
Mual-muntah,perut serasa
penuh/sesak
anoreksia,kerusakan
metabolisme lemak &
protein,kerusakan
penyimpanan vitamin
Perubahan nutrisi shg
metabolisme nutrien tdk
adekuat u/ kebutuhan
metabolik.
Perubahan nutrisi :
Kurang dari kebu-
tuhan.
DS: Klien menge-
luh seluruh tubuh-
nya lemah & sakit
serta sesak napas.
DO: KlienBedrest
kebutuhan sehari-
hari dibantu,TD=
120/80 mmHg,N=
108 x/mnt,RR=36
x/mnt,pernapasan
cuping hidung mu
ka pucat & lemah.
Kista Ovarii
Distended abdomen (Asites)
Napas sesak,letih/kelemahan,dispnea
peningkatan kebutuhan
metabolisme
Penurunan dalam kapasitas
fisiologis dalam melakukan
aktivitas samapai pada tingkat
yg dinginkan/dibutuhkan
Intoleransi Aktivi-
tas.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Nn. Y.S No.Rekam Medis : 10071981
55
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATA
N
TUJUANRENCANA
INTERVENSIRASIONAL
3 Perubahan
Nutrisi: Kurang
dari kebutuhan
b.d
anoreksia,mual,
kerusakan
metabolisme
lemak & protein,
kerusakan
penyim-panan
vitamin sekunder
akibat asites
Masukan Nutrisi yg
cocok & adekuat serta
kalori yg cukup dalam
1 minggu.
Kriteria hasil :
Anoreksia
hilang/berkurang.
Perasaan
kenyang/penuh ber
kurang/hilang.
Mual/muntah tidak
terjadi
Albumin meningkat
Distended Abdomen
berkura ng/hilang.
1. Tentukan
jumlah kalori
& jenis nutrien
yg diperlukan
u/ memenuhi
kebutuhan akan
nutrisi
(Kolaborasi
dng Ahli gizi).
2. Pantau catatan
masukan thd isi
& kalori
nutrisi.
3. Instruksikan
klien & keluar-
ga mengenai
pembatasan di
et sehari-hari.
4. Berikan makan
dalam porsi
kecil tapi
sering.
5. Pasang infus &
berikan tera-pi
cairan sesuai
program
medik.
6. Pasang NG
Tube u/
Memberika
n perenca
naan
pelayanan
nutri-si.
Memeberik
an infor-
masi u/
evaluasi &
rekomendas
i.
Meningkatk
an pema-
haman
terhadap
pem-
batasan diet
Mengurangi
rangsang an
mual &
muntah.
Mcemenuhi
kekurang-
an cairan &
elektrolit
serta
kebutuhan
nutri-si &
kalori.
56
mengelu arkan
cairanlambung/
dekom resi.
Mengurangi
tekanan
abdomen
serta cairan
dilambung
Yg tdk ter
serap.
4 Intoleransi
aktivitas b.d
pening katan
kebutuhan
metabolisme,
keletihan/kelema
han sekunder
akibat asites.
Aktivitas sehari-hari
klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan
kema juan dalam
aktivitas (makan,
minum,BAB/BAK,G
osok
gigi,dll)dilakukan
sendiri/-bantuan
minimal.
Klien melaporkan
penurun an gejala-
gejela intoleransi
aktivitas.
1. Kaji respon
klien terhadap
aktivitas.
2. Anjurkan klien
u/ memperta-
hankan pola
tidur/istirahat/-
aktivitas
sebanyak
mungkin.
3. Bantu kilen u/
merencanakan
aktivitas yg
berdasarkan
pola
istirahat/keletih
an.
4. Ajarkan
pengehematan
ener-gi u/
aktivitas
5. Meningkatkan
aktivitas seca
ra bertahap
Menentuka
n data da-
sar u/
membantu
klien
dengan
intoleransi
ak-tivitas.
Membantu
klien da-
lam koping
dengan ke
letihan/kele
mahan
Meningkatk
an aktivi-
tas sesuai
kemampu-
an.
Membatasi
pengguna-
an energi
yg berlebih-
an serta
57
menggunak
an nya
secara
efektif
Aktivitas
dilakukan
secara tepat
sesuai dng
kebutuhan
klien.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien : Nn. Y.S No. Rekam Medis : 10071981
Hari Rawat ke 12
NOMOR
DIAGNOS
A
TANGGA
LJAM
IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
EVALUASI
(SOAP)
1 7 Mei 2015 09.1
5
10.1
5
10.2
0
Menganjurkan klien
u/ makan sedikit-dikit
tapi sering.
Mengganti &
mengatur tetesan
infus sesuai program.
Memantau intake
makanan,klien ha-nya
makan 3 sendok saja,
banyak mi-num
terutama air putih.
Menganjurkan klien
u/ mengurangi
S: Klien masih
mengeluh
perutnya sakit &
sesak napas serta
perut terasa
penuh.
O:Distended
Abdomen/asites
(+),In take hanya
air & susu sedikit
nasi, mukosa
mulut kering,
BAB 7 x
58
12.2
5
minum air putih tapi
yg manis.
cair,Lingkar
abdomen 122 cm.
A:Masalah belum
teratasi
P :Tetap teruskan
rencana intervensi
No. 1 s/d 6
2 7 Mei 2015 12.1
5
12.4
5
13.2
0
Memantau TTV=
TD= 120 /70 mmHg
Nadi= 96 x/mnt,RR=
36 x/mnt,S= 380c,k/u
lemah
Menganjurkan klien
u/ istirahat/tidur yg
cukup (7-8 bahkan
lebih/hari).
Mengajarkan klien u/
melakukan peng
hematan energi dng
tdk melakukan ak
tivitas yg tdk perlu
spt: sikat gigi di-
tempat tidur,BAB
ditempat tidur tdk
perlu
turun,dibantu/bertaha
n disisi tem pat tidur
bila mau
duduk/memperbaiki
posisi tidur.
S :Klien merasa
tubuhnya sangat
le- mah
O:Klien bedrest ½
duduk,muka pucat
pernapasan cuping
hidung,RR= 36
x/mnt,Nadi 96
x/mnt,TD= 120/
80
mmHg,aktivitas
dibantu.
A:Masalah tdk
teratasi
P :Teruskan rencana
intervensi No. 2
s/d 5
3 8 Mei 2015 09.4 Menjelaskan maksud
klien harus pua-sa
S :Klien mengatakan
perutnya sudah
59
5
10.1
0
10.4
5
11.2
5
bahwa untuk
mengurangi distended
abdomen.
Menjelaskan maksud
pemasangan NG tube
Memasang lingkar
abdomen u/menge-
tahui pertambahan
pembesaran abdo-
men.
Mencatat cairan
lambung yg keluar/-
NGT = 1000 cc
tdk sakit lagi serta
ia harus tetap
puasa.
O:NG tube dilepas
sendiri o/ klien ta
pi klien bersedia
dipasang lagi,cai
ran
lambung/NGT=
1000 cc,urine 24
jam= 600
cc,Lingkar
abdomen 120 cm.
A :Masalah belum
teratasi
P :Teruskan rencana
intervensi No.1 2,
3 & 5.
4 8 Mei 2015 12.1
5
12.3
0
12.4
5
Memantau TTV:
TD= 130/80 mmHg,
Nadi=92 x/mnt,RR=
32 x/mnt,Suhu=
37,3oc,k/u masih
lemah.
Membantu merubah
posisi klien
Menganjurkan klien
u/ melakukan ak-
tivitas secara bertahap
terutama sete-lah
operasi.
S :Klien masih
lemah
O:Seluruh aktivitas
dibantu,klien mau
mencoba
latihan,klien bed-
rest ½
duduk,pucat (+) &
lemah.
A:Masalah belum
teratasi
seluruhnya klien
hanya mengerti
60
13.3
5
Membantu
memindahkan klein
kebra-ndcart u/
pemeriksaan faal
paru.
tapi belum
mampu
melakukan
P :Teruskan rencana
intervensi No. 2
3,4 & 5.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN TUMOR PANKREAS
Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Tumor Pankreas dapat berasal dari jaringan eksokrin dan jaringan endokrin
pankreas, serta jaringan penyangganya. Tumor pancreas terdapat tumor eksokrin
dan tumor endokrin. Tumor eksokrin pankreas adalah tumor ganas dari jaringan
eksokrın pankreas, yaıtu adenokarsinoma duktus pancreas, dan adenoma untuk
61
yang jinak. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel
asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas
(disingkat kanker pankreas). Yang termasuk tumor endokrin pancreas ialah
insulinoma, glukagonoma, somastatinoma, dan gastrinoma.
Gastrinoma adalah tumor pankreas yang mneghasilkan hormon gastrin
dalam jumlah yang sangat besar yang akan merangsang lambung untuk
mengeluarkan asam dan ensim”nya sehingga terjadi ulkus peptikum.
Tumor Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel yang
melapisi saluran pankreas.
(http://medicastore.com/penyakit/481/Adenokarsinoma_Pankreas.html )
2. Epidemiologi
Insiden kanker pancreas sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu,khususnya
diantara orang-orang yang bukan kulit putih.Tumor pancreas menyebabkan
kematian terkemuka yang menempati urutan ke empat di Amerika Serikat dan
paling seri ng ditemukan pada usia 60 hingga 70an tahun.Kebiasaan
merokok,kontak dengan zat kimia industri atau toksin dalam lingkungan,dan diet
tinggi lemak,daging ataupun keduanya memiliki hubungan dengan peningkatan
insiden kanker pancreas meskipun peranannya dalam menyebabkan kelainan
keganasan ini masih belum jelas seluruhnya.Resiko kanker pancreas akan
meningkat bersamaan dengan tingginya kebiasaan merokok.DM,Pankreatitis
kronis,dan Pankreatitis herediter juga memiliki kaitan dengan kanker
pancreas.Pankreas dapat pula menjadi tempat metastasis dari tumor lain.(Warshaw
& Fernandes-del Castillo,1992)
3. Etiologi
Penyebab sebenarnya kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian
epidemiologic menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa
factor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etıologi kanker pankreas
merupakan interaksi kompleks antara faktor endogen pasien dan factor lingkungan.
Faktor Eksogen (Lingkungan)
Telah diteliti beberapa faktor resiko eksogen yang dihubungkan dengan kanker
pankreas, antara lain : kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alcohol, kopi, dan
zat karsinogen industry. Factor resiko yang paling konsisten adalah merokok.
62
Factor Endogen (Pasien)
Ada 3 hal penting sebagai faktor resiko endogen yaitu : usia, penyakit pancreas
(pankreastitis kronik dan diabetes militus) dan mutasi genetik.
Faktor Genetik
Pada masa kini peran faktor genetik pada kanker pancreas makin banyak
diketahui. Sekitar 10% pasien kanker pancreas mempunyai predisposisi genitik
yang diturunkan. Proses karsinogenesis kanker pankreas diduga merupakan
akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetik.
Kebanyakan penderita gastrinoma memiliki beberapa tumor lainnya yang
berkelompok didalam atau didekat pancreas. 50% kasus merupakan suatu
kegansan. Kadang-kadang gastrinoma merupakan bagian dari suatu kelainan
bawaan yaitu neoplasia endokrin multiple. Neoplasia ini merupakan sumber
yang berasal dari sel-sel pada kelenjar endokrin yang berlainan seperti sel-sel
yang menghasilkan insulin pada pancreas.
4. Faktor Predisposisi :
a. Bertambahnya usia
b. Kebiasaan merokok
c. Diet rendah lemak
d. Diabetes
e. Radang pankreas kronik
f. .Genetik
5. Patofisiologi
Kanker pancreas hampir 90% berasal dari duktus, dimana 75% bentuk
klasik adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin. Sebagian besar kasus
(70%), lokasi kanker pada kaput pancreas, 15-20% pada badan dan 10% pada ekor.
Pada waktu di diagnosis, ternyata tumor pancreas relative sudah besar. Tumor yang
dapat direseksi biasanya besarnya 2,5-3,5cm. Pada sebagian besar kasus tumor
sudah besar (5-6cm), dan atau telah terjadi infiltrasi dan melekat pada jaringan
sekitar, sehingga tidak dapat direkseksi.
Pada umumnya tumor meluas ke retroperitoneal ke belakang pankreas,
melapisi dan melekat pada pembuluh darah, secara mikroskopik terdapat infiltrasi
di jaringan lemak peripankreas, saluran limfe, dan perineural. Pada stadium lanjut,
63
kanker kaput pancreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritoneum,
hati dan kandung empedu. Kanker pancreas pada bagian dan ekor pancreas dapat
metastasis ke hati, peritoneum, limpa, lambung dan kelenjar adrenal kiri.
Karsinoma di kaput pancreas sering menimbulkan sumbatan pada saluran empedu
sehingga terjadi kolestasis ekstra-hepatal. Disamping itu akan mendesak dan
menginfiltrasi duodenum, yang dapat menimbulkan peradangan di duodenum.
Karsinoma yang letaknya di korpus dan kauda, lebih sering mengalami metastasis
ke hati danke limpa.
6. Klasifikasi
a. Tumor pada kaput pankreas : Tumor ini menyebabkan obstruksi duktus
koledokus tempat saluran yang berjalan melalui kaput pankreas untuk bersaru
dengan duktus pankreatikus dan berjalan pada ampula fater ke dalam
duodenum.Obstruksi aliran getah empedu akan menimbulakn gejala ikterusb
yaitu feses yang berwarna pekat dan urine yang berwarna gelap.
b. Tumor pulau langerhans pankreas : Pankreas terdiri dari pulau-pulau
langerhans yaitu kumpulan kecil sel-sel yang mengeksresikan produknya
langsung ke dalam darah dan dengan demikian merupakan bagian dari sistem
endokrin.Paling tidak ada 2 tipe tumor sel pulau langerhans yang telah diketahui
yaitu tumor yang meneksrisikan insulin dan tumor yang tidak meningkatkan
sekresi insulin.
c. Tumor ulserogenik : Sebagian tumor pulau langerhans berhubungan dengan
hipersekresi asam lambung yang menimbulkan ulkus pada
lambung,duodenum,dan bahkan jejuneum.Hipersekresi tersebut bisa terjadi
begitu hebat sehingga sekalipun rekseksi parsial lambung sudah dilakukan tapi
masih tersisa cukup banyak asam yang menimbulkan ulserasi lebih
lanjut.Apabila terjadi kecendrungan untuk terjadinya ulkus lambung atau
duodenum kemungkinan adanya tumor ulserugenik.
7. Komplikasi
Kanker pancreas
DM type 2
Kolelitiasis
Kolesistitis
64
8. Gejala Klinis
Rasa nyeri,ikterus atau keduanya terdapat pada lebih dari 90% pasien,seiring
dengan penurunan berat badan,gejala tersebut dipandang sebagai tanda-tanda klasik
karsinoma pancreas.Manifestasi ini mungkin baru tampak setelah penyakitnya
memasuki stadium yang sangat lanjut.Tanda-tanda lain menyangkut penurunan
berat badan yang cepat,mencolok,dan progresif.Disamping gangguan rasa nyaman
atau nyeri yang samar-samar pada abdomen pada bagian atas atau bagian bawah
gangguan ini susah dijlaskan dan tidak disertai gangguan fungsi gastrointestinal.
Gangguan rasa nyaman tersebut menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan
kebagian tengah punggung dan tidak berhungungan dengan postur tubuh dan
aktivitas. Penderita karsinoma pancreas sering merasakan bahwa serangan nyerinya
dapat dikurangi jika ia membungkuk, rasa nyeri tersebut acap kali bertambah
p0arah ketika ia berbaring terlentang. Ini dapat bersifat progresif dan hebat
sehingga memerlukan penggunaan preparat analgesic narkotik. Serangan nyeri ini
sering terasa lebih berat pada malam harinya. Sel-sel ganas dari kanker pankreas
sering terlepas dan masuk kedalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya metastasis. Asites umunya terjadi. Suatu tanda yang sangat
penting jika ada adalah timbulnya gejala-gejala defiisiensi insulin yang terjadi atas
glukosuria, hyperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal. Diabetes dapat
menjadi tanda dini karsinoma pankreas. Makan sering meningkatkan nyeri
epigastrium dan gambaran ini biasanya sudah terjadi beberapa minggu sebelum
munculnya ikterus serta pruritus. Pembuatan voto seri gastrointestinal
memperlihatkan deformitas organ visera didekat pankreas yang disebabkan oleh
massa pankreas yang terjepit itu.
GEJALA KLINIS :
Nyeri di bagian epigastrium, berat badan turun, timbulnya ikterus (kaput
pancreas), anoreksia, perut penuh, kembung, mual, muntah, intoleransi makanan,
nyeri disekitar umbilikus dan badan melemah. Pada tumor di korpus dan kauda
penkreas , nyeri terletak di epigastrium. Namun terutama di hipokondrium kiri
dan kadang menjalar ke punggung kiri, serangan hilang timbul. Timbulnya
ikterus akibat adanya duktus koledukus. Kadang juga terjadi perdarahan pada
65
gastrointestinal. Perdarahan tersebut terjadi karena adanya erosi duodenum yang
disebabkan oleh tumor pancreas, dan dapat juga dikarenakan adanya steatorea
dan gajala dibetes militus.
TANDA KLINIS :
Gizi kurang, pucat, lemah, kulit ikterik (kuning kehujauan), pruritus,
hepatomegali, kandung empedu membesar, masa epigastrium, splenomegali,
asites (berarti sudah terjadi invasi tumor ke peritoneum), tromboplebitis, edema
tungkai, cairan asites bersifat hemoragik.
9. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: abdomen terlihat buncit namun badannya kurus
Palpasi: teraba masa pada abdomen
Auskultasi: bising usus meningkat
Perkusi:
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker
pancreas antara lain : dari pengambilan darah yang perlu di perhatikan adalah
serum lipase, amylase dan glikosa darah.kadar limpase lebih sering meningkat bila
di bandingkan serum amylase. Karsinoma di kaput pancreas sering menyebabkan
sumbatan di saluran empedu, karena itu perlu di periksa tes faal hati. Dapat
ditemukan karena kenaikan kadar serum bilirubin, terutama kadar serum bilirubin
konugasi (direk), fosfatase alkali, dan kadar kolesterol.
Pemeriksaan darah rutin umumnya masih dalam batas normal, hanya LED yang
meningkat kalau ditemukan pasien animea, baru terlihat penurunan kadar Hb dan
hematokrit. Petanda tumor CEA (carcinoembryonic antigen) dan Ca 19-9
(Carbohydrate antigenic determinant 19-9), pemeriksaan tinjapada pasien dengan
ikterus akibat bendungan, tinjanya mengandung lemakyang busuk,
gastroduodenografi, duodenografi hipotonis, ultrasonografi, CT (Computed
Tomography), Skintigrafi pancreas, (magnetic resonance imaging) MRI,
(Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatico Graphy) ERCP, ultrasonografi
endoskopik, angiografi, (positron emission tomography) PET, bedah laparaskopi
dan biopsy.
a. Pemeriksaan USG
66
b. CT Scan
c. pemindai CT
d. EARCP
e. Pemeriksaan kolangiografi
f. Pemeriksaan angiografi
11. Prognosis
Pada penderita tumor pankreas biasanya ditemukan pada saaat terdignosis
stadium lanjut dan tidak dapat direseksi ketika tumor tesebut ditemukan pertama
kali kenyataannya karsinoma pankreas memiliki keberhasilan angka hidup kurang
dari 5 tahun paling rendah bila dibandingkan pada 60 lokasi kanker lainnya.
12. Terapi atau Tindakan Penanganan
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin
mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi
bedah definitif (yaitu,eksisi totalisi) sering tidak mungkin dilaksanakan karena
pertumbuhan yang sudah begitu luas ketika tumor tersebut terdiaknosis dan
kemungkinan terdapatnya metastase khususnya ke hepar, paru-paru dan tulang.
Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatip.
13. penatalaksanaan
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin
mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun sering tidak
mungkin dilaksanakan karena pertumbuhan yang sudah meluas ketika tumor
tersebut terdiagnosis dan kemungkinan terdapatnya metastase khususnya di hepar,
paru-paru dan tulang. Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan
valiatif. Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap radiasi standar,
pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi. Jika pasien mengalami
pembedahan terapi radiasi intraokuratif dapat dilakukan untuk memberikan radiasi
dosis tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain.
Terapi radiasi intra okuratif dapat pula mengurangi rasa nyeri. Implantasi interstisia
sumber radio aktif juga dapat dilakukan meskipun angka komplikasinya tinggi.
Pemasangan stent bilient yang besar dan dilakukan secara perkutan atau melalui
endokoskopi dapat dilakukan untuk mengurangi gejalan ikterus. Penelitian kini
sedang dilaksanakan untuk mengkaji efek preparat pankreas.
67
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
I. Identitas pasien
II. Status kesehatan
a. Status Kesehatan saat ini
b. Status Kesehatan Masa lalu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Diagnosa Medis dan Therapy
III. Pola Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pola Nafas
2. Pola Nutrisi (Makanan dan Minuman)
3. Pola Eliminasi
4. Pola Aktivitas dan Latihan
5. Pola Tidur dan Istirahat
6. Pola Berpakaian
7. Pola Rasa Nyaman
8. Pola Kebersihan Diri
9. Pola Rasa Aman
10. Pola Komunikasi (Hubungan dengan orang lain)
11. Pola Beribadah
12. Pola Produktivitas (Fertilisasi, Libido, Menstruasi, Kontrasepsi, dll)
13. Pola Rekreasi
14. Kebutuhan Belajar
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Tanda- tanda Vital
2. Diagnosa keperawatan
DX 1 : Gangguan pola napas b/d distensi diafragma
DX 2 : Nyeri akut b/d penekanan obstruksi pancreas
DX 3 : Kurang cairan dan elektrolit b/d pengeluaran yang berlebih
68
DX 4 : Pemenuhan nutrisi dari keb. Tubuh b/d pemasukan asupan oral yang
tidak adekuat
DX 5 : Intoleransi aktifitas b/d kelemahan
DX 6 : Kurang pengetahuan b/d status kesehatan, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan
3. Rencana keperawatan
No Dx Tujuan Intervensi Rasional1. Gg. Pola napas
b/d distensi abdomen ditandai dengan tidak maksimalnya pola nafas.
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam diharapkan pernapasan pasien normal dengan KH:-pasien tidak mengalami sesak
Tinggikan posisi kepala 30o
Dorong latihan napas dalam
Ubah posisi secara periodik
Berikan oksigen tambahan
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi
Mendorong pengembangan diafragma / ekspansi paru optimal & meminimalkan tekanan isi abdomen pada rongga thorak
Meningkatkan ekspansi paru
Meningkatkan pengisian udara seluruh segment paru
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran dan penurunan kerja napasRonchi merupakan indikasi adanya obstruksi atau smapasme laringea yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat dan tepat.
69
2. Nyeri akut b/d penekanan obstruksi pankreas ditandai dengan distensi pada abdomen.
Setelah diberikan tindakan keperawata selama 3x24jam diharapkan nyeri berkurang / terkontrol dengan KH:-TTV normal-pasien melaporkan nyeru hilang atau terkontrol.
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun nonverbal, catat lokasi, intensitas(skala 0-10) dan lamanya.
Letakkan pasien dalam posisi supinasi.
pertahankan bel pemanggil dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah
ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam), dan pengalihan nyeri (menonton tv, mengajak mengobrol)
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
Mencegah hyper ekstensi .
Membatasi ketegangan, nyeri pada daerah abdomen.
Teknik relakasai dapat mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri.
3 Kurang cairan dan elektrolit b/d pengeluaran yang berlebih Ditandai dengan diare
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pemenuhan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan KE:-pasien tidak mengalami dehidrasi.
Kaji TTV
Berikan intake cairan sesuai kebutuhan
Observasi berat badan dan torgor kulit pasien
TTV bermanfaat untuk mengetahui keadaan umum pasien
Memenuhi kebutuhan cairan lebih cepat
Indikator pisiologi lanjut dari dehidrasi dan kurannya nutrisi
70
4 Pemenuhan nutrisi dari kebutuhan tubuh ditandai dengan anoreksia
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan nutrisi cairan pasien terpenuhi dengan KH:-mual muntah –diare –-BB dapat di pertahankan
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Anjurkan oral higine 2 kali sehari
Obs. Berat badan & turgor kulit pasien
Untuk meningkatkan selera makan pasien
Untuk mengurangi mual muntah
Indikator fisiologi lanjut dari dehidrasi dan kurangnya nutrisi
5 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan ditandai dengan distensi abdomen
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 diharapkan pasien dapat beraktivitas dengan normal dengan KH:Pasien tidak mengeluhkan adanya intolerasi aktifitas
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat peningkatan kelelahan & perubahan TTV
Berikan lingkunag tenang & batasi pengunjung. Dorong penggunaan manajement stres
Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat
Menetapkan kemampuan pasien beraktivitas
Menurunan stres & rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
Pasien mungkin nyaman dengan kepala ditinggikan
6 Kurang pengetahuan b/d perubahan status kesehatan,prognosis penyakit
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien mengerti tentang
Berikan informasi tentang penyakit yang diderita
Evaluasi tingkat pengetahuan pasien
Agar pasien mengetahui informasi tentang penyakitnya
Agar kita mengetahui seberapa pengatahuan
71
dan cara pegobatan ditandai dengan cemas
penyakit yang dideritanya dengan kriteria hasil pasien tdak cemas
tentang penyakitnya pasien tentang penyakitnya
4. Evaluasi
DX 1: Pola napas normal
DX 2: Nyeri dapat teratasi
DX 3: Kekurangan cairan dan elektrolit teratasi
DX 4: Pasien tidak mengalami malnutrisi
DX 5 : Pasien tidak mengeluhkan adanya intolerasi aktifitas
DX6: Pengetahuan pasien tentang penyktnya bertamabah
72
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TUMOR PANKREAS
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A
Umur : 59 th
Jenis Kelamin : L
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Ds. Carang Rejo, Kesamben, Jombang
No. Reg : 10039
Tgl. MRS : 5 Mei 2015
Tgl. Pengkajian : 5 Mei 2015
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama : Nyeri Akut
1.1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien sudah 2 hari merasakan mual muntah, pusing, muncul penyakit
kuning, berat badan menurun dan gangguan pernafasan (dispnea, takipnea).
Upaya yang telah dilakukan : -
Terapi atau operasi yang pernah dilakukan : -
1.2. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sering merasakan sakit di ulu hati.
Kebiasaan berobat : -
Alergi : -
1.3. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien pernah ada yang menderita diabetus militus.
1.4. Riwayat kesehatan lingkungan
Lingkungan tempat tinggal pasien cukup terjaga kebersihannya.
73
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital :
S : 38°C
N : 64 x/mnt
TD : 100/70 mmHg
RR : 26 x/mnt
BB : 45 Kg
D. PEMERIKSAAN PER-SISTEM
1. Sistem Kardiovaskuler
Wajah
Inspeksi : sianosis(-)
Leher
Inspeksi : bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : arteri carotis komunis (frekuensi : , kekuatan: , irama : )
Dada
Inspeksi : kesimetrisan dada (+)
Palpasi : letak ictus cordis (normal)
Perkusi : batas jantung (normal)
Auskultasi : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada kelainan pada bunyi jantung.
2. Sistem Pernafasan
Hidung
Inspeksi : cuping hidung (-), secret (-), pemberian O2 (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Mulut
Inspeksi : sianosis (-)
Dada
Inspeksi : penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Perkusi : -
74
Palpasi : nyeri tekan (+), odema (-)
Auskultasi : -
3. Sistem Pencernaan
Abdomen
Inspeksi : pembesaran abnormal (+),
Palpasi :
Kuadran I:
Hepar hepatomegali(+), nyeri tekan(+), shifting dullness
Kuadran II:
Gaster nyeri tekan abdomen(+), distensi abdomen(+)
Lien splenomegali
Kuadran III:
Massa (skibala, tumor)(+), nyeri tekan(+)
Kuadran IV:
Nyeri tekan pada titik Mc Burney(+)
Perkusi : batas – batas hati (ada pembengkakan pada KW1)
Auskultasi: bising usus (+), borborygmi (-), hiperperistaltik (+), hipoaktif(+)
4. Sistem Perkemihan
BAK : > 1500 ml / 24 jam, penggunaan kateter (-), gatal (+)
Ginjal
Inspeksi : pembesaran daerah pinggang (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)
Perkusi : nyeri ketok (-).
5. Sistem Muskuluskeletal
Inspeksi : Pembengkakan (+)
Palpasi : kekakuan sendi (-)& nyeri (+)
Warna Kulit : perubahan warna kulit (+)
Kekuatan otot : 4 4
4 4
6. Sistem Endokrin dan Eksokrin
75
Kepala
Inspeksi : distribusi rambut, ketebalan, kerontokan
Leher
Inspeksi : pembesaran kelenjar thyroid (-), perubahan warna (+)
Palpasi : nyeri tekan (+).
7. Sistem Neurologi
Anamnesa : mual muntah
Tingkat kesadaran (kualitas) : Compos Mentis : sadar sepenuhnya, dapat
menjawab pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Tingkat kesadaran (kuantitas) : E (4), M (6), V (5).
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa : keluhan waktu coitus (kemampuan ereksi ,rasa nyeri,
ejakulasi dini)
Genetalia
Inspeksi : kebersihan, odema (-), benjolan (-)
Palpasi : nyeri tekan (+)
9. Sistem Persepsi Sensori
Mata
Inspeksi : kesimetrisan mata (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), pembengkakan kantong mata (-)
E. ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn A.
No. Reg : 10039
Dx. Medis : Tumor Pankreas
TGL DATA ETIOLOGI MASALAH
6 Mei 2015 DS : Pasien sudah 2 hari merasakan mual muntah ,pusing,muncul penyakit kuning gangguan pernafasan.
Merokok
DM (diabetus militus)
Pankreatitis kronik
1. Nyeri Akut
76
DO :
S : 38°C
N : 64 x/mnt
TD : 100/70 mmHg
RR : 26 x/mnt
BB : 45 Kg
6 Mei 2015 DS:Pasien mengatakan tidak nafsu makan sehingga berat badan menurun
DO : S : 38,5°CN : 69 x/mntTD : 100/60 mmHgRR : 26 x/mntBB : 43 Kg
Diet daging goreng yang tinggi kalori
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
6 Mei 2015 DS : Pasien mengeluh badan terasa panasDO : S : 41°CN : 59 x/mntTD : 100/60 mmHgRR : 27 x/mntBB : 43 x/mnt
Proses penyakit yang menjalar sehingga terjadi komplikasi
3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Berhubungan dengan agen injuri biologis
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jarigan yang aktual atau potensial
77
atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, , awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
dianstipasi atau dipredikasi dan berlangsung <6 bulan.
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
1. Management
nyeri (1400)
Definisi :
Mengurangi nyeri
atau menurunkan
nyeri ke level
kenyamanan yang
diterima oleh pasien
₋ Lakukan pengkajian
yang komprehensif
tentang nyeri, termasuk
lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, atau
beratnya nyeri dan
factor presipitasi
₋ Beri informasi tentang
nyeri, misal penyebab
nyeri, berapa lama
berakhir, antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
₋ Pastikan pasien
menerima analgesic
yang tepat.
₋ pertimbangkan kapan
memilih strategi untuk
meringankan type dan
sumber nyeri.
₋ bantu pasien dan
Control Nyeri :
Aksi individu untuk
mengontrol nyeri.
(1605)
1. Melaporkan
pengontrolan nyeri
2. Mendeskripsikan
faktor penyebab
3. Mengakui hubungan
gejala dengan nyeri
4. Mengakui serangan
nyeri
5. Menasehati
pemakaian analgesik
78
keluarga untuk mencari
dan memberikan
dukungan.
₋ caritahu faktor yang
memperbaiki nyeri
pasien.
₋ caritahu pengetahuan
dan kepercayaan pasien
tentang nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Definition : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik.
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
A. Management nutrisi
(1100)
Definisi : Keadaan
individu yang
mengalami
kekurangan asupan
nutrisi untuk
memenuhi
kebutuhan metabolik
Tentukan motivasi pasien
untuk mengubah kebiasaan
makan
Pantau nilai laborotorium
khususnya transferin, albumin,
dan elektrolit Pengelolaan
nutrisi
Ketahui makanan kesukaan
pasien
Tentukan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval
yang tepat
Status nutrisi :
intake makanan
dan cairan.
(1008)
Makanan
oral, pemberian
makanan lewat
selang, atau
nutrisi
parenteral total
Asupan
cairan oral atau
IV
79
Ajarkan metode untuk
perencanaan makan
Ajarkan pasien tentang
makanan bergisi
Beri informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
3. Diagnosa Keperawatan : Hipertermi
Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
Menurunkan suhu
tubuh (37900
Definisi : mengurangi
temperatur suhu tubuh
ke arah yang lebih
rendah dan mencegah
adanya komplikasi.
kaji tanda-tanda vital
pantau temperatur
pasien.
pantau warna kulit
pasien.
Berikan pengobatan
untuk mencegah atau
mengontrol adanya
kejang.
Control resiko
hipertermi : aksi
individu untuk
mencegah,
mendeteksi dari
ancaman suhu
tubuh. (1922)
Resiko
kurangnya
pengetahuan
Mengidentifikasi
tanda dan gejala
dari hipertermi
Menjelaskan
tempat tinggal
untuk mengontrol
suhu tubuh.
H. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Dx Kep. Tanggal, Jam Tindakan Paraf
a. 1. 6 Mei 2015
08.30
melakukan pengkajian yang
komprehensif tentang nyeri, termasuk
lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas, atau
Ttd
80
beratnya nyeri dan factor presipitasi
memberikan formasi tentang nyeri, misal
penyebab nyeri, berapa lama berakhir,
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
memastikan pasien menerima analgesic
yang tepat.
Mempertimbangkan kapan memilih
strategi untuk meringankan type dan
sumber nyeri.
pantau pasien dan keluarga untuk
mencari dan memberikan dukungan.
Mencaritahu faktor yang memperbaiki
nyeri pasien.
Mencaritahu pengetahuan dan
kepercayaan pasien tentang nyeri.
b. 2. 6 Mei 2015
11.00
menentukan motivasi pasien untuk
mengubah kebiasaan makan
Pantau nilai laborotorium khususnya
transferin, albumin, dan elektrolit
Ketahui makanan kesukaan pasien
Tentukan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
Pantau kandungan nutrisi dan kalori
pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval yang tepat
Ajarkan metode untuk perencanaan
makan
Ajarkan pasien tentang makanan bergisi
Beri informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
Ttd
81
3. 08.00 mengkaji tanda-tanda vital
Memantau temperatur pasien.
Memantau warna kulit pasien.
4. -Berikan pengobatan untuk
mencegah atau mengontrol adanya
kejang.
Ttd
I. EVALUASI KEPERAWATAN
No. Dx. Kep. Tanggal, Jam Evaluasi Paraf
1. 10 Oktober
2012,
08.00
S : Pasien sudah 2 hari merasakan mual
muntah ,pusing,muncul penyakit kuning
gangguan pernafasan.
O : S : 38,5°C, N : 69 x/mnt, TD : 100/60
mmHg, RR : 26 x/mnt, BB : 43 Kg
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Lakukan pengkajian yang komprehensif
tentang nyeri,termasuk lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas,
atau beratnya nyeri dan factor presipitasi
Ttd
2. 11 Oktober
2012,
11.00
S : Pasien mengatakan tidak nafsu makan
sehingga berat badan menurun.
O : S : 38,5°C, N : 69 x/mnt, TD : 100/60
mmHg, RR : 26 x/mnt, BB : 43 Kg
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Ttd
82
-Tentukan motivasi pasien untuk mengubah
kebiasaan makan
3. 12 Oktober
2012,
08.00
S : Pasien mengeluh badan terasa panas
O : S : 41°C, N : 59 x/mnt, TD : 100/60 mmHg, RR : 27 x/mnt, BB : 43 x/mnt
A : Masalah teratasiP : Intervensi dihentikan-Mengkaji tanda-tanda vital,- Memantau temperatur pasien, -Memantau warna kulit pasien, -Berikan pengobatan untuk mencegah atau
mengontrol adanya kejang.
Ttd
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
Andessa, 2011, Asuhan Keperawatan Kolelitiasis, diakses tanggal 4 Oktober 2011 pukul 12.00 WIB.http://hesa-andessa.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-kolelitiasis.html
http://pradhitahendriyeni.blogspot.com/2014/05/askep-batu-empedu.html
http://learntogether-aries.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-tumor.html
Marylynn. E.Doengus. (2000). Rencana Asuhan keperawatan, edisi 3, penerbit buku kedokteran, Jakarta.
http://zakiah-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-115145-Kep.%20Reproduksi-Asuhan%20Keperawatan%20Kista%20Ovarium.html
83