privatisasi jasa penyedia tenaga listrik sebagai langkah efektifitas energi indonesia2
TRANSCRIPT
Privatisasi Jasa Penyedia Tenaga Listrik sebagai Langkah Efektifitas Energi
Indonesia
Menurut Prof. Bambang Brodjonegoro, listrik sebagai komoditas memberikan
perspektif tentang tenaga listrik yakni (1) listrik sebagai pelayanan publik, (2)
listrik sebagai infrastruktur dan (3) listrik sebagai penerimaan negara. Sehingga
listrik merupakan kebutuhan primer yang tanggung jawabnya diberikan kepada
negara untuk memenuhi dan memberikan akses masyarakat terhadap listrik.
Sebagai infrastruktur, listrik merupakan bagian dari pertumbuhan perekonomian
negara serta penerimaan negara. Namun terdapat beberapa permasalahan
kelistrikan di Indonesia, diantaranya adalah pasokan tenaga listrik nasional jauh
dari mencukupi kebutuhan masyarakat atas tenaga listrik, kebutuhan ini pun terus
meningkat tiap tahunnya. Dilihat dari data stastistik, pada tahun 2010 kapasistas
terpasang pembangkit listrik nasional adalah 30.908 MW yang terdiri dari 23.206
MW pada sistem kelistrikan wilayah Operasi Jawa – Bali dan 7.702 MW di
wilayah Operasi Indonesia Barat dan Timur. Penjualan listrik nasional mencapai
147.297 GWh pada tahun 2010 sedangkan dengan kapasistas terpasang dapat
menghasilkan listrik hingga 169.786 GWh. Reserve margin pasokan listrik
nasional sekitar 22.489 GWh, yang diramalkan tidak dapat bertahan selama 2
tahun dengan kondisi beban puncak yang meningkat hampir 50% per tahunnya.
Sehingga menyebabkan pemadaman bergilir secara berkala pada beberapa
wilayah akibat pasokan listrik yang kurang dan tidak merata, dikarenakan PLN
sebagai Pemegang Kuasa Usaha Kelistrikan (PKUP) menerapkan strategi
distribusi terbatas dengan mempertahankan konsumen yang ada tanpa
menambahkan kapasistas. Biaya produksi pembangkit listrik tidak efisien baik
dari PLN maupun dari independent power plan yang keduanya didomniasi oleh
pembangkit listrik batu bara, minyak bumi dan diesel yang menghasilakan emisi
tidak sedikit. Serta pembangkit listrik batu bara juga mangalami security of supply
yang ditentukan oleh kebijakan domestic market obligation, batasan harga dalam
negeri serta kesiapan infrastruktur. Dari permasalahan tersebut maka perlu win
solution antara pemerintah dan swasta serta masyarakat dalam menyikapi
pemenuhan kebutuhan ketanagalistrikan di Indonesia.
1
Melalui UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan memberikan luang
yang sangat terbuka kepada pihak swasta untuk berpartisipasi aktif dalam usaha
penyediaan tenaga listrik, diharapkan mampu untuk memaksimalkan kemampuan
negara dalam penyediaan tenaga listik yang belum memenuhi permintaan.
Memang diperlukan teknologi serta investasi yang sangat besar untuk
meningkatkan penyediaan listrik, namun penyediaan listrik ini bersifat darurat
dikarenakan kuota produksi PLN (Perusahaan Listrik Negara) sudah tidak
memenuhi kebutuhan listrik indonesia sedangkan listrik merupakan kebutuhan
yang sangat vital untuk kehidupan. Privatisasi ketenagalistrikan sudah menjadi
wacana publik sejak Keppres No. 37 Tahun 1992, tetapi belum ada swasta yang
optimal untuk menggarap penyediaan jasa kelistrikan dikarenakan memerlukan
investasi modal yang tinggi, infrastruktur dan tekonologi yang tidak sedikit.
Privatisasi listrik ini jelas akan meringankan beban PLN untuk membangun
infrastruktur penunjang, sehingga nantinya dapat memenuhi kebutuhan listrik
secara nasional. Swasta harus mampu menerapkan sistem efisiensi biaya produksi
sehingga menciptakan produksi listrik di bawah Tarif Dasar Listrik (TDL) yang
ditetapkan pemerintah, selisih itulah nantinya menjadi share profit ke swasta yang
tinggi. Sedangkan TDL yang ditetapkan pemerintah juga harus menambahkan
faktor pertimbangan biaya produksi swasta sehingga tidak mengalami kerugian
yang banyak. Mengingat invenstasi yang sangat tinggi swasta lokal dapat
berkerjasama dengan swasta asing namun dalam koridor regulasi yang ditetapkan
pemerintah agar menjaga harga produk listrik tidak terlalu tinggi. Privatisasi
listrik yang di lakukan Indonesia akan membuka lebar investasi asing untuk
masuk dan membangun infrastruktur yang berkerjasama dengan pemerintah
diwakili oleh PLN. Pola kerjasama ini harus di atur dalam undang – undang
sehingga menetapkan secara pasti berapa rate share profit maksimal yang dapat
dicapai oleh investor asing.
Dalam proses pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Indonesia harus secara tepat dan
cepat membangun infrastruktur untuk meningkatkan daya saing industri dalam
negeri di kancah global. Listrik yang cukup, serta infrastruktur yang memadai
akan membuat biaya produksi tertekan sehingga meningkatkan daya saing. Peran
swasta dalam privatisasi energi memang tidak sepenuhnya mengakitbatkan
2
negative effect. Dalam hal kelistrikan peran swasta dan pembukaan monopoli
kelistrikan menjadi privatisasi akan mengakibatkan peningkatan kapasitas
produksi listrik yang signifikan. Hal ini dapat ditandai dengan dibangunnya
infrastruktur pembangkit tenaga listrik di wilayah daerah operasi Tengah dan
Timur Indonesia. Pembagian ini adalah langkah awal untuk pemenuhan
kebutuhan listrik nasional, pembagian dilakukan berdasarkan wilayah regional.
PLN tetap mengurusi wilayah Indonesia Barat – Bali yang merupakan area vital
dan beban listrik paling banyak. Sedangkan pembagian kepada pihak swasta
adalah bagian Tengah – Timur Indonesia dengan pengawasan langsung dari PLN,
swasta harus juga di batasi untuk tidak secara penuh melakukan usaha produksi
listrik. Swasta hanya di perbolehkan untuk membangun infrastruktur pembangkit,
jaringan dan penunjang. Namun pembayaran atau pun pelayanan terhadap
konsumen tetap di pegang oleh pemerintah melalui regulasi yang ketat.
Namun pola privatisasi listrik ini harus diterapkan dengan hati – hati jangan
sampai memberatkan kas negara secara berkala, dalam bidang indsutri energi
privatisasi listrik di Indonesia merupakan industri baru sehingga belum banyak
perusahaan lokal yang berani mengambil investasi tinggi untuk membangun
infrastruktur pembangkit maupun infrastruktur penunjang lainnya. Subsidi dari
pemerintah merupakan jalan awal sehingga minat swasta dalam mengelola
ketanagalistrikan meningkat. Regulasi pemerintah terkait dengan privatisasi juga
harus ketat dikarenakan masih rentannya finansial kontraktor untuk menggarap
proyek. Penerapan UU No. 30 Tahun 2009 harus tetap diawasi sehingga peran
swasta juga tidak main – main dalam penerapan investasi kelistrikan.
3