profesi konselor dalam kurikulum 2013 dan permasalahannya

23
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt 63 Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya Mungin Eddy Wibowo Univeristas Negeri Semarang Email: [email protected] Artikel diterima: 18 April 2017; direvisi 4 Mei 2017; disetujui 5 Juni 2017 ABSTRACT Implementation of the 2013 curriculum will create problems for high school learners who can not afford in choosing the right direction of subject groups and subjects appropriately, so that will cause difficulties in learning and tendency to fail in learning. The determination of the direction of the subject group and the subjects should be in accordance with the general basic skills (intelligence), talents, interests and preferences of each learner so that the learning process goes well and the tendency to succeed in learning. Therefore, the guidance and counseling service in the direction of the subject group and the subject is very necessary for the learner to be able to make choices according to his potential ability and the possibility of success in learning. Keywords: profession; counselor; curriculum This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2017 by author. PENDAHULUAN Indonesia melakukan inovasi pendidikan melalui implementasi kurikulum 2013 dalam menghadapi tantangan internal maupun eksternal, serta menghadapi tuntutan perkembangan zaman yang menuntut adanya penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan materi pembelajaran. Dalam hal pembelajaran yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar sarana dan prasarana, standar biaya, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertimbangan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

63

Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Mungin Eddy Wibowo Univeristas Negeri Semarang

Email: [email protected]

Artikel diterima: 18 April 2017; direvisi 4 Mei 2017; disetujui 5 Juni 2017

ABSTRACT

Implementation of the 2013 curriculum will create problems for high

school learners who can not afford in choosing the right direction of

subject groups and subjects appropriately, so that will cause difficulties

in learning and tendency to fail in learning. The determination of the

direction of the subject group and the subjects should be in accordance

with the general basic skills (intelligence), talents, interests and

preferences of each learner so that the learning process goes well and the

tendency to succeed in learning. Therefore, the guidance and counseling

service in the direction of the subject group and the subject is very

necessary for the learner to be able to make choices according to his

potential ability and the possibility of success in learning.

Keywords: profession; counselor; curriculum

This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution,

and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2017 by author.

PENDAHULUAN

Indonesia melakukan inovasi pendidikan melalui implementasi kurikulum 2013 dalam

menghadapi tantangan internal maupun eksternal, serta menghadapi tuntutan perkembangan

zaman yang menuntut adanya penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum

serta pendalaman dan perluasan materi pembelajaran. Dalam hal pembelajaran yang tidak kalah

pentingnya adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar

dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan.

Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan

pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar

kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,standar pendidik dan tenaga kependidikan,

standar pengelolaan, standar sarana dan prasarana, standar biaya, dan standar penilaian

pendidikan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia

dilihat dari pertimbangan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia

produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan

Page 2: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

64

orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai

puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan

besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif

yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki

kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.

Melalui pendidikan bermutu diharapkan sumber daya manusia usia produktif akan menjadi

generasi emas Indonesia pada tahun 2045 . Mengapa dikatakan Generasi Emas Indonesia ?

Karena merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif,

sangat berharga dan sangat bernilai, sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar

berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif, serta

menjadi bonus demografi.

Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan

masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan

pengetahuan dan pedagogi,serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Tantangan masa

depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah

lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan infromasi,kebangkitan industri kreatif dan

budaya,dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Di era global akan terjadi

perubahan-perubahan yang cepat. Hubungan komunikasi,informasi,transformasi menjadikan satu

sama lain menjadi dekat sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara lain

berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi,kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan

mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan,kemampuan menjadi warga negara yang

bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang

berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Disamping itu generasi

Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja,

memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap

lingkungan.

Tujuan pendidikan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

Page 3: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

65

demokratis serta bertanggung jawab. Sejalan dengan arahan undang-undang tersebut, telah pula

ditetapkan visi pendidikan tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan

kompetitif. Yang dimaksud cerdas disini adalah cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual dan

cerdas sosial/emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, dan

cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan.

Dengan demikian kurikulum 2013 adalah dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan

insan Indonesia sebagai generasi emas supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan

warganegara yang produktif, kreatif,inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada

kehidupan bermasyarakat,berbangsa,bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum adalah metode

untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki kompetensi sikap,pengetahuan,dan

keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif,

dan afektif.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi

adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan

pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Struktur

kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata

pelajaran terdiri atas: (1) mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan

pendidikan pada setiap satuan pendidikan. (2) mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta

didik sesuai dengan pilihan mereka. Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan)

Page 4: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

66

dikembangkan dalam kegiatan intra kurikuler. Sedangkan kegiatan pembelajaran lain

dikembangkan dalam ekstra kurikuler.

Kurikulum 2013 menekankan pembinaan generasi muda dan seluruh warga negara untuk

menjadi manusia-manusia yang cerdas dan berkarakter, cinta tanah air dan bangsa yang ber-

Pancasila dan ber-Bhineka Tunggal Ika dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan

Undang-Undang Dasar 1945. Kurikulum 2013 mengarahkan peserta didik belajar lebih giat, rajin

dan penuh disiplin, menjangkau materi pelajaran yang lebih kaya dan bervariasi sesuai dengan

potensi dan minat mereka. Kurikulum baru ini diharapkan mampu menghasilkan insan Indonesia

yang produktif, kreatif, inovatif, efektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan

yang terintegrasikan. Untuk itu semua, peran pendidik, terutama peran para guru dan para guru

Bimbingan dan Konseling atau Konselor sangatlah penting untuk mendorong, menunjang dan

mengangkat aktivitas belajar peserta didik setinggi-tingginya.

Implementasi Kurikulum 2013 mengamanatkan adanya pelayanan bimbingan dan konseling

yang didalamnya termasuk pelayanan arah peminatan peserta didik. Dalam implementasi

kurikulum 2013 substansi bimbingan dan konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan

pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam

kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk

SMA/MA dan SMK/MAK) bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk membantu satuan

pendidikan dalam memfasilitasi peserta didik dalam memilih dan menetapkan program

peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta didik

SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi peserta didik

SMA/MA. Selain itu bimbingan dan konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi guru

bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu

peserta didik yang secara individual mengalami masalah psikologis atau psikososial, seperti sulit

berkonsentrasi, rasa cemas, dan gejala perilaku menyimpang.

Pelayanan Peminatan Peserta Didik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan

terintegrasi dalam program pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan pada

khususnya dan program pendidikan di satuan pendidikan pada umumnya, untuk jenjang

pendidikan dasar dan menengah. Artinya, program pelayanan bimbingan dan konseling dan

program pendidikan pada satuan pendidikan yang lengkap dan penuh harus memuat kegiatan

pelayanan arah peminatan dan pendalaman mata pelajaran pada peserta didik. Upaya ini

mengacu kepada manajemen satuan pendidikan dan program pelaksanaan kurikulum, khususnya

Page 5: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

67

terkait dengan peminatan akademik, peminatan penjurusan, peminatan pendalaman mata

pelajaran dan lintas mata pelajaran, dan peminatan studi lanjutan. Program bimbingan dan

konseling dengan pelayanan peminatan bagi peserta didik itu sepenuhnya berada di bawah

tanggung jawab Guru BK atau Konselor di setiap satuan pendidikan. Guru BK atau konselor

melalui pelayanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik memilih dan menentukan

minat kelompok mata pelajaran, minat lintas mata pelajaran dan minat pendalaman mata

pelajaran berdasarkan potensi diri (kekuatan) dan kemungkinan keberhasilannya. Oleh karena itu

Guru BK atau Konselor harus dapat membantu peserta untuk menemukan kekuatannya, yang

berupa kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, kemampuan akademik, minat,dan

kecenderungan peserta didik,serta dukungan moral dari orang tua. Sedangkan pelayanan

pendalaman materi mata pelajaran bagi peserta didik sepenuhnya tanggung jawab Guru Mata

Pelajaran terkait dengan bidang studinya atau mata pelajaran yang diampunya.

Pelayanan Peminatan Peserta Didik merupakan kegiatan bimbingan dan konseling yang

amat penting dan menentukan kesuksesan dalam belajar, perkembangan dan masa depan masing-

masing peserta didik. Untuk itu, pelaksanaannya memerlukan Guru BK atau Konselor yang

kompeten dan profesional dalam menjalankan tugas, fungsi dan peran profesionalnya membantu

peserta didik dalam memilih dan menentukan arah peminatan secara tepat untuk keberhasilan

dalam belajar. Hal ini terkait secara langsung dengan konstruk dan isi Kurikulum Tahun 2013

yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui

penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi.

Pelayanan BK di SD/MI dilakukan oleh Guru Kelas untuk membantu peserta didik

menanamkan minat belajar, mengatasi masalah minat belajar dan mengalami kesulitan belajar

secara antisipatif (preemptive). Sedangkan pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan

oleh Guru BK atau konselor di SMP/MTs diarahkan untuk membantu peserta didik

memantapkan minat belajar dan menentukan minat untuk melakukan pilihan studi lanjut antara

SMA/MA dan SMK berdasarkan pada kemampuan dasar umum (kecerdasan),bakat, minat,dan

kecenderungan arah pilihan masing-masing peserta didik.

Pada jenjang pendidikan menengah umum yaitu di SMA/MA, Guru BK atau Konselor

membantu peserta didik menentukan minat terhadap kelompok mata pelajaran pilihan yang

tersedia, menentukan mata pelajaran pilihan di luar mata pelajaran kelompok minatnya, dan

menentukan minat pendalaman materi mata pelajaran untuk mendapatkan kesempatan mengikuti

mata kuliah di perguruan tinggi,selama peserta didik yang bersangkutan berada di kelas XII dan

Page 6: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

68

atas kerjasama sekolah dengan perguruan tinggi. Pada jenjang pendidikan menengah

kejuruan,yaitu di SMK, Guru BK atau Konselor membantu peserta didik menentukan minat

dalam memilih program keahlian yang tersedia, dan menentukan mata pelajaran keahlian pilihan

di luar mata pelajaran program keahlian minatnya. Guru BK atau Konselor di SMA/MA dan

SMK membantu peserta didik menentukan minatnya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi

sesuai dengan potensi dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik.

Guru BK atau Konselor melalui pelayanan bimbingan dan konsleing dalam kurikulum 2013

mempunyai fungsi dan peranan untuk membantu peserta didik dalam memilih dan menentukan

minat terhadap kelompok mata pelajaran pilihan yang tersedia, menentukan mata pelajaran

pilihan di luar mata pelajaran kelompok minatnya, dan menentukan minat pendalaman materi

mata pelajaran berdasarkan kekuatan dan kemungkinan keberhasilan studinya. Oleh karena itu

Guru BK atau Konselor bekerjasama dengan Guru Mata Pelajaran, Guru Wali Kelas

mengidentifikasi kemampuan, bakat, minat,dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta

didik serta dukungan dari orang tua sehingga akan dapat menjalani kehidupan dalam belajar

yang sesuai dengan kekuatan dirinya, efektif, bermakna, kreatif, menyenangkan, dan dinamis

serta kemungkinan keberhasilan tinggi.

Pelayanan bimbingan dan konseling peminatan peserta didik terhadap pilihan peminatan

kelompok mata pelajaran yang tersedia, peminatan lintas mata pelajaran dan peminatan

pendalaman mata pelajaran memberikan kesempatan yang cukup luas bagi peserta didik untuk

menempatkan diri pada jalur yang lebih tepat dalam rangka penyelesaian studi secara terarah,

sukses, dan jelas dalam arah pendidikan selanjutnya. Wilayah peminatan kelompok mata

pelajaran ini, dalam keseluruhan program pendidikan satuan pendidikan menengah merupakan

bidang pelayanan BK yang menjadi wilayah tugas pokok Guru BK atau Konselor dalam

kerangka keseluruhan program pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan.

Sedangkan pendalaman materi mata pelajaran merupakan bidang pelayanan pembelajaran yang

menjadi wilayah tugas pokok Guru Mata Pelajaran dalam kerangka keseluruhan program

pembelajaran pada satuan pendidikan.

PROFESI KONSELOR

Konselor adalah tenaga profesional yang memiliki kualifikasi profesional spesialis dalam

bidang bimbingan dan konseling yang diakui dan dengan akreditasi di bidang itu. Konselor

menjalankan peran yang berbeda dengan psikoterapis. Peran primer konselor adalah

Page 7: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

69

melaksanakan konseling, baik konseling individual, konseling kelompok, konseling keluarga,

konseling karir, konseling pendidikan, konsultasi dengan guru, konsultasi dengan orang tua, dan

evaluasi layanan bimbingan dan konseling, serta menfasilitasi rujukan ke lembaga atau ahli di

luar lingkungan sekolah. Dari segi perkembangan, peran konselor sekolah pada tiap tingkatan

adalah unik, namun semuanya terfokus pada hubungan interpersonal dan intrapersonal. Konselor

yang bekerja di sekolah harus fleksibel dan berkemampuan dalam mengetahui bagaimana cara

bekerja dengan anak-anak, orang tua, dan personil sekolah lainnya yang kadang dari berbagai

lingkungan dan mempunyai sudut pandang yang berbeda pula. Konselor harus memahami situasi

apa yang paling tepat ditangani dengan cara apa (melalui konseling, konsultasi, dan sebagainya).

Di Indonesia , konselor sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1

Angka 6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai

guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan

lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan

pendidikan”. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa “Konselor

adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu

(S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari

perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.”

Sedangkan dalam Pperaturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah

dinyatakan bahwa “Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal

Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus Pendidikan

Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor.” dan “Guru Bimbingan dan Konseling

adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang

Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling”.

Konselor sebagai pendidik profesional melakukan pelayanan konseling sebagai salah satu

upaya pendidikan untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai

dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Konseling sebagai profesi bantuan

diperuntukan bagi individu-individu normal yang sedang menjalani proses perkembangan sesuai

dengan tahap-tahap perkembangan agar mencapai perkembangan optimal, kemandirian dan

kebahagiaan dalam menjalani berbagai kehidupan. Konseling membantu individu

Page 8: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

70

mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, kecerdasan

emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, dan kecerdasan kinestetik, sehingga akan

dapat diwujudkannya manusia yang berhasil sebagai pribadi mandiri (mahluk individu), sebagai

elemen dari sistem sosial yang saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain (mahluk

sosial), dan sebagai pemimpin bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di muka bumi

(mahluk Tuhan). Konseling sebagai profesi bantuan (helping profession) adalah konsep yang

melandasi peran dan fungsi konselor di masyarakat dewasa ini.

Profesi konselor sebagai profesi bantuan adalah profesi yang anggota-anggotanya dilatih

khusus dan memiliki lisensi atau sertifikat untuk melakukan sebuah layanan unik dan dibutuhkan

oleh masyarakat, yaitu layanan konseling. Konselor melaksanakan konseling untuk membantu

individu-individu normal yang sedang menjalani proses perkembangan sesuai dengan tahap-

tahap perkembangan agar mencapai perkembangan optimal, kemandirian dan kebahagiaan dalam

menjalani berbagai kehidupan. Konselor menggunakan keterampilan konseling dengan maksud

dan tujuan utama membantu individu-indivudu (klien) mengembangkan keterampilan pribadi

dan kekuatan batin (inner strength) agar mereka dapat menciptakan kebahagiaan di dalam

kehidupannya sendiri dan orang lain (Nelson-Jones,2003). Konselor membantu klien untuk

menolong dirinya sendiri dengan menggunakan keterampilan konseling untuk mengembangkan

kapasitas klien dalam menggunakan potensi manusianya, baik sekarang maupun di masa datang.

Konselor sebagai profesi bantuan bertugas membantu manusia mencapai tingkat

perkembangan yang lebih tinggi atau optimal, dan mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Manusia adalah segala-

galanya bagi pelayanan konseling. Ini berarti bahwa hakikat tujuan konseling harus bertolak dari

sistem nilai dan kehidupan yang menjadi rujukan manusia yang ada dalam sistem kehidupan

tersebut. Teori dan konsep konseling yang dikuasai konselor didasarkan pada sistem kehidupan

sosial dan budaya tertentu belum tentu berlaku bagi sistem kehidupan sosial dan budaya lain,

untuk itu diperlukan perspektif sosiologis tentang hakikat tujuan konseling dan kehidupan

individu yang hendak dilayani.

Konselor sebagai profesi yang bersifat membantu memiliki landasan ilmu dan teknologi

serta wilayah praktek yang jelas yang dapat dibedakan dengan profesi-profesi lain yang bersifat

membantu. Ilmu dan teknologi merupakan dasar dan andalan bagi konselor untuk

Page 9: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

71

terselenggaranya pelayanan profesi konseling, yang diarahkan, dibimbing dan dijaga oleh kode

etik yang secara khusus disusun untuk profesi tersebut. Konselor sebagai profesi bantuan,

fondasi bagi konselor sebagai disiplin ilmu diperoleh dari disiplin keilmuan psikologi.

Kontribusi psikologi meliputi teori dan proses konseling, asesmen standar, teknik konseling

individu dan kelompok, dan pengembangan karier serta teori-teori pengambilan keputusan.

Wilayah spesialisasi bidang psikologi memiliki kontribusi lebih jauh untuk bangunan

pengetahuan yang diatasnya para konselor bekerja. Utamanya, bangunan ini dibentuk oleh

psikologi pendidikan dan studi-studinya tentang teori belajar, pertumbuhan dan perkembangan

manusia dan implikasinya bagi lingkup pendidikan. Psikologi sosial membantu konselor

mengerti pengaruh-pengaruh situasi sosial bagi individu,termasuk pengaruh lingkungan dan

perilaku tertentu. Psikologi ekologis menyoroti studi lingkungan dan bagaimana individu

mencerap, dibentuk dan mempengaruhi lingkungannya. Psikologi perkembangan membantu

konselor memahami mengapa dan bagaimana individu tumbuh dan berubah sepanjang hidup

mereka.

Kita harus mengakui jika ikatan disipliner terkuat bagi profesi konselor adalah dengan

bidang psikologi, namun kita juga harus mengakui kontribusi penting ilmu-ilmu lain bagi profesi

konseling, sebagai contoh, sosiologi memberi kontribusi bagi pengertian tentang kelompok-

kelompok manusia dan pengaruhnya terhadap pranata dan perubahan sosial. Antropologi

menyediakan bagi para konselor pemahaman tentang budaya-budaya manusia, yang pada

gilirannya menyediakan rambu-rambu bagi cara bersikap dan memandang anggota-anggotanya.

Biologi membantu konselor memahami organisme manusia dan keunikannya. Sedangkan profesi

kesehatan membuat kita sadar pentingnya kesejahteraan hidup dan pencegahan dari penyakit,

penyimpangan dan gangguan baik mental maupun fisik (Gibson & Mitchel1995: 29).

Konselor di Indonesia harus mempunyai dasar keilmuan pendidikan yang kuat, karena

”Konselor” sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan membantu

konselor memahami proses pemberdayaan dan pembudayaan manusia yang sedang berkembang

menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun dirinya sendiri dan masyarakat. Melalui

pendidikan konselor membantu manusia berkembang ke arah bagaimana dia harus menjadi dan

berada, karena pendidikan harus bertolak dari pemahaman tentang hakikat manusia. Pendidikan

berupaya memahami manusia dalam segala hal aktualisasinya, kemungkinannya, dan

pemikirannya, bahkan memahami perubahan yang dapat diharapkan terjadi pada diri manusia.

Page 10: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

72

PERAN KONSELOR DALAM KURIKULUM 2013

Konselor mempunyai peranan penting dalam seting pendidikan dalam setiap jenis dan

jenjang pendidikan, dengan tujuan agar siswa mampu mandiri dan berkembang secara optimal

sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan

dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga,

pendidikan, status sosial-ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya khususnya

lingkungan pendidikan di sekolah. Dukungan semua pihak yang ada di sekolah terutama

dukungan kepala sekolah sangat menentukan terwujudnya peranan konselor dalam seting

pendidikan seperti yang diharapkan, yaitu mampu membantu sisswa menjadi insan yang

berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi,pilihan,

penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.

Siswa seperti ini adalah siswa mandiri yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri

dan lingkungannya secara tepat dan obyektif, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara

positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri

sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri

secara optimal. Ini semua dalam rangka untuk menunjang tujuan pendidikan yang dituangkan

dalam setiap kurikulum pendidikan sejak tahun 1975 sampai dengan kurikulum tahun 2013, yang

arahnya pada pengembangan pribadi, pengembangan kepampuan sosial, pengembangan

kemampuan belajar, dan pengembangan karir, sehingga keempat dimensi kemanusiaan individu

yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi

keberagamaan dapat berkembang dengan optimal.

Pada tahun 2013, kurikulum 2006 (KTSP) disempurnakan dan dikembangkan yang dikenal

dengan sebutan Kurikulum 2013. Hal dilatarbelakangi bahwa pada Abad ke-21, setiap peserta

didik dihadapkan pada situasi kehidupan yang kompleks, penuh peluang dan tantangan serta

ketidakmenentuan. Dalam konstelasi kehidupan tersebut setiap peserta didik memerlukan

berbagai kompetensi hidup untuk berkembang secara efektif, produktif dan bermartabat serta

bermaslahat bagi diri sendiri dan lingkungannya.Pengembangan kompetensi hidup memerlukan

sistem layanan pendidikan pada satuan pendidikan yang tidak hanya mengandalkan layanan

pembelajaran matapelajaran/bidang studi dan manajemen saja, tetapi juga layanan khusus yang

bersifat psiko-edukatif melalui layanan bimbingan dan konseling. Konselor mempunyai peranan

penting dalam berbagai aktivitas bimbingan dan konseling dalam upaya untuk mengembangkan

Page 11: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

73

potensi dan kompetensi hidup peserta didik/konseli yang efektif serta memfasilitasi mereka

secara sistematik, terprogram, dan kolaboratif agar setiap peserta didik/konseli betul-betul

mencapai kompetensi perkembangan atau pola perilaku yang diharapkan.

Kurikulum 2013 memuat program peminatan peserta didik yang merupakan suatu proses

pemilihan dan pengambilan keputusan oleh peserta didik yang didasarkan atas pemahaman

potensi diri dan peluang yang ada pada satuan pendidikan. Muatan peminatan peserta didik

meliputi peminatan kelompok matapelajaran, matapelajaran, lintas peminatan, pendalaman

peminatan dan ekstra kurikuler. Dalam konteks tersebut, peranan konselor melalui layanan

bimbingan dan konseling membantu peserta didik untuk memahami, menerima, mengarahkan,

mengambil keputusan, dan merealisasikan keputusan dirinya secara bertanggungjawab sehingga

mencapai kesuksesan, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupannya. Di samping itu,

peran konselor melalui kegiatan bimbingan dan konseling membantu peserta didik/konseli

dalam memilih, meraih dan mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif

dan sejahtera.

Sesuai dengan arah dan spirit Kurikulum 2013, paradigma bimbingan dan konseling

memandang bahwa setiap peserta didik/konseli memiliki potensi untuk berkembang secara

optimal. Perkembangan optimal bukan sebatas tercapainya prestasi sesuai dengan kapasitas

intelektual dan minat yang dimiliki, melainkan sebagai sebuah kondisi perkembangan yang

memungkinkan peserta didik mampu mengambil pilihan dan keputusan secara sehat dan

bertanggungjawab serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap dinamika kehidupan yang

dihadapinya.

Setiap peserta didik/konseli satu dengan lainnya berbeda dalam hal kecerdasan, bakat,

minat, kepribadian, kondisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman belajarnya.

Perbedaan tersebut menggambarkan adanya variasi kebutuhan pengembangan secara utuh dan

optimal melalui layanan bimbingan dan konseling.Layanan bimbingan dan konseling mencakup

kegiatan yang bersifat pencegahan, perbaikan dan penyembuhan, pemeliharaan dan

pengembangan.

Layanan bimbingan dan konseling dalam implementasi kurikulum 2013 dilaksanakan oleh

konselor atau Guru BK sesuai dengan tugas pokoknya dalam upaya membantu tercapainya

tujuan pendidikan nasional, dan khususnya membantu peserta didik/konseli mencapai

perkembangan diri yang optimal, mandiri, sukses, sejahtera dan bahagia dalam kehidupannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kolaborasi dan sinergisitas kerja antara konselor atau

Page 12: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

74

guru bimbingan dan konseling, guru matapelajaran, pimpinan sekolah/madrasah, staf

administrasi, orang tua, dan pihak lainyang dapat membantu kelancaran proses dan

pengembangan peserta didik/konseli secara utuh dan optimal dalam bidang pribadi, sosial,

belajar, dan karir.

Tujuan dikembangkan Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia

agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,

kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Peranan konselor sekolah dalam upaya mewujudkan

tujuan kurikulum 2013 melalui kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, dipertegas dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar

dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah dan Nomor 70 Tahun 2013

tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan terkait dengan

Pilihan Kelompok Peminatan,Pilihan Matapelajaran Lintas Kelompok Peminatan dan

Pendalaman Mata Pelajaran, dimana Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai

peran penting dalam membantu peserta didik dalam memilih dan menetapkan arah peminatan

terkait dengan pilihan kelompok peminatan, lintas kelompok peminatan, dan pendalaman mata

pelajaran dalam rangka persiapan masuk perguruan tinggi.

Lebih lanjut, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013

tentang Implementasi Kurikulum. Pada Pasal 1 dinyatakan bahwa Implementasi kurikulum pada

sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah

(SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah

kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai tahun

pelajaran 2013/2014. Bimbingan dan konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan pendidikan

dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan,

kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan

SMK/MAK) bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan dalam

memfasilitasi peserta didik dalam memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi

peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta pemilihan

mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi peserta didik SMA/MA. Selain itu bimbingan dan

konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi guru bimbingan dan konseling (guru BK) atau

dkonselor sekolah untuk menangani dan membantu peserta didik yang secara individual

Page 13: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

75

mengalami masalah psikologis atau psikososial, seperti sulit berkonsentrasi, rasa cemas, dan

gejala perilaku menyimpang.

Dalam rangka implementasi Kurikulum 2013, peranan konselor di sekolah dipertegas lagi

dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Nomor 111

Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam

peraturan menteri tersebut dinyatakan bahwa (a) dalam rangka pengembangan kompetensi hidup,

peserta didik memerlukan sistem layanan pendidikan di satuan pendidikan yang tidak hanya

mengandalkan layanan pembelajaran mata pelajaran/bidang studi dan manajemen,tetapi juga

layanan bantuan khusus yang bersifat psiko-edukatif melalui layanan bimbingan dan konseling;

(b) setiap peserta didik satu dengan yang lainnya berbeda kecerdasan, bakat, minat, kepribadian,

kondisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman belajar yang menggambarkan adanya

perbedaan masalah yang dihadapi peserta didik sehingga memerlukan layanan Bimbingan dan

Konseling; (c) kurikulum 2013 mengharuskan peserta didik menentukan peminatan akademik,

vokasi, dan pilihan lintas peminatan serta pendalaman peminatan yang memerlukan layanan

bimbingan dan konseling. Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan oleh Konselor

sekolah atau Guru Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, obyektif, logis, dan

berkelanjutan serta terprogram untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk

mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Konselor adalah pendidik profesional yang

berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan

Konseling dan telah lulus pendidikan profesi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.

Sedangkan yang dimaksud Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi

akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan

memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.

Peranan Guru BK atau Konselor yaitu pengembangan kompetensi hidup, memfasilitasi

pertumbuhan perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam

kehidupannya, pemahaman diri dan lingkungan; penyesuaian diri dengan diri sendiri dan

lingkungan; penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir;pencegahan timbulnya

masalah;perbaikan dan penyembuhan;pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif

untuk perkembangan diri konseli;pengembangan potensi optimal; advokasi diri terhadap

perlakuan diskriminatif; dan membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap

program dan aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat,

kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan konseli

Page 14: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

76

Khusus peranan konselor sekolah dalam pendidikan menengah terkait dengan peminatan

peserta didik diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Nomor 64

Tahun 2014 tentang Peminatan pada Pendidikan Menengah. Dalam peraturan tersebut

dinyatakan peminatan akademik, peminatan kejuruan, lintas minat dan pendalaman minat untuk

satuan pendidikan menengah yaitu Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan

Sekolah Menengah kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). Peminatan pada

SMA/MA memilik tujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan

kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai

dengan minat, bakat, dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran

keilmuan. Peminatan pada SMK/MAK memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan kepada

peserta didik mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi

keterampilan peserta didik sesuai dengan minat, bakat, dan/atau kemampuan dalam bidang

kejuruan, program kejuruan, dan paket kejuruan. Dalam peraturan Menteri ini peranan Guru

Bimbingan dan Konseling/Konselor di SMP/MTs,SMA/MA, dan SMK/MAK sangat penting dan

strategis untuk membantu peserta didik dalam pemilihan dan pengambilan keputusan arah

peminatan kepada peserta didik agar mampu mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi

pengetahuan, dan kompetensi keterampilan sesuai dengan minat, bakat, dan/atau kemampuan

akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan.

Pelayanan bimbingan dan konseling peminatan peserta didik merupakan peluang dan

sekaligus tantangan yang begitu besar bagi Guru BK atau Konselor, untuk menjalankan

tugas,peran,fungsi dan tanggungjawab yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Untuk itu Guru

BK atau Konselor perlu mencermati secara mendalam makna peminatan dalam kurikulum 2013

dan melaksanakan tugas, tanggungjawab,dan peran profesi secara kompeten demi kemartabatan

dan public trust suatu profesi bimbingan dan konseling. Ini merupakan kesempatan dan peluang

yang baik untuk menunjukkan bahwa Guru BK atau Konselor melalui pelayanan bimbingan dan

konseling akan mampu menunjukan peran dan fungsinya dalam membantu peserta didik dalam

memilih dan menentukan peminatan kelompok mata pelajaran,peminatan lintas mata pelajaran

dan peminatan pendalaman mata pelajaran sesuai dengan kondisi potensi peserta didik sehingga

akan membantu kelancaran dan keberhasilan dalam belajar. The right man on the right place

akan dapat diwujudkan, kemungkinan untuk berhasil dalam belajar tinggi. Pelayanan peminatan

peserta didik berada dalam wilayah manajemen bimbingan dan konseling dan bagian dari

manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh.

Page 15: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

77

PERMASALAHAN PROFESI KONSELOR DALAM KURIKULUM 2013

Konselor sebagai pendidik dan sebagai jabatan profesional dipandang sebagai bagian atau

komponen dari suatu sistem sosial. “Sistem sosial” di sini diartikan sebagai suatu kelompok

individu yang hidup dan berinteraksi satu sama lain dalam masyarakat sekolah, yaitu dengan

guru mata pelajaran, kepala sekolah, tenaga administrasi, dan juga siswa.. Jaringan hubungan di

antara komponen-komponen sistem sosial tersebut membentuk suatu struktur sosial yang

teratur; di dalamnya ada posisi-posisi. Posisi yang satu dapat dibedakan dari posisi lainnya,

yaitu posisi guru mata pelajaran, posisi kepala sekolah, posisi tenaga administrasi, dan posisi

siswa di sekolah menurut fungsi yang ditentukan kelompok, dan tiap posisi mempunyai hak dan

kewajiban masing-masing.

Setiap fungsi selalu diikuti oleh peranan. Tak ada posisi tanpa peranan, dan tak ada peranan

tanpa posisi.Pada umumnya peranan didefinisikan sebagai tingkah laku individu untuk

mewujudkan hak dan kewajibannya sesuai dengan posisi individu tersebut. Jadi peranan

menunjuk pada hak dan kewajiban, sdecara normatif diakui sebagai pola tingkah laku yang

diberi posisi. Di dalam praktek tiap individu menduduki banyak posisi, jadi dengan sendirinya

banyak peranan yang dipegangnya.

Bila konselor memikul kewajiban dan tanggung jawab posisinya di sekolah, maka konselor

tersebut dikatakan telah melaksanakan peranannya. Peranan konselor mengandung harapan dan

pengakuan dari anggota kelompok sosial di sekolah. Peranan konselor dapat didefinisikan

berbagai harapan dan arah untuk bertingkah laku sesuai dengan posisinya. Jadi semacam “blue

print” tingkah laku konselor.

Konselor sebagai pemegang harapan bukanlah pihak yang pasif, konselor melakukan

interaksi sosial dengan individu lainnya yang mengamati dan menyambutnya. Bila suatu unit

sosial berfungsi, maka individu lainnya menaruh harapan dan tingkah laku tertentu dari konselor.

Harapan-harapan itu muncul karena pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain yang

berinteraksi langsung dari pemegang peran. Suatu peranan selalu berbeda dengan peranan

lainnya, tidak mungkin ada peranan yang sama persis. Peranan konselor berbeda dengan peranan

guru mata pelajaran, berbeda dengan peranan kepala sekolah, berbeda dengan peranan tenaga

administrasi, dan juga berbeda dengan peranan siswa di sekolah. Peranan yang dipegang

konselor memberikan stempel atas pola tingkah laku pemegangnya yaitu konselor. Persepsi

Page 16: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

78

pemegang peranan tentang hak dan kewajiban yang memilikinya, menentukan sampai berapa

jauh sesuatu peranan menjadi terinternasisasi.

Konflik peranan konselor bisa terjadi,karena adanya harapan-harapan yang tidak harmonis.

Konflik peranan adalah suatu situasi di mana kewajiban suatu posisi dikonfrontasikan dengan

harapan-harapan yang bertentangan. Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan konselor

dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dapat menimbulkan konflik peranan.

Konselor mengalami konflik peranan karena (a) konselor menerima tugas yang tidak sesuai

dengan kewajibannya, (b) konselor mengharapkan sesuatu sesuai dengan peranannya,tetapi

harapan itu bertentangan peraturan yang berlaku, (c) lingkungan sosial tertentu memberikan

peranan yang berbeda dengan seharusnya, (d) adanya tugas rangkap yang memaksa konselor

melakukan doble peranan yang bertentangan.

Peranan konselor menunjukkan harapan dan arah tingkah laku, serta berhubungan dengan

tujuan atau akhir sesuatu proses. Tingkah laku konselor yang sesuai dengan peranannya

ditentukan oleh faktor dari dalam dirinya dan ditentukan pula oleh pihak-pihak di luar dirinya.

Faktor-faktor luar yang menentukan peranan konselor adalah antara lain (a) administrator, (b)

guru mata pelajaran, (c) siswa, (d) orang tua, (e) kelompok profesional, dan (f) teman sejawat

konselor sendiri. Sedangkan faktor internal yang menentukan konselor adalah (a) disposisi

kebutuhan,(b) sikap-sikap, (c) nilai-nilai, (d) pengalaman hidup, dan (e) latihan profesional. Jadi

tingkah laku konselor merupakan perpaduan antara harapan yang diterima dari luar, dan

karakteristik pribadinya.

Peranan konselor makin nyata dan makin mantap untuk menunjang pencapaian tujuan

pendidikan di setiap satuan,jenjang dan jenis pendidikan. Bimbingan dan konseling dalam

Kurikulum 2013 disiapkan untuk menfasilitasi satuan pendidikan dalam mewujudkan proses

pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai

dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan SMK/MAK bimbingan dan

konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan dalam menfasilitasi peserta didik

dalam memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan

peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran lintas peminatan

khusus bagi peserta didik di SMA/MA. Selain itu bimbingan dan konseling juga dimaksudkan

untuk menfasilitasi konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling untuk menangani dan

membantu peserta didik yang secara individual mengalami masalah psikologis atau psikososial,

seperti sulit berkonsentrasi, rasa cemas, dan gejala perilaku menyimpang.

Page 17: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

79

Idealnya, peran konselor melalui pelayanan bimbingan dan konseling dapat diwujudkan

dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Namun dalam kenyataannya masih belum optimal, karena

berbagai kendala dalam implementasinya di sekolah, yaitu antara lain: (a) pemahaman kepala

sekolah terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling masih kurang, sehingga dukungan dan

fasilitasi pelaksanaan bimbingan dan konseling rendah; (b) banyak konselor sekolah tidak bisa

melaksanakan bimbingan dan konseling karena tidak diberi waktu khusus untuk bertatap muka

dengan siswa dalam kelas maupun di luar kelas, padahal regulasi mengatur dua jam pelajaran

untuk kegiatan bimbingan dan konseling; (c) sarana dan prasarana untuk kegiatan bimbingan dan

konseling di sekolah belum sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan; (d) konflik

peran bagi konselor masih banyak terjadi, yaitu adanya konselor yang menerima tugas atau

memberikan peranan yang berbeda dengan seharusnya, adanya tugas rangkap yang memaksa

konselor melakukan dobel peranan yang bertentangan; (e) konselor yang mencurahkan waktu

untuk kegiatan lain dari pada untuk kegiatan profesional sebagai konselor; (f) peranan konselor

di sekolah kurang memungkinkan sebagai agen perubahan yang efektif; (g) konselor sekolah

masih banyak yang tidak jelas dalam mengidentifikasikan dirinya dengan jabatan, yaitu adanya

yang lebih dekat dengan psikolog, sebagai administrator, padahal konselor harus memiliki

identitas sendiri sebagai konselor; (h) adanya konselor sekolah yang tidak berlatar belakang

bimbingan dan konseling, sehingga peranannya menjadi kontra produktif, karena melakukan

mal-praktek akibat tidak memiliki konsep, ilmu, keterampilan, dan kepribadian yang mendukung

terhadap profesi konselor;(i) konselor sekolah kurang melakukan kerjasama dengan suluruh staf

sekolah,dan bekerja sebagai team-worker sehingga kurang bisa mengoptimalkan peranannya

secara professional; (j) pemahaman konselor terhadap kurikulum 2013 masih kurang sehingga

belum mampu memberdayakan dirinya secara baik; (h) pendidikan dan pelatihan bagi guru BK

atau konselor sekolah terkait dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam implementasi

kurikulum 2013 sangat terbatas baik dari segi jumlah maupun kualitas pendidikan dan pelatihan.

Konselor mempunyai peranan penting dalam seting pendidikan dalam setiap jenis dan

jenjang pendidikan, dengan tujuan agar siswa mampu mandiri dan berkembang secara optimal

sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan

dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga,

pendidikan, status sosial-ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya khususnya

lingkungan pendidikan di sekolah. Namun,masih kurang adanya dukungan semua pihak yang

ada di sekolah terutama dukungan kepala sekolah sangat menentukan terwujudnya peranan

Page 18: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

80

konselor dalam seting pendidikan seperti yang diharapkan, yaitu mampu membantu siswa

menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan,

interpretasi,pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan

lingkungannya. Siswa seperti ini adalah siswa mandiri yang memiliki kemampuan untuk

memahami diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan obyektif, menerima diri sendiri dan

lingkungannya secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan

bijaksana, mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya

mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal. Ini semua dalam rangka untuk menunjang

tujuan pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum tahun 2013, yang arahnya pada

pengembangan pribadi, pengembangan kepampuan sosial, pengembangan kemampuan belajar,

dan pengembangan karir, sehingga keempat dimensi kemanusiaan individu yaitu dimensi

keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagamaan dapat

berkembang dengan optimal.

Di Indonesia, Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan diatur dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan

Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa

Bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional pada satuan pendidikan dilakukan oleh

tenaga pendidik profesional yaitu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling. Konselor

adalah seseorang yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang

bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/

Konselor. Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling yang dihasilkan

Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK) dapat ditugasi sebagai Guru Bimbingan dan

Konseling untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan.

Permasalahannya, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor yang bertugas pada satuan

pendidikan belum memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang ditentukan, sehingga

hasilnya belum speerti yang diharapkan atau terjadi adanya kontra-produktif. Oleh karena itu

secara bertahap perlu ditingkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya sehingga mencapai

standar yang ditentukan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor yaitu

Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan

Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.

Page 19: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

81

Disamping itu, juga masih banyak konselor yang belum menyadari bahwa untuk menjadi

konselor yang efektif perlu untuk melakukan peningkatan diri melalui proses belajar sehingga

mampu memberikan pelayanan konseling yang bermanfaat bagi pihak yang dilayani. Menjadi

konselor adalah sebuah proses seumur hidup (Gladding,2009). Proses ini terus berlangsung

melampaui pendidikan formal dan termasuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang terkait dengan

bidang konseling dan kegiatan organisasi profesi. Konselor harus terus belajar untuk

mendapatkan Continuing Educational Units agar terus mendapatkan pembaharuan informasi

mengenai konseling, mendapatkan supervisi untuk memastikan pelayanan konseling yang

sempurna. Studi lanjut merupakan sebuah kebutuhan bagi semua konselor terutama setelah lulus

program sarjana dan pendidikan profesi, meneruskan ke program master dan program doktor

konseling. dasar pertimbangannya adalah karena ide-ide baru dalam konseling dan praktik dalam

konseling terhadap individu atau masyarakat dalam berbagai jenis populasi layanan konseling

terus berubah dari waktu ke waktu dan harus terus dievaluasi, digabungkan, dan apabila perlu,

dikuasai. Konselor yang berhenti membaca buku-buku konseling atau berhenti/jarang

menghadiri seminar, workshop,konvensi mengenai konseling, akan cepat ketinggalan zaman

dalam memberikan layanan keahlian konseling.

Pengembangan diri berkelanjutan merupakan wujud dari Profesionalisasi Guru BK atau

Konselor dalam rangka menjadikan dirinya kompeten dalam menjalankan tugas-tugas profesi

bimbingan dan konseling pada umumnya,dan khususnya pelayanan peminatan peserta didik

dalam kaitannya dengan pelayanan bimbingan dan konseling yang diamanatkan dalam

kurikulum 2013. Kompetensi Guru dan Kompetensi Guru BK atau Konselor meliputi:

Kompetensi Pedagogik; Kompetensi Kepribadian; Kompetensi Sosial; dan Kompetensi

Profesional. Dalam Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang SKAKK ada 17 (tujuh belas)

kompetensi, maka dapat disebut sebagai “Kompetensi Pola 17” yang dirinci menjadi 76

kompetensi.

PENUTUP

Konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah memiliki peranan

penting dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Pendidikan dapat memanfaatkan

konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian

bantuan. Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dapat dipergunakan untuk

memperkembangkan diri (Crow & Crow, 1960). Mengacu kepada pernyataan tersebut, dalam

Page 20: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

82

arti luas konseling dapat dianggap sebagai bentuk upaya pendidikan, dan dalam arti sempit

konseling dapat dianggap sebagai teknik yang memungkinkan individu menolong dirinya

sendiri. Perkembangan dan kemandirian individu dipentingkan dalam proses konseling yang

sekaligus merupakan proses pendidikan. Untuk dapat berkembang dengan baik dan mandiri,

individu memerlukan pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan rohani yang sehat, serta

kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup kemasyarakatan.

Pelayanan bimbingan dan konseling arah peminatan kelompok mata pelajaran dan mata

pelajaran penting dalam implementasi kurikulum 2013 karena adanya pilihan peminatan ke

SMA/MA/SMK, pilihan peminatan kelompok mata pelajaran di SMA/MA dan pilihan

peminatan kelompok program keahlian di SMK.Guru BK atau Konselor melalui pelayanan BK

membantu siswa dalam memilih dan menentukan arah peminatan kelompok mata pelajaran

berdasarkan kekuatan dan kemungkinan keberhasilan studinya. Oleh karena itu Guru BK atau

Konselor bekerjasama dengan Guru Mata Pelajaran, Guru Wali Kelas mengidentifikasi

kemampuan, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing siswa serta dukungan dari

orang tua sehingga akan dapat menjalani kehidupan dalam belajar yang sesuai dengan kekuatan

dirinya, efektif, bermakna, kreatif, menyenangkan, dan dinamis serta kemungkinan keberhasilan

tinggi.

Dalam kurikulum 2013, upaya pelayanan bimbingan dan konseling untuk arah peminatan

kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran pertama-tama dimaksudkan untuk memenuhi

kepentingan siswa dalam rangka perkembangan dan kesuksesan mereka secara optimal, sesuai

dengan kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-

masing siswa, khususnya berkenaan dengan peminatan akademik, kejuruan, dan studi lanjutan.

Untuk itu, semua pihak perlu mencari jalan terbaik bagi terwujudnya tujuan pendidikan dengan

meletakkan kepentingan peserta didik sebagai hal yang paling dominan. Dalam hal ini, peran

guru BK atau Konselor sebagai semacam “penasihat akademik” siswa merupakan posisi sentral

dalam kerjasama dengan pimpinan satuan pendidikan, para Guru Mata Pelajaran, Guru Wali

Kelas, beserta orang tua siswa.

Upaya pelayanan Bimbingan dan Konseling berkaitan dengan pelayanan arah peminatan

kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran merupakan bagian pelayanan unggul yang

menjadi kewajiban satuan pendidikan melaksanakannya untuk memfasilitasi pengembangan

potensi semua siswa secara optimal. Pelayanan unggul yang dimaksudkan itu merupakan

jaminan bagi diraihnya mutu yang tinggi bagi upaya pendidikan yang dilaksanakan semua pihak.

Page 21: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

83

Secara khusus, pelayanan arah peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran bagi

siswa merupakan bagian dari pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh, yang

mana pelayanan bimbingan dan konseling itu merupakan bagian dari pelayanan unggul yang

dimaksudkan itu. Implementasi kurikulum 2013 memberi peluang dan peran yang begitu besar

dan sekaligus tantangan bagi Guru BK atau konselor agar dapat menjalankan profesi bimbingan

dan konseling secara bermartabat sehingga akan dapat membantu peserta didik memilih dan

menentukan arah peminatan sesuai dengan kemampuan,bakat,minat dan kecenderungan masing-

masing peserta didik. Jika Guru BK atau konselor dapat menjalankan tugas mulia ini dengan

baik maka profesi BK akan terjadi public trust dan kemartabatan profesi dapat diwujudkan.

Konselor harus mampu mengembangkan kekuatan pribadi, yaitu dapat mengatakan sesuatu

yang sulit dan membuat keputusan yang tidak populer, fleksibel dalam melakukan pendekatan

dalam konseling, mampu menetapkan batasan yang beralasan dan mematuhinya untuk

menetapkan hubungan yang baik dan menggunakan waktu dan tenaga secara efisien, dapat tetap

menjaga jarak dengan klien, untuk tidak terbawa emosi yang timbul pada waktu konseling,

konselor harus mampu mengembangkan pribadi yang hangat, kehangatan mempunyai makna

sebagi satu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang

lain, mendapatkan kehangatan yang cukup dalam kehidupan pribadinya, sehingga mampu

berbagi dengan orang lain, mampu membedakan antara kehangatan dan kelembaban, tidak

menakutkan dan membiarkan orang merasa nyaman dengan kehadirannya, memiliki sentuhan

manusiawi yang mendalam terhadap kemanusiaan dirinya.

Salah satu elemen penting dalam perkembangan konselor, bukan hanya pada masa

pendidikan, tetapi juga sepanjang karir konselor,adalah penggunaan supervisi yang efektif dan

tepat. Adalah syarat bagi sebagian besar asosiasi profesional bahwa konselor yang mereka

akreditasi harus menerima supervisi reguler dari seseorang yang cakap dalam melakukan

konseling. Supervisi adalah salah satu cara untuk meningkatkan keahlian konseling profesional.

Supervisi adalah proses interaktif dan evaluatif, di mana seseorang dengan kemampuan dan

pengalaman yang lebih baik mengawasi orang dengan pengetahuan dan keahlian yang lebih

rendah, untuk meningkatkan kemampuan profesional dari yunior ini (Bernard &

Goodyear,2004). Supervisi adalah sebuah pengalaman fasilitatif yang menggabungkan belajar

secara didaktik, dengan pengalaman dalam konteks hubungan pengembangan.

Page 22: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

84

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27

Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta:

BSNP.

Belkin, G.S. (1975). Practical Counseling in The School. Dubuque, Iowa:W.C.Brown Company

Publishers.

Bernard,J.M.,& Goodyear,R.K. (2004). Fundamentals of Clinical Supervision. Noston:Allym &

Bacon.

Blocher,D.H. (1987). The Professional Counselor. New York: Macmillan Publishing Company.

Crow,L.D. & Crow,A. (1960). An Introduction to Guidance. New York: American Book

Company.

Erford T.Bradley (Editor) (2004). Professional School Counseling A Handbook of Theories,

Programs & Practices. Texas: PRO-ED An International Publisher.

Gladding.T.Samuel. (2009). Counseling: A Comprehensive Profession. New Jersey: Pearson

Education.Inc.

John McLeod.(2009). An Introduction to Counselling.England: McGraw-Hill Education.

McCully,C.H. (1963). Challenge for Change in Counselor Education. Minneapolis: Buergess

Publishing Company.

Nelson R. & Jones. (2010). Practical Counseling and Helping Skills.London: SAGE

Publications.Ltd.

Nekrug ED (2007). The World of the Counselor :An Introduction to the Counseling Profession.

USA: Thomson Brooks/Cole.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Jakarta:Depdiknas

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2007 tentang Guru.Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka

Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta

:Depdikbud.

Page 23: Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 01 Number 02 2017 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

85

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013

tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: Depdikbud.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan

Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdikbud.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2014 tentang Peminatan Pada

Pendidikan Menengah.Jakarta: Depdikbud.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta:

Depdiknas.