program studi administrasi pendidikan …kontribusi motivasi berprestasi guru dan kepemimpinan...
TRANSCRIPT
KONTRIBUSI MOTIVASI BERPRESTASI GURU DANKEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU SMP NEGERIDI KECAMATAN PANDAN
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
TESIS
Oleh :
BAHAL SIMANJUNTAKNIM : 19054
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalamMendapatkan gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG2013
ABSTRACT
Bahal Simanjuntak, 2013. “The contribution of the teacher’s motivationachievement of headmaster toward the development teacher’sprofessionalism of state junior high school in Pandan subdistrict at CentralTapanuli regent”, Thesis, The post graduate program, in the state universityPadang.
Declining quality of education is not caused by the curriculum but by thelack of professional capacity of teachers. Professionalism emphasizes the masteryof science or management capabilities along with its implementation strategy.Based on the pre-survey in state junior high school in Pandan sub district atCentral Tapanuli regent which is showing that the development of teacher’sprofessionalism is not enough optimal. The teachers who have the development ofprofessionalism are not optimal mentioned, based on the researcher ofobservation, caused by the teacher’s of performance motivation which is notoptimal and the leadership of headmaster’s school is not quite good. Thisobservation has a purpose to test a hypothesis that; (1) the performance ofmotivation donation toward to development of teacher’s professionalism, (2) theleadership of headmaster’s school is contribution toward to the development ofteacher’s professionalism, and (3) the performance of motivation and theleadership of headmaster’s school as if altogether are make contributionconcerning to the professionalism of development.
This observation type is using the correlation of quantitative approach,with all of teacher’s population in the state of junior high school Pandansubdistrict at central Tapanuli as much as 89 persons. The drawing in sample iscould be done by using a Proportionate Stratified Random Sampling. The samplewhich has already choosed as much as 51 persons. The data is collected by thescale of Likert questionnaire which has already test validity and mutualregression.
The result of descriptive analysis is refers to the development of teacher’sprofessionalism which is not enough good with reach in degree 55,63%, theteacher’s performance of motivation enough good reach in degree 71,34%, andthe leader of headmaster’s school is not enough good with reach in degree 64,2%,these results along with pre-survey which is done by the researcher.
Furthermore the analysis data with the believing significant standard 99%indicate to; (1) the contribution of performance motivation as much as 39,7%toward to the development of teacher’s professionalism, (2) the contribution ofleadership headmaster’s school as much as 15,20% toward to the development ofteacher’s professionalism, and (3) the performance of motivation and theleadership of headmaster’s school altogether has contribution as much as 44,7%concerning to the teacher’s professionalism. These result are reveal that in order toincreasedevelopment of a teacher’s professionalism is could done by the raising ofachievement motivation and a good leadership of headmaster’s school.
i
ABSTRAK
Bahal Simanjuntak, 2013. “Kontribusi Motivasi Berprestasi Guru danKepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Pengembangan ProfesionalismeGuru SMP Negeri Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah”,Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang.
. Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi olehkurangnya kemampuan profesionalisme guru. Profesionalisme menekankankepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen besertastrategi penerapannya. Berdasarkan pra survey di SMP Negeri Kecamatan PandanKabupaten Tapanuli Tengah tergambar bahwa pengembangan profesionalismeguru belum optimal, berdasarkan pengamatan peneliti, hal ini disebabkan olehmotivasi berprestasi guru yang belum optimal dan kepemimpinan kepala sekolahyang belum baik. Penelitian ini bertujuan menguji hipotesis bahwa; (1) motivasiberprestasi berkontribusi terhadap pengembangan profesionalisme guru, (2)kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi terhadap pengembanganprofesionalisme guru, dan (3) motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepalasekolah secara bersama-sama berkotribusi terhadap pengembanganprofesionalisme .
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional,dengan populasi seluruh guru SMP Negeri di Kecamatan Pandan KabupatenTapanuli Tengah sebanyak 89 orang. Penarikan sampel dilakukan denganmenggunakan tehnik Proportionate Stratified Random Sampling. Sampel yangterpilih sebanyak 51 orang. Data dikumpulkan dengan angket skala Likert yangtelah di uji validitas dan realiabilitasnya. Data dianalisis dengan tehnik regresisederhana dan regresi berganda.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pengembanganprofesionalisme guru kurang baik dengan tingkat ketercapaian 55,63%, motivasiberprestasi guru cukup dengan tingkat ketercapaian 71,34%, dan kepemimpinankepala sekolah kurang baik dengan tingkat ketercapaian 64,2%, hasil tersebutsejalan dengan pra survey yang dilakukan oleh peneliti.
Selanjutnya analisis data dengan signifikansi taraf kepercayaan 99%menunjukkan bahwa; 1) motivasi berprestasi berkontribusi sebesar 39,7%terhadap pengembangan profesionalisme guru, 2) kepemimpinan kepala sekolahberkontribusi sebesar 15,20% terhadap pengembangan profesionalisme guru, dan3) motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-samaberkotribusi sebesar 44,7% terhadap pengembangan profesionalisme guru. HasilPenelitian ini mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan pengembanganprofesionalisme guru dapat dilakukan melalui peningkatan motivasi berprestasidan kepemimpinan kepala sekolah yang baik.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Kuasa, atas rahmat
dan kasihNYA sehingga tesis ini selesai dengan baik. Adapun judul tesis adalah
“Kontribusi Motivasi Berprestasi Guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah
Terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri di Kecamatan
Pandan Kab.Tapanuli Tengah ”.
Dalam proses penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan
terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Kasman Rukun, M.Pd sebagai dosen Pembimbing I.
2. Bapak Prof. Dr. Sufyarma Marsidin, M.Pd sebagai dosen Pembimbing II.
3. Bapak Prof. Dr. H. Rusdinal, M.Pd sebagai kontributor.
4. Bapak Prof. Dr. H. Mukhaiyar sebagai kontributor.
5. Bapak Dr. Yahya, M.Pd sebagai kontributor.
6. Seluruh Pimpinan Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
7. Para Dosen Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
8. Bapak Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang,SH.
M.Hum. yang memberikan kemudahan dan motivasi dalam penyelesaian
study di Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
9. Bapak Kepala dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah
memberikan ijin penelitian di SMP Negeri se-kecamatan Pandan.
10. Seluruh Kepala Sekolah dan Guru SMPN se-Kecamatan Pandan
11. Rekan – rekan Mahasiswa Pascasarjana Prodi Administrasi Pendidikan
khususnya Saikhul Hakim, S.Pd, M.Pd.
12. Istri tercinta Mince Marasi Manurung, SE dan buah hatiku tersayang
Tiarma Natalia Simanjuntak yang selalu menahan rindunya ketika aku
berada di Padang dan senantiasa memberikan motivasi.
13. Ibunda (Inong) tercinta Op. Parlin br. Panjaitan yang selalu mendoakan
dari kampung di Lancang .
14. Bapak dan Ibu Mertua di medan yang selalu memberikan dorongan setiap
saat.
vi
15. Para guru dan Staf Tata Usaha SMP Negeri 1 Pandan yang selalu
mendambakanku menjadi Magister Pendidikan.
Kepada Tuhan yang Maha Kuasa jugalah semua dikembalikan, semoga
rahmat dan anugerahNya dilimpahkan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Padang , 1 Mei 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .............................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................ ii
PERSETUJUAN AKHIR .......................................................................... iii
PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING ............................................. iv
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 8
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9
F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengembangan profesionalisme Guru ....................................... 12
a. Konsep profesionalisme ....................................................... 12
b. Profesionalisme Guru .......................................................... 13
c. Pengembangan profesionalisme Guru ............................. 14
d. Kriteria profesionalisme Guru ........................................ 19
2. Motivasi Berprestasi .................................................................. 21
a. Pengertian Motivasi ............................................................ 21
b. Pengertian Motivasi Berprestasi .......................................... 22
viii
c. Komponen Motivasi Berprestasi ......................................... 25
3. Kepemimpinan kepala sekolah ................................................... 27
a. Kepemimpinan.................................................................... 27
b. Kepala Sekolah ..................................................................... 29
c. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah ......................... 29
d. Dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah ............................ 31
B. Penelitian yang Relevan………………………………………….. 37
C. Kerangka Berpikir ........................................................................... 38
D. Hipotesis ......................................................................................... 40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 41
B. Populasi dan Sampel ....................................................................... 41
C. Definisi Operasional ....................................................................... 46
D. Instrumen Penelitian ........................................................................ 47
1. Proses Penyusunan Instrumen ................................................... 47
2. Ujicoba Instrumen ................................................................... 49
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 53
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 53
1. Analisis Deskriptif .................................................................... 53
2. Uji Persyaratan Analisis .............................................................. 54
3. Tehnik Analisis Hipotesis ........................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data …………………...................................................... 59
B. Pengujian Persyaratan Analisis........................................................... 67
C. Pengujian Hipotesis ………............................................................ 72
1. Uji Hipotesis Pertama ………………………………………….. 72
2. Uji Hipotesis Kedua ……………………………………………. 75
3. Uji Hipotesis Ketiga ……………………………………………. 78
D. Pembahasan …………………............................................................ 82
E. Keterbatasan Penelitian …………………………………………….. 89
ix
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................... 90
B. Implikasi Penelitian ........................................................... 90
C. Saran ........................................................... 92
DAFTAR RUJUKAN ........................................................... 94
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Populasi ................................................................................. 42
2. Data Guru SMP se-Kecamatan Pandan ......................................... 43
3. Besaran Kelompok Strata .............................................................. 45
4. Jumlah Sampel Berdasarkan Strata Pendidikan dan Masa Kerja... 45
5. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ....................................................... 48
6. Jumlah Sampel Uji Coba ............................................................... 49
7. Hajil Uji Validitas Instrumen Penelitian ........................................ 52
8. Klasifikasi Tingkat Pencapaian Responden ................................... 54
9. Distribusi Frekuensi Pengembangan profesionalisme Guru . 60
10. Tingkat Pencapaian Indikator Pengembangan profesionalisme Guru 61
11. Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi .................................... 62
12. Tingkat Pencapaian Indikator Motivasi Berprestasi ..................... 63
13. Distribusi Frekuensi Kepemimpinan kepala sekolah ..................... 65
14. Tingkat Pencapaian Indikator Kepemimpinan kepala sekolah ...... 66
15. Hasil Analisis Deskriptif ................................................................ 67
16. Rangkuman Uji Normalitas Variabel Y, X1, X2 ............................. 69
17. Hasil Uji Independensi Variabel X1 dengan X2 ............................. 70
18. Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas Variabel X1 terhadap Y .. 71
19. Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas Variabel X2 terhadap Y .. 71
20. Rangkuman Analisis Korelasi Variabel X1 dengan Y ...................... 72
21. Uji Koefisien Regresi X1 terhadap Y ............................................... 73
22. Uji Anova X1 dengan Y ................................................................... 73
23. Rangkuman Analisis Korelasi Variabel X2 dengan Y ...................... 75
24. Uji Koefisien Regresi X2 terhadap Y ............................................... 76
25. Uji Anova X2 dengan Y ................................................................... 76
26. Rangkuman Analisis Korelasi Ganda X1 dan X2 terhadap Y ......... 78
27. Uji Koefisien Regresi X1,2 terhadap Y ............................................... 79
28. Uji Anova X1,2 dengan Y ................................................................... 79
xi
29. Kontribusi X1 dan X2 terhadap Y ...................................................... 81
30. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Parsial ...................................... 81
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka berpikir ........................................................................... 40
2. Grafik Histogram Pengembangan profesionalisme Guru (Y) ....... 60
3. Grafik Histogram Motivasi Berprestasi (X1) ................................. 63
4. Grafik Histogram Kepemimpinan kepala sekolah (X2) ................. 65
5. Garis Prediksi Sumbangan Motivasi Berprestasi (X1) terhadapPengembangan profesionalisme (Y) ............................................. 74
6. Garis Prediksi Sumbangan Kepemimpinan kepala sekolah (X2)
terhadap Pengembangan profesionalisme (Y) .............................. 77
7. Garis Prediksi Sumbangan Motivasi Berprestasi (X1) dan IklimKomunikasi Organisasi (X2) secara bersama-sama terhadapPengembangan profesionalisme (Y) ............................................ 80
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Instrumen Uji Coba Penelitian ..................................................... 97
2. Data Skor Perolehan Angket Ujicoba Pengembanganprofesionalisme Guru .................................................................. 106
3. Data Skor Perolehan Angket Ujicoba Motivasi Berprestasi ........ 107
4. Data Skor Perolehan Angket Ujicoba Iklim KepemimpinanKepala Sekolah .............................................................................. 108
5. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen Pengembangan profesionalismeGuru ................................................................................................ 109
6. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen Motivasi Berprestasi ………….. 110
7. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen Kepemimpinan kepala sekolah.. 112
8. Instrumen Penelitian ……………………………………………. 113
9. Skor Penelitian Pengembangan profesionalisme Guru …………. 122
10. Skor Penelitian Motivasi Berprestasi ………….…………………. 123
11. Skor Penelitian Kepemimpinan kepala sekolah …………………. 124
12. Data Penelitian ………………………………………………….. 125
13. Perhitungan Statistik Dasar dan Penyusunan Tabel DistribusiFrekuensi Data Penelitian ……………………………………… 126
14. Uji Normalitas …………….……………………………………. 129
15. Uji Homogenitas Varian ……………………….……………….. 131
16. Uji Independensi antara Variabel X1 dengan X2 ……………….. 132
17. Uji Linieritas Variabel X1 terhadap Y ………………………….. 133
18. Uji Linieritas Variabel X2 terhadap Y ………………………….. 134
19. Uji Hipotesis Pertama ………………………………………….. 135
20. Uji Hipotesis Kedua ……………………………………………. 136
21. Uji Hipotesis Ketiga ……………………………………………. 137
22. Uji Korelasi Parsial …………………………………………….. 138
23. Perhitungan Kontribusi Relatif dan Kontribusi Efektif ………. 139
24. Rangkuman Tabel t, F dan Chi Kuadrat ………………………. 141
25. Surat Ijin Penelitian ……………………………………………. 142
xiv
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor
determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan
profesionalisme guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad
pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional
dengan bernuansa pendidikan. Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh
kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan
keengganan belajar siswa. Syaodih dalam Mulyasa (2011:13) mengemukakan
bahwa guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan
maupun pelaksanaan kurikulum. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan
ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih
merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan
hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau
memanusiakan manusia, Pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara
menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
2
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya
manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor
penentu, tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis
maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian
besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya.
Guru harus memiliki kemampuan yang meliputi penguasaan materi
pelajaran, penguasaan profesionalisme keguruan dan pendidikan, penguasaan
cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya,
disamping itu guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat
dinamis. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan
menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya. Menurut Pidarta (1999:34) bahwa setiap guru adalah
merupakan pribadi yang berkembang. Bila perkembangan ini dilayani, sudah tentu
dapat lebih terarah dan mempercepat laju perkembangan itu sendiri, yang pada
akhirnya memberikan kepuasan kepada guru-guru dalam bekerja di sekolah
sehingga sebagai pekerja, guru harus berkemampuan yang meliputi unjuk kerja,
penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesionalisme keguruan dan
pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk
melaksanakan tugasnya.
3
Fenomena dilapangan berdasarkan pantauan peneliti, guru SMP Negeri di
Kecamatan Pandan terdapat kecenderungan pengembangan profesionalisme guru
belum optimal hal ini dapat dilihat bahwa; 1) Komitmen dan tanggung jawab
terhadap kualitas pendidikan masih kurang, 2) sebagian guru belum melakukan
pembaharuan pembelajaran sesuai dengan tututan zaman, 3) sebagian guru belum
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, 4) sebagian besar guru
belum berinisiatif untuk mengembangkan pembelajaran yang inovatif .
Semenstara guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk
mengembangkan profesionalismenya guna meningkatkan kualitas kerja. Namun
potensi pengembangan profesionalisme yang dimiliki guru sebagai upaya
meningkatkan kualitas kerja dan kariernya tidak selalu berkembang secara wajar
dan lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul
dalam pribadi guru itu sendiri maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Dalam
diri guru dapat berupa motivasi berprestasi yang masih rendah, sehingga guru
kurang memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap kualitas pendidikan,
guru kurang memiliki dorongan untuk melakukan pembaharuan pembelajaran
sesuai dengan tuntutan zaman, guru kurang memiliki semangat untuk
mengembangkan pembelajaran yang inovatif.
Disamping itu pengembangan sumber daya manusia dalam rangka
meningkatkan profesionalisme guru, bergantung kepada kebijakan kepala sekolah
sebagai pimpinan organisasi. Untuk itu, ketercapaian pengembangan
profesionalisme guru membutuhkan upaya-upaya manajerial yang terencana
secara baik. Artinya, dibutuhkan manajemen pengembangan sumber daya
manusia dimulai dari perencanaan sampai kegiatan evaluasi pelaksanaan
pengembangan profesionalisme guru oleh kepala sekolah.
4
Semakin profesional seorang kepala sekolah dalam kepemimpinannya maka
semakin dapat mengenali kepribadian dan potensi yang terdapat pada setiap diri
guru sehingga dia dapat membangun komitmen dan kesadaran para guru untuk
selalu mengembangkan profesionalismenya, dan menempatkan mereka pada
posisi-posisi yang tepat atau memperluas struktur organisasi untuk membangun
mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.
Dengan demikian daya dorong yang harus dimiliki oleh guru SMP Negeri
se-Kecamatan Pandan berupa motivasi berprestasi yang tinggi dan kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif dapat memberikan sumbangan positif terhadap
pengembangan profesionalisme guru. Berdasarkan uraian tersebut akhirnya
peneliti tertarik dan ingin membahasnya dalam sebuah penelitian yang berjudul
“Kontribusi Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri di Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah”.
B. Identifikasi Masalah
Peningkatan kualitas komponen-komponen sistem pendidikan yang terbukti
lebih berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan adalah komponen yang
bersifat human resources. Dengan demikian, komponen yang bersifat material
resources tidak akan bermanfaat tanpa adanya komponen yang bersifat human
resources. Pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi
khususnya pendidikan dalam hal ini pengembangan profesionalisme guru sangat
penting dalam mencapai hasil kerja yang optimal, baik secara makro maupun
secara mikro. Pengembangan profesionalisme guru merupakan bentuk investasi.
Oleh karena itu, pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia perlu
5
memperhatikan faktor-faktor baik dalam diri organisasi itu sendiri maupun di luar
organisasi yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut menurut Notoatmodjo (1998:
8-10) sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Faktor internal mencakup keseluruhan kehidupan organisasi yang dapat
dilakukan, baik pimpinan maupun anggota organisasi yang bersangkutan. Faktor
anggota organisasi termasuk didalamnya motivasi berprestasi yang dimiliki oleh
anggota organisasi tersebut. Untuk faktor pimpinan organisasi dapat dijabarkan
sebagai berikut;
a) Misi dan Tujuan Organisasi
Setiap organisasi mempunyai misi dan tujuan yang ingin dicapainya. Untuk
mencapai tujuan ini diperlukan perencanaan yang baik dan implementasinya
secara tepat. Untuk itu diperlukan kemampuan tenaga sumber daya manusia
melalui pengembangan sumber daya manusia.
b) Strategi Pencapaian Tujuan
Misi dan tujuan organisasi mungkin sama dengan organisasi lain, tetapi
strategi untuk mencapai misi dan tujuan tersebut dapat berbeda. Oleh
karenanya, kemampuan karyawan diperlukan dalam memperkirakan dan
mengantisipasi keadaan di luar, sehingga strategi yang disusun sudah
memperhitungkan dampak yang akan terjadi di dalam organisasinya. Secara
tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi pengembangan sumber daya
menusia dalam organisasi.
c) Sifat dan Jenis Tujuan
Sifat dan jenis kegiatan organisasi sangat penting terhadap pengembangan
6
sumber daya manusia. Misalnya, suatu organisasi yang sebagian besar
melaksanakan kegiatan teknis, akan berbeda dengan pola pengembangan
sumber daya manusia pada organisasi yang bersifat ilmiah. Demikian juga,
akan berbeda pula strategi dan program pengembangan sumber daya manusia
antara organisasi yang kegiatan rutin dan organisasi yang kegiatannya
memerlukan inovasi dan kreativitas.
d) Jenis Teknologi yang digunakan
Pengembangan organisasi diperlukan untuk mempersiapkan tenaga dalam
mengoperasikan teknologi atau mungkin terjadinya otomatisasi kegiatan-
kegiatan yang semula dilakukan oleh manusia.
2. Faktor Eksternal
Organisasi itu berada di dalam lingkungan dan tidak lepas dari pengaruh
lingkungan di mana organisai itu berada, agar organisasi itu dapat melaksanakan
misi dan tujuannya maka harus memperhitungkan faktor-faktor lingkungan atau
faktor-faktor eksternal organisasi.
a) Kebijakan Pemerintah
Kebijakan-kebijakan pemerintah baik yang dikeluarkan melalui perundang-
undangan, peraturan-peraturan pemerintah, surat keputusan menteri maupun
pejabat pemerintah merupakan arahan yang harus diperhitungkan oleh
organisasi. Kebijakan-kebijakan tersebut akan mempengaruhi program-
program pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi yang
bersangkutan.
b) Sosio Budaya Masyarakat
Faktor sosio budaya masyarakat tidak dapat diabaikan oleh suatu organisasi.
7
Hal ini dapat dipahami karena suatu organisasi apapun didirikan untuk
kepentingan masyarakat yang mempunyai latar belakang sosio budaya yang
berbeda-beda. Oleh sebab itu dalam mengembangkan sumber daya manusia
dalam suatu organisasi faktor eksternal perlu dikembangkan.
c) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di luar organisasi dewasa ini
telah sedemikian pesatnya. Organisasi yang baik harus mengikuti arus tersebut
dan harus mampu memilih teknologi yang tepat. Untuk itu kemampuan
karyawan organisasi harus diadaptasikan dengan kondisi tersebut.
Faktor kebijakan pemerintah, dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor
14 Tahun 2005 Tanggung jawab upaya pengembangan profesionalisme guru ini
merupakan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah. Artinya pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi guru. Hanya saja, mengingat yang hampir setiap hari bertemu dengan
guru di sekolah adalah kepala sekolah dan bukan pembina yang lain-lainnya
sehingga kepala sekolah yang paling banyak bertanggungjawab dalam pembinaan
dan pengembangan guru. Oleh karena itu, selain tugas kepala sekolah sebagai
administrator di sekolah yang tidak boleh dilupakan karena sangat penting,
haruslah diikutsertakan pada pembinaan guru di sekolah yang dipimpinnya.
Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kepala sekolah dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan, menyelaraskan sumber daya pendidikan.
Kepemimpinannya sebagai faktor pendukung untuk mewujudkan visi, misi,
tujuan, termasuk sasaran. Oleh karena itu kepala sekolah harus mampu
memobilisasi sumber daya sekolah, perencanaan, evaluasi program, kurikulum,
pembelajaran, pengelolaan personalia, sarana dan sumber belajar, keuangan,
8
pelayanan siswa, hubungan dengan masyarakat, dan penciptaan iklim kondusif.
Dari penjelasan tersebut dapat diambil satu pengertian bahwa penanggung jawab
pengembangan profesionalisme guru di sekolah adalah di tangan kepala sekolah,
sehingga kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor penting yang
dapat mempengaruhi pengembangan profesionalisme guru.
Faktor budaya masyarakat termasuk didalamnya budaya yang dadat
menumbuhkembangkan motivasi untuk berpreatsi bagi guru itu sendiri, sehingga
motivasi tersebut dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus
mengembangkan profesionalismenya dengan jalan memberdayakan diri sendiri
dalam meningkatkan kemampuan berkaitan dengan peran dan tugasnya di bidang
pendidikan. Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian
(expert power) pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai
profesi yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa. Oleh karena itu,
motivasi berprestasi mendorong pendidik untuk terus berupaya mengembangkan
diri sendiri agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru
dalam membentuk manusia unggul bagi kepentingan pembangunan bangsa yang
maju dan bermoral sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
C. Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan profesionalisme
guru. Namun berdasarkan fenomena yang ditangkap oleh peneliti diduga faktor
motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah memiliki kontribusi yang
signifikan terhadap peningkatan pengembangan profesi guru. Peneliti menyakini
motivasi berprestasi erat hubungannya dengan pengembangan profesionalisme
guru, dan kepemimpinan kepala sekolah merupakan kekuatan utama dalam
9
membentuk organisasi yang dapat mendukung pengembangan profesionalisme
guru.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, untuk lebih fokus dan lebih
efektif serta efisiennya penelitian ini, maka yang dianggap lebih mendesak untuk
diketahui kontribusinya terhadap pengembangan profesionalisme guru, yaitu
varibel Motivasi Berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah.
D. Rumusan Masalah
Rumasan masalah penelitian ini diambil dari batasan masalah yang telah
ditetapkan dengan menggunakan kalimat tanya adalah sebagai berikut;
1. Apakah motivasi berprestasi berkontribusi terhadap Pengembangan
profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan?
2. Apakah kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi terhadap
pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan?
3. Apakah motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah secara
bersama-sama berkontribusi terhadap pengembangan profesionalisme guru
SMP di Kecamatan Pandan?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah;
1. Menganalisis kontribusi motivasi berprestasi terhadap pengembangan
profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.
2. Menganalisis kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap
pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.
3. Menganalisis motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah
secara bersama-sama memberikan kontribusi terhadap pengembangan
10
profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang kontribusi motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah
terhadap pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.
Diharapkan peneliti akan dapat banyak informasi untuk memperluas
cakrawala pengetahuan dan menerapkan salah satu cabang pengetahuan dalam
bidang pendidikan.
b. Bagi guru-guru SMP, diharapkan guru-guru SMP memperoleh bekal
pengetahuan tentang kontribusi motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala
sekolah terhadap pengembangan profesionalisme guru untuk bersama-sama
dengan semua pihak di sekolah menciptakan kondisi yang kondusif dan
senantiasa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, sehingga dapat tercipta
pengembangan profesionalisme guru yang tinggi pula.
c. Bagi institusi SMP di Kecamatan Pandan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wacana yang positif bagi seluruh para pemangku kepentingan
(stakeholder) untuk menciptakan kepemimpinan kepala sekolah yang efektigf
sehingga dapat maningkatkan pengembangan profesionalisme guru dengan
baik.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
tentang kontribusi motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah
11
terhadap pengembangan profesionalisme guru dan dapat digunakan sebagai bahan
acuan dibidang penelitian yang sejenis.
12
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengembangan Profesionalisme Guru
a. Konsep Profesionalisme
Menurut Danim (2002: 23) menyatakan bahwa profesionalisme berasal dari
kata Bahasa Inggris Professionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional.
Orang yang profesional memiliki sikap-sikap yang berbeda dengan orang yang tidak
profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau katakanlah berada pada satu
ruang kerja. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu
profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan
sesuai dengan profesinya.Kemudian Freidson dalam Sagala (2005:199)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah “sebagai
komitmen untuk ide-ide professional dan karir”.
Kusnandar (2007:46) mengemukakan bahwa “Profesionalisme adalah kondisi,
arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan
dengan mata pencaharian sesseorang”. Selanjutnya Profesionalisme menurut Surya
(2007:214) adalah: Sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk
komitmen dari para anggota asuatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionlanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa profesionalisme adalah suatu bentuk komitmen
para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan
kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dapat tercapai
secara berkesinambungan.
13
b. Profesionalisme Guru
Sementara Danim (2002:23) mendefinisikan bahwa: “Profesionalisme adalah
komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Dalam
definisi di atas terdapat istilah “anggota suatu profesi”, tentu dalam tulisan ini yang
dimaksud anggota suatu profesi adalah guru atau pendidik. Namun demikian perlu
dijelaskan siapa guru atau pendidik tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 28 ayat 1, 2, dan 4
menjelaskan bahwa, pendidik yang mempunyai keahlian harus dibuktikan dengan
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kualifikasi akademik merupakan tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijasah atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jika tidak, tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat
diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. Kemudian
dalam pasal 29 ayat 3 menjelaskan bahwa Pendidik SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana, latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan sertifikat profesi guru untuk
SMP/MTs.
Lebih lanjut jabatan guru merupakan jabatan profesional dan sebagai jabatan
profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Oleh karenanya
menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2009: 37) menyatakan bahwa:
14
Jabatan guru tersebut harus memenuhi kriteria jabatan profesional, antaralain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batangtubuh ilmu yang khusus, memerlukan latihan dalam jabatan yangberkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yangpermanen, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, danmempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan
kata lain, guru profesional adalah orang yang yang terdidik dan terlatih dengan baik,
serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Terdidik dan terlatih bukan
hanya memperoleh pendidikan formal, tetapi juga harus menguasai berbagai strategi
atau teknik didalam kegiatan belajar mengajar, serta menguasai landasan-landasan
kependidikan. Dapat disimpulkan bahwa profesionalisme guru adalah komitmen
seorang guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan proses
pembelajaran terhadap peserta didik.
c. Pengembangan Profesionalisme Guru
Mengkaji pengembangan profesionalisme termasuk didalamnya proses
profesionalisasi yaitu merubah dasar pengetahuan guru pada tingkat nasional dan
pusat sebagai cerminan/refleksi dalam standar akreditasi program pendidikan dan
penilaian calon guru, sertifikasi guru dan lisensi kesempatan karir dalam mengajar.
Pada tingkat daerah, profesionalisasi cenderung untuk meningkatkan bantuan pada
guru baru, memberikan kesempatan berkarir bagi guru yang berpengalaman dan
mengadakan percobaan bagi pembuat kebijakan (pemerintah). Pengembangan
profesionalisme merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para
anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari
15
penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
Pengembangan profesionalisme mengandung makna dua dimensi utama, yaitu
peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Implementasinya dapat
dilakukan melalui penelitian, diskusi antar rekan seprofesi, penelitian dan
pengembangan, membaca karya akademik kekinian, dan sebagainya. Kegiatan
belajar mandiri, mengikuti pelatihan, studi banding, observasi praktikal, dan lain-lain
menjadi bagian integral upaya profesionalisme guru.
Konsep pengembangan profesionalisme tidaklah dengan jelas dibatasi, Suatu
profesi digambarkan sebagai dasar pengetahuan sistematis dan pengetahuan ilmiah.
Pengembangan ketrampilan profesional telah dirancang luas melalui program-
program pendidikan lebih tinggi dengan berbagai bentuk pengembangan. Mulyasa
(2011:13) mengemukakan betapa pentingnya untuk meningkatkan aktivitas,
kreatifitas, kualitas, dan profesionalisme guru. Guru adalah tenaga profesional yang
melaksanakan proses pembelajaran. Sebagai jabatan profesional, guru harus
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara terus-menerus, serta guru
harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, melalaui upaya
pengembangan profesionalisme.
Usaha pengembangan profesionalisme guru ditingkat yang paling nyata berada
di sekolah, yaitu setiap sekolah seharusnya mengadakan in service training. In
service training tidak hanya pada wilayah prinsip-prinsip pendidikan (pengajaran),
melainkan juga pada wilayah teknis pragmatis dan aktivitas pengajaran sehari-hari.
Itu artinya, dalam hal ini adalah guru dituntut untuk selalu membaca, dan belajar,
serta memburu ilmu-ilmu pendidikan yang setiap saat berkembang untuk kemudian
diterapkan dalam pelaksanaan pengajaran sehari-hari.
Pengembangan profesionalisme adalah dasar dari praktek profesional guru
16
untuk memastikan bahwa para siswa bermanfaat secara dinamis dan berorientasi
pada pengalaman profesionalisasi masa depan. Dukungan pengembangan
profesionalisme guru adalah terpusat pada kualitas sekolah dan mempromosikan
profesionalisme serta pemberian penghargaan dalam lingkungan mengajar. Bentuk
pengembangan profesionalisme guru berperan penting dalam meningkatkan
kapasitas organisasi sekolah dalam meningkatkan kualitas guru. Studi penemuan
pada pengembangan profesionalisme dan peningkatan guru secara individu
menyatakan bahwa sebuah sistem memusat dalam meningkatkan kualitas guru secara
individu melalui pengembangan profesionalisme akan meningkatkan mutu organisasi
sekolah untuk meningkatkan kualitas lulusan siswa.
Pengembangan profesionalisme adalah usaha profesionalisasi yaitu setiap
kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan profesi mengajar dan mendidik.
Usaha mengembangkan profesi ini bisa timbul dari dua segi, yaitu dari segi
eksternal, yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti penataran atau
kegiatan akademik yang memberikan kesempatan guru untuk belajar lagi, sedangkan
dari segi internal, guru memilki dorongan untuk berprestasi (motivasi berprestasi)
sehingga guru berusaha belajar sendiri untuk dapat berkembang dalam jabatannya.
Dengan demikian guru akan lebih efektif dan efisien dalam melakukan tugas profesi.
Syarat mutlak terciptanya organisasi pembelajar adalah terwujudnya
masyarakat pembelajar di tubuh organisasi tersebut. Ini dapat dengan mudah
difahami mengingat kinerja organisasi secara tidak langsung adalah produk kinerja
kolektif semua unsurnya termasuk Sumber Daya Manusia. Oleh sebab itu dalam
buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
(2010:1), dinyatakan guru secara individu maupun secara bersama-sama dengan
masyarakat seprofesinya harus didorong untuk menjadi bagian dari organisasi
17
pembelajar melalui keterlibatannya secara sadar dan sukarela serta terus menerus
dalam berbagai kegiatan belajar guna mengembangkan profesionalismenya.
Pengembangan profesionalisme guru adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan
ilmu dan pengetahuan, teknologi dan ketrampilan untuk meningkatkan mutu, baik
bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya.
Macam kegiatan guru yang termasuk kegiatan pengembangan profesi adalah: (1)
mengadakan penelitian dibidang pendidikan, (2) Menemukan teknologi tepat guna
dibidang pendidikan, (3) membuat alat pelajaran/peraga atau bimbingan, (4)
menciptakan karya tulis, (5) mengikuti pengembangan kurikulum.
Pengembangan profesionalisme guru jika dipandang sebagai pembinaan
guru dari sumber daya manusia, secara terminologis sering diartikan sebagai
serangkaian usaha bantuan kepada guru, terutama bantuan yang berwujud layanan
profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik sekolah, dan pengawas, serta
pembina lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar. Jika yang
dimaksudkan pembinaan guru sesungguhnya adalah supervisi, para pakar yang
memberikan pengertian berbeda dengan inti yang sama. Batasan pembinaan guru
merupakan perencanaan program perbaikan pengajaran (Ali Imron, 1995: 9).
Pembinaan guru termasuk didalamnya supervisi, menurut Sahertian (2000: 19)
supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru, baik secara individual
maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari
pemberi supervisi pada akhirnya ialah memberikan layanan dan bantuan. Dengan
demikian jelas bahwa tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan
untuk meningkatkan kualitas kinerja guru. Supervisi tujuannya tidak hanya untuk
memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga untuk pengembangan potensi kualitas
guru, sehingga pengembangan proseionalisme guru di sekolah dapat terwujud.
18
Pembinaan profesional (pengembangan profesionalisme) melalui supervisi
menurut Trimo (2008) (http://re-searchengines.com/trimo70708.html) kegiatan
supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh
kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru.
Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksanakan guru merupakan inti
dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan
utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu,
kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses
pembelajaran. Supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi personel maupun
material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar mengajar yang efektif dan
usaha memenuhi syarat-syarat tersebut (M. Ngalim Purwanto, 2003: 76).
Penjelasan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa pengembangan
profesionalisme guru terdiri dari atas dua bentuk, yaitu pembinaan dan
pengembangan. Pembinaan yang dimaksud adalah berbagai kegiatan yang tidak
sebatas pelatihan, tetapi berbagai kegiatan sebagai upaya yang ditujukan untuk para
guru dalam hubungannya dengan peningkatan kemampuan profesionalisme saat ini,
segera dan berjangka pendek. Tujuan utama kegiatan adalah meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kerja setiap guru. Pengembangan adalah usaha yang terus-
menerus dalam rangka menyesuaikan kemampuan guru terhadap pengembangan
ilmu dan teknologi serta mengembangkan ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya
dalam kegiatan pendidikan.
Kajian ini tidak memandang secara kategorial pembagian program-program
19
pengembangan sumber daya manusia dalam bentuk pembinaan dan pengembangan.
Apakah termasuk pembinaan ataukah pengembangan? Namun yang terpenting
adalah terbentuknya pengembangan profesionalisme bagi guru.
c. Kriteria Profesionalisme Guru
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat
apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa seorang guru layak menjadi
panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat
bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari. Walaupun segala perilaku guru
diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini khusus
perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal itu berhubungan dengan
bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta
mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalismenya.
Citra guru yang ideal adalah citra guru profesional. Oleh karenanya,
profesionalisme guru menurut Supriyadi (1999: 179-180) mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
Pertama mempunyai komitmen pada proses belajar siswa, kedua menguasaisecara mendalam materi pelajaran dan cara mengajarkannya, ketiga mampuberpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar daripengalamannya, keempat merupakan bagian dari masyarakat belajar dalamlingkungan profesinya yang memungkinkan setiap guru untuk selalumeningkatkan profesionalismenya.
Guru merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi keberhasilan
pendidikan. Ini dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya
rasa percaya diri. Keberhasilan ini dapat ditinjau dari dua segi. Segi proses, guru
dikatakan berhasil jika mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif,
baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Dari segi hasil, guru
dikatakan berhasil jika pembelajaran mampu mengubah perilaku sabagian besar
20
siswa.
Menurut Muwarningsih (2007: 35) menyatakan bahwa profesionalisme guru
pada masa sekarang dituntut oleh masyarakat harus mempunyai sifat-sifat antara
lain:
(1) Memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan memiliki kebanggaanterhadap profesi guru, (2) mempunyai komitmen dan tanggung jawabyang tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, (3) mampumembuat murid belajar dan sadar akan tugasnya sebagai siswa yangmempunyai kewajiban untuk terus menerus belajar, (4) memberikaninspirasi dan motivasi kepada siswa, sehingga dapat dijadikan panutandalam segala hal seperti tingkah laku, cara bicara, dan cara berpikir, (5)bisa mengembangkan potensi yang ada pada anak didik, bukanmembentuk seperti yang kita kehendaki, dan tidak berusaha memaksakankehendak, (6) mampu melakukan pembaharuan-pembaharuanpembelajaran sesuai dengan tuntutan zaman, dan selalu berpikir ke masadepan tanpa melupakan yang telah lewat dan saat sekarang, (7) aktifmengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untukkepentingan pembelajaran para siswa, (8) antisipasif dan inisiatif, (9)selalu mencari terobosan baru, (10) mendengar dan memperhatikansiswa yang dilayani, dan (11) terbuka untuk masukan saran dan kritik.
Guru yang baik dalam kaitannya dengan pendidikan dan pengajaran harus
menjalankan sesuai fungsinya. Fungsi guru dalam suatu sistem pengajaran ialah
sebagai perancang dan sebagai guru yang mengajar (unsur suatu sistem).
Pelaksanaan fungsi pertama, guru bertugas menyusun suatu sistem pengajaran,
sedangkan pelaksanaan fungsi kedua, guru berfungsi mendesain sistem pengajaran
(Oemar Hamalik, 2005: 12).
Dengan demikian dapat disimpulkan pengembangan profesionalisme guru
adalah usaha mengembangkan diri guru agar dalam menjalankan peran dan tugasnya
dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya melaksanakan tugas
profesinya. Sehingga guru memiliki komitmen dan tanggung jamab terhadap kualitas
pendidikan, guru mampu melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai dengan
tututan zaman, guru aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
21
untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru memiliki antisipatif dan inisiatif dalam
pembelajaran.
2. Motivasi Berprestasi
a. Pengertian Motivasi
Menurut G.R. Terry dalam Hasibuan (2005:145), motivasi adalah keinginan
yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan. Lebih lanjut Hersey (1992:16) motivasi orang-orang bergantung
pada kuat lemahnya motif. Motif adakalanya diartikan sebagai kebutuhan, keinginan,
dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Malone dalam Uno (2007: 66)
membedakan dua bentuk motivasi yang meliputi motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi instrinsik timbul karena adanya rangsangan dari dalam diri
individu, sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena ada rangsangan dari luar
individu. Dengan demikian menurut Uno (2010:9) motivasi merupakan suatu
dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga
seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku tertentu yang
lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Lebih lanjut menurut Robbins (2001:166), motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan
individual.Motivasi menyangkut alasan-alasan mengapa orang mencurahkan tenaga
untuk melakukan suatu pekerjaan. Tingkah laku manusia selalu timbul oleh adanya
kebutuhan yang mendorong ke arah suatu tujuan tertentu. Kebutuhan yang
mendorong perbuatan kearah tujuan tertentu adalah motivasi. Manusia merupakan
makhluk sosial yang memiliki kebutuhan, perasaan, pikiran dan motivasi. Setiap
22
manusia dalam melaksanakan suatu kegiatan pada dasarnya didorong oleh motivasi.
Adanya berbagai kebutuhan akan menimbulkan motivasi seseorang untuk berusaha
memenuhi kebutuhannya. Orang mau bekerja keras dengan harapan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan dari hasil pekerjaannya.
Pengertian dasar dari motivasi merupakan kekuatan yang mendorong
seseorang untuk mencapai tujuannya. Kekuatan-kekuatan yang dirangsang oleh
adanya berbagai macam kebutuhan seperti keinginan yang hendak dipenuhinya,
tingkah laku, tujuan, umpan balik.Dengan demikian motivasi merupakan kekuatan
yang kompleks dari diri seseorang yang dapat menggerakkan dan menegakkan
aktivitas-aktivitas yang dijalankan untuk mencapai tujuan.
b. Pengertian Motivasi Berprestasi
Teori motivasi berprestasi menurut David Mc.Clelland (dalam Hasibuan
2007:162) mengemukakan pendapatnya bahwa karyawan mempunyai cadangan
energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada
kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.
Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena dorongan oleh: (1) kekuatan motif
dan kekuatan dasar yang terlibat, (2) harapan keberhasilannya, dan (3) nilai insentif
yang terlekat pada tujuan.
Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland (dalam Hasibuan
2007:162) menyebutkan :
1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement=n Ach), merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, n.Ach
akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan
mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi
mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk
23
berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan.
Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang
tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan
yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2) Kebutuhan akan afiliasi (need for Affiliation=n. Af), menjadi daya
penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena
itu, n.Af ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang
menginginkan hal-hal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain
dilingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan
perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of
importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of
achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of
participation). Seseorang karena kebutuhan n.Af akan memotivasi dan
mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.
3) Kebutuhan akan kekuasaan (need for Power = n Pow). Merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. N.Powakan
merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan
semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang
terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan
menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh
manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk
bekerja giat.
24
Lebih lanjut menurut Frederick Herzberg (dalam Hasibuan 2007:158) teori
hirarki kcbutuhan Maslow dikembangkan menjadi teori dua faktor tentang motivasi.
Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan
satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang
disebut dengan dissatisfier atau extrinsic motivation.
Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong
seseorang untuk bekerja yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi
intrinsik) antara lain: 1) prestasi (achievement), 2) pengakuan (recognition), 3)
pekerjaan itu sendiri (the work it self), 4) tanggungjawab (responsibility), 5)
kemajuan (advancement), 6) pengembangan potensi individu (the possibility of
growth).
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara
keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketenteraman dan kesehatan.
Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat
pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor
ekstrinsik, meliputi: 1) kompensasi, 2) keamanan dan keselamatan kerja, 3) kondisi
kerja, 4) status, 5) prosedur perusahaan, 6) mutu dari supevisi teknis dari hubungan
interpersonal di antara teman sejawat dengan atasan dan dengan bawahan.
Teori model dua faktor oleh Frederick Herberg disebut juga teori motivasi
higiene (motivation-hygiene theory). Maksud dua faktor tersebut ialah faktor yang
memberi kepuasan (motivator) dan faktor yang tidak memberi kepuasan (hygiene).
Menurut Robbin (2008:227) teori ini menghubungkan faktor-faktor intrinsik dengan
kepuasan kerja, sementara mengaitkan faktor-faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan
kerja.Faktor motivator akan menyebabkan seseorang itu merasakan kepuasan kerja,
25
dan sebaliknya tidak adanya faktor hygiene pula akan menyebabkan ketidakpuasan
kerja tetapi kenyataannya tidak semestinya membawa kepuasan kerja. Apabila
faktor-faktor hygiene seperti kebijaksanaan dan administrasi perusahaan,
pengawasan dan imbalan kerja yang ketika sesuai dengan suatu pekerjaan membuat
para karyawan puas. Ketika faktor-faktor ini sesuai karyawan tidak akan merasa
tidak puas.
c. Komponen Motivasi Berprestasi
Hasil penelitian Mc Cleland dalam Gistituati (2009:244 ) menunjukkan
bahwa orang-orang yang berprestasi (berhasil dengan predikat unggul) mempunyai
profil / karakteristik antara lain:
1) Pada umumnya menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sulit,
mereka sebenamya lebih memilih tujuan yang moderat yang menurut
mereka akan dapat diwujudkan atau diraih;
2) Lebih menyukai umpan balik langsung dan dapat diandalkan mengenai
bagaimana mereka berprestasi;
3) Menyukai tanggung jawab pada pemecahan masalah.
Orang-orang yang memiliki profil/karakteristik sebagaimana tersebut diatas
tidak terlalu peduli atau menghiraukan orang lain. Baginya yang panting adalah
bagaimana caranya ia dapat mencapai suatu prestasi dengan predikat unggul
dibandingkan dengan yang lain. Keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu
yang lebih baik dari yang lain adalah merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi,
sehingga ia akan terdorong untuk memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya
tersebut. Kerangka berpikir orang-orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi
adalah bagaimana usaha / perjuangan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu
prestasi yang unggul.
26
Komponen motivasi berprestasi terdiri atas dorongan-dorongan dari dalam
individu untuk dapat mencapai tujuan dan bertahan ketika menghadapi rintangan.
Weiner (1972) dalam Purnomo (http:// 4jipurnomo .wordpress.com / makalah -
tentang – motivasi) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi terdiri atas empat
komponen.
1) Pertama; Menyukai aktivitas yang prestatif dan mengaitkan keberhasilandengan kemampuan dan usaha keras. Individu akan meras puas danbangga atas keberhasilannya sehingga akan berusaha keras untukmeiningkatkan segala kemungkinan untuk berprestasi. Ketikamengerjakan tugas ia lebih didorong oleh harapan untuk sukses daripadauntuk menghindari gagal (Heckhausen, 1967).
2) Kedua; Beranggapan bahwa kegagalan disebabkan oleh kurangnya usaha.Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan merasa marah pada dirisendiri dan merasa menyesal apabila prestasi yang dicapai tidak sebaikapa yang diharapkan, karena ia seharusnya dapat mencapai prestasi yangtinggi kalau ia berusaha lebih keras lagi (Madina, 1998).
3) Ketiga; Selalu menampilkan perasaan suka bekerja keras dibandingindividu lain yang mempunyai motivasi berprestasi rendah. Hal inimenjadikan ketangguhan individu dalam menjalankan tugas. Ia akanmemelihara kualitas kerja yang tinggi untuk menyelesaikan tugas dengnsukses, untuk dapat mencapai prestasi terbaik yang dapat diraihnya danmengungguli orang lain (Heckhausen, 1967).
4) Keempat; Mempunyai satu pertimbangan dalam memilih tugas dengantingkat kesulitan sedang, yaitu tugas yang tidak terlalu mudah tetapi jugatidak terlalu sukar. Hal ini dikarenakan orientasi motivasi berprestasiadalah adanya kesuksesan sebagai nilai prestasi, sehingga tugas yangterlalu mudah tidak bernilai tantangan dan tugas yang terlalu sulit akansedikit memberikan kemungkinan untuk berhasil.
Dapat disimpulkan Motivasi Berprestasi adalah dorongan seseorang untuk
mencapai sukses dengan suatu ukuran keunggulan. Standar keunggulan yang
dimaksud adalah berupa prestasi orang lain atau prestasi sendiri yang pernah diraih
sebelumnya. Beberapa indikator motivasi berprestasi antara lain; 1) Menyukai
aktivitas yang prestatif, 2) Suka bekerja Keras, 3) Memelihara kualitas kerja, dan 4)
suka memilih tugas dengan kesulitan sedang.
27
3. Kepemimpinan Kepala Sekolah
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang
sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan pada hakikatnya
merupakan fungsi inti dalam proses manajemen. Istilah kepemimpinan mempunyai
banyak batasan dan masing-masing orang mendifinisikan dengan rumusan yang
bebeda-beda. Kartono (2005:6) mendefinisikan kepemimpinan adalah masalah relasi
dan mempengaruhi antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut
muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis di antara pemimpin dan
individu-individu yang dipimpin.
Lebih lanjut Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan
memainkan peranan yang dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya
untuk meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat
kelompok dan pada tingkat organisasi. Berdasarkan difinisi ini bahwa
kepemimpinan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kerja suatu organisasi.
Sementara Rivai (2008:2) menyebutkan kepemimpinan secara luas meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapi tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Pengertian ini mengartikan bahwa kepemimpiann menggerakkan tiap individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan organisasinya.
Apabila ditinjau dari aspek keefektifan suatu organisasi, kepemimpian
berupaya tiap anggotanya untuk mencapai tujuan. Yulk (2005:8) menyebutkan
kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan
setuju dengan apa yang perlu dilakukan secara efektif, serta proses untuk
memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Proses
28
kepemimpianan seseorang dapat muncul dalam bentuk usaha mempengaruhi orang
lain agar bertindak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sedangkan unsur-unsur
kepemimpinan menurut Rivai (2008:3) proses kepemimpinan pada hakekatnya dapat
muncul kapan dan dimanapun apabila ada unsur-unsur: 1) orang yang memimpin 2)
orang yang dipimpin 3) kegiatan atau tindakan penggerakan untuk mencapai tujuan
4). tujuan yang ingin dicapai bersama.
Selanjutnya Anoraga (dalam Sutrisno 2009:232) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui
komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk
menggerakkan orang-orang dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati
bersedia mengikuti kehendak pemimpin itu. Pendapat ini memberikan arah kepada
seorang pemimpin untuk dapat berkomunikasi dengan baik terhadap yang
dipimpinnya.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan
tersebut, dapat digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu
proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam rangka
untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur yang terkandung dalam
pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang menggerakkan yang dikenal
dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan yang disebut kelompok atau
anggota, unsur situasi dimana aktifitas penggerakan berlangsung yang dikenal
dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dirumuskan suatu pengertian
tentang kepemimpinan yaitu merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang
untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan bawahannya
secara efektif dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
29
b. Kepala Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses
pendidikan, proses belajar mengajar dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seorang yang diberi tugas untuk memimpin
sekolah bertanggung jawab atas tercapainya peran dan tanggung jawab sekolah.
Kepala sekolah juga disebut sebagai seorang tenaga fungsional.
Wahjosumidjo (2005:83) mengartikan bahwa kepala sekolah adalah seorang tenaga
fungsional yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan
proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang
memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Sedangkan Rahman (2006:106) mengungkapkan bahwa kepala sekolah
adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan
struktural (kepala sekolah) di sekolah.Berdasarkan uraian ini kepala sekolah sebagai
seorang guru juga menduduki jabatan sebagai jabatan struktural.
c. Pengertian Kepemimpinan Kepela Sekolah
Sekolah merupakan salah satu bentuk organisasi pendidikan. Kepala sekolah
merupakan pemimpin pendidikan di sekolah. Jika pengertian kepemimpinan tersebut
diterapkan dalam organisasi pendidikan, maka kepemimpinan pendidikan bisa
diartikan sebagai suatu usaha untuk menggerakkan orang-orang yang ada dalam
organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahjosumijo (2008:83) yang mengemukakan bahwa kepemimpinan
pendidikan adalah proses menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi,
membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan kepada
orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan.Fungsi kepemimpinan pendidikan menunjuk pada aktivitas atau tindakan
30
yang dilakukan oleh seoarang kepala sekolah dalam upaya menggerakkan guru-guru,
karyawan, siswa dan anggota masyarakat lain agar mau berbuat sesuatu guna
menyukseskan program-program pendidikan di sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam
mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru,
staf, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja/berperan serta
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Depdikbud, 1998 :9). Singkatnya, cara
kepala sekolah untuk membuat orang lain bekerja untuk mencapai tujuan sekolah.
Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor penentu utama
pemberdayaan guru dan peningkatan proses dan produk pembelajaran. Kepala
sekolah adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap kinerja guru dan
karyawan di sekolah. Rambu-rambu penilaian kinerja sekolah dalam Depdiknas
(2000:42) menjelaskan bahwa komponen-komponen kepemimpinan yang dimiliki
kepala sekolah adalah (1) memiliki kepribadian yang kuat. (2) memahami kondisi
guru,karyawan dan siswa dengan baik. (3) memiliki visi dan memahami misi
sekolah. (4) kemampuan mengambil keputusan dan (5) kemampuan berkomunikasi.
Ratmawati dan Herachwati, (2007:6.2) menyebutkan kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan. Dalam
lingkungan sekolah, kepala sekolah berusaha mempengaruhi para guru dan pegawai
agar mereka mau melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
Kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi orang lain didukung oleh kelebihan
yang dimilikinya, baik yang berkaitan dengan sifat kepribadian maupun yang
berkaitan dengan keluasan pengetahuan dan pengalamannya, yang mendapat
pengakuan dari orang-orang yang dipimpin di lingkungan sekolah.
31
Dalam hubungannya dengan misi pendidikan, kepemimpinan dapat diartikan
sebagai usaha Kepala Sekolah dalam memimpin, mempengaruhi dan memberikan
bimbingan kepada para personil pendidikan sebagai bawahan agar tujuan pendidikan
dan pengajaran dapat tercapai melalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan
(Anwar, 2003:70). Fungsi kepemimpinan pendidikan menunjuk kepada berbagai
aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah dalam upaya
menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota masyarakat agar mau atau
berbuat sesuatu guna melaksanakan program-program pendidikan di sekolah. Dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah adalah proses mempengaruhi,
menggerakkan, dan mengarahkan guru-guru dan karyawan untuk mencapai tujuan
sekolah
d. Dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin (pemimpin ) harus memiliki
kepribadian yang kuat, memahami kondisi guru dengan baik, memiliki visi dan
memahami misi sekolah, mampu mengambil keputusan dan mampu berkomunikasi
(Depdiknas 2003).Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin di
sekolah harus mampu menetapkan tujuan yang hendak dicapai dan mampu
mengambil keputusan yang tepat. Kepala sekolah sebagai pemimpin juga harus
memperhatikan lingkungan organisasi sekolah agar menjalin komunikasi dengan
pihak eksternal.
Lebih lanjut, Anwar (2003:70) mengatakan bahwa untuk memungkinkan
tercapainya tujuan kepemimpinan pendidikan di sekolah, pada pokoknya
kepemimpinan pendidikan memiliki tiga fungsi berikut:
a) Membantu kelompok merumuskan tujuan pendidikan yang akan dicapai yang
32
akan menjadi pedoman untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan;
b) Fungsi dalam menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota
masyarakat untuk menyukseskan program pendidikan di sekolah; dan,
c) Menciptakan sekolah sebagai suatu lingkungan kerja yang harmonis, sehat,
dinamis, dan nyaman, sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh
produktivitas akan memperoleh kepuasan kerja tinggi. Artinya pemimpin
harus menciptakan iklim organisasi yang mampu mendorong produktivitas
pendidikan yang tinggi dan kepuasan kerja yang maksimal.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan satuan pendidikan
harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Seorang kepala
sekolah juga harus berpegang terhadap prinsip-prinsip umum kepemimpinan sekolah
yaitu: konsturktif, kreatif, partisipasif, kooperatif dan pendelegasian yang baik
(Depdiknas 2002:3). Prinsip-prinsip tersebut akan semakin bermanfaat jika
diterapkan oleh kepala sekolah demi tujuan sekolah. Untuk memungkinkan
tercapainya tujuan kepemimpinan di sekolah, pada pokoknya kepala sekolah
melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor:162/13/2003 (Depdiknas 2003:101) yaitu:
Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, Motivator.
Nilai-nilai yang ditunjukkan kepala sekolah dalam memimpin akan menjadi
harapan semua warga sekolah. Wahjosumidjo (2005:124) menyebutkan bahwa
sebagai seorang pendidik kepala sekolah menanamkan, memajukan dan
meningkatkan paling tidak empat macam nilai yaitu:
1) mental, hal yang berkaitan dengan sikap batin watak manusia
33
2) moral, hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai perbuatan, sikap
dan kewajiban atau moral yang diartikan sebagai akhlak, budi pekerti dan
kesusilaan
3) fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan
penampilan manusia seara lahiriah
4) artistik, hal-hal yang berkaitan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
Selain faktor mental, moral, fisik dan artistik yang perlu diperhatikan oleh
setiap kepala sekolah terhadap peranannya sebagai pendidik mencakup dua hal
pokok yaitu sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai pendidik itu diarahkan,
sedangkan yang kedua yaitu bagaimana peranan sebagai pendidik itu dilaksanakan.
Manajer memiliki kewenangan untuk memajukan suatu organisasi. Sebagai
manajer kepala sekolah memiliki kewenangan untuk mengatur seluruh aktivitas yang
dilaksanakan di sekolah. Peran ini akan nampak melalui pengelolaan organisasi
sekolah misalnya kemampuan menyusun program kerja, kemampuan menyusun
organisasi personalia, kemampuan menggerakkan guru dan sampai mengevaluasi
kegiatan. Kepala sekolah sebagai manajer pada hakekatnya adalah seorang
perencana, organisator, pemimpin dan pengendali. Keberadaan manajer pada suatu
organisasi sangat diperlukan, sebab sebagai alat untuk mencapai tujuan memerlukan
seorang manajer yang mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin
dan mengendalikan agar organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang manajer, kepala sekolah
berhadapan dengan berbagai aktivitas. Stoner (dalam Wahjosumidjo 2005:96)
menyebutkan ada 8 macam fungsi seorang manajer yang perlu dilaksanakan dalam
suatu organisasi yaitu bahwa para manajer:
1) bekerja dengan dan melalui orang lain
34
2) bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan3) dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi berbagai
persoalan4) berpikir realistik dan konseptual5) adalah juru penengah6) adalah seorang politisi7) adalah seorang diplomat8) pengambil keputusan yang sulit
Kedelapan fungsi manajer yang dikemukakan oleh Stoner tersebut tentu saja
berlaku bagi setiap manajer dari organisasi apapun termasuk kepala sekolah sehingga
kepala sekolah berperan mengelola kegiatan sekolah dalam aktivitas sekolah
misalnya menyusun program kerja, menyusun organisasi personalia menggerakkan
staf dan mengoptimalkan sumber daya sekolah.
Sebagai administrator, kepala sekolah diharapkan mampu mengelola
administrasi sekolah dengan baik dan efektif. Robert L.Katz (dalam Danim
2008:215) mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh administrator
yang efektif adalah keterampilan teknis, keterampilan hubungan manusia dan
keterampilan konseptual.
Efektifitas seorang kepala sekolah sebagai administrator nampak dalam
pengelolaan administrasi sekolah (Depdiknas 2003) misalnya, mengelola
administrasi kegiatan belajar mengajar, kemampuan mengelola administrasi sarana
prasarana, mengelola administrasi keuangan dan administrasi kesiswaan.
Kualitas proses belajar mengajar sangat dipengaruhi kualitas kinerja guru.
Oleh karenanya usaha untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar perlu secara terus menerus mendapatkan perhatian dan
tanggung jawab dari seorang kepala sekolah melalui supervisi. Selanjutnya Lucio
(dalam Soetjipto,2009:233) menyebutkan tugas supervisi meliputi tugas
perencanaan, tugas administrasi, partisipasi dalam pengembangan kurikulum,
35
melaksanakan demonstrasi mengajar dan melaksanakan penelitian. Kepala sekolah
sebagai supervisor mempunyai kewenangan tertentu sesuai dengan tugas yang
dilaksanakan yaitu mengoreksi, memperbaiki dan membina proses belajar mengajar
bersama guru sehingga proses itu mencapai hasil maksimal.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin (leader) harus memiliki
kepribadian yang kuat, memahami kondisi guru dengan baik, memiliki visi dan
memahami misi sekolah, mampu mengambil keputusan dan mampu berkomunikasi
(Depdiknas 2003).
Fungsi pemimpin dalam organisasi menurut Terry (dalam Sutrisno 2009:238)
dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: 1) perencanaan 2) pengorganisasian 3)
penggerakan 4) pengendalian. Pencapaian tujuan suatu organisasi tidak dapat lepas
dari peran seorang pemimpin dalam mengatur bawahannya. Karena pada dasarnya
kepemimpinan itu adalah bagaimana menggunakan orang lain secara efektif untuk
dapat mencapai sasaran atau tujuan.
Kepemimpinan adalah suatu seni. Karena dalam kepemimpinan ada
kreativitas individu dalam mengatur orang lain. Walaupun kepemimpinan dapat
diajarkan didalam lembaga-lembaga pendidikan formal tetapi tidak banyak
pemimpin yang lahir karena sekolah saja. Kebanyakan pemimpin besar karena
pengalaman dan penemuan dengan pribadinya sendiri dan orang lain dalam
menggeluti tugasnya sehari-hari. Selanjutnya Wahjosumidjo (2005:11) menyebutkan
seorang kepala sekolah sebagai pemimpin memerlukan: (a) kemampuan memimpin
(b) kompetensi administratif dan pengawasan (c) pemahaman terhadap tugas dan
fungsi kepala sekolah (d) pemahaman terhadap peran sekolah yang bersifat
multifungsi (e) tugas pokok dalam rangka pembinaan program pengajaran,
kesiswaan dan dana.
36
Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah bisa memilih teori dan menerapkan
gaya kepemimpinan yang tepat dari beberapa gaya kepemimpinan yang ada sesuai
dengan karakter pribadi, dan kondisi organisasi sekolah yang dipimpin. Yang penting
kepala sekolah, harus bisa menampilkan peranan kepemimpinan yang baik.
Berkaitan dengan peranan kepemimpinan kepala sekolah tersebut, Sergiovanni dalam
Depdikdas (2007:16) mengemukakan lima peranan kepemimpinan kepala sekolah,
yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan administratif, kepemimpinan supervisi,
kepemimpinan organisasi, dan kepemimpinan tim. Kepemimpinan formal mengacu
pada tugas kepala sekolah untuk merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi sesuai
dengan dasar dan peraturan yang berlaku. Kepemimpinan administratif, mengacu
pada tugas kepala sekolah untuk membina administrasi seluruh staf dan anggota
organisasi sekolah. Kepemimpinan supervisi mengacu pada tugas kepala sekolah
untuk membantu dan membimbing anggota agar bisa melaksanakan tugas dengan
baik. Kepemimpinan organisasi mengacu pada tugas kepala sekolah untuk
menciptakan iklim kerja yang kondusif, sehingga anggota bisa bekerja dengan penuh
semangat dan produktif. Kepemimpinan tim mengacu pada tugas kepala sekolah
untuk membangun kerja sama yang baik diantara semua anggota agar bisa
mewujudkan tujuan organisasi sekolah secara optimal.
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah adalah proses
mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan guru-guru dan karyawan untuk
mencapai tujuan sekolah dengan menjalankan lima peran kepemimpinan kepala
sekolah, yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan administratif, kepemimpinan
supervisi, kepemimpinan organisasi, dan kepemimpinan tim.
37
B. Penelitian Yang Relevan
Susilastuti (2005) dalam tesis yang berjudul Pengaruhi Persepsi Guru tentang
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Berprestasi dan Profesionalisme guru
terhadap kinerja guru SMA swasta Kota Salatiga. Hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa; terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi guru tentang kepemimpinan
kepala sekolah terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota Salatiga tahun 2005, hal ini
ditunjukkan dengan nilai t =4,667 dan p < 0.05; 2) terdapat pengaruh positif.
Signifikan motivasi berprestasi terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota Salatiga
tahun 2005, ditunjukkan dengan nilai t = 5,378 pada p < 0.05; 3) terdapat pengaruh
positif dan signifikan profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota
Salatiga tahun 2005, hal ini ditunjukkan dengan nilai t = 5,573 pada p < 0.05; dan 4).
Dapat disimpulkan terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi guru tentang
kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi dan profesionalisme guru secara
bersamasama terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota Salatiga tahun 2005.
Sylvana (2003) meneliti tentang “Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
Pengembangan profesi dan kepuasan kerja” menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan memberikan hubungan yang sangat positif terhadap Pengembangan
profesi. Besarnya kontribusi variabel gaya kepemimpinan terhadap Pengembangan
profesi ditetapkan dengan nilai R=11,2% dan p=0,05. Berdasarkan penelitian
terdahulu, peneliti perlu melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengkaji tentang
kontribusi variabelmotivasi berprestasidan Kepemimpinan Kepala sekolahterhadap
Pengembangan profesionalisme guru.
Dari fakta di atas terlihat bahwa motivasi berprestasi dan kepemimpinan
kepala sekolah memegang peranan yang cukup penting dalam peningkatan
pengembangan profesionalisme guru. Motivasi merupakan motor pergerak serta
38
pembangkit semangat guru dalam pengembangan profesionalismenya, sedangkan
peran kepala sekolah sebagi pemimpin bagi guru memberikan bantuan moril dam
materiel dalam melakukan pengembangan profesionalisme. Dengan kata lain
motivasi berprestasi terbukti berkontribusi positif terhadap pengembangan
profesionalisme dan kepemimpinan kepala sekolah juga terbukti berkontribusi
terhadap pengembangan profesionalisme guru.
C. Kerangka Berpikir
1. Kontribusi Motivasi Berprestasi terhadap Pengembangan ProfesionalismeGuru.
Motivasi berprestasi memberikan dorongan mental bagi seorang guru untuk
melaksanakan tugas berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki melalui
pengembangan profesionalisme. Dalam proses melaksanakan pengembangan
profesionalisme tersebut seorang guru mempunyai hambatan-hambatan yang
berbeda, dan dengan dimilikinya motivasi berprestasi yang tinggi, maka hambatan-
hambatan tersebut dapat diatasi sehingga pengembangan profesionalisme berjalan
dengan baik.
Motivasi berprestasi akan dapat mendobrak building block ketahanan seorang
guru yang menyebabkan guru enggan melaksanakan pengembangan
profesionalismenya. Hasil Penelitian membuktikan bahwa motivasi berprestasi
berkontribusi terhadap pengembangan profesionalisme, disimpulkan dalam
penelitian tersebut bahwa memiliki kontribusi yang besar dan signifikan.
Dari uraian di atas maka diyakini bahwa motivasi berprestasi berkontribusi
positif terhadap pengembangan profesionalisme, sehingga dengan memperbaiki
motivasi berprestasi guru, maka pengembangan profesionalisme guru dapat menjadi
lebih baik.
39
2. Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap PengembanganProfesionalime guru.
Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mempunyai keterampilan melakukan
komunikasi, menangani konflik, dan membangun iklim kerja yang yang positif di
lingkungan lembaga pendidikan. Kepemimpinan itu bisa berfungsi atas dasar
kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang lain
guna melakukan sesuatu demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Keberhasilan
pendidikan sangat ditentukan oleh kepala sekolah dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, menyelaraskan sumber daya pendidikan. Salah satunya adalah
kemampuan mempengaruhi guru untuk terus mengembangkan profesinya. Untuk itu,
ketercapaian pengembangan profesionalisme guru membutuhkan upaya-upaya
manajerial yang terencana secara baik. Karena yang dipimpin kepala sekolah
diantara termasuk guru, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala
sekolah dapat mempengaruhi pengembangan prosionalisme guru di sekolah.
Sehingga kepemimpinan kepala sekolah memiliki kontribusi terhadap pengembangan
profesionalisme guru.
3. Kontribusi Motivasi berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secarabersama-sama terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru.
Dari kajian teori diatas peneliti menyimpulkan ada dua faktor penting yang
yang dapat mempengaruhi Pengembangan profesionalisme guru yaitu (1) faktor
motivasi berprestasi sebagaimana pendapat teori di atas mengemukakan motivasi
berprestasisebagai motor penggerak bagi guru, motivasi berprestasi ibarat bahan
bakar pada kendaraan untuk mencapai pengembangan profesionalisme, dan (2)
faktor kepemimpinan kepala sekolah dapat mempengaruhi guru untuk selalu
meningkatkan profesionalismenya.Sinergi antara motivasi berprestasi yang tinggi
40
dan kepemimpinan kepala sekolah akan mampu menjadi stimulus luar biasa bagi
peningkatan Pengembangan profesionalisme guru secara keseluruhan.Kerangka
berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti pada bagan gambar 1.
r2 X1 ke Y
R2 X1dan 2 ke Y
r2 X2 ke Y
Gambar 1.Kerangka berpikir
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir diatas jelas ada kontribusi yang signifikan antara
motivasi berprestasidan kepememimpinan kepala sekolahterhadap pengembangan
Profesionalisme guru, maka berikut ini dapat dikembanngkan hipotesis penelitian
sebagai berikut;
1. Motivasi berprestasi berkontribusi terhadap pengembangan Profesionalisme guru.
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi terhadap pengembangan
Profesionalisme guru.
3. Motivasi berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secara bersama-sama
berkontribusi terhadap pengembangan Profesionalisme guru.
MOTIVASIBERPRESTASI
(X1)
KepemimpinanKepala Sekolah
(X2)
PengembanganProfesionalisme Guru
(Y)
41
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengungkap kontribusi variabel motivasi berprestasi dan
variabel kepemimpinan kepala sekolah terhadap variabel pengembangan
profesionalisme guru, dengan demikian jenis penelitian ini termasuk pendekatan
kuantitatif korelasional. Menurut Arikunto (2009:247) pendekatan korelasional
adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan atara
beberapa variabel, dan jika ada seberapa eratkah serta berarti atau tidak hubungan
itu. Pada penelitian ini sebagai variabel bebas Motivasi Berprestasi (X1), dan
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2), sedangkan variabel terikatnya Pengembangan
profesionalisme guru (Y) pada SMP Negeri se - Kecamatan Pandan Tapanuli
Tengah.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber
pengambilan sampel; sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang
berkaitan dengan masalah penelitian. Sedangkan Sutrisno Hadi (1986: 70)
mengemukakan bahwa “Populasi adalah semua individu untuk setiap kenyataan-
kenyataan yang diperoleh dari sampel untuk digeneralisasikan”. Berdasarkan uraian
di atas, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah guru Sekolah Menengah
Pertama Negeri se - Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah sbb:
42
Tabel. 1Data Populasi penelitian
No Nama SekolahMasaKerja
TinkatPendidikan
Populasi Jumlah
1 SMP Negeri 1 Pandan≥ 10
≥S1Non S1
262
2841
< 10≥S1
Non S113-
13
2 SMP Negeri 2 Pandan Nauli≥ 10
≥S1Non S1
2-
224
< 10≥S1
Non S122-
22
3 SMP Negeri 3 Pandan≥ 10
≥S1Non S1
72
924
< 10≥S1
Non S115-
15
Total Populasi 89
2. Sampel
Menurut Sekaran (2003:423) sample is a subset or subgroupof the
popualation. Secara umum diterjemahkan bahwa sampel sebagian dari populasi.
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu pengaruh Motivasi Berprestasi
dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Pengembangan profesionalisme guru
di SMP Negeri se – kecamatan pandan, maka yang menjadi sampel penelitian
adalah guru – guru yang ada di SMP Negeri se – kecamatan pandan kabupaten
tapanuli tengah
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan Stratified
Proportional Random Sampling. Langkah-langkah yang dilakukan yakni: (a)
identifikasi dan pengelompokan populasi berdasarkan strata, (b) mencari proporsi,
sub proporsi berdasarkan strata, (c) menentukan ukuran sampel dan (d) menentukan
subjek penelitian secara random.
43
a. Identifikasi dan pengelompokan populasi berdasarkan strata
Strata yang dipertimbangkan dalam pengambilan sampel adalah: (1)
Pendidkan S1 keatas dan Non S1, (2) berdasarkan masa dinas; terdiri dari masa
dinas lebih sepuluh tahun atau sama dengan sepuluh tahun (masa kerja ≥ 10
tahun) dan masa kerja kurang dari 10 tahun (masa kerja < 10 tahun).
Pengelompokan strata jenis pendidikan dilakukan berdasarkan asumsi
keterwakilan dalam pengambilan sampel bukan melihat perbedaan bahwa
Pengembangan profesionalisme guru yang sudah sarjana berbeda dengan bukan
sarjana. Pemilihan strata masa kerja diasumsikan bahwa semakin lama kerja ≥
10 tahun semakin berpengalaman dibanding guru yang miliki masa kerja< 10
tahun, dan masing-masing memiliki keterwakilan dalam sampel.
Tabel.2Data Guru SMP Negeri se Kecamatan Pandan
NO
Nama Sekolah≥ S1 < S1 Jumlah
Populasi
< 10Th
≥ 10Th
< 10Th
≥ 10Th
1 SMP Negeri 1 Pandan 13 26 - 2 41
2SMP Negeri 2 PandanNauli
22 2 - - 24
3 SMP Negeri 3 Pandan 15 7 - 2 24
Jumlah 50 35 - 4 89
b. Menetapkan proporsi, sub porsi berdasarkan strata
Berdasarkan strata populasi di atas, maka proporsi masing-masing strata
dapat ditentukan sebagai berikut;
1) Strata Pendidkan S1 dan dibawah S1
Dengan rumus; Proporsi Sarjana (S1) : pl = n1/N
44
Proporsi Non Sarjana (NS1) : ql = 1 – pl
Perhitungan; ≥ S1 = 85 orang; proporsinya ;85/89 = 0,96
≤ S1 = 4 orang; proporsinya ; 1- 0,96 = 0,04
2) Strata Masa Kerja
Dengan rumus; Proporsi Masa Kerja (MK) < 10 th : p2 = n2/N
Proporsi Masa Kerja (MK) ≥ 10 th : q2 = 1 – p2
Perhitungan; MK< 10 th = 50 org; proporsinya ; 50/89 = 0,56
MK ≥ 10 th = 39org; proporsinya ; 1- 0,56 = 0,44
c. Menentukan Ukaran Sampel
Untuk menentukan besarnya ukuran sampel dapat digunakan rumus
Cochran (1991:85) sebagai berikut;
t2 . pqno = ----------------
d2
no
------------------n = no - 1
1 + ---------N
Keterangan
no = besarnya sampel tahap pertama (sebelum koreksi)
t = taraf kepercayaan dalam penelitian ditetapkan 95% maka besarnya
Z=1,96
p = besar proporsi kelompok dalam strata
q = (1 – p)
d = batas toleransi kekeliruan sampling ditentukan 10%
n = besarnya sampel tahap kedua (setelah dikoreksi)
45
N = jumlah populasi penelitian
Tabel. 3 Besaran Kelompok Strata
NO Strata Populasi P q No N
1 Pendidikan 0,96 0,04 14,75 12,65
2 Masa Kerja 0,56 0,44 94,66 45,88**) Jumlah Sampel yang dipilih
Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas diperoleh n (besar sampel
setelah dikoreksi) yang terbesar terdapat pada masa kerja 45,88 dibulatkan
menjadi 46. dengan demikian jumlah sampel yang diambil dari populasi adalah
(46/89) x 100% = 51,69% dibulatkan menjadi 52%.
d. Menentukan sampel penelitian secara random
Ukuran sampel telah ditentukan sebanyak 52% dari populasi 89 orang,
yang akan dilakukan secara acak dengan menggunakan sistem undian dengan
setiap anggota memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel.
Proporsi penyebaran sampel pada setiap strata dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 4Jumlah sampel Berdasarkan Strata Pendidikan dan Masa Kerja
Nama Sekolah PendidkanMasaKerja
JumlahPopulasi
Sampel(52 %)
SampelPembulatan
SMP Negeri 1Pandan
≥ S1≥ 10 Th 26 13,42 14
< 10 Th 13 6,76 7
< S1≥ 10 Th 2 1,04 2
< 10 Th - - -
SMP Negeri 2Pandan Nauli
≥ S1≥ 10 Th 2 1.04 2
< 10 Th 22 11,44 12
< S1≥ 10 Th - - -
< 10 Th - - -
SMP Negeri 3Pandan
≥ S1≥ 10 Th 7 3,64 4
< 10 Th 15 7,8 8
< S1≥ 10 Th 2 1,04 2
< 10 Th - - -Total 89 51
46
C. Definisi Operasional
Dalam Penelitian ini memiliki varibel terikat Pengembangan profesionalisme
Guru (Y) dan variabel bebas yaitu Motivasi Berprestasi (X1) dan Kepemimpinan
Kepala Sekolah (X2), masing-masing varibel tersebut didefinisikan sebagai berikut;
1. Pengembangan profesionalisme Guru
Pengembangan profesionalisme guru adalah usaha mengembangkan diri
guru agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam upaya melaksanakan tugas profesinya.
Pengembangan profesionalisme dapat dilihat dari; 1) berusaha meningkatkan
komitmen dan tanggung jamabnya terhadap kualitas pendidikan, 2) berusaha
melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai dengan tututan zaman, 3) aktif
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk
meningkatkan mutu pendidikan, 4) berusaha memiliki sikap antisipatif dan
inisiatif dalam pembelajaran .
2. Variabel Motivasi Berprestasi
Motivasi Berprestasi adalah dorongan seseorang untuk mencapai sukses
dengan suatu ukuran keunggulan. Standar keunggulan yang dimaksud adalah
berupa prestasi orang lain atau prestasi sendiri yang pernah diraih sebelumnya.
Beberapa indikator motivasi berprestasi antara lain; 1) Menyukai aktivitas yang
prestatif, 2) Suka bekerja Keras, 3) Memelihara kualitas kerja, dan 4) suka
memilih tugas dengan kesulitan sedang.
3. Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai varibel bebas kedua(X2)
Kepemimpinan Kepala Sekolah adalah proses mempengaruhi,
47
menggerakkan, dan mengarahkan guru-guru dan karyawan untuk mencapai
tujuan sekolah oleh kepala sekolah dengan menjalankan lima peran
kepemimpinan kepala sekolah, yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan
administratif, kepemimpinan supervisi, kepemimpinan organisasi, dan
kepemimpinan tim.
D. Instrumen Penelitian
Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian skala likert
dengan 5 alternatif jawaban yaitu ; (1) selalu (SL), (2) sering (SR), (3) kadang-
kadang (KD), (4) jarang (JR), dan (5) tidak pernah (TP). Dan untuk menjaring data
frekwensi dan bersifat opini menggunakan alternatif jawaban ; (1) sangat setuju
(SS), (2) setuju (S), (3) kurang setuju (KS), (4) tidak setuju (TS), (5) sangat tidak
setuju (STS). Menurut Ridwan (2007:20) skala likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang terhadap suatu objek, kejadian dan gejala
tertentu. Instrumen skala likert ini dipandang tepat digunakan untuk mengukur
pengembangan profesionalisme guru, motivasi berprestasi dan kepemimpinan
kepala sekolah.
1. Proses Penyusunan Instrumen
Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial umumnya dan
khususnya bidang Administrasi Pendidikan yang sudah baku sulit ditemukan.
Untuk itu peneliti membuat instrumen sendiri yang digunakan dalam pengumpulan
data penelitian. Instrumen masing-masing variabel dikembangkan dengan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) pembuatan kisi-kisi instrumen
berdasarkan indikator setiap variabel, (2) menyusun butir-butir pernyataan sesuai
dengan indikator, (3) melakukan analisis rasional untuk melihat kesesuaian dengan
indikator aspek yang diukur, serta bahasa pernyataan angket yang benar, (4)
48
melakukan uji coba instrumen untuk mendapatkan validitas dan reliabelitas
instrumen yang disusun.
Dalam penyusunan instrumen juga memperhatikan kemudahan pengisian
oleh responden, dengan berusaha menghindari pernyataan yang membingungkan,
menghindari kata-kata abstrak, dan tidak menggunakan kata-kata yang
menimbulkan antipati dari responden. Kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
No Variabel IndikatorJml
Butir
1Pengembanganprofesionalisme
Guru (Y)
1. Berusaha meningkatkan komitmen dantanggung jawabnya terhadap kualitaspendidikan.
2. Berusaha melakukan pembaharuanpembelajaran sesuai dengan tututanzaman.
3. Aktif mengikuti perkembangan ilmupengetahuan dan tehnologi untukmeningkatkan mutu pendidikan.
4. Berusaha memiliki sikap antisipatif daninisiatif dalam pembelajaran.
11
7
8
15
Jumlah Pertanyaan Varibel (Y) 41
2Motivasi
Berprestasi(X1)
1. mendorong aktivitas yang prestatif,2. Suka bekerja Keras,3. Memelihara kualitas kerja4. suka memilih tugas dengan kesulitan
sedang
179
2212
Jumlah Pertanyaan Varibel (X1) 60
3KepemimpinanKepala Sekolah
(X2)
1. Kepemimpinan formal2. Kepemimpinan administratif3. kepemimpinan supervisi4. kepemimpinan organisasi5. kepemimpinan tim
89
11108
Jumlah Pertanyaan Varibel (X2) 46
49
2. Uji Coba Instrumen
Instrumen yang telah dibuat diujicobakan pada bulan Oktober dan bulan
Desember 2012, agar instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang harus
diukur sehingga memperoleh data yang benar-benar dibutuhkan dalam
penelitian. Hal-hal pokok yang menjadi tujuan ujicoba intrumen adalah: (1)
melihat keterbacaan kuisioner oleh responden, (2) melihat durasi waktu yang
digunakan oleh responden dalam mengisi kuisioner, (3) mengetahui kesulitan-
kesulitan yang muncul dari responden dalam menjawab kuisioner, (4) melihat
validitas dan reliabilitas instrumen.
a. Menentukan Responden Ujicoba
Ujicoba instrumen diberikan kepada anggota populasi yang tidak
terpilih sebagai sampel yaitu 30 orang guru. Dari populasi yang tidak
terpilih sebagai sampel sebanyak 38 orang guru, diambil sampel ujicoba
secara acak dan tetap memperhatikan keterwakilan populasi yang tidak
homogen yaitu mempertimbangkan strata perolehan sertifikasi dan strata
pendidikan terakhir (Tabel 6).
Tabel 6. Jumlah Sampel Ujicoba
Nama Sekolah PendidkanMasaKerja
JumlahPopulasiUjicoba
JumlahSampelUjicoba
SMP Negeri 1 Pandan ≥ S1≥ 10 Th 6 5< 10 Th 12 10
SMP Negeri 2 PandanNauli
≥ S1< 10 Th 10 8≥10 Th 0 0
SMP Negeri 3 Pandan ≥ S1≥ 10 Th 3 2<10 Th 7 5
Total 38 30
Dengan demikian, keaslian dan karakteristik sampel ujicoba dan
sampel penelitian dapat terjaga. Setelah diacak sesuai dengan strata tersebut
50
diperoleh jumlah sampel ujicoba 30 orang, jumlah ini sudah memenuhi
syarat sampel penelitian yang akan diuji secara statisik, sesuai dengan
pendapat Roscoe (dalam Sugiyono 2010:103) menyatakan; (1) ukuran
sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 s/d 500, (2) bila
dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariat (korelasi atau
regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari
jumlah variabel yang diteliti. Dalam penilitian ini terdapat 3 variabel
penelitian (independen + dependen), maka jumlah anggota sampel: 10 x 3
= 30.
b. Analisis Data Hasil Ujicoba
Setiap butir pernyataan dalam kuisioner dianalisis kesahihannya
(validity) dan keandalannya (reliability).Untuk menguji kesahihan
instrumen menggunakan rumus statistik Pearson Produck Moment,
sedangkan untuk menguji reliabelitas instrumen menggunakan rumus Alpha
Cronbach. Semua analisis data hasil ujicoba instrumen dilakukan dengan
bantuan komputer program Statistical Service Product Solutions rilis 19
(SPSS 19).
Menurut Arikunto (2000:72) butir instrumen dapat dikatan valid jika
terdapat dukungan yang besar terhadap skor total. Kriteria yang digunakan
untuk menguji validitas instrumen adalah sebagai berikut:
1) Jika koefisien (rxy) lebih besar dari harga r Tabel (taraf α= 0,05)
instrumen dinyatakan valid atau sahih.
2) Jika koefisien (rxy) lebih kecil dari harga r Tabel (taraf α= 0,05)
instrumen dinyatakan tidak valid atau tidak sahih.
Untuk uji reliabilitas instrumen digunakan tehnik Alpha Cronbach dengan
dengan ketentuan bahwa suatu butir pernyataan mempunyai reliabilitas,
51
jika; (1) nilai Cronbach’ Alpha positif, (2) nilai Cronbach’s Alpha hasil
perhitungan lebih besar dari 0,8. (Sarwono, 2011:252).
Setelah dilakukan ujicoba instrumen dan dilakukan uji validitas serta
reliabelitas menggunakan program Statistical Service Product
Solutions(SPSS) 19, maka rujukan validitas dan reabilitas peneliti
menggunakan kriteria SPSS. Kriteria validitas adalah nilai korelasi (rxy) >
0,240 dan realibitas (rxy) > 0,800 (Sarwono, 2011:264). Diperolah hasil
ujicoba instrumen sebagai berikut; (1) angket pengembangan
profesionalisme guru dengan jumlah butir pernyataan 41 item, yang gugur
karena tidak valid (rxy) < 0,240 sebanyak 1 item, (2) angket Motivasi
berprestasi dengan jumlah butir pernyataan 60 item, yang gugur karena
tidak valid sebanyak 3 item, dan (3) angket Kepemimpinan kepala sekolah
dengan jumlah butir pernyataan 46 item, yang gugur karena tidak valid
sebanyak 1 item.
Dengan demikian, jumlah butir pernyataan angket pengembangan
profesionalisme guru dalam penelitian ini sebanyak 40 item dengan
reliabelitas rata-rata 0,961 dari batas minimal 0,800, jumlah butir pernyataan
angket motivasi berprestasi dalam penelitian ini sebanyak 57 item dengan
reliabelitas rata-rata 0,962 dari batas minimal 0,800, dan jumlah butir
pernyataan angket kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini
sebanyak 45 item dengan reliabelitas rata-rata 0,963 dari batas minimal
0,800 (lihat Lampiran 6, 7, dan 8).
Meskipun jumlah item pernyataan dari masing-masing angket pada
tiap varibel ada yang berkurang, namun tidak ditemukan item pernyataan
52
yang gugur tersebut dapat mengurangi pencapaian makna dari indicator
instrument penelitian. Sehingga peneliti tidak perlu membuat item
pernyataan baru untuk mepertahankan indikator yang telah dibuat, cukup
melanjutkan instrumen yang sudah ada dengan menghilangkan item-item
pernyataan yang gugur untuk dijadikan instrumen penelitian. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 7 (lampiran 5,6 dan 7)
Tabel 7. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
NO Variabel IndikatorJmlButir
Nomoryanggugur
JmlValid
1
Pengembangan
profesionalisme
Guru (Y)
1. Berusaha meningkatkan komit-men dan tanggung jawabnyaterhadap kualitas pendidikan.
1111
2. Berusaha melakukan pembaha-ruan pembelajaran sesuai dengantututan zaman.
77
3. Aktif mengikuti perkembanganilmu pengetahuan dan tehnologiuntuk meningkatkan mutupendidikan.
8
24 7
4. Berusaha memiliki sikapantisipatif dan inisiatif dalampembelajaran
1515
41 402
MotivasiBerpresta
si(X1)
1. mendorong aktivitas yangprestatif,
17 17
2. Suka bekerja Keras, 9 9
3. Memelihara kualitas kerja 22 28 21
4. suka memilih tugas dengankesulitan sedang
12 50,54 10
60 57
3Kepemim
pinanKepalaSekolah
(X2)
1. Kepemimpinan formal 8 8
2. Kepemimpinan administratif 9 9
3. kepemimpinan supervisi 11 21 11
4. kepemimpinan organisasi 10 105. kepemimpinan tim 8 8
46 45
53
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses memperoleh data. Data dalam
penelitian ini adalah jawaban responden terhadap pernyataan kuisioner yang terdiri
dari tiga permasalahan pokok dari penelitian ini yaitu bagian satu tentang
pengembangan profesionalisme guru, bagian dua tentang motivasi berprestasi, dan
bagian ketiga tentang kepemimpinan kepala sekolah. Agar pengumpulan data
berlangsung secara teratur, ada beberapa langkah yang dilakukan yakni: (1)
menyiapkan instrumen secara lengkap, (2) menetapkan responden yang telah
diambil secara acak dengan teknik Stratified Proportional Random Sampling, (3)
menyiapkan pelaksana pengunpul data, (4) Melakukan pengumpulan data secara
langsung (responden mengisi dalam pengawasan pelaksana dan diselesaikan saat
itu juga).
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini akan melihat hubungan fungsional antara variabel bebas
terhadap variabel terikat, yaitu seberapa besar kontribusi variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y), maka tehnik yang digunakan adalah tehnik regresi.
Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menganalisis data yang telah
terkumpul yaitu: (1) membuat deskripsi data, (2) pengujian persyaratan analisis,
dan (3) pengujian hipotesis penelitian.
1. Analisis Deskriptif Data
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk meliihat kecenderungan distribusi
frekwensi variabel dan menentukan tingkat ketercapaian responden pada masing-
masing variabel dengan rumus :
54
Skor rata-rataTingkat ketercapaian responden = x 100 %
Sekor maksimal ideal
Pengelompokan nilai pencapaian responden akan dilakukan dengan menggunakan
klasifikasi sudjana (1991) dapat lihat pada tabel 8.
Tabel 8. Klasifikasi Tingkat Pencapaian Responden
NO KLASIFIKASI KATEGORI1 90 – 100 % Sangat Baik2 80 – 89 % Baik3 65 – 79 % Cukup4 55 – 64 % Kurang Baik5 0 – 54 % Tidak baik
2. Uji Persyaratan Analisis
Dalam upaya memilih tehnik analisis data yang relevan dalam penggunaan
rumus statistik yang bersifat inferensial, maka peneliti akan melakukan Uji
persyaratan analisis yang terdiri dari; Uji Normalitas data, Uji Homogenitas data
(sampel), dan Uji Independensi data antar Variabel bebas. Seluruh pengujian
tersebut menggunakan bantuan komputer program SPSS.
a. Uji Normalitas Data
Data yang terkumpul nantinya merupakan data Interval dan sampel tersebut
dalam jumlah besar (data bergolong), maka uji normalitas akan menggunakan Uji
chi kuadrat (X2) dengan rumus;
h
2ho2
f
)f(fX
Keterarangan : X2 = Nilai Chi-kuadrat
fo = frekueansi yang diperoleh berdasarkan data
55
fh = frekuensi yang diharapkan
b. Uji Homogenitas Data
Dalam Uji Homogenitas sampel peneliti memilih dengan tes Bartlett
sehubungan dengan yang kita uji adalah lebih dari 2 varian variabel yaitu 3 sekolah,
dengan langkah-langkah sebagai berikut;
a) Menentukan harga-harga yang diperlukan tes Bartlett
b) Menentukan harga varian gabungan dari semua sampel
S2= Σ(Ni – 1 ) Si2 / Σ (Ni – 1 )
c) Menentukan harga satuan B, dengan rumus:
B = (log S2) Σ (Ni – 1 )
d) Menentukan nilai chi-kuadrat.
X2 = 2,3026 x { B - Σ (Ni – 1 ) log Si2 }
c. Uji Independensi X1 dan X2
Untuk mengetahui apakah data variabel bebas yaitu X1 dan X2dalam kea-
daan independen peneliti menggunakan rumus product moment dan uji t.
Rumus yang yang digunakan adalah;
rxx = p
t =
3. Tehnik Analisis Hipotesis
Untuk mengetahui kebenaran hipotesis awal maka data yang diperoleh diolah
dengan analisis regresi tunggal dan regresi ganda, serta uji linearitas regresi dan
keberartian regresi dengan bantuan komputer program SPSS.
56
a. Analisis regresi tunggal dengan persamaan Ŷ = a + bx
Keterangan;
Ŷ = skor yang akan diprediksi berdasarkan skor X
(ΣY) (ΣX2) - (ΣX) (ΣXY)a = konstanta regresi, rumus =
nX2 - (ΣX)2
nΣY - (ΣX) (ΣY)b = koofisien regresi, rumus =
nX2 - (ΣX)2
b. Analisis regresi ganda dengan persamaanŶ = bo + b1X1 + b2X2
Keterangan :
Ŷ = skor yang akan diprediksi berdasarkan skor X1 dan X2
bo = konstanta regresi,
b1X1= koofisien regres X1 terhadap Y(ΣX2
2)(ΣX1Y) - (ΣX1X2)(ΣX2Y)Rumus b1 =
(ΣX12) (ΣX2
2) - (ΣX1X2)2
b2X2= koofisien regres X2 terhadap Y
(ΣX12)(ΣX2Y) - (ΣX1X2)(ΣX1Y)
Rumus b2 =
(ΣX12) (ΣX2
2) - (ΣX1X2)2
c. Pengujian Linearitas Regresi dan Keberartian Regresi
Pada analisis data disini adalah ingin menguji linearitas dan keberartian
regresi kontribusi varibel Motivasi Berprestasi (X1) terhadap Pengembangan
profesionalisme guru (Y), dan kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)
terhadap Pengembangan profesionalisme guru (Y), serta secara bersama-sama
Motivasi Berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1X2) berkontribusi
57
terhadap Pengembangan profesionalisme guru (Y). Dengan menggunakan
pengujian distribusi probabilitas yaitu distribusi F.
1) Pengujian hipotesis linearitas Regresi
Rumusan hiotesis linearitas adalah sebagai berikut;
Ho = Regresi linear (Varibel X berkontribusi terhadap Y)
Ha = Regresi tidak linear (Varibel X tidak berkontribusi terhadap Y)
JK (TC)/k-2Dengan rumus perhitungan: Fh =
JK (G)/n-k
Keterangan:
Fh = F hitung
JK (TC) = Jumlah Kuadrat Tuna Cocok
JK (G) = Jumlah kuadrat Galat
k = Jumlah kelas interval
n = jumlah sampel
2) Pengujian Hipotesis Keberartian Regresi
Rumusan hiotesis keberartian regresi adalah sebagai berikut;
Ho = Regresi Tidak berarti (Varibel X tidak berkontribusi nyata
terhadap Y)
Ha = Regresi berarti (Varibel X berkontribusi nyata terhadap Y)
JK (b/a)Dengan rumus perhitungan: Fh =
JK (S)/n-2
Keterangan:
Fh = F hitung
58
JK (b/a) = Jumlah Kuadrat regresi (b/a
JK (S) = Jumlah kuadrat sisa
n = jumlah sampel
3) Kriteria Pungujian
F hasil perhitungan di konsultasikan dengan F tabel dengan
kriteria sebagai berikut:
Tolak Ho, jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel ( Fh > Ft)
Terima Ho, jika nilai F hitung lebih kecil dari F tabel ( Fh < Ft)
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Uraian berikut menyajikan deskripsi data variabel-variabel penelitian guna
menjelaskan kecenderungan distribusi data dan tingkat pencapaian masing-
masing variabel, yaitu Pengembangan Profesionalisme Guru (Y), Motivasi
berprestasi guru (X1), dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2).
1. Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)
Berdasarkan butir-butir instrumen Pengembangan Profesionalisme
Guru yang berjumlah 40 butir, maka secara ideal skor minimal yang dapat
dicapai adalah 40 dan skor maksimal 200. Dari jawaban responden diperoleh
skor terendah 83 dan skor tertinggi 137, skor rata-rata 111,25; median
112,00; modus 117; dan simpangan baku 13,573. Distribusi frekuensi data
dan histogram Pengembangan Profesionalisme Guru diperlihatkan pada
Tabel 9 dan Gambar 2 . (Lampiran 13).
Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa selisih skor rata-rata,
median dan modus tidak melebihi satu simpangan baku. Ini berarti bahwa
distribusi frekuensi data Pengembangan Profesionalisme Guru cenderung
normal.
60
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Data Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)
Kelas Interval fx %fx Fk %fk83-90 4 7,8 4 7,891-98 6 11,8 10 19,699-106 7 13,7 17 33,3
107-114 13 25,5 30 58,8115-122 10 19,6 40 78,4123-130 7 13,8 47 92,2131-138 4 7,8 51 100,0
Total 51 100,0
Gam
Tabel 9
berada
rata 42
median
distribu
6
7
13
10
7
Frekuen
bar 2. Histogram Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)
menunjukan bahwa skor Pengembangan Profesionalisme Guru yang
pada kelas interval rata–rata adalah 25,5%, di atas kelas interval rata–
,2%, dan di bawah skor rata–rata 33,3%. Karena selisih skor rata-rata,
dan modus tersebut tidak melebihi satu simpangan baku, maka
si data Pengembangan Profesionalisme Guru cenderung normal.
si
Skor Tengah Kelas Interval
86,5 94,5 102,5 110,5 118,5 126,5 134,5
4 4
61
Selanjutnya, hasil analisis tingkat pencapaian responden setiap indikator
Pengembangan Profesionalisme Guru disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Tingkat Pencapaian Indikator Pengembangan ProfesionalismeGuru
Indikator SkorIdeal
Rata-rata % TingkatPencapaian
Kategori
Berusaha meningkatkankomitmen dan tanggungjawabnya ter-hadap kualitas pendidikan.
55 32,137 58,43Kurang
baik
Berusaha melakukanpembaharuan pembelajaransesuai dengan tututanzaman.
35 19,35 55,24Kurang
baik
Aktif mengikuti perkem-bangan ilmu pengetahuandan tehnologi untuk me-ningkatkan mutu pen-didikan.
35 19,45 55,57Kurang
baik
Berusaha memiliki sikapantisipatif dan inisiatifdalam pembelajaran
75 40,31 53,75Tidakbaik
Total Skor 200 111.25 55,63Kurang
baik
Tingkat pencapaian skor Pengembangan Profesionalisme Guru
termasuk kategori kurang baik (55,6% dari skor ideal). Hasil ini menunjukan
bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri Kecamatan
Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah baru berada pada kategori kurang baik.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa indikator pertama Pengembangan
Profesionalisme Guru adalah berusaha meningkatkan komitmen dan
tanggung jawabnya terhadap kualitas pendidikan, dengan tingkat pencapaian
58,43% atau kurang baik; indikator kedua adalah berusaha melakukan
pembaharuan pembelajaran sesuai dengan tututan zaman, dengan tingkat
pencapaiannya 55,24% atau kurang baik; indikator ketiga adalah aktif
62
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk
meningkatkan mutu pendidikan, dan indikator keempat adalah berusaha
memiliki sikap antisipatif dan inisiatif dalam pembelajaran, dengan tingkat
pencapaian 53,75% atau tidak baik. Ternyata tiga indikator Pengembangan
Profesionalisme Guru mencapai kategori kurang baik, dan satu indikator
Pengembangan Profesionalisme Guru mencapai kategori tidak baik.
2. Motivasi berprestasi guru (X1)
Berdasarkan butir pernyataan instrumen Motivasi berprestasi guru
yang berjumlah 57 butir, maka skor ideal minimum yang dapat dicapai
adalah 57 dan skor maksimum 285. Dari jawaban responden diperoleh skor
terendah 144 dan skor tertinggi 257.Skor rata-rata 203,31, median 200,00
modus 196 dan simpangan baku 23,534. (Lihat lampiran 13).
Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa selisih skor rata-rata,
median dan modus tidak melebihi satu simpangan baku. Ini berarti bahwa
distribusi frekuensi data Motivasi berprestasi guru cenderung normal. Untuk
mengetahui sebaran frekuensi data dan histogram Motivasi berprestasi guru
dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 3.
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Motivasi berprestasi guru ( X1)
KelasInterval
fx %fx Fk %fk
144-160 2 3,9 2 3,9
161-177 4 7,8 6 11,7
178-194 9 17,7 15 29,4
195-211 17 33,3 32 62,7
212-228 13 25,5 45 88,2
229-245 4 7,8 49 96,1
246-262 2 3,9 51 100,0
Total 51 100,0
63
Tabel 11 menunjukan bahwa skor Motivasi berprestasi guru yang berada
pada kelas interval rata–rata adalah 33,3%, di atas kelas interval rata–rata
37,3%, dan di bawah kelas interval rata–rata 29,4%.
in
T
MpSMsk
9
17
13
Frekuen
Gambar 3. Histogram Motivasi berprestasi guru (X1)
Selanjutnya, hasil analisis tingkat pencapaian responden setiap
dikator Motivasi berprestasi guru disajikan pada Tabel 12 (lampiran 10).
abel 12. Tingkat Pencapaian Indikator Motivasi berprestasi guru (X1)
Indikator SkorIdeal
Rata-rata
% TingkatPencapaian
Kategori
enyukai aktivitas yangrestatif,
85 57,9 68,2 Cukup
uka bekerja Keras, 45 29,4 65,3 Cukupemelihara kualitas kerja 105 80,4 76,6 Cukup
uka memilih tugas denganesulitan sedang
50 35,6 71,34 Cukup
Total Skor 285 203,3 71,34 Cukup
si
Skor Tengah Kelas Interval
152 169 186 203 220 237 254
2
4 4
2
64
Tingkat pencapaian skor Motivasi berprestasi guru termasuk kategori
cukup (71,34% dari skor ideal). Hasil ini menunjukan bahwa Motivasi
berprestasi guru para guru SMP Negeri Kecamatan Pandan, Kabupaten
Tapanuli Tengah pada umumnya masih cukup atau sedang. Secara rinci
dapat dijelaskan bahwa indikator pertama Motivasi berprestasi guru adalah
menyukai aktivitas yang prestatif, dengan tingkat pencapaian 68,2% atau
cukup; indikator kedua adalah suka bekerja keras, dengan tingkat
pencapaiannya 65,3% atau cukup; indikator ketiga adalah memelihara
kualitas kerja, dengan tingkat pencapaiannya 76,6% atau cukup; dan indikator
keempat adalah suka memilih tugas dengan kesulitan sedang, dengan tingkat
pencapaiannya 71,34% atau cukup. Ternyata tiga dari empat indikator
motivasi berprestasi guru tersebut, mencapai kategori cukup, hanya satu
indikator yang mancapai kategori kurang baik yaitu menyukai aktivitas yang
prestatif.
3. Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)
Berdasarkan butir-butir pernyataan instrumen Kepemimpinan Kepala
Sekolah yang berjumlah 45 butir, maka skor ideal yang mungkin dapat
dicapai adalah minimal 45 dan maksimal 225. Dari jawaban responden,
diperoleh skor terendah 100 dan skor tertinggi 182. Skor rata-rata adalah
144,37; median 146,00; modus 132,00 dan simpangan baku 19,828. (lihat
lampiran 13).
Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa selisih skor rata-rata,
median dan modus tersebut tidak melebihi satu simpangan baku, maka
distribusi frekuensi data Kepemimpinan Kepala Sekolah cenderung normal.
65
Untuk mengetahui distribusi frekuensi data dan histogram Kepemimpinan
Kepala Sekolah, dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 4.
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Data Kepemimpinan Kepala Sekolah(X2)
KelasInterval
fx %fx Fk %fk
100-111 4 7,8 4 7,8
112-123 5 9,8 9 17,6
124-135 8 15,7 17 33,3
135-147 12 23,6 29 56,9
148-159 10 19,6 39 76,5
160-171 8 15,7 47 92,2
173-183 4 7,8 51 100,0
Total 51 100,0
5
8
12
10
8
Frekuen
Gambar 4 : Histogram Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)
si
Skor Tengah Kelas Interval
105,5 117,5 129,5 141,5 153,5 165,5 177,5
4 4
66
Tabel 13 menunjukan bahwa skor Kepemimpinan Kepala Sekolah yang
berada pada kelas interval rata–rata adalah 23,6% di atas kelas interval rata–
rata 43,1%, dan di bawah kelas interval rata–rata 33,3%.
Selanjutnya, hasil analisis tingkat pencapaian responden setiap indikator
Kepemimpinan Kepala Sekolah disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Tingkat Pencapaian Indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah
Indikator SkorIdeal
Rata-rata
% TingkatPencapaian
Kategori
Kepemimpinan formal 40 27,2 67,9 CukupKepemimpinan administratif 45 30,04 66,8 Cukupkepemimpinan supervisi 50 32,3 64,7 Cukupkepemimpinan organisasi 50 31,9 63,8 Kurang Baikkepemimpinan tim 40 23 57,4 Kurang Baik
Total Skor 225 144 64,2 Kurang Baik
Tingkat pencapaian skor Kepemimpinan Kepala Sekolah termasuk
kategori kurang baik (64,2% dari skor ideal). Hasil ini menunjukan bahwa
Kepemimpinan Kepala Sekolah di SMP Negeri Kecamatan Pandan,
Kabupaten Tapanuli Tengah termasuk kategori kurang baik. Secara rinci
dapat dijelaskan bahwa indikator pertama Kepemimpinan Kepala Sekolah
adalah kepemimpinan formal, dengan tingkat pencapaian 67,9% atau cukup;
indikator kedua adalah Kepemimpinan administratif, dengan tingkat
pencapaiannya 66,8% atau cukup; indikator ketiga adalah kepemimpinan
supervisi, dengan tingkat pencapaiannya 64,7% atau cukup; indikator
keempat adalah kepemimpinan organisasi, dengan tingkat pencapaian 63,8%
atau kurang baik; danindikator kelima adalah kepemimpinan tim, dengan
tingkat pencapaian 57,4% atau kurang baik. Dtitemukan tiga dari lima
indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah tersebut, mencapai kategori cukup,
67
dua indikator yang mancapai kategori kurang baik yaitu kepemimpinan
organisasi dan kepemimpinan tim.
Selanjutnya Informasi ringkasan mengenai hasil analisis deskripsi ketiga
variabel ukur di atas dirangkum pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Analisis Deskriptif
VariabelSkorIdeal
Rata-rataPerolehan
skor
Tngkatketercap
aianKategori
Pengembangan
Profesionalisme Guru (Y)200 111,25 55,627
Kurang
baik
Motivasi berprestasi guru (X1) 285 203,3 71,34 Cukup
Kepemimpinan Kepala
Sekolah (X2)225 144 64,2
Kurang
baik
B. Pengujian Persyaratan Analisis
Data ketiga variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik
regresi menurut Sarwono (2011:205) mengemukakan bahwa teknik ini dapat
digunakan hanya bila terpenuhi sejumlah persyaratan. Persyaratan-persyaratan
itu adalah bahwa : (1) data bersumber sari sampel yang dipilih secara acak, (2)
data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, (3) data bersumber dari
sampel yang homogen, (4) variabel-variabel bebas tidak berkorelasi secara
signifikan (independen), dan (5) variabel bebas dan variabel terikat berhubungan
secara linear. Sebagian besar uji persyaratan analisis menggunakan program
bantu statistic SPSS, menurut Riduwan (2007:278) menggunakan kaidah
keputusan sebagai berikut;
1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai
probabilitas Sig (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima, artinya tidak
signifikan.
68
2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai
probabilitas Sig (0,05 ≥ Sig), maka Ho ditolak, artinya signifikan.
1. Sumber Data dari Sampel yang Dipilih Secara Acak.
Prosedur pengambilan sampel telah dilakukan secara acak terhadap
populasi dengan menggunakan teknik Proportionate Stratified Random
Samplingdari 89 populasi didapatkan51 sampel (lihat Tabel 4 pada bab III)
dengan demikian syarat pertama telah terpenuhi.
2. Uji Normalitas Data.
Uji Normalitas merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam
analisis regresi, karena bila data yang digunakan tidak berasal dari data yang
berdistribusi normal, maka pengolahan data dengan menggunakan analisis
regresi tidak terpenuhi. Pengujian normalitas data dilakukan dengan teknik Uji
Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S). Uji ini dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 19 taraf signifikansi 5%, dengan hipotesis menurut Sarwono
(2011:238) seperti berikut ini:
Ho = Data berdistribusi normal
H1= Data tidak berdistribusi normal
Kriteria uji hipotesis sebagai berikut;
Jika nilai sig. ≤ 0,05 Ho ditolak, H1 diterima
Jika nilai sig. ≥ 0,05 Ho diterima, H1 ditolak
Hasil hitung uji normalitas dapat dilihat pada pada Lampiran 14, secara ringkas
dapat dilihat pada Tabel 16.
69
Tabel 16. Rangkuman Uji Normalitas Variabel Y, X1 dan X2
VariabelNilai Sig.
ProbabilitiNilai Taraf
Signifikan 5%Distribusi
Y 0,932 0,05 NormalX1 0,210 0,05 NormalX2 0,889 0,05 Normal
Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi masing-masing variabel
ternyata lebih besar dari α (0,05), artinya data berdistribusi normal. Dengan
demikian persyaratan kedua yaitu normalitas data sudah terpenuhi.
3. Uji Homogenitas Sampel berdasarkan Strata
Pengujian homogenitas data dilakukan dengan uji Chi Kuadrat Bartlett
( x2). Hipotesis yang digunakan adalah HO = variansi kelompok homogen, dan
H1 = variansi kelompok tidak homogen dengan kriteria, jika hasil
x2
hitung≤ dari pada x2
Tabel, maka H0 diterima (Irianto, 2010:281). Hasil analisis
menunjukkan bahwa hasil hitung x2Barlett = 1,125 dan x
2table dengn dk= 2
dan α sebesar 0,05 diperoleh angka 5,991 (Lampiran 15). Dengan demikian
1,125 < 5,911, maka H0 di terima yang berarti variansi kelompok homogen,
4. Uji Independensi Antar Variabel Bebas (X1 dengan X2).
Pemeriksaan persyaratan lain yang perlu dipenuhi untuk penggunaan
analisis korelasi dan regresi ganda adalah uji independensi antar variabel bebas.
Hal ini untuk memastikan bahwa tidak terjadi hubungan yang kuat atau berarti
antara varibel X1 dengan X2. Pengujian indepedensi dilakukan dengan teknik Uji
Korelasi Pearson. Uji ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 19,
dengan hipotesis menurut Riduwan (2007:278) seperti berikut ini:
70
Ho = Variabel X1 tidak mempunyai hubungan secara signifikan denganvariable X2
Ha = Variabel X1 mempunyai hubungan secara signifikan denganvariable X2
Kriteria uji hipotesis sebagai berikut;
Jika Nilai Sig. < 0,05 Ho ditolak, artinya signifikan
Jika Nilai Sig > 0,05Ho diterima, artinya tidak signifikan
Hasil hitung uji indepedensi dapat dilihat pada pada Lampiran 16, secara
ringkas dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil uji independensi variabel X1 dengan X2
KorelasiKoefisieanKorelasi
(r)
NilaiSignifikansi
(Sig.)Keterangan
Rx1x2 0,220 0,120 Independen
Pada Tabel 17 dapat terlihat bahwa koefisien korelasi X1 dengan X2 adalah
0,220 namun nilai signifikansi yang diperoleh 0,120, maka 0,120 > 0,05 yaitu
Ho diterima, artinya korelasi tersebut (0,22) tidak signifikan. Ini berarti variable
motivasi berprestasi (X1) tidak berkorelasi secara signifikan dengan varibel
kepemimpinan kepala sekolah (X2). Dengan kata lain, masing-masing variabel
bebas tersebut bersifat independen.
5. Uji Linieritas Garis Regresi
Uji linieritas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah masing-
masing data variabel Motivasi berprestasi (X1) dan Kepemimpinan kepala
sekolah (X2) cenderung membentuk distribusi garis linear terhadap variabel
71
Pengembangan profesionalisme geru (Y). Hasil uji linearitas menggunakan
ANOVA melalaui teknik analisis Compare Mean dalam Statistical Package for
Social Sciences (SPSS) 19 dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18, rangkuman
hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19.
Tabel 18. Rangkuman hasil analisis uji linieritas varibel X1 terhadap Y
Sumber DkRata-rata Jumlah
KuadratF Sig.
Linieritas 1 3487,817 29,698 0,000Deviasi linier 32 116,480 0,992 0,525Dalam Kelompok 17 117,441Total 50
Tabel 19. Rangkuman hasil analisis uji linieritas varibel X2 terhadap Y
Sumber DkRata-rata Jumlah
KuadratF Sig.
Linieritas 1 1399,521 6,755 0,022Deviasi linier 36 142,190 0,686 0,818Dalam Kelompok 13 207,179Total 50
Semakin besar angka F pada linieritas menunjukkan sejauh mana variabel
dependen diprediksi berbaring persis di garis lurus dengan varibel independen
sedangkan nilai Sig. akan semakin kecil (Sig. < 0,05). Idealnya semua kasus
terletak tepat pada garis lurus sehingga tidak ada penyimpangan (deviasi), maka
angka F pada deviasi linier menunjukkan semakin mendekati nilai nol semakin
linear data tersebut, maka nilai Sig. semakin besar (nilai Sig. pada deviasi linier
> 0,05).
Dari Tabel 18 menunjukkan Sig. linieritas (X1Y) adalah 0,000, dengan
demikian 0,000 < 0,05, artinya varibel X1 terdapat hubungan linier terhadap
variabel Y, dan nilai Sig. deviasi linier (X1Y) adalah 0,525, dengan demikian
72
0,525 > 0,05, artinya hubungan linier X1 terhadap Y cukup kuat dan signifikan.
Dari Tabel 19 menunjukkan Sig. linieritas (X2Y) adalah 0,022, dengan demikian
0,022 < 0,050, artinya variabel X2 terdapat hubungan linear terhadap variabel Y,
dan nilai Sig. deviasi linier (X2Y) adalah 0,818, dengan demikian 0,818 > 0,05,
artinya hubungan linier X2 terhadap Y signifikan.
C.Pengujian Hipotesis
1. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah
“Motivasi berprestasi guru berkontribusi terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru”. Untuk menguji hipotesis ini dilakukan analisis
korelasi dan regresi sederhana. Rangkuman hasil analisis korelasi dapat
dilihat pada Tabel 20 dan penghitungan secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 19.
Tabel 20. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Motivasi berprestasiguru dengan Pengembangan Profesionalisme Guru
HubunganKoefisien
Korelasi (r)Koefisien
Determinasi (r2)Sig.
Motivasi berprestasi guru (X1)
dengan Pengembangan
Profesionalisme Guru (Y)
0,615 0,379 0,000
Hasil perhitungan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa koefisien korelasi
antara Motivasi berprestasi guru dengan Pengembangan Profesionalisme Guru
adalah sebesar = 0,615 dengan nilai Sig 0,00 < 0,05. Berdasarkan hasil
perhitungan ini dapat dijelaskan bahwa Motivasi berprestasi guru berkorelasi
sangat signifikan dengan Pengembangan Profesionalisme Guru, dan bentuk
73
hubungannya positif dengan koefisien determinasi = 0,379 atau dapat
dijelaskan 0,379 x 100% yaitu 37,9%, yang berarti bahwa sebesar 37,9 %
Pengembangan Profesionalisme Guru dapat dijelaskan dengan Motivasi
berprestasi guru.
Selanjutnya, untuk mengetahui bentuk hubungan Motivasi berprestasi guru
(X1) dengan Pengembangan Profesionalisme Guru (Y), apakah hubungan itu
besifat prediktif atau tidak, maka dilakukan analisis regresi sederhana. Dari
hasil analisis, lihat tabel 21, diperoleh persamaan regresi Ŷ=39,101+0,355X1,
kemudian persamaan ini diuji keberartian dan kelinierannya dengan uji F
melalui Anova Regresi dan Uji t. Rangkuman hasil perhitungan dapat dilihat
pada Tabel 22.
Tabel 21. Uji Koefisien Regresi X1 terhadap Y
Sumber Koefisien t Sig.
Konstanta 39,101 2,942 0,005
Motivasi berprestasi guru 0,355 5,464 0,000
Tabel 22. Uji Anova X1 dengan Y
SumberJumlahKuadrat
(JK)Dk
Rata-rataJumlahKuadrat(RJK)
F hitung Sig.
Regresi 3487,817 1 3487,817 29,858 0,000
Residu 5723,869 49 116,814
Total 9211,686 50
Uji Anova mengahasilkan angka F sebesar 29,858 dengan tingkat
signifikansi (angka probabilitas) sebesar 0,000, angka probabilitas 0,000 <
0,05 dan hasil Uji t diperoleh t hitung (5,464) > t table (1,667), maka model
regresi ini sudah layak untuk digunakan dalam memprediksi Pengembangan
Profesionalisme Guru berdasarkan Motivasi berprestasi guru.
74
Model regresi di atas menjelaskan bahwa setiap peningkatan Motivasi
berprestasi guru sebesar 1 skala akan berkontribusi terhadap peningkatan
Pengembangan Profesionalisme Guru sebesar 0,355 skala. Sementara nilai
Pengembangan Profesionalisme Guru sudah ada sebesar 39,101 skala tanpa
Motivasi berprestasi guru. Sebagai contoh, seorang Guru memiliki skor
Motivasi berprestasi guru sebesar 100 skala, maka Pengembangan
Profesionalisme Guru selanjutnya diprediksi sebesar 100x0,355 +
39,101=74,601. Lihat gambar 5.
Gambar 5. Garis Regresi Prediksi Motivasi berprestasi guru (X1) danPengembangan Profesionalisme Guru (Y)
Dari hasil analisis di atas, maka hipotesis penelitian yang menyatakan
“Motivasi berprestasi guru berkontribusi terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru” dapat diterima dan telah teruji pada taraf kepercayaan
99%.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 20 40 60 80 100 120
PengembanganProfesioanalimeGuru
(Y)
Motivasi berprestasi Guru (X1)
75
Selanjutnya, dapat diinterpretasikan bahwa faktor Motivasi berprestasi
guru memiliki daya prediksi yang sangat signifikan terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru. Kontribusi Motivasi berprestasi guru terhadap
Pengembangan Profesionalisme GuruSMP Negeri Kecamatan Pandan,
Kabupaten Tapanuli Tengahsebesar 39,7%.
2. Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua yang diajukanmelalui penelitian ini adalah
“Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru”. Untuk menguji hipotesis ini, dilakukan analisis
korelasi dan regresi sederhana. Rangkuman hasil analisis korelasi
Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Pengembangan Profesionalisme
Guru dapat dilihat pada Tabel 23 dan penghitungan secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 20.
Tabel 23. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi KepemimpinanKepala Sekolah dengan Pengembangan ProfesionalismeGuru
HubunganKoefisien
Korelasi (r)Koefisien
Determinasi (r2)Sig
Kepemimpinan KepalaSekolah(X2) denganPengembanganProfesionalisme Guru(Y)
0,390 0,152 0,005
Hasil perhitungan pada Tabel 23 menunjukkan, bahwa koefisien korelasi
antara variabel Kepemimpinan Kepala Sekolahdengan variabel Pengembangan
Profesionalisme Guru adalah 0,390 dengan nilai Sig 0,005< 0,050. Berdasarkan
hasil perhitungan ini dapat dijelaskan bahwa Kepemimpinan Kepala Sekolah
berkorelasi positif dan signifikan dengan Pengembangan Profesionalisme Guru,
76
dengan koefisien determinasi 0,152. atau dapat dijelaskan 0,152 x 100% yaitu
15,2%, yang berarti bahwa sebesar 15,2% Pengembangan Profesionalisme Guru
dapat dijelaskan dengan Kepemimpinan kepala sekolah.
Selanjutnya untuk mengetahui bentuk hubungan tersebut, apakah bersifat
prediktif atau tidak, maka dilakukan analisis regresi sederhana. Dari hasil
analisis, lihat tabel 24, diperoleh persamaan regresi Ŷ=72,733+0,267X2,
kemudian persamaan ini diuji keberartian dan kelinierannya dengan uji F
melalui Anova Regresidan Uji t. Rangkuman hasil perhitungan dapat dilihat
pada Tabel 25.
Tabel 24. Uji Koefisien Regresi X2 terhadap Y
Sumber Koefisien t Sig.
Konstanta 72,733 5,543 0,000
Kepemimpinan kepala sekolah 0,267 2,963 0,005
Tabel 25. Uji Anova X2 dengan Y
SumberJumlahKuadrat
(JK)Dk
Rata-rataJumlahKuadrat(RJK)
F hitung Sig.
Regresi 1399,521 1 1399,521 8,778 0,005
Residu 7812,165 49 159,432
Total 9211,686 50
Uji Anova mengahasilkan angka F sebesar 8,778 dengan tingkat
signifikansi (angka probabilitas) sebesar 0,005, angka probabilitas
0,005<0,05dan hasil Uji t diperoleh t hitung (2,693) > t table (1,667), maka
model regresi ini sudah layak untuk digunakan dalam Pengembangan
Profesionalisme Guru berdasarkan Kepemimpinan kepala sekolah.
Daya prediksi model regresi yang ditemukan di atas ditentukan oleh
koefisien arah sebesar 0,267. Ini berarti bahwa setiap peningkatan
77
Kepemimpinan Kepala Sekolah sebesar 1 skala akan berkontribusi terhadap
peningkatan Pengembangan Profesionalisme Guru sebesar 0,267 skala.
Sementara nilai Pengembangan Profesionalisme Guru sudah ada sebesar
72,733 skala tanpa Kepemimpinan Kepala Sekolah. Sebagai contoh,
misalkan seorang Guru memiliki skor Kepemimpinan Kepala Sekolah senilai
100 skala, maka Pengembangan Profesionalisme Guru selanjutnya dapat
diprediksi sebesar 100 x 0,267+72,733 = 99,433. Contoh ini dapat dijelaskan
secara grafis melalui gambar 6.
Gambar 6. Garis Prediksi Regresi Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)dan Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)
Dengan demikian hipotesis yang diajukan “Kepemimpinan Kepala Sekolah
berkontribusi terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru” dapat diterima
dan telah teruji secara empiris pada taraf kepercayaan 95%.
Selanjutnyadiinterpretasikan bahwa faktor Kepemimpinan Kepala Sekolah dapat
digunakan untuk memprediksi Pengembangan Profesionalisme
Guru.Berdasarkan hasil analisis di atas dapat ditarik maknabahwa semakin baik
0
20
40
60
80
100
120
0 20 40 60 80 100 120
Pengembangan
ProfesionalismeGuru(Y)
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)
78
Kepemimpinan Kepala Sekolah maka semakin baik pula Pengembangan
Profesionalisme Guru. Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap
Pengembangan Profesionalisme Guru pada SMP Negeri Kecamatan Pandan,
Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 0,152 atau 15,2%.
3. Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga yang diuji dalam penelitian ini adalah “Motivasi
berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secara bersama-sama
berkontribusi terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru” Analisis untuk
pengujian hipotesis ini menggunakan teknik analisis korelasi dan regresi
ganda.Pertama-tama dilakukan analisis korelasi ganda variabel Motivasi
berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Pengembangan
Profesionalisme Guru. Rangkuman hasil analisis korelasi dan uji signifikansinya
dapat dilihat pada Tabel 26 dan penghitungan secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 21.
Tabel 26 . Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Ganda Motivasiberprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolahdengan Pengembangan Profesionalisme Guru
HubunganKoefisien
Korelasi (R)Koefisien
Determinasi (R2)Sig
Motivasi berprestasi guru danKepemimpinan Kepala Sekolahdengan PengembanganProfesionalisme Guru
0,668 0,447 0,000
Hasil perhitungan pada Tabel 26 memperlihatkan bahwa koefisien
korelasi ganda sebesar 0,668 dan koefisien determinasi sebesar 0,447 dengan
nilai Sig 0,000< 0,050. Hal ini menunjukan terdapat hubungan yang positif dan
sangat signifikan antara Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah secara bersama-sama dengan Pengembangan Profesionalisme Guru.
79
Untuk mengetahui bentuk hubungan kedua prediktor tersebut secara
bersama–sama dengan Pengembangan Profesionalisme Guru, selanjutnya
dilakukan analisis regresi ganda. Dari hasil perhitungan (lihat tabel 27) diperoleh
persamaan regresi Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah
secara bersama-sama terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru model
regresinya Ŷ=19,609+0,321X1+0,183X2. Model persamaan ini selanjutnya diuji
dengan uji F melalui Anova Regresi. Hasil perhitungannya terangkum pada
Tabel 28 (Lampiran 21).
Tabel 27. Uji Koefisien Regresi X12 terhadap Y
Sumber Koefisien t Sig.
Konstanta 19,609 2,307 0,019
Motivasi berprestasi 0,321 5,054 0.000
Kepemimpinan Kepala Sekolah 0,183 2,426 0.019
Tabel 28. Uji Anova X12 dengan Y
SumberJumlah
Kuadrat (JK)Dk
Rata-rata JumlahKuadrat (RJK)
F hitung Sig.
Regresi 4113,065 2 2056,532 19,361 0,000
Residu 7812,165 48 159,432
Total 9211,686 50
Hasil penghitungan pada Tabel 28 menunjukkan nilai FHitung sebesar
19,361 dengan nilai Sig 0,000< 0,050. Ini berarti bahwa persamaan regresi
ganda =19,609+0,321X1+0,183X2 adalah signifikan. Dengan demikian, hipotesis
yang menyatakan bahwa “Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah secara bersama-sama berkontribusi terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru” telah teruji secara empiris pada taraf kepercayaan 99%.
Ini berarti bahwa model regresi ganda yang ditemukan dapat digunakan untuk
meramalkan Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri Kecamatan
80
Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, bila skor Motivasi berprestasi guru dan
Kepemimpinan Kepala Sekolah diketahui. Besar kontribusinya adalah 0,447
atau 44,7%.
Daya prediksi model regresi yang ditemukan di atas ditentukan oleh
koefisien arah X1 sebesar 0,321 dan koefisien arah X2 sebesar 0,183. Ini berarti
bahwa setiap peningkatan Motivasi berprestasi guru (X1) sebesar 1 skala akan
berkontribusi terhadap penambahan nilai Pengembangan Profesionalisme Guru
(Y) sebesar 0,321 skala, dan peningkatan Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)
sebesar 1 skala akan berkontribusi terhadap penambahan nilai Pengembangan
Profesionalisme Guru (Y) sebesar 0,183 skala. Sebelumnya, nilai Pengembangan
Profesionalisme Guru sudah ada sebesar konstanta yaitu 19,609 skala tanpa
pengaruh dari kedua prediktor tersebut. Sebagai contoh, misalkan seorang Guru
memiliki skor Motivasi berprestasi guru, dan skor Kepemimpinan Kepala
Sekolah, masing-masing sebesar 100 skala, maka nilai Pengembangan
Profesionalisme Guru itu dapat diprediksi sebesar
100x0,321+100x0,183+19,609=70,009. Contoh ini dapat dijelaskan seperti
Gambar 7.
Gambar 7. Prediksi Regresi Ganda Motivasi berprestasi guru (X1), danKepemimpinan Kepala Sekolah (X2) terhadapPengembangan Profesionalisme Guru (Y).
81
Selanjutnya secara komposisi, kontribusi efektif kedua variabel prediktor
terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru sebesar 44,70% itu bersumber
dari Motivasi berprestasi guru sebesar 27,25%, dan dari Kepemimpinan Kepala
Sekolah sebesar 17,35%. Hasil perghitungan lihat lampiran 23, secara ringkang
dapat dilihat pada Tabel 29. Dan pada uji hipotesis ketiga (uji regresi ganda)
terdapat koefisien korelasi ganda yang masih bersifat umum. Untuk mengetahui
besarnya kontribusi dari masing-masing variabel bebas (X1 dan X2) terhadap
variabel terikat (Y) dengan mempertimbangkan besaran kontaminasi yang
terjadi antara kedua variabel bebas tersebut diperlukan analisis korelasi parsial.
Tabel 29. Kontribusi Motivasi berprestasi guru (X1)danKepemimpinan Kepala Sekolah (X2) terhadapPengembangan Profesionalisme Guru (Y)══════════════════════════════Variabel Kontr.Relatif Kontr. Efektif
X KR% KE%──────────────────────────────
1 61,19 27,352 38,81 17,35
──────────────────────────────T o t a l 100.00 44,70══════════════════════════════
Tabel 30. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Parsial
Korelasi ParsialKoefisien
Korelasi (r)Koefisien
Determinasi (r2)Sig.
rX1Y (control X2) 0,589 0,3469 0,000rX2Y (control X1) 0,331 0,1096 0,019
Hasil analisis korelasi parsial dapat dilihat pada Tabel 30 (Lampiran 22)
didapatkan bahwa kontribusi motivasi berprestasiguru (X1) terhadap
pengembangan profesionalisme guru (Y) ketika kepemimpinan kepala sekolah
dalam keadaan konstan adalah 34,69%, dengan probabilitas sig 0,000 < 0,050
82
berarti signifikan. Sedangkan kontribusi efektif varibel motivasi berprestasi guru
(X1) terhadap pengembangan profesionalisme guru (Y) ketika kepemimpinan
kepala sekolah tidak dalam keadaan konstan adalah 37,90%. Hal ini
menggambarkan kontaminasi varibel motivasi berprestasiguru (X1) terhadap
kepemimpinan kepala sekolah (X2) sebasar 3,21%.
Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah (X2)terhadap pengembangan
profesionalisme guru (Y)varibel motivasi berprestasiguru (X1) dalam keadaan
konstan adalah 10,96%, dengan probabilitas sig 0,019 < 0,05 berarti signifikan,
sedangkan kontribusi efektif kepemimpinan kepala sekolah (X2) terhadap
pengembangan profesionalisme guru (Y) ketika varibel motivasi berprestasiguru
(X1) tidak dalam keadaan konstan adalah 15,20%. Hal ini menggambarkan
kontaminasi kepemimpinan kepala sekolah (X2) terhadap varibel motivasi
berprestasiguru (X1) sebasar 4,24%.
Besaran Kontaminasi tidak membatalkan uji regresi ganda, karena
independensi varibel X1 terhadap X2 telah teruji tidak memiliki hubungan secara
signifikan (lihat Tabel 17).Atas dasar perhitungan statistik, mulai dari uji
persyaratan analisis sampai uji hepotesis, penelitian ini diterima dalam taraf
kepercayaan 95%.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis deskripsi data dan tingkat pencapaian respons
oleh Guru SMP Negeri se-Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah,
maka dapat dijelaskan bahwa tingkat pencapaian responden tentang
Pengembangan Profesionalisme Guru ternyata kurang baik, masih perlu
dioptimalkan, Motivasi berprestasi guru mereka juga masih kategori cukup, dan
83
Kepemimpinan Kepala Sekolah termasuk kategori kurang baik.Selanjutnya
dapat dijelaskan melalui pembahasan berikut ini.
1. Pengembangan profesionalisme Guru
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengembangan profesionalisme
guru SMP di kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten
Tapanuli Tengah memiliki kategori kurang baik yaitu 55,63%, temuan ini
ternyata sejalan dengan dugaan awal yang berdasarkan pengamatan pra-survei
dikatakan bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru kurang baik, karena
guru yang melakukan kegiatan pengembangan profesionaluismenya biasanya
telah memiliki kinerja yang baik. Tingkat ketercapaian indikator terendah
terdapat pada tiga dari lima indikator yang ada, yaitu:
a) Indikator antisipatif dan inisiatif dalam pembelajaran memiliki ketercapaian
53,75% dengan rincian beberapa ketercapaian item terendah antara lain; (1)
merasa tertantang untuk menunjukkan kreatifitas dan inovasi baru dalam
melaksanakan tugas mengajar (47,1%), (2) berupaya memodifikasi alat tes
yang pernah dilakukan (47,1), dan (3) membaca berbagai buku sumber yang
sesuai dengan materi ajar (47,8 %). Tiga item tersebut, cukup penting dalam
meningkatkan antisipatif dan inisiatif dalam pembelajaran.
b) Indikator berusaha melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai dengan
tuntutan zaman 55,294%, dengan rincian beberapa ketercapaian item
terendah antara lain; (1) berupaya menemukan cara yang paling efektik
dalam menyajikan materi pelajaran (52,9%), (2) mencari berbagai sumber
tentang media pembelajaran terbaru (53,3%), (3) berusaha mencari
inforamasi terbaru mengenai materi yang akan diajarkan di media online
84
(53,7). Tiga item tersebut, cukup penting dalam melakukan pembaharuan
pembelajaran sesuai dengan tuntutan zaman.
c) Indikator aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
ketercapaian 55,574% dengan rincian beberapa ketercapaian item terendah
antara lain; (1) belajar menggunakan alat tehnologi yang dapat mempelancar
tugas mengajar (51,4%), menggunakan berbagai media pembelajaran,
sebagai sarana belajar siswa (51,8%). Dua item yang masih rendah tersebut,
cukup penting agar guru dapat aktif mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi dalam pembelajaran.
Hasil pengujian hipotesis menjelaskan bahwa Pengembangan
profesionalisme guru yang tidak baik tersebut diatas, dipengaruhi oleh Motivasi
berprestasi sebesar 39,7% dan dipengaruhi oleh Kepemimpinan kepala sekolah
sebesar 15,20%. ternyata hasil penelitian ini tidak melenceng dari dugaan
semula bahwa profesionalisme guru yang kurang baik dipengaruhi oleh Motivasi
berprestasi guruyang belum optimal dan Kepemimpinan Kepala Sekolah yang
belum kondusif. Dengan kata lain untuk meningkatkan Pengembangan
profesionalisme guru yang tidak baik tersebut dapat dilakukan dengan
meningkatkan Motivasi berprestasi guru yang masih belum optimal (39,7%),
juga memperbaiki Kepemimpinan kepala sekolah yang kurang baik (15,20%)
untuk mendekati ideal (100%). Secara khusus dibahas dalam bab V sub bab
Implikasi.
2. Kontribusi Motivasi berprestasi Terhadap Pengembanganprofesionalisme Guru
Motivasi berprestasi menurut McClelland dan Atkinson (Buck, 1988)
adalah upaya untuk mencapai sukses dengan berkompetisi dengan suatu ukuran
85
keunggulan.Dengan demikian motivasi berprestasi dapat dipastikan
memengaruhi Pengembangan profesionalisme, walaupun bukan satu-satunya
faktor yang membentuk Pengembangan profesionalisme.
Hipotesis pertama dalam penelitian ini terbukti bahwa faktor Motivasi
berprestasiberkontribusi terhadap Pengembangan profesionalisme guru sebasar
39,7 % (lihat Tabel 20), berarti 60,3% lagi dipengaruhi oleh faktor diluar
motivasi berprestasi, sedangkan nilai prediksi kontribusi Motivasi
berprestasiterhadap Pengembangan profesionalisme guru
adalahŶ=39,101+0,355X1(lihat Tabel 21). Dapat diprediksi, sebelum
dipengaruhi oleh motivasi berprestasi, nilai Pengembangan profesionalisme guru
sebesar 39,101satuan, disaat Motivasi berprestasimemberi pengaruh 1satuan, maka
nilai Pengembangan profesionalisme menjadi 39,456satuan. Dengan demikian
hasil penelitian ini menguatkan teori yang telah ada, bahwa Motivasi
berprestasiberkontribusi sebesar 39,7 % terhadap Pengembangan
profesionalisme guru, angka ini bermakna dan terbukti signifikan.Hasil
penelitian mendukung teori yang sudah ada dan penelitian terdahulu yang
membuktikan bahwa Motivasi berprestasi berkontribusi terhadap Pengembangan
profesionalisme dan signifikan.
Berdasarkan analisis deskriptif data pada Tabel 15 diperoleh tingkat
ketercapaian responden pada variabel Pengembangan profesionalisme Guru (Y)
adalah 55,63% dengan kategori kuran baik, dan Motivasi berprestasi (X1) tingkat
ketercapaiannya 71,34% dengan kategori cuku baik, dan beberapa indikator
pernyataan motivasi berprestasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus
adalah (1) suka bekerja keras (65,3%) dengan item terendah adalah usaha dan
kerja keras untuk mengembangkan profesionalisme guru adalah penting dalam
86
keberhaslian melaksakan tugas (56,1); (2) menyukai aktifiatas prestatif (68,2%)
dengan item terendah adalah penghargaan yang jelas atas pretasi kerja, dapat
mendorong semangat untuk mengembangkan profesionalisme guru (56,5%).
Hasil ini meyakinkan kebenaran fenomena yang ditulis peneliti pada latar
belakang bahwa Pengembangan profesionalisme guru yang tidak baik
disebabkan oleh Motivasi berprestasiyang belum optimal. Dengan demikian
untuk memperbaiki Pengembangan profesionalisme guru dapat ditempuh dengan
memperbaiki Motivasi berprestasi guru.
3. Kontribusi Kepemimpinan kepala sekolah terhadap Pengembanganprofesionalisme Guru
Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan
peranan yang dominant, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk
meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat
kelompok dan pada tingkat organisasi. Berdasarkan difinisi ini bahwa
kepemimpinan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kerja suatu
organisasi, hal ini dapat menentukan tinggi rendahnya Pengembangan
profesionalisme seorang guru.
Hasil uji Regresi terhadap hipotesis kedua, bahwa faktor Kepemimpinan
kepala sekolah berkontribusi terhadap Pengembangan profesionalisme guru
sebesar 15,20% (lihat Tabel 23) dan 84,8% lagi dipengaruhi oleh faktor diluar
Kepemimpinan kepala sekolah. Nilai prediksi kontribusi Kepemimpinan kepala
sekolah terhadap Pengembangan profesionalisme guru adalah
Ŷ=72,733+0,267X2 (lihat Tabel 24). Dapat diprediksi, nilai Pengembangan
profesionalisme guru sebelum dipengaruhi oleh iklim komunikasi organisai
sebesar 72,733satuan, disaat Kepemimpinan kepala sekolah memberi pengaruh
87
1satuan, maka nilai Pengembangan profesionalisme menjadi 73,000satuan. Dengan
demikian hasil penelitian ini menguatkan teori yang telah ada, bahwa
Kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi sebesar 15,20 % terhadap
Pengembangan profesionalisme guru, angka ini bermakna dan terbukti
signifikan. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian terdahulu.
Berdasarkan analisis deskriptif data pada Tabel 15 diperoleh tingkat
ketercapaian responden pada variabel Pengembangan profesionalisme Guru (Y)
adalah 55, 63% dengan kategori kurang baik, dan Kepemimpinan kepala sekolah
(X2) tingkat ketercapaiannya 64,20% dengan kategori kurang baik, dan beberapa
item pernyataan yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah item
pernyataan pada indikator kepemimpinan tim kurang baik (57,4%); yaitu; (1)
kepala sekolah memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi (54,1%),
(2) kepala sekolah meningkatkan partisipasi dan keterlibatan sumua guru dalam
kegiatan sekolah (55,3), (3) kepala sekolah merencanakan strategi kerja melalaui
kerja tim secara profesional (55,3%).
Data di atas menunjukkan bahwa Pengembangan profesionalisme guru
yang kurang baik disebabkan oleh Kepemimpinan kepala sekolah yang kurang
baik. Data tersebut juga membenarkan fenomena yang ditulis oleh peneliti pada
latar belakang. Dengan demikian untuk memperbaiki Pengembangan
profesionalisme guru dapat ditempuh dengan memperbaiki Kepemimpinan
kepala sekolah.
4. Motivasi berprestasidan Kepemimpinan kepala sekolah secarabersama-sama berkontribusi terhadap Pengembangan profesionalismeguru
Hasil uji regresi ganda terhadap hipotesis ketiga adalah Pengembangan
88
profesionalisme guru (Y) dipengaruhi sebesar 44,7% (Tabel 26) oleh variabel
Motivasi berprestasi(X1) dan Kepemimpinan kepala sekolah (X2) secara
bersama-sama. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi dua variabel bebas secara
bersama-sama terhadap Pengembangan profesionalisme guru lebih besar dari
pada kontribusi dari masing-masing variabel bebas secara sendiri-sendiri.Nilai
prediksi kontribusi Motivasi berprestasidan Kepemimpinan kepala sekolah
secara bersama-sama terhadap Pengembangan profesionalisme guru adalah
Ŷ=19,609+0,321X1+0,183X2. Ini berarti bahwa X1 dan X2 sebelum
mempengaruhi Y, nilai prediksi Y sudah ada sebesar 19,609. Saat X1 dan X2
secara bersama-sama memberikan pengaruh 1satuan , maka nilai Y akan berubah
sebasar 19,609+0,321+0,183= 20,113satuan. Juga dapat disimpulkan bahwa
Motivasi berprestasi berkontribusi lebih besar dibandingkan Kepemimpinan
kepala sekolah terhadap Pengembangan profesionalisme guru.Hasil prediksi
sumbangan Motivasi berprestasisebesar 0,321satuan dan sumbangan
Kepemimpinan kepala sekolah sebesar 0,183satuan.
Hasil uji hipotesis ketiga ini mendukung teori bahwa sinergi antara
Motivasi berprestasiyang tinggi dan Kepemimpinan kepala sekolah yang positif
akan mampu menjadi stimulus luar biasa bagi peningkatan Pengembangan
profesionalisme guru secara keseluruhan. Hai ini membenarkan dugaan awal
peneliti bahwa Pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah yang kurang optimal tersebut dipengaruhi oleh
faktor Motivasi berprestasidan Kepemimpinan kepala sekolah yang belum
optimal, terbukti dengan tingkat ketercapaian masing-masing 71,34% dan
64,20% dari 100% yang diharapkan.
89
E Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan dengan cermat berdasarkan metode dan
prosedur yang sesuai dengan jenis penelitian ini.Namun kesempurnaan
hasilmerupakan hal yang tidak mudah untuk diwujudkan. Inilah hasil terbaik
saat ini, walaupun dengan keterbatasan dan kelemahan yang ada.
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kelemahan yang tidak
bisa dihindari walaupun instrumen telah dirancang dan telah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Namun kesungguhan dan kebenaran respon yang diberikan oleh
responden sulit dikontrol oleh peneliti, terutama dalam aspek kejujuran dan
keseriusan mengisinya. Mungkin saja terjadi respons terhadap butir-butir
kuesioner yang diajukan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan
kemungkinan juga ada unsur subjektif dalam memberikan respons yang tidak
dapat dipantau oleh peneliti. Karena itu, peneliti perlu menempatkan asumsi
bahwa respons yang diberikan terhadap pernyataan instrumen umumnya sudah
dapat memberikan gambaran yang sebenarnya sesuai dengan apa yang hendak
diungkapkan melalui instrumen penelitian.
90
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab IV maka dapat disimpulkan hasil
penelitian sebagai berikut :
1. Motivasi berprestasi guru berkontribusi signifikan terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru. Hal ini berarti bila ingin meningkatkan Pengembangan
Profesionalisme Guru, dapat dilakukan dengan meningkatkan Motivasi
berprestasi guru .
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi signifikan terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru. Berarti Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik dan
kondusif dapat meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru.
3. Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secara bersama-
sama berkontribusi terhadap Pengembangan Profesionalisme. Hal ini berarti bila
guru memiliki Motivasi berprestasi guru yang tinggi dan didukung oleh
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik dan kondusif akan meningkatkan
Pengembangan Profesionalisme Guru.
B. Implikasi Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Motivasi berprestasi guru dan
Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi signifikan terhadap Pengembangan
Profesionalisme Guru, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Ini
berarti bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru dapat lebih dioptimalkan
melalui peningkatan Motivasi berprestasi guru serta upaya membangun
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik.
91
Dari hasil penelitian terlihat bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru SMP
Negeri se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah masih berada pada
kategori kurang baik. Implikasinya adalah untuk meningkatkan Pengembangan
Profesionalisme Guru yang dilihat dari indikator antisipatif dan inisiatif dalam
pembelajaran, indikator berusaha melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai
dengan tuntutan zaman, dan indikator aktif mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi tiga dari empat indikator Pengembangan Profesionalisme
Guru dalam penelitian ini masih mencapai kategori kurang baik. Pelaksanaan tindak
lanjut hasil penelitian, untuk meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru
dapat dilakukan dengan meningkatkan Motivasi berprestasi guru dan membangun
budaya organisasi yang kondusif sehingga mutu pendidikan diharapkan akan menjadi
lebih baik.
Selanjutnya untuk meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru, seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditingkatkan melalui peningkatan
Motivasi berprestasi guru yang masih kategori cukup tersebut menjadi kategori baik
dan sangat baik, dengan meningkatkan beberapa indikator motivasi berprestasi yaitu;
suka bekerja keras dengan item terendah adalah usaha dan kerja keras untuk
mengembangkan profesionalisme guru adalah penting dalam keberhaslian
melaksakan tugas, dan indiktor menyukai aktifiatas prestatif dengan item terendah
adalah penghargaan yang jelas atas pretasi kerja, dapat mendorong semangat untuk
mengembangkan profesionalisme guru.
Temuan penelitian ini juga berimplikasi bahwa jika Kepemimpinan Kepala
Sekolah baik dan kondusif akan memberi kemungkinan lebih meningkatnya
Pengembangan Profesionalisme Guru. Kepemimpinan Kepala Sekolah SMP Negeri
se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah masih kategori kurang
92
baik.Untuk meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri se-
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilakukan dengan
membangun dan membina Kepemimpinan Kepala Sekolah hingga mencapai kategori
baik dan sangat baik, dengan memperbaiki indikator kepemimpinan tim yaitu; (1)
kepala sekolah memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi, (2) kepala
sekolah meningkatkan partisipasi dan keterlibatan sumuaguru dalam kegiatan
sekolah, (3) kepala sekolah merencanakan strategi kerja melalaui kerja tim secara
profesional.
Dengan melihat kenyataan ini, kedua variabel bebas yang dijadikan objek
penelitian masih perlu ditingkatkan terutama variabel Kepemimpinan Kepala
Sekolah.
C. Saran-Saran
Dari temuan penelitian ini dapat diajukan saran bahwa untuk meningkat kan
pengembangan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan memperbaiki motivasi
berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah, sebagai berikut:
1. Guru SMP Negeri se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah agar dapat
meninggkatkan motivasi berprestasinya terutama motivasi usaha dan kerja keras
untuk mengembangkan profesionalisme guru dan motivasi menyukai aktifiatas
prestatif.
2. Kepala Sekolah SMP Negeri se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
agar dapat melaksanakan kepemimpinan yang baik dan kondusif terutama dalam
kemampuannya melaksanakan kepemimpinan tim dengan cara; (1) kepala
sekolah memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi, (2) kepala
sekolah meningkatkan partisipasi dan keterlibatan sumuaguru dalam kegiatan
93
sekolah, dan (3) kepala sekolah merencanakan strategi kerja melalui teamwork
secara profesional.
3. Pengawas Pendidikan daerah Kabupaten Tapanuli Tengah agar meningkatkan
fungsi pengawasan dan bimbingan yang dapat mendorong motivasi berprestasi
guru-guru dan juga meningkatkan fungsi pengawasan dan bimbingan kepada
kepala sekolah secara berkala dan berkesinambungan terutama pembinaan
kemampuan melaksanakan kepemimpinan organisasi dan melaksanakan
kepemimpinan tim.
4. Peneliti lain sebagai bahan rujukan atau sumber kajian teori disarankan untuk
menggali lebih dalam faktor-faktor yang belum diteliti pada penelitian ini yang
berkaitan dengan Pengembangan Profesionalisme Guru.
94
DAFTAR RUJUKAN
Anwar, HM. Idochidan YH Amir.2001.AdministrasiPendidikan, Teori, Konsep,dan Isu.Program Pascasarjana. UPI
Arikunto Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta
Cochran, William G. (penerjemahRudiansyah). 1991. Teknik Penarikan Sampel.Jakarta:UI-Press.
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya PeningkatanProfesionalisme Tenaga Kepandidikan. Bandung: CV PustakaSetia
Depdikbud. 1998. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas, 2003. Kepemimpinan Pendidikan Materi Pelatihan Kepala Sekolah.Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat PMU
Depdiknas, 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Sumberdaya Manusia di sekolah dasar. Jakarta: Dirjen PMPTK
Gistituati, Nurhizrah. 2009. Manajemen Pendidikan, Landasan Teori &Perkembangannya. Padang: UNP Press.
Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan Malayu S.P, 2007.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-9.Jakarta: Bumi Aksara
Hersey Paul & Kenneth H Blanchard (Penerjemah Agus Dharma). 1992.Manajemen Prilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia.Jakarta:Erlangga.
Imron, Ali, 1995.Pembinaan guru Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah KepemimpinanAbnormal?. Jakarta: Grafindo Persada.
Kusnandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo
Mulyasa E, 2011. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatifdan Menyenangkan.Bandung: Remaja Rosdakarya
Ngalim Purwanto, 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung:Remaja Rosdakarya.
95
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. PengembanganSumberDayaManusia. Jakarta: PTRinekaCipta.
PeraturanMenteriPendidikanNasional RI Nomor 19 Tahun 2005tentangStandarPendidikanNasional.Jakarta: Diknas.
Pidarta, Made, 1999. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Purnomo, ______, (http://4jipurnomo .wordpress.com/ makalah - tentang –motivasi)
Rahman, 2006.Peran Strategis Kepala SekolahDalam Meningkatkan MutuPendidikan.Jakarta: Alqaprint
Ratmawati Dwi dan Herachwati Nurri, 2007. Perilaku Organisasi. BMP ProgramPascasarjana Magister Manajemen. Jakarta: Universitas Terbuka
Rivai Veithzal, 2008.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Robbins,Stephen.P & Judge, Timothy.A, 2008.Organizational Behavior, Buku.1,Diterjemahkan Diana Angelia. Jakarta: Salemba Empat
Sagala, S,2002. AdministrasiPendidikanKontemporer. Bandung :CV Alfabeta
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan DalamRangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwono Jonathan, 2011. Buku Pintar IBM SPSS Statistics 19, Jakarta: PT ElexMedia Komputindo.
Sekaran, Uma 2003, Research Methods For Business, Third Edition, John Wiley& Sons Inc. USA.
Siagian, S. 2002.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Soetjipto & Kosasi Raflis, 2009.Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono,2009.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta
Supriadi, 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: AdicitaKarya Nusantara.
Surya, Muhammad, 2007. Organisasiprofesi, kodeetikdanDewanKehormatanGuru.Semarang: IKIP Semarang press
96
Sutrisno, Edi, 2009.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana PranadaMedia Group
Sylvana, Andi, 2003.Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja danKepuasan Kerja Anggota Polri,www.ut.ac.id,Jurnal Studi Indonesia,Volume.13. Jakarta: Universitas Terbuka
Trimo, 2008. (http://re-searchengines.com/trimo70708.html)
Murwaningsih, Tri, 2007. Hambatan dan Strategi Peningkatan Kualitas GuruPasca Sertifikasi. Surakarta: UNS press
Undang-undangNomor 20 Tahun 2003. Tentang SistemPendidikanNasional.Bandung: diperbanyakoleh PT Citra Umbara.
Undang-undangNomor 14 Tahun 2005.Tentang Guru danDosen. Jakarta:diperbanyakolehSinarGrafika.
Uno, Hamza B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahjosumidjo, 2005.Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik danPermasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Yulk Gary. 2005.Kepemimpinan Dalam Organisasi, diterjemahkan oleh BudiSuprianto. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia