project akhir makalah ppd.doc
DESCRIPTION
ppdTRANSCRIPT
MAKALAH
Rancangan Kegiatan Pembelajaran yang Menjawab Permasalahan dan Menyempurnakan Kegiatan
Pembelajaran yang Ditemukan Dilapangan Berdasarkan Hasil Wawancara
Disusun Oleh :
Ari Purwoko Wiji Utomo 702012069
Candra Listyanto 702012064
FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SALATIGA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini. Makalah ini disusun
guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Peserta Didik. Dalam makalah ini penyusun
memilih judul “Rancangan Kegiatan Pembelajaran yang Menjawab Permasalahan dan
Menyempurnakan Kegiatan Pembelajaran yang ditemukan di lapangan Berdasarkan Hasil
Wawancara”. Penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca dan memberikan gambaran kepada pembaca tentang wacana baru dalam sisitem
pendidikan yang ada di Indonesia.
Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dukungan dari banyak pihak, penyusun tidak
dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk teman-teman semua, terimakasih atas dukungan dan saran
kalian. Serta ucapan terimakasih pula untuk orang tua kami yang selalu mendukung, baik dalam
dukungan moril maupun materiil.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna karena
kekurang kecermatan maupun keterbatasan dalam menyajikan. Untuk itu penyusun dengan kerelaan
akan menerima segala saran maupun kritik dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Terimakasih. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Salatiga, 6 April 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................….. 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................….. 3
BAB I : PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah ...........................................................….. 4
II. Perumusan Masalah ..................................................................….. 5
III. Tujuan Makalah ........................................................................….. 5
BAB II : LANDASAN TEORI…………………………………………………..... 6
BAB II : PEMBAHASAN
I. Teori-teori perkembangan peserta didik oleh
Vygotsky, Piaget, dan Erikson, multiple
intellegnce, dan gaya belajar………………………………. 8
II. Studi kasus hubungan perkembangan anak dengan
metode pembelajaran……………………………………....... 21
III. Hasil Wawancara dengan seorang guru mata pelajaran…........ 23
IV. Analisis Teori perkembangan peserta didik, Multiple
intelligence, gaya belajar, studi kasus, wawancara…….......... 23
BAB III : PENUTUP
1. Kesimpulan ............................................................................…. 25
DAFTAR PUSTAKA ………………………………… …..
27
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi
sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia,
mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori
Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an dan 1930-
an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak saat
itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget.
Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan
dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan
pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran
realitas batinnya sendiri.
Erik Erikson adalah salah satu diantara para ahli yang melakukan ikhtiar itu. Dari
perspektif psikologi, ia menguraikan manusia dari sudut perkembangannya sejak dari masa
0 tahun hingga usia lanjut. Erikson beraliran psikoanalisa dan pengembang teori Freud.
Kelebihan yang dapat kita temukan dari Erikson adalah bahwa ia mengurai seluruh siklus
hidup manusia, termasuk disini adalah bahwa Erikson memasukkan faktor-faktor sosial
yang mempengaruhi perkembangan tahapan manusia, tidak hanya sekedar faktor libidinal
sexual.
Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah pendidikan dari
dominasi guru menjadi pemusatan pada siswa. Peranan guru adalah membantu siswa
mengembangkan pengertian baru. Siswa diajarkan bagaimana mengasimilasi pengalamn,
pengetahuan, dan pengertiannya dan apakah mereka siap untuk tahu dari pembentukan
pengertian baru ini. Pada bagian ini, kita melihat permulaan aliran konstruktivisme, peranan
pengalaman siswa dalam belajar dan bagaiman dapat mengasimilasi pengertiannya.
Perkembangan Peserta Didik merupakan salah satu tujuan agar seorang calon
pengajar dapat memahami setiap karakteristik dari peserta didik. Pertumbuhan ialah
4
perubahan secara fisiologis dari hasil proses kematangan fungsi-fungsi jasmani sebagai
akibat dari adanya pengaruh lingkungan (Baharuddin, 2009 : 66). Pertumbuhan dapat
diartikan sebagai proses berubahnya keadaan jasmaniah (fisik) yang turun-temurun dalam
bentuk proses aktif yang berkesinambungan (terstruktur), perkembangan berkenaan dengan
peningkatan kualitas, yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi (Nana Syaodih 2003 :
111). Demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan berkenaan dengan fisik dan
perkembangan berkenaan dengan peningkatan kualitas individu peserta didik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah:
1.2.1 Apa saja teori-teori perkembangan peserta didik oleh Vygotsky, Piaget, dan Erikson?
1.2.2 Bagaimana Studi kasus hubungan perkembangan anak dengan metode
pembelajaran?
1.2.3 Bagaiman hasil wawancara dengan seorang guru mata pelajaran?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui teori-teori perkembangan peserta didik oleh Vygotsky, Piaget,
dan Erikson..
1.3.2 Untuk mengetahui studi kasus hubungan perkembangan anak dengan metode
pembelajaran.
1.3.3 Untuk mengetahui hasil wawancara dengan seorang guru mata pelajaran.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
Piaget, dalam Bringuier, 1980, hlm. 110.
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan,
pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang
berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus
dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu
masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal.
Perkembangan cara berfikir yang berlainan dari masa bayi sampai usia dewasa meliputi tindakan
dari bayi, pra operasi, operasi kongkrit dan opersai formal. Proses dibentuknya setiap struktur yang
lebih kompleks ini adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.
Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan yang lain, ia
menguraikan pengalaman fisik atau pengetahuan eksogen, yang merupakan abstraksi dari ciri – ciri
dari obyek, pengalaman logis matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui reorganisasi
proses pemikiran anak didik . Sruktur tindakan, operasi kongkrit dan operasai formal dibangun
dengan jalan logis – matematis.
Lev Vygotsky (1896-1934) berpendapat bahwa perkembangan kognitif dan bahasa anak-
anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa.Vygotsky adalah pengagum Piaget.
Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan
dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget
bahwa anak menjelajahi dunianya sendiri dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. Teori
Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan
dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses
perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran
menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan.
Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan
kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian.Piaget
memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky 6
lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan
perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar
seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak
banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan
masalah.
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi.Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat
posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia
mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena
Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa
aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku
manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan atau masalah
psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern. Oleh sebab itu, teori Erikson banyak
digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Teori – Teori Perkembangan Peserta Didik
3.1.1 Pandangan Pieget Tentang Perkembangan kognisi
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:
1) Kematangan , sebagai hasil perkembangan susunan syaraf.
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh
manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan
untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi
secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung
pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
2) Pengalaman , yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya.
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali
jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
3) Interaksi so s ial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan so s ial.
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif
4) Eku i librasi , yaitu adanya kemampuan atau s i stem mengatur dalam diri organisme agar
dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik
dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan
perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara
terpadu dan tersusun baik.
8
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka
dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami.Skema adalah
struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual.
Piaget (1952) mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas
seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema mereka:
1. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah
ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi
pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang
sudah ada sebelumnya.
2. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema
yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru
sama sekali.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan
anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu
bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada
penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek
yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya
terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut
tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan
itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang.Ia mulai
mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai
bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.
2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap
ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada
pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka
9
ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra
operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan
panjang, kekekalan materi, luas, dll.Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum
memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep
kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang
suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif.Anak pada tahap ini
sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik
yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit).Namun, tanpa objek
fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar
dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-
hal yang abstrak dan menggunakan logika.Penggunaan benda-benda konkret tidak
diperlukan lagi.Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek
atau peristiwa berlangsung.Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu
hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi.Ia telah
memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan
hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
10
3.1.2 Pandangan Vigotsky Tentang Perkembangan kognisi
Seperti halnya Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun
pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-
koneksi sosial.Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep
lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang penolong
yang ahli.
1. Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas
yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat diipelajari dengan bantuan dan
bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih.Menurut teori Vygotsky, Zona
Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial
development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan
orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang
dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.Batas bawah dari ZPD adalah tingkat
keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri.Batas atas adalah tingkat
tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang
instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan
dapat memudahkan perkembangan anak.
2. Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan.Scaffolding adalah istilah terkait
perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan
dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah
bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam
ZPD.Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan
spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan
yang sistematis, logis dan rasional.
3. Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi
sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky
yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa unuk merencanakan,
membimbing, dan memonitor perilaku mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan
11
pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat
memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi
secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum
mereka membuat transisi dari kemampuan bicara ekternal menjadi internal.
12
3.1.3 Pandangan Erikson Tentang Perkembangan Pribadi dan Sosial
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah
satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi.Bersama dengan Sigmund Freud,
Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan
oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran
manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap
lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan
pada tiga alasan, antara lain :
pertama, teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki hubungan dengan ego
yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia.
Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan.
Ketiga, menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan atau
kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai
perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami
persoalan atau masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern. Oleh
sebab itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian
yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Teori Erikson berkaitan dengan kehidupan pribadinya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat
dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori
Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah
seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan
dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di
satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan
dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang
diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil
interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan 13
sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini
dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-
tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang
berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan dalam teori psikoseksual yang menyangkut
tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya menjadi delapan tahap sedemikian rupa
sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana hubungan sosial individu terbentuk dan
sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting pada setiap tahapnya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap
perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut
ini :
Developmental Stage Basic Components
Infancy (0-1 thn)
Early childhood (1-3 thn)
Preschool age (4-5 thn)
School age (6-11 thn)
Adolescence (12-10 thn)
Young adulthood ( 21-40
thn)
Adulthood (41-65 thn)
Senescence (+65 thn)
Trust vs Mistrust
Autonomy vs Shame, Doubt
Initiative vs Guilt
Industry vs Inferiority
Identity vs Identity Confusion
Intimacy vs Isolation
Generativity vs Stagnation
Ego Integrity vs Despair
14
1. Infancy (0-1 thn)Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan. Tingkat pertama teori perkembangan psikososial
Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling
dasar dalam hidup. Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan
didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia
sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan
mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang
yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi
juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Jika
anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia.
Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat
mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan
namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan
ketidakpercayaan. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus
percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun
rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
2. Early childhood (1-3 thn)Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini
adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu
sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Tingkat ke dua dari
teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan
berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri. Seperti Freud, Erikson percaya
bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi,
alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol
fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.
Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas
pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian. Anak yang berhasil
melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan
15
merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.Pada usia ini menurut Erikson bayi
mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya.
3.Preschool age (4-5 thn)Inisiatif vs Kesalahan
Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun. Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan
kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage)
atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak
menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada
masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan
kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan
mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan
baru juga merasa memiliki tujuan.
Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut
perilaku aktif dan bertujuan.Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan
kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan
prakarsa.Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh
rasa berhasil.
4. School age (6-11 thn)Kerajinan vs Inferioritas
Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah
adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa
rendah diri.Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari
lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran,
misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus
menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah
itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan
suatu sikap rajin.Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak
mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri.
Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi
mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Permasalahan yang
dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan
16
tidak berkompeten dan tidak produktif.Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab
khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.
5. Adolescence (12-10 thn)Identitas vs Kekacauan Identitas
Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun. Yang man ditandai adanya
kecenderungan identity – Identity Confusion.Sebagai persiapan ke arah kedewasaan
didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya.Dia berusaha
untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari
dirinya.Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri pada remaja sering sekali
sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan atau kenakalan.Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak,
sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok
sebayanya.Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali
mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena
melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas
pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah
masyarakat.
6. Young adulthood ( 21-40 thn)Keintiman vs Isolasi
Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun). Erikson percaya tahap ini
penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen
dengan orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang
komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk
mengembangkan hubungan yang intim. Mereka sudah mulai selektif untuk membentuk
hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu
7. Adulthood (41-65 thn)Generativitas vs Stagnasi
Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun). Selama masa ini, mereka
melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. Mereka yang
berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia
dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. Mereka yang gagal melalui tahap
ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
17
Pada masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah dengan mengabdikan diri guna
keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian
terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap
memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi
yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini
adalah tidak perduli terhadap siapapun.
8. Senescence (+65 thn)Integritas vs Keputusasaan
Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun). Selama fase ini cenderung
melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan
merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan merasa
kepahitan hidup dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat
mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai
kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil
melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah
integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan
tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah
merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak
dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam
diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang
memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima
akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri
mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan
terlihat.Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin
dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.
3.1.4 Teori Multiple Intelligence
18
Dr. Howard Gardner, seorang Professor ilmu Kependidikan dari Harvard
University di tahun 1983. Ia menyatakan bahwa teori tradisional tentang kecerdasan yang
hanya berdasarkan pada IQ sangat terbatas.
Dr. Gardner mengajukan ada 8 nilai kecerdasan berbeda yang harus diperhitungkan
untuk melihat Potensi Anak-Anak dan Manusia Dewasa secara luas, yakni :
1. Linguistic intelligence ("word smart")
2. Logical-mathematical intelligence ("number/reasoning smart")
3. Spatial intelligence ("picture smart")
4. Bodily-Kinesthetic intelligence ("body smart")
5. Musical intelligence ("music smart")
6. Interpersonal intelligence ("people smart")
7. Intrapersonal intelligence ("self smart")
8. Naturalist intelligence ("nature smart")
Dr. Gardner menyatakan bahwa budaya dan sistem pendidikan kita, termasuk
sekolah pada umumnya masih memfokuskan perhatiannya pada Kecerdasan Bahasa
dan Logika-Matematika.
Dr. Gardner berpendapat bahwa kita harus lebih memberi perhatian yang seimbang
pada individu yang memiliki bakat di sisi nilai intelegensia yang lain, seperti : seniman,
arsitek, penari, desainer, naturalis, terapis, pengusaha dan siapa saja yang memperkaya
khasanah dunia kehidupan kita.
Sayangnya banyak anak-anak yang memiliki bakat-bakat tersebut kurang
mendapatkan perhatian dan dukungan di sekolah. Mereka sering mendapat julukan "tidak
mampu belajar", "gangguan kurang perhatian", "kurang mampu menerima pelajaran",
ketika kemampuan belajar dan berfikir mereka yang unik tidak dapat diterima oleh ruang
kelas yang "berhawa" linguistic or logical-mathematical.
19
Teori Multiple Intelligence juga berpengaruh pada orang dewasa, yang sering terhambat
karirnya karena tidak dapat mengembangkan bakat intelegensinya secara optimal.
Bagaimana Melatih dan Mengembangkan 8 Nilai Kecerdasan ?
Salah satu yang utama dalam The Theory of Multiple Intelligences adalah : bagaimana
menyediakan 8 Jejakjalur Potensi yang berbeda untuk belajar.
Intinya, apapun yang kita sebagai pendidik akan ajarkan kepada siswa, lihatlah
bagaimana Anda dapat menghubungkannya dengan :
kata-kata ; words (linguistic intelligence)
angka-angka / logika ; numbers or logic (logical-mathematical intelligence)
gambar ; pictures (spatial intelligence)
music (musical intelligence)
cermin / pengendalian diri ; self-reflection (intrapersonal intelligence)
pengalaman merasakan ; a physical experience (bodily-kinesthetic intelligence)
pengalaman sosial ; a social experience (interpersonal intelligence), and/or
pengalaman berhadapan dengan alam ; an experience in the natural world.
(naturalist intelligence)
Singkatnya, Anda tidak perlu mengajarkan sesuatu kepada seseorang dengan sekaligus 8
nilai tersebut. Cukup perhatikan dengan cermat kemungkinannya. Setiap siswa pasti akan
lebih suka / cocok dengan salah satu dari 8 nilai tersebut.
Aktivasi otak tengah (mesenchepalon) yang dilakukan saat ini pada dasarnya adalah
sebagai titik awal untuk mengaktifkan dan menyeimbangkan seluruh bagian otak,
sehingga otak dapat bekerja optimal. Hasilnya, terutama pada anak-anak dapat segera
memunculkan ke8 kemampuan tersebut.
20
3.1.5 Teori Gaya Belajar.
DePorter dan Hernacki (Ary Nilandari, 2004:110) menyatakan sebagai berikut :”
Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana anda menyerap, dan kemudian
mengatur serta mengolah informasi”.
Nasution (1995:94) mengemukakan : “ Gaya belajar adalah cara yang
dilakukan seseorang dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat berfikir
dan memecahkan soal. Selanjutnya juga dikatakan bahwa gaya belajar ini berhubungan
dengan proses – proses kemampuan yang dimiliki seseorang.”
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan gaya belajar merupakan gaya
konsisten yang ditunjukkan individu untuk meyerap informasi, mengatur, mengolah
informasi tersebut dengan mudah dalam proses penerimaan, berfikir, mengingat, dan
pemecahan masalah dalam menghadapi proses belajar mengajar agar tercapai hasil
maksimal sesuai dengan kemampuan, kepripadian dan sikapnya.
3.2. Studi kasus hubungan perkembangan anak dengan metode pembelajaran.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan keterlibatan aktif antara guru
dan siswa dalam proses belajar mengajar. Selain itu, pada kurikulum sebelumnya atau KBK
menekankan bahwa belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus
ditingkatkan meliputi learning to do, lerning to be, hingga learning to live together (Suyitno,
2004: 60). Oleh karena itu, pengajaran matematika perlu diperbarui, di mana siswa diberikan
porsi lebih banyak dibandingkan dengan guru, bahkan siswa harus dominan dalam kegiatan
belajar mengajar. Sasaran dari pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan mampu
berpikir logis, kritis dan sistematis.
Mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui model pembelajaran
kooperatif. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar
untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan kepada siswa yang membutuhkan
atau anggota lain dalam kelompoknya, sehingga belajar kooperatif dapat saling
menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000:16) tentang pengaruh
pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan semua bidang
21
studi menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang
signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Salah satu pembelajaran kooperatif yaitu model Talking Stick (tongkat berbicara) ini
metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua
orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku),
sebagaimana dikemukakan Carol Locust berikut ini Tongkat berbicara telah digunakan selama
berabad-abad oleh suku–suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak.
Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang
mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah,
ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin
berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu
orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua
mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai tanda seseorang
mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.
Model pembelajaran Talking Stik adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan
bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab
pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut
diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan
dari guru.
Dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stik ini, guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 orang yang heterogen (Bidan Diah,
2012:04). Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan
SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang
menyenangkan dan membuat siswa aktif.
Fakta di lapangan terbukti bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Talking
Stick mampu membuat siswa SD Negeri 02 Rembes aktif saat proses pembelajaran
berlangsung.
22
3.3 Hasil Wawancara Dengan Guru Mata Pelajaran
Dari hasil wawancara dengan guru Kelas VI SD Negeri 02 Rembes, siswa dan
observasi sebelum pembelajaran matematika, guru masih menggunakan metode ceramah.
Dalam penggunaan metode ceramah guru kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.
Masih ada siswa yang ramai sendiri saat guru menjelaskan materi, siswa belum biasa berbaur
dengan satu sama yang lain, dan tingkat pemahaman siswa masih rendah. Dalam penyajian
bahan ajar kepada siswa terdapat berbagai kesulitan khususnya yang berkaitan dengan
pemahaman pada materi perkalian dan pembagian. Pemahaman siswa yang rendah terlihat
ketika siswa disuruh mengerjakan soal, mereka masih bingung padahal guru sudah memberikan
contoh dengan penyelesaian yang runtut dan begitu jelas. Dampak yang terjadi adalah masih
ada siswa yang tidak lulus dalam ulangan harian pada materi operasi perkalian dan pembagian.
Dari 18 siswa hanya 15 siswa yang lulus dalam ulangan harian.
3.4 Hasil Analisa antara Teori Perkembangan Peserta Didik, Multiple Inteligence, Gaya Belajar,
Studi Kasus/Penelitian sebelumnya, dan Hasil Wawancara dengan Guru.
Teori Perkembangan peserta didik yang dikemukakan oleh tiga ahli yaitu Vigosty, Pieget,
Ericson mengajak Siswa yang lebih aktif untuk mengemukakan pendapat disaat proses
pembelajaran, jadi Guru hanya sebagai fasilitator untuk siswa.
Multiple intelligence menurut Dr. Gardner mengemukakan bahwa multiple intelligence
menyeimbangkan dan megengaktifkan seluruh otak. Oleh karena itu sebagai guru kita harus
mengguanakan metode pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam proses
pembelajaran.
Sebagai seorang guru, kita harus dapat memahami masing-masing gaya belajar siswa kita,
agar gaya mengajar kita betul-betul serasi. Tidak jarang kegagalan siswa di sekolah bukan
karena kebodohannya, bisa jadi karena ketidak serasian gaya belajar antara guru dan siswanya.
Jika guru menyadari bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyerap dan
mempelajari informasi. Tentu guru akan mengajar dengan berbagai cara yang berbeda atau
mengajar dengan cara-cara yang lain dari metode mengajar yang standar. Dengan gaya
mengajar yang berbeda-beda tentu sangat membantu bagi siswa dalam memahami informasi
atau materi pelajaran yang disampaikan.Sesungguhnya gaya belajar seseorang adalah kombinasi
dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.
Studi kasus yang terjadi yaitu siswa cenderung tidak aktif dalam proses pembelajaran karena
pembelajaran hanya berpusat pada guru saja dan siswa bosen dalam proses pembelajaran, maka
23
dari itu sebagai seorang guru harus menggunakan metode pembelajaran ang menyenangkan
tetapi juga melibatkan siswa salah satuya dengan model pembelajaran yang dibuat permainan
jadi siswa tidak bosen dan siswapun bisa aktif dalam proses pembelajaran.
Hasil wawancara oleh guru, beliau meyatakan bahwa guru belum menggunakan metode
pembelajaran yang sangat bervariasi, guru masih menggunakan metode CERAMAH.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget (1896-1980) membahas munculnya dan
diperolehnya skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam
tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam
merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam
konstruktivisme, yang berarti tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan
perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), Piaget
berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang
termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.Piaget berpikir sebagaimana tubuh fisik
kita memiliki struktur yang memampukan kita beradaptasi dengan dunia.
Lev Vygotsky (1896-1934) berpendapat bahwa perkembangan kognitif dan bahasa
anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa.Vygotsky adalah
pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi
secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky
tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendiri dan
membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret
perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan
sosial dan budaya.Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental
seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-
temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan.
Menurut Erik Erikson perkembangan di bagi dalam delapan tahap/fase
perkembangan kepribadian yang memiliki ciri utama di setiap tahapnya adalah di satu
pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan melalui krisis diantara
dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh
setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan), Early childhood (1-3 thn)
Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu, Preschool age (4-5 thn) Inisiatif vs Kesalahan,
School age (6-11 thn) Kerajinan vs Inferioritas, Adolescence (12-10 thn) Identitas vs
Kekacauan Identitas, Young adulthood ( 21-40 thn) Keintiman vs Isolasi, Adulthood (41-
65 thn) Generativitas vs Stagnasi, Senescence (+65 thn) Integritas vs Keputusasaan.
25
Bahwa penelitian yang dilakukan di SD Negeri 02 Rembes, guru tersebut belum
menggunakan metode pembelajaran kooperatif learning, guru tersebut masih menggunakan
metode konvensional, proses pembelajaran hanya berpusat pada guru saja tanpa mengetahui
dampak ang terjadi apabila menggunakan metode tersebut.
26
Daftar Pustaka
Sumber :http://www.thomasarmstrong.com/multiple_intelligences.php
Rita E.I.,dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta : UNY Press.
Sugihartono,dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
http://www.wikipedia.org/vygotsky.html diakses tanggal 18 Oktober 2010
http://deviarimariani.files.wordpress.com/2008/11/erik-eriksoi.doc
http://www.haveford.edu/psych/ddavis/p1099/erikson.stages.htm/
27