proposal riset
DESCRIPTION
proposalTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Aktivitas bisnis yang dilakukan dunia usaha, baik badan usaha milik
negara (BUMN) maupun perusahaan swasta, kerap disinkronkan dengan tanggung
jawab sosial yang diemban perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan
sekitar atau yang biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR).
Pemahaman konsep tanggung jawab sosial yang ideal sesungguhnya adalah
bagaimana konsep ini dilihat sebagai suatu kebijakan perusahaan yang
menyeluruh dimana program-program dan pelaksanaannya terintegrasi didalan
setiap proses pengambilan keputusan didalam perusahaan. Implikasi dari
kebijakan ini adalah kebijakan tanggung jawab sosial akan terlaksana dimana pun
perusahaan beroperasi. Cakupan dari tanggung jawab sosial meliputi isu-isu yang
berhubungan dengan lingkungan hidup, etika bisnis, investasi pengembangan
masyarakat, lingkungan kerja, tata laksana perusahaan yang baik (governence),
hak asasi manusia, dan tentunya produk.
Seringkali dalam praktek, CSR ini disamakan dangan derma (charity),
sehingga ketika ada perusahaan yang membagi-bagikan hadiah kepada
masyarakat di sekitar perusahaan sudah dianggap melaksanakan tanggung jawab
sosialnya pada masyarakat. Sesungguhnya, konsep CSR tidaklah sama dengan
karikatif (charity) atau philanthropy (kedermawanan) yang lebih spontan
pemberiannya dan kurang memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat dalam
arti pemberdayaan mereka baik secara ekonomi, sosial, dan budaya. Menurut
Widiyanarti (2005), pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara holistic,
artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam kegiatan bisnis
semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke
arah CSR yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan masyarakat
(community development). Intinya, bagaimana dengan CSR tersebut masyarakat
menjadi berdaya baik secara ekonomi, sosial, dan budaya secara berkelanjutan
1
(sustainability) sehingga perusahaan juga dapat terus berkembang secara
berkelanjutan. Dalam konteks ini, CSR lebih dimaknai sebagai investasi jangka
panjang bagi perusahaan yang melakukannya.
Secara umum, konsep CSR merupakan bagian dari etika bisnis yang
diharapkan dari setiap perusahaan di seluruh dunia dengan tujuan saling
memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah dan masyarakat. CSR telah muncul sebagai tema penting dalam
komunitas bisnis global, secara bertahap menjadi aktivitas di seluruh dunia utama
di berbagai industri, tidak terkecuali pada industri media.
Media massa merupakan sebuah bentuk entitas bisnis yang sebagaimana
perusahaan pada umumnya memiliki kepentingan-kepentingan tertentu baik
kepentingan bisnis maupun kepentingan sosial. Dalam menjalankan kepentingan
bisnisnya media memperhatikan beberapa aspek yang bisa memperkuat
eksistensinya yaitu meningkatkan awareness, membentuk identitas dan
membangun ketertarikan publik. Lebih lanjut,untuk mencapai kepentingan
bisnisnya media juga perlu menjalankan sejumlah program tayangan berkualitas
yang dapat diterima oleh pasar dalam masyarakat. Sedangkan untuk mencapai
kepentingan sosialnya media dituntut untuk menjalankan bisnis yang
bertanggungjawab, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh media sebagai
entitas bisnis untuk mencapai kepentingan-kepentingan tesebut adalah dengan
bertindak sesuai etika bisnis yaitu dengan melaksanakan CSR.
Di Indonesia sendiri pelaksanaan CSR oleh industri media mulai menjadi
tren pada tahun 2000-an. Saat ini media di Indonesia telah jamak
mengimplementasikan CSR pada aktivitas bisnisnya. Dengan mengusung
program CSR-nya masing-masing, media-media tersebut menyatakan
komitmennya untuk mengembangkan program CSR. CSR yang dilakukan oleh
media, khususnya televisi bisa ditemui dalam konten-konten siaran sebagai
komoditas dari industri televisi, maupun dalam aktivitas tertentu yang secara
eksplisit diberi nomenklatur sebagai program CSR.
Trans TV dipilih sebagai objek penelitian karena keberadaannya sebagai
salah satu perusahaan televisi yang berdasarkan survey AC Nielsen hampir selalu
2
berada pada posisi teratas dalam hal share-rating (Info Rating AC Nielsen 1125-
1130). Dibandingkan dengan televisi swasta lain yang berada pada level atas
perolehan share-rating, Trans TV adalah yang paling muda ditilik dari segi usia
operasional perusahaan. Terkait pelaksanaan CSR, Trans TV termasuk salah satu
televisi swasta yang memiliki program CSR yang beragam. Dalam jangka waktu
10 tahun sejak beroperasinya perusahaan ini, Trans TV telah secara berkelanjutan
melaksanakan program CSR yang ditujukan bagi publik internal maupun publik
eksternal perusahaan. Agar program CSR tepat sasaran, keterlibatan ketiga
stakeholders, yakni perusahaan, masyarakat dan pemerintah (pemerintah daerah)
harus dioptimalkan. Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan
ketiga elemen ini saling berinteraksi, berpartisipasi aktif dan bersinergi secara
komprehensif.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
“Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam
Meningkatkan Strategi Bisnis PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans
Tv)”.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah arti penting Corporate Social Responsibility bagi perusahaan,
dan mengapa dilaksanakan?
2. Apakah arti strategi perusahaan dalam melaksanakan program
Corporate Social Responsibility dan mengapa hal tersebut dilaksanakan?
3. Bagaimana keterkaitan implementasi program Corporate Social
Responsibility (CSR) dalam meningkatkan strategi bisnis pada Trans TV?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Mengetahui pentingnya Corporate Social Responsibility bagi
perusahaan, dan mengapa dilaksanakan.
3
2. Mengetahui strategi perusahaan dalam melaksanakan program
Corporate Social Responsibility dan mengapa hal tersebut dilaksanakan.
3. Mengetahui bagaimana keterkaitan implementasi program Corporate
Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan strategi bisnis pada Trans TV.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Akademis
1. Memperkaya kajian ilmu komunikasi khususnya studi mengenai
manajemen komunikasi bisnis pada perusahaan media di Indonesia
yang terus mengalami perkembangan.
2. Memberikan gambaran dan informasi terkait program corporate
social responsibility perusahaan media, khususnya dalam kasus PT
Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV)
b. Manfaat Praktis
1. Sebagai referensi atau bahan pustaka untuk penelitian lain yang
sejenis atau yang berkaitan dengan Corporate Social Responsibility
(CSR).
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan untuk
memperdalam teori-teori serta ilmu pengetahuan mengenai
pelaksanaan pengaplikasian Corporate Social Responsibility
(CSR).
4
BAB II
LANDASAN TEORI
1.5. Kerangka Teoritis
1.1.1. Teori Komunikasi Organisasi
Teori organisasi modern ini kemudian dikenal dengan nama ”analisis
sistem” atau ”teori terbuka” yang memandang organisasi sebagai satu kesatuan
dari berbagai unsur yang saling bergantung. Teori Klasik memusatkan pandangan
pada analisa dan deskripsi organisasi sedangkan Teori Modern menekankan pada
perpaduan dan perancangan sehingga terlihat lebih menyeluruh. Teori Klasik
membicarakan konsep koordinasi, scalar, dan vertikal sedangkan Teori Modern
lebih dinamis, sangat komplek, multilevel, multidimensi dan banyak variable yang
dipertimbangkan.
Teori organisasi dan manajemen modern dikembangkan sejak tahun 1950.
Teori modern dengan tekanan pada perpaduan (synthesis) dan perancangan
(design), menyediakan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh. Teori
modern bisa disebut sebagai teori organisasi dan manajemen umum yang
memadukan teori klasik dan neoklasik dengan konsep-konsep yang lebih maju.
Ini dilakukan dengan memandang organisasi sebagai suatu proses dinamis yang
terjadi dengan dan dalam hal-hal yang umum, dikendalikan oleh sruktur.
Teori modern menyebutkan bahwa kerja suatu organisasi adalah sangat
kompleks, dinamis, multilevel, multidimensional, multi variable, dan
probabilistic. Sebagai suatu system, organisasi terdiri atas 3 (tiga) unsure ,yaitu :
1. Unsur struktur yang bersifat makro
2. Unsur proses yang juga bersifat makro
3. Unsur perilaku anggota organisasi yang bersifat mikro.
Ketiga unsur diatas saling kait-mengait dan sebenarnya tak terpisahkan
satu sama lain. Teori Organisasi Modern memberi perhatian pada analisis yang
didasarkan konseptualisasi dan penilitian empiris. Diatas semua itu teori
5
organisasi modern mencoba meletakan semua elemen kualitas kedalam perspektif
dan pijakan sistem manusia.
1.1.1.1. Teori Sistem Umum
Teori system umum merupakan suatu aspek analisis organisasi yang
berusaha untuk menemukan kaidah-kaidah umum organisasi yang berlaku
universal. Tujuan teori system umum adalah penciptaan suatu ilmu pengetahuan
organisasional universal dengan menggunakan elemen-elemen dan proses-proses
umum seluruh system sebagai titk awal.
Ada beberapa tingkatan system yang harus diintegrasikan. Kenneth
Boulding mengemukakan klasifikasi tingkat-tingkat system sebagai berikut :
1. Struktur static
2. Sistem dinamik sederhana
3. Sistem sibernetik
4. System terbuka
5. System genetika social
6. System hewani
7. System manusiawi
8. System social
9. System transdental
Konsep system ini menjadi dasar utama analisa organisasi akan teori
organisasi modern. Teori organisasi modern mempunyai kesamaan dengan teori
system umum dalam cara memandang organisasi sebagai sesuatu yang
terintegrasi.
6
1.1.1.2. Teori Organisasi dalam Suatu Kerangka Sistem
Teori organisasi modern adalah multidisipliner yang konsep-konsep dan
teknik-tekniknya dikembangkan dari banyak bidang studi. Teori modern berusaha
untuk memberikan sintesa yang menyeluruh bagian-bagian yang berhubungan
dengan semua bidang studi tersebut untuk mengembangkan suatu teori organisasi
yang diterima umum. Hal ini sering disebut analisa system pada organisasi.
Faktor-faktor yang membedakan kualitas teori organisasi modern dengan
teori-teori lainnya adalah dasar konseptual – analitiknya, ketergantungannya pada
data riset empiric, dan di atas semuanya, sifat pemaduan dan pengintegrasikannya.
Kualiatas-kualitas ini merupakan kerangka filosofi yang diterima sebagai suatu
cara untuk mempelajari organisasi sebagai suatu system.
1. Bagian-bagian dari system dan saling ketergantungannya.
Individu dan struktur kepribadiannya yang diberikan kepada
organisasi.
Penentuan fungsi-fungsi formal, yang biasa disebut organisasi formal.
Organisasi informal.
Struktur status dan peranan.
Lingkungan phisik pelaksanaan pekerjaan.
2. Proses-proses hubungan dalam system.
Teori organisasi modern menunjukkan tiga kegiatan proses
hubungan universal yang selalu muncul pada system manusia dalam
perilakunya berorganisasi. Ketiga proses tersebut adalah:
Komunikasi,
Berusaha untuk mencapai keseimbangan, dan
Pengambilan keputusan.
Sebuah sistem menurut pandangan teoritisi organisasi modern harus
bergantung kepada sebuah metode analisis atau melibatkan berbagai variabel
7
dependent. Bagi penganut teori organisasi modern, sistem manusia tentu saja
mengandung banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam memecahkan
persoalan pada organisasi yang kompleks.
Jadi sebenarnya terlihat bahwa selain studi tentang perilaku, kerasionalan
atau penggunaan akal sehat kembali digunakan lagi pada paradigma teori
organisasi modern, rasionalitas dan studi perilaku sebenarnya merupakan pilihan
atau kompromi tentang pandangan organisasi sebagai sistem tertutup dan sistem
terbuka.
Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an para teoritikus melihat
organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Mereka berkonsentrasi pada
sasaran, tehnologi, dan ketakpastian lingkungan sebagai variable-variabel
kontingensi akan membantu pencapaian tujuan organisasi.
Sebaliknya, penerapan struktur yang salah akan mengancam kelangsungan
hidup organisasi. Akan tetapi pendekatan mutakhir untuk memahami organisasi
kemudian dikembangkan dalam paradigma teori organisasi modern yang
mengembangkan studi perilaku sebagai determinan penting dalam memahami
organisasi. Perspektif sosial atau studi perilaku digunakan kembali dalam
kerangka organisasi sebagai sistem terbuka.
Robbins (1994), melihat bahwa hasilnya adalah pandangan tentang
struktur bukanlah merupakan usaha yang rasional dari para manajer untuk
menciptakan struktur organisasi yang paling efektif, tetapi merupakan hasil dari
suatu pertarungan politis diantara koalisi-koalisi di dalam organisasi untuk
memperoleh kontrol.
Teori Organisasi Modern; terdiri atas berbagai pandangan, konsep, dan
teori yang berorientasi pada sistem dan dikembangkan atas dasar penilitian
empiris. Para ahli teori modern memandang organisasi sebagai sebuah sistem
yang adaptif, agar dapat bertahan, harus menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan serta melibatkan aspek politik dalam pembentukan struktur.
Sifat Teori Modern
Sifat-sifat dari Teori Organisasi Modern adalah:
8
1. Memandang suatu organisasi sebagai suatu sistem yang terdiri atas lima
bagian pokok, yaitu: input, proses, output, arus balik, dan lingkungan,
2. Kedinamisan,
3. Multi Level dan Multi Dimensional,
4. Multi Motivasi,
5. Multi Disipliner,
6. Despkriptif,
7. Multi Variabel,
8. Adaptif.
1.1.2. Teori Public Relation
Frank Jefkins mengungkapkan bahawa Public Relation adalah semua
bentuk komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun keluar, antara satu
organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Dengan diterimanya definisi
diatas, dapat dikatakan bahwa Humas terdiri dari empat unsur dasar yaitu:
1. Humas merupakan filsafat manajemen yang bersifat sosial. Hal ini berarti
bahwa Humas meletakkan kepentingan masyarakat lebih dulu dari pada
segala sesuatu yang berkenaan dengan perilaku organisasi. Seperti
diungkapkan oleh Paul W. Garrett, seorang pelopor Humas modern:
“Humas adalah suatu sikap pikiran yang mendasar, suatu filsafat
manajemen yang dengan sengaja dan mandiri menempatkan kepentingan
masyarakat luas lebih dulu dalam setiap keputusan yang mempengaruhi
operasi suatu perusahaan.”
2. Humas merupakan suatu pernyataan tentang filsafat tersebut dalam
keputusan kebijaksaan. Setiap lembaga memiliki kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang menetapkan sejumlah tindakan yang harus diikuti
dalam kegiatannya. H.W. Close, ketua dewan Spring Mils, INC.,
9
menunjukkan pentingnya humas sebagai suatu fungsi manajemen dan
mengidentifikasikan masalah-masalah yang lebih besar kepentingannya
bagi organisasi, dan kemudian merekomendasikan apa yang seharusnya
dilakukan organisasi untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Humas adalah tindakan sebagai akibat dari kebijaksanaan sehat.
Pernyataan kebijaksanaan meskipun mencerminkan maksud manajemen
untuk melayani kepentingan publik, tidaklah cukup. Agar lebih berarti,
kebijaksanaan itu haruslah diungkapkan dalam tindakan-tindakan yang
sesuai dengan kebijaksanaan itu.
4. Humas merupakan komunikasi dua arah. Melalui komunikasi kearah
publiknya, manajemen kemudian menjelaskan, mengumumkan,
mempertahankan, atau mempromosikannya kebijaksanaannya kepada
publik dengan maksud untuk mengukuhkan pengertian dan penerimaan
sehingga memperoleh saling pengertian dan itikad baik.
Selain pengertian-pengertian diatas juga terdapat beberapa pengertian
lainnya mengenai Public Relations: 1. Definisi yang dikembangkan oleh Rex F.
Harlow setelah mengumpulkan lebih dari 500 definisi dari berbagai sumber:
“Public Relations is a distinctive management function which helps
establish and maintain mutual lines of communication, understanding,
acceptance, and cooperation between and organization and its public;
involves the management problems or issues; helps management keep
informed on and responsive to public opinion; defines and emphasizes the
responsibility of management to serve the public interest; helps
management keep abreast of and effectively utilize change, serving as an
early warning system to help anticipate trends; and uses research and
sound ethical communication techniques as its principal tools.”
(“Hubungan Masyarakat adalah fungsi manajemen yang khas yang mendukung
dan memelihara jalur bersama bagi komunikasi, pengertian penerimaan, dan kerja
sama antara organisasi dengan khalayaknya; melibatkan manajemen dalam
permasalahan atau persoalan; membantu manajemen memperoleh penerangan
10
mengenai dan tanggap terhadap opini publik; menetapkan dan menegaskan
tanggung jawab manajemen dalam melayani kepentingan umum; menopang
manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif dalam
penerapannya sebagai sistem peringatan secara dini guna membantu
mengantisipasi kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik-teknik
komunikasi yang sehat dan etis sebagai kegiatan utama”)
Ciri dan Fungsi Public Relations
Ciri adalah tanda yang khas untuk mengenal atau mengetahui. Berfungsi
atau tidaknya Humas dapat diketahui dari ada atau tidaknya kegiatan yang
menunjukkan ciri-cirinya. Ciri-ciri Humas antara lain: 1. Humas adalah kegiatan
komunikasi dalam suatu organisasi yang berlangsung dua arah secara timbal
balik. 2. Humas merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh
manajemen sebuah organisasi. 3. Publik yang menjadi sasaran kegiatan humas
adalah publik eksternal dan publik internal. 4. Operasionalisasi humas adalah
membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik dan mencegah
terjadinya rintangan psikologi, baik yang timbul dari pihak organisasi maupun
dari pihak publik.15 Fungsi atau dalam bahasa Inggrisnya function, bersumber
dari bahasa Latin function, yang berarti penampilan, pembuatan pelaksanaan, atau
kegiatan. Istilah fungsi menunjukkan suatu tahap pekerjaan yang jelas yang dapat
dibedakan – bahkan kalau perlu dipisahkan dari tahap pekerjaan lain.16 Scott M.
Cutlip dan Allen Center dalam bukunya Effective Public Relations, memberikan
penjelasan mengenai fungsi Humas sebagai berikut:
1. Memudahkan dan menjamin arus opini yang bersifat mewakili publik-
publik suatu organisasi, sehingga kebijaksanaan beserta operasionalisasi
organisasi data dipelihara keserasiannya dengan ragam kebutuhan dan
pandangan publik-publik tersebut.
2. Menasihati manajemen mengenai jalan dan cara menyusun kebijaksanaan
dan operasionalisasi organisasi untuk dapat diterima secara maksimal oleh
publik.
11
3. Merencanakan dan melaksanakan program-program yang dapat
menimbulkan penafsiran yang menyenangkan terhadap kebijaksanaan dan
operasionalisasi organisasi.
Model Komunikasi Public Relations Two Way Symmetrical
Menurut Butterick (2012:33) menyatakan bahwa model two-way
symmetric ini merupakan model yang telah masuk dalam sejarah perkembangan
model komunikasi di era modern. Karakter utama dari model ini ialah perusahaan
ditantang untuk melakukan dialog langsung dengan pemangku kepentingan tidak
hanya membujuk tetapi juga mendengarkan mempelajari, dan memahaminya
sebagai proses komunikasi. Grunig (1992:289) mengidentifikasi banyak asumsi
dari model keempat ini yaitu dari praktisi PR seperti Lee, Bernays juga John Hill.
Asumsi yang dimasukkan ialah “telling the truth”, “interpreting the client and
public to one another,” and “management understanding then viewpoints of
employee and neighbors”.
Model two-way symmetric ini memberikan sebuah orientasi public
relations bahwa organisasi dan publik saling menyesuaikan diri. Mathee dalam
Prasetyoningrum (2012:16) menjelaskan bahwa model ini berfokus pada
penggunaaan metode riset ilmu sosial untuk memperoleh rasa saling pengertian
serta komunikasi dua arah antara publik dan organisasi ketimbang persuasi satu
arah. Dalam model ini komunikasi dua arah yang jujur menjadi bagian penting
dan memposisikan kedua pihak yang berkomunikasi dalam kedudukan seimbang.
Komunikasi yang terjalin antara organisasi dengan publiknya adalah untuk mutual
understanding. Dalam model ini, komunikasi dijalankan dengan dua arah dengan
efek yang seimbang atau balanced effect.
Menurut James E.Grunig yang dikutip oleh Ruslan (2010: 105) Salah satu
model komunikasi Public relations yaitu Model komunikasi simetris dua arah
(Model-Two Way Symmetrical) yang menggambarkan bahwa suatu komunikasi
propaganda (Kampanye) melalui dua arah timbal balik yang berimbang. Melalui
model ini, akan lebih mudah untuk membentuk pemahaman publik dengan
strategi komunikasi yang sudah ditentukan sebelumnya karena model ini dianggap
lebih etis dalam penyampaian pesan pesan (informasi) melalui teknik komunikasi
12
membujuk (persuasive communication) untuk membentuk saling pengertian,
dukungan dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Grunig dalam Lattimore (2004:59) berpendapat bahwa nama lain dari
model ini mixed motives, collaborateive advocacy dan cooperative anatgosnism.
Tujuan dari model ini ialah mempresentasikan sebuah model yang
menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan publik dalam proses
memberi serta menerima yang bisa berfluktuasi antara advokasi dan kolaborasi.
Model ini banyak dipraktikkan dalam regulated business, agencies. Lebih lanjut
Mathee dalam Prasetyoningrum (2012:16) menjelaskan dalam model ini terdapat
dua riset dengan tujuan yang berbeda. Riset pertama yaitu riset formatif yang
bertujuan untuk mempelajari cara publik mempersepsi dan menentukan akibat-
akibat yang ditimbulkan organisasi dalam praktik bisnisnya. Hasil dari riset ini
dapat membantu manajemen dalam menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan.
Riset yang kedua ialah riset evaluatif yang digunakan untuk mengukur PR dalam
memperbaiki pemahaman manajemen atas publik-publiknya.
Gambar Model komunikasi simetris dua arah (Model-Two Way Symmetrical)
Dari penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa model
komunikasi public relations simetris dua arah (Model-Two Way Symmetrical)
merupakan model komunikasi memiliki komunikasi timbal balik sehingga lebih
dapat dipercaya dalam penyampaian pesannya dan lebih mudah mencapai strategi
komunikasi yang diinginkan.
13
1.5.1. Impression Management Theory
Impression management ini terdapat dalam suatu konsep yang lebih besar
dari Goffman, yaitu Dramaturgy. Oleh karena itu, untuk dapat memahami
impression management secara lebih komprehensif, maka dipaparkan konsep
dramaturgy.Dramaturgy, adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Erving
Goffman dalam The Presentation of Self in Everday Life menyatakan bahwa
kehidupan sehari-hari setiap individu akan berganti-ganti sesuai dengan peran dan
kebutuhan dan kemauan mereka. Menurut Goffman, (1959: p.19-20) topeng atau
persona, yang dari waktu ke waktu digunakan oleh setiap individu atau
perusahaan dalam kegiatan sehari-harinya untuk berinteraksi dengan pihak lain
adalah konsepsi yang mempresentasikan pembentukan setiap individu atau
perusahaan akan dirinya sendiri.
Schenker (1980,p.92-95) menyebutkan bahwa, Impression Management
Theory menyatakan bahwa setiap individu atau organisasi harus menetapkan dan
memelihara kesan (impresi) yang kongruen dengan persepsi mereka yang
disampaikan pada publik. Idealnya, bahwa persepsi adalah realita dasar dari teori
psikologi sosiologis dan sosial, dimana persepsi dari luar individu atau perusahaan
menjadi nyata bagi pembentukkan ide yang akan digunakan sebagai dasar
perilaku (self presentation).
Soemirat dan Ardianto (2004) mengatakan bahwa citra adalah cara
bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite,
atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan mempunyai citra. Setiap perusahaan
mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya.Berbagai citra
perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf
perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan
pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap
perusahaan.
Hal yang mendasari penggunaan teori ini adalah Corporate Social
Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebuah upaya yang
dilakukan untuk memberikan kesan bahwa perusahaan memiliki kepedulian
terhadap masyarakat. Dimana tujuan yang diharapkan bukan lagi single bottom
line untuk kepentingan ekonomi, tetapi sudah harus mengarahkan pada
14
pemenuhan tanggungjawab untuk tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple
bottom line). Selain ini Coporate Social Responsibility menjadi bagian dari upaya
brand building dan peningkatan corporate image. (Friedman,1988) Bercermin
dari Impression Management Theory, CSR dilaksanakan perusahaan memberikan
kesan (impresi) yang baik dengan tujuan menjalin hubungan baik dengan
stakeholders dengan harapan menjaga reputasi atau citra perusahaan.
1.6. Stakeholder Theory
Freeman (1984) seorang pengajur pertama teori ini, yang dimaksud
dengan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang mendapatkan
keuntungan dan atau kerugian oleh, dan yang hak-haknya dilanggar atau dihargai
oleh tindakan korporasi.Penggunaan teori ini menekankan bahwa perusahaan
memiliki tanggungjawab sosial yang menuntut mereka mempertimbangkan semua
kepentingan perbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya.
Acuan pertimbangan bagi para manajer dalam mengambil keputusan dan
tindakan bukan semata–mata karena pemegang saham (shareholder), melainkan
juga mempertimbangkan pihak lain yang terkena pengaruhnya dari keberadaan
perusahaan tersebut. Pemangku kepentingan sebuah perusahaan dilihat sebagai
pihak-pihak yang memasok sumber-sumber penting, menempatkan suatu nilai
”pada risiko” tertentu, dan memiliki kekuasaan atau kekuatan (power) yang
memadai untuk mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut.
Salah satu alasan mengapa konsep Corporate Social Responsibility
didasarkan pada Stakeholder Theory bahwa keberadaan perusahaan bukan
sematamata bertujuan untuk melayani kepentingan pemegang saham (sharehoder)
melainkan juga kepentingan-kepentingan pihak lainnya (stakeholder) termasuk
masyarakat. Dengan demikian cukup jelas bahwa masyarakat menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari perusahaan dan begitu juga sebaliknya. (Daniri, 2007)
Menurut Mitchell yang dikutip (Branco dan Rodriguez 2007) menyebutkan bahwa
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam memandang
signifikansi pemangku kepentingan yaitu kekuasaan atau kekuatan (power),
legitimasi, dan urgensi. Meskipun ketiga hal tersebut bersama-sama dan saling
terkait dalam mempengaruhi pengambilan tindakan oleh sebuah perusahaan,
tetapi yang paling besar dari ketiganya adalah kekuasaan atau kekuatan.
15
Kekuasaan atau kekuatan yang dimaksud di sini adalah kekuatan nyata suatu
pemangku kepentingan untuk melakukan tekanan dan tuntutan baik secara sosial,
politis, maupun hukum.
Carroll (1991), Corporate Social Responsibility melibatkan empat kategori
tanggung jawab sosial, yaitu kategori ekonomis, legal, etis, dan diskresionaris.
Tanggung jawab ekonomi mencerminkan keyakinan bahwa perusahaan memiliki
kewajiban untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen dan
dalam prosesnya akan mendatangkan keuntungan. Tanggung jawab legal
menunjukkan bahwa perusahaan diharapkan memenuhi tanggung jawab
ekonominya dalam tuntutan hukum tertulis.
Tanggung jawab etis menunjukkan perhatian bahwa perusahaan
memenuhi harapan masyarakat tentang tindakan bisnis yang dikodifikasikan ke
dalam hukum, tidak hanya sebagaimana yang tercermin di dalam standar, norma,
nilai yang tidak tertulis yang secara eksplisit diturunkan dari masyarakat.
Tanggung jawab diskresionaris perusahaan bersifat filantropik atau sukarela,
dalam arti tanggungjawab ini merepresentasikan peran sukarela dari perusahaan
terhadap harapan masyarakat yang tidak sejelas dalam tanggung jawab etis.
Tanggung jawab etis dan diskresionaris melibatkan tanggung jawab legal menjadi
tanggung jawab yang lebih untuk melakukan apa yang baik dan menghindari
cidera atau kerusakan.
1.1.1. Teori Corporate Citizenship
Salah satu teori CSR yang dikembangkan oleh Garriga dan Mele (2004)
adalah teori corporate citizenship. Secara historis, istilah ini diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1980an dalam bisnis dan hubungan masyarakat melalui
praktisi. Eilbirt dan Parket, pada tahun 1970an, mencermati pengertian yang lebih
baik dari tanggung jawab sosial, dengan menggunakan istilah ‘good
neighborliness’, yang tidak jauh dari istilah ‘good citizen’. Menurut kedua ahli ini,
ada dua makna yang melekat pada ‘good neighborliness’. Pertama, ‘tidak
melakukan hal yang merusak lingkungan’; dan kedua, ‘komitmen bisnis secara
umum, terhadap peran aktif dalam solusi masalah sosial secara luas, seperti
16
diskriminasi rasial, polusi, transportasi atau pelemahan daerah urban’ (Eilbirt dan
Parket dalam Mele, 2008:69).
Meski ide untuk melihat perusahaan layaknya warga negara (citizen)
bukanlah konsep yang baru, ketertarikan kembali atas konsep ini baru-baru ini di
kalangan praktisi dikarenakan faktor-faktor tertentu yang memiliki dampak pada
hubungan bisnis dan masyarakat. Beberapa faktor penting diantaranya adalah
fenomena globalisasi dan kekuatan perusahaan multi nasional. Pentingnya
memberikan perhatian dimana perusahaan beroperasi telah mendorong 34 CEO
perusahaan multinasional besar menandatangani sebuah dokumen dalam World
Economic Forum di New York pada tahun 2002, Global Corporate Citizenship:
The Leadership Challenge for CEOs and Boards. Bagi World economic Forum,
‘Corporate Citizenship adalah mengenai bagaimana perusahaan memberikan
kontribusi bagi masyarakat melalui aktivitas bisnis inti mereka, investasi social
mereka dan program filantropi, serta keterlibatan dalam kebijakan publik’.
Teori ini memiliki konotasi rasa memiliki terhadap komunitas. Pada
prinsipnya teori ini menekankan bahwa perusahaan, layaknya warga negara,
memiliki hak dan kewajiban. Artinya bahwa ketika perusahaan menjalankan
aktivitasnya dalam rangka mengejar keuntangan, maka saat bersamaan seharusnya
perusahaan mempertimbangkan kewajibannya untuk memperhatikan komunitas
dan lingkungan. Karena alasan ini manajer atau instansi bisnis sadar bahwa
mereka harus mempertimbangkan komunitas dimana mereka beroperasi.
Teori corporate citizenship difokuskan pada hak, tanggung jawab dan
kemungkinan kemitraan bisnis dalam masyarakat. Meski demikian, dalam
prakteknya, perusahaan yang mengadopsi teori ini, tidak membatasi diri semata
hanya melihat komunitas sebagai stakeholder sasaran dalam menjalankan
kebijakan CSR mereka, tapi juga memberikan perhatian pada stakeholder lain,
seperti karyawan.
1.6.1.1. Tanggung Jawab Sosial
Menurut The World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD, corporate social responsibility adalah komitmen bisnis untuk
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para
karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut masyarakat setempat
17
(lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas
kehidupan (Budimanta et.al, 2003: 72-73). Sedangkan definisi lainnya
dikemukakan oleh Philippine Business for Social Progress yang menyatakan,
CSR adalah prinsip bisnis yang mengusulkan bahwa kepentingan jangka
panjang bisnis terlayani dengan baik ketika keuntungan dan pertumbuhan dicapai
sejalan dengan perkembangan komunitas, perlindungan dan keberlanjutan
lingkungan, serta kulitas hidup masyarakat.
CSR merupakan proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan
dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholder baik secara internal (pekerja,
stakeholder dan penanam modal) maupun eksternal (kelembagaan pengaturan
umum, anggota-anggota masyarakat, kelompok masyarakat sipil dan perusahaan
lain). Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan secara sosial tidak hanya
terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak
bersifat statis dan pasif. Bukan hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi
merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antar stakeholders. Konsep
corporate social responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara
pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, juga masyarakat setempat (lokal).
Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar
stakeholder. Konsep kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) dalam
tanggung jawab sosial tidak lagi memadai karena konsep tersebut tidak
melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan
stakeholder lainnya. Konsep penanaman modal perusahaan secara sosial lebih arif
terdengar dan menyiratkan tanggung jawab sosial tanpa paksaan bagi perusahaan,
sebagai hak dan kewajiban yang patut dilaksanakan untuk keberlanjutan
perusahaan khususnya dan pengembangan stakeholder umumnya. Hubungan
corporate dengan stakeholder tidak lagi bersifat pengelolaan tapi sekaligus
melakukan kolaborasi, yang dilakukan secara terpadu dan berfokus pada
pembangunan kemitraan. Kemitraan ini tidak lagi bersifat penyangga organisasi,
tapi menciptakan kesempatan-kesempatan dan keuntungan bersama, untuk tujuan
jangka panjang dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan tujuan, misi, nila-
nilai dan strategi-strategi tanggung jawab perusahaan secara sosial.
18
Kemitraan antar stakeholder sesuai dengan definisi tanggung jawab
perusahaan secara sosial di atas, di mana tanggung jawab sosial yang mulanya
diberikan oleh perusahaan pada kesejahteraan stakeholder lain pada akhirnya akan
berdampak pada corporate kembali. Kemitraan ini menciptakan pembagian
keuntungan bersama, dan tidak menciptakan persaingan negatif yang berpengaruh
pada keberlanjutan perusahaan tersebut.
Pada tahun 2010 dikeluarkan ISO 26000, sebuah standar internasional
yang terbaru untuk tanggung jawab sosial yang dibuat atas inisiatif para
stakeholder yang menginginkan adanya keselarasan terminologi, konsep dan
prinsip dari kebijakan dan manajemen tanggung jawab sosial. ISO 26000
memberikan pengertian tanggung sosial sebagai berikut:
1. Tanggung jawab suatu organisasi atas dampak keputusan dan tindakannya
terhadap masyarakat dan lingkungan;
2. Tercermin secara transparan melalui perilaku etis yang memberikan
kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat;
3. Menginternalisasi ekspektasi para pemangku kepentingan;
4. Mematuhi hukum yang berlaku serta konsisten dengan norma perilaku
internasional;
5. Terintegrasi di dalam organisasinya dan dijalankan dalam segala
interaksinya.
Beragam cara dilakukan perusahaan untuk menjalankan CSR. Ada
perusahaan yang melaksanakan CSR sendiri, mulai dari perencanaan hingga
implementasinya. Ada pula perusahaan yang mendirikan yayasan, bermitra
dengan pihak lain atau bergabung dalam konsorsium. Model mana yang dipilih
sangat tergantung pada visi dan misi perusahaan, sumberdaya yang dimiliki, serta
tuntutan eksternal (misalnya kondisi masyarakat lokal, tekanan pemerintah atau
LSM). Selain itu Carroll (2003, 36-39) mencoba menjelaskan empat bagian
tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu:
19
Gambar 2.2: The Pyramid of Corporate Social Responsibility by Archie B. Carroll
Sumber: A.B. Carroll (1979)
1. Tanggung jawab ekonomi.
Pada dasarnya tanggung jawab ekonomi merupakan tanggung jawab sosial. Institusi bisnis harus memiliki orientasi untuk memroduksi barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dan menjualnya dengan harga yang sesuai. Bisnis melaksanakan berbagai konsep manajemen yang diarahkan kepada efektifitas-finansial, perhatian terhadap pendapatan, biaya, strategi pembuatan keputusan, dan memaksimalkan performa finansial organisasi untuk jangka panjang.
2. Tanggung jawab hukum.
Tanggung jawab hukum menunjukkan pandangan masyarakat terhadap kode etik pada batas tertentu yang mencakup pengertian dasar di dalam praktik yang jujur sebagaimana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Ini merupakan tanggung jawab bisnis terhadap masyarakat untuk mematuhi hukum. Jika bisnis tidak setuju dengan hukum yang harus di patuhi, masyarakat telah menyediakan suatu mekanisme dimana orang yang tidak mematuhi hukum dapat di dengarkan melalui proses politik.
3. Tanggung jawab etika.
Karena hukum merupakan hal penting tetapi tidak memadai, maka tanggung jawab etika mencakup semua praktek dan aktifitas yang diharapkan atau dilarang oleh masyarakat meskipun aturan tersebut tidak tersusun di dalam aturan hukum. Tanggung jawab etika mencakup seluruh norma, standart, dan pandangan masyarakat seperti kejujuran, keadilan dan menjaga hubungan dan proteksi terhadap hak moral stakeholders.
20
Philantropic Responsib
Ethical Responsibliities
Legal Responsibilities
Economic Responsibilities
4. Tanggung jawab filantropi.
Hal ini dipandang sebagai tanggung jawab yang disebabkan oleh adanya pengharapan masyarakat di dalam dunia bisnis. Aktifitas dilakukan dengan dasar suka rela, dituntun oleh keinginan bisnis untuk terlibat dalam kegiatan social yang tidak dimandatkan. Tidak diminta oleh hukum dan secara umum tidak diharapkan oleh bisnis di dalam etika walaupun demikian masyarakat memiliki pengharapan bahwa bisnis akan terlibat di dalam filantropi dan demikian kategori ini telah menjadi bagian dari kontrak social antara bisnis dan masyarakat
Perkembangan oleh pihak manajemen perusahaan adalah bagaimana cara
mengelola potensi yang ada untuk mewujudkan CSR. Agar ada kesesuaian antara
apa yang menjadi kepentingan dan perhatian publik selaras dengan apa yang ingin
diwujudkan dalam tanggung jawab sosialnya, maka diperlukan proses
implementasi tanggung jawab sosial dalam perusahaan agar tercipta hubungan
harmonis dan saling pengertian antara perusahaan dan stakeholder. Tanpa proses
kerja yang jelas dan matang, perusahaan cenderung menjadi tidak sensitif
terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya dan menjadi disfungsional ketika
mereka semakin menjauh dari lingkungan mereka.
1.1. Corporate Social Responsibility
Dalam penelitian Daniri (2007) disebutkan secara garis besar semenjak
keruntuhan rezim diktatoriat Orde baru, masyarakat semakin berani untuk
beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia
bisnis. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial
terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan
usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut
memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan juga diminta untuk
memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan pada
tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran tentang pentingnya
melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social Responsibility.
Konsep CSR timbul akibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap
perusahaan. Menurut Wibisono (2007), mengatakan bahwa dunia usaha semakin
menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang
berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang
21
direfleksikan dalam kondisi keuangan saja, namun harus memperhatikan aspek
sosial dan lingkungannya. Menurut Tjipta (2008), CSR akan menjadi strategi
bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya
saing melalui reputasi dan kesetiaan merk produk (loyalitas) atau citra
perusahaan. Kedua hal tersebut merupakan keunggulan kompetitif yang sulit
ditiru oleh para pesaing. Keuntungan dari penerapan konsep CSR tersebut adalah :
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi perusahaan
2. Melebarkan akses sumber daya
3. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
4. Peluang mendapatkan penghargaan
5. Mereduksi risiko bisnis perusahaan
Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya
kegiatan perusahaan membawa dampak for better of worse, bagi kondisi
lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya untuk masyarakat di
sekitar perusahaan beroperasi. Alasannya mendasari mengapa program Corporate
Social Responsibility dilaksanakan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Waldman (2009) menyebutkan bahwa:
1. Aktivitas Corporate Social Responsibility yang dijalankan sebagai pelayanan
sukarela atau bersifat charity pada masyarakat di sekitar perusahaan.
2. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai upaya menjalin hubungan baik dengan
anggota masyarakat sehingga dapat mengurangi efek negatif yang
ditimbulkan karena keberadaan perusahaan.
3. Tujuan program CSR berkaitan keberlanjutan jangka panjang perusahaan
(long-term sustainability of a firm).
Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau
pemegang saham, tetapi juga stakeholders lain yakni pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Elkington mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan
mencakup tiga dimensi, yang lebih popular dengan singkatan 3P, yaitu: mencapai
keuntungan (profit) bagi perusahaan, memberdayakan masyarakat (people), dan
memelihara kelestarian alam (planet).
22
Berdasarkan dari konsep 3P yang dikemukakan Elkington, konsep CSR
sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu :
a) Fungsi Ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi tradisonal
perusahaan, yaitu untuk memperoleh keuntungan(profit) bagi perusahaan.
b) Fungsi Sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui
pemberdayaan manusianya, yaitu para pemangku kepentingan(people) baik
pemangku kepentingan primer maupun pemangku ke[entingan sekunder. Selain
itu, melalui fungsi ni perusahaan berperan menjaga keadilan ndalam membagi
manfaat dan menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
c) Fungsi Alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian
alam(planet). Perusahaan hanya merupakan salah satu elemen dalam system
kehidupan di bumi ini. Bila bumi ini dirusak maka seluruh bentuk kehidupan di
bumi akan terancam musnah. Bila tidak ada kehidupan, bagaimana mungkin akan
ada perudahaan yang masih bertahan hidup?
Menurut Kolter dan Lee (2005) menyebutkan enam kategori aktivitas
CSR, yaitu: cause promotions, cause related marketing, corporate societal
marketing, corporate philanthropy, community volunteering, dan socially
responsible business pratice (Kartini,Dwi, 2009: 63-78).
1) Promosi Kegiatan Sosial (Cause Promotions)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya
lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana,
partisipasi dari masyarakat atau perekutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan
tertentu. Komunikasi persuasif dengan tujuan menciptakan kesadaran (awareness)
serta perhatian terhadap suatu masalah sosial, merupakan fokus utama dari
kategori CSR ini.
2) Pemasaran Terkait Kegiatan Sosial (Cause Related Marketing)
Dalam kegiatan CSR ini, perusahaan memiliki komitmen untuk
menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan
sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan
kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu serta untuk
aktivitas derma tertentu. Meskipun kampanye cause related marketing
23
mendukung berbagai jenis kegiatan sosial, namun terdapat beberapa masalah
sosial yang sangat menonjol sehingga mendorong banyak perusahaan untuk
berpartisipasi dalam bidang ini. Untuk konteks Indonesia, pelaksanaan
causerelated marketing terutama ditujukan untuk kegiatan beasiswa, penyediaan
air bersih, pemberian pelayanan kesehatan, pengembangan usaha kecil dan
menengah.
3) Pemasaran Kemasyarakatan Perusahaan (Corporate Societal
Marketing)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan
kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4) Kegiatan Filantropi Perusahaan (Corporate Philanthropy)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung
dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut
biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, bingkisan/paket bantuan atau
pelayan secara Cuma-Cuma.
5) Pekerjaan Sosial Kemasyarakatan Secara Sukarela (Community
Volunteering) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mendukung serta mendorong
para karyawan, rekan pedagang eceran, atau para pemegang franchise agar
menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi
masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.
6) Praktik Bisnis yang Memiliki Tanggung Jawab Sosial (Socially
Responsible Practice)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis
melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan
investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraaan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Yang dimaksud
komunitas dalam hal ini mencakup karyawan, perusahaan, pemasok, distributor,
organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat
secara umum. Sedangkan yang dimaksud kesejahteraan mencakup didalamnya
24
aspek-aspek kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan kebutuhan psikologis
dan emosional.
Branco dan Rodriguez (2007), Corporate Social Responsibility merupakan
upaya perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah sosial dan
lingkungan dalam kegiatan usaha dan juga pada cara perusahaan berinteraksi
dengan stakeholder yang dilakukan secara sukarela. Tanggungjawab sosial
perusahaan diartikan sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan,
keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan
kualitas kehidupan.
Langkah yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan adalah membentuk
departemen khusus yang bertugas menjalankan konsep Corporate Social
Responsibility, sehingga upaya ini dapat dilakukan dengan fokus dan terarah.
Corporate Social Responsibility tidak hanya sebatas konsep untuk mendapatkan
kesan baik atau citra positif semata melainkan benar-benar merupakan realisasi
dari niat baik perusahaan sebagai bagian dari masyarakat.
Substansi keberadaan Corporate Social Responsibility adalah dalam
rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan
membangun kerjasama antar pemangku kepentingan (stakeholder) yang
difasilitasi perusahaan dengan menyusun program-program pengembangan
masyarakat sekitar. Kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, komunitas, dan stakeholder yang terkait dengannya baik lokal,
nasional, maupun global, karena itu pengembangan Corporate Social
Responsibility ke depan seyogyanya mengacu pada konsep pembangunan
berkelanjutan. Daniri (2007, p.4).
Dalam perkembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung
penuh kegiatan Corporate Social Responsibility ini diantaranya adalah:
perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Dalam implementasi program-program
Corporate Social Responsibility, diharapkan ketiga elemen tersebut saling
berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masing-
masing stakeholder agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara
komperhensif. Dengan partisipasi aktif dari para stakeholder diharapkan
25
pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari
pelaksanaan CSR akan diemban secara bersama.
Berkaitan dengan implementasi CSR perusahaan dapat dikelompokan
kedalam beberapa kategori untuk menggambarkan komitmen dan kemampuan
perusahaan dalam menjalankan CSR. Dengan menggunakan dua pendekatan,
sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan yang ideal memiliki
kategori reformis dan progresif. Dalam kenyataan, kategori ini bisa saling
bertautan.
Implementasi CSR dengan Perusahaan
Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR,
ada empat kategori yaitu;
a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran
CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk dalam
kategori ini.
b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi,
namun anggran CSR-nya rendah seperti perusahaan besar namun pelit.
c. Perusahaan Humanis. Meskipun profitnya perusahaan rendah, proporsi
anggaran CSR-nya relatif tinggi. Layak disebut perusahaan dermawan atau
baik hati.
d. Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggran CSR
yang tinggi. Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi
bisnisnya, memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai
peluang untuk maju.
Berdasarkan tujuan perusahaan dalam implementasi CSR, ada empat
kategori yaitu;
a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas,
sekedar melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat
promosi dan CSR sebagai hal kurang bermanfaat bagi perusahaan.
b. Perusahaan Impresif. Perusahaan yang menggunakan CSR untuk promosi
alias tebar pesona daripada untuk pemberdayaan.
26
c. Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang
promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang
tebar pesona.
d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan
pemberdayaan dan sekaligus promosi. Promosi dan CSR dipandang sebagai
kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi kemajuan
perusahaan.
2.2. Strategi Perusahaan
Definisi strategi adalah cara untuk mencapai tujuan jangka panjang. David
(2009), strategi bisnis bisa berupa perluasan geografis, diversifikasi, akusisi,
pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi karyawan, divestasi,
likuidasi dan joint venture. Proses pembuatan strategi terdiri dari tiga tahap:
perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi.
Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, indentifikasi
peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan
kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian alternatif strategi,
dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Keputusan perumusan
strategi mendorong suatu organisasi untuk komit pada produk, pasar, sumber
daya, dan teknologi spesifik selama kurun waktu yang lama. Strategi menentukan
keunggulan kompetitif jangka panjang, ke arah yang lebih baik atau lebih buruk,
keputusan-keputusan strategis memiliki konsekuensi multifungsional yang luas
dan pengaruh yang besar atas suatu organisasi.
Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan
tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber
daya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan.
Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang sportif pada strategi,
penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya
pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem
27
informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi.
Penerapan strategi sering kali disebut dengan tahap aksi dari manajemen strategi.
Menerapkan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk
melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Sering kali dinggap sebagai tahap
yang paling sulit dalam manajemen strategi. Penerapan strategi membutuhkan
disiplin, komitmen, dan pengorbanan. Penerapan strategi yang berhasil
bergantung pada kemampuan manajer untuk memotivasi karyawan. Tantangan
penerapan strategi adalah merangsang manajer dan karyawan di segenap
organisasi untuk bekerja dengan rasa bangga dan antusias demi tujuan yang telah
ditetapkan.
Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategi. Semua
strategi terbuka untuk dimodifikasi di masa yang akan datang karena berbagai
faktor ekternal dan internal terus menerus berubah. Tiga aktivitas penilaian
strategi yang mendasar adalah:
1. Peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan
bagi strategi saat ini;
2. Pengukuran kinerja;
3. Pengambilan langkah interaktif.
1.2. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang relevan antara lain :
1. Penelitian Peter Brabeck-Letmathe Chairman & CEO, Nestle and Mark
Kramer (2009), menyebutkan bahwa: Corporate Social Responsibility
merupakan bagian yang integral dengan bisnis perusahaan dan dibentuk
dari strategi investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Bisnis selalu dapat
dipastikan memberikan efek dari segi sosial dan lingkungan baik positif
maupun negatif dari setiap rantai nilai operasi yang dijalankan oleh
perusahaan.
2. Linda dan Jenny (2008), dalam penelitian ini disebutkan Corporate Social
Responsibility dipandang dari sisi strategi perusahaan, terdiri dari dua
tahap yang harus dilaksanakan yaitu: pengembangan strategi (strategy
development) dan penerapan strategi (strategy implementation).
28
3. Asongu (2007) dimana kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian
antara lain:
a. Penelitian mendukung pandangan Corporate Social Responsibility
digunakan sebagai alat pemasaran yang baik yang dapat
diaplikasikan sebagai strategi.
b. Motivasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk melaksanakan
program Corporate Social Responsibility sebagai bagian dari strategi
harus didasarkan pada prinsip naturalis bukan karena terpaksa.
1.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dikembangkan didasarkan fenomena Corporate
Social Responsibility sebagai strategi perusahaan. Kerangka pemikiran ini
dibentuk dari data yang diperoleh selama melakukan pengamatan pada
perusahaan dengan model sebagai berikut ini:
29
Nilai Perusahaan dalam Teori Komunikasi
Organisasi
p
Gambar 2.1
30
Pengawasan Program CSR oleh Masyarakat dan Pemerintah sebagai
stakeholder
Implementasi program CSR
Strategi CSR Perusahaan dalam Teori Manajemen
Impresi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis yang
menyatakan bahwa penelitian merupakan upaya untuk memahami realitas
pengalaman manusia. Adapun argument-argumen pada paradigma ini antara lain:
(1) Teori-teori ini memuat fakta, fakta yang dikumpulkan harus bebas dari
proposisi (hipotesis dan pertanyaan) (2) dibawah ketentuan teori, tidak ada teori
yang bisa sepenuhnya menguji oleh karena masalah induksi, realita disini hanya
dapat dilihat melalui jendela teori baik secara implisit ataupun eksplisit.(3) nilai
yang bersumber dari fakta, Kontruktivis setuju dengan argumen yang ideologis
bahwa penyelidikan tidak bisa bebas nilai. 4) interaksi alam pada penyelidikan.
Paradigma constructivism merupakan manifestasi dari research about
people. Paradigma ini berasumsi bahwa setiap manusia memiliki construct
(bangunan “kebenaran”) dan construe (cara memahami “kebenaran”) yang
berbeda-beda. Dengan demikian akan menjadi daya tarik yang besar bagi suatu
penelitia, apabila dapat mengenali construct dan construe.
Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistemstis terhadap socially
meaningful action melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku sosial
dalam setting keseharian yang alamiah, agar memapu memahami dan menafsirkan
bagaimana cara pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara/
mengelola dunia sosial mereka. Kaitan paradigma ini dengan penelitian adalah
ingin mengetahui bagaimana sebuah perusahan media dalam hal ini Trans TV
mengkonstruk program CSR sebagai staretegi bisnis.
3.2 Metode Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Adanya data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, hal ini
disebabkan oleh adanya penerapan kualitatif. Selain itu data yang dikumpulkan
kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang telah diteliti (Moleong, 2001: 6).
31
Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan yang diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang
ucapan, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu,
kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam konteks setting tertentu yang
dikaji dari sudut pandang yang utuh,dan komprehensif. (Moleong, 2001: 3).
Dengan kata lain penelitian dengan sifat deskriptif kualitatif bertujuan
untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat
kaitan-kaitan variabel yang ada. Penelitian deskriptif juga dapat diuraikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
menuliskan keadaan obyek penelitian suatu organisasi, masyarakat, dan lain-lain.
Menurut Rakhmat (2001: 25), penelitian deskriptif bertujuan sebagai berikut:
a. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang
ada.
b. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek yang
berlaku.
c. Membantu perbandingan atau evaluasi.
d. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana
dan keputusan pada waktu yang akan datang.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang bagaimana
implementasi program CSR Trans TV sebagai bagian strategi bisnisnya dengan
menggunakan metode deskriptif yang isinya hanya memaparkan situasi atau
peristiwa. Metode ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji
hipotesis atau membuat prediksi.
Pada hakikatnya, metode deskriptif mengumpulkan data secara univariat.
Karakteristik data diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat atau
sebaran. Sering terjadi, penelitian yang menarik perhatian peneliti, tetapi belum
ada kerangka teoritis untuk menjelaskannya.
1.1. Subjek Penelitian
32
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subyek penelitian yakni: 1.
Stakeholder Trans TV 2. Divisi Public Realition- Marketing PR
1.1. Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian yaitu program CSR
Trans TV sebagai strategi bisnis
1.2. Lokasi Penelitian
Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah PT Trans TV terletak di jalan
Kapten Piere Tendean, kav.12-14A, Jakarta 12790 dengan situasi sosial (social
situation) dilakukan pada Stakeholder dan Public Relation.
1.1. Sumber Data
1.1.1. Data Primer
Dengan melakukan wawancara langsung dengan : stakeholder, divisi PR
1.1.1. Data sekunder
Data yang diperoleh dengan mengutip dari sumber lain yang bertujuan
untuk melengkapi data primer. Dengan maksud ada relevansinya dengan masalah
yang akan diteliti sebagai dasar penelitian.
1.2. Teknik Pengumpulan Data
1.2.1. Observasi
Observasi kualitatif merupakan observasi yang di dalamnya peneliti
langsung turun kelapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-
individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat–
baik dengan cara terstruktur maupun semistruktur, aktivitas-aktivitas dalam lokasi
penelitian (Creswell, 2010: 267).
Peneliti mengamati penerapan program CSR Trans TV oleh bagian
departemen yang bersangkutan dalam membuat program kepada khalayak serta
mengkaitkan terhadap permasalahan yang menjadi obyek penelitian.
33
1.1.1. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa
pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide
dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun dalam suatu topik
tertentu (Prastowo, 2011: 145).
Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara bebas
terpimpin, karena dalam wawancara unsur kebebasan masih dipertahankan,
sehingga kewajaran dapat dicapai secara maksimal dan memudahkan
diperolehnya data secara mendalam (Hadi, 1971: 224).
Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan
kepala bagian yang mendukung penelitian sebagai narasumber wawancara
penelitian dengan berpegang pada interview guide sebagai instrument utama.
Wawancara dengan pihak tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi strategi
bisni melalui program CSR yang diterapkan oleh divisi Trans TV tersebut .
1.1.2. Studi kepustakaan dan dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data atau teori melalui buku-buku,
majalah, surat kabar, literatur-literatur dan sumber-sumber lain yang memuat
informasi yang relevan dan mendukung dalam penelitian ini.
1.1. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik deskriptif,
merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati ( Bogdan
dan Taylor dalam Moleong (2001: 3).
Analisis dilakukan dengan mengaitkan kategori dan data ke dalam
kerangka yang telah ada. Data yang telah disusun tersebut dikelompokkan
berdasarkan tipe-tipe sejenis, kemudian disajikan dalam bentuk uraian yang
disusun secara sistematis agar mudah dipahami. Alur analisis yang dilakukan
34
dengan cara mengacu pada program CSR sebagai startegi bisnis Trans TV kepada
khalayak.
3.5 Keabsahan Data
3.5.1 Metode Triangulasi Data
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Denzin membedakan teknik ini
menjadi empat macam, yaitu triangulasi sumber, teknik, waktu, penyidik, dan
teori (Meleong, 2006: 330; Sugiyono, 2007: 127-128).
Dari penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber.
Suatu teknik pengecekan kredibilitas data yang dilakukan dengan memeriksa data
yang didapatkan melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber mengarahkan
peneliti agar menggunakan beragam sumber yang tersedia dalam menumpulkan
data. Maksudnya adalah dari satu atau sama data akan lebih maksimal hasil dan
kebenarannya bila diperoleh dari berbagai sumber data yang berbeda. Dari sumber
satu dengan sumber yang lainnya akan saling mendukung dan melengkapi.
Tekanannya akan terletak pada perbedaan sumber data bukan pada teknik
pengumpulan data atau yang lain.
35
DAFTAR PUSTAKA
Ambadar, Jackie. 2008. CSR dalam Praktik di Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan. Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Guba, G Egon. 1990. The Paradigm Dialogue. USA : SAGE Publication
Hadi, Sutrisno. 1971. Metodologi Research. Jilid I s.d. IV. Yayasan Fakultas Psychology UGM. Yogyakarta.
Hidayat, Dedy N.1999. Bahan Penunjang Kuliah Metodologi Penelitian Komunikasi dan Latihan Penelitian Komunikasi : Bagian I Paradigma Klasik dan Hypothetico –Deductive Method Dalam Penelitian Komunikasi . Jakarta : Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Hal 1-2.
http://perilakuorganisasi.com/karl-e-weick-teori-enactment.html [diakses pada 09 November 2015]
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy,. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Oktaviani, Rachmawati Meita. 2011. Fenomenologi Implementasi Corporate Social Responsibility Sebagai Realita Strategi Perusahaan (Study Kasus Pada PT Apac Inti Corpora Bawen Semarang). Jurnal Dinamika Keuangan dan Perbankan Vol. 3, No. 2. Semarang: Universitas Stikubank
Oktaviani, Rachmawati Meita. 2012. Corporate Social Responsibility dan Strategi Perusahaan: Perspektif Pendekatan Kualitatif (Studi Kasus Pada PT Apac Inti Corpora Bawen Semarang). Laporan Penelitian. Semarang: Universitas Stikubank
Prastowo,Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Widowati, Endah. 2013. Strategi dan Implementasi Kegiatan Corporate Social Responsibility Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri
36
Wijaya, Vicki Puspita. 2013. Program Corporate Social Responsibility Media di Indonesia: Studi Kasus PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans Tv). Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Suciati, Pijar. 2008. Pengaruh kualitas media, FISIP UI.
Rosady Ruslan. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi: Konsepsi dan
Aplikasi. (Penerbit: PT RajaGrafindo Persada. 2005). Hal. 26 - 27
Ida Anggraeni Ananda. Public Relations Perguruan Tinggi: Membangun Reputasi
Organisasi Melalui Pengelolaan Budaya Organisasi. Buku Koalisi Dominan:
Refleksi Kritis Atas Peran dan Fungsi Public Relations Dalam Manajemen. (BPP
Perhumas. 2004). Hal. 99
Antony Davis. Everything You Should Know About Public Relations: Panduan
Lengkap Tentang PR. (Penerbit: PT Elex Media Komputindo. 2005). Hal. 4
Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikologis.
(Cetakan ke 6. Penerbit: PT Remaja Rosdakarya. 2002). Hal. 24
H.W. Close. Public Relations as a Management Function, Public Relations
Journal 36, no. 3, (Maret 1980). Hal. 11-14.
http://rnrian.blogspot.co.id/2011/03/teori-organisasi-modern.html
http://rezzamuhammad.blogspot.co.id/2013/05/35-teori-organisasi-modern.html
http://agungzetiadji.blogspot.co.id/2012/10/teori-organisasi.html
http://perilakuorganisasi.com/teori-organisasi-modern.html
http://gustriphenomg3.blogspot.co.id/2011/03/teori-organisasi-klasik-teori.html
37