proposal ujian

88
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dicapai melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan masyarakat yang optimal dapat dicapai salah satunya dengan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Wati, 2011). 1

Upload: divaviya

Post on 10-Apr-2016

63 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ujian proposal psikugm

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Ujian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya dicapai melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan

(Kemenkes RI, 2011). Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian

dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat

kesehatan yang optimal. Kesehatan masyarakat yang optimal dapat dicapai salah

satunya dengan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Wati, 2011).

PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga,

kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri secara mandiri di

bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat

(Depkes RI, 2011). Masyarakat hidup di berbagai tatanan yang memiliki ciri khas

masing-masing, sehingga dengan demikian pembinaan PHBS harus disesuaikan

untuk masing-masing tatanan (Kemenkes RI, 2011).

1

Page 2: Proposal Ujian

Pedoman PHBS yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor : 2269/MENKES/PER/XI/2011 telah menyepakati

adanya lima tatanan PHBS, salah satunya adalah tatanan institusi pendidikan

diantaranya kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan dan lain-lain

(Kemenkes, 2011). PHBS di sekolah merupakan kebiasaan atau perilaku positif

yang dilakukan oleh warga sekolah yang dengan kesadarannya untuk mencegah

penyakit, meningkatkan kesehatannya serta aktif dalam menjaga lingkungan sehat

sekolah. Salah satu perilaku PHBS disekolah adalah mencuci tangan dengan air

bersih yang mengalir dan menggunakan sabun (Dinkes DIY, 2013).

Cuci tangan adalah tindakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun

biasa atau anti mikroba dan air (WHO, 2009). Cuci Tangan Pakai Sabun adalah

perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir

(Depkes, 2008). Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia

tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah 1) setelah buang

air besar 12%, 2) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, 3) sebelum

makan 14%, 4) sebelum memberi makan bayi 7%, dan 5) sebelum menyiapkan

makanan 6 %. Rendahnya angka perilaku cuci tangan tersebut berkontribusi

terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia (Depkes, 2008).

Menurut Riskesdas tahun 2007 menemukan 34% kejadian ISPA dan 16%

kejadian diare terjadi pada anak usia 1-4 tahun, dengan period prevalen diare pada

Riskesdas 2007 (9,0%) dan lebih kecil pada Riskesdas 2013 (3,5%). Penurunan

period prevalen yang tinggi ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel

2

Page 3: Proposal Ujian

yang tidak sama antara 2007 dan 2013. Insiden diare untuk seluruh kelompok

umur di Indonesia adalah 3,5% (Riskesdas, 2013).

Diare juga merupakan penyebab umum kematian pada anak yang berusia

kurang dari lima tahun, khususnya pada negara yang ber-penghasilan rendah dan

menengah, salah satu penyebab kasus diare tersebut adalah tangan yang

terkontaminasi (Nwadiaro et al., 2008). Berdasarkan hasil studi WHO tahun 2007,

kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap

sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39%

perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga, sedangkan dengan

menggabungkan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun

sebesar 94% (Depkes, 2008).

Hasil penelitian Nwadiaro et al (2008) didapatkan bahwa intervensi cuci

tangan mampu mengurangi kejadian diare pada anak di negara berpendapatan

tinggi sebanyak 39% dan sebanyak 32% mampu mengurangi kejadian diare pada

anak yang tinggal di negara berpendapatan menengah dan rendah. Depkes (2009)

menyebutkan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan perilaku sehat yang

telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit-penyakit

menular seperti diare, ISPA, flu burung, bahkan mencegah penularan virus H1N1.

Cuci tangan juga merupakan program yang dapat mengurangi adanya penyebaran

infeksi khususnya di tatanan sekolah (Bus, 2009).

Perilaku cuci tangan pakai sabun yang tidak benar masih sangat tinggi

ditemukan pada anak usia dibawah sepuluh tahun, sehingga dibutuhkan

peningkatan kesadaran dan pengetahuan anak akan pentingnya cuci tangan pakai

3

Page 4: Proposal Ujian

sabun (Depkes, 2009). Cuci tangan pakai sabun adalah perilaku PHBS yang

mudah dan tidak perlu biaya mahal. Penanaman PHBS sejak dini terhadap anak

sekolah dasar kelompok umur 6-12 tahun dengan membudayakan kebiasaan

mencuci tangan menggunakan sabun merupakan tindakan proaktif, untuk

memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi dirinya dari

ancaman penyakit (Khairani, 2009).

Upaya untuk menanamkan PHBS cuci tangan menggunakan sabun dapat

dilaksanakan melalui penyelenggaraan promosi kesehatan. Promosi kesehatan

merangkum pengertian dari istilah Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan,

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Dalam konsepsi promosi kesehatan,

pendidikan kesehatan merupakan faktor yang sangat penting (Maulana, 2009).

Hasil penelitian Susilaningsih dan Hadiatama (2013) tentang pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan siwa sekolah dasar

membuktikan bahwa pendidikan kesehatan cuci tangan dapat meningkatkan

pengetahuan dan perilaku anak mencuci tangan menggunakan sabun.

Anak usia sekolah merupakan sasaran promosi kesehatan yang efektif

karena telah dapat menyebarluaskan infomasi ke populasi yang lain, selain itu

anak usia sekolah merupakan populasi yang sangat peka untuk menerima

perubahan karena sedang berada pada taraf pertumbuhan dan perkembangan

(Kuhu , Prabandari, & Widyatama, 2011). Menurut Notoatmojo (2010) pada taraf

ini anak-anak mudah dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan yang baik,

termasuk kebiasaan hidup sehat. Pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan

menggunakan sabun pada anak sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan

4

Page 5: Proposal Ujian

pengetahuan anak sehingga anak usia sekolah dasar dapat menerapkan perilaku

cuci tangan menggunakan sabun, karena menurut Notoatmodjo (2012) perilaku

baru dapat diterima dan bertahan lama apabila proses penerimaan perilaku baru

tersebut didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan dapat diperoleh seseorang atau sasaran pendidikan

kesehatan dari proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam alat

bantu pendidikan atau media (Notoatmodjo, 2007). Media yang digunakan dalam

proses pemberian pendidikan kesehatan, akan mempengaruhi pemahaman

kelompok sasaran anak sekolah dasar. Terdapat bermacam-macam media

pendidikan kesehatan cuci tangan yang dapat digunakan. Beberapa media tersebut

adalah media manusia/ceramah/audio, media cetakan/visual, media audiovisual,

dan media komputer/interaktif/peraga (Setiyowati, 2011).

Media leaflet merupakan salah satu media cetak yang sering digunakan

dalam promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan, namun penelitian Khairani

(2009) menyebutkan bahwa pendekatan promosi kesehatan melalui media leaflet

pada siswa tidak memberi pengaruh peningkatan pengetahuan, karena proses

belajar menggunakan leaflet tidak terarah, tidak sistematis, tidak rinci dan tidak

lengkap, anak hanya belajar sendiri dan memahami sendiri materi cuci tangan

dalam leaflet, sehingga materi cuci tangan yang diberikan kurang dipahami dan

diserap dengan baik oleh siswa.

Media lain yang dapat digunakan untuk memberikan promosi kesehatan

melalui pendidikan kesehatan adalah media audivisual, menurut Setiyowati

(2011) audiovisual dengan penyampaian dan tampilan persuasif menjadikan

5

Page 6: Proposal Ujian

media komunikasi sangat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan perilaku

hidup sehat. Media audiovisual ini mampu menstimulasi indera pendengaran dan

penglihatan saat proses penyampaian bahan pendidikan kesehatan. Pendidikan

kesehatan menggunakan media video mampu menyampaikan pesan yang

konsisten dan memberi kesempatan kepada penonton untuk menonton berulang

kali dan dapat meningkatkan pemahaman (Albert, Bauchsbaum, & Li, 2007).

Media video juga dapat menyampaikan informasi tertentu lebih baik

dibandingkan dengan media yang berbentuk tulisan, dan media video memiliki

efek motivasi dalam proses pembelajaran (Moreno, & Ortegano-Layne, 2008).

Hasil studi pendahuluan peneliti yang dilakukan tanggal 21 April 2014 di

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta didapatkan informasi bahwa promosi

kesehatan yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang PHBS

khususnya cuci tangan untuk anak sekolah dasar (SD) saat ini masih

menggunakan media leaflet, sticker, dan buklet. Belum ada media audiovisual

(video) yang digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang cuci

tangan di kota Yogyakarta, padahal video merupakan alternatif media yang

menarik dan cocok sebagai media pembelajaran anak di kelas, kelompok kecil,

maupun secara individual (Putri, 2012). Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan melalui media

audiovisual (video) dibandingkan dengan leaflet dalam meningkatkan

pengetahuan cuci tangan pada anak SD di Kota Yogyakarta.

6

Page 7: Proposal Ujian

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang diajukan dalam

penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan

melalui media audiovisual (video) dibandingkan dengan leaflet dalam

meningkatkan pengetahuan cuci tangan pada anak SD di Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual

(video) dibandingkan dengan leaflet dalam meningkatkan pengetahuan

mencuci tangan pada anak SD di Kota Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbedaan pengetahuan tentang cuci tangan anak SD di Kota

Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan cuci

tangan dengan media audiovisual (video).

b. Mengetahui perbedaan pengetahuan tentang cuci tangan anak SD di Kota

Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan cuci

tangan dengan menggunakan leaflet.

7

Page 8: Proposal Ujian

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan DIY,

khususnya bidang Promosi Kesehatan tentang penggunaan media yang efektif

untuk pendidikan kesehatan mengenai cuci tangan sebagai upaya preventif

untuk penyakit diare dan ISPA.

2. Bagi Siswa dan Guru

Bagi siswa dan guru sekolah dasar penelitian ini diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang cuci tangan

menggunakan sabun sehingga dapat meningkatkan perilaku hidup bersih dan

sehat.

3. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumber informasi bagi

peneliti lain dalam penyusunan penelitian-penelitian selanjutnya. Diharapkan

penelitian ini mampu dikembangkan lebih lanjut terkait perilaku hidup bersih

dan sehat (PHBS) khususnya cuci tangan.

4. Bagi Peneliti

Bagi peneliti sendiri penelitian ini dapat memberikan pengalaman untuk

peneliti tentang penyusunan karya ilmiah dan memberikan pengalaman untuk

melakukan penelitian ilmiah.

8

Page 9: Proposal Ujian

5. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

sumber bacaan dan informasi tentang manfaat dan pentingnya cuci tangan

menggunakan sabun untuk mencegah penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.

E. Keaslian Penelitian

1. Khairani (2009) tentang “Promosi Kesehatan Mencuci Tangan Menggunakan

Sabun melalui Metode Ceramah, Demonstrasi dan Latihan dibandingkan

dengan Media Leaflet pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Jambi”. Jenis

penelitian ini adalah quasi-experimental dengan rancangan non-equivalent

control group design with pre-test and posttest. Responden penelitian adalah

siswa sekolah dasar di Kota Jambi yang ditentukan dengan teknik purposive.

Analisa data menggunakan uji paired t-test dan independent t-test. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah, demonstrasi dan latihan

lebih efektif dibandingkan metode media leaflet dalam promosi kesehatan

mencuci tangan menggunakan sabun. Persamaannya dengan penelitian ini

yaitu metode penelitian menggunakan quasi experimental dengan rancangan

pretest dan postest saat sebelum dan sesudah pemberian intervensi.

Persamaan lainnya pada intervensi kelompok pembanding sama-sama

menggunakan leaflet. Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu subjek

penelitian melibatkan siswa kelas 4 dan 5 SD, variabel penelitian yang diukur

hanya pengetahuan, media intervensi yang menggunakan media audiovisual

(video), dan tempat penelitian.

9

Page 10: Proposal Ujian

2. Penelitian Krawczyk (2012) “How to Inform: Comparing Written and Video

Education Interventions to Increase Human Papillomavirus Knowledge and

Vaccination Intentions in Young Adults”. Penelitian ini membandingkan

efektivitas intervensi pendidikan tentang Human Papilloma Virus (HPV)

menggunakan media tertulis(pamflet) dan media video untuk meningkatkan

pengetahuan tentang HPVdan keinginan untuk vaksinasi. Responden berasal

dari mahasiswa yang dibagi secara acak menjadi tiga kelompok, kelompok

intervensi tulis (pamflet), kelompok intervensi video dan kelompok kontrol.

Kelompok intervensi tulis (pamflet) dan video mendapatkan informasi

tentang insidensi, penularan, dan dampak dari HPV serta efficacy dan

keamanan vaksin HPV, sedangkan kelompok kontrol mendapat informasi

tentang gaya hidup sehat dan pencegahan kanker secara umum menggunakan

media pamflet. Hasil penelitian menunjukkan intervensi tulis dan intervensi

video signifikan meningkatkan pengetahuan tentang HPV dan keinginan

untuk vaksinasi dibandingkan kelompok kontrol, tetapi tidak ada perbedaan

keefektivan antara media tulis dan media video. Persamaannya dengan

penelitian ini yaitu media intervensi pendidikan mengunakan media video dan

media tulis (pamflet/leaflet). Persamaan lainnya adalah tujuan yang dicapai

yaitu peningkatan pengetahuan. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah

materi pendidikan yang diberikan yaitu tentang cuci tangan menggunakan

sabun, dan subjek penelitian ini adalah siswa SD kelas 4 dan 5, serta tempat

penelitian.

10

Page 11: Proposal Ujian

3. Setiyowati (2011) tentang “Efektifitas Media Audiovisual pada Pendidikan

Kesehatan Personal Hygiene terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD

Negeri Pusmalang, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta”. Jenis

penelitian ini adalah pre-experimental dengan rancangan one group pretest-

postest . Responden penelitian adalah siswa sekolah dasar kelas 4 dan 5.

Analisa data menggunakan uji wilcoxon dikarenakan data tidak berdistribusi

normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan

kesehatan tentang personal hygiene melalui media audiovisual terhadap

peningkatan pengetahuan dan sikap siswa SD Negeri Pusmalang, Wukirsari,

Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Persamaannya dengan penelitian ini yaitu

subjek penelitian siswa sd yang duduk di kelas 4 dan 5, serta media yang

digunakan untuk pendidikan kesehatan yaitu media audiovisual.

Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu jenis dan rancangan penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental dengan rancangan

pretest dan postest sebelum dan sesudah pemberian intervensi dan variabel

penelitian yang diukur adalah pengetahuan tentang cuci tangan menggunakan

sabun.

4. Susilaningsih & Hadiatama (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh

Pendidikan Kesehatan terhadap Perilaku Mencuci Tangan Siswa Sekolah

Dasar”. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperiment dengan

pretest-postest control group design. Subjek penelitian terdiri dari 32

responden yang dipilih menggunakan metode random sampling dan teknik

pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi serta dianalisis

11

Page 12: Proposal Ujian

dengan uji paired t-test dan uji independent t-test. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

tingkat pengetahuan mencuci tangan pada siswa dan terdapat pengaruh

pendidikan kesehata terhadap perilaku mencuci tangan pada siswa SD.

Persamaannya dengan penelitian ini adalah jenis dan rancangan penelitian,

penggunaan pretest dan postest sebelum dan sesudah diberikan intervensi dan

tujuan yang diukur yaitu pengetahuan mencuci tangan pada siswa SD.

Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu pada subjek penelitian dalam

penelitian ini hanya melibatkan siswa kelas 4 dan 5, tempat dilakukannya

penelitian, dan intervensi yang diberikan menggunakan media audiovisual

(video) dan leaflet.

12

Page 13: Proposal Ujian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Studi Pustaka

1. Pendidikan Kesehatan

a. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan secara umum menurut Notoatmodjo (2007) adalah segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,

kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan

pendidik, sedangkan pendidikan kesehatan adalah sebuah program atau upaya

yang ditujukan untuk peningkatan status kesehatan individu dan masyarakat,

serta proses yang menguntungkan dan secara sukarela mempengaruhi perilaku

kesehatan orang lain (Gilbert, 2011). Pendidikan kesehatan dalam hal ini juga

diartikan sebagai upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif

untuk kesehatan, agar masyarakat menyadari dan mengetahui bagaimana

menjaga kesehatan, menghindari dan mencegah hal - hal yang merugikan

kesehatan, serta mengetahui dimana seharusnya mencari pengobatan apabila

mereka sakit (Notoatmodjo, 2012). Menurut WHO (2014) pendidikan

kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dapat meningkatkan

pengetahuan atau mempengaruhi perilaku untuk meningkatkan kesehatan

individu maupun masyarakat.

Pendidikan kesehatan juga merupakan proses yang mencakup dimensi

dan kegiatan-kegiatan intelektual, psikologi, dan sosial yang diperlukan untuk

13

Page 14: Proposal Ujian

meningkatkan kemampuan individu dalam mengambil keputusan secara sadar

dan juga mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat. Proses

pendidikan kesehatan didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang

memberi kemudahan untuk belajar dan perubahan perilaku bagi tenaga

kesehatan maupun bagi pemakai pelayanan, termasuk anak-anak dan remaja

(Maulana, 2009). Menurut Gilbert et al (2011) inti dari pendidikan kesehatan

adalah proses pendidikan kesehatan, yang terdiri dari informasi faktual,

penyampaian efektif, dan pengaruh motivasi.

b. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan adalah menanamkan pengetahuan, dengan

harapan agar pengetahuan tersebut dapat membentuk sikap yang pada akhirnya

akan mempengaruhi perilaku (Pickett, 2008). Tujuan dari pendidikan

kesehatan yaitu tercapainya perubahan sikap dan tingkah laku individu,

keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam membina dan memelihara

perilaku hidup sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal. Tujuan spesifik pendidikan kesehatan adalah

perubahan pengetahuan, sikap, atau praktik dalam mendapatkan akses

informasi kesehatan, serta mempergunakan informasi untuk meningkatkan atau

mempertahankan kesehatannya (Nursalam & Efendi, 2008).

c. Sasaran Pendidikan Kesehatan

Sesuai program pembangunan Indonesia, sasaran pendidikan kesehatan

meliputi masyarakat umum yang berorientasi pada masyarakat pedesaan,

14

Page 15: Proposal Ujian

kelompok tertentu seperti wanita, pemuda, remaja, serta lembaga pendidikan,

dan individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual (Maulana, 2009).

d. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003) cit Maulana (2009) ruang lingkup

pendidikan kesehatan didasarkan pada aspek kesehatan, tatanan atau tempat

pelaksanaan, dan tingkat pelayanan.

a) Berdasarkan Aspek Kesehatan

Aspek pertama adalah promotif dimana sasaran pendidikan kesehatan

adalah kelompok orang sehat (80-85% populasi), meskipun derajat

kesehatan cukup dinamis, dan dalam kondisi sehat, tetap perlu

ditingkatkan dan dibina kesehatannya.

Aspek kedua adalah pencegahan dan penyembuhan, dimana pada

aspek ini upaya pendidikan kesehatan mencakup tiga upaya yaitu 1)

Pencegahan tingkat pertama (primer) dengan sasaran pendidikan

kesehatan adalah kelompok resiko tinggi seperti, ibu hamil dan

menyusui, perokok, obesitas, dan pekerja seks. Tujuan upaya

pendidikan pada tingkat ini adalah untuk menghindarkan sasaran agar

tidak jatuh sakit atau terkena penyakit, 2) Pencegahan tingkat kedua

(sekunder), sasaran pendidikan tingkat kedua adalah penderita

penyakit kronis (penderita DM, asma, dan TBC), yang bertujuan

untuk memberi kemampuan penderita untuk mencegah keparahan

penyakitnya, 3) Pencegahan tingkat ketiga (tersier) dimana sasaran

pendidikan tingkat ini ialah kelompok pasien yang baru sembuh,

15

Page 16: Proposal Ujian

tujuannya untuk memungkinkan penderita segera pulih dan

meminimalkan kecacatan.

b) Berdasarkan tatanan atau tempat pelaksanaan

Berdasarkan tatanan atau tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan,

ruang lingkup pendidikan kesehatan terdiri dari tatanan keluarga,

tatanan sekolah, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum, dan

fasilitas kesehatan.

c) Berdasarkan tingkat pelayanan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan berdasarkan tingkat pelayanan

dilakukan dengan konsep five level prevention (lima tingkat

pencegahan) dari Leavell dan Clark yang meliputi health promotion

(peningkatan kesehatan), specific protection (perlindungan khusus),

early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan

segera), disability limitation (pembatasan kecacatan), rehabilitation

(rehabilitasi).

e. Tahap-tahap Kegiatan Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dilakukan melalui beberapa tahap (Maulana, 2009)

yaitu :

a) Tahap sensitisasi

Tahap pemberian informasi untuk menumbuhkan kesadaran

masyarakat terhadap adanya hal-hal penting mengenai kesehatan.

Kegiatan pada tahap ini tidak bermaksud untuk meningkatkan

pengetahuan, tidak mengarah pada perubahan sikap, dan tidak atau

16

Page 17: Proposal Ujian

belum bermaksud mengubah perilaku kesehatan. Kegiatan tahap ini

sebatas pemberian informasi tertentu seperti kesadaran terhadap

pelayanan dan fasilitan kesehatan dalam bentuk poster, radio spot, dan

selebaran.

b) Tahap Publisitas

Merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan menjelaskan

lebih lanjut mengenai macam pelayanan kesehatan apa saja yang

diberikan di fasilitas kesehatan misalnya puskesmas, posyandu, dan

polindes.

c) Tahap Edukasi

Tahap Edukasi bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah

sikap, dan mengarahkan perilaku yang diinginkan kegiatan tersebut.

Tahap ini dilakukan dengan cara kegiatan belajar-mengajar.

d) Tahap Motivasi

Tahap terakhir yang berarti setelah mengikuti pendidikan kesehatan,

individu atau masyarakat mampu mengubah perilaku sehari-hari

seduai dengan perilaku yang dianjurkan oleh pendidik.

2. Media Pendidikan Kesehatan

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti

‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Media adalah komponen sumber

belajar yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat

merangsang siswa untuk belajar (Arsyad, 2011). Menurut Maulana (2009)

17

Page 18: Proposal Ujian

media adalah alat yang digunakan pendidik dalam menyampaikan bahan

pendidikan atau pengajaran.

Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian yang membuat

peserta didik tetap terjaga dan memperhatikan. Kejelasan dan keruntutan

pesan, daya tarik gambar yang berubah-ubah, penggunaan efek khusus yang

dapat menimbulkan keingintahuan, menyebabkan peserta didik tertawa dan

berpikir (Arsyad, 2011). Hal tersebut menunjukan bahwa media memiliki

aspek motivasi dan meningkatkan minat, sesuai dengan salah satu syarat media

pembelajaran yang baik yaitu dapat meningkatkan motivasi peserta didiknya

(Simamora, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2007) seseorang atau masyarakat dalam proses

pendidikan dapat memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai

macam alat bantu pendidikan atau alat peraga. Media pendidikan kesehatan

disebut sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan

sesuatu dalam proses pendidikan. Manfaat alat peraga dalam pendidikan

kesehatan salah satunya untuk memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran

sehingga mendorong keinginan untuk mengetahui, mendalami dan mendapat

pengertian yang lebih baik (Maulana, 2009). Proses belajar mengajar dapat

berhasil dengan cara mengajak peserta didik memanfaatkan semua alat

inderanya, semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan

mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti

dan dipertahankan dalam ingatan (Arsyad, 2011).

18

Page 19: Proposal Ujian

Alat peraga atau media secara umum dibagi menjadi tiga yaitu alat bantu

lihat (visual aids), alat bantu dengar (audio aids), dan alat bantu dengar dan

lihat (audiovisual aids). Pertama alat bantu lihat (visual aids), penggunaan alat

bantu lihat adalah untuk membantu menstimulasi indra penglihatan pada saat

proses pendidikan. Terdapat dua bentuk alat bantu lihat yaitu alat yang

diproyeksikan misalnya, slide, overhead projector / OHP, dan film strip dan

alat yang tidak diproyeksikan diantaranya, berbentuk dua dimensi seperti

gambar, peta, dan bagan, berbentuk tiga dimensi misalnya bola dunia dan

boneka, termasuk juga alat bantu cetak atau tulis, misalnya leaflet, poster,

lembar balik, dan buklet. Kedua alat bantu dengar (audio aids), adalah alat

bantu yang digunakan untuk menstimulasi indra pendengaran misalnya,

piringan hitam, radio, tape, dan CD. Ketiga alat bantu dengar dan lihat

(audiovisual aids) merupakan alat bantu yang dapat merangsang pendengaran

dan penglihatan seperti TV, film, dan video (Notoatmodjo, 2012).

Media audiovisual adalah media yang dapat didengar dan dilihat secara

bersamaan. Media ini mestimulasi dua indera sekaligus yaitu indera

penglihatan dan indera pendengaran (Wahyuning, 2003). Menurut penelitian

para ahli, pancaindra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak

adalah mata, kurang lebih 75% sampai 87%, sedangakan 13% sampai 25%

pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya

(Maulana, 2009). Media audiovisual dapat mempengaruhi ketiga domain

pembelajaran dengan meningkatkan pengembangan kognitif, mempengaruhi

perubahan sikap, dan ikut membangun keterampilan motorik. Penggabungan

19

Page 20: Proposal Ujian

pendengaran dan penglihatan dengan media audiovisual mampu meningkatkan

retensi informasi (Bastable, 2002).

3. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Cuci tangan adalah tindakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun

biasa atau anti mikroba dan air (WHO, 2009). Cuci Tangan Pakai Sabun adalah

perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir

(Depkes, 2008). Cuci tangan merupakan cara paling sederhana dan efektif

untuk mencegah infeksi (Abdella et al, 2014). Mencuci tangan dengan air dan

sabun lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari

permukaan kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme

penyebab penyakit (Rachmayanti, 2013). Mencuci tangan dengan sabun

berguna untuk mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera disentri,

typus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), flu

burung atau severe acute respiratory syndrome (SARS) (Proverawati &

Rahmawati, 2012).

Menurut Curtis Danquah dan Aunger (2009) dalam Eshetu (2013)

beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi praktek cuci tangan meliputi

aspek sosial, aspek biologis, dan aspek fisik. Aspek sosial meliputi budaya

lokal, kepercayaan, tradisi, norma yang berasal dari struktur sosial seperti

keluarga, tetangga, organisasi sosial, tenaga kesehatan, dan media massa

dimana promosi cuci tangan melalui medi massa juga penting dilakukan.

Aspek fisik yang penting termasuk ketersediaan air, sabun, dan toilet.

Keberadaan ketiga faktor tersebut sangat penting untuk melakukan praktek

20

Page 21: Proposal Ujian

cuci tangan. Aspek lainya yaitu aspek biologis dimana ketiadaan waktu dan

energi untuk melakukan cuci tangan berpengaruh pada praktek cuci tangan.

Termasuk kesibukan yang biasanya membuat seseorang lupa cuci tangan.

Kepatuhan seseorang untuk melakukan cuci tangan dipengaruhi oleh

pengetahuan, seseorang dengan pengetahuan yang baik tentang cuci tangan 3,8

kali lebih patuh melakukan cuci tangan dibandingkan dengan orang yang

pengetahuan tentang cuci tangannya rendah (Abdella et al, 2014)

Terdapat beberapa syarat dalam pelaksanaan cuci tangan menggunakan

sabun. Persyaratan tersebut diantaranya, 1) mencuci kedua tangan, 2)

menggunakan sabun, 3) menggunakan air mengalir atau dituang, 4) Air berasal

dari sumber yang aman, 5) Tersedia sistem pembuangan air limbah (SPAL)

(Depkes, 2009). Air yang mengalir dari kran tidak menjadi sebuah keharusan,

tetapi yang terpenting adalah air tersebut mengalir baik dengan cara dituang

melalui botol, kaleng, ember tinggi, atau gayung. Penggunaan sabun dalam

cuci tangan menggunakan sabun sangat diperlukan karena mencuci tangan

dengan air saja tidak cukup, selain mempersingkat waktu cuci tangan, sabun

dapat menghilangkan kuman yang tidak nampak, minyak/lemak, kotoran di

permukaan kulit dan memberikan aroma wangi pada tangan (Kemenkes RI,

2010).

Waktu yang tepat untuk mencuci tangan diantaranya, setiap kali tangan

kita kotor (setelah memegang uang, binatang, berkebun, dll), setelah buang air

kecil dan buang air besar (BAB), setelah menceboki bayi atau anak, sebelum

memegang makanan, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum menyusi

21

Page 22: Proposal Ujian

bayi, setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian,

dan sehabis bermain atau memberi makan hewan peliharaan (Proverawati dan

Rahmawati, 2012). Cuci tangan menggunakan sabun juga perlu dilakukan

sebelum melakukan kegiatan apapun yang memasukan jari-jari kedalam mulut

atau mata, setelah membuang sampah dan setelah mengobati luka (Dinkes

DIY, 2013).

Cara mencuci tangan yang tepat (Dinkes DIY, 2013) adalah sebagai

berikut, 1) Basahi tangan seluruhnya dengan air bersih mengalir dan diberi

sabun, 2) Gosokkan sabun ke telapak, punggung tangan dan sela-sela jari

tangan, 3) Bersihkan bagian bawah kuku-kuku, 4) Bilas tangan dengan air

bersih mengalir, 5) Keringkan tangan dengan handuk, tissu, atau keringkan

dengan udara/dianginkan.

Langkah cuci tangan menurut WHO (2006) meliputi 1) Basuh tangan

dengan air, 2) Tuangkan sabun secukupnya, 3) Ratakan dengan kedua tangan,

4) Gosok Punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan

sebaliknya, 5) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari, 6) Jari-jari sisi

dalam dari kedua tangan saling mengunci, 7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam

genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya, 8) Gosok dengan memutar

ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya, 9) Bilas

kedua tang dengan air, 10) Keringkan dengan tissue sekali pakai sampai benar-

benar kering, 11) Gunakan tissue untuk menutup keran.

22

Page 23: Proposal Ujian

4. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Menurut WHO (2000), pengetahuan merupakan hasil yang berasal dari

proses penginderaan masnusia terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

seseorang biasanya diperoleh melalui pengalaman dari berbagai macam

sumber. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. penginderaan terjadi

melalui pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan (ranah kognitif) merupakan domain yang sangat

penting dalam pembentukan tindakan seseorang (overt behaviour)

(Notoatmodjo, 2012).

b. Tingkatan Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif menurut teori Bloom

(1908) mencakup enam tingkatan (Notoatmodjo, 2012) :

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima termasuk

dalam pengetahuan tingkat ini. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Beberapa kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang sudah dipelajari antara lain dengan

23

Page 24: Proposal Ujian

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagaianya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada suatu kondisi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi

disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konsteks dan situasi lain.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi

dan masih berkaitan satu sama lain. Kemampuan analisis dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis mengarah kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

24

Page 25: Proposal Ujian

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formula baru, dari formula yang sudah ada.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi disini berkaitan dnegan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang

sudah ada.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Setyowati (2011) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah sebagai berikut :

a) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia seseorang maka semakin berkembang pula daya pikirnya

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik.

b) Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah serta berlangsung seumur

hidup, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah

orang tersebut untuk menerima informasi dari orang lain maupun media

massa, dan semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak

pula pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan erat kaitannya dengan

pendidikan, seseorang diharapkan akan semakin banyak pengetahuannya

apabila pendidikannya juga semakin tinggi. Perlu ditekankan bahwa

25

Page 26: Proposal Ujian

seseorang yang berpendidikan rendah tidak mutlak berpengetahuan

rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak selalu diperoleh melalui

pendidikan formal tetapi, juga dapat diperoleh dari pendidikan non

formal.

c) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,

semakin cocok jenis pekerjaan yang diemban seseorang maka semakin

tinggi pula tingkat pengetahuan yang diperoleh.

d) Media massa atau informasi

Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal

dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Kemajuan

teknologi dan tersedianya bermacam-macam media massa dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang hal baru. Beberapa

bentuk media masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-

lain memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan seseorang. Selain tugas pokok media sebagai penyampai

informasi, media juga membawa pesan-pesan sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan

terhadap hal tersebut.

26

Page 27: Proposal Ujian

e) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan ialah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh saat memecahkan masalah di masa lalu.

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan

pengetahuan dan keterampilan profesional. Pengalaman belajar saat

bekerja akan mengembangankan kemampuan mengambil keputusan yang

merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik

yang bertolak belakang dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

Pengetahuan merupakan salah satu dasar dari penerimaan perilaku baru

atau proses adopsi perilaku. Adopsi perilaku baru yang didasari pengetahuan

akan menjadikan perilaku tersebut bertahan lebih lama dibandingkan perilaku

baru yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012).

5. Anak Sekolah Dasar

Periode usia sekolah anak usia 6 sampai 12 tahun adalah periode yang

ditandai dengan masuknya anak ke lingkungan sekolah sebagai salah satu

upaya anak mendapatkan pendidikan dan membina hubungan dengan orang

lain selain keluarga (Wong, 2008). Menurut Yusuf (2012), memasuki usia

sekolah dasar adalah masa intelektual atau masa keserasian sekolah, pada masa

27

Page 28: Proposal Ujian

ini secara relatif anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan

sesudahnya. Masa ini diperinci menjadi dua fase, yaitu :

1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar(6-9 tahun). Beberapa sifat anak pada

usia ini diantaranya, adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan

jasmani dengan prestasi (apabila jasmani sehat, banyak prestasi yang

diperoleh), tunduk terhadap peraturan-peraturan permainan tradisional(yang

sudah ada), cenderung memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri) dan

suka membandingkan dirinya dengan anak yang lain. Anak masa usia ini

apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal tersebut dianggap

tidak penting, dan pada usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai (angka

rapor) yang baik, tanpa memperhatikan apakah prestasinya memang pantas

diberi nilai baik atau tidak.

2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (10-13 tahun). Beberapa sifat yang

dimiliki oleh anak pada masa ini adalah adanya minat terhadap kehidupan

praktis sehari-hari yang nyata, amat realistik, ingin mengetahui, ingin

belajar, dan menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan

mata pelajaran khusus yang oleh para ahli mengikuti teori faktor ditafsirkan

sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus). Kira-kira

hingga anak berumur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa

untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini

anak pada umumnya menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan

berusaha menyelesaikannya. Anak masa kelas tinggi juga memandang nilai

(angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi

28

Page 29: Proposal Ujian

sekolah serta anak usia ini gemar membentuk kelompok sebaya untuk

bermain bersama dan permainannya sudah tidak terikat peraturan permainan

yang tradisional (yang sudah ada), melainkan mereka membuat peraturan

sendiri

Masa usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi

rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut

kemampuan intelektual atau kognitif (membaca, menulis, dan menghitung).

Daya pikir anak sebelum masa ini atau masa prasekolah masih bersifat

imajinatif sedangkan anak usia sekolah dasar daya pikirnya sudah berkembang

kearah berpikir konkret dan rasional. Piaget menamai masa ini sebagai masa

operasional konkret. Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau

kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan, menyusun, menghubungkan atau

menghitung angka. Selain itu anak pada masa ini sudah memiliki kemampuan

untuk memecahkan masalah yang sederhana (Yusuf, 2012).

Anak sekolah dasar termasuk populasi yang sangat peka dalam menerima

informasi terutama informasi tentang pengertian dan kebiasaan hidup sehat,

selain itu anak dalam usia ini masih dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan sehingga masih mudah dibina dan dibimbing dalam

menanamkan kebiasaan hidup sehat sehari-hari (Luthviatin et al., 2011).

Sekolah adalah tempat pembelajaran yang berperan aktif mengembangkan

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor bagi siswa sekolah dasar dalam

proses pembelajaran. Promosi kesehatan sangat strategis diberikan dalam

proses pembelajaran melalui pendidikan kesehatan untuk mengembangkan

29

Page 30: Proposal Ujian

Peningkatan Pengetahuan tentang

cuci tangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan :UmurPendidikanPekerjaanMedia Massa atau InformasiPengalaman

Informasi tentang cuci tangan melalui pendidikan kesehatan dengan media :Media Visual (leaflet)Media AudioMedia Audiovisual

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga mampu menerapkan

kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dalam kehidupan sehari-hari

(Khairani, 2009).

B. Kerangka Teori Penelitian

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian

30

Page 31: Proposal Ujian

Pendidikan kesehatan Media audiovisual (video) Leaflet

Pengetahuan tentang cuci tangan sebelum diberi pendidikan kesehtanPengetahuan tentang cuci tangan setelah diberi pendidikan kesehatan

C. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

1. Hipotesa nol

H01 : Tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan mencuci tangan

menggunakan sabun pada kelompok pendidikan kesehatan dengan

media Audiovisual, dibandingkan dengan kelompok pendidikan

kesehatan dengan media Leaflet pada anak SD

2. Hipotesa Alternatif

Ha1 : Ada perbedaan tingkat pengetahuan mencuci tangan menggunakan

sabun pada kelompok pendidikan kesehatan dengan media

Audiovisual, dibandingkan dengan kelompok pendidikan kesehatan

dengan media Leaflet pada anak SD

31

Page 32: Proposal Ujian

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi-eksperimental

menggunakan rancangan non equivalent control group with pretest and

posttest. Rancangan ini sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

program pendidikan kesehatan, selain itu rancangan ini juga baik untuk

membandingkan hasil intervensi suatu program pendidikan kesehatan

(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini membagi kelompok eksperimen

sebagai kelompok intervensi dan kolompok kontrol sebagai kelompok

pembanding. Kelompok intervensi adalah kelompok yang diberikan

pendidikan kesehatan menggunakan media video dan kelompok

pembanding adalah kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan

menggunakan leaflet. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh

pendidikan kesehatan cuci tangan melalui media video dibandingkan

dengan media leaflet. Peneliti melihat pengaruh kedua media tersebut

terhadap pengetahuan cuci tangan anak SD. Rancangan penelitian dapat

digambarkan sebagai berikut :

Kelompok video : O1 X1 O2

Kelompok leaflet : O3 X2 O4

32

Page 33: Proposal Ujian

Keterangan :

O1 dan O3 : Prestest yang dilakukan di hari pertama pada kelompok video

maupun kelompok leaflet untuk mengetahui pengetahuan cuci

tangan anak SD sebelum diberikan intervensi

X1 : Pemberian pendidikan kesehatan dengan media video pada

anak SD tentang cuci tangan menggunakan sabun.

X2 : Pemberian pendidikan kesehatan dengan media leaflet pada

anak SD tentang cuci tangan menggunakan sabun

O3 dan O4 : Posttest yang dilakukan setelah pemberian intervensi pada

kedua kelompok, baik kelompok video maupun kelompok

leaflet untuk mengetahui perubahan pengetahuan cuci tangan

menggunakan sabun anak SD

B. Waktu dan Tempat Peneliatian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di SD

Negeri Tegalrejo II dan SD Negeri Karangrejo Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa

Yogyakarta.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar di Kota

Yogyakarta. Pemilihan SD dipilih menggunakan random sampling bertingkat,

33

Page 34: Proposal Ujian

dimana setiap tingkatan diambil secara acak (Widodo, 2009). Penggunaan random

sampling bertingkat pada penelitian ini dilakukan karena, pengambilan sampel

dengan cara ini sering digunakan dalam penelitian yang hanya mengambil sampel

dengan jumlah yang tidak banyak pada populasi yang besar (Budiarto, 2004).

Prosedur pengambilan sampel dengan cara ini dilakukan melalui beberapa tahap,

sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan pada populasi yang terdiri dari

bermacam-macam tingkat wilayah (Notoatmodjo, 2012).

Sampel penelitian adalah anak SD yang berasal dari dua SD terpilih

yaitu SDN Tegalrejo II dan SDN Karangrejo dengan kriteria inklusi sebagai

berikut:

1. Tercatat sebagai siswa SD kelas 4 dan 5

Anak kelas 4 dan 5 masuk kedalam fase masa tinggi sekolah dasar (10-

13 tahun) yang memiliki sifat ingin mengetahui dan ingin belajar, serta telah

memiliki minat terhadap hal-hal khusus (Yusuf, 2012). Menurut Khairani (2009)

anak kelas ini juga lebih komunikatif dalam berinteraksi dibandingkan dengan

anak kelas dibawahnya.

2. Dalam kondisi bisa membaca dan menulis

3. Bersedia menjadi responden penelitian

Krieria ekslusi siswa sebagai berikut :

1. Anak yang tidak hadir saat dilakukan pendidikan kesehatan tentang

mencuci tangan.

D. Variabel Penelitian

34

Page 35: Proposal Ujian

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas yang akan diteliti yaitu pendidikan kesehatan

kepada anak sekolah dasar menggunakan media audiovisual dan media

leaflet tentang mencuci tangan menggunakan sabun. Variabel terikatnya

adalah pengetahuan anak sekolah dasar tentang mencuci tangan

menggunakan sabun.

E. Definisi Operasional

Definisi Operasional dalam penelitian ini :

1. Pendidikan kesehatan cuci tangan dengan media audiovisual (video) adalah

cara penyampaian materi cuci tangan menggunakan sabun dengan media

video yang dapat dilihat dan didengar suaranya kemudian subjek penelitian

mempraktikkan cara mencuci tangan bersama-sama untuk meningkatkan

pengetahuan. Informasi tentang cuci tangan yang diberikan berupa manfaat,

waktu yang tepat untuk mencuci tangan, dampak yang ditimbulkan bila tidak

mencuci tangan dan langkah-langkah mencuci tangan.

2. Pendidikan kesehatan cuci tangan menggunakan sabun dengan media leaflet

adalah cara penyampaian materi cuci tangan menggunakan sabun dengan

media leaflet dalam bentuk gambar dan tulisan yang dibagikan kepada subjek

penelitian untuk meningkatkan pengetahuan anak tentang cuci tangan.

Informasi tentang cuci tangan yang diberikan berupa manfaat, waktu yang

35

Page 36: Proposal Ujian

tepat untuk mencuci tangan, dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci

tangan dan langkah-langkah mencuci tangan.

3. Pengetahuan anak tentang cuci tangan menggunakan sabun adalah

pemahaman anak tentang segala hal yang anak ketahui tentang cuci tangan

yang dilihat dari kemampuan anak menjawab pertanyaan dalam kuesioner

yang berkaitan dengan cuci tangan mencakup manfaat, waktu yang tepat

untuk cuci tangan, dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan dan

cara mencuci tangan pakai sabun yang benar. Pengukuran dilakukan sebelum

dan sesudah intervensi pendidikan kesehatan. Jenis pertanyaan yang diberikan

bersifat favorable, bila jawaban benar diberi nilai 1, bila jawaban salah diberi

nilai 0, sedangkan untuk pertanyaan unfavorable, bila jawaban benar diberi

nilai 0 dan bila jawaban salah diberi nilai 1. Selanjutnya jawaban yang benar

dijumlahkan untuk memperoleh nilai total setiap subjek penelitian. Skala

pengukuran yang digunakan adalah rasio.

4. Anak sekolah dasar (SD) adalah siswa sekolah dasar kelas IV dan V di Kota

Yogyakarta yang terpilih menjadi sampel penelitian dan diberikan pendidikan

kesehatan tentang mencuci tangan menggunakan media audiovisual (video)

dan leaflet.

F. Instrumen Penelitian

1. Alat intervensi audiovisual

Intervensi audiovisual adalah intervensi pendidikan kesehatan mencuci

tangan yang diberikan kepada anak usia sekolah dasar untuk meningkatkan

36

Page 37: Proposal Ujian

pengetahuan mencuci tangan. Media audiovisual yang diberikan berupa video

animasi dengan jalan cerita berisi materi tentang cuci tangan. Materi video

cuci tangan disusun berdasarkan materi PHBS cuci tangan Dinas Kesehatan

DIY meliputi manfaat, waktu yang tepat untuk mencuci tangan, dampak yang

ditimbulkan bila tidak mencuci tangan dan langkah-langkah mencuci tangan.

Ide cerita berasal dari peneliti sedangkan pembuatan video animasi dibuat

oleh mahasiswa ISI Yogyakarta. File video diputar melalui laptop dan

ditampilkan melalui proyektor.

2. Alat intervensi leaflet

Intervensi Leaflet adalah pendidikan kesehatan mencuci tangan yang

diberikan kepada anak usia sekolah dasar untuk meningkatkan pengetahuan

mencuci tangan berupa gambar dan tulisan. Materi leaflet dalam penelitian

ini disusun berdasarkan materi PHBS cuci tangan dari Dinas Kesehatan DIY

yang berisi tentang manfaat, waktu yang tepat untuk mencuci tangan, dampak

yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan dan langkah-langkah mencuci

tangan.

3. Pengukuran Pengetahuan

Alat ukur pengetahuan anak sekolah dasar tentang cuci tangan menggunakan

sabun dilakukan dengan kuesioner yang diadaptasi dan dimodifikasi dari

penelitian Susilaningsih dan Hadiatama (2013), bentuknya berupa pertanyaan

tertutup terdiri dari 15 pertanyaan dengan alternatif jawaban benar (B) atau

37

Page 38: Proposal Ujian

salah (S). Modifikasi yang dilakukan berupa perubahan kalimat pertanyaan

untuk memudahkan pemahaman anak SD terhadap item pertanyaan dalam

kuesioner. Item pertanyaan yang diubah adalah item nomor

1,2,4,7,10,11,12,13,14. Jenis pertanyaan bersifat favourable, bila jawaban

benar diberi nilai 1, bila jawaban salah diberi nilai 0, sedangkan untuk

pertanyaan unfavourable, bila jawaban benar diberi nilai 0 dan bila jawaban

salah diberi nilai 1. Penilaian jawaban diukur berdasarkan jumlah benar dan

salah menggunakan skala Guttman.

Tabel 1. Distribusi Pertanyaan Pengetahuan Mencuci Tangan Menggunakan

Sabun

No Item Pernyataan JumlahFavourable Unfavourable

No.pernyataan No.pernyataan1 Pengetahua

n mengenai- manfaat

mencuci tangan menggunakan sabun

4,10,15 3

2 Waktu mencuci tangan menggunakan sabun

11,12,13 8,14 5

3 Teknik mencuci tangan menggunakan sabun yang benar

2,1,7 3,5,6,9 7

Jumlah 15

Penentuan skor pengetahuan tentang mencuci tangan:

38

Page 39: Proposal Ujian

a. Pengetahuan baik jika 76 – 100 % atau skor 11,4 –15

b. Pengetahuan cukup jika 56 – 75 % atau skor 8,4 – 11,3

c. Pengetahuan kurang jika ≤ 55 % atau skor ≤ 8,3 (Arikunto, 2006)

G. Validitas dan Reliabilitas

Validitas merupakan ukuran yang menunjukan keakuratan (kesahihan)

alat ukur dalam mengukur hal yang seharusnya diukur. Uji validitas kuesioner

penelitian digunakan untuk menguji suatu kuesioner penelitian. Validitas tersebut

menunjuk pada butir pertanyaan instrumen sebagai alat ukur, dimana dalam hal

ini yang diukur adalah tingkat pengetahuan cuci tangan menggunakan sabun.

(Widodo, 2009). Uji validitas dilakukan dengan analisis Korelasi Pearson product

moment (Arikunto, 2013)

Analisis item pertanyaan kuesioner ini dilakukan untuk melihat

koefisien korelasi masing-masing pertanyaan dengan skor totalnya. Item

pertanyaan dinyatakan valid jika mempunyai korelasi yang signifikan

dengan skor totalnya, sedangkan pertanyan tidak valid (gugur) jika

korelasi dengan skor totalnya tidak signifikan (Widodo, 2009). Butir

pertanyaan dianggap valid apabila koefisien korelasi >0,30 (Sugiyono,

2012).

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan kepercayaan

suatu alat ukur dan hasil pengukuran konsisten (tetap) bila dilakukan

pengukuran berulang(Saryono & Anggraeni, 2013). Instrumen yang

reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk

39

Page 40: Proposal Ujian

melakukan pengukuran objek yang sama akan menghasilkan data yang

sama. Pengujian reliabilitas instrumen pengukuran pengetahuan tentang

cuci tangan akan dilakukan dengan rumus alpha cronbach (Arikunto,

2013).

Rumus Alpha adalah sebagai berikut (Arikunto, 2013) :

Keterangan :r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

b2 = jumlah varians butir

2t = varians total

Uji validitas dan reliabilitas instrumen akan dilakukan pada siswa

SD yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden penelitian.

Siswa SD ini akan diambil dari SD Muhammadiyah Karangwaru, yang

termasuk dalam satu wilayah kerja puskesmas Tegalrejo. Jumlah subjek

uji coba instrumen sejumlah 30 siswa SD (Sugiyono, 2012).

H. Rencana Jalannya Penelitian

Peneliti secara umum membagi jalan penelitian ini menjadi tiga tahap

yaitu:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan penelitian ini meliputi :

40

Page 41: Proposal Ujian

a. Pengajuan judul penelitian, penelusuran literatur, studi pendahuluan,

dan penyusunan proposal penelitian.

b. Pembuatan alat intervensi berupa video dan leaflet. Penentuan subjek

penelitian dilakukan dengan multi-stage sampling. Tahapan pertama

adalah memilih secara acak satu puskesmas dari delapan belas

puskesmas di Kota Yogyakarta dan telah terpilih yaitu puskesmas

Tegalrejo. Tahapan kedua memilih secara acak dua sekolah dasar di

wilayah puskesmas yang terpilih di tahap pertama dengan kriteria

inklusi sekolah yaitu sekolah tersedia sarana untuk mencuci tangan

minimal air mengalir, dan sabun. Hasil studi pendahuluan peneliti

tanggal 7 Juli 2014 di puskesmas Tegalrejo ditemukan bahwa semua

SD di wilayah kerja puskesmas Tegalrejo telah memiliki fasilitas cuci

tangan berupa kran air bersih dan sabun. Kedua sekolah yang terpilih

dari 15 sekolah di wilayah kerja puskesmas Tegalrejo adalah SDN

Tegalrejo II dan SDN Karangrejo. SDN Tegalrejo menjadi kelompok

intervensi video dan SDN Karangrejo menjadi kelompok intervensi

leaflet.

Sampel yang dipilih adalah semua anak dari kedua SD tersebut yang

telah lulus kriteria inklusi dan eksklusi.

c. Proposal yang telah lengkap dan disetujui oleh kedua pembimbing

diujikan dalam seminar proposal.

d. Setelah pengujian proposal penelitian, peneliti membuat ethical

clearance sebagai syarat dilakukan penelitian kepada Komisi Etik FK

41

Page 42: Proposal Ujian

UGM

e. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.

f. Proses perizinan SD yang akan dijadikan tempat penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Tahap pelaksanaan prettest dan pemberian intervensi pendidikan

kesehatan

Pengambilan data prestest dilakukan terhadap dua kelompok subjek

penelitian di hari pertama dilanjutkan pemberian intervensi pendidikan

kesehatan. Intervensi pendidikan kesehatan diberikan dengan media

audiovisual (video) pada kelompok intervensi video (IV) dan media

leaflet pada kelompok intervensi leaflet (IL).

b. Tahap pelaksanaan posttest

Pelaksanaan posttest dilakukan pada masing-masing kelompok setelah

intervensi dilakukan untuk mengukur perubahan pengetahuan subjek

terhadap intervensi yang diberikan.

3. Tahap pengolahan data dan penyusunan laporan

a. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, yaitu

beberapa pertanyaan tertutup yang diisi oleh responden. Pengumpulan

data ini dilakukan sebelum dan sesudah diberikannya intervensi

pendidikan kesehatan cuci tangan pada kelompok intervensi video

maupun kelompok intervensi leaflet.

b. Hasil dari pengumpulan data pretest dan posttest perlakuan variabel

pengetahuan, skor kemudian dijumlahkan yang merupakan hasil

42

Page 43: Proposal Ujian

pengukuran nilai peningkatan pengetahuan, selanjutnya dianalisis

dengan uji statistik

c. Tahap terakhir yaitu penulisan laporan akhir, presentasi hasil penelitian

dan perbaikan laporan akhir.

I. Analisis Data

Data yang terkumpul dari hasil pengumpulan data selanjutnya dianalisis

melalui beberapa langkah sebagai berikut (Arikunto,2013):

1. Persiapan

Kegiatan dalam langkah persiapan meliputi pengecekan nama dan

kelengkapan identitas pengisi, mengecek kelengkapan data termasuk

kelengkapan lembar instrumen, dan mengecek macam isian data yang diisi

oleh responden

2. Tabulasi

Beberapa kegiatan dalam langkah tabulasi diantaranya, memberikan skor

terhadap item-item yang perlu diberi skor (item skor pertanyaan kuesioner),

memberikan kode terhadap item yang tidak diberi skor seperti jenis kelamin,

dan tingkat pendidikan, menyesuaikan jenis data dengan teknik analisis

yang akan digunakan, dan memberikan kode (coding).

Data karakteristik responden yang diperoleh dari hasil pengumpulan data

dianalisis secara univariat, sedangkan pengaruh antara variabel bebas dan terikat

dianalisis dengan analisis bivariat. Analisis bivariat yang dipilih untuk

menganalisis data didasarkan hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk.

Apabila data berdistribusi normal analisis bivariat yang digunakan untuk melihat

43

Page 44: Proposal Ujian

perbedaan pengetahuan cuci tangan anak sebelum dan sesudah (pretest-posttest)

pada masing-masing kelompok intervensi video dan kelmopok intervensi leaflet

maka uji yang digunakan dengan skala data rasio adalah uji t berpasangan,

sedangkan untuk membandingkan pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan

melalui media audiovisual dan leaflet menggunakan uji t tidak berpasangan.

Apabila data tidak berdistribusi normal untuk melihat perbedaan pengetahuan cuci

tangan anak sebelum dan sesudah (pretest-posttest) pada masing-masing

kelompok intervensi video dan intervensi leaflet maka uji yang digunakan dengan

skala data rasio adalah uji wilcoxon, sedangkan untuk membandingkan pengaruh

pendidikan kesehatan cuci tangan melalui media audiovisual dan leaflet

menggunakan uji mann whitney ( Dahlan, 2010 ; Sugiyono, 2010).

44

Page 45: Proposal Ujian

DAFTAR PUSTAKA

Abdella, N.M., Tefera, M. A., Eredie, A.E., Landers, T.F., Malefia, Y.D., Alene,

K.A. (2014). Hand hygiene compliance and associated factors among

health care providers in Gondar University Hospital, Gondar, North West

Ethiopia. BMC Public Health.

Albert, N.M., Bauchsbaum, R., Li, J. (2007). Randomized Study of the Effect of

Video Education on Heart Failure Healthcare Utilization, Symptoms, and

Self-care Behaviors. Patient Education and Counseling. 69. p. 129-139.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :

Rineka Cipta.

Arsyad , A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers.

Bastable, S.B. (2002). Perawat sebagai pendidik : prinsip-prinsip pengajaran dan

pembelajaran. Jakarta : EGC.

Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedoktera. Jakarta : EGC

Dahlan, M. S. (2010). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif,

Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS.

Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI. (2011). Pusat Promosi Kesehatan Pedoman Pembinaan dan Pelatihan

Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah tangga melalui Tim

Penggerak PKK. Jakarta. Available from :

http://www.promkes.depkes.go.id. Diakses tanggal 11 Juni 2014.

Depkes RI. (2008). Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta.

Available at : www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf. Diakses

tanggal 4 Maret 2014.

Depkes RI. (2009). Buku Panduan Penyelenggaraan Hari Cuci Tangan Pakai

Sabun Sedunia Kedua. Jakarta.

45

Page 46: Proposal Ujian

Dinkes DIY. (2013). Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta 2012.

Yogyakarta : Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dinkes DIY. Seksi Promosi Kesehatan dan Kemitraan. (2013). Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat di Sekolah. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Ejemot-Nwadiaro, R.I, Ehiri, J.E., Meremikwu, M.M., Critchley, J.A. (2008)

Hand Wahing for Preventing Diarrhoea. Cochrane Database of Systematic

Reviews. DOI: 10.1002/14651858.CD004265.

Eshetu, G. (2013). Involving Children For Hand Washing Behaviour Change:

Repeated message Delivery to Foster Action. Hamburg : Anchor Academic

Publishing.

Gilbert, G.G., Sawyer, R.G., Mc Neil, E.B. (2011). Health Education : Creating

Strategies for School and Community Health. Sudbury: Jones And Bartlett

Publisher.

Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

(2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. (2011) Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor : 2269/MENKES/PER/XI/2011

Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta :

Kementerian Kesehatan RI. Available from :

www.promkes.depkes.go.id/bahan/pedoman-umum-PHBS.pdf. Diakses

tanggal 4 Maret 2014.

Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. (2013). Profil Kesehatan

Indonesia 2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Available from :

http://www. depkes.go.id. Diakses tanggal 14 Juni 2014.

Kementrian Kesehatan RI. (2010). Buku Panduan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun

Sedunia. Jakarta.

46

Page 47: Proposal Ujian

Khairani, W. (2009) Promosi Kesehatan Mencuci Tangan Menggunakan Sabun

Melalui Metode Ceramah, Demonatrasi dan Leaflet pada Siswa Sekolah

Dasar di Kota Jambi. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Krawczyk, A., Lau, E., Perez, S., Delisle, V., Amsel, R., Rosberger, Z. (2012)

How to Inform : Comparing Written and Video Education Interventions to

Increase Human Papillomavirus Knowledge and Vaccination Intentions in

Young Adults. Journal of American College Health. 6(4) : 316-322.

Kuhu, M., Prabandari, Y., & Widyatama, R. (2011). Pengaruh Penggunaan Kartu

Kuartet Bergambar Sebagai Media Promosi Kesehatan di Sekolah terhadap

Peningkatan Pengetahuan Bahaya Merokok Pada Siswa SD Negeri

Karangmangu Kabupaten Banyumas. Skripsi. Yogyakarta : Universitas

Gadjah Mada.

Luthviatin, N., Rokhmah, D., Andrianto, S. (2011) Determinan Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat pada Siswa Sekolah Dasar. Seminar Nasional Jampersal

Jember.

Maulana, H.D.J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.

Moreno, R. & Ortegano-Layne, L. (2008). Do classroom exemplars promote the

application of principles in teacher education? A comparison of videos,

animations, and narratives. Education Tech Research Dev: Springer. 56. p.

449-465.

Nandrup-Bus, I. (2009). Mandatory Handwashing in Elementary School Reduces

Absenteeism Due to Infectious Illness Among Pupils : A Pilot Intervention

Study. American Journal of Infection Control. 37(10). p. 820-826.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta : Rineka

Cipta.

47

Page 48: Proposal Ujian

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta.

Nursalam. & Ferry, E. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika.

Pickett, G. (2008). Kesehatan Masyarakat : administrasi dan praktik. Jakarta :

EGC.

Proverawati, A., & Rahmawati, E. (2012). Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).

Yogyakarta : Nuha Medika.

Rachmayanti, R. D. (2013). Penggunaan Media Panggung Boneka Dalam

Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun Di Air

Mengalir. Jurnal Promosi Kesehatan , 1, 1-9.

Saryono. & Anggraeni, M. D. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan

Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Setiyowati, L. (2011). Efektifitas Media Audiovisual pada Pendidikan Kesehatan

Personal Hygiene terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD Negeri

Pusmalang, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Skripsi.

Yogyakarta : UGM.

Simamora, R.H. (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta :

EGC

Sugiyono. (2010). Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.

Bandung : Afabeta

Susilaningsih, E. Z., & Hadiatama, M. (2013). Pengauh Pendidikan Kesehatan

Terhadap Perilaku Mencuci Tangan Siswa Sekolah Dasar. Prosiding

Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013, (pp 145-149).

Wahyuning, W. (2003) Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta : PT

Elex Media Komputindo.

48

Page 49: Proposal Ujian

Wati, R. (2011). Pengaruh Pemberian Penyuluhan PHBS tentang Mencuci

Tangan terhadap Pengetahuan dan Sikap Mencuci Tangan pada Siswa

kelas V SDN Bulukantil Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta :

Universitas Sebelas Maret.

WHO. (2014). Health Education. (Online). diakses tanggal 4 maret 2014

Available from http://www.who.int/topics/health_education/en/.

Widodo, T. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif. Cetakan Kedua. Surakarta :

LPP UNS dan UNS Press.

Widyaningrum, R. (2010). Hubungan Antara Lingkungan Keluarga dan Sekolah

dengan Kemampuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Anak

retardasi Mental (RM) di SLB di Kabupaten Kulon Progo. Skripsi.

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., Schwartz, P. (2008)

Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Ed. 6. Jakarta : EGC.

Yusuf, S.L.N. (2012). Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :

Remaja Rosdakarya.

49

Page 50: Proposal Ujian

50

Page 51: Proposal Ujian

LAMPIRAN

51

Page 52: Proposal Ujian

Lampiran 1

Jadwal Penelitian

No Tahapan PenelitianBulan

4 5 6 7 8 9 10 11

Persiapan Penelitian

1 Penyusunan proposal dan rancangan penelitian

2 Mengurus ethical clearance di FK UGM

3 Pengadaan alat penelitian

4 Perizinan penelitian di SD

Pelaksanaan Penelitian

1 Pengambilan data

2 Analisa data dan pembahasan

Pascapelaksanaan Penelitian

1 Presentasi hasil penelitian

2 Penulisan laporan akhir

3 Pengumpulan laporan akhir

52

Page 53: Proposal Ujian

Lampiran 2

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik Penyuluhan : Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan

Menggunakan Sabun

B. Pokok Bahasan : Mencuci Tangan Menggunakan Sabun

C. Peserta :

D. Jumlah peserta :

E. Hari/Tanggal :

F. Waktu :

G. Tujuan :

1. Tujuan Umum : Setelah pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui

audiovisual / leaflet diharapkan pengetahuan anak SD tentang mencuci

tangan menggunakan sabun dapat meningkat

2. Tujuan Khusus : Setelah pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui

audiovisual/leaflet anak dapat :

a. Memahami manfaat manfaat mencuci tangan menggunakan sabun

b. Memahami waktu yang tepat untuk mencuci tangan menggunakan

sabun

c. Memahami dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan

menggunakan sabun

d. Memahami langkah-langkah mencuci tangan menggunakan sabun

H. Materi :

1. Manfaat mencuci tangan menggunakan sabun

2. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan menggunakan sabun

3. Dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan menggunakan

sabun

4. Langkah-langkah mencuci tangan menggunakan sabun

I. Media : Audiovisual/ Leaflet

J. Kegiatan :

53

Page 54: Proposal Ujian

No Yang dilakukan peneliti/asisten

Yang dilakukan siswa Waktu

1 Membuka Kegiatana) Membuka dengan

salam

b) Memperkenalkan diri

c) Menjelaskan tentang

penelitian yang akan

dilakukan

d) Memberikan

kesempatan responden

untuk bertanya jika ada

yang ingin ditanyakan

Menjawab Salam

Memperhatikan penjelasan dari peneliti

Menanyakan sesuatu yang belum dimengerti oleh responden peneliti

10’

2 Pretesta) Membagikan

Kuesioner

b) Menjelaskan cara

pengisian kuesioner

c) Memberi kesempatan

responden untuk

mengisi kuesioner

d) Mengumpulkan

kembali kuesioner

Memperhatiakan penjelasan dari peneliti

Mengisi kuesioner

Mengumpulkan kembali kuesioner kepada peneliti

30’

3 Menyampaikan Materia) Memberikan materi

tentang cuci tangan

menggunakan sabun

dengan media

audiovisual/leaflet

b) Memberikan

Melihat, mendengarkan dan memperhatikan penjelasan melalui media video (untuk kelompok video)Melihat dan membaca leaflet (untuk kelompok media leaflet)

20’

54

Page 55: Proposal Ujian

kesempatan responden untuk

bertanya

4 Posttesta) Membagi kuesionerb) Memberi kesempatan

responden mengisi kuesioner

Mengisi Kuesioner 25’

5 Menutup kegiatana) Merangkum materi yang

telah disampaikanb) Mengucapkan terima kasih

atas partisipasi respondenc) Menutup dengan salam Menjawab salam

10

Total waktu 95’

Observer : 3 orang (Asisten penelitian)

Notulen : 2 orang

55

Page 56: Proposal Ujian

Lampiran 3

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :

Adik-adik siswa SD...............Kota Yogyakarta

Dengan Hormat

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran UGM :

Nama : Devi Septiananingrum

NIM : 11/312419/KU/14362

Akan mengadakan penelitian dengan Judul: “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Dengan Media Audiovisual (Video) Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Cuci Tangan Anak Sd Di Kota Yogyakarta”.

Untuk itu saya mohon kesediaan adik-adik untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden dan saya akan menjaga kerahasiaan jawaban yang diberikan. Apabila adik menyetujui, saya harap kesediaan untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan yang disediakan.

Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Devi Septiananingrum

56

Page 57: Proposal Ujian

Lampiran 4

SURAT PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Nama : ............................................

Jenis Kelamin : ............................................

Kelas : ............................................

Tempat/Tgl Lahir : ............................................

Umur : ............................................

Menyatakan bahwa :

1. Saya telah mendapat penjelasan tentang segala sesuatu mengenai

penelitian :

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Dengan Media Audiovisual

(Video) Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Cuci Tangan Anak Sd Di Kota

Yogyakarta

2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan

tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini

dengan kondisi :

a. Data yang diperoleh dari penelitian ini dijaga kerahasiaanya dan hanya

dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.

b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar atau tidak

berpartispasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan

alasan apapun.

Yogyakarta, 2014

Saksi Yang membuat pernyataan

(.............................) (...........................................)

57

Page 58: Proposal Ujian

Lampiran 5

KUESIONER

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENCUCI TANGAN

TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU MENCUCI

TANGAN SISWA

PETUNJUK

1. Bacalah pernyataan-pernyataan dengan tenang, kemudian anda diminta untuk

memilih hanya salah satu jawaban yang tersedia pada pernyataan tersebut.

2. Dalam menjawab pernyataan, tidak perlu bertanya dan melihat pada teman di

samping anda.

3. Berilah tanda (X) pada jawaban yang anda anggap benar.

Identitas

Umur : __________Tahun

Jenis Kelamin :

Laki- Laki

Perempuan

Kelas : _____ SD

Apakah sudah pernah menerima informasi tentang cuci tangan dan cara mencuci tangan yang baik dan benar?

Pernah Belum Pernah

Jika Pernah, dengan media apa Pendidikan Kesehatan tersebut diberikan? (Jawaban Boleh Lebih dari 1)

a. Leafletb. Ceramahc. Videod. Lainnya, sebutkan

Apakah kamu mencuci tangan setelah dari kamar mandi? Ya Tidak

Apakah kamu mencuci tangan sebelum makan? Ya Tidak

Apakah kamu mencuci tangan setelah bermain? Ya Tidak

58

Page 59: Proposal Ujian

LEMBAR KUESIONER PENGETAHUAN

Berilah tanda (X) pada pilihan yang sesuai dengan jawaban anda.

Keterangan: B : Benar

S : Salah

No Pernyataan B S

1. Mencuci tangan tidak cukup dengan membasahi tangan dengan air saja.

2. Mencuci tangan yang benar tidak hanya dengan membersihkan telapak tangan dan juga punggung tangan.

3. Mencuci tangan cukup dilakukan dengan mencelupkan atau memasukkan tangan ke dalam wadah berisi air.

4. Mencuci tangan dapat mencegah penyakit.

5. Mencuci tangan dilakukan dengan membasuh tangan dengan air dan tidak perlu menggunakan sabun.

6. Mencuci tangan hanya perlu dilakukan 1 sampai 5 detik.

7. Setelah mencuci tangan, tangan perlu dikeringkan menggunakan handuk atau tisu.

8. Mencuci tangan hanya perlu dilakukan ketika tangan terlihat kotor.

9. Bagian yang paling penting dalam proses mencuci tangan adalah tangan terkena air.

10. Mencuci tangan dapat mencegah perpindahan silang kotoran atau bakteri antara manusia dengan benda-benda yang berada disekitar kita.

11. Mencuci tangan perlu dilakukan sebelum dan setelah makan.

12. Setelah memegang atau bermain dengan hewan peliharaan, perlu mencuci tangan.

59

Page 60: Proposal Ujian

13. Sebelum atau setelah menyiapkan makanan, perlu mencuci tangan.

14. Setelah membersihkan sampah, tidak perlu mencuci tangan.

15. Mencuci tangan dapat mencegah tertular dari penyakit flu burung.

60