psi. pendidikan artikel
TRANSCRIPT
1
Tugas Tengah Semester
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
MEMEBUAT ANALISIS
DARI PARADIGMA PSIKOLOGI PENDIDIKAN TERHADAP KASUS
AKTUAL YANG TERKAIT DENGAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
OLEH :
WAHYU NUGROHO
NIM : 09081055
Program Studi Psikologi Pendidikan
Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Yogyakarta
2010
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuania-Nya yang diberikan
pada kita semua sehingga kita dapat menjalankan segala aktivitas sehari-hari. Guru
merupakan ujung tombak keberhasilan proses pendidikan di sekolah maka pembinaan dan
pengembangan profesi guru dipandang perlu diperhatikan sebagai wujud komitmen dalam
melakukan pembenahan pola pendidikan agar mencapai mutu pendidikan sesuai harapan.
Penyusunan naskah ini merupakan bentuk respon terhadap program kebijakan bidang
pendidikan, paling tidak kehadirannya mengingatkan kita betapa pentingnya peran guru dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga saatnya nanti segala yang dicita-citakan
bersama tercapai dimana guru mampu memberikan yang terbaik bagi kemajuan pendidikan
melalui wujud kinerja yang tidak diragukan lagi. Itu semua akan terjadi manakala kita mau
belajar dan menganalisis berbagai unsur yang memiliki nilai pengaruh terhadap kinerja guru.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan khususnya kepada dosen pengampu studi Psikologi Pendidikan Ibu Dra. Indra
Ratna K. W, Msi, bererta rekan-rekan yang telah membantu memberikan saran, pendapat dan
juga sanggahan kepada naskah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang pada
akhirnya naskah yang berisikan tentang ANALISIS DARI PARADIGMA PSIKOLOGI
PENDIDIKAN TERHADAP KASUS AKTUAL YANG TERKAIT DENGAN
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN yang di kutip dari koran harian (Kedaulatan Rakyat, 03
November 2010). Mudah-mudahan naskah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
bagi penulis dan juga bagi keluarga besar Universitas Mercu Buana Yogyakarta, semoga
dapat dijadikan sebagai contoh, panutan, dan juga sarana untuk membantu mempermudah
didalam memahami isi materi perkuliahan.
3
Banyak sekali kekurangan-kekurangan yang penulis rasakan di dalam naskah ini,
penulis sangat menyadari akan keterbatasan penulis didalam membuat naskah ini, mulai dari
bahasa, penulisan, tanda baca maupun di dalam penggunaan EYD, maka dari itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari segala pihak khususnya Ibu Dra. Indra Ratna K.
W, Msi. selaku dosen pengampu demi memperbaiki kesalahan-kesalahan serta kekurangan-
kekurangan penulis didalam menulis naskah ini supaya nanti dapat menjadi cambuk bagi
penulis khususnya dan juga bagi semua kalangan agar kedepan dapat lebih baik.
Yogyakarta, 22 November 2010
Penulias
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
ARTIKEL .......................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Tujuan ............................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengaruh Negatis Sertifikasi Guru .............................................................. 4
2.2. Cara Mengantisipasi Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru ......................... 7
BABA III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 9
3.2. Saran ............................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................... 14
5
ARTIKEL
koran harian (Kedaulatan Rakyat, 03 November 2010)
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau
memanusiakan manusia, pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan untuk
meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke depan semua guru harus
memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin mengajar. Program sertifikasi ini merupakan angin
segar bagi para guru, karena selain dapat meningkatan mutu pendidikan Indonesia mereka
juga mendapatkan haknya sebagai pekerja profesional, termasuk peningkatan
kesejahteraannya dikarenakan mendapat tunjangan yang nilainya satu kali dari gaji pokok.
Meskipun demikian, guru juga dituntut untuk memenuhi kewajibannya sebagai pekerja
profesional. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari Undang-Undang Sisdiknas, Standar
Nasional Pendidikan (SNP) serta Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), dengan
demikian, upaya pembentukan guru yang profesional di Indonesia segera menjadi kenyataan
dan diharapkan tidak semua orang dapat menjadi guru dan tidak semua orang menjadikan
profesi guru sebagai batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan seperti yang terjadi
belakangan ini.
Dewasa ini, fenomena yang terkait dengan sertifikasi guru adalah guru sebagai tenaga
pendidik yang sering disebut sebagai agent of learning (agen pembelajaran) menjadi sosok
yang cenderung certificate-oriented bukan program-oriented.
7
Sebagian guru rela mengumpulkan sertifikat dengan segala cara untuk melengkapi
portofolio dalam sertifikasi daripada memikirkan strategi atau teknik apa yang akan
digunakan ketika mengajar. Bahkan mereka tidak segan untuk membeli sertifikat pada panitia
kerja atau seminar yang terkait dengan pengembangan pengajaran.
Tentu saja fenomena ini sangat kontradiktif (bertentangan) sekali dengan tujuan dan
terobasan pemerintah terkait dengan pengembangan mutu pendidikan di Indonesia, bahkan
ada beberapa guru terbukti memalsukan ijazah dan akta guna mendongkrak nilai. Untuk
memenuhi prasyarat utama berpendidikan S1 atau D4, guru-guru juga tak segan mengambil
kuliah jalur cepat atau memalsukan keterangan lama mengajar. Kemungkinan terjadi
manipulasi oleh guru bisa dimulai dari sejak penyu-sunan berkas. Kunci utama kebenaran
berkas portofolio terletak di tangan tiap guru, hal ini sangat berbenturan dengan amanat
Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) yang menjelaskan bahwa melalui standar
kompetensi dan sertifikasi, diharapkan dapat dipilah dan dipilih guru-guru profesional yang
berhak mendapatkan tunjangan profesi. Selain itu praktik sertifikasi bebasis portofolio
tersebut tidak sesuai dengan hakikat sertifikasi itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh E. Mulyasa (2007) bahwa sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan
profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah
khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
tuntutan zaman. Hal utama yang menjadi penekanan dalam proses sertifikasi adalah
kompetensi guru. Penilaian portofolio sebagai dasar untuk menilai seoarang guru kompeten
atau tidak sangat tidak sesuai dengan keadaan sosiologis rakyat Indonesia yang minim
kesadaran, dimana masih terdapat praktik-praktik manipulasi data.
Menurut hemat penulis, guru yang bersertifikat pendidik belum menjamin kinerja dan
hasil kerjanya baik (Kedaulatan Rakyat, 3 November 2010). Fenomena tersebut
membenarkan apa yang dipaparkan pemerhati pendidikan bahwa pendidikan di Indonesia
sangat kaya akan angan-angan namun miskin mutu.
8
Kebijakan pendidikan nasional saat ini tidak jelas orientasinya, hanya berkutat pada
hal-hal yang bersifat teknis dan belum menyentuh persoalan-persoalan substansial, sehingga
mutu pendidikan tidak kunjung membaik (Moechtar Buchori, 2006). Dengan adanya
sertifikasi berbasis portofolio tidak menutup kemungkinan akan memperparah kondisi
pendidikan di Indonesia. Kemudian yang menjadi kekhawatiran adalah pengaruh negatif yang
akan ditimbulkan dari sertifikasi guru berbasis portofolio tersebut terhadap kompetensi guru
dan hasil pembelajaran. Pertanyaan yang kemudian lahir dari kekhawatiran tersebut adalah
bagaimana upaya mengantisipasi pengaruh negatif tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuatu yang diasumsikan sebagai masalah, tentunya harus ada pembahasan lebih
lanjut tentang masalah tersebut. Karena masalah memiliki ruang lingkup yang luas, maka
perlu dibatasi dengan rumusan-rumusan agar mengacu terhadap masalah yang dimaksud.
Oleh karena itu, penulis membatasi masalah dalam bentuk pertanyaan berikut:
1. Apakah pengaruh negatif sertifikasi guru terhadap kompetensi guru sebagai tenaga
pendidik?
2. Bagaimana mengatasi pengaruh negatif sertifikasi guru dibidang pendidikan taraf
pendidikan di Indonesia dapat meningkat?
1.3. Tujuan
Sebagai kejelasan penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis memiliki beberapa tujuan
terkait dengan judul yang penulis angkat yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh negatif sertifikasi guru terhadap kompetensi guru.
2. Untuk menjelaskan bagaimana cara mengantisipasi pengaruh negatif sertifikasi guru,
hingga dapat berdampak positif pada anak didik.
9
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru
Fakta dilapangan sangat jelas bahwa untuk memperoleh sertifikasi guru, hanya dengan
menyerahkan portofolio. Padahal jika dilihat dari aspek evaluasi, uji portofolio tidak
menggambarkan kompetensi atau kemampuan para guru sesuai dengan Undang-undang No.
14 tahun 2005 pasal 8 yang menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan, karena dengan meningkatnya kualitas pendidikan, maka akan dapat pula
mendongkrak kualitas pendidikan bangsa Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru
dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia sudah berjalan, bukan berarti
kendala dan permasalahan yang menyertai sertifikasi guru sirna. Bahkan, problematika yang
berasal dari para peserta sertifikasi sendiri bermunculan, karena para guru saling berlomba
melengkapi berbagai persyaratan sertifikasi dengan cara yang tidak benar. Terlebih, syarat
sertifikasi hanya menyusun portofolio yang di dalamnya berisi berbagai dokumen mengenai
kompetensi guru dalam berbagai bidang.
Adapun dampak negative dari sertifikasi guru berbasis portofolio terhadap kinerja dan
kompetensi guru adalah :
1. Perdebatan yang Terbuka
Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian portofolio ini
kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para pengamat pendidikan yang
menyangsikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru.
Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan
berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi dikaitkan dengan
peningkatan mutu pendidikan.
10
Hal ini berkaitan dengan temuan-temuan dilapangan bahwa adanya indikasi
kecurangan dalam melengkapi berkas portofolio oleh para guru peserta sertifikasi.
“Kecurangan dengan memalsukan dokumen portofolio itu memang ada. Indikasinya kuat
sekali. Temuan ini nanti akan diklarifikasi ke guru hingga kepala sekolah yang bersangkutan.”
2. Tidak Terampil dan Kreatif
Guru bukanlah bagian dari sistem kurikulum, tetapi keberhasilan pelaksanaan
kurikulum akan bergantung pada kemampuan, kemauan, dan sikap profesional tenaga guru
(Soedijarto, 1993:136). Kalau dikaitkan persyaratan profesional seorang guru yang sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan yaitu, mampu merencanakan, mengembangkan,
melaksanakan, dan menilai proses belajar secara relevan dan efektif maka seorang guru yang
profesional akan dengan mudah lolos sertifikasi berbasis portofolio tanpa harus memanipulasi
berkasnya, karena sebelumnya ia telah giat mengembangkan dirinya demi anak didiknya.
Namun yang menjadi persoalan adalah mereka, para guru yang melakukan kecurangan dalam
sertifikasi.
Temuan kecurangan dalam sertifikasi tersebut jelas membuktikan bahwa guru yang
lolos sertifikasi dengan cara memanipulasi berkas portofolio, akan tetap mengajar dengan
seadanya. Guru yang terampil dan kreatif akan mampu menguasai dan membawa situasi
pembelajaran dengan bekal keterampilan dan ide-ide kreatifnya. Sehingga peserta didik pun
lebih bersemangat mengikuti pelajaran, tidak jenuh dan berpikiran bahwa guru tersebut adalah
orang yang handal dan mempunyai banyak pengalaman. Berbeda halnya dengan guru yang
tidak kreatif. Mereka miskin keterampilan dan kreatifitas sehingga apa yang disampaikan
serasa kaku tanpa pengembangan konsep pembahasan. Penyajian pelajaran hanya sebatas
penyampaian secara tekstual. Dan menurut hemat penulis hal ini lah yang dialami oleh para
guru yang memanipulasi berkas portofolio mereka dalam sertifikasi.
11
3. Enggan Mengembangkan Diri
Jika dalam Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa guru harus
mengembangkan kepribadiannya ke arah profesionalisme. Maka sertifikasi berbasis portofolio
dipandang dapat menghambat proses pengembangan tersebut. Karena seperti yang penulis
paparkan di atas, Bahwa sertifikasi selain untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan
di Indonesia juga untuk meningkatkan kesejahteraan guru itu sendiri. Dengan memberikan
tunjangan satu kali gaji pokok.
Kalau proses sertifikasi hanya dinilai dengan berkas portofolio maka guru pun akan
dengan instant melengkapinya. Pengembangan diri yang meliputi standar profesi dan standar
mental, moral, sosial, spiritual, intelektual, fisik, dan psikis membutuhkan proses yang
panjang, tidak bisa secara instant. Apalagi hanya dibuktikan dengan sertifikat kegiatan-
kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan kependidikan jelas tidak bisa dijadikan standar
pengembangan diri seorang guru. Pada akhirnya para guru pun enggan untuk berusaha
mengembangkan dirinya sebagaimana yang dituntut dalam Undang-ndang Guru dan Dosen
serta Standar Pendidikan Nasional.
4. Merosotnya Kompetensi Profesi
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan
rendahnya kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi berbasis portofolio. Dengan
adanya sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya
mutu pendidikan nasional akan meningkat pula. Namun sertifikasi yang berbasis portofolio
tersebut menjadi keprihatinan banyak pihak. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi
dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas.
Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak
mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas portofolio
guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan.
12
Mereka berharap guru-guru tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan
mengikuti diklat sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-
cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan diterapkan di
sekolah atau di kelas. Fenomena ini menerangkan bahwa sertifikasi berbasis portofolio
menyebabkan merosotnya kompetensi profesi guru.
2.2. Cara Mengantisipasi Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru
Berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan dari sertifikasi berbasis portofolio di atas,
penulis mencoba merumuskan cara untuk mengantisipasi pengaruh negatif yang lahir akibat
gejala-gejala tersebut. Diharapkan cara yang dimaksud dapat mendatangkan hasil positif bagi
permasalahan yang diangkat. Sehingga yang menjadi masalah dapat dikendalikan. Cara yang
dapat dilakukan sebagai langkah awal untuk membendung pengaruh negatif sertifikasi guru
berbasis portofolio adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan Pengawasan Sertifikasi
Terkait dengan adanya kecurangan dokumen portofolio dari para guru yag tidak
bertanggung jawab, maka perlu kiranya Dinas Pendidikan terus menyosialisasikan program
sertifikasi, supaya guru tidak panik dalam menghadapi proses penilaian portofolio. Hal Ini
harus disosialisasikan oleh dinas pendidikan setempat bahwa guru tetap punya kesempatan
untuk lulus melalui pendidikan dan pelatihan.
Bagi yang sudah dapat sertifikat pendidik pun perlu diingatkan supaya bertanggung
jawab terhadap kualifikasi yang sudah diraih. Selain itu sosialisasi terkait sertifikasi ini dapat
membantu para guru yang belum mengerti apa yang harus dilakukan agar lolos sertifikasi
dengan jalan yang benar. Para pengawas sertifikasi dalam hal ini tim juga perlu meningkatkan
kejelian dan ketelitian dalam mensertifikasi para peserta, agar tidak meloloskan peserta yang
memanipulasi berkas portofolionya. Serta meningkatkan kewaspadaan terhadap kecurangan-
kecurangan yang mungkin terjadi.
13
2. Meningkatkan Pelatihan Para Guru
Pelatihan yang penulis maksud berupa peningkatan-peningkatan kualitas guru
diberbagai kompetensi. Pelatihan ini dapat berupa Kegiatan-kegiatan training, bimbingan dll.
Cara ini dapat menyadarkan para guru, bahwa yang dapat menikmati pelatihan tersebut
hanyalah segelintir dari mereka.
Diutamakan yang dapat bekerjasama dengan pimpinan atau dianggap berprestasi.,
sehingga, yang dapat mengikuti sertifikasi dengan baik dan benar juga akan menjadi sedikit
saja. Proses pelatihan harus sesuai dengan tujuan, yaitu meningkatkan empat kompetensi
guru sebagaimana amanat Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal 10
tentang kompetensi guru dan pasal 32 tentang pembinaan dan pengembangan. Pengembangan
jangan terfokus pada pengembangan kompetensi profesional yang lebih bersifat
kepemimpinan kelas dan administratif saja, tetapi meliputi pedagogis, kepribadian dan sosial
juga harus ditingkatkan. Selain itu pengembangan kompetensi tersebut dilakukan tidak hanya
dalam bentuk himbauan atau ceramah saja.
Kinerja guru sangatlah penting didalam dunia pendidikan sebagaimana halnya tugas
seorang dokter yang berprofesi menyembuhkan penyakit pasiennya, maka tugas seorang guru
pun memiliki bidang keahlian yang jelas, yaitu mengantarkan siswa ke arah tujuan yang
diinginkan. Memang hasil pekerjaan seorang dokter atau profesi lainnya berbeda dengan hasil
pekerjaan seorang guru. Kinerja profesi non keguruan seperti seorang dokter biasanya dapat
dilihat dalam waktu yang singkat. Namun tidak demikian dengan guru. Hasil pekerjaan
seorang guru seperti mengembangkan minat dan bakat serta potensi yang dimiliki seseorang,
termasuk mengembangkan sikap tertentu memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga
hasilnya baru dapat dilihat setelah beberapa lama, mungkin satu generasi. Oleh karena itu
kegagalan guru dalam membelajarkan siswa berarti kegagalan membentuk satu generasi
manusia.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa suatu cara yang dilakukan untuk
menanggulangi suatu permasalahan tidak selamanya akan berhasil bahkan bisa saja
menimbulkan suatu permasalahan yang baru. Sertifikasi guru adalah salah satu cara untuk
meningkatkan taraf pendidikan (tentunya yang memenuhi persyaratan). Dengan adanya
tunjangan gaji satu kali lipat dari gaji pokok diharapkan dapat membuat para guru
bersemangat didalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pendidik bagi anak didiknya,
tetapi bila dilihat dari hasil dilapangan yang dampaknya lebih banyak yang negatif dari pada
yang positif apakah cara tersebut efisien? Bagaiman proses pendidikan akan meningkat
apabila para pendidiknya saja tidak memiliki jiwa mendidik?
Mendidik tidak semudah mengajar, didalam mendidik para pendidik pada khususnya
guru harus mengetahui taknik-teknik mendidik, didalam mendidik guru juga harus mampu
mambaca dan memahami situasi yang berjalan saaat proses pendidikan tersebut berlangsung.
Seperti kemampuan guru didalam memahami kepribadian setiap anak didiknya, kemampuan
untuk mengendalikan situasi didalam kelas, kemampuan tersebut bisa didapat dari belajar,
membaca buku-buku pendidikan seperti buku Psikologi Pendidikan yang didalamnya
berisikan tentang metode-metode atau cara-cara mendidik, beberapa materi yang dibahas
didalam Psikologi Pendidikan antara lain adalah sperti, adanya kaitan proses perkembangan
dengan proses belajar. Setiap individu pasti mengalamami perkembangan dan di dalam setiap
tahap-tahap perkembangan memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda seperti tahap perkembangan
anak pada umur 7-11 tahun (tahap operasional konkrit) dengan ciri-ciri anak mualai dapat
berfikir logis tentang pristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda. Sedangkan
pada tahap pekembangan operasional abstrak (11- keatas) memiliki ciri-ciri mulai dapat
berfikir abstrak dan logis dapat menganalisis suatu peristiwa dengan cara menalarnya.
15
Jadi proses belajar harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembanganya supaya
proses pendidikan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Psikologi Pendidikan juga
membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar seperti lingkungan tempat
tinggalnya ataupun pola asuh. Dan juga membahas tentang kejenuhan-kejenuhan yang terjadi
saat proses mendidik berlangsung, penyebab dan juga cara penanggulanginya. Hal-hal seperti
ini tidak akan mampu diselesaikan hanya dengan mengumpulkan berkas portofolio saja demi
mendapatkan sertifikat tetapi membutuhkan proses yang amat panjang yang tidak semua
orang (guru) dapat melakukanya, jadi seharusnya tunjangan gaji tersebut hanya dapat diterima
olah sebagian orang saja yang benar-benar lulus uji sertifikasi bukan ‘lulus-lulusan’.
Siswa dan guru saling belajar, saling membantu serta saling menghargai, itu
merupakan kunci sukses agar proses pendidikan dapat belajar dengan lancar. Guru diharapkan
dapat belajar memahami perbedaan individu (induvidual differences) yang meliputu
kecakapan dan kepribadiannya. Guru juga diharapkan dapat membantu anak didiknya untuk
mempermudah dalam memahami materi, guru juga harus mampu memperlakukan anak
didiknya yang superior, normal dan sub-normah dengan adil, supaya tidak terjadi kesenjangan
sosial, begitu juga siswa harus bisa membantu gurunya didalam menyampaikan isi materi,
seperti : memperhatikan dengan seksama (tidak ribut sendiri). Guru sebagai pemegang
kendali didalam kelas jadi guru harus mampu mengendalikan mengendalikan suasana kelas
supaya tetap kondusif.
Selain itu, guru dan siswa seharusnya saling menghargai, guru harus menghargaia
usaha siswanaya didalam memahami isi materi yang telah diberikannya, dan siswapun harus
bisa menghargai usaha guru yang telah berusaha untuk menerangkan/menyampaikna isi
materi dengan semaksimal mungkin hingga nanti akan tercipta suasana saling menghormati
antara yang mendidik dan yang didik.
16
3.2. Saran
1. Disarankan kepada pemerintah agar mengkaji ulang sertifikasi guru berbasis portofolio
sehubungn dengan banyaknya kecurangan dan manipulasi berkas portofolio dalam
sertifikasi.
2. Disarankan kepada tim pengawas sertifikasi atau tim asesor agar meningkatkan
pengawasan dan ketelitian dalam mensertifikasi, Serta mensosialisasikan program
sertifikasi tersebut bersama dengan Dinas Pendidikan setempat.
3. Disarankan kepada pemerintah agar meningkatkan program pelatihan para guru. Hal ini
bertujuan memfasilitasi para guru agar mudah dalam proses sertifikasi dengan jalan yang
benar.
4. Disarankan untuk para guru supaya menjadi guru yang bukan hanya memahami materi
yang harus disampaikan saja, akan tetapi juga diperlukan kemampuan dan pemahaman
tentang pengetahuan dan keterampilan yang lain, misalnya pemahaman tentang psikologi
perkembangan manusia, pemahaman tentang teori perubahan tingkah laku, kemampuan
mengimplementasikan berbagai teori belajar, kemampuan merancang, dan memanfaatkan
berbagai media dan sumber belajar, kemampuan mendesain strategi pembelajaran yang
tepat dan lain sebagainya, termasuk kemampuan mengevaluasi proses dan hasil kerja.
Kemampuan semacam itu tidak mungkin datang dengan sendirinya, akan tetapi hanya
mungkin didapatkan dari satu proses pendidikan yang memadai dari satu lembaga
pendidikan yang khusus yaitu lembaga pendidikan keguruan. Jadilah guru yang selalu
mau belajar dan berkembang.
5. Diharapkan untuk para guru mampu untuk selalu memberikan motivasi terhadap anak
didiknya. Motivasi dapat dikatakan sebagai penggerak perilaku, baik dengan mengatur
(regulasi), mengarahkan (direksi), serta tujuan dari perilaku (motif). Motivasi harus
diberikan kepada semua anak didik baik yang superior, normal dan sub-normal,
khususnya pada yang sub-normal guru harus lebih memperhatikan perkembangan yang
17
terjadi padanya (bukan berarti yang superior dan normal tidak diperhatikan hanya saja
untuk anak didik yang pada level sub-normal lebih di perhatikan supaya nantinya dapat
mengimbangan teman-temannya yang normal dan superior), untuk yang normal dan
superior meraka harus diberikan motivasi supaya mereka tetap berada pada posisinya
bahkan dapat mengalami peningkatan.
6. Penulis menyarankan kepada guru untuk dapat mengolah emosi, kemampuan mengolah
emosi merupakan suatu kecerdasan. Jadi siapapun yang mempu mengolah dan
menempatkan emosi tepat pada tempatnya berarti orang tersebut cerdas walaupun ia tidak
berpendidikan tinggi. Alasan penulis menyarankan guru untuk dapat mengendalikan
emosi adalah demi menghindari dampak negatif yang timbul akibat ketidak dewasaan
guru didalam mengelolah emosi. Fakta dilapangann sangat jelas sekali ketika guru tidak
dapat mengendalikan emosi seringkali siswalah yang menjadi pelampiasan emosinya
tersebut. Sebagai contoh: guru yang sedang marah (karena suatu masalah diluar
sekolah/dirumah) seringkali emosi tersebut terbawa hingga ke hadapan anak didik
sehingga terkadang mengurangi semangat mengajar, mengajar tidak disertai dengan
perasaan/hati, bahkan mungkin tanpa alasan yang jelas guru tersebut marah-marah
dihadapan siswanya. Mungkin juga bisa karena guru tersebut dongkol dengan salah satu
siswa di kelas lalu yang lainnya ikut terkena imbasnya, hal tersebut dikarenakan ketidak
dewasaan guru didalam menyikapi emosi. Apabila hal tersebut terjadi bagaimana proses
motivasi dapat terwujud? Sedangkan untuk memberikan motivasi, motivator harus
memiliki penilaian yang positif terhadap objek yang akan diberi motivasi tersebut supaya
proses pemberian motivasi berjalan sebagai mana mestinya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB v1.1). Download http://ebsolf.web.id. 06 September
2010.
Syah Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya;
Bandung. 2010
Ratna K.W, Indra. Psikologi Umum I & II. Universitas Mercu Buana Yogyakart ; 2010
Ratna K.W, Indra. Handout Mata Kuliah psikologi Umum II. Yogyakarta. Universitas Mercu
Buana Yogyakarta.
Ratna K.W, Indra. Replika Psikologi Pendidikan. Universitas Mercu Buana Yogyakarta ;
2009
Irwanto, dkk. 2002. Psikologi Umum.
Handoko, M. 1992. Motivasi, Daya Pengaruh Tingkah laku.
Santrock, John, W. 2002. Life Span Development Jilid I. Erlangga. Jakarta.
19
DAFAR ISTILAH
Administrasi : 1 Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-
cara penyelenggaraan pembinaan organisasi; 2 kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan.
Administratif : Bersangkut-paut (berkaitan) dengan administrasi.
Akseptor : 1 Orang yang menerima serta mengikuti (pelaksanaan) program keluarga
berencana; 2 orang yg menerima gagasan baru dan melaksanakannya.
Aktual : 1 Betul-betul ada (terjadi); sesungguhnya.
Aspek : Pemunculan atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, sebagai pertimbangan
yang dilihat dari sudut pandang tertentu.
Asumsi : Dugaan yang diterima sebagai dasar / landasan berpikir karena dianggap benar.
Efektif : Ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) dapat membawa hasil; berhasil
guna.
Efisien : Tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak
membuang-buang waktu, tenaga, biaya);
Evaluasi : Penilaian.
Fenomena : Hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta
dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam).
Hipotesis : Sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori,
proposisi dsb) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan; anggapan dasar.
Implementasi : Pelaksanaan/penerapan.
Indikasi : Tanda-tanda yang menarik perhatian/petunjuk.
Interpretasi : Pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu; tafsiran.
Kinerja : 1 Sesuatu yang dicapai; 2 prestasi yang diperlihatkan; 3 kemampuan kerja.
Klarifikasi : Penjernihan, penjelasan, dan pengembalian kepada apa yang sebenarnya.
Kompetensi : Kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).
20
Konteks : 1 Bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah
kejelasan makna; 2 situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian.
Kontradiktif : Bersifat kontradiksi; berlawanan; bertentangan.
Kurikulum : Perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan.
Manipulasi : 1 Penggelapan; penyelewengan 2 berbuat curang (memalsu surat-surat,
menggelapkan barang, dsb).
Motif : Alasan (sebab) seseorang melakukan sesuatu/tujuan.
Motivasi : Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Motivator : Orang (perangsang) yang menyebabkan timbulnya motivasi pada orang lain
untuk melaksanakan sesuatu; pendorong; penggerak.
Orientasi : 1 Peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yg tepat dan benar; 2
pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan.
Pedagogis : Bersifat pedagogi; bersifat mendidik.
Potensi : Kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan;
kesanggupan; daya.
Profesi : Bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb)
tertentu.
Profesional : 1 Bersangkutan dengan profesi; 2 memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya
Polemik : Perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka dalam
media massa.
Portofolio : Tas untuk surat-surat.
Relevan : Kait-mengait; bersangkut-paut; berguna secara langsung.
Substansi : Bersifat inti; sesungguhnya.
Tekstual : Berhubungan dengn konteks.