punyo stepi

11
PATOFISIOLOGI Virus rabies masuk kedalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebasar 50:1. Virus rabies tidak bisa menemus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokolasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100mm per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan translasi Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima sepsis mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan pembentukan RNA keturunan RNA genomic berhubungan dengan transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleuprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru mendapat selubung melalui pertusan yang melalui slaput plasma. Protein matriks virus membentuk lapisa pada sisi dalam seubung.

Upload: trissa-wulanda-putri

Post on 06-Apr-2016

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hhshs

TRANSCRIPT

Page 1: punyo stepi

PATOFISIOLOGI

Virus rabies masuk kedalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan selaput

mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebasar 50:1. Virus rabies tidak bisa menemus kulit

yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokolasi

dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler.  Setelah virus menempel

pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf

motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100mm per

hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion

sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson

tipe cepat tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies

melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak

sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke

dalam sel inang. Pada tahap penetrasi virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan

penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan translasi

Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima sepsis

mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan

pembentukan RNA keturunan RNA genomic berhubungan dengan transkriptase virus,

fosfoprotein dan nukleuprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru mendapat

selubung melalui pertusan yang melalui slaput plasma. Protein matriks virus membentuk

lapisa pada sisi dalam seubung. Sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan

membentuk duri. Setelah bagian-bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatuh diri kembali dan

membentuk virus baru yang menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri

bergerak secara sentripetal sebagai sub viral, tanpa nukleoplasmid menuju jaringan otak.

Setelah melewati medulla spinalis virus akan menginfeksi tegmentum batang

otak dan nukleus selebralis batang otak selanjutanya virus akan menyebar ke sel purkinya

selebrum, diencephalon, basal ganglia dan akhirnya menunju hipokampus terjadi lebih lambat

dengan girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabies tidak bias menginfeksi sel

granuler pada girusdentatus yang sebagian besar mengandung reseptor AMPA dan Kinate

Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar

kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khususterhadap sel-sel sistim

limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenaisystem limbik dimana berfungsi erat

dengan pengontrolan dan kepekaan emosi. Akibat dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem

limbic ini, pasien akan mengigit mangsanya tanpa ada provokasi dari luar. Setelah

Page 2: punyo stepi

memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus kemudian bergerak ke perifer dalam

serabut aferen dan pada serabut saraf volunteer maupun otonom. Dengan demikian, virus

dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam

jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies menyebar menuju multiorgan melalui neuron

otonom dan sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas

infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain. Replikasi di luar saraf terjadi pada

kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasi

bergantung pada latar belakang genetic inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor

virus pada sel inag, jumlah nokulen, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus

untuk bergerak dari titik masuk ke susunan sarf pusat. Gambaran yang paling menonjol

dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas terdapat dalam sitoplasma sel

ganglion besa. Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu

atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih).

Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia

dengan periode inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang

terjadi. Masa inkubasi tergantung pada umur pasien, latar belakang genetic, status immune,

strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu. Masuknya ke

susunan saraf pusat. Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari lamanya

pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60

hari, pada gigitan ditangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-

kira 30 hari.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis rabies pada manusia dan hewan dapat dibuat dengan 4 metode: (1) histopatologi

(2) Kultur virus (3) Serologi (4) deteksi virus antigen. Meskipun masing-masing dari 3

metode pertama memiliki keunggulan yang berbeda, tidak memberikan diagnosis definitif

yang cepat.

1. Histopatologi - Negri bodies merupakan ciri khas virus rabies. Namun, Negri bodies

hanya hadir dalam 71% kasus.

2. Kultur virus - Cara yang paling definitif diagnosis adalah dengan budidaya virus dari

jaringan yang terinfeksi. Kultur jaringan , seperti WI-38, BHK-21, atau CER. Sejak

virus rabies menginduksi CPE minimal, jika secara rutin digunakan untuk mendeteksi

Page 3: punyo stepi

keberadaan Ag virus rabies dalam kultur jaringan. Metode yang lebih umum

digunakan untuk isolasi virus adalah dengan inokulasi air liur, jaringan kelenjar ludah

dan jaringan otak intracerebrally ke tikus bayi. Tikus harus mengalami kelumpuhan

dan kematian dalam waktu 28 hari. Setelah kematian, otak diperiksa untuk

keberadaan virus dengan imunofluoresensi.

3. Serologi - antibodi beredar dan muncul perlahan dalam perjalanan infeksi tetapi

mereka biasanya hadir pada saat timbulnya gejala klinis. Tes serologi yang paling

sering digunakan adalah uji netralisasi infeksi tikus (MNT) atau rapid fluorescent

focus inhibition test (RFFIT). Serologi telah dilaporkan menjadi metode yang paling

berguna untuk diagnosis rabies.

4. Rapid Virus Antigen Detection - dalam beberapa tahun terakhir, deteksi virus antigen

banyak digunakan. Jaringan yang berpotensi terinfeksi diinkubasi dengan antibodi

berlabel fluorescein. Sel-sel diperiksa dengan mikroskop fluoresen untuk melihat

inklusi flourescent intrasitoplasma

Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:

1.      Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus

dari kejang.

2.      Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk

mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3.   Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan

lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –

daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

4.    Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang

membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann

darah dalam otak.

5.      Uji laboratorium

         Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

         Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

         Panel elektrolit

Page 4: punyo stepi

         Skrining toksik dari serum dan urin

         GDA

         Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl

         BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi

nepro toksik akibat dari pemberian obat.

         Elektrolit : K, Na

         Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

         Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

         Natrium ( N 135 – 144 mEq/dl)

TATALAKSANA

Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang

digigit hewan yang menderita rabies kemungkinan tidak akan menderita rabies. Orang

yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak

memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi

rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah dan kelelawar)

diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja

terinfeksi rabies. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka

gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan

yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita

yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan

immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.

Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan

pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14 dan 28. Nyeri dan

pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi

yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi. Jika

penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka resiko menderita rabies akan

berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin

(pada hari 0 dan 2).

Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10

hari.Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalur pernafasan (asfiksia),

Page 5: punyo stepi

kejang,kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga

tidak dapatdihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan

ke ruangperawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru,

jantung dan otak.Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif

jika suatu saatpenderita menunjukkan gejala-gejala rabies.

Jenis -jenis vaksin anti rabies:

1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)

Untuk mendapatkan suspensi virus rabies bebas dari protein asing dan susunan

saraf pusat, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam jalur sel fibroblas normal

manusia WI-38. Sediaan virus rabies dipekatkan melalui ultrafiltrasi dan diinaktivasi

dengan β-propiolakton. Bahan ini cukup antigenik sehingga hanya perlu diberikan

lima dosis HDCV untuk mendapatkan respons antibodi substansial pada sebagian

besar resipien. Reaksi lokal (eritema, gatal, bengkak pada tempat suntikan) terjadi

pada 30-70% resipien, dan reaksi sistemik ringan (sakit kepala, mual, mialgia, pusing)

terjadi pada sekitar seperlima resipien. Tidak dilaporkan adanya reaksi anafilaktik,

neuroparalitik, atau ensefalitik yang serius. Vaksin ini telah digunakan di Amerika

Serikat sejak tahun 1980.

Berdasarkan atas jaringan asalnya, HDCV terdiri atas:

a. Nerve tissue vaccine (NTV)

NTV adalah vaksin yang terbuat dari jaringan saraf melalui vaksin yang berasal dari

otak hewan dewasa seperti kelinci, kambing, domba, kera dan tikus; dan vaksin yang

berasal dari otak bayi mencit.

b. Non-nerve tissue vaccine

Merupakan vaksin yang terbuat dari jaringan bukan saraf, yang meliputi vaksin yang

berasal dari telur itik bertunas serta Tissue Culture Vaccine (TCV) yang merpakan

vaksin yang terbuat dari biakan jaringan.

Tissue Culture Vaccine (TCV)

Cara ini mulai ditemukan pertama kali oleh Kissling dkk. pada tahun 1963 dengan

menanam virus rabies strain CVS 11 pada biakan jaringan ginjal hamster, kemudian

sekitar tahun 1964 Wiktor, Fernandes dan Koprowski mulai mencoba menanam virus

rabies dari barbagai suku virus fike seperti CVS, Flury HEP, Pyttman Moore dan lain-

lain pada kultur dari human diploid cell tipe WI-38.

Page 6: punyo stepi

Pada garis besarnya TCV ini bila ditinjau dari kegunaannya terdiri atas:

1. Untuk pencegahan sebelum digigit anjing (pre-exposure)

a. Vaksinisasi pencegahan terhadap kemungkinan rabies, diberikan pada mereka yang

karena tugasnya berhubungan dengan hewan ternak atau hewan percobaan, misalnya

dokter hewan, ahli bologi, petugas karantina, petugas pada kandang hewan percobaan,

petugas rumah gotong dan lainlain, terutama pada daerah endemis rabies.

b. Pada anak-anak dapat juga diberikan vaksinasi pencegahan oleh karena resiko

tertular virus rabies secara statistik besar sekali.

2. Untuk pengobatan setelah digigit (post-exposure)

Gunakanlah rekomendasi WHO jika ada kemungkinan ditulari dengan virus rabies.

Cara pemakaian:

Dengan menggunakan jarum besar, vaksin beku-kering yang tersedia dilarutkan

dalam botolnya dengan 1 ml pelarut khusus yang ada di dalam disposible syringe

yang tersedia dalam kemasan. Kocok perlahan-lahan kemudian isap kembali

seluruhnya (dosis untuk orang dewasa). Kemudian vaksin rabies tersebut disuntikan

secara subkutan atau secara intra-muskuler dengan menggunakan jarum kecil. Vaksin

beku-kering ini berwarna putih kelabu tapi setelah dilarutkan berwarna merah jambu.

2. Vaksin Rabies Absorpsi (RVA)

Vaksin yang dibuat dalam jalur sel diploid yang berasal dari sel paru janin monyet

resus telah diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1988. Vaksin virus

diinaktivasi dengan β-propiolakton dan dipekatkan melalui adsorpsi terhadap

fosfat alumunium. Vaksin HDCV dan RVA cukup manjur dan aman.

3. Vaksin Jaringan Saraf

Vaksin ini dibuat dari otak domba, kambing, atau tikus yang terinfeksi dan

digunakan di banyak bagian dunia termasuk Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.

Vaksin ini menyebabkan sensitisasi terhadap jaringan saraf dan menyebabkan

ensefalitis pascavaksinisasi (suatu penyakit alergik) dengan frekuensi yang tinggi

(0,05%).

4. Vaksin Embrio Bebek

Vaksin ini dikembangkan untuk mengurangi masalah ensefalitis pascavaksinasi.

Virus rabies ditumbuhkan dalam telur bebek terembrionasi, tetapi kepala diangkat

Page 7: punyo stepi

sebelum vaksin disiapkan, dengan tujuan untuk mengeluarkan jaringan saraf dan

menghindari ensefalitis alergi. Secara teratur vaksin ini menimbulkan reaksi

setempat dan reaksi sistemik (demam, malaise, mialgia) pada sepertiga resipien.

Reaksi neuroparalitik (<0,001%) dan anafilaktik (<1%), jarang terjadi, tetapi

antigenitas vaksin rendah. Karena itu harus diberikan banyak dosis (16-25) untuk

menimbulkan respon antibodi pascapemaparan yang memuaskan. Vaksin ini

digunakan di AS di masa lalu tetapi sekarang tidak lagi digunakan.

5. Virus hidup dilemahkan

Virus hidup dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh dalam embrio ayam

(contohnya, strain Flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia.

Kadang-kadang, vaksin seperti ini dapat menyebabkan kematian akibat rabies

pada kucing atau anjing yang disuntikan. Virus rabies yang ditumbuhkan pada

berbagai biakan sel hewan juga telah digunakan sebagai vaksin untuk hewan

peliharaan.