r tinea versikolor 2

20
BAB I PENDAHULUAN Mikosis superfisialis merupakan penyakit kulit yang banyak ditemukan di Indonesia. Sebagian besar penyakit ini disebabkan oleh golongan dermatofita (dermatofitosis), dan yang paling sering ditemukan adalah tinea kruris, berbeda dengan daerah yang mempunyai 4 musim maupun subtropis, tinea pedis adalah bentuk klinis yang terbanyak ditemukan. Golongan kedua penyakit mikosis superfisial adalah yang disebabkan oleh ragi (yest and yeast like fungus). Candida spp terutama menyerang kulit, selaput lendir, dan kuku jari tangan. Mallasezia furfur (pityrosporum orbiculare) menyerang kulit, biasanya di daerah yang seboroik (banyak kandungan lemaknya). Kedua jamur ragi (khamir) ini merupakan flora komensal pada manusia. Penyakti jamur superfisial yang telah disebutkan di atas selain tinggi angka kejadiannya, kadang-kadang 1

Upload: lia-khanifa

Post on 19-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAGUS NIH

TRANSCRIPT

Page 1: R Tinea Versikolor 2

BAB I

PENDAHULUAN

Mikosis superfisialis merupakan penyakit kulit yang banyak

ditemukan di Indonesia. Sebagian besar penyakit ini disebabkan oleh

golongan dermatofita (dermatofitosis), dan yang paling sering ditemukan

adalah tinea kruris, berbeda dengan daerah yang mempunyai 4 musim

maupun subtropis, tinea pedis adalah bentuk klinis yang terbanyak

ditemukan.

Golongan kedua penyakit mikosis superfisial adalah yang disebabkan

oleh ragi (yest and yeast like fungus). Candida spp terutama menyerang kulit,

selaput lendir, dan kuku jari tangan. Mallasezia furfur (pityrosporum

orbiculare) menyerang kulit, biasanya di daerah yang seboroik (banyak

kandungan lemaknya). Kedua jamur ragi (khamir) ini merupakan flora

komensal pada manusia.

Penyakti jamur superfisial yang telah disebutkan di atas selain tinggi

angka kejadiannya, kadang-kadang menimbulkan kesulitan dalam

menentukan diagnosisnya dan sering salah diagnosis dengan penyakit kulit

lain, misalnya dermatitis, psoriasis, pitiriasis rosea dan lain-lain.

Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita

penduduk negara tropis. Di Indonesia angka yang tept, berupa

sesungguhnya insidens dermatomikosis belum ada. Di Denpasar, golongan

penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insidens

1

Page 2: R Tinea Versikolor 2

tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia

lainnya. di daerah pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan

variasi penyakit yang berbeda.

Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya

dermatomikosis adalah iklim yang panas, higiene sebagian masyarakat yang

masih kurang, adanya sumber penularan di sekitarnya, penggunaan obat-

obatan antibiotik, steroid dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit

kronis dan penyakit sistemik lainnya.

Diperkirakan insidens penyakit ini cukup tinggi menyerang masyarakat

kita tanpa memandang golongan umur tertentu. Untuk mengetahui seberapa

besar permasalahan dermatomikosis di Indonesia, telah dikumpulkan data

dari berbagai rumah sakit di kota besar, khususnya pendidikan kedokteran

negeri. Data diambil dari tahun 1996 sampai dengan 1998. Rumah sakit

pendidikan yang berpartisipasi pada pengumpulan data tersebut adalah FK

Universitas Indonesia-RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, FK

Universitas Pajajaran-RS dr Hasan Sadikin, Bandung, FK Universitas

Diponegoro-RS Dr. Kariadi, Semarang, FK Universitas Gajah Mada-RS Dr

Sardjito, Yogyakarta, FK Universitas Sebelas Maret-RS Dr. Muwardi, Solo,

FK Universitas Airlangga-RS Dr. Soetomo, Surabaya, FK Universitas

Brawijaya-RS Dr. Sjaiful Anwar, Malang, FK. Universitas Hasanuddin-RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo, Ujung Pandang, FK Universitas Sumatera Utara-RS

2

Page 3: R Tinea Versikolor 2

H. Adam Malik, Medan, FK Universitas Andalas-RS Dr. M. Djamil, Padang,

FK Universitas Sriwijaya-RSUP Palembang, RSUP Persahabatan, Jakarta.

Organisme Penyebab Dermatomikosis

Di ke-13 rumah sakit, diagnosis dermatomikosis ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan mikologis langsung (KOH).

Pemeriksaan kultur/biakan tidak selalu dikerjakan, hanya dilakukan pada

kasus-kasus dermatofitosis dan kandidosis tertentu atau pada penelitian.

Masih ada beberapa rumah sakit yang belum mengerjakan pemeriksaan

kultur. Penegakkan diagnosis dermatomikosis yang ideal adalah dilaukan

pemeriksaan klinis, pemeriksaan KOH, kultur dan bila perlu pemeriksaan

histopatologis.

Penularan dermatosis pada manusia terbanyak berasal dari hewan

(zoofilik) ke manusia dan dari manusia lainnya (antropofilik) serta dari tanah

(geofilik) ke manusia.

Dermatomikosis yang paling sering ditemukan ialah dermatofitosis,

pitiriasis versikolor, dan kandidosis kutis. Dan yang akan dibicarakan di sini

adalah pitiriasis versikolor.

3

Page 4: R Tinea Versikolor 2

BAB II

TINEA VERSIKOLOR

DEFINISI

Pitiriasis versikolor yan disebabkan Malasezia furfur Robin (BAILLON

1889) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, tidak memberikan

keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih

sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat

menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, muka dan kulit kepala

yang berambut.

SINONIM

Pitiriasis Versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea

flava, pitiriasis versikolor flava dan panau.

EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal dan terutama ditemukan

di daerah tropis.

CARA PENULARAN

Sebagian besar kasus PV terjadi karena aktivasi M furfur pada tubuh

penderita sendiri (autothocus flora), walaupun dilaporkan pula adanya

penularan dari individu lain. Kondisi patogen terjadi bila terdapat perubahan

4

Page 5: R Tinea Versikolor 2

keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai flora normal

kulit. Dalam kondisi tertentu M. furfur akan berkembang ke bentuk miselial,

dan bersifat lebih patogenik. Keadaan yang mempengaruhi keseimbnagan

antara hospes dengan ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan atau

faktor suseptibilitas individual. Faktor lingkungan diantaranya adalah

lingkungan mikro pada kulit, misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor

individual antara lain adanya kecenderungan genetik, atau adanya penyekit

yang mendasarinya misalnya sindrom Cushing atau malnutrisi.

GEJALA KLINIS

Tinea Versicolor

TV paling banyak dijumpai pada usia belasan, walapun dilaporkan

dijumpai pula pada usia yang lebih muda atau yang lebih tua.

Lesi TV terutama dijumpai di bagian atas dada dan meluas ke lengan

atas, leher dan perut atau tungkai atas/bawah. Dilaporkan adanya kasus-

kasus yang khusus dimana lesi hanya dijumpai pada bagian tubuh yang

tertutup atau mendapatkan tekanan pakaian, misalnya pada bagian yang

tertutup pakaian dalam. Dapat pula dijumpai lesi pada lipatan atau aksila,

inguinal atau pada kulit muka dan kepala.

Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/makula

berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan

rasa gatal ringan yang umumnya muncul saat berkeringat. Ukuran dan

5

Page 6: R Tinea Versikolor 2

bentuk lesi sangat bervariasi tergantung lama sakit dan luasnya lesi. Pada

lesi baru sering dijumpai makula skuamosa folikular. Sedangkan lesi primer

tunggal berupa makula dengan batas sangat tegas tertutup skuama halus.

Pada kulit hitam atau coklat atau kemerahan. Makula umunya khas

berbentuk bulat atau oval tersebar pada daerah yang terkena. Pada

beberapa lokasi yang selalu lembab, misalnya pada daerah dada, kadang

batas lesi dan skuama menjadi tidak jelas.

Untuk menunjukkan adanya skuamasi secara sederhana dapat

dilakukan garukan dengan kuku, akan tampak batas yang jelas antara lesi

dan kulit normal (finger nail sign). Hipopigmentasi pada lesi kemungkinan

terjadi oleh asam dekarboksilat yang diproduksi oleh M. furfur yang bersifat

sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan mempunyai efek

sitotoksik terhadap melanosit, sedang lesi hiperpigmentasi yang terjadi

belum dapat dijelaskan.

Pada kasus yang lama tanpa pengobatan lesi bergabung membentuk

gambaran seperti pulau yang luas berbentuk polisiklik. Beberapa kasus di

daerah berhawa dingin dapat sembuh spontan. Pada sebagian besar kasus

pengobatan akan menyebabkan lesi berubah menjadi makula hipopigmentasi

yang akan menetap hingga beberapa bulan tanpa adanya skuama.

6

Page 7: R Tinea Versikolor 2

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis, pemeriksaan

fluoresensi, lesi kulit dengan lampu Wood, dan sediaan langsung.

Gambaran klinis dapat dilihat pada judul “Gejala Klinis”, fluoresensi

lesi kulit pada pemeriksaan lampu Wood berwarna kuning keemasan dan

pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat

campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok.

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini harus dibedkan dengan dermatitis seboroika, eritrasma,

sifilis II, achromia parasitik dari Pardo-Castello dan Dominiquez, morbus

Hansen, pitiriasis alba, serta vitiligo.

PENGOBATAN

Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat-

obatan yang didapat dipakai misalnya :

suspensi selenium sulfida (selsun) dapat dipakai sebagai sampo 2-3

kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit

sebelum mandi.

salisil spiritus 10%,

derivat-derivat azol, misalnya mikonazole, klotrimazole, isokonazole,

dan ekonazole

7

Page 8: R Tinea Versikolor 2

sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%;

tolsiklat;

tolnaftat,

haloprogin.

Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan : dioleskan sehari

2 kali sehabis mandi selama 2 minggu.

Jika sulit disembuhkan ketokonazol dapat dipertimbangkan dengan dosis

1 x 200 mg sehari selama 10 hari.

8

Page 9: R Tinea Versikolor 2

BAB III

KESIMPULAN

Pitiriasis versikolor adalah penyakit kulit universal yang terutama

ditemukan di daerah tropis.

Pitiriasis versikolor merupakan penyakit jamur superfisial yang kronik

dan tidak memberikan keluhan subyektif. Pitiriasis versikolor disebabkan

Malasezia furfur Robin yang merupakan saprofit pada kulit normal.

Pitiriasis versikolor disebut juga panau (Indonesia), tinea versikolor,

dermatomikosis furfurasea, kromofitosis, tinea flava, liver spots.

Perjalanan Penyakit dan gejala klinis

Lesi berupa bercak putih, dapat pula mempunyai warna bermacam-

macam bergantung pada kulit penderita, misalnya coklat muda, kuning

kecoklatan. Besar lesi mula-mula milier, skuama halus, makin lama makin

besar, beberapa lesi dapat bersatu. Kadang-kadang terasa gatal, warna lesi

agak kemerahan, sehingga penderita tidak menyadari kalau sedang

menderita tinea versikolor.

Tanda Diagnostik

- Bercak-bercak putih, coklat atau merah, berskuama.

- Besar bervariasi, berbatas tegas.

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Mudah ditegakkan atas gejala klinis dan pemeriksaan pembantu

diagnosis.

9

Page 10: R Tinea Versikolor 2

Pemeriksaan pembantu diagnosis :

a. Pemeriksaan dengan lampu Wood

Pemeriksaan lesi tinea versikolor akan menghasilkan fluoresensi

berwarna kuning emas.

b. Pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20%, tampak spora

berkelompok dan hifa pendek, bersepta, kadang-kadang bercabang atau

hifa terpotong-potong.

Diagnosis banding :

Pitiriasis rosea, Morbus Hansen, vitiligo, sifilis II, dermatitis,

hipopigmentasi pasca inflamasi, birth mark.

Pengobatan

1. Sistemik

ketokonasol per oral.

2. Topikal

Ada beberapa macam obat topikal misalnya : salap Whitfield, larutan

tiosulfat 20%, asam salisilat 3% dalam alkohol 70%, selenium sulfida

2,5% tolsiklat (Tolmicen ®); obat-obat anti jamur golongan imidazol

seperti mikonasol, klotrimasol, ekonasol, tolnaftat, siklopiroxolamin.

Pengobatan diteruskan sampai 2 minggu sesudah Wood’s light

negatif.

Prognosis

Umumnya baik, hanya bercak hipopigmentasi agak lama

menghilangnya.

10

Page 11: R Tinea Versikolor 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, Unandar ; Kuswadji ; dalam “Dermatomikosis Superfisialis”.

Balai Penerbit FKUI, Jakarta. hal. 1-17.

2. Djuanda, Adi ; Djuanda Suria ; dalam “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin”

edisi kedua Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1993. Hal. 85-86.

3. Sularsito, Sri Adi ; Kuswadji dalam”Perkumpulan Ahli Dermato-

Venereologi Indonesia; “Dermatologi Praktis” edisi pertama hal. 49

4. Meisel C. 10-day therapy of pityriasis versicolor with ketoconazole. Z.

Hautkr. 1983; 58: 1130-6.

5. Masjoer Arif, Suprohaita, Ika Wahyu, et al. Kapita Selekta Kedokteran:

Pitiriasis Versikolor; Edisi ketiga; Jilid kedua. Penerbit Media Aesculapius

FKUI. Jakarta. 2000.

11

Page 12: R Tinea Versikolor 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini tepat pada

waktunya.

Referat ini dibuat dalam rangka mendapatkan nilai tambah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, dan meningkatkan

pengetahuan penulis.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada : dr. Achdannasich, Sp.KK atas bimbingannya

dan dukungan yang telah diberikan.

Akhir kata, disadari bahwa penyajian Referat ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkan, semoga Referat ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Jakarta, Januari 2004

Penulis

12i

Page 13: R Tinea Versikolor 2

REFERAT

Pembimbing :

dr. Achdannasich, Sp.KK

Disusun Oleh :

Ervinna030.97.052

DAFTAR ISI

Halaman

13

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINRUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PERIODE 8 JULI – 10 AGUSTUS 2002FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Page 14: R Tinea Versikolor 2

KATA PENGANTAR ...................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................ 1

BAB II. TINEA VERSIKOLOR ..................................................... 4

Definisi ............................................................................ 4

Sinonim .......................................................................... 4

Epidemiologi ................................................................... 4

Cara Penularan .............................................................. 4

Gejala Klinis ................................................................... 5

Diagnosis ........................................................................ 7

Diagnosis Banding ......................................................... 8

Pengobatan .................................................................... 7

BAB III. KESIMPULAN ................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 11

14

ii