rancangan biola.docx
TRANSCRIPT
Pengertian Laut Dalam
Laut dalam merupakan semua zona yang terletak di bawah zona eufotik (zona
bercahaya) mencakup zona batipelagis, abilsal dan hadal (Nontji,2002). Bagian dari
lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman yang dapat diterangi sinar matahari di
laut terbuka dan lebih dalam dari paparan benua (>200m) . Kegelapan di dalam lautan dan
samudera ditemukan sekitar kedalaman 200 meter ke bawah. Pada kedalaman ini, hampir-
hampir tidak ada cahaya lagi. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak ada cahaya sama sekali.
Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada dibawah lapisan thermocline
pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan tidak ada cahaya yang dapat
masuk ke area ini, dan sebagian besar organisme bergantung pada material organik yang
jatuh dari zona fotik. Karena alasan inilah para saintis mengira bahwa kehidupan di tempat
ini akan sangat sedikit, namun dengan adanya peralatan yang dapat menyelam ke kedalaman,
ditemukan bahwa ditemukan cukup banyak kehidupan di arena ini.
Di tahun 1960, Bathyscaphe Trieste menuju ke dasar dari Palung Mariana dekat
Guam, pada kedalaman 35.798 kaki (10.911 m), titik terdalam di bumi. Jika Gunung Everest
ditenggelamkan, maka puncaknya akan berada lebih dari satu mil dari permukaan. Pada
kedalaman ini, ikan kecil mirip flounder terlihat. Kapal selam penelitian Jepang, Kaiko,
adalah satu-satunya yang dapat menjangkau kedalaman ini, dan lalu hilang di tahun 2003.
Hingga tahun 1970, hanya sedikit yang diketahui tentang kemungkinan adanya
kehidupan pada laut dalam. Namun penemuan koloni udang dan organisme lainnya di sekitar
hydrothermal vents mengubah pandangan itu. Organisme-organisme tersebut hidup dalam
keadaan anaerobik dan tanpa cahaya pada keadaan kadar garam yang tinggi dan temperatur
149 oC. Mereka menggantungkan hidup mereka pada hidrogen sulfida, yang sangat beracun
pada kehidupan di daratan. Penemuan revolusioner tentang kehidupan tanpa cahaya dan
oksigen ini meningkatkan kemungkinan akan adanya kehidupan di tempat lain di alam
semesta ini.
Ekosistem air laut luasnya lebih dari 2/3 permukaan bumi ( ±70 % ), karena luasnya
dan potensinya sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian orang banyak, khususnya yang
berkaitan dengan Revolusi Biru. Ekosistem laut dalam merupakan ekosistem laut yang tidak
terjangkau oleh sinar matahari. Oleh sebab itu, pada ekosistem ini tidak mungkin hidup
produsen yang fotoautotraf. Komunitas yang ada pada ekosistem laut dalam kemungkinan
adalah hewan-hewan saprovora, karnivora, dan detritivora. Karena terbatasnya sumber materi
dan energi, maka keanekaragaman jenis makhluk hidup pada ekosistem laut dalam paling
rendah dibandingkan ekosistem laut lainnya.
Zonasi Laut Dalam
Bagian laut dalam ini merupakan zona dibawah kedalaman yang dapat ditembus sinar
matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan benua (>200m). Laut dalam diliputi
suasana gelap gulita sepanjang tahun karena wilayah tersebut tak pernah tersentuh sinar
matahari. Apabila perairan dibagi menjadi zona fotikdan afotik, maka wilayah ini masuk
dalam zona afotik. Diperairan tropis zona afotik dimulai dari kedalaman ~ 600 m, sedangkan
diperairan beriklim sedang zona ini dimulai dari kedlaman ~100 m. (Nyibakken,1988)
Zonasi dasar laut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Zona Pelagik
Zona ini merupakan bagian yang organismenya berasosiasi dengan perairan terbuka.
Organisme di zona ini lebih dikenal karena lebih mudah untuk didapatkan daripada
organisme di zona bawahnya.Zona Pelagik terdiri dari:
- Zona Mesopelagik
Zona ini merupakan zona pelagik yang berada di bawah zona fotik. Banyak penghuni zona
ini yang melakukan migrasi ke zona fotok (eufotik)pada malam hari. Penghuninya
kebenyakan memiliki mata yang telah berkembang dengan baik dan berbagai organ penghasil
cahaya. kebanyakan spesies ikan penghuni zona ini berwarna hitam, sementara udang-
udangan yang hidup berwarna merah. Pengetahuan tentang zona ini lebih banyak yang
diketahui karena zona ini lebih mudah dicapai daripada zona-zona dibawahnya. Zona ini
membentang 700 m hingga 1000 m dari batas zona eutrofik ke arah dasar perairan. batas
bawahnya tergantung pada lokasi perairan, kecerahan, dan dari faktor – faktor lainnya.
Oleh Hedgpeth (1957), wilayah dibawah zona mesopelagik dibagi lagi menjadi:
- Zona Batipelagik dan Zona Abisal Pelagik
Batas antara kedua Zona ini tidak terlalu jelas dan organisme yang berada di kedua zona ini
tidak sebanyak yang berada di zona mesopelagik. Penghuni di kedua zona ini cenderung
berwarna putih atau tidak berwarna serta memiliki mata serta organ penghasil cahaya yang
rendah tingkat perkembangannya. Kolom air di daerah palung dinamakan zona Hadal
Pelagik.
2. Zona Bentik
Zona bentik merupakan wilayah yang organismenya berasosiasi dengan dasar lautan.
Penghuni zona bentik dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penghuni zona Abisal
Penghuni zona ini menempati dasar laut dalam yang merupakan kawasan terluas di dasar laut.
b. Penghuni Zona Hadal (ultra abisal).
Penghuni zona ini menempati daerah dasar palung-palung yang sangat dalam.
Gambar zonasi perairan laut:
Zonasi pelagik laut dalam dimulaidari batipelagik, abisal pelagik, dan hadal pelagik sedangkan untuk zonasi
bentik laut dalam adalah zona abisal dan zona hadal.
Kondisi Fisik Lingkungan Laut dalam
Ekosistem laut dalam memiliki perbedaan yang sangat besar dibandingkan ekosistem
laut dangkal. Keadaan tersebut juga mempengaruhi individu-individu biota laut dalam
tersebut. Cahaya matahari hampirdikatakan tidak menembus laut dalam sehingga kondisi
laut dalam tersebut gelap gulita dan dipastikan hampir tidak ada proses fotosintesis.
Organisme yang hidup di perairan ini merupakan organism yang sangat hebat, karena
dapat bertahan hidup dengan kadar oksigen yang sangat minim.
a. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatik adalah berat kolom air yang biasa diukur dalam atmosfir (atm).
Tekanan hidrostatik dapat digambarkan sebagai berikut:
P = r . g . z
dimana:
P = tekanan hidrostatik (tekanan/unit area)
r = densitas air (g/cm3)
g = percepatan gravitasi (9,80 cm/sec2)
z = kedalaman dibawah permukaan air (cm)
Tekanan hidrostatis di lingkungan laut dalam (>300m) sangat tinggi karena tekanan
hidrostatik bertambah secara konstan seiring dengan bertambahnya kedalaman air. Setiap
kedalaman 10 m tekanan hidrostatik bertambah sebesar 1 atm yang setara dengan 1,03 kg/cm2
atau 14,7 lbs/in2. Dengan demikian pada kedalaman 100 m ikan akan mengalami tekanan
sebesar 10 atm atau setara dengan 10,03 kg pada setiap luasan 1 cm2 dari tubuhnya yang
berlaku secara proporsional, artinya tekanan hidrostatik yang dialami ikan tersebut sama pada
seluruh bagian tubuhnya.
Besar tekanan hidrostatik pada permukaan air laut cenderung berubah-ubah
setiapwaktu yang disebabkan oleh adanya ombak, sedangkan pada bagian yang lebih
dalam tekanan secara konstan bertambah sesuai dengan bertambahnya kedalaman.
Tekanan hidrostatik berhubungan erat dengan mekanisme pengaturan daya apung pada
ikan. Ikan-ikan yang melakukan migrasi vertikal atau hidup dekat permukaan harus
mampu mengatur daya apungnya untuk mengimbangi perubahan tekanan hidrostatik yang
drastis.
b. Kadar Oksigen
Sumber oksigen utama di perairan laut dalam berasal dari air permukaan laut di
Antartika dan Arktik yang kaya Oksigen. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya suhu. Pada lapisan
permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan
udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi
penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar
oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis,
stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan
tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih
terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978).
Oksigen yang terlarut dalam masa air laut dalam masuk ketika masuk ketika masa
air ini masih merupakan masa air permukaan. Hampir seluruh masa air laut dalam dulunya
merupakan masa air permukaan samudra artik dan antartika. Disini masa air yang dingin dan
kaya oksigen tenggelam dan kemudian mengalir kearah utara dan selatan untuk menjadi
bagian dari masa air laur dalam. (Nyibakken,1988)
Respirasi organisme laut dalam dan tidak adanya penambahan oksigen di laut dalam
menyebabkan kadar oksigen sangat menurun. Kadar oksigen ini menurun setelah 20 m diatas
dasar laut dalam dan di dekat wilayah yang kepadatan organismenya paling tinggi. Namun di
laut dalam ada wilayah yang disebut zona oksigen minimun yang terletak di kedalaman 500
– 1000 m, yang keadaan zona dibawahnya lebih kaya oksigen. Hal ini dikarenakan respirasi
di zona oksigen minimum ini sangat cepat karena kepadatan organismenya yang tinggi dan
disamping itu peristiwa ini sejalan dengan tidak adanya penukaran masa air yang kaya
oksigen. Di zona bawahnya kepadatan organisme sangat rendah sehingga oksigen tidak
secara nyata berkurang. Sedangkan di atas kedalaman 500m, oksigen masih dapat dihasilkan
dari perairan atas.(Nyibakken,1988)
c. Suhu
Keadaan suhu air laut dipengaruhi oleh penetrasi cahaya yang mampu menembus
kedalaman laut. Semakin dalam laut maka suhu semakin rendah karena ketidak mampuan
penetrasi cahaya matahari hingga ke laut dalam. Di laut yang sangat dalam, suhu umumnya
seragam dengan kisaran 1–30C (kecuali wilayah hydrothermal vents (>80oC) dan cold
hydrocarbon seeps (<1oC)).
Daerah termoklin atau daerah dimana terjadi perubahan suhu drastis berkisar antara
100 meter hingga hampir satu kilometer. Setelah daerah termoklin, suhu air akan sangat
dingin dan jauh lebih homogen dibandingkan pada daerah termoklin. Semakin dalam suhu
akan semakin turun tetapi laju perubahannya jauh lebih lambat dari pada suhu pada daerah
termoklin. Dikedalaman 3000-4000m masa air dapat dikatakan isotermal, suhu tidak berubah
dalam jangka waktu yang lama dan tidak dipengaruhi oleh musim maupun tahun. Mungkin
tidak ada habitat lain dibumi yang suhunya sekonstan habitat laut dalam ini.
(Nyibakken,1988)
d. Salinitas
Secara sederhana, salinitas diartikan sebagai jumlah dari seluruh garam-garaman
dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktik, sangat sukar untuk mengukur
salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau
komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Di laut dalam, salinitas umumnya seragam
(35 ppm) pada daerah cold hydrocarbonseeps (hipersain = 40 permil).
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati
kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara konstan terhadap kedalaman. Di daerah
subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,50 – 400 LU atau 23,5 - 40oLS), salinitas di
permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat tingginya aktifitas evaporasi
(penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan
kembali bertambah secara tetap terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas
di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibat tingginya presipitasi (curah hujan).
e. Sirkulasi Air
Sirkulasi air di laut dalam Sangat lamban (< 5 cm/detik), tergantung pada bentuk dan
topografi dasar laut. Sikulasi air dan ventilasi dalam palung sangat menentukan kadar oksigen
di laut dalam.
f. Suplai Pakan
Laut dalam tidak memiliki lokasi dimana produksi primer dapat berlangsung kecuali
diaderah dimana terdapat bakteri kemosintetik.Karena itu semua organisme penghuni laut
dalam menggantungkan makanannya pada produksi dari tempat lain yang dapat melakukan
forosintetis. Pakan ini kemudian diangkut atau terangkut ke laut dalam.(Nyibakken,1988)
Pakan yang tenggelam biasanya berupa pakan pelet tinja organisme di laut
permukaan atau kulit crustacea yang lepas pada saat molting. Karena kebanyakan organisme
tidak dapat mencerna kitin dari kulit crustacea, biasanya kulit tersebut akan diserang oleh
bakteri dan dicerna kemudian di keluarkan dalam bentuk pakan protoplasma bakteri.
Akibatnya di dasar laut dalam banyak terdapat bakteri yang merupakan makanan dari
organisme yang lebih besar. Bahkan kelimpahan organisme pemakan bakteri akan lebih
banyak daripada organisme pelagik di kedalaman yang sama.
Pakan yang dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme laut dalam adalah
organisme yang pada saat larvanya berada di zona fotik dan dewasanya bermigrasi ke laut
dalam dimana ia akan menjadi mangsa para predator. Jenis pakan lain yang dapat langsung
dimanfaatkan adalah organisme mati yang berasal dari permukaan laut yang pada saat sampai
ke dasar laut dalam belum seluruhnya habis dimakan oleh organisme lain di zona atasnya.
Adaptasi Organisme Organisme Laut Dalam
Salah satu pembatas kehidupan organisme laut adalah kedalaman. Kedalaman
berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan yang lain seperti makanan, cahaya, tekanan, suhu
dan lain-lain, semuanya berpengaruh terhadap kondisi ekologi laut dalam terutama terhadap
kehidupan organisme (ikan).
Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya
untuk bertahan hidup. Dengan keadaan tanpa adanya cahaya matahari, tekanan tinggi,
salinitas tinggi dan faktor – faktor yang terdapat di dalam ekosistem laut dalam ini membuat
biota laut dalam tersebut melakukan adaptasi, yakni :
1) Adapasi morfologi
Adapasi morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan
kebutuhan organisme hidup. Secara morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak
dan dimensi mulut mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka
adalah mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal
mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Kanibalisme juga sering terjadi di
beberapa spesies.
Gambar ikan Linophryne bermulut besar dengan gigi yang tajam.
Pada organisme mosopelagik umumnya memiliki mata yang besar. Mata ini
digunakan untuk memeksimalkan penglihatan pada intensitas cahaya yang begitu minim.
Mata ini akan menangkap bayangan dari cahaya yang dihasilkan oleh organ penghasil
cahaya. Ikan-ikan ini berenang dibagian atas zona mesopelagik yang masih sedikit terdapat
cahaya dan bermigrasi ke zona epipelagik seaat malam hari, dan menggunakan matanya
untuk mendeteksi adanya cahaya berintensitas rendah baik dari cahaya matahari maupun
cahaya dari organ penghasil cahaya. Ikan-ikan ini memiliki penglihatan senja karena
memiliki pigmen rodopsin dan kepadatan batang retina yang tinggi.
Gambar ikan Green Eyes bermata besar penghuni mesopelagik
Ikan penghuni zona abisal dan hadal biasanya tidak bermata, karena fungsi mata itu
sendiri yang kurang berguna di zona tersebut. Mata ikan di zona ini tidak berkembang
sehingga ikan bermata sangat kecil atau bahkan tidak memiliki mata.
Belut laut Gulper yang matanya tidak berkembang.
Adapun organisme yang memiliki mata tubuler yang berbentuk silinder pendek
dengan lensa setengah lingkaran di ujung silinder. Mata tersebut memiliki dua retina. Retina
yang yang satu untuk melihat jauh dan retina yang lain untuk melihat dekat.
Mata tubuler pada Genus Argyropelecus
Karena zona ini memiliki tekanan yang sangat besar yaitu mencapai 600 atm,maka makhluk
hidup di lapisan ini memiliki kulit yang berongga dan tulang yang lunak dan fleksibel.
Sehingga mereka mampu beradaptasi dengan tekanan
2) Adaptasi fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan
baik. Di ekosistem laut dalam dapat dikatakan tidak terdapat produsen karena tidak adanya
sinar matahari yang menyebabkan tidak adanya proses fotosintesis pada ekosistem tersebut,
sehingga biota laut dalam melakukan adaptasi fisiologi. Bentuk adaptasi fisiologi biota laut
dalam adalah adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi yang
jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka bisa mendaur
energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang akan terpakai dengan stok
makanan yang didapat.
Adaptasi tingkah laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku terhadap
lingkungannya. Beberapa organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan mempunyai
perilaku yang unik untuk menarik pasangannya di tengah kegelapan. Mereka akan
memendarkan cahaya yang tampak kontras dengan kondisi sekitar yang serba gelap. Dalam
ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan
agar dapat bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini
dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa,
seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada
mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena
memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Kemudian contoh
lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena
tersebut sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa
yang ada didekatnya. Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya
tersebut adalah Bioluminescence.
Bioluminescence adalah cahaya yang dapat dihasilkan oleh beberapa hewan laut,
cahaya tersebut berasal dari bakteri yang hidup secara permanen didalam sebuah perangkap.
Asosiasi dari organisme dan bakteri yang menghasilkan bioluminescence ini digunakan oleh
hewan laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih
bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya bioluminescence dimiliki oleh
setiap hewan laut dalam, baik betina maupun jantan. Namun beberapa diantaranya ada yang
hanya dimiliki oleh hewan laut betina. Cahaya bioluminescence yang dihasilkan biasa
berwarna biru atau kehijauan, putih, dan merah. Walau sebagian besar bioluminescence
digunakan untuk mekanisme bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam
tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya. Asosiasi seperti ini
merupakan adaptasi tingkah laku dari penghuni perairan laut bawah.
Bioluminescense pada Comb jellyfish
Benang penghasil cahaya padaIkan Idiacanthus sp.
Asosiasi juga ditampakkan pada ikan pemancing laut dalam yang ukuran tubuh jantan
dan betina berbeda. Ikan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih kecil di banding yang betina,
seperti terlihat pada gambar di atas. Ukuran ikan angler jantan hanya sebesar ibu jari. Ikan
jantan mempunyai pengait untuk menempel pada ikan betina, begitu mengait dengan ikan
betina kait ikan jantan akan terhubung dengan pembuluh darah ikan betina dan seumur
hidupnya akan terus menempel pada ikan betina seperti parasit dan menghisap sari makanan
dari tubuh sang betina. Jika ikan jantan gagal mengait pada ikan betina, maka ia akan mati
kelaparan. Sementara si jantan akan selalu menyediakan spermanya untuk si betina.
Ikan jantan Ceratias jauh lebih kecil dari betinanya dan hidup sebagai parasit pada tubuh ikan betina.
Anonim. 2010. Laut Dalam yang Misterrius. http://www.unikaja.com/2010/03/laut-dalam-yang-
misterius.html diaksas pada Kamis, 26 Febuari 2015 pukul 11.54 WIB
Anonim.__.Misteri Kehidupan Laut yang Paling Dalam. http://muslimatrix.co.tv/index.php/artikel-
ringan/islami/156-laut-dalam diaksas pada Kamis, 2 Juni 2011 pukul 12.03 WIB
Nyibakken, W James. 1988. Biologi Laut Sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia
The Colossal Squid Exhibition New Zeland. Bioluminescence In The Deep Oceon.
http://squid.tepapa.govt.nz/the-deep/article/bioluminescence-in-the-deep-ocean. diaksas pada
Kamis, 26 Febuari 2015 pukul 11.20 WIB
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDAQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.sith.itb.ac.id%2Fprofile%2Fnoor%2FPertama-kali-di-Indonesia-ditunjukkan-Habitat-Komunitas-Fauna-Laut-Dalam-Hydrothermal-Vent-HV-dan-Non-HV-di-Perairan-Sangihe-Talaud-Provinsi-Sulawesi Utara.pdf&ei=uST1VOTaH4nn8AXsroEQ&usg=AFQjCNEjbcyGRsF1liTS-9tgKWMq59PHsw&sig2=sh05t4lo4ML4i0bcYNFQyg&bvm=bv.87269000,d.dGc
betina
Jantan