rancangan perma pedoman penanganan perkara...
TRANSCRIPT
RANCANGAN PERMAPEDOMAN PENANGANAN PERKARA PIDANA
TERHADAP KORPORASI
Tim Penyusunan Produk Hukum Pedoman Pemidanaan Dan
Pertanggungjawaban Korporasi
DAFTAR ISI
PELAKSANAAN KEGIATAN PENYUSUNAN 1. KETENTUAN UMUM
2. TATA CARA PENANGANAN PERKARA 3 . PUTUSAN & PELAKSANAAN PUTUSAN
PELAKSANAAN KEGIATAN PENYUSUNAN
TANGGAL KEGIATAN OUTPUT
21 Maret 2016
Gedung KPK
Presentasi Program pembentukan pedoman
pertanggungjawaban pidana korporasi antara KPK dan
MA kepada Pimpinan berdasarkan ND dari PJKAKI
Disetujuinya pelaksanaan program oleh
Pimpinan dan menunjuk Bapak LMS sebagai
koordinator
31 Maret 2016
Mahkamah
Agung
Rapat tim MA, KPK, Kejaksaan dan Kepolisian dipimpin
Ketua Kamar Pidana MA dan Pak LMS dari KPK di
Mahkamah Agung
Disetujuinya pembentukan Peraturan
Mahkamah Agung terkait
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
KPK ditunjuk untuk mengkoordinasikan
jalannya program secara teknis
7 April 2016
Gedung KPK
Pembentukan Proporsal dan SK Tim CCL Draft Proposal dan SK TIM
11 April 2016
Gedung KPK
Pengajuan ND Proposal dan SK Tim CCL Nota Dinas
12 April 2016
Gedung KPK
Pesetujuan Pimpinan atas Proposal dan SK Tim CCL Proposal dan SK TIM
19 April 2016
Mahkamah
Agung
Pertemuan tim KPK dengan Prof Suryajaya Menyepakati Proposal Program dan Penunjukan
Tim dari MA
21-22 April 2016
Hotel Morrissey
Konsinyering Tim KPK dengan Tim MA yang
dipimpinan Hakim Agung Prof Surya Jaya dan
Draft awal Perma dan Naskah Akademis
Kesepakatan Waktu Pelaksanaan Kegiatan
TANGGAL KEGIATAN OUTPUT
27 April 2016
Gedung KPK
Rapat Lanjutan Pembahasan Draft Perma Draft Perma
4 Mei 2016
Gedung KPK
Rapat Lanjutan Pemabahsan Draft Perma Draft Perma
9 Mei 2016
Hotel Morrissey
High Level Meeting MA, KPK, Kepolisian dan Kejaksaan
membahas PERMA
Kesepkatan adanya FGD DIM PERMA
11 Mei 2016
Gedung KPK
Rapat Lanjutan Pembahasan Draft Perma Draft Perma
18-19 Mei 2016
Bandung
Konsinyering pertemuan dengan Ahli Pidana dan Korporasi di
Bandung
Draft Perma
20 Mei 2016
Hotel Morrissey
CLE: Private Equity dan Backdoor Listing oleh Daniel Ginting
dan Harun Reksodiputro
Masukan Naskah Akademis
25-26 Mei 2016
Hotel Morrissey
FGD Penyusunan DIM dengan melibatkan K/L terkait dan Ahli
(Fikri Assegaf dan Dr Yunus Husein)
DIM masing-masing K/L
30 Mei 2016
Gedung KPK
CLE : Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan
Pemisahan Perseroan (Teori dan Perkembangan Praktek) oleh
Mita Djajadiredja
Masukan Naskah Akademis
1 Juni 2016
Gedung KPK
Pembahasan Draft Perma Draft Perma
9 -10 Juni 2016
Gedung KPK
Pembahasan Draft Perma Draft Perma
13 Juni 2016
Gedung KPK
Pembahasan Draft Perma Draft Perma dan Draft Naskah Akademis
Bagian 1: KETENTUAN UMUM
KORPORASI & PENGURUS
KORPORASIkumpulan orang dan/atau kekayaan yang
terorganisasi, baik merupakan badanhukum maupun bukan badan hukum.
PENGURUSorgan korporasi yang menjalankan kepengurusankorporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggarandasar, termasuk mereka yang tidak memilikikewenangan dan/atau kekuasaan untuk mengambilkeputusan namun dalam kenyataannya dapatmengendalikan dan/atau turut mempengaruhikebijakan korporasi dan/atau ikut memutuskankebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikansebagai tindak pidana termasuk dalam hal iniPersonil Pengendali.
PENGURUS SESUAI DOKUMEN + BENEFICIAL OWNERSHIP
TERMASUK PERKUMPULAN, ORGANISASI TERORIS, KOPERASI, YAYASAN DLL
Harta Kekayaan & Tindak Pidana yang dilakukan oleh Korporasi
Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak
bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperolehbaik secara langsung maupun tidak langsung.
Tindak Pidana yang dilakukan oleh Korporasi adalah
tindak pidana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepadakorporasi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
HUBUNGAN KERJA & HUBUNGAN LAIN
•Hubungan kerja adalah hubungan antaraKorporasi dengan pekerja/pegawainyaberdasarkan perjanjian yang mempunyai unsurpekerjaan, upah, dan/atau perintah.
•Hubungan lain adalah hubungan antaraPengurus dan/atau Korporasi di satu pihakdengan orang dan/atau Korporasi lain di lainpihak sehingga menjadikan pihak lain tersebutbertindak untuk kepentingan pihak pertamaberdasarkan perikatan baik tertulis maupuntidak tertulis.
LINGKUNGAN KORPORASI
Lingkup Korporasi/Lingkup UsahaKorporasi/Lingkungan Korporasi adalahlingkup kerja yang termasuk dan/ataumendukung kegiatan usaha korporasibaik langsung maupun tidak langsung.
Undang-Undang
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan PerwakilanRakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Bagian 2
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN
ASAS
keadilan; kesamaankedudukan
dalam hukum;
kepastianhukum;
kemanfaatan; dan
cepat, sederhana danbiaya ringan.
Maksud & Tujuan
a. sebagai pedoman bagi penegak hukum dalam
penanganan perkara pidana dengan subjek hukum
korporasi dan/atau pengurus;
b. mengisi kekosongan hukum khususnya acara dalam
penanganan perkara pidana dengan subjek hukum
korporasi dan/atau pengurus; dan
c. mendorong efektivitas penanganan perkara pidana
dengan subjek hukum korporasi dan/atau pengurus
korporasi.
Bagian 3: TATA CARA PENANGANAN PERKARA
SUB BAGIAN 1: PENGAJUAN KORPORASI DAN/ATAU PENGURUS
KORPORASI PENGURUSKORPORASI
DAN PENGURUS
• Pemeriksaan pidana dapat dilakukan secara bersamaan atau terpisah.
• Dalam hal korporasi dan pengurus melakukan tindak pidana dan dapat dimintakanpertanggungjawaban pidana maka sedapat mungkin pemeriksaan terhadap korporasi danpengurus diajukan secara bersama-sama.
• Penjatuhan pidana terhadap korporasi dan/atau pengurus tidak menutup kemungkinanpenjatuhan pidana terhadap pihak-pihak lain yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan terbukti terlibat dalam tindak pidana tersebut.
PRASYARAT PENGAJUAN KORPORASI
PERBUATAN
PERTANGGUNGJAWABAN
PERBUATAN
“Korporasi dapat dipidana apabila tindak pidana dilakukan oleh orang baikberdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak dalam lingkungan korporasi maupundiluar lingkungan usaha korporasi namun dilakukan untuk kepentingandan/atau dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi”
PERTANGGUNGJAWABAN
• Kesalahan pelaku dapat menjadi kesalahan korporasi apabila orang sebagaimana dimaksudpada Pasal 5 melakukan perbuatan tindak pidana dan kriteria pertanggungjawaban pidanakorporasi yang telah ditentukan oleh undang-undang, serta terhadapnya tidak ditemukanadanya alasan pembenar dan/atau pemaaf.
• Tindak pidana tersebut sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dicelakan/dipersalahkan kepadakorporasi apabila memenuhi salah satu atau lebih syarat sebagai berikut :
a. tindak pidana terjadi karena keputusan pengurus untuk melakukan atau tidak melakukantindakan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
b. tindak pidana terjadi karena dibiarkan terjadi oleh korporasi;
c. korporasi mengambil keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut; atau
d. korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukanpencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadapketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Kelompok Perusahaan
• Dalam hal tindak pidana dilakukan Korporasi dengan melibatkaninduk korporasi (holding) dan/atau anak korporasi (subsidiary)dan/atau korporasi bersaudara (sister) maka pertanggungjwabanpidana dapat dikenakan terhadap induk Korporasi dan/atau anakKorporasi dan/atau korporasi bersaudara.
• Induk korporasi dan/atau anak korporasi dan/atau korporasibersaudara dapat dimintakan pertanggunggjawaban atas tindakpidana yang dilakukan induk korporasi dan/atau anak korporasidan/atau korporasi bersaudara apabila menenuhi prasyaratpengajuan korporasi
Yang dimaksud “induk korporasi (holding) dan/atau anak korporasi (subsidiary)dan/atau korporasi bersaudara (sister) merupakan kumpulan orang atau badan yangsatu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, hubungankeuangan dan/atau hubungan lain sesuai peraturan perundangan.
Penggabungan, Peleburan danPemisahan
• Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan Korporasi makapertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap Korporasi yang menerima penggabunganatau Korporasi hasil peleburan.
• Dalam hal terjadi pengambilalihan Korporasi maka pertanggungjawabandikenakan terhadap Korporasi yang melakukan pengambilalihan
• Dalam hal terjadi pemisahan Korporasi dan Korporasi yangmelakukan pemisahan telah bubar maka pertanggungjawaban pidanadikenakan terhadap Korporasi yang menerima peralihan
• Dalam hal terjadi pemisahan Korporasi dan Korporasi yangmelakukan pemisahan tidak bubar maka pertanggungjawaban pidanadikenakan terhadap Korporasi yang menerima peralihan dan/atau Korporasi yangmelakukan pemisahan.
• Dalam hal Korporasi dalam proses pembubaran maka pertanggungjawabanpidana tetap dikenakan terhadap Korporasi.
KORPORASI YANG TELAH BUBAR
Korporasi yang telah bubar setelah terjadinya tindak pidana tidak dijadikantersangka dan/atau terdakwa namun terhadap aset-aset milik korporasi yangdiduga merupakan digunakan dan/atau hasil kejahatan maka dapat diprosesmelalui mekanisme Perma 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara PenyelesaianPermohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana PencucianUang Atau Tindak Pidana Lain
Pengurus Meninggal Dunia
Dalam hal sebagian atau seluruh pengurus meninggal dunia makatetap tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana terhadapkorporasi
PRASYARAT PENGAJUAN PENGURUS
• Pertanggungjawaban pidana oleh korporasi tidak menghapuskanpertanggungjawaban secara pidana oleh pengurus
• Pengurus dapat dipidana dalam hal memenuhi unsur-unsur tindak pidana dan kriteria yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, serta terhadapnya tidak ditemukanadanya alasan pembenar dan pemaaf.
• Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana dalam hal sebagai berikut:
a. pengurus melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
b. pengurus yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan;
c. pengurus sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; dan/atau
d. keadaan atau kriteria lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.
PRASYARAT PENGAJUAN KORPORASI DAN
PENGURUS
PrasyaratKorporasi
PrasyaratPengurus
Pengurusdan
Korporasi
SUB BAGIAN 2: PEMERIKSAAN KORPORASI
PEMANGGILAN KORPORASI (1)
(1) Pemanggilan terhadap korporasi ditujukan dan disampaikan
kepada korporasi ke alamat tempat
kedudukan korporasi.
(2) Dalam hal alamat tempat kedudukan korporasi tidak
diketahui maka pemanggilan ditujukan kepada korporasi dan
disampaikan melalui alamat tempat tinggal salah satu
pengurus.
(3) Dalam hal tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir
pengurus tidak diketahui maka surat panggilan ditempelkan
pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang
berwenang mengadili perkara tersebut.
PEMANGGILAN KORPORASI (2)
Isi surat panggilan terhadap korporasi setidaknya
memuat:
a. nama korporasi;
b. tempat kedudukan;
c. status korporasi dalam perkara pidana
(saksi/tersangka/terdakwa);
d. waktu dan tempat dilakukannya pemeriksaan; dan
e. ringkasan dugaan peristiwa pidana terkait pemanggilan
tersebut.
PEMERIKSAAN KORPORASI
(1) Pemeriksaan terhadap korporasi sebagai tersangka atau terdakwa hanya dapat diwakili dan dihadiri oleh
seorang pengurus yang sah.
(2) Pengurus yang telah ditunjuk mewakili korporasi dalam pemeriksaan sebagai tersangka sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus hadir dalam pemeriksaan sebagai terdakwa di sidang pengadilan.
(3) Jika pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat hadir dalam pemeriksaan sebagai
terdakwa dengan alasan yang sah, maka hakim ketua sidang menunda persidangan dan memanggil
kembali pengurus tersebut untuk mewakili korporasi sebagai terdakwa untuk hadir pada hari sidang
berikutnya.
(4) Jika pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat hadir dalam pemeriksaan sebagai
terdakwa karena berhalangan tetap, maka korporasi sebagai terdakwa dapat diwakili oleh pengurus
lainnya dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.
(5) Dalam hal pengurus menolak hadir dan/atau tidak menunjuk seorang pengurus yang mewakili korporasi
pada tahap penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3) dan (4) maka penyidik dapat
menghadirkan pengurus yang mempunyai kedudukan paling tinggi dalam kepengurusan korporasi dalam
pemeriksaan.
(6) Dalam hal pengurus menolak hadir pada persidangan maka Hakim dengan penetapan tertulis dapat
memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke persidangan.
(7) Tata cara dan prosedur pemeriksaan terhadap korporasi dilakukan sesuai ketentuan Undang-Undang.
ALAT BUKTI
• Keterangan korporasi sebagai tersangka atau terdakwa
merupakan alat bukti hukum yang sah
• Keterangan korporasi merupakan perluasan alat bukti
hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang
berlaku di Indonesia
PEMBUKTIAN
Sistem pembuktian dalam penanganan tindak pidana
yang dilakukan oleh korporasi mengikuti Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana dan ketentuan undang-
undang lain yang berlaku
PENGURUS JUGA DIAJUKAN SEBAGAI TERSANGKA ATAU TERDAKWA
Dalam hal Korporasi diajukan sebagai tersangka atauterdakwa dalam perkara yang sama dengan Pengurussebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka Korporasidapat diwakili oleh Pengurus lainnya yang tidak menjaditersangka atau terdakwa dalam perkara tersebut
PEMERIKSAAN PERUSAHAAN YANG DILEBUR, DIPISAH, DIAMBILALIH DAN DALAM PROSES PEMBUBARAN
(1) Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat(1) maka Pengurus yang mewakili Korporasi dalam pemeriksaan perkara adalah Pengurus yang sahsaat dilakukan pemeriksaan perkara.
(2) Dalam hal terjadi pengambilalihan Korporasi maka Pengurus yang mewakili Korporasi dalampemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) maka Pengurus yang mewakili Korporasidalam pemeriksaan perkara adalah Pengurus Korporasi yang mengambilalih Korporasi
(3) Dalam hal terjadi pemisahan Korporasi dan Korporasi yang melakukan pemisahan telah bubar makaPengurus yang mewakili Korporasi dalam pemeriksaan perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8ayat (3) adalah Pengurus Korporasi yang menerima peralihan
(4) Dalam hal terjadi pemisahan Korporasi dan Korporasi yang melakukan pemisahan tidak bubar makaPengurus yang mewakili Korporasi dalam pemeriksaan perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8ayat (4) adalah Pengurus Korporasi yang menerima peralihan dan/atau yang melakukan pemisahan.
(5) Dalam hal Korporasi dalam proses pembubaran maka Pengurus yang mewakili Korporasi dalampemeriksaan perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) adalah Likuidator atau Kurator.
(6) Tata cara pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Korporasi yang diwakili oleh Pengurus sebagaimanadimaksud pada ayat (1), (2), (3) mengikuti tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18
SUB BAGIAN 3: PEMERIKSAAN PENGURUS
PEMERIKSAAN PENGURUS
Pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pengurus yangdiajukan sebagai tersangka, terdakwa atau terpidanadilaksanakan sesuai dengan Hukum Acara Pidana.
SUB BAGIAN 4: PEMERIKSAAN PENGURUS
PEMERIKSAAN KORPORASI & PENGURUS
Dalam hal korporasi dan pengurus masing-masing
diajukan sebagai terdakwa dalam satu dakwaan, maka
pemanggilan dan pemeriksaan korporasi dan pengurus
mengikuti ketentuan yang diatur sebelumnya
SUB BAGIAN 5: GANTI RUGI
GANTI RUGI
(1) Dalam hal diajukan gugatan ganti rugi terhadap Korporasi dan/atau Pengurussehubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa dalam persidangan maka dapatdilakukan penggabungan perkara sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 98Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sampai dengan Pasal 101 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Dalam hal penggabungan perkara dalam pemeriksaan dengan acara biasa atau acarasingkat (sumir) dimana Penuntut Umum hadir dalam persidangan, gugatan ganti kerugiandiajukan selambat-lambatnya sebelum Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana.
(3) Dalam hal penggabungan perkara dalam pemeriksaan dengan acara cepat dimanaPenuntut Umum tidak hadir dalam persidangan, gugatan ganti kerugian diajukanselambat-lambatnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan.
(4) Hakim menentukan kewenangan Pengadilan dalam memeriksa perkara ganti kerugianberdasarkan kompetensi relatif Pengadilan sebagaimana ketentuan yang berlaku padahukum acara perdata dimana kewenangan Pengadilan yang memeriksa, memutus, danmengadili berada di wilayah tempat tinggal tergugat atau tempat kediaman tergugat atautempat obyek gugatan yang berupa benda tetap berada.
(5) Hakim mempertimbangkan adanya akibat langsung ganti kerugian yang timbul dengantindak pidana yang dilakukan terdakwa
SUB BAGIAN 6: PENANGANAN HARTA KEKAYAAN KORPORASI
(1) Harta kekayaan korporasi yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang
membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan
terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya
penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin atau sedapat
mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya benda tersebut dapat diamankan
atau dilelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang diperkirakan akan mengalami penurunan
nilai ekonomis sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan
memperoleh kekuatan hukum, sejauh mungkin atau sedapat mungkin dengan persetujuan
tersangka atau kuasanya benda tersebut dapat dilelang.
(4) Penyidik atau Penuntut Umum yang akan melaksanakan lelang terhadap benda sitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib meminta izin terlebih dahulu dari Ketua
Pengadilan Negeri dengan melampirkan resume perkara yang bersangkutan dan
menjelaskan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dugaan tindak pidana
yang dilakukan oleh Korporasi, serta menyebutkan bukti permulaan yang dimilikinya.
Yang dimaksud “sejauh mungkin” adalah upaya Penyidik atau Penuntut Umum untuk
memperoleh persetujuan tersangka atau kuasanya atas pelaksanaan lelang benda
sitaan dalam waktu yang cukup dan apabila tidak ada persetujuan maka pelaksanaan
lelang tetap dilaksanakan.
5) Apabila diperlukan Ketua Pengadilan Negeri yang menerima permohonan lelang atas benda
sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat meminta penilaian kepada lembaga penilai
dengan anggaran yang dibebankan kepada instansi yang mengajukan permohonan.
6) Ketua Pengadilan Negeri yang menerima permohonan lelang atas benda sitaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) memberikan izin dengan penetapan tertulis setelah mempertimbangkan
penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
7) Pelaksanaan lelang benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan setelah
mendapatkan izin penetapan tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri dan dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan.
8) Harta kekayaan yang dilelang sebagaimana ayat (7) tidak dapat dibeli oleh tersangka atau
terdakwa dan/atau pihak yang mempunyai hubungan keluarga atau semenda sampai tingkat
kedua, keuangan, hubungan kerja/menajemen, hubungan kepemilikan dan/atau hubungan
lain dengan tersangka atau terdakwa tersebut
9) Dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) telah dilelang dan
Korporasi dijatuhkan putusan bebas atau lepas berdasarkan putusan berkekuatan hukum
tetap, maka uang hasil penjualan lelang barang sitaan harus dikembalikan kepada yang berhak
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak putusan dibacakan.
10) Dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) telah dilelang dan
penetapan tersangka terhadap Korporasi dinyatakan tidak sah oleh putusan praperadilan
atau penyidikan maupun penuntutan terhadap Korporasi dihentikan berdasarkan surat
penetapan penghentian penyidikan atau surat keputusan penghentian penuntutan, maka
uang hasil penjualan lelang barang sitaan harus dikembalikan kepada yang berhak paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak putusan Praperadilan dibacakan atau sejak surat
penetapan penghentian penyidikan atau surat keputusan penghentian penuntutan
berlaku.
11) Dalam hal dari penyimpanan uang hasil lelang benda sitaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan/atau ayat (4) terdapat bunga keuntungan, maka pengembalian uang hasil
lelang benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) juga disertai dengan
bunga keuntungan yang diperoleh dari penyimpanan uang hasil lelang benda sitaan
tersebut.
Sub Bagian 7 : Daluwarsa
Kewenangan menuntut pidana terhadap korporasi hapus
karena daluwarsa mengikuti ketentuan yang diatur oleh
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Bagian 3:
PUTUSAN & PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN
PUTUSAN KORPORASI(1) Surat Putusan Pemidanaan terhadap Korporasi mengikuti ketentuan
sesuai dengan Pasal 197 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Surat Putusan Bukan Pemidanaan terhadap Korporasi mengikuti
ketentuan Pasal 199 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(3) Surat Putusan Pemidanaan dan Bukan Pemidanan terhadap Korporasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencantumkan identitas
sebagai berikut :
a. Nama Korporasi;
b. Tanggal, tempat dan/atau nomor anggaran dasar/akta
pendirian/dokumen/ketentuan lain yang terakhir:
c. Tempat Kedudukan;
d. Kebangsaan korporasi;
e. Bentuk usaha/kegiatan; dan
f. Identitas pengurus yang mewakili.
SANKSI DALAM PUTUSAN
(1) Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana pokok dan/atau pidana tambahan
atau tindakan tata tertib atau tindakan lain sebagaimana Undang-Undang.
(2) Sanksi Pidana pokok yang dapat djatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda.
(3) Sanksi Pidana tambahan atau tindakan tata tertib atau tindakan lain yang dapat dijatuhkan terhadap
Korporasi berupa:
a. pembayaran uang pengganti kerugian keuangan negara;
b. perampasan atau penghapusan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
c. perbaikan kerusakan akibat dari tindak pidana;
d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan untuk jangka waktu tertentu;
f. penutupan atau pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan perusahaan untuk jangka waktu tertentu;
g. pencabutan sebagian atau seluruh hak-hak tertentu;
h. pencabutan izin usaha;
i. perampasan barang bukti atau harta kekayaan korporasi; dan/atau
j. tindakan lain sesuai dengan ketentuan undang-undang.
(4) Pengenaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dilaksanakan berdasarkan ketentuan
undang-undang.
PUTUSAN PENGURUS
Surat Putusan Pemidanaan atau Bukan Pemidanaan
terhadap Pengurus mengikuti ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
PUTUSAN KORPORASI & PENGURUS
Dalam hal Korporasi dan Pengurus masing-masing diajukan
sebagai terdakwa dalam satu dakwaan, maka Surat Putusan
mencantumkan:
a. identitas Korporasi dan indentitas Pengurus yang mewakili
Korporasi sebagai terdakwa 1 (satu);
b. identitas Pengurus sebagai terdakwa 2 (dua) dan
seterusnya;
c. uraian perbuatan Korporasi maupun Pengurus secara
cermat, jelas, dan lengkap mengenai peran dan tindak pidana
yang dilakukan masing-masing terdakwa; dan
d. pengenaan hukuman atau sanksi pidana terhadap masing-
masing terdakwa secara jelas.
PELAKSANAAN PUTUSAN DENDA
(1) Pelaksanaan pidana dilakukan berdasarkan Putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Petikan Surat Putusan dapat digunakan sebagai dasar
dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
PELAKSANAAN PUTUSAN DENDA KORPORASI
(1) Dalam hal pidana denda yang dijatuhkan kepada Korporasi, Korporasi diberikanjangka waktu 1 (satu) bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap untukmembayar denda tersebut.
(2) Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan.
(3) Jika denda dibayar sebagian atau tidak dibayarkan sebagaimana ayat (2), Jaksamelakukan penyitaan terhadap harta kekayaan yang dimiliki Korporasi untukdilelang oleh kantor lelang negara yang diperhitungkan sesuai dengan besarnyapembayaran pidana denda.
(4) Dalam hal undang-undang menentukan secara tegas bahwa pidana kurunganpengganti denda dapat dikenakan terhadap Pengurus apabila Korporasi tidakmelaksanakan pidana denda, maka pelaksanaan hukuman pidana disesuaikandengan ketentuan Undang-Undang tersebut.
(5) Penjatuhan hukuman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)dicantumkan dalam amar putusan pengadilan.
PELAKSANAAN PUTUSAN DENDA PENGURUS
(1) Dalam hal pidana denda dijatuhkan kepada pengurus, Pengurusdiberikan jangka waktu 1 (satu) bulan sejak putusan berkekuatanhukum tetap untuk membayar denda tersebut.
(2) Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan.
(3) Jika denda dibayar sebagian atau tidak dibayarkan sebagaimana ayat (1),pengurus dijatuhkan pidana kurungan pengganti denda yang dihitungsecara proposional.
(4) Pidana kurungan pengganti denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah berakhirnya hukuman pidana penjara.
(5) Penjatuhan hukuman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dicantumkan dalam amar putusan pengadilan.
PIDANA TAMBAHAN & TATA TERTIB
Pidana tambahan atau tindakan tata tertib atau tindakan lain terhadapKorporasi dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan.
PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN ATAU TATA TERTIB TERHADAP KORPORASI (1)
(1) Dalam hal pidana tambahan berupa Perampasan barang bukti atau harta
kekayaan korporasi harus dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak putusan berkekuatan hukum tetap dan dapat diperpanjang untuk paling
lama 1 (satu) bulan.
(2) Dalam hal terdapat keuntungan berupa harta kekayaan yang timbul dari hasil
kejahatan maka seluruh keuntungan tersebut dirampas untuk negara.
(3) Perampasan keuntungan yang timbul dari hasil kejahatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), harus dinyatakan secara tegas dalam putusan
pengadilan.
PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN ATAU TATA TERTIB TERHADAP KORPORASI (2)
(1) Dalam hal pidana tambahan terhadap Korporasi berupa uangpengganti, maka tata cara pengenaan uang penggantidilaksanakan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti DalamTindak Pidana Korupsi dan peraturan perundan-undanganterkait.
(2) Dalam hal pidana tambahan terhadap Korporasi bukan badanhukum berupa uang pengganti, maka harta kekayaan pengurusdapat dirampas apabila harta kekayaan Korporasi tidakmencukupi untuk membayar uang pengganti.
(3) Dalam hal harta kekayaan Pengurus dan Korporasi tidakmencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimanadimaksud dalam ayat (2), maka hukuman kurungan penggantihanya dapat digunakan apabila undang-undang mengatursecara tegas.
BAB V KETENTUAN PERALIHAN
Semua perkara pidana terhadap korporasi dan/atau
pengurus yang penuntutannya diajukan sebelum Peraturan
Mahkamah Agung ini berlaku dan belum memperoleh
putusan yang berkekuatan hukum tetap maka proses
hukumnya tetap mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum adanya
Peraturan Mahkamah Agung ini.
MASUKAN PERMA
Apabila masih terdapat masukan dapat dikirimkan ke :
[email protected] atau [email protected]
Terima kasih banyak