rangkuman obgyn
DESCRIPTION
Resume of Obstetric and GynecologyTRANSCRIPT
Amenore / Amenorrhea adalah tidak terjadinya menstruasi / Haid.
dibedakan menjadi 2, Amenore Primer dan Amenore Sekunder
Amenore Primer, jika seorang wanita tidak pernah sekalipun Menstruasi / Haid dalam
hidupnya.
Amenore Sekunder, jika seorang wanita pernah mengalami menstruasi / Haid, kemudian
berhenti selama 3 siklus, atau selama 6 bulan
Amenore bisa juga merupakan kondisi yang normal, jika terjadi sebelum masa
pubertas(sebelum 16 tahun) , selama kehamilan, selama menyusui dan setelah menopause.
Amenore bisa terjadi akibat kelainan di otak, kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar
adrenal, ovarium (indung telur) maupun bagian dari sistem reproduksi lainnya.
Dalam keadaan normal, hipotalamus (bagian dari otak yang terletak diatas kelenjar hipofisa)
mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk melepaskan hormon-hormon yang
merangsang dilepaskannya sel telur oleh ovarium.
Pada penyakit tertentu, pembentukan hormon hipotalamus maupun hormon hipofisa yang
Abnormal bisa menyebabkan terhambatnya pelepasan sel telur dan terganggunya serangkaian
proses hormonal yang terlibat dalam terjadinya menstruasi.
Pembagian Amenore Primer
Amenore Primer Tipe 1
Buah dada tidak ada, Uterus Ada
Amenore Primer Tipe 2
Buah dada Ada, Uterus tidak ada
Amenore Primer Tipe 3
Buah dada dan Uterus tidak ada
Amenore Primer Tipe 4
Buah dada dan uterus ada
Penyebab amenore primer:
1. Tertundanya menarke (menstruasi pertama)
2. Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki rahim atau vagina, adanya
sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang pada selaput yang menutupi vagina terlalu
sempit/himen imperforata)
3. Penurunan berat badan yang drastis (akibat kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia nervosa,
bulimia, dan lain lain)
4. Kelainan bawaan pada sistem kelamin
5. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma Swyer) dimana sel hanya
mengandung 1 kromosom X)
6. Obesitas yang ekstrim
7. Hipoglikemia
8. Disgenesis gonad
9. Hipogonadisme hipogonadotropik
10. Sindroma feminisasi testis
11. Hermafrodit sejati
12. Penyakit menahun
13. Kekurangan gizi
14. Penyakit Cushing
15. Fibrosis kistik
16. Penyakit jantung bawaan (sianotik)
17. Kraniofaringioma, tumor ovarium, tumor adrenal
18. Hipotiroidisme
19. Sindroma adrenogenital
20. Sindroma Prader-Willi
21. Penyakit ovarium polikista
22. Hiperplasia adrenal kongenital
Penyebab amenore sekunder:
1. Kehamilan
2. Kondisi psikis dalam tekanan (kecemasan)
3. Penurunan berat badan yang drastis
4. Olah raga yang berlebihan
5. Mengkonsumsi hormon tambahan(kontrasepsi suntik, maupun Pil)
6. Obesitas
7. Stres emosional
8. Menopause
9. Kelainan endokrin (misalnya sindroma Cushing yang menghasilkan sejumlah besar
hormon kortisol oleh kelenjar adrenal)
10. Obat-obatan (misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil KB, fenotiazid)
11. Prosedur dilatasi dan kuretase
12. Kelainan pada rahim, seperti mola hidatidosa (tumor plasenta) dan sindrom Asherman
(pembentukan jaringan parut pada lapisan rahim akibat kuret, infeksi atau pembedahan).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan usia penderita.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
# Biopsi endometrium
# Progestin withdrawal
# Kadar prolaktin
# Kadar hormon (misalnya testosteron)
# Tes fungsi tiroid
# Tes kehamilan
# Kadar FSH (follicle stimulating hormone)< LH (luteinizing hormone), TSH (thyroid
stimulating hormone)
# Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom
# CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).
PENGOBATAN
Pengobatan tergantung kepada penyebabnya dan diagnosanya.
Jika penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita
dianjurkan untuk menjalani diet yang tepat.
Jika penyebabnya adalah olah raga yang berlebihan, penderita dianjurkan untuk
menguranginya.
Jika seorang anak perempuan belum pernah mengalami menstruasi dan semua hasil
pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3-6 bulan untuk memantau
perkembangan pubertasnya.
Untuk merangsang menstruasi/challenge test, bisa diberikan progesteron.
Untuk merangsang perubahan pubertas pada anak perempuan yang payudaranya belum
membesar atau rambut kemaluan dan ketiaknya belum tumbuh, bisa diberikan estrogen.
Jika penyebabnya adalah tumor, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor
tesebut.
Tumor hipofisa yang terletak di dalam otak biasanya diobati dengan bromokriptin untuk
mencegah pelepasan prolaktin yang berlebihan oleh tumor ini.
Bila perlu bisa dilakukan pengangkatan tumor. Terapi penyinaran biasanya baru dilakukan
jika pemberian obat ataupun pembedahan tidak berhasil.
Definisi
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang
didalam maupun diluar siklus haid, yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional
mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat
reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause.
Batasan Perdarahan Uterus Abnormal
BATASAN POLA ABNORMALITAS
PERDARAHAN
Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan
interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase
folikuler yang memanjang.
Polimenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan
interval < 21 hari dan disebabkan oleh defek
fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan
interval normal ( 21 – 35 hari) namun
jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.
Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval
non-siklik dan dengan darah yang berlebihan
(>80 ml) dan atau dengan durasi yang
panjang ( > 7 hari).
Amenorea Tidak terjadi haid selama 6 bulan berturut-
turut pada wanita yang belum
masuk usia menopause.
Metroragia atau
perdarahan antara
haid
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara
siklus ovulatoir dengan penyebab a.l penyakit
servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
submukosa, hiperplasia endometrium, dan
keganasan.
Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat
intermenstrual sebelum ovulasi yang umumnya disebabkan
oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan pasca
menopause
Perdarahan uterus yang terjadi
pada wanitamenopause yang sekurang-
kurangnya sudah tidak mendapatkan haid
selama 12 bulan.
Perdarahan uterus
abnormal akut
Perdarahan uterus yang ditandai dengan
hilangnya darah yang sangat banyak dan
menyebabkan gangguan hemostasisis
(hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan uterus
disfungsi
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau
anovulatoir yang tidak berkaitan dengan
kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik,
patologi traktus genitalis yang nyata dan atau
gangguan kondisi sistemik.
HIPERPLASIA ENDOMETRIUM adalah keadaan dimana endometrium tumbuh secara
berlebihan. Kelainan ini bersifat benigna ( jinak ) ; akan tetapi pada sejumlah kasus dapat
berkembang kearah keganasan uterus . Sejumlah wanita berada pada resiko tinggi menderita
hiperplasia endometrium. Tulisan ini akan memberi penjelasan mengenai :
Pemeriksaan Diagnostik
Terapi
Pencegahan
Siapa yang memiliki resiko tinggi?
Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki resiko
tinhggi :
1. Sekitar usia menopause
2. Didahului dengan terlambat haid atau amenorea
3. Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak )
4. Penderita Diabetes melitus
5. Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian progestin pada
kasus menopause
6. PCOS – polycystic ovarian syndrome
7. Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor
Keluhan utama hiperplasia glandulare adalah perdarahan uterus abnormal dengan spektrum
histologis yang luas .
Terdapat 2 golongan :
1. Simple Hyperplasia
2. Complex Hyperplasia
dengan dua subgolongan : dengan atau tanpa atypia
Complex Atypical Hyperplasia memiliki potensi keganasan paling tinggi dimana sekitar20 –
30% tanpa pengobatan akan mengalami perubahan ke karsinoma endometrium
Kanker Endometrium
Office endometrial biopsi (pipele) harus dikerjakan pada keadaan berikut :
- Metroragia > 35 tahun
- Perdarahan pasca menopause (> 6 bulan)
- Setiap tahun pada pemakai tamoxipen
- Penderita unopposed estrogen (seperti Obese, nulipara, chronic unovalation)
Penyebab timbulnya kanker ovarium belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit kanker ovarium yaitu :
a. Riwayat kanker payudara
b. Riwayat kanker ovarium dalam keluarga (faktor genetik)
c. Berawal dari hiperplasia endometrium yang berkembang menjadi karsinoma.
d. Menarche dini
e. Diet tinggi lemak
f. Riwayat kanker payudara
g. Merokok
h. Alkohol
i. Penggunaan bedak talk perineal
j. Nulipara
k. Infertilitas
l. Tidak pernah melahirkan
m. Terapi penggantian hormon
n. Kontrasepsi oral
Gejala umum bervariasi yang biasanya muncul pada kanker ovarium adalah :
a. Dispepsia
b. Menoragia
c. Menopause lebih dini
d. Rasa tidak nyaman pada abdomen.
e. Nyeri tekan pada pelvis
f. Lingkar abdomen yang terus meningkat
g. Sering berkemih.
7. Diagnosis
Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan pemeriksaan hispatologis yang dilakukan dengan :
a. Metode anamnesis (wawancara dan pemeriksaan fisik)
Pada saat anamnesis pasien akan ditanya (diwawancarai) secara lisan mengenai sakit yang
dirasakan beserta sejarah penyakitnya (jika ada) yang akan dicatat dalam rekam medik.
b. Pemeriksaan USG untuk dapat membedakalesi/tumor yang solid dan kristik.
c. Tes laboratorium
Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di mana kadar
ALP yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan empedu atau kanker yang telah
bermetastasis ke arah hati atau tulang
d. Penanda tumor (tumor marker)
Cancer antigen 125 (CA 125). Pada pasien penderita kanker ovarium sering ditemukan
peningkatan kadar CA 12
e. X-ray
X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan gelombang lalu
mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang diperiksa tulang akan memberikan
warna putih, jaringan akan memberikan warna keabuan, sedangkan udara memberikan warna
hitam
f. Pencitraan lain
1) Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah memvisualisasikan
tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan menggunakan metode pengukuran sinyal
elektromagnetik yang secara alamiah dihasilkan oleh tubuh.
2) Position Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan cara
memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Sel-sel kanker (yang berkembang lebih cepat
daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih cepat/banyak daripada sel-sel normal.
g. CT SCAN, merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk mencitrakan
bagian dalam tubuh.
h. Scanning radioaktif.
i. Ultrasound
Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan sonogram
ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan abnormalitas pada bagian
pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara yang dipantulkan oleh jaringan yang
ditembakkan gelombang suara.
j. Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga tubuh menggunakan alat
fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya abnormalitas seperti bengkak, sumbatan,
luka/jejas, dan lain-lain.
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation InternationalofGinecologies and
Obstetricians) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Stadium I : Pertumbuhan terbatas pada ovarium.
a) Stadium Ia : Pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada ansietas yang
berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan dipermukaan luar, kapsul utuh.
b) Stadium Ib : Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asietas yang
berisi sel ganas, tidak ada tumor dipermukaan luar, kapsul intak.
c) Stadium Ic : Tumor dengan stadium Ia dan Ib tetapi ada tumor di permukaan luar atau
kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan
peritoneum positif.
2) Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul.
a) Stadium 2a : Perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba.
b) Stadium 2b : Perluasan jaringan pelvis lainnya.
c) Stadium 2c : Tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau
kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asietas yang mengandung sel ganas dengan bilasan
peritoneum positif
3) Stadium III : Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan implant di peritoneum di
luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tapi histologi
terbukti meluas ke usus besar dan omentum.
a) Stadium 3a : Tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi
secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding)
dipermukaan peritoneum abdominal.
b) Stadium 3b : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah
bening negatif.
c) Stadium 3c : Implant di abdomen dengan diameter > 2 cm dan kelenjar getah bening
retroperitoneal atau inguinal positif.
4) Stadium IV : Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.
Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke
permukaan liver.
Kanker serviks membutuhkan proses yang sangat panjang yaitu antara 10 hingga 20 tahun
untuk menjadi sebuah penyakit kanker yang pada mulanya dari sebuah infeksi. Oleh karena
itu, saat tahap awal perkembangannya akan sulit untuk di deteksi. Oleh karena itu di sarankan
para perempuan untuk melakukan test pap smear setidaknya 2 tahun sekali, melakukan test
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat, dll. Meskipun sulit untuk di deteksi, namun ciri-ciri
berikut bisa menjadi petunjuk terhadap perempuan apakah dirinya mengidap gejala kanker
serviks atau tidak:
Saat berhubungan intim selaku merasakan sakit, bahkan sering diikuti pleh adanya
perdarahan.
Mengalami keputihan yang tidak normal disertai dengan perdarahan dan jumlahnya berlebih
Sering merasakan sakit pada daerah pinggul
Mengalami sakit saat buang air kecil
Pada saat menstruasi, darah yang keluar dalam jumlah banyak dan berlebih
Saat perempuan mengalami stadium lanjut akan mengalami rasa sakit pada bagian paha atau
salah satu paha mengalami bengkak, nafsu makan menjadi sangat berkurang, berat badan
tidak stabil, susah untuk buang air kecil, mengalami perdarahan spontan.
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia dapat disebabkan karena
kelainan HIS (HIS hipotonik dan hipertonik), karena kelainan mbesar anak, bentuk anak
(Hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang dan lintang), serta
karena kelainan jalan lahir.
Distosia karena kelainan HIS antara lain berupa:
1. Inersia Uteri (Hypotonic uterine contraction )
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun
pada kala pengeluaran.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
a) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat
( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
b) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan.
b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang, kemungkinan
yang ada.
c) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
d) Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dektrosa 5% ,dimulai dengan 12 tetes
permenit,dinaikkan setiap 10-15 tetes permenit sampai 40-50 tetes permenit.
e) Pemberian oksitosin tidak perlu terus menerus, sebab bila tidak memperkuat HIS
setelah pemberian beberapa lama,hentikan dulu dan ibu disuruh istirahat. Pada malam hari
berikan obat penenang misalnya valium10 mg dan esoknya dapat diulangi lagi pemberian
oksitosin drips.
f) Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan Secsio
Sesarea
g) Bila semula HIS kuat kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah dan partus
berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada gunanya
memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forcep, atau secsio sesarea)
2. Tetania Uteri (Hypertonic uterine contraction )
Adalah HIS yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan
diatas kendaraan, kamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Pasien merasa
kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Akibatnya terjadilah
luka-luka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi
perdarahan intrakranial,dan hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi ruptur uteri mengancam, dan bila tidak segera
ditangani akan berlanjut menjadi ruptura uteri. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini
antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan,
ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganan:
a) Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya asal janin tidak akan lahir dalam
waktu dekat (4-6 jam).
b) Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan secsio
sesaria.
c) Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba
dan cepat.
3. Aksi Uterus Inkoordinasi (incoordinate uterine action)
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan singkronisasi antara kontraksi dan
bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam
pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan
persalinan tidak maju.
Penanganan:
a) Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obat anti sakit dan
penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin, dan valium.
b) Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut - larut selesaikanlah partus
menggunakan hasil pemriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forseps atau seksio
sesaria.
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya
Ada 2 definisi panggul sempit, yaitu secara anatomi dan secara obstetri.
Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah
angka normal sebanyak 1 cm atau lebih.
Pengertian secara obstetri adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga
mengganggu mekanisme persalinan normal.
Faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk panggul
* Perkembangan: bawaan lahir atau keturunan.
* Suku bangsa.
* Nutrisi: gangguan gizi (malnutrisi)
* Faktor hormon: kelebihan androgen menyebabkan panggul jenis android.
* Metabolisme: ricketsia dan osteomalasia.
* Trauma, penyakit atau tumor tulang panggul, kaki dan tulang belakang.
Wanita dengan tinggi kurang dari 1,5 meter dicurigai panggul sempit (ukuran barat). Pada
pemeriksaan kehamilan, terutama kehamilan anak pertama, kepala janin belum masuk pintu
atas panggul di 3-4 minggu terakhir kehamilan. Bisa juga ditemukan perutnya seperti
pendulum serta ditemukan kelainan letak bayi.
Pada kehamilan pertama, biasanya dilakukan pemeriksaan kapasitas rongga panggul pada
usia kehamilan 38-39 minggu, baik secara klinis (dengan periksa dalam /VT) atau dengan alat
seperti jangka ataupun radio diagnostik (X-ray, CT-scan atau Magnetic resonance imaging
(MRI).
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim, yaitu :
a. Letak Sungsang
Sekitar 3-5% atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir dalam posisi sungsang. Resiko bayi lahir
sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar dibandingkan lahir dengan
letak kepala yang normal. Oleh karena itu, biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi
terburuk karena persalinan yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi. Namun,
tindakan operasi untuk melahirkan janin sungsang baru dilakukan dengan beberapa
pertimbangan, yaitu posisi janin yang beresiko terjadinya “macet” di tengah proses
persalinan. Apabila posisi bokong di bawah rahim dengan satu atau dua kaki menjuntai maka
kelahiran bayinya harus dengan operasi sesar.
b. Letak Lintang
Kelainan lain yang paling sering terjadi adalah letak lintang atau miring. Letak yang
demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini,
letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya, bokong
akan berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin, sementara bahu berada pada bagian
atas panggul. Konon,punggung dapat berada di depan, belakang, atas, maupun bawah.
Kelainan letak lintang ini hanya terjadi sebanyak 1%. Letak lintang ini biasanya ditemukan
pada perut ibu yang menggantung atau karena adanya kelainan bentuk rahimnya. Keadaan ini
menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan persentasi tubuh janin di dalam jalan
lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat mengakibatkan janin kekurangan
oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan
operasi untuk mengeluarkannya.
Cara kerja dari kontrasepsi pil progestin atau mini pil dalam mencegah kehamilan antara lain
dengan cara:
Menghambat ovulasi.
Mencegah implantasi.
Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.
Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma menjadi terganggu.
Pil progestin atau mini pil sangat efektif (98,5 persen). Penggunaan yang benar dan konsisten
sangat mempengaruhi tingkat efektifitasnya. Efektifitas penggunaan mini pil akan berkurang
pada saat mengkonsumsi obat anti konvulsan (fenitoin), carbenzemide, barbiturat, dan obat
anti tuberkulosis (rifampisin).
Adapun cara untuk menjaga kehandalan mini pil antara lain:
Minum pil setiap hari pada saat yang sama.
Penggunaan mini pil jangan sampai ada yang lupa.
Senggama dilakukan 3-20 jam setelah minum mini pil.
Histology
Grade
Corresponding
CytologyDescription Image
– – Normal cervical epithelium
CIN
1(Grade I)LSIL [5]
The least risky type, represents only mild dysplasia,
or abnormal cell growth.[3] It is confined to the basal
1/3 of the epithelium. This corresponds to infection
with HPV, and typically will be cleared by immune
response in a year or so, though can take several
years to clear.
CIN 2/3 HSIL Formerly subdivided into CIN2 and CIN3.
CIN
2(Grade II)
Moderate dysplasia confined to the basal 2/3 of the
epithelium
CIN
3(Grade
III)
Severe dysplasia that spans more than 2/3 of the
epithelium, and may involve the full thickness. This
lesion may sometimes also be referred to as
cervical carcinoma in situ.
Servisitis Kronis
Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan dengan luka-luka
kecil atau besra pada cerviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-
kuman kedalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun.
Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan:
a. Cerviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi
endokopik dalam stroma endocerviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali
pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang
tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret dikeluarkan terdiri atas mukus
bercampur nanah.
Sobekan pada cerviks uteri disini lebih luas dan mucosa endocerviks lebih kelihatan dari luar
(eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah kena infeksi dari vagina, karena
radang menahun, cerviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras : sekret bertambah banyak.
1. Pemeriksaan Khusus:
a. Pemeriksaan dengan speculum
b. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan
c. Pap smear
d. Biakan damedia
e. Biopsy
2. Sitologi, dengan cara tes pap
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks.
Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada
dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan
pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.
3. Kolposkopi
4. Servikografi
5. Pemeriksaan Ø visual langsung
6. Gineskopi
7. Pap Ø net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
Edema Tungkai
Secara umum edema nonradang akan terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik
2. Penurunan tekanan onkotik plasma
3. Obstruksi saluran limfe.
4. Peningkatan permeabilitas kapiler.
Cairan intravaskular terbentuk sebagai plasma yang dipertahankan dalam ruangan
intravaskular oleh endotel vaskular. Sebagian besar elektrolit dapat dengan bebas keluar
masuk melalui plasma dan interstisial yang menyebabkan komposisi elektrolit keduanya yang
tidak jauh berbeda. Bagaimanapun juga, ikatan antar sel endotel yang kuat akan mencegah
keluarnya protein dari ruang intravaskular. Akibatnya plasma protein (terutama albumin)
merupakan satu-satunya zat terlarut secara osmotik aktif dalam pertukaran cairan antara
plasma dan cairan interstisial. Peningkatan volume ekstraselular normalnya juga
merefleksikan volume intravaskular dan interstisial. Bila tekanan interstisial berubah menjadi
positif maka akan diikuti dengan peningkatan cairan ekstrasel yang akan menghasilkan
ekspansi hanya pada kompartemen cairan interstisial. Pada keadaan ini kompartemen
interstisial akan berperan sebagai reservoir dari kompartemen intravaskular. Hal ini dapat
dilihat secara klinis sebagai edema jaringan.
IUFD
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) adalah:kematian janin dalam rahim pada usia kehamilan >
20 minggu dan berat janin > 500 gram
Intra Uterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi
proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau BB janin lebih dari 1000 gram.
( Kamus istilah kebidanan)
2.2 Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas
Manifestasi Klinis
• DJJ tidak terdengar
• Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
• Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa
• Palpasi anak menjadi tidak jelas
• Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari
● Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%.
Faktor Resiko
1. Status sosial ekonomi rendah
2. Tingkat pendidikan ibu yang rendah
3. Usia ibu >30 tahun atau <20 tahun
4. Partias pertama dan partias kelima atau lebih
5. Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
6. Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan ibu yang inadekuat
7. Riwayat kehamilan dengan komplikasi medik atau obstetrik
patofisiologi
Patologi
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan sebagai
berikut :
1. Rigor mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah.
Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.
3. Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini berlangsung
48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara
tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.
• Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan
bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.
Diagnosa
a. Anamnesis
- Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat berkurang
- Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak
seperti biasanya.
- Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau
melahirkan
- Penurunan berat badan
- Perubahan pada payudara atau nafsu makan
b. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi
- tidak kelhiatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang
kurus
- Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
- Terhentinya perubahan payudara
• Palpasi
- Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-
gerakan janin
- Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
• Auskultasi
- baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung
janin
c. Pemeriksaan Lab
- reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
- hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
d. Pemeriksaan Tambahan
- Ultrasound: - gerak anak tidak ada
- denyut jantung anak tidak ada
- tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
- X-Ray :
1. Spalding¡’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpah tindih, pencairan otak
dapat menyebabkan overlapping tulang tengkorak.
2. Nanjouk¡’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung
3. Robert¡’s sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar. Tanda
ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12 jam
4. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila janin
yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu.akan tetapi,kasus janin
yang meninggal dan tetap berada dirahim ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi hal ini
dikrenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati,seingga
timbullah proses persalinan adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
1. Disseminated intravascular coagulation (DIC),yaitu adanya perubahan pada proses
pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal bleeding zat.zat
pembekuan darahh atau fibrinogen bisa turun dan menyebabkan darah agak sulit
membeku.bila ini terjadi,akan berakibat fatal kala ibu melahirkan.jika fibrinogen rendah
(hipofibrinogenemia),maka perdarahan yang terjadi pada proses persalinan akan sulit
berhenti.bila terjadi fibrinogenemia bahayanya adalah perdarahan post partum.terapi nya
adalah dengan pemberian darah segar atau fibrinogen.
2. Infeksi
3. Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebnelum 4-6 minggu
setelah kematian janin .oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD maka janin yang telah
meninggal harus segera dilahirkan. proses kelahiran harus segera dilakukan secara
normal,karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu.operasi hanya dilakukan jika
ada halangan untuk melahirkan normal.
Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklamsia
(William,2009).
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah
menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus
untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH
menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan
folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-
RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH).
LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak
terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena
itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.
Mempergunakan tinggi fundus uteri
Perkiraan tinggi fundus uteri dilakukan dengan palpasi fundus dan membandingkan dengan patokan.
12 minggu >> 1/3 di atas simpisis
16 minggu >> simpisis-pusat
20 minggu >> 2/3 di atas simpisis
24 minggu >> Setinggi pusat
28 minggu >> 1/3 di atas pusat
34 minggu >> pusat-prosessus xifoideus
36 minggu >> Setinggi prosessus xifoideus
40 minggu >> 2 jari di bawah prosessus xifoideus