refarat mas.docx
TRANSCRIPT
REFARAT
MECONIUM ASPIRATION SYNDROME
OLEH:
WAODE RACHMAWATI, S.Ked
K1A1 09 019
SUPERVISOR
dr. HJ. MUSYAWARAH, SP.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
RSU PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2013
1
SINDROM ASPIRASI MEKONIUM
WAODE RACHMAWATI, MUSYAWARAH
1. DEFINISI
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernafasan bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu
penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi
baru lahir aterm maupun post-term.(1)
Sindrom aspirasi mekonium (MAS) mengacu pada bayi baru lahir dengan
gangguan pernapasan sekunder terhadap kehadiran mekonium di saluran napas
trakeobronkial.(1)
2. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan post-
term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada ibu,
bayi kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita penyakit
paru kronik, atau penyakit kardiovaskular. (2)
3. EPIDEMIOLOGI
Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran
cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan
sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada
cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko SAM dan
2
kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika mekoniumnya kental dan
apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan
cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun
tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran.
Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.(3)
4. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang
mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar
(intrauterin) bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup
bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan,
sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-
paru. Selain itu, mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada
saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. (2)
Faktor-faktor yang menyebabkan mekonium terjadi dalam rahim adalah sebagai
berikut:(2)
Insufisiensi plasenta
Hipertensi pada ibu
Preeklampsia
Oligohidramnion
Penyalahgunaan obat pada ibu, terutama tembakau dan kokain
Infeksi pada ibu / korioamnionitis
5. PATOFISIOLOGI
3
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf
saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia
pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga
matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan
peristalsis dan relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya
mekonium. Mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan
insiden eritema toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari
keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar
mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion
mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru,
yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan,
pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.(2)
Obstruksi jalan nafas
Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.
Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli,
biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli
menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di
sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan
resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat
menyebabkan ruptur pleura (pneumotoraks), mediastinum
(pneumomediastinum), dan perikardium (pneumoperikardium). (2)
Disfungsi surfaktan
4
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis
surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam
palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi
dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan
atelektasis yang luas. (2)
Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin
(termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-
13) dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam
setelah aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-
perfusion (V/Q) mismatch. (2)
Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir
Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension of
the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres intrauterin
yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan
dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.(2)
5
GAMBAR 2. Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)
6. GEJALA KLINIK
Diagnosis MAS biasanya didasarkan pada kriteria sebagai berikut: 1) cairan
ketuban bercampur mekonium, 2) gangguan pernapasan pada saat lahir atau
segera setelah lahir, dan 3) fitur radiografi positif. Jika bayi memerlukan
intubasi, kehadiran mekonium pada suction endotrakeal otomatis menetapkan
diagnosis.(3)
Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang
kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil
yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama
setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada
6
bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat
menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya.
Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya
ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi
distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila dalam
perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat
menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap
selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada
bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan
paru kasar, diameter anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto
x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak adanya
malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO2
arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada
asidosis metabolik. (4)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan laboratorium
Kondisi asam-basa(5,3)
V-Q mismatch dan stres perinatal sering terjadi dan sangat dibutuhkan
pemeriksaan kondisi asam-basa
Asidosis metabolik akibat stres perinatal dapat diperburuk oleh
asidosis respiratorik oleh kelainan parenkim dan PPHN.
7
Penilaian gas darah arteri untuk menentukan pH, tekanan parsial
karbon dioksida (pCO2), tekanan parsial oksigen (pO2), dan dan
pengukuran tingkat oksigenasi secara terus menerus menggunakan
pulse oxymetri penting dilakukan untuk penanganan yang tepat
Hitung darah lengkap : (5,3)
Kehilangan darah intrauterin maupun perinatal, juga infeksi, turut
menyebabkan stres perinatal
Level hemoglobin dan hematokrit harus cukup untuk memastikan
kapasitas pengantaran oksigen yang adekuat
Trombositopeni meningkatkan resiko perdarahan pada neonatus
Neutropeni atau neutrofili dengan adanya left shift dapat
mengindikasikan infeksi bacterial perinatal
Polisitemia dapat terjadi akibat hipoksia fetal yang kronis dan/atau
akut. Polisitemia berkaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal
dan dapat memicu hipoksia yang terkait SAM dan PPHN
B. Pemeriksaan radiologi
Radiografi dada menunjukkan hiperinflasi dengan perselubungan
yang merata. Hasil temuan menunjukkan area atelectasis dengan area udara
terperangkap. Kebocoran udara sering terjadi menyebabkan terjadinya
pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, dan/atau
pulmonary interstitial emphysema.(6)
8
Radiografi Dada Bayi dengan SAM
GAMBAR 1. Radiografi dada SAM. A). Infiltrat linear sedang, menandakan
aspirasi mekonium encer dalam jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan
tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah sedang.
C). Infiltrasi menyeluruh pada lapang paru yang tersebar tidak merata,
menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah yang lebih besar. D).
Atelektasis sebagian lobus kiri atas dengan hiperaerasi paru kanan,
menandakan aspirasi mekonium partikel besar dan kental. Bayi sering
mengalami kegagalan perkembangan pernapasan dan membutuhkan terapi
pernapasan yang luas. (7)
C. Pemeriksaan Lain
Ekokardiografi dapat dilakukan untuk memastikan struktur jantung yang
normal serta memeriksa fungsi jantung, juga tingkat keparahan hipertensi
pulmonal dan shunting dari kanan ke kiri.(5,3)
8. DIAGNOSIS
9
Diagnosis Sindrom Aspirasi Mekonium berdasarkan : (8)
A. Anamnesis
- Riwayat janin tumbuh lambat (IUGR)
- Riwayat kesulitan persalinan dan riwayat gawat janin
- Riwayat persalinan dengan air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia berat
B. Pemeriksaan fisik
- Cairan amnion tercemar mekonium baik encer maupun kental, bayi
diliputi mekonium
- Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan
- Bayi mengalami asfiksia berat dan dalam beberapa jam kemudian
menunjukkan gangguan napas
- Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan
C. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium : Darah (Hb, Ht, darah tepi, kultur darah), dan analisis gas
darah.
- Foto thoraks posisi AP dan lateral.
9. DIAGNOSIS BANDING
10
A. Transient tachypnea of the newborn (TTN) – Gambaran radiografi sering
menunjukkan patchy opacities yang disebabkan oleh cairan pada paru yang
dalam proses resorpsi. Foto radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate
yang menghilang, berbeda dengan sindrom aspirasi mekonium atau
pneumonia.
B. Pneumonia neonatus – Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi
dan efusi pleura yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal
namun lapangan paru mungkin dapat terjadi hyperinflated.
C. Respiratory distress syndrome – Pada gambaran radiologis, ditemukan
gambaran radiopaque yang seragam, ground-glass dan penurunan volume
paru karena terjadi kolaps alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat
dilihat namun efusi pleura jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada
bayi preterm yang berbeda dengan sindroma aspirasi mekonium (2)
10. TERAPI
A. Penatalaksanaan di kamar bersalin
Intervensi pediatrik yang sesuai untuk neonatus yang lahir dengan cairan
amnion mekonial tergantung pada bugar tidaknya bayi. Hal ini dapat dinilai
dengan adanya pernapasan spontan, denyut jantung > 100 x/menit, gerakan
spontan, atau ekstrimitas yang berada dalam posisi fleksi. Bagi bayi-bayi
bugar ini, hanya penanganan rutin yang diperbolehkan, tanpa melihat
konsistensi mekoniumnya. Sedangkan bagi bayi-bayi dengan distres,
intubasi secepat mungkin dan pipa endotrakealnya harus dihubungkan
11
dengan alat penghisap mekonium pada tekanan 100 mmHg. Ventilasi
tekanan positif harus dihindari jika memungkinkan, hingga pengisapan
trakea dilakukan. (1,8)
B. Tatalaksana MAS(9)
Walaupun telah dilakukan pengisapan trakea, bayi yang mengalami distres
intrapartum masih berisiko mengalami MAS dan harus dipantau secara
ketat.
1. Perawatan rutin. Distres sering mengakibatkan abnormalitas metabolik
seperti hipoksia, asidosis, hipoglikemia, dan hipokalsemia. Koreksi
abnormalitas metabolik bila diperlukan. Cairan harus direstriksi untuk
mencegah edema serebri dan paru.
2. Pemantauan saturasi oksigen. Pulse oxymetri dapat dijadikan
pemeriksaan awal untuk mendeteksi PPHN dengan membandingkan
saturasi oksigen pada lengan kanan dengan saturasi oksigen pada
ekstremitas bawah.
3. Obstruksi. Pada bayi dengan aspirasi mekonium berat, dapat terjadi
obstruksi mekanik saluran napas dan pneumonitis kimia. Atelektasis
dan inflamasi yang terus berjalan serta terbentuknya pirau
ekstrapulmonar akan memperburuk mismatch ventilasi-perfusi dan
mengakibatkan hipoksemia berat.
12
4. Hipoksemia. Tata laksana hipoksemia adalah meningkatkan
konsentrasi oksigen inspirasi dengan pemantauan analisis gas darah
dan pH. Bayi harus mendapat oksigen yang adekuat karena hipoksia
berulang mengakibatkan vasokonstriksi paru dan selanjutnya dapat
menyebabkan PPHN.
5. Ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik terindikasi bila PaCO2 >60
mmHg atau terdapat hipoksemia persisten (PaO2 <50 mmHg). Pada
kasus berat, seringkali dibutuhkan inspiratory pressure yang lebih
tinggi dibandingkan kasus sindrom gawat napas. Waktu ekspirasi yang
cukup harus diberikan untuk mencegah air trapping akibat obstruksi
parsial saluran napas. Bayi dengan MAS berat yang tidak berespons
dengan ventilator konvensional dan yang mengalami air leak
syndrome mungkin membutuhkan high frequency oscillatory
ventilator.
6. Medikamentosa.
a. Antibiotik. Seringkali sulit untuk membedakan antara pneumonia
bakterial dan MAS hanya berdasarkan temuan klinis dan foto
toraks. Walaupun beberapa bayi dengan MAS juga mengalami
infeksi, penggunaan antibiotik spektrum luas terindikasi hanya pada
kasus dengan infiltrat pada foto toraks. Kultur darah darus
13
dilakukan untuk mengidentifikasi etiologi dan mengevaluasi
keberhasilan terapi antibiotik.
b. Surfaktan. Mekonium menghambat aktivitas surfaktan endogen.
Terapi surfaktan dapat meningkatkan oksigenasi, menurunkan
komplikasi pulmonal, dan menurunkan kebutuhan ECMO
(extracorporeal membrane oxygenation). Surfaktan tidak rutin
diberikan untuk kasus MAS, tetapi dapat dipertimbangkan untuk
kasus yang berat dan tidak berespons terhadap terapi standar.
11. KOMPLIKASI
1. Infeksi (pneumonia, sepsis)
2. Persistent pulmonary hypertension of the newborn
3. Pneumotoraks (1)
12. PROGNOSIS
Diperkirakan bahwa bayi yang teraspirasi mekonium memiliki mortalitas yang
lebih tinggi daripada mortalitas bayi yang tidak teraspirasi, dan aspirasi
mekonium biasanya menyebabkan proporsi kematian neonatus yang bermakna.
Sisa masalah pada paru jarang dijumpai , tetapi meliputi batuk bergejala, mengi,
dan hiperinflasi persisten selama 5-10 tahun. Prognosis akhir bergantung pada
luasnya jejas sistem saraf pusat akibat asfiksia. (4)
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Perry Brown, MD Idaho State University FPR, ID MECONIUM
ASPIRATION SYNDROME. http://ebookbrowsee.net/7421-meconium-
aspiration-doc-d224594116
2. Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/
http:// portal neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium
Aspiration Syndrome.pdf
3. Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome:
Pathogenesis and Current Management. American Association of Pediatrics.
http://neoreviews.aap publications.org
4. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan
Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.
5. Mathur, NC. 2007. Meconium Aspiration Syndrome.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.
6. Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging,
http://emedicine.medscape.com/ article/410756-overview#a22
7. Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2007. Respiratory Distress in the
Newborn. Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.
15
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html
8. Rauf, S. Prof, dkk. 2009. Standar Pelayanan Medik SMF Anak RS DR
Wahidin Sudirohusodo. Makassar.
9. IDAI. 2011. Pedoman Pelayanan Medis, Jilid II. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
16