refarat tiroid
DESCRIPTION
hdcgjgTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit akibat kekurangan produksi hormon
tiroid atau adanya defek pada reseptornya. Kelainan tersebut dapat ditemukan sejak lahir
yang sering dikenal sebagai hipotiroid kongenital, namun bila tampak gejala-gejala setelah
periode fungsi tiroid yang tampaknya normal maka kelainan ini merupakan kelainan yang
“didapat” yang biasanya akibat defek kongenital karena manifestasi defisiensinya
terlambat.
Hipotiroid merupakan penyakit yang ditemukan dengan perbandingan 1 : 5000
dari kelahiran hidup dan biasanya ditemukan 80 – 90 % pada bayi dengan usia < 3 bulan,
lebih sering mengenai perempuan dengan perbandingan antara perempuan dan laki-laki 2 :
1.
Hipotiroid seringkali dikelompokkan berdasarkan organ:[3][4]
Type Origin Description
Primer Kelenjar
tiroid
Bentuk yang paling sering dijumpai adalah Hashimoto’s
Thyroiditis dan terapi radioyodium untuk hipertiroid.
Sekunder Kelenjar
Pituitari
Terjadi bila kelenjar pituitary tidak menghasilkan TSH
Yang cukup untuk merangsang produksi thyroxine dan
Triiodothyronine. Biasanya hal ini disebabkan karena
Kerusakan kelenjar pituitary oleh beberapa hal, seperti
Tumor, radiasi, atau operasi.
Tersier Hipotala
mus
Terjadi bila hipotalamus gagal memproduksi cukup
TRH
BAB II
1
KELENJAR TIROID dan HORMON TIROID
I. ANATOMI KELENJAR TIROID 1
Kelenjar tiroid terletak di leher antara fasia koli media dan fasia pravertebralis.
Dibelakangnya terdapat kelenjar paratiroid, arteri carotis komunis, arteri jugularis interna
dan n. vagus terletak bersama dalam sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Kelenjar tiroid
terdiri dari 3 lobus yaitu lobus lateralis kanan dan kiri serta yang ditengah disebut
isthmus.
Kelenjar tiroid memperoleh darah dari arteri thyroidea superior dan arteri
thyroidea inferior. Kadang dijumpai a.tiroidea cabang dari trunkus brakiosefalika yang
sering menimbulkan perdarahan pada waktu trakeostomi.
Gambar anatomi kelenjar tiroid anterior 2
II. HISTOLOGI KELENJAR TIROID 1
Kelenjar tiroid terdiri dari nodul – nodul yang tersusun dari folikel – folikel kecil
yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh suatu jaringan ikat. Folikel – folikel tiroid
dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Sel epitel folikel merupakan
tempat sintesis hormone dan mengaktifkan pelepasannya ke dalam sirkulasi. Zat koloid
tirolobulin merupakan tempat hormone tiroid sintesis dan pada akhirnya di simpan. Dua
hormone utama yang diproduksi folikel adalah tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3). Sel
penyekresi hormone lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular atau sel C yang
terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan membrane folikel, sel ini
menyekresi kalsitonin.
III. FISIOLOGI KELENJAR TIROID 1
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid ( T4 dan T3 ) yang membantu
mengatur temperature tubuh, metabolisme energi dan protein juga membantu pengaturan
2
fungsi normal sistem kardiovascular dan sistem saraf pusat. Selain itu tiroid juga
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi mengatur jumlah kalsium di dalam darah.
Hormone T3 sebagian besar berasal dari konversi T4 menjadi T3 yang berlangsung
diluar kelenjar tiroid. Tirotropin Releasing Factor ( TRF ) yang dihasilkan hypothalamus
akan merangsang kelenjar hipofise mengeluarkan tirotropin (TSH). Tirotropin juga akan
merangsang pertumbuhan kelenjar tiroid.
Tiroksin ( T4 ) menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH
dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis. Beberapa obat dan keadaan dapat
mengubah sintesis, pelepasan dan metabolisme hormon tiroid. Obat – obat seperti
perklorat dan tiosianat dapat menghambat sintesis tiroksin. Sebagai akibatnya,
menyebabkan penurunan kadar tiroksin dan melalui rangsangan timbal balik negatif,
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis.
Fisiologi kelenjar tiroid3
IV. HORMON TIROID
Hormon-hormon tiroid meningkatkan konsumsi oksigen, merangsang sintesis
protein, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, dan mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, lipid, dan vitamin. Hormon-hormon bebas memasuki sel, tempat T4 dapat
dikonversi menjadi T3 dengan deyodinasi. T3 intraseluler kemudian masuk nukleus, untuk
melekat pada reseptor hormon tiroid.4 Hormon tiroid mempunyai fungsi untuk
mengkatalisasi reaksi oksidasi dan kecepatan metabolisme.5
Tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (TSH) yaitu suatu glikoprotein yang
diproduksi dan disekresi oleh kelenjar pituitaria anterior. Hormon ini mengaktifkan
adenilat siklase pada kelenjar tiroid untuk mempengaruhi pelepasan hormon tiroid.
3
Sintesis dan pelepasan TSH distimulasi oleh hormon pelepas-TSH (TRH) yang disintesis
dalam hipotalamus dan disekresi kedalam kelenjar pituitaria.4
Pada keadaan produksi hormon tiroid menurun, TSH dan TRH meningkat yang
mengakibatkan hipertrofi dan hiperplasia sel-sel tiroid, penangkapan yodium meningkat,
dan sintesis hormon tiroid meningkat. Peningkatan sintesis hormon tiroid menghambat
produksi TSH dan TRH, kecuali pada neonatus dimana kadar TRH dalam serum sangat
rendah.4
Fisiologis hormon tiroid6
BAB III
HIPOTIROID
4
Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu
tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-“end organ”, dengan akibat terjadinya
defisiensi hormon tiroid, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Menurut onsetnya, hipotiroid pada anak dibedakan menjadi 2 :7
1. Hipotiroid kongenital.
2. Hipotiroid dapatan.
I. PATOFISIOLOGI 7
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan
pada respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
o Hipotalamus membuat “thyrotropin releasing hormone (TRH)” yang
merangsang hipofisis anterior.
o Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (thyroid stimulating hormone =
TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
o Kelenjar tiroid mensintesis hormone tiroid (triiodothyronin = T3 dan
tetraiodothyronin = T4 = thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan
yang meliputi : konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf,
metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja
daripada hormon-hormon lain.
II. HIPOTIROID KONGENITAL
Penyebab hipotiroid kongenital dapat sporadis/ familial, gondok atau non gondok.
Pada banyak kasus, defisiensi hormon tiroid berat, dan gejala-gejala berkembang pada
umur beberapa minggu awal. Pada kasus lain, tingkat defisiensi yang lebih rendah
terjadi dan manifestasi dapat terlambat selama beberapa bulan atau beberapa tahun.4
Angka kejadian di beberapa negara sangat bervariasi dengan kisaran antara 4000-
6000 kelahiran hidup. Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi
mental dan kegagalan pertumbuhan yang dapat dihindari bila ditemukan dan diobati
sebelum usia 1 bulan. Oleh karena itu banyak negara maju melakukan screening saat
kelahiran.8
5
II.1. ETIOLOGI 4
A. Disgenesis Tiroid
Defek perkembangan (disgenesis tiroid) merupakan 90% dari bayi
yang terdeteksi hipotiroidisme. Pada sekitar sepertiga bayi tidak ditemukan
adanya sisa jaringan tiroid (aplasia), sedangkan duapertiga lainnya jaringan
tiroid yang tidak sempurna ditemukan pada lokasi ektopik, dari dasar lidah
(tiroid lidah) sampai posisi normalnya di leher.
Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir
tidak bergejala walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini
dianggap berasal dari perpindahan transplasenta sejumlah sedang tiroksin ibu
(T4) yang memberikan kadar janin 25-50% normal pada saat lahir. Kadar T4
serum yang rendah ini dan secara bersamaan kadar TSH meningkat
memungkinkan pendeteksian neonatus dengan hipotiroid.
Jaringan tiroid ektopik (lidah, bawah lidah, subhioid)dapat
memberikan jumlah hormon tiroid yang cukup selama bertahun-tahun atau
dapat gagal pada masa anak-anak. Anak yang terkena biasanya datang karena
tumbuh massa pada dasar lidah atau pada linea mediana leher, biasanya
setinggi hioid. Kadang-kadang disertai dengan kista duktus tiroglossus.
Pengambilan secara bedah jaringan tiroid ektopik dari individu eutiroid dapat
mengakibatkan hipotiroidisme karena tidak memiliki jaringan tiroid yang
lain.
B. Antibodi Penyekat-Reseptor Tirotropin (TRBAb)
TRBAb dahulu disebut penghambat imunoglobulin pengikat tiroid
(TBII). Penyebab hipotiroidisme kongenital sementara yang tidak biasa
adalah antibodi ibu yang lewat secara transplasenta yang menghambat
pengikatan TSH pada reseptornya pada neonatus. Frekuensinya adalah 1
dalam 50.000-100.000 bayi. Harus dicurigai adanya riwayat penyakit tiroid
autoimun ibu termasuk tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, hipotiroidisme
pada terapi penggantian, ng hipotiroidisme kongenital berulang yang bersifat
sementara pada saudara kandung berikutnya. Diagnosis yang benar dalam
kasus ini adalah mencegah pengobatan berkepanjangan yang tidak perlu,
waspada klinis terhadap kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya,
dan menawarkan prognosis yang baik pada orang tua.
C. Sintesis Tiroksin yang Kurang Sempurna
6
Berbagai defek pada biosintesis hormon tiroid dapat mengakibatkan
hipotiroidisme kongenital, dan bila defeknya tidak sempurna akan terjadi
kompensasi dan mulainya hipotiroidisme dapat terlambat selama beberapa
tahun. Defek ini ditentukan secara genetik dan dipindahkan dengan cara
autosom resesif.
D. Radioyodium
Hipotiroidisme telah dilaporkan akibat dari pemberian radioyodium
secara tidak sengaja selama kehamilan untuk pengobatan kanker tiroid atau
hipertiroidism. Pemberian yodium radioaktif pada wanita yang sedang
menyusui juga terkontraindikasi karena dengan mudah dieksresikan dalam
susu.
E. Defisiensi Tirotropin
Defisiensi TSH dan hipotiroidisme dapat terjadi pada keadaan apapun
yang terkait dengan defek perkembangan kelenjar pituitaria atau
hipotalamus. Lebih sering pada keadaan ini, defisiensi TSH akibat defisiensi
hormon pelepas tiroropin (TRH). Mayoritas bayi yang terkena memiliki
defisiensi kelenjar pituitaria multipel dan datang dengan hipoglikemi, ikterus
persisten, dan mikropenis bersama dengan displasia septo-optik, celah bibir
linea mediana, hipoplasia wajah tengah, dan anomali wajah linea mediana
yang lain.
F. Ketidaktanggapan Hormon Tirotropin
Hipotiroidisme kongenital ringan telah dideteksi pada bayi baru lahir
yang selanjutnya terbukti menderita pseudohipoparatiroidisme tipe Ia.
Penyebab molekular resistensi terhadap TSH pada penderita ini adalah
gangguan menyeluruh aktivasi cAMP yang disebabkan oleh defisiensi
genetik subunit α guanin nukleotid pengatur protein. Keadaan
ketidaktanggapan TSH murni yang telah dideteksi, yaitu kadar T4 serum
rendah, kadar TSH serum dengan radioimmunoassay dan bioassay
meningkat, dan tidak ada respon terhadap pemberian TSH eksogen.
G. Ketidaktanggapan Hormon Tiroid
Semakin bertambah jumlah penderita yang ditemukan yang menderita
resistensi terhadap kerja endogen dan eksogen T4 dan T3. Kebanyakan
penderita menderita gondok, dan kadar T4, T3, T4 bebas, dan T3 bebas
meningkat. Ketidaktanggapan ini dapat bervariasi di antara jaringan.
Mungkin ada tanda klinis hipotiroidisme yang tidak terlihat, termasuk
7
retardasi mental, retardasi pertumbuhan, dan maturasi skeleton terlambat
ringan serta satu manifestasi neurologis yaitu peningkatan hubungan
gangguan hiperaktivitas defisit perhatian.
H. Penyebab Lain Hipotiroid (Obat)
Hipotiroidisme kongenital dapat merupakan akibat dari paparan janin
terhadap yodium atau obat antitiroid yang berlebihan. Keadaan ini bersifat
sementara dan tidak boleh keliru dengan bentuk-bentuk hipotiroidisme lain.
Pada neonatus, penggunaan antiseptik mengandung yodium topikal pada
kamar perawatan anak dan oleh ahli bedah juga dapat menyebabkan
hipotiroidisme kongenital sementara, terutama pada bayi dengan BBLR.
Sedangkan pada anak yang lebih besar, sumber yodium biasanya dalam
sediaan paten yang digunakan untuk mengobati asthma.
II.2. MANIFESTASI KLINIS
Hipotiroidisme kongenital lebih sering terjadi pada anak perempuan
dibanding anak laki-laki. Sebelum program skrining neonatus, hipotiroidisme
kongenital jarang dikenali pada bayi yang baru lahir karena tanda-tanda dan
gejala-gejalanya biasanya tidak cukup berkembang. Hipotiroidisme ini dapat
dicurigai dan diagnosis ditegakkan selama umur umur minggu-minggu awal jika
terdapat manifestasi awal tetapi kurang khas dikenali. Bayi dengan tampak tenang
dan mempunyai badan yang relatif gemuk biasanya lambat didiagnosa.4
Riwayat dan gejala pada neonatus dan bayi : 3.
- Fontanella mayor yang lebar dan fontanella posterior yang terbuka.
- Suhu rektal < 35,5˚C dalam 0-45 jam pasca lahir.
- Berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu.
- Suara besar dan parau, tidak belajar berbicara.
- Hernia umbilikalis.
- Riwayat ikterus lebih dari 3 hari, karotenemia
- Miksedema (kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna)
- Makroglosi.
- Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari).
- Kulit kering, dingin, dan “motling” (berbercak-bercak, terutama tungkai).
- Letargi.
- Gangguan minum dan menghisap
- Bradikardia (< 100/menit).
8
- Penampilan fisik sekilas seperti sindrom Down, namun pada sindrom
Down bayi lebih aktif.
- Hipotonia
- Tidur yang berlebihan, sedikit menangis, tidak selera makan, biasanya
lamban.
- Mata terpisah lebar
- Jembatan hidung sempit
Diagnosis dan pengobatan dini penting untuk mencegah mental yang permanen
pada penderita.
Gejala pada anak besar :7
- Dengan goiter maupun tanpa goiter.
- Gangguan pertumbuhan (kerdil).
- Gangguan perkembangan motorik, mental, gigi, tulang, dan pubertas.
- Ganguan perkembangan mental permanen terutama bila onset terjadi
sebelum umur 3 th.
- Aktivitas berkurang, lambat.
- Kulit kering.
- Miksedema.
- Tekanan darah rendah, metabolisme rendah.
- Intoleransi terhadap dingin.
II.3. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 3,5
A. Anamnesis :
o Apakah berasal dari daerah gondok endemik?
o Struma pada ibu. Apakah ibu diberi KI, PTU waktu hamil?
o Adakah keluarga yang struma?
o Perkembangan anak.
B. Laboratorium :
o Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk
memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4 rendah disertai
TSH meningkat maka diagnosis sudah dapat ditegakkan.
9
o Pemeriksaan darah perifer lengkap, air kemih, tinja, kolesterol
serum (biasanya meningkat pada anak > 2 tahun).
o Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu
diperiksa antibodi antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan
defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak
ada respon.
Name Normal ValueResults in
Hypothyroidism
Results in
Hyperthyroidism
Thyroid Stimulating
Hormone (TSH)
0.3 – 5.0µU/mL or
0.3 – 5.0 mU/L
High Low
Total T4
Immunoassay
5 – 11µg/dL or
64 – 142 nmol/L Low High
Free T4 Index 6.5 – 12.5 Low High
Total T3
Immunoassay
95 – 190 ng/dL or
1.5 – 2.9 nmol/L Normal or Low High
Free T3 Index 20 – 63 Normal or Low High
C. Radiologis :
USG atau CT scan tiroid.
Tiroid scintigrafi, membantu memperjelas penyebab yang
mendasari bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Pasien
meminum radioaktif yodium atau technetium dan ditunggu hingga
substansi tersebut ada pada kelenjar tiroid. Jika tiroid berfungsi
maka akan terlihat level penyerapan yang sama pada seluruh
kelenjar tiroid. Bila ada aktivitas berlebih akan terlihat daerah
berwarana putih. Sedangkan area yang kurang aktif akan terlihat
lebih gelap.
Umur tulang (bone age), adanya retardasi perkembangan tulang
misalnya disgenesis epifise atau deformitas veterbra.
10
X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella besar dan
sutura yang melebar, tulang antar sutura (wormian) biasanya ada,
terlihatnya sella tursika yang membesar dan bulat, dan mungkin
terlihat adanya erosi dan penipisan.
II.4. DIAGNOSIS BANDING 7
Mongolisme
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan faal tiroid secara rutin. Pada mongolisme terdapat: epikantus (+),
makroglosi (+), miksedema (-), retardasi motorik dan mental serta adanya
kariotyping dan trisomi 21.
Dysmorphogenetic chromosomal syndromes
Infeksi kongenital
Intrauterine drug exposure
Intestinal obstruction
Ikterus fisiologis
Miopatik kongenital
II.5. TATALAKSANA 3,5,7
Hormon tiroid
Obat pilihan adalah Sodium L-Thyroxine, diberikan sedini mungkin.
1. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel
berikut :
Umur Dosis µg/kg BB/hari
0-3 bulan
3-6 bulan
6-12 bulan
1-5 tahun
2-12 tahun
> 12 tahun
10-15
8-10
6-8
5-6
4-5
2-3
Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal.
3. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila
ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis 11
pemberian + 100 μg/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon
klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari
etiologi hipotiroid.
4. Penundaan atau keterlambatan pengobatan akan meningkatkan risiko
komplikasi
5. Monitoring pengobatan harus dilakukan setiap bulan pada tahun pertama dan
selanjutnya setiap 2-3 bulan
6. Pemantauan tumbuh kembang yang optimal namun hindari overtreatment
7. Kasus transien hipotiroid kongenital boleh tidak diobati, namun jika penurunan
T4 dan peningkatan TSH menetap harus segera diobati.
II.6. PEMANTAUAN 7,8
A. Terapi
Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu diwaspadai. Dosis yang
berlebihan dapat mengakibatkan takikardia, kecemasan berlebihan, gangguan
tidur, dan gejala tirotoksikosis yang lain. Pemberian tiroksin berlebihan jangka
lama mengakibatkan kraniosinostosis. Anak yang sedang dalam pengobatan
hipotiroid kongenital harus dievaluasi secara teratur stiap beberapa bulan sampai
paling tidak hingga 3 tahun pertama kehidupan. Menurut American academy of
pediatric, serumT4 atau T4 bebas dan Tes darah TSH harus dilakukan menurut
jadwal:
2-4 minggu setelah pengobatan T4
Setiap 1-2 bulan hingga 6 bulan pertama kehidupan
Setiap 3-4 bulan, mulai 6 bln hingga 3 tahun pertama kehidupan
Setiap 6 -12 bulan hingga pertumbuhan normal tercapai
Dua minggu setelah perubahan dosis
Evaluasi lebih sering bila ditemukan hasil yang abnormal
Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3 bulan sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi
pertumbuhan linear, berat badan, perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah bersekolah. Umur tulang
dipantau tiap tahun. Karena levothyroxine identik dengan thyroxine yang dihasilkan badan, efek samping jarang ditemukan. Namun bila dosis
terlalu kecil atau terlalu besar akan terjadi efek samping seperti tertulis di tabel berikut.6
12
Gejala dosis kurang atau berlebih dari Levothyroxine
Dosis
kurang
Dosis berlebih
Lemas Gejala kardiovaskuler (detak jantung cepat, berkeringat, varian denyut
nadi yang luas, angina atau congestive heart failure)
Ketumpulan
mental
Agitasi (tremor, nervousness, insomnia, keringat berlebih)
Merasa
kedinginan
Sakit kepala dan nyeri otot
Kram otot Gejala intestinal dan metabolic (pperubahan nafsu makan, diare,
penurunan BB)
Demam dan intoleransi terhadap panas
II.7. PROGNOSIS 1,2
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi
hipotiroidisme kongenital, prognosis untuk bayi yang terkena telah baik secara
dramatis. Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu-minggu
pertama memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensianya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
Tanpa pengobatan dini akan terjadi sekuale neurologis berupa
retardasi mental
koordinasi motorik yang lemah
hipotonia muskuler
ataxia
Dengan pengobatan dini retardasi mental dapat dihindari. Lebih dini
pengobatan prognosis akan lebih baik. Bahkan dengan pengobatan komplikasi
disfungsi psikomotor seperti gangguan belajar masih dapat dijumpai.
13
III. HIPOTIROID DIDAPAT 1,5
III.1. ETIOLOGI
A. Tiroiditis Limfositik.
Tiroiditis limfositik merupakan penyebab paling lazim terjadinya
hipotiroidisme didapat. Meskipun secara khas ditemukan pada remaja,
keadaan ini terjadi seawal pada usia 2 tahun. Penyakit ini merupakan suatu
penyakit autoimun yang ditandai secara histologis infiltrasi tiroid dengan
limfosit.
Setiap bentuk autoimun tiroiditis secara tipikal dimulai dengan sel T
dan B:
Sel T dan B menginfiltrasi kelenjar tiroid dalam jumlah yang
setara. Kedua sel ini berperan dalam respon primer terhadap
infeksi. Sel T mengidentifikasi molekul invasive (cth: virus) dan
membantu sel B untuk memproduksi antibodi.
Pada kasus autoimunitas, sel T mengira molekul badan kita sebagai
molekul invasive. Sehingga sel B memproduksi antibodi yang
disebut autoantibody.
Antibodi kemudian menyerang protein tiroid yang disebut thyroid
peroxidase yang menyebabkan kehancuran dari sel tiroid.
o Ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa sel T dan B
menhancurkan sel tiroid, antara lain:
Salah satu teori mengatakan selama infeksi sel T menginduksi sel B
untuk mengeluarkan antibodi guna melawan invasi virus. Namun
tanpa diduga, sel T juga menginduksi sel B untuk menghancurkan
protein tiroid yang serupa.
Faktor genetic paling berperan pada autoimun tiroiditis. Sebagai
contoh, pasien dengan hashimoto’s tiroiditis memiliki gen yang
disebut fas Gen, yang berinteraksi dengan sel tiroid dan
merangsang proses yang disebut apoptosis, yang memulai
terjadinya kehancuran sel.
Pada beberapa wanita, autoimunitas terjadi ketika sedang
mengandung. Dalam hal ini sel fetal terakumulasi di kelenjar tiroid
ibu, merangsang respon imun.
14
Pada hashimoto’s tiroiditis antibodi memblok reseptor pada sel
tiroid yang mengikat TSH. Efek ini lebih menjelaskan perburukan
dari kelainan ini, tapi tidak menjelaskan sebab awal terjadinya
kehancuran sel tiroid..
Beberapa penelitian membuktikan intake yodium yang berlebihan
berhubungan dengan terjadinya hashimoto’s tiroiditis
B. Tiroidektomi Subtotal
Tiroidektomi subtotal pada tirotoksikosis atau kanker dapat
menyebabkan hipotiroidisme, sama seperti halnya dengan pengambilan
jaringan tiroid ektopik misalnya tiroid lidah, tiroid subhioid media, atau
jaringan tiroid pada kista duktus tiroglossus merupakan satu-satunya
sumber hormon tiroid, dan pemotongan menyebabkan terjadinya
hipotiroidisme.
C. Sistinosis Nefropati
Anak dengan keadaan seperti ini ditandai dengan penyimpanan sistin
intralisosom dalam jaringan tubuh, mengalami gangguan fungsi tiroid.
Hipotiroidisme dapat jelas, tetapi bentuk yang terkompensasi lebih lazim,
dan penilaian berkala kadar TSH terindikasi. Pada usia 13 tahun,
duapertiga penderita ini memerlukan penggantian tiroksin.
D. Infiltrasi Histiosit
Yaitu terjadi pada anak dengan histiositosis sel Langerhans dapat
menyebabkan hipotiroidisme.
E. Iradiasi
Iradiasi daerah tiroid yang merupakan kejadian pada pengobatan
penyakit Hodgkin atau malignansi lain atau yang diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang sering menyebabkan kerusakan tiroid. Pada
sekitar sepertiga anak tersebut terjadi kenaikkan kadar TSH dalam setahun
setelah terapi, dan 15-20% menjadi hipotiroidisme dalam 5-7 tahun.
F. Obat-obatan
Penelanan obat-obatan yang mengandung yodium yang lama dapat
menyebabkan hipotiroidisme, biasanya disertai dengan gondok.
Amiodaron, obat yang digunakan untuk aritmia jantung 37% beratnya
terdiri dari yodium sehingga menyebabkan hipotiroidisme pada sekitar
20% anak yang diobati. Ini mempengaruhi fungsi tiroid secara langsung
karena kandungan yodiumnya yang tinggi juga karena hambatan 5’-
15
deiodinase yang mengubah T4 menjadi T3, anak yang mendapat pengobatan
ini harus dilakukan pengukuran T4, T3, dan TSH seri.
G. Subklinis hipotiroid
Subklinis hipotoiroid terjadi ketika kadar TSH tinggi
tetapi kadar T3 dan T4 normal. Para ahli masih meragukan bagaimana
subklinis hipotiroid mempengaruhi metabolisme selular karena kadar dari
hormone yang normal. Cochrane collaboration menemukan bahwa tidak
ada kegunaan dari terapi penggantian hormone.
III.2. MANIFESTASI KLINIS
Perlambatan pertumbuhan biasanya merupakan manifestasi klinis pertama,
tetapi tanda ini sering lewat tanpa diketahui. Perubahan miksedematosa kulit,
konstipasi, intoleransi dingin, energi menurun, bertambahnya kebutuhan untuk
tidur berkembang secara diam-diam. Namun, tugas sekolah dan nilai biasanya
tidak terpengaruh bahkan pada anak yang menderita hipotiroid berat sekalipun.
Maturasi tulang terlambat, sering secara mencolok yang merupakan petunjuk
lamanya hipotiroidisme.
Beberapa anak datang dengan nyeri kepala, masalah penglihatan, pubertas
prekoks, atau galaktorrea. Anak-anak ini biasanya mengalami pembesaran
hiperplastik kelenjar pituitaria, seringkali dengan perluasan suprasella, setelah
hipotiroidisme yang lama; keadaan ini dapat keliru dengan tumor kelenjar
pituitaria.
III.3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK dan PENGOBATAN
Pemeriksaan diagnostik dan pengobatan adalah sama seperti yang
diuraikan pada hipotiroidisme kongenital. Pengukuran antibodi antiroglobulin dan
antiperoksidase (dahulu antimikrosom) dapat mengarah pada tiroiditis autoimun
sebagai penyebab. Selama tahun pertama pengobatan, penjelekkan tugas sekolah,
kebiasaan tidur yang buruk, kegelisahan, waktu perhatian yang pendek, dan
masalah-masalah perilaku dapat terjadi, tetapi hal ini sementara.
III.4. KOMPLIKASI 7
Kondisi Emergensi
16
Koma myxedema, merupakan komplikasi yang mengancam jiwa bila hipotiroid
tidak diobati. Gejalanya antara lain meliputi penurunan suhu tubuh yang drastis
(hypothermi), delirium, penurunan fungsi paru, perlambatan denyut jantung,
konstipasi, retensi urin, kejang, stupor dan akhirrnya koma. Jarang terjadi, tetapi
lebih sering ditemukan pada pasien yang mendapat paparan stresss yang berat,
seperti infeksi, operasi, atau cuaca yang terlalu dingin. Obat-obatan tertentu
( seperti sedative, penghilang nyeri, amiodarone, narkotik dan litium) dapat
meningkatkan resiko.Tingkat mortalitas tinggi (30-60%) terutama pada orang
tua dan penderita hipoternia persisten atau kelainan jantung.
Suppurative Thyroiditis. Biasanya diawali dengan infeksi saluaran nafas atas.
Gejala meliputi demam, nyeri leher, rash, dan kesulitan mengunyah dan
berbicara.
Efek hipotiroid pada anak dan balita
Anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak mendapat pengobatan. Anak ini
memiliki resiko cacat mental termasuk gangguan konsentrasi dan verbal.
Efek hipotiroid selama masa balita. Walaupun sementara, pada kasus yang berat
dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologist dan mental.
Bayi yang dilahirkan dengan hipotiroid congenital. Harus segera mendapat
pengobatan untuk mencegah retardasi mental, pertumbuhan yang terhambat, dan
perkembanagan abnormal lainnya ( sindrom yang disebut kretinisme). Sudah
diperkirakan bahwa anak yang tidak diobati akan mengalami penurunan IQ tiga
hingga lima poin per bulan selama tahun pertama. Tetapi walau bagaimanapun,
bahakn dengan terapi awal, gangguan ringan dalam hal memori, perhatian, dan
perkembangan mental dapat tetap ada hingga dewasa.
Efek yang terjadi bila onset hipotiroid > 2 tahun. Ancaman mental retardasi
berkurang namun pertumbuhan fisik menjadi lebih pelan dan pertumbuhan gigi
jadi terlambat.
HIPERTIROID
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih banyak
hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut juga tirotoksikosis. 1
17
persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita hipertiroid. Wanita lebih banyak
mengalami kejadian ini dibandingkan dengan pria8.
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme. Tirotoksikosis
ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidsme
adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya
manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti
yang makin penuh9.
ETIOLOGI HIPERTIROID
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah10,11 :
1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama dengan TSH dan
menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak dalam tubuh.
2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang terdapat pada
tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi memiliki resiko
terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan menghasilkan banyak
hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila
melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter
multinodular toksik. Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter
multinodular toksik dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.
3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis tidak
menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu
menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang meradang
dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat
diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan. Kondisi ini
akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis “silent”
18
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti
tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis post
partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi autoimun.
4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid, sehingga jumlah
yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormon tiroid yang dihasilkan.
Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat menyebabkan
tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodiumyang
berlebihan terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk
mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung banyak yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon tiroid lebih
banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid dalam tubuh.
Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi hormon tiroid. Oleh sebab
itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves
Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa
panas, hiperkinesis,
capek, BB turun,
tumbuh cepat,
toleransi obat, youth
fullness
Psikis dan saraf Labil. Iritabel,
tremor, psikosis,
nervositas, paralisis
periodik dispneu
Gastrointestinal Hiferdefekasi, lapar,
makan banyak, haus,
muntah, disfagia,
splenomegali
Jantung hipertensi, aritmia,
palpitasi, gagal
jantung
Muskular Rasa lemah Darah dan limfatik Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar
19
Genitourinaria Oligomenorea,
amenorea, libido
turun, infertil,
ginekomastia
Skelet Osteoporosis, epifisis
cepat menutup dan
nyeri tulang
Kulit Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair dan
onikolisis
Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan8 :
Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus korne
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)
PEMERIKSAAN PENUNJANG5
- Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul
infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
- Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit
Graves dengan komponen nodosa
- EKG
- Foto torak
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :
20
DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini telah
dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis
anatomis, status tiroid dan etiologi6.
21
22
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total) (dalam keadaan
tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji
tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine needle aspiration biopsy), antibodi
tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua diperlukan9,11.
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan
membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga
lamban putih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat
eksoftalmeter Herthl. Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka
tanda kliniknya ditemukan pada semua organ kita.12
Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda, malahan
dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal : a). Berat bedan
menurun mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan menurun, mual, muntah dan
sakit perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal dari
occult hyperthyroidism, takiartmia d). Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs
tidak nyata atau tidak ada f) bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked
hyperthyroidsm dan apathetic form)12.
DIAGNOSIS BANDING
- Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik,
metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma oavarii, mutasi reseptor TSH, obat :
kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)9
- Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi tiroid
(karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan
(tirotoksikosis factitia)9
- Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
reisistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksigosis gestasional9
PENATALAKSANAAN
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya
tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau
reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.9,13
Obat – obatan
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama
23
metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol
yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4,
dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin,
mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan
mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di
jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat
konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan
penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek
penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan
sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu
pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat
anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya
dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya
diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis
pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6
jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada
fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis
tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2
bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada
beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama.
Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.
Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU
50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum
memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis
24
maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan
pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping,
yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil),
gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama
pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian
terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk
mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat
Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan
Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai
terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan
diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping,
penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan
selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan
obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah
penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan
paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna
menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga
dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan
hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian
evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi
pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-
keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis
rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3
toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar
TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan
25
eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan
darah, kelenjar tiroid, dan mata.
b. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat
untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti
palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik.
Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit-
menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal
propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi
kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan
metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang
dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih
jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan
penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal
jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada
keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi
penghambat monoamin oksidase.
c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium
perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid,
tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat
tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi
atau setelah terapi iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran
kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid
(OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama
yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan
dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu
berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
26
dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium
yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi,
dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.
27
BAB IV
PENUTUP
Hipotiroidisme merupakan salah satu penyakit endokrin yang diakibatkan oleh
kekurangan produksi hormon tiroid atau defek pada reseptornya. Kelainan tersebut dapat
nampak sejak lahir atau yang dikenal sebagai hipotiroidisme kongenital dan kelainan yang
didapat (hipotiroidisme didapat) yang merupakan akibat dari salah satu variasi defek
kongenital karena manifestasi defisiensinya terlambat.
Prinsip penatalaksanaan hipotiroid adalah dengan pemberian tiroksin (natrium-L-
tiroksin) secara oral. Karena 80% T3 yang bersirkulasi dibentuk oleh monodeiodinasi T4,
kadar T4 dan T3 serum pada bayi yang diobati kembali normal. Demikian hal pada otak,
dimana 80% T3 yang dibutuhkan dihasilkan dari T4 secara lokal. Dalam pemberian tiroksin
perlu adanya konfirmasi diagnosis yang diperlukan untuk mengesampingkan adanya
kemungkinan hipotiroidisme sementara. Namun, perlu diingat bahwa tiroksin mempunyai
pengaruh yang berbahaya terkait dengan dosisnya, dimana terkadang anak yang lebih tua (8-
13 th) dengan hipotiroidisme didapat akan menjadi pseudomotor otak dalam 4 bulan
pengobatan pertama. Peranan orang tua sangat dibutuhkan dalam pengobatan hipotiroidisme
untuk memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada anak mereka selama pengobatan
dilakukan karena pengobatan hipotiroidisme adalah seumur hidup.
Sampai saat ini, dengan melakukan pengobatan yang rutin prognosis hipotiroidisme
adalah baik karena gejala-gejala yang timbul perlahan-lahan akan berkurang, namun tetap
perlu diperhatikan perkembangan mental dan pertumbuhannya karena dengan adanya
hipotiroidisme dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental.
Hipertiroid adalah meningkatnya kadar T4 dan T3 dalam sirkulasi yang terjadi akibat
kelenjar tiroid terlalu aktif atau pengeluaran hormon-hormon tiroid secara berlebihan.
Penyakit ini lebih sering terjdi pada wanita dibandingkan pria.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Digeorge, A. Hipotiroidisme. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Jakarta :
EGC. 2000
2. Guyton, A. Hormon Metabolik Tiroid. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC. 1997
3. Rose, S. R. Update Newborn Screening and Therapy for Congenital Hypothyroidism.
Off. J of AAP. Pediatrics. 2006
4. Bettendorf M. Thyroid disorders in children from birth to adolescence. Eur J Nucl
Med. 2002
5. Ogilvy-Stuart AL. Neonatal thyroid disorders. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2008
6. Faizi M. Hipotiroid .www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 23 Februari 2012
7. Raven, P. Anatomi Manusia. Atlas Anatomi, Jakarta : Djambatan, 2005
8. Postellon, D.Congenital. Hypothyroidism.Emedicinearticle.www.emedicine.com.
2010 diakses tanggal 23 Februari 2012
9. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Hyperthyroidsme.
2007; 573-582
10. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
2009
11. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
12. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
13. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
14. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipitiroidisme
dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
29