referat kejang demam

42
1 BAB I PENDAHULUAN Kejang demam terjadi pada 2-5% populasi anak. Tidak ada batasan usia yang spesifik, sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun dengan insiden puncaknya terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam terjadi pada 3%-5% anak-anak di Amerika Timur dan Eropa serta sampai 14% anak-anak yang berasal di Asia. Kejadian kejang demam ini di negara yang telah maju berkisar antara 2.5%, di Jepang angka kejadian kejang ini lebih tinggi karena faktor infeksi yang masih tinggi dan dapat menyebabkan peningkatan suhu. Pada kejang demam tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Infeksi saluran nafas akut merupakan penyebab yang banyak ditemui sebagai penyakit yang menimbulkan kejang demam. Kejang demam dibagi menjadi kejang demam simple dan kejang demam komplek. Kejang demam simplek adalah utama umum, biasanya tonik klonik, serangan yang berhubungan dengan demam, yang berlangsung selama maksimal 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah paling lama ( >15 menit) fokal dan atau berulang dalam waktu 24 jam. Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%.

Upload: novi-robbayanti

Post on 13-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT KEJANG DEMAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam terjadi pada 2-5% populasi anak. Tidak ada batasan usia

yang spesifik, sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun dengan insiden

puncaknya terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam terjadi pada 3%-5% anak-

anak di Amerika Timur dan Eropa serta sampai 14% anak-anak yang berasal di

Asia. Kejadian kejang demam ini di negara yang telah maju berkisar antara 2.5%,

di Jepang angka kejadian kejang ini lebih tinggi karena faktor infeksi yang masih

tinggi dan dapat menyebabkan peningkatan suhu. Pada kejang demam tidak

didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Infeksi saluran

nafas akut merupakan penyebab yang banyak ditemui sebagai penyakit yang

menimbulkan kejang demam.

Kejang demam dibagi menjadi kejang demam simple dan kejang demam

komplek. Kejang demam simplek adalah utama umum, biasanya tonik klonik,

serangan yang berhubungan dengan demam, yang berlangsung selama maksimal 15

menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah

paling lama ( >15 menit) fokal dan atau berulang dalam waktu 24 jam.

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka

kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh

sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Walaupun

prognosis kejang demam baik,bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan

bagi orang tuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah

laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.

Page 2: REFERAT KEJANG DEMAM

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium, terjadi pada anak berusia lebih dari 3 bulan dan tidak ada riwayat

kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam merupakan kelainan neurologis

yang paling sering dijumpai pada anak berusia sekitar 3 bulan sampai 5 tahun

tanpa disertai infeksi intrakranial, gangguan elektrolit, dan gangguan metabolik

lainnya (Waruiru & Appleton, 2008). Sekitar 30% sampai 40% dari anak-anak

yang mengalami kejang demam akan memiliki kambuh. Mayoritas kejang

demam terjadi dalam waktu 24 jam dari timbulnya demam.(jornal of pediatric health centre ,2007

http://www.jpedhc.org/article/S0891-5245(06)00687-0/fulltext,, Alexander K.C. Leung, MBBS, FRCPC, FRCP(UK & Irel), FRCPCH  W.

Lane M. Robson, MD, FRCPC, FRCP(Glasg))

Menurut ILAE, International League Against Epilepsy, anak yang

pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian mengalami kejang demam

tidak termasuk dalam kejang demam (Hardiono, et al., 2006). Kejang disertai

demam yang terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk

dalam kejang demam. Para ahli sepakat bahwa bila anak yang berumur kurang

dari 3 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang yang didahului demam,

harus dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang

kebetulan terjadi bersama demam (Sunarka, 2009). Kejang demam harus

dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa

demam (Mansjoer, et al., 2000).

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti

meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai

prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya

mengenai sistem susunan saraf pusat

Page 3: REFERAT KEJANG DEMAM

3

II.2. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-5% populasi anak di Amerika Serikat dan

Eropa Barat. Insiden di dunia bervariasi antara 5%-10% di India, 8.8% di

Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hongkong dan 0.5%-1.5% di China. Kejang

demam tidak ada batasan usia yang spesifik, sering terjadi pada usia 6 bulan

sampai 3 tahun dengan puncak usia 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi

pada usia < 1 bulan dan > 7 tahun. Sebagian besar kejang demam merupakan

kejang demam sederhana, kejang demam kompleks hanya berkisar 35%.

Anak-anak dengan kejang demam sederhana tidak mengalami

peningkatan risiko kematian. Namun, kejang yang kompleks, terjadi sebelum

usia 1 tahun, atau yang dipicu oleh suhu kurang dari 39 ° C dikaitkan dengan 2

kali lipat angka kematian meningkat selama 2 tahun pertama setelah terjadinya

kejang. Anak-anak dengan kejang demam insidennya lebih tinggi dari epilepsi

lebih tinggi dari epilepsi dibandingkan dengan populasi umum (2% : 1%).

Faktor risiko epilepsi di kemudian hari termasuk kejang demam kompleks,

riwayat keluarga epilepsi atau kelainan neurologis, dan keterlambatan

perkembangan. Pasien dengan 2 faktor risiko memiliki hingga 10%

kesempatan untuk mengembangkan kejang demam. Insidensi brdasarkan jenis

kelamin kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki.(medscape, 2014)

II.3. Etiologi

Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering

disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis,

pneumonia, bronkopneumonia, bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih

Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding

masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh

anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab

tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak,

penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih jarang pada bayi

adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia, perdarahan

intrakranial spontan serta trauma postnatal (Soetomenggolo, 2004).

Page 4: REFERAT KEJANG DEMAM

4

Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut

semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama

kali muncul sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi

faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan

kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, dan tumor otak.

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi

kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi

waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan

setelah imunisasi DTP (pertusis) dan morbili (campak) (Soetomenggolo, 2004).

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing

pada 297 penderita kejang demam, 66(±22,2%) penderita tidak diketahui

penyebabnya (Baumann, 2002). Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh

yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih

dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otitis media akut

(lihat tabel).

Tabel 1. Penyebab demam pada 297 anak penderita kejang demam

Penyebab demam Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis

Otitis media akut (radang liang telinga tengah)

Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi

Bronkitis (radang saiuran nafas)

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran

nafas)

Morbili (campak)

Varisela (cacar air)

Dengue (demam berdarah)

Tidak diketahui

100

91

22

44

17

38

12

1

1

66

Page 5: REFERAT KEJANG DEMAM

5

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai kejang

demam daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8%-45% penderita gastroenteritis

oleh kuman Shigella mempunyai risiko mengalami kejang demam yang lebih

tinggi dibanding penderita gastroenteritis oleh kuman penyebab lainnya

(Waruiru & Appleton, 2008).

II.4. Faktor risiko

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat

faktor riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor

prenatal (usia ibu saat hamil, riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil

primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat

lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir), faktor pasca natal

(trauma kepala), jenis kelamin, dan kadar natrium rendah (Staff Pengajar IKA

FKUI, 2005). Setelah kejang demam pertama kira-kira 33% anak akan

mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak

mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia

dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang

rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga

epilepsi (Behrman, et al., 2000).

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama

sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang

mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah

berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang

demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai

umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara autosomal

dominan sederhana (Behrman, et al., 2000).

Faktor risiko berulangnya kejang demam:

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor

risiko berulangnya kejang demam adalah:

Page 6: REFERAT KEJANG DEMAM

6

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

- Usia kurang dari 12 bulan

- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang setelah demam

- Terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal)

- Kejang awal yang unilateral

- Kejang berhenti lebih dari 30 menit

- Kejang berulang karena penyakit yang sama.

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang

demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut

kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan

berulangnya kejang demam paling besar adalah pada tahun pertama

(Lumbantobing, 2007).

II.5. Klasifikasi

Umumnya kejang demam ini dibagi menjadi dua golongan. Kriteria

untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini

terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut

jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung,

gambaran rekaman otak, dan lainnya (Lumbantobing, 2002).

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi

kejang demam pada anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (simple

febrile seizure) dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure).

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan 80% di

antara seluruh kejang demam.

Kejang demam berlangsung singkat

Durasi kurang dari 15 menit

Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik

Umumnya akan berhenti sendiri

Tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam 24 jam

Page 7: REFERAT KEJANG DEMAM

7

Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika suhu

meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui

sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba

merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum,

biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal, kadang – kadang

hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang,

tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,

umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak (Hendarto, 2002).

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), 20% di antara

seluruh kejang demam.

Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial.

Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan anak tidak sadar.

Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam (Pusponegoro, Widodo, Ismail,

2006). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang

didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih

dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi

pada 16 % di antara anak yang mengalami kejang demam (Pusponegoro,

Widodo, Ismail, 2006).

II.6. Patogenesis

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan

listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron

tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti

juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran

yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih

negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran

Page 8: REFERAT KEJANG DEMAM

8

berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama

selama sel tidak mendapatkan rangsangan.

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu :

- Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,

misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada

kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.

- Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan

hipomagnesemia.

- Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan

dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang

berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat

akan menimbulkan kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan

bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan

demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan

lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang

memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat

yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel

saraf meningkat. 9

Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,

jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan

menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin

bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa

hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan

hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena

kegagalan metabolisme di otak. 9

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai

berikut 9:

- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum

matang/immatur.

- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan

gangguan permiabilitas membran sel.

Page 9: REFERAT KEJANG DEMAM

9

- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan

CO2 yang akan merusak neuron.

- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan

kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran

ion-ion keluar masuk sel.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam

II.7. Manisfestasi klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan

bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang

disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis

media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan kejang biasanya

terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan

sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik,

fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata

terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin

berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal

(Sastroasmoro, 2007).

Page 10: REFERAT KEJANG DEMAM

10

Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%

berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah

kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah

beberapa detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa

defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis

Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral

yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang

yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang

tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau

kejang menahun adalah kecil (Saharso, 2006).

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

penderita yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian

kecil penderita, ini biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau

berulang baik umum atau fokal. Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang

terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah ditemukan pada

penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi.

Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam

diikuti terulangnya kejang tanpa demam (Saharso, 2006).

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan

bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan

oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,

bronkitis, furunkulosis dan lain-lain (Rudolph, 2002).

Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut (Mary

& Malcolm, 2006):

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi

secara tiba-tiba)

Kejang tonik-klonik atau grand mal

Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir

selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik

Page 11: REFERAT KEJANG DEMAM

11

Gerakan klonik

Lidah atau pipi tergigit

Gigi atau rahang terkatup rapat

Inkontinensia

Gangguan pernafasan

Apneu

Cyanosis.

Setelah mengalami kejang biasanya (Mary & Malcolm, 2006) :

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam

atau lebih.

Terjadi amnesia dan sakit kepala.

Mengantuk

Linglung

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan

terjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

II.8. Diagnosis

Langkah diagnostik untuk kejang demam adalah (Pusponegoro, Widodo,

Ismael, 2006):

Anamnesis

- Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah

kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara

2 serangan kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.

- Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau

perlahan, menetap atau naik turun).

- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai

demam atau epilepsi).

- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).

- Riwayat trauma kepala.

- Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.

Page 12: REFERAT KEJANG DEMAM

12

- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,

dan lain-lain).

Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

a. Tanda vital terutama suhu tubuh

b. Manifestasi kejang yang terjadi

c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala

berlebihan

d. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya

demam

e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

f. Tanda infeksi di luar SSP.

Pemeriksaan neurologis antara lain:

a. Tingkat kesadaran

b. Tanda rangsang meningeal

c. Tanda refleks patologis

Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan

neurologis, termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari

penyebab kejang demam, di antaranya (Taslim, 2004):

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,

urinalisis, biakan darah, urin atau feses.

b. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan

untuk menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama.

Page 13: REFERAT KEJANG DEMAM

13

Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi

lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan

untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan

serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang

demam yang:

- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)

- Mengalami komplex partial seizure

- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48

jam sebelumnya)

- Kejang saat tiba di IGD

- Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga

sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.

- Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika

tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan

kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang

telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,

karena itu pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk

dilakukan (American Academy of Pediatrics, 1999).

Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi

lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :

1.Bayi < 12 bulan : diharuskan.

2.Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.

3.Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda

meningitis.

Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi

lumbal.

- Indikasi Pungsi Lumbal:

Jika ada kecurigaan klinis meningitis

Kejang demam pertama

Page 14: REFERAT KEJANG DEMAM

14

Pasien telah mendapat antibiotik

Adanya paresis atau paralisis

c. EEG

Dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang

demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti

ketidaknormalan otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada

kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis

(American Academy of Pediatrics, 1999). Tidak ada penelitian yang

menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera

setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang

tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran

gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran tersebut tidak

bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko

epilepsi (Hendarto, 2002).

EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah

belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.

Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari

kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai

tujuh hari setelah serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan

untuk pasien kejang demam sederhana (Hendarto, 2002).

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada

pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan

EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.

Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau

kejang demam fokal (Hendarto, 2002).

d. Pencitraan

Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan

(CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,

tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :

Page 15: REFERAT KEJANG DEMAM

15

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)

Paresis nervus VI

Papil edema

Riwayat atau tanda klinis trauma

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston

yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub

Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhu normal

tidak menunjukan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang

demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak

didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.

Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula

tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau

radang otak (ensefalitis) (Duffer & Baumann, 1999).

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama

dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata

kurang mempunyai nilai diagnostik, EEG tidak dapat digunakan untuk

memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang

di kemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien

kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare,

muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan 

Page 16: REFERAT KEJANG DEMAM

16

metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan

labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam

(Hendarto, 2002).

II.9. Diagnosa Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita kejang dengan demam, harus

dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf

pusat (otak). Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya

meningitis, ensefalitis, dan abses otak. Oleh karena itu perlu waspada untuk

menyingkirkan apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu

dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana

atau kejang demam kompleks. Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan

dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal (Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 2004).

Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti

hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses

intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam dan sukar dibedakan

dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat mengalami delirium,

menggigil, pucat, dan sianosis, sehingga menyerupai kejang demam (Ikatan

Dokter Anak Indonesia, 2004).

Diagnosis Banding Kejang Demam:

1. Kelainan Intrakranium

o Meningitis

o Encephalitis

o Abses otak

2. Gangguan metabolik

o Hipoglikemi

o Gangguan elektrolit

o Sinkop

Page 17: REFERAT KEJANG DEMAM

17

3. Epilepsi Epilepsi Triggered by Fever (ETOF)

Oleh karena cukup banyaknya diagnosis banding, sangat sulit bagi kita

untuk menentukan penyakit atau kelainan yang menyebabkan terjadinya

bangkitan kejang tersebut.

Tabel 2. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat.

Klinis/Lab Ensefalitis

Herpes

Simpleks

Meningitis

Bacterial/

Purulenta

Meningitis

Tuberkulosa

Meningitis

Virus

Kejang

Demam

Awitan

Demam

Tipe kejang

Singkat/lama

Kesadaran

Pemulihan

kesadaran

Tanda

rangsang

meningeal

Tekanan

intrakranial

Paresis

Pungsi

lumbal

Etiologi

Terapi

Akut

< 7 hari

Fokal/umum

Singkat

Sopor-koma

Lama

-

Sangat

meningkat

+++/-

Jernih

Normal/limfo

Virus HS

Antivirus

Akut

< 7 hari

Umum

Singkat

Apatis-somnolen

Cepat

++/-

Meningkat

+/-

Keruh/opalesen

Segmenter/limf

Bakteri

Antibiotik

Kronik

>7 hari

Umum

Singkat

Somnolen-sopor

Lama

++/-

Sangat

meningkat

+++

Jernih/xanto

Limfo/segmen

M.Tuberculosis

Anti TBC

Akut

< 7 hari

Umum

Lama>15

menit

Sadar-apatis

Cepat

+/-

Normal

-

Jernih

Normal

Virus

Simtomatik

Akut

< 7 hari

Umum/fokal

Somnolen

Cepat

-

Normal

-

Jernih

Normal

Di luar SSP

Penyakit dasar

II.10. Tatalaksana

Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,

yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab dan pengobatan

Page 18: REFERAT KEJANG DEMAM

18

profilaksis terhadap berulangnya kejang demam (Tumbelaka, 2005).

1 .Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan

untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar

oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,

suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

kompres air hangat dan pemberian antipiretik (Waruiru & Appleton, 2008).

Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama

pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu

pemberian obat – obatan antipiretik sangat diperlukan. Obat – obatan yang dapat

digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap

4 – 6 jam atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam (American

Academy of Pediatrics, 1999).

Algoritma Penanganan Kejang Demam Akut dan Status Konvulsif

Page 19: REFERAT KEJANG DEMAM

19

Tatalaksana penghentian kejang akut dapat dilaksanakan sebagai berikut/

(Pedoman Pelayanan Medis, IDAI, 2010):

1. Di Rumah (pre hospital):

Penanganan kejang di rumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan

pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg atau secara

sederhana bila berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg, sedangkan jika

berat badan lebih dari 10 kg diberikan 10 mg. Pemberian di rumah diberikan

maksimum 2 kali dengan interval 5 menit. Bila kejang masih berlangsung, bawa

pasien ke klinik atau rumah sakit terdekat.

2. Di Rumah Sakit

Saat tiba di klinik atau rumah sakit, bila belum terpasang cairan intravena,

dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali, sambil mencari akses vena.

Sebelum dipasang cairan intravena, sebaiknya dilakukan pengambilan darah

untuk pemeriksaan darah tepi, elektrolit, dan gula darah sesuai indikasi.

Bila terpasang cairan intravena, berikan fenitoin i.v dengan dosis 20 mg/kg

dilarutkan dalam NaCl 0,9%, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan

pemberian 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, dapat diberikan tambahan

fenitoin i.v 10 mg/kg. Bila kejang teratasi, lanjutkan pemberian fenitoin setelah

12 jam, kemudian dengan rumatan 5-7 mg/kg.

Bila kejang belum teratasi, berikan fenobarbital i.v dengan dosis maksimum

15-20 mg/kg dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit. Awasi dan atasi

kelainan metabolik yang ada. Bila kejang berhenti, lanjutkan dengan pemberian

fenobarbital i.v rumatan 4-5 mg/kg setelah 12 jam kemudian.

3. Perawatan Intensif di Rumah Sakit

Bila kejang belum berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan di ruang

intensif. Dapat diberikan salah satu dari obat berikut:

Midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan-lahan, diikuti infus

midazolam 0,01-0,02 mg/kg/menit selama 12-24 jam.

Page 20: REFERAT KEJANG DEMAM

20

Propofol 1 mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5 mg/kg/jam dan

diturunkan setelah 12-24 jam.

Pentobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-5

mg/kg/jam.

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan lumbal pungsi hanya pada

kasus yang dicurigai mengalami meningitis, atau bila kejang demam

berlangsung lama. Pada bayi kecil manifestasi klinis meningitis sering tidak

jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6

bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan

laboratorium lain perlu dilakukan (Tumbelaka, 2005).

3. Pengobatan Profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan

dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara

profilaksis, yaitu:

a. Profilaksis intermiten pada waktu demam untuk kejang demam sederhana

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan

ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya

demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat

masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti

sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam

intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat

digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan

berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih

dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5o C atau lebih. Diazepam dapat

pula diberikan oral dengan dosis 0,3 mg/kg BB/hari setiap 8 jam pada waktu

Page 21: REFERAT KEJANG DEMAM

21

pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan

hipotonia.

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu

efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat

diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang

lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat (Tumbelaka, 2005).

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan) untuk

kejang demam kompleks.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang

demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak, tapi tidak dapat

mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis setiap hari terus

menerus hanya diberikan jika kejang demam mempunyai ciri sebagai berikut

(salah satu / lebih). (Pedoman Pelayanan Medis, IDAI, 2010):

1. Kejang lama lebih dari 15 menit

2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang, seperti hemiparesis,

paresis Todd, serebal palsi, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

Antikonvulsan yang dapat diberikan antara lain fenobarbital 3-4

mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam

valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis (Pedoman

Pelayanan Medis, IDAI, 2010).

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan jika. (Pedoman Pelayanan

Medis, IDAI, 2010):

1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

3. Kejang demam lebih dari 4 kali dalam 1 tahun.

Page 22: REFERAT KEJANG DEMAM

22

Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah kejang

terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian obat ini efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (Pedoman Pelayanan Medis,

IDAI, 2010).

Indikasi Rawat Inap:

Pasien kejang demam dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut

(Pedoman Pelayanan Medis, IDAI, 2010):

a. Kejang demam kompleks

b. Hiperpireksia

c. Usia di bawah 6 bulan

d. Kejang demam pertama

e. Dijumpai kelainan neurologis

J. Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada

saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya bisa

meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara (Lumbantobing, 2007):

1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benigna

2. Memberikan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali

4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi mempunyai efek samping.

5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi angka kejadian epilepsi.

Beberapa Hal yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher

Page 23: REFERAT KEJANG DEMAM

23

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih.

(Lumbantobing, 2007)

II.11. Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak

menyebabkan kematian.

a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang sebelumnya normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan

kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi

pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal(4).

Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10

menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap(5).

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,13) :

1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.

Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

2. Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

3. Kelainan motorik 

Page 24: REFERAT KEJANG DEMAM

24

4. Gangguan mental dan belajar  

b. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor

resiko berulangnya kejang demam adalah :

Riwayat kejang demam dalam keluarga 

Usia kurang dari 12 bulan

Temperatur yang rendah saat kejang

Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang

demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut

kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %.

Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (4)

d. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama. 

Kejang demam kompleks.

Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian

epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut

meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan

menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada

kejang demam.

Page 25: REFERAT KEJANG DEMAM

25

BAB III

KESIMPULAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam diklasifikasiakan menjadi kejang demam sederhana dan kejang

demam kompleks. Adapun penyebab kejang demam masih belum jelas, namun ada

beberapa faktor resiko untuk terjadi nya kejang demam. Diagnosis kejang demam

cukup dapat ditegakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan

kejang demam hampir sama dengan penatalaksanaan kejang pada epilepsi, namun

pada kejang demam lebih menekankan pada edukasi kepada orang tuanya.

Page 26: REFERAT KEJANG DEMAM

26

DAFTAR PUSTAKA

Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediatric II : Kejang Pada

Anak. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.

Baumann Robert, MD. Febrile Seizures. 2002. Sumber Tulisan: http://www.

Emedicine.com/neuro/topic134.htm

Baumann RJ. Febrile Seizures. E Med J, March 12 2002, vol.2, No. 3 : 1 – 10.

Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile

Seizures. 2004. http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86 .

Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000.

Hal 2059-2007.

Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak : Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 2007.

Campfield P, Camfield C. Advance in Diagnosis and Management of Pediatrics

Seizures Disorders in Twentieth Century. J Pediatrics 2000, 136 : 847 – 9.

Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,

Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 –

2060.

Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin

Dunia Kedokteran No. 27. 2002 : 6 – 8.

Page 27: REFERAT KEJANG DEMAM

27

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan

Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.

Jones & Jacobsen. 2007. Childhood Febrile Seizure: Overview and Implications.

International Journal Medical Science, 4 (2) : 110-12. Diakses 29

November 2015. Available from :

URL

:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1852399/pdf/ijmsv04p0110.

pdf/?tool=pmcentrez

Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.

Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam

Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius

FK Universitas Indonesia, Jakarta. 2000 : 48, 434 – 437.

Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell

pulblishing, 2006. Hal 72-90.

Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan

Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.

Pusponegoro, Hardiono D. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI. 2004.

Pusponegoro H.D dkk ; Standart Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Kejang

Demam ; Penerbit : IDAI ; 2005, hal. 209-211.

Page 28: REFERAT KEJANG DEMAM

28

Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006.

Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002.

Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 – 273.

Sastroasmoro, S, dkk. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak.

Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr.Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007;

Hal 252.

Soetomenggolo, S. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit

FKUI. 2004. H 244-251.

Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta : Bagian IKA FKUI : 847-8.

Tumbelaka, Alan R, Trihono, Partini P, Kurniati, Nia, Putro Widodo, Dwi. 

 Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII. Cetakan pertama. FKUI-RSCM.

Jakarta. 2005.

Waruiru & Appleton. Febrile Seizure: An Update. Arch Dis. 2008.

Diakses 29 November 2015. Available from URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1720014/pdf/v089p00751.p

df/? tool=pmcentrez.

Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, (2000) dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson,

Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Page 29: REFERAT KEJANG DEMAM

29

Fuadi, F., (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak, (Tesis),

Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.