referat kelainan pada kornea dan sklera
DESCRIPTION
mohon sherrTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mata adalah jendela dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa mata adalah salah
satu indera yang penting bagi manusia dikarenakan 83 persen informasi dari luar
datang melalui mata. Mata yang membuat manusia dapat melihat, membantu
dalam berkomunikasi antar sesama dan menjalani kehidupan sehari-hari sehingga
kualitas mata akan berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Dengan peran
yang sangat penting itu, tak heran jika mata mendapatkan perhatian khusus salah
satunya dalam bidang kesehatan.
Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai dari
kelainan kongenital pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga tingginya
angka kebutaan di Indonesia. Salah satu penyakit mata tersering pada kornea
adalah keratitis, dan pada sklera adalah episkleritis. Keratitis atau peradangan
pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat
lapisan kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan
luar sehingga rentan terjadinya trauma ataupun infeksi. Hampir seluruh kasus
keratitis akan mengganggu kemampuan penglihatan seseorang yang pada
akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebagai
dokter umum untuk dapat mengenali dan menanggulangi kasus keratitis (sejauh
kemampuan dokter umum) yang terjadi di masyarakat baik sebagai dokter
keluarga ataupun dokter yang bekerja di strata pelayanan primer. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, penulis membuat pembahasan kasus referat ini mengenai
gangguan kornea dan sklera.
B. Tujuan & manfaat referat
Setelah mempelajari referat ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan
pustaka dari penyakit yang ada pada sklera dan kornea dengan gejala mata merah
1
dengan visus normal ataupun turun. Sehingga nantinya jika menemui kasus di
tempat praktek dapat melakukan tata laksana yang baik mengenai penyakit
tersebut dan penyakit mata lainnya.
2
BAB II
KELAINAN PADA KORNEA
A. Anatomi dan fisiologi kornea
Kornea memiliki paling tidak 2 fungsi yaitu sebagai membran protektif dan
sebagai “jendela” bagi cahaya untuk masuk ke dalam retina. Epitel pada kornea
menjadi barrier efektif dalam masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Fungsi
kornea sebagai “jendela” ditunjang oleh 3 karakteristik yaitu strukur yang
uniform, avaskular dan keadaan yang relatif dehidrasi dari stroma kornea.
Keadaan yang relatif dehidrasi ini sangat bergantung pada endotel sehingga
kerusakan pada endotel kornea akan menyebabkan kornea menjadi edema dan
hilangnya trasparansi. Kornea bersifat avaskular sehingga nutrisi didapatkan
dengan cara difusi dari pembuluh darah perifer di dalam limbus dan dari humour
akueus di bagian tengah.
B. Histologi kornea
Kornea merupakan bagian tunika fibrosa yang
transparan, avaskular, dan kaya akan ujung-ujung
saraf. Tebal kornea rata-rata adalah 550 µm, dengan
diameter rata-rata horizontal 11,75 mm dan vertikal
10.6 mm. Kornea berasal dari penonjolan tunika
fibrosa ke sebelah depan mata. Secara histologi
kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu:
1. Epitel kornea
Merupakan lanjutan dari konjungtiva,
disusun oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan
tanduk. Lapisan ini merupakan lapisan kornea
terluar yang langsung kontak dengan dunia luar.
3
Gambar I.1 Histologi Kornea
Epitel kornea terdiri atas 5 lapis sel epitel bertanduk yang saling tumpang
tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal terlihat
mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan
semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel
basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden dan ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Epitel kornea ini mengandung banyak ujung-ujung
serat saraf bebas. Sel-sel yang terletak di permukaan cepat menjadi haus dan
digantikan oleh sel-sel yang dibawahnya. Bila terjadi gangguan akan
mengakibatkan erosi rekuren. Cedera pada epitel hanya menyebabkan edema
lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi.
2. Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel komea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang dan terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
4
Gambar I.2 Epitel Kornea
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma.
Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 μm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih
resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnyadibandingkan dengan
bagian-bagian kornea yang lain.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
pm. Endotel melekat spada membran descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme
dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik, pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan.
Gambar I.3 Anatomi Mata
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
5
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
C. Kelainan Kornea
1. Kelainan ukuran
Ukuran diameter kornea normal adalah 11-12 mm.
a. Makrokornea, ukuran kornea lebih besar daripada normal (>12 mm).
b. Mikrokornea, ukuran kornea lebih kecil daripada normal.
2. Kelainan kecembungan kornea
Ukuran kecembungan dan jari-jari kornea normalnya adalah 7,8 mm
• Kurvatura menonjol
a. Keratokonus, permukaan seperti kerucut
b. Keratoglobus, penonjolan seluruh permukaan kornea
6
(A) (B)
Gambar I.4 (A) Keratokonus (B) Keratoglobus
c. Keratektasia, peregangan & penipisan kornea & sclera, peningkatan
TIO dalam waktu yang lama
d. Stafiloma, penonjolan setempat kornea akibat tukak kornea perforasi
atau kornea yang menipis dengan terdapat jaringan uvea dibelakang
atau di dalamnya.
e. Descemetokel, penonjolan membran Descemet
(A) (B) (C)
Gambar I.5 (A) Keratektasia, (B) Stafiloma, (C) Descemetokel
Kornea lebih datar
1. Kornea plana, kornea datar
2. Ptisis bulbi, Kornea mengkerut kurvatura cekung kedalam
7
(A) (B)
Gambar I.6 (A) Kornea Plana (B) Ptisis Bulbi
3. Kekeruhan kornea
Sikatriks, jaringan parut pada kornea yang mengakibatkan permukaan kornea
irreguler sehingga memberikan uji plasido positif, dan mungkin terdapat dalam
beberapa bentuk, yaitu:
a. Nebula, kabut halus pada kornea yang sukar terlihat
b. Makula, kekeruhan kornea yang berbatas tegas
c. Leukoma, kekeruhan berwarna putih padat
d. Leukoma adheren, kekeruhan atau sikatriks kornea dengan menempelnya
iris di dataran belakang
e. Keratitik presipitat, endapan sel radang di dataran belakang atau endotel
kornea
Gambar I.7 Makula & Leukoma
D. Keratitis
8
Makula Leukoma
Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah
terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan
menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis.
Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan
jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma.
Klasifikasi
Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda
atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai
lapisan stroma. Pada keratitis epitelial dan keratitis stromal, tes fluoresin (+),
sedangkan pada keratitis subepitelial dan keratitis profunda, tes fluoresin (-).
Menurut tempatnya, keratitis diklasifikasikan sebagai berikut:
I. Keratitis Superfisial
1. Keratitis epitelial
a. Keratitis punctata superfisialis
b. Herpes simpleks
c. Herpes zoster
2. Keratitis subepitelial
a. Keratitis nummularis
b. Keratitis disiformis
3. Keratitis stromal
a. Keratitis neuroparalitik
9
b. Keratitis et lagoftalmus
II. Keratitis Profunda
1. Keratitis interstisial
2. Keratitis sklerotikans
3. Keratitis disiformis
Morfologi keratitis
Keratitis epitelial
Perubahan epitel kornea bervariasi mulai dari edema ringan dan
vakuolisasi sampai erosi, pembentukan filament, keratinisasi parsial,
dan lain-lain. Lokasi lesi juga bervariasi. Semua bentuk keratitis epitel
ini memiliki pengaruh besar dalam menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan slitlamp dengan atau tanpa pewarnaan fluoresens menjadi keharusan
dari pemeriksaan mata luar.
Keratitis Subepitel
Ada beberapa tipe lesi subepitel yang penting untuk diketahui.
Contoh: infiltrat subepitel dari epidemik keratoconjungtivitis, yang
disebabkan oleh adenoviruses 8 dan 19.
Keratitis Stroma
Respon stroma kornea terhadap penyakit berupa infiltrate
(representasi dari akumulasi sel-sel radang), edema (manifestasi dari
penebalan konea, opasifikasi atau scarring), nekrosis atau melting
yang mengakibatkan penipisan kornea, perforasi kornea, dan
vaskularisasi kornea.
Keratitis Endotel
10
Gambar I.10 keratitis stromal
Gambar I.9 keratitis subepitel
Gambar I.8 keratitis epitel filamen
Disfungsi endotel kornea menyebabkan edema kornea, yang pada awalnya
melibatkan stroma kemudian epitel. Selama kornea belum terlalu edema,
morfologi abnormalitas endotel dapat terlihat dengan slitlamp. Sel-sel inflamasi
pada endotel (presipitat kornea) tidak selalu menjadi tanda penyakit kornea karena
dapat berupa manifestasi klinis dari uveitis anterior yang dapat diikuti ataupun
tidak diikuti keratitis stroma.
Gambar I.11 Jenis-jenis keratitis Epitelial sesuai derajat keseringannya
11
(vaughan, Asbury. 2010)
Keratitis Bakteri
Beragam jenis ulkus yang disebabkan bakteri yang berbeda memiliki bentuk
yang sama, dan hanya bervariasi derajat keparahannya, terutama pada bakteri
opurtunistik seperti streptokokus α hemolitikus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, nocardia, dan M fortuitum-chelonei, yang
menyebabkan ulkus yang cenderung menyebar perlahan dan superfisial.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcal) Corneal Ulcer
Ulkus kornea karena pneumokokus biasanya timbul 24-48 jam setelah
inokulasi pada kornea yang tidak intak. Ulkus biasanya berwarna keabu-abuan,
berbatas tegas, dan cenderung menyebar secara acak dari fokus infeksi ke arah
sentral kornea. Dinamakan acute serpiginous ulcer karena ulserasi aktif diikuti
oleh jejak ulkus yang menyembuh. Pada awalnya lapis superfisial saja yang
terkena kemudian menuju lapis dalam kornea. Kornea di sekitar ulkus biasanya
tetap jernih. Hipopion tidak selalu menyertai ulkus. Hasil dari kerokan ulkus
memperlihatkan bakteri kokus Gram-positif: lancet-shaped dengan kapsul.
Lesi kornea Pseudomonas aeruginosa
Ulkus kornea Pseudomonas dimulai dengan infiltrate berwarna kuning atau
keabu-abuan pada epitel kornea yang tidak intak. Ulkus kornea yang disebabkan
12
Pseudomonas sering disertai rasa sakit. Lesi cenderung menyebar dengan cepat ke
semua arah karena enzim proteolitik yang diproduksi oleh Pseudomonas. Pada
awalnya hanya mengenai kornea superficial, namun dengan cepat akan menyebar
ke seluruh kornea yang dapat menyebabkan perforasi kornea dan infeksi
intraocular berat. Perforasi berhubungan dengan IL-12 yang dilepaskan pada saat
inflamasi. Sering terdapat hipopion yang membesar seiring dengan perluasan
ulkus. Infiltrat dan eksudat berwarna hijau kebiruan karena pigmen yang
diproduksi oleh Pseudomonas, warna tersebut merupakan patognomonic untuk
infeksi P aeruginosa. Ulkus kornea karena Pseudomonas biasanya berhubungan
dengan pemakaian lensa kontak lunak – terutama jenis pemakaian jangka panjang.
Selain itu juga berhubungan dengan pemakian larutan fluoresens dan tetes mata
yang terkontaminasi. Hasil kerokan pada lesi memperlihatkan batang Gram-
negatif tipis.
Lesi kornea Moraxella liquefaciens
M. liquefaciens (diplobacillus of Petit) menyebabkan ulkus berbentuk oval
yang biasanya terletak di inferior kornea kemudian menginfeksi stroma bagian
dalam dalam periode beberapa hari. Biasanya tidak disertai hipopion atau disertai
namun hanya berupa hipopion kecil berjumlah satu, kornea di sekitar ulkus
biasanya jernih. Ulkus M liquefaciens sering terjadi pada pasien dengan
alkoholisme, diabetes, dan keadaan imunosupresi.Hasil kerokan memperlihatkan
nakteri batang Gram-negatif, besar, dan square-ended diplobacilli.
Lesi kornea Group A Streptococcus
Ulkus yang disebabkan Streptokokus beta- hemolitikus grup A tidak
memiliki ciri khusus. Sekitar stroma kornea terdapat infiltrat dan edema, terdapat
juga hipopion. Hasil kerokan lesi didapatkan kokus gram positif dalam bentuk
rantai.
Lesi kornea Mycobacterium fortuitum-chelonei & Nocardia
Ulkus karena M fortuitum-chelonei dan nocardia jarang terjadi. Biasanya
menyertai trauma dan terdapat riwayat kontak dengan tanah. Pada dasar ulkus
13
terdapat garis radier yang terlihat seperti kaca depan mobil yang pecah. Hipopion
dapat menyertai atau tidak. Hasil kerokan lesi memperlihatkan acid-fast slender
rods (M fortuitum-chelonei) atau bentuk filamen gram-positif (nocardia).
Keratitis Jamur
Umum terjadi pada petani dengan riwayat trauma atau kontak
benda organik seperti pohon atau daun, semakin sering pada
populasi urban sejak penggunaan kortikosteroid dalam bidang mata
diperkenalkan. Biasanya infeksi ini terjadi akibat jumlah inokulasi
yang cukup banyak. Jamur dapat menyebabkan nekrosis stromal
yang berat dan dapat masuk ke dalam bilik depan dengan melakukan penetrasi ke
dalam membran Descement. Ketika sampai di bilik depan, proses infeksi akan
sulit untuk dikendalikan. Organisme yang biasa ditemukan pada keratitis jamur
adalah jamur berfilamen (Aspergillus, Fusarium sp) dan Candida albicans.
Infeksi candida sering terjadi pada pasien dengan gangguan sistem imun.
Penampakan klinis : penderita keratitis jamur bisanya mengeluhkan sensasi
benda asing, fotofobia, penglihatan yang kabur dan abnormal sekret. Progresi
panyakit lebih lambat dan lebih tidak sakit daripada keratitis karena bakteri.
Penggunaan topikal steroid akan meningkatkan replikasi jamur dan invasi kornea.
Tanda yang dapat ditemukan antara lain adalah keratitis dengan filamen
berwarna keabuan yang menginfiltrasi stroma dengan tekstur kering dan tepi yang
tidak rata, lesi satelit, plak endothelial dan hipopion. Pada keratitis candida
biasaya ditandai dengan lesi berwarna putih kekuningan.
Infeksi fungal memilki infiltrat abu-abu dengan tepi yang tidak beraturan,
sering ditemukan hipopion, tanda inflamasi, ulserasi yang superfisial, dan lesi
satelit.
Kebanyakan infeksi kornea karena jamur disebabkan oleh oppurtunistik
sepert kandida, fusarium, aspergillus, penicilium, cephalosporium dan lainnya.
Tidak ada penampakan spesifik yang dapat membantu membedakan ulkus jamur
yang satu dengan yang lain.
14
Gambar I.12 keratitis jamur
Keratitis Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa yang hidup bebas, menempati air
yang tercemar bakteri dan material organic. Infeksi kornea oleh
achantamuba biasanya berhubungan dengan pemakian lensa kontak
lunak yang berulang, termasuk lensa hidrogel silikon atau lensa kontak
keras. Keratitis karena Acanthamoeba juga dapat dialami bukan pemakai
lensa kontak yang mengalami kontak mata dengan tanah atau air yang
tercemar.
Gejala awal berupa rasa sakit yang sangat dan tidak sebanding dengan
tampilan klinisnya, merah, dan fotofobia. Karakteristiknya adalah ulkus kornea
dengan cincin pada stroma, dan infiltrat perineural.
Dianosis Acanthamoeba cukup sulit karena gejala yang mirip dengan
keratitis herpes simpleks.Hilangnya sensasi kornea juga merupakan gejala yang
mirip dengan keratitis herpes simpleks. Diagnosis ditegakkan dengan media agar
non-nutrien dengan biakan E. coli. Spesimen lebih baik diambil dengan metode
biopsi kornea daripada kerokan kornea, jika pasien adalah pemakai lensa kontak,
tempat dan cairan lensa juga perlu dikultur jika bentuk diagnosis Acanthamoeba
(trofozoit atau kista) tidak ditemukan pada kerokan.biopsi kornea.
Pengobatan untuk keratitis Acanthamoeba adalah propamidine isethionate
(1% solution) topikal intensif dan polyhexamethylene biguanide (0.01–0.02%
solution) atau tetes mata mengandung neomisin. Sama seperti bakteri,
Acanthamoeba juga dapat resisten terhadap obat yang digunakan, penyulit lain
adalah kemampuan organisme ini untuk membentuk kista di dalam stroma kornea,
jadi memerlukan pengobatan dengan waktu yang lebih lama. Kortikosteroid
topikal digunakan untuk mengontrol reaksi inflamasi pada kornea.
Keratitis Virus
Keratitis Herpes Simpleks (HSV).
15
Gambar I.13 keratitis Acanthamoeba
HSV adalah virus DNA yang hanya menginfeksi manusia, sekitar 90 persen
dari populasi seropositif terhadap antibodi HSV-1, walaupun sebagian besar
bersifat subklinis. HSV-1 biasanya menginfeksi bagian di atas pinggang dan
HSV-2 pada bagian bawah pinggang. HSV-2 dapat ditransmisikan ke
mata melalui sekret genital yang terinfeksi dan persalinan pervaginam.
Infeksi primer terjadi pada masak kanak-kanak muda melalui droplet atau
inokulasi langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi di awal kelahiran karena
proteksi dari antibodi si ibu. Rekuren mengandung arti bahwa selama ini HSV
berada pada tubuh manusia di akson saraf sensorik hingga ke gangglion dari saraf
tersebut (periode laten). Periode laten dapat kembali dan menyebabkan reaktivasi
dari virus, berreplikasi dan berjalan ke bawah melalui akson ke targer jaringan
sehingga menyebabkan kambuhnya penyakit.
Infeksi okular primer biasanya terjadi pada umur 6 bulan hingga 5 tahun dan
biasanya dihubungkan dengan simptom umum dari penyakit virusnya.
Blefarokonjungtivitis biasanya jinak, self-limited dan hanya bermanifestasi pada
anak-anak.
Tanda : vesikel pada kulit melibatkan alis dan area periorbital. Kondisi akut,
unilateral, konjungtivitis folikuler berhubungan dengan limphadenopathy
preauriculer.
Pada kondisi ini tujuan pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya
keratitis dengan asiklovir salep mata lima kali dalam sehari selam tiga minggu.
Epitelial keratitis dapat terjadi di segala usia, sakit ringan, mata berair dan
penglihatan kabur. Tanda yang muncul secara kronologis opaknya sel epitelial
yang tersusun dalam coarse punctate atau stellalte pattern, deskuamasi sentral
yang menghasilkan lesi garis linear bercabang (dendritik) dengan akhir terminal
bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat pada anterior stromal, perluasan
sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan konfigurasi amoeboid, dalam masa
pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk garis lurus yang persisten yang
mencerminkan arah dari sel pemulihan epitel. Diagnosis banding dari lesi
dendritik adalah keratitis Herpes Zoster, abrasi kornea dalam pemulihan, keratitis
16
Gambar I.14 keratitis herpes simpleks
anthamena dan keropathi toksik sekunder akibat pemakaian obat topikal. Untuk
tata laksana dapat dilakukan secara topikal asiklovir 3% salep digunakan 5 kali
sehari, dapat juga menggunakan ganciklovir ataupun triflourotimidin. Lakukan
juga tindakan debridement untuk lesi dendritik dan menghilangkan virus yang ada
untuk pasien dengan alergi antiviral dan ketidaktersediaan obat. Caranya adalah
dengan mengusapkan permukaan kornea dengan spons selulosa 2mm dimulai dari
tepi lesi hingga dendrit yang terlihat. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan virus
dan mencegah epitel yang sehat dari dari infeksi dan stimulus antigenik yang
dapat mengakibatkan inflamasi stroma. Penggunaan terapi sistemik profilaksis
dapat menurunkan kambuhnya keratitis epitelial dan stromal sebanyak 45% per
tahun. Efek ini menghilang ketika penghentian obat dilakukan.
Keratitis disciformis
Etiologi pasti tidak diketahui dan masih kontroversial.
Dapat saja infeksi dari keratosit atau hipersensitivitas terhapat
antigen virus.
Keratitis stromal nekrotik
Disebabkan oleh invasi aktif virus dan nekrosis jaringan, dapat disertai
dengan penyakit epitelial ataupun tidak (epitelial intak). Tanda yang dapat
ditemukan antara lain adalah stroma nekrotik kekejuan, dapat berhubungan
dengan anterior uveitis, jika tidak tertangani dengan baik dapat menjadi jaringan
parut, vaskularisasi, keropati lipid dan bahkan perforasi. Tata laksana dengan agen
antiviral untuk meredakan penyakit epitelial yang aktif, mencegah iflamasi
stromal.
Herpes Zoster Oftalmikus
Secara morfologi sama dengan penyakit herpes simpleks
namun beda dari segi antigen dan klinis. Zoster lebih sering
menginfeksi pasien usia lanjut. Kerusakan mata akibat penyakit
ini dapat dikarenakan oleh dua hal yaitu invasi virus langsung dan
iflamasi sekunder akibat mekanisme autoimun. Risiko
17
Gambar I.16 keratitis numular
Gambar I.15 keratitis disciform
keterlibatan mata sebesar 15% dari total kasus herpes zoster, meningkat bila
dijumpai keterlibatan nervus ekternal nasal, keterlibatan nervus maksilaris, dan
peningkatan usia. Herpes zoster oftalmikus dibagi menjadi 3 fase yakni:
1. Fase akut, ditandai dengan penyakit seperti infuenza, demam, malaise, sakit
kepala hingga seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia
preherpetik, kemerahan pada kulit, timbulnya keratitis dalam 2 hari setelah
kemerahan muncul, keratitis nummular yang mucul sekitar 10 hari setelah
kemerahan muncul, dan keratitis disciform yang dapat terjadi setelah tiga
minggu.
2. Fase kronik, ditandai dengan keratitis nummular selama berbulan-bulan,
keratitis disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat
menyebabkan infeksi bakteri sekunderdan keratitis plak mukus yang dapat
timbul setelah bulan ketiga hingga keenam.
3. fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut.
Hal ini dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi
yang paling umum adalah episkleritis, skeleritis, iritis, glaukoma, keratitis
numular, disciform atau plak mukus.
Keratitis Thygeson superfisial punctata
Jarang terjadi, etiologi tidak diketahui. Gejala iritasi okular dan mata berair.
Manifestasi Klinik
Gejala patognomik dari keratitis adalah terdapatnya infitrat di kornea.
Infiltrat dapat ada di segala lapisan kornea. Tanda subyektif lain yang dapat
mendukung keratitis adalah fotofobia, lakrimasi, blefarospasme dan gangguan
visus. Injeksi perikornea di limbus merupakan tanda objektif yang dapat timbul
pada keratitis, selain dapat pula terjadinya edema kornea. Dibawah ini adalah
penjabaran gejala dan penatalaksanaan dari klasifikasi jenis keratitis diatas.
Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah:
1. Keratitis punctata superfisialis
18
Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata,
dapat dimulai dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus
respiratorius. Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan
membran Bowman. Tes fluoresin (-), karena letaknya terjadi di subepitelial.
Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga diakibatkan infeksi virus,
bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisional.
Pengobatan secara lokal diberikan sulfas atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes,
salep antibiotika atau sulfa untuk mencegah infeksi sekunder, mata ditutup
dengan perban.
2. Keratitis flikten
Merupakan radang kornea akibat dari reaksi imun yang mungkin sel
mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata
terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan
yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan
kornea.
3. Keratitis sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva, yang dapat disebabkan
karena:
- Defisiensi komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, dan
akibat pembedahan kelopak mata.
- Defisiensi kelenjar air mata, seperti pada sjogren syndrome, sindrom relay
day dan sarkoidosis
19
- Defisiensi komponen musin, seperti pada avitaminosis A, trauma kimia,
Steven-johnson syndrome
- Akibat penguapan yang berlebihan
- Akibat sikatrik di kornea
Gambaran klinis berupa sekret mukous, adanya tanda-tanda konjungtivitis
dengan xerosis. Pada kornea terdapat infiltrat kecil-kecil, letak epitelial
sehingga akan didapatkan tes fluoresin (+). Keluhan penderita tergantung dari
kelainan kornea yang terjadi. Apabila belum ada kerusakan kornea maka
keluhan penderita adalah mata terasa pedih, kering, dan rasa seperti ada pasir,
keluhan-keluhan yang lazim disebut syndrom dry eye. Apabila terjadi
kerusakan pada kornea, keluhan-keluhan ditambah dengan silau, sakit, berair,
dan kabur. Pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva dan kornea
hilang, tes Schimmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, (tear break-up
time) berkurang, dan sukar menggerakkan bola mata. Kelainan kornea dapat
berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau punctata. Pada kerusakan
kornea dapat terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya.
Tes pemeriksaan untuk keratitis sika:
- Tes Schimmer. Apabila resapan air pada kertas Schimmer kurang dari 10
mm dalam 5 menit dianggap abnormal.
- Tes zat warna Rose Bengal konjunctiva. Pada pemeriksaan ini terlihat
konjunctiva berwarna titik merah karena jaringan konjunctiva yang mati
menyerap zat warna.
20
- Tear film break-up time. Waktu antara kedip lengkap sampai timbulnya
bercak kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah 15-20 detik,
tidak pernah kurang dari 10 detik.
Pengobatan dari keratitis sika tergantung dari penyebab penyakitnya.
Pemberian air mata tiruan apabila yang berkurang adalah komponen air.
Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang.
Penutupan punctum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.
komplikasi keratitis sika adalah ulkus kornea, kornea tipis, infeksi
sekunder oleh bakteri, serta kekeruhan dan neovaskularisasi kornea.
4. Keratitis lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf,
disebut juga keratitis neuroparalitik. Morbus hansen atau lepra menyerang
dan menimbulkan kerusakan kornea melalui 4 cara:
- Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh
mikobakterium lepra.
- Terjadinya ektropion dan lagoftalmus serta anestesi kornea sehingga
menyebabkan exposure keratitis.
- Pada daerah yang endemik sering disertai adanya penyakit trakoma yang
menyebabkan entropion dan trikiasis.
- Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan sindrom
dry-eye.
Penderita mengeluhkan adanya pembengkakan yang kemerahan pada
palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar mata. Terdapat
keratitis avaskular berupa lesi pungtata berwarna putih seperti kapur yang
21
secara perlahan batasnya akan mengabur dan sekelilingnya menjadi seperti
berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi disebelahnya dan menyebabkan
kekeruhan subepitelial seperti nebula. Dalam nebula ini terdapat sebaran
seperti deposit kalsium dan sering disertai destruksi membran Bowman. Pada
fase yang lanjut terjadi neovaskularisasi superfisial yang disebut pannus
lepromatosa.
Pengobatan terhadap mikobakterium lepra diberikan dapsone dan
rifampisin. Apabila terdapat deformitas palpebra yang akan mengakibatkan
kerusakan kornea dilakukan koreksi pembedahan.
5. Keratitis nummularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel
dan banyak didapatkan pada petani. Penyebabnya diduga diakibatkan oleh
virus. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya
lebih jernih, seperti halo. Diduga halo ini terjadi karena resorpsi dari infiltrat
yang dimulai di tengah. Tes fluoresin (-).
Gambar I.17 Keratitis numularis
Pengobatan tidak ada yang spesifik, obat-obat hanya mencegah infeksi
sekunder. Lokal diberikan sulfas atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes, salep
22
antibiotika atau sulfa untuk mencegah infeksi sekunder, mata ditutup dengan
perban.
Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain:
1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis kongenital
Keratitis interstisial luetik adalah suatu reaksi imunologis terhadap
treponema pallidum karena kuman ini tidak dijumpai di kornea pada fase
akut. Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada
anak berusia 5-15 tahun. Penderita mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase
akut. Terdapat infiltrat stroma berupa bercak-bercak yang dapat mengenai
seluruh kornea dan menyebabkan kekeruhan seperti kaca susu. Pembuluh
darah dari a.siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh kuadran dengan
arah radial menuju kebagian sentral kornea yang keruh. Tepi kornea merah
sedang di bagian tengah merah keabu-abuan, disebut bercak Salmon. Dalam
beberapa minggu proses peradangan menjadi tenang, kornea berangsur-
angsur menjadi bening kembali. Pada pemeriksaan selalu ditemukan
kekeruhan yang radial di kornea karena proses beningnya kembali kornea
berlangsung lama. Pada fase peradangan aktif, dapat terjadi uveitis anterior
dan koroiditis disertai kekeruhan badan kaca.
Pengobatan mata ditujukan untuk uveitis yang dapat menyebabkan
perlekatan iris dengan pemberian tetes mata kortikosteroid dan sulfas atropin
atau skopolamin.
2. Keratitis sklerotikans
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang pada
sklera (skleritis). Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat
23
proses yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga
defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea. Keluhan dari
keratitis sklerotikans adalah mata terasa sakit, fotofobia dan timbul skleritis.
Tidak ada pengobatan spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti radang
non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila ada iritis selain
kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.
E. ULKUS KORNEA
Definisi
Ulkus kornea adalah luka terbuka pada lapisan kornea yang paling luar.
Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung dimana diskontinuitas jaringan
kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma, dan disertai hiperemi perikornea.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.
Etiologi
Predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
24
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu
rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
- Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluranlakrimal) dsb.
- Oleh karena faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosio kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.
- Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea kronik,
exposure-keratitis (pada lagoftalmus, bius umum, koma); keratitis karena
defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
- Kelainan-kelainan sistemik : malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-
Johnson, sindrom defisiensi immun.
- Obat-obatan yang menurunkan mekanisme immun misalnya : kortikosteroid,
IDU (Idoxyuridine), anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
- Bakteri : kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
streptokok pneumoniae sedangkan bakteri yang lain menimbulkan ulkus
kornea melalui faktor-faktor pencetus di atas.
- Virus : herpes simpleks, zoster, vaksinia, variola.
- Jamur : Golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.
- Reaksi hipersensitivitas : terhadap stafilokokus (ulkus marginal), TBC
(keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin).
Berdasarkan penyebabnya, ulkus kornea disebabkan terutama oleh golongan
bakteri dan diikuti jamur. Jenis bakteri yang dominan adalah basil gram negatif,
kemudian diikuti oleh coccus gram negatif.
25
Faktor resiko terbentuknya ulkus antara lain adalah cedera mata, benda asing
di mata, iritasi akibat lensa kontak.
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
- Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar
ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang
dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
- Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
26
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
- Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. Ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu
48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran
yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
- Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus
terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung
dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan
hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang
terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus kornea fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur
ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan
yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran
seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
27
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi
siliar disertai hipopion.
c. Ulkus kornea virus
- Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya
gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel
dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu
kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa
sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.
- Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini
dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu
dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau
bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit
herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya
d. Ulkus kornea acanthamoeba
28
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilokokus,
toksin atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar
gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple
dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus
eritromatosis dan lain-lain.
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah
teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya
menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau
dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-
kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang
29
sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan
penyakitnya menahun.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
Penegakan Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
30
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar I.19 Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
31
Gambar I.18 Kornea ulcer dengan fluoresensi
Gambar I.20 (a) Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar I.20 (b) Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster
Gambar I.21 (a) Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar I.21 ( b) Pewarnaan gram ulkus kornea
Bakteri akantamoeba
PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
32
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
33
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
Anti Viral
34
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka
cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus
dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat
dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan
jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan
terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
35
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama,
kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai
akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara
sistemik.
Gambar I.22 Ulkus kornea perforasi,jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan
diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran
tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar I.23 Keratoplasti
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
36
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
BAB III
KELAINAN PADA SKLERA
A. Anatomi & Histologi Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar yang
hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih
serta berbatasan dengan kornea disebelah anterior dan duramater nervus optikus di
posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang
foramen sklera posterior, membentuk lamina kribrosa, yang diantaranya dilalui
oleh berkas akson nervus optikus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh
sebuah lapisan tipis jaringan elastis halus, episklera, yang mengandung banyak
37
pembuluh darah yang mendarahi sklera. Lapisan berpigmen coklat pada
permukaan dalam sklera adalah lamina fusca, yang membentuk lapisan luar ruang
suprakoroid.
Pada tempat insersi muskuli rekti, tebal sklera sekitar 0,3 mm. Ditempat lain
tebalnya sekitar 0,6. Disekitar nervus opticus, sklera ditembus oleh arteria ciliaris
posterior longus dan brevis, dan nerves ciliaris longus dan brevis. Arteria ciliaris
posterior longus dan nervus ciliaris longus melintas dari nervus optikus ciliare di
sebuah lekukan dangkal pada permukaan dalam sklera di meridian jam 3 dan jam
9. Sedikit posterior dari ekuator, empat vena vorticosa mengalirkan darah keluar
dari koroid melalui sklera, biasanya satu disetiap kuadran. Sekitar 4 mm di
sebelah posterior limbus, sedikit anterior dari insersi tiap-tiap muskulus rektus,
empat arteria dan vena siliaris anterior menembus sklera. Persarafan sklera berasal
dari saraf-saraf siliaris.
Secara histologi, sklera terdiri atas banyak pita padat yang sejajar dan berkas-
berkas jaringan kolagen teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16
πm dan lebar 100-140 µm. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur
kornea. Alasan transparannya kornea dan opaknya sklera adalah deturgesensi
relatif kornea.
38
Gambar II.1 Gambaran Anatomi dan Histologi Sklera
B. Kelainan sklera
Sklera biru
Sklera normalnya berwarna putih dan opak sehingga struktur uvea
didalamnya tidak tampak. Perubahan-perubahan struktur pada serat kolagen sklera
dan penipisan sklera dapat menyebabkan pigmen uvea dibawahnya terlihat,
membuat sklera berwarna kebiruan. Sklera biru terjadi pula pada beberapa
kelainan yang menimbulkan gangguan jaringan ikat seperti, osteogenesis
imperfekta, sindroma Ehlers-Danlos, pseudoxantoma elastikum, dan sindrom
marfan. Sklera biru kadang-kadang juga tampak pada neonatus normaldanpada
pasien keratokonus atau keratoglobus.
Ektasia sklera
Peningkatan tekanan intraokuler pada awal kehiudpan secara terus menerus,
seperti yang terjadi pada glaukoma kogenital, dapat menyebabkan peregangan dan
penipisan sklera. Ektasia sklera dapat juga terjadi sebagai suatu anomali kogenital
39
disekitar diskus atau melibatkan area makula. Atau terjadi setelah peradangan atau
trauma sklera.
Stafiloma
Terjadi akibat penonjolan uvea ke sklera yang mengalami ektasia, biasanya
terletak di anterior, ekuator, atau posterior. Stafiloma anterior biasanya terletak di
atas korpus siliaris, atau diantar korpus siliaris dan limbus (stafiloma
interkalarius). Stafiloma ekuatorial terletak diekuator dan dan stafiloma posterior
terletak di posterior ekuator, paling sering terlihat di caput nervi optikus. Biasanya
pada pasien stafiloma posterior memiliki visus yang buruk dan miopia tinggi dan
menimbulkan atrofi koroid dan mungkin disertai dengan neovaskularisasi
subretina.
C. Peradangan sklera
1. Episkleritis
Merupakan peradangan jaringan ikat vaskuler yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera disebabkan, oleh reaksi
hipersensitivita terhadap penyakit sistemik seperti TB, reumatoid arthritis, lues,
SLE, dll. Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian
daripada infeksi. Dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.
Episkleritis umumnya unilateral, dengan gejala mata kering, dengan rasa
sakit yang ringan, mengganjal dengan konjungtiva yang kemotik. Gambaran
peradangannya adalah berupa benjolan dengan batas tegas yang berwarna
merah atau ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas
atau ditekan pada kelopak diatas benjolan, akan memberikan rasa sakit, rasa
sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis bila dilakukan
pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat atau dilepas
dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai dengan
episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau
beberapa bulan.
Mata merah disebabkan melebarnya pembuluh darah di bawah
konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberi fenil 2,5% topikal.
Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokontriktor. Pada
40
keadaan yang berat diberikan kortikosteroid tetes mata, sistemik dan salisilat.
Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat menyerang
tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya
berlangsung 4-5 minggu. Komplikasi skleritis.
2. Skleritis
Skleritis (peradangan sklera itu sendiri) didefinisikan sebagai gangguan
granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan
kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. Jarang terjadi, dapat
terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan
dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.
Etiologi, murni diperantarai oleh proses imunologi yakni terjadi reaksi
tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan disertai
penyakit sistemik.
Penyakit autoimun: Artritis rheumatoid, Poliarteritis nodosa, Polikondritis
berulang, Kolitis ulseratif, Granulomatosa wegener, Lupus eritromatosus
sistemik, Pioderma gangrenosum, Nefropati iga, Arthritis psoriatika
Penyakit granulomatosa: Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra,
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (jarang)
Gangguan metabolik: Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif
Infeksi: Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes Simpleks,
Infeksi oleh pseudomonas, Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus
Lain-lain: Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau
basa), Mekanis (cedera tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak
Patofisiologi
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi
sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.
Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan
menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.2 Inflamasi
41
yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik
dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit autoimun
secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa
disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular
(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun
aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks
imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi
kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara.
Gejala dan tanda
Perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu
yang kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering
kambuh. Mata merah, berair, fotofobia, visus turun. Tanda klinis yang utama
skleritis adalah bola mata yang berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus
vaskuler profunda di sklera dan episklera, yang mungkin nodular, sektoral atau
divus. Slitlamp dengan filter bebas merah akan menegaskan kelainan vaskuler
yang terjadi. Biasanya timbul didaerah-daerah avaskuler akibat vaskulitis
oklusif dan ini mengisyaratkan prognosis yang buruk. Penipisan sklera sering
mengikuti proses peradangan. Nekrosis sklera pada ketiadaan peradangan
dinyatakan sebagai skleromalasia perforans dan nyaris hanya dijumpai pada
pasien rheumatoid arthritis.
Terapi awal skleritis adalah dengan obat anti inflamasi nonsteroid sistemik.
Obat pilihan yaitu, indometasin 75 mg perhari, ibuprofin 600 mg perhari. Jika
tidak ada perubahan dalam 1-2 minggu diberikan prednisone oral 0,5-1,5
mg/kg/hari. Kadang diperlukan terapi pulsasi IV dengan methylprednisone 1
g. Dapat digunakan obat imunosupresif dan cyclophospamide jika curiga
terjadi perforasi
2. Degenerasi Hialin
Kelianan yang cukup sering ditemukan pada sklera orang berusia >60 th.
Bermanifestasi, kelabu translusen, bundar dan kecil yang biasanya bergaris
tengah 2-3 mm. Dan terletak anterior terhadap insersio otot rektus. Tidak
menimbulkan gejala dan komplikasi.
42
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keratitis adalah infeksi pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah
terdapatnya infiltrat di kornea. Dapat mengenai lapisan epitel, membran
Bowman, dan stroma.
2. Tes fluoresin pada keratitis dapat (+) atau (-), tergantung letaknya. Pada
keratitis epitelial dan keratitis stromal, tes fluoresin (+), sedangkan pada
keratitis subepitelial dan keratitis profunda, tes fluoresin (-).
3. Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh
adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung dimana
diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
4. Adanya ulkus kornea dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin (+)
sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea.
5. Tidak terlalu bnayak kasus yang terjadi akibat sklera, hanya saja kita perlu
tahu bahwasanya kelainan yang terjadi pada sklera merupakan jenik
kelainan yang mengakibatkan mata merah dengan visus normal.
B. Saran
Penulis berpesan, agar apa yang penulis tuangkan semoga mempunyai
manfaat bagi diri penulis sendiri, maupun bagi para pembaca. Penulis sadar, apa
yang penulis tuangkan adalam refrat ini khususnya mengenai penyakit yang ada
pada sklera atupun kornea masih memiliki banyak sekali kekurangan. Baik dari
segi penulisan, bahasa penulisan dan juga tinjauan pustakanya yang masih
memiliki kekurangan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Handout dr. Tetri. Kelainan pada kornea & sklera. FK unswagati. Cirebon. 2011
Handout. Tim Lab Ilmu Penyakit Mata FKUP RS Mata Cicendo. Ilmu penyakit
Mata. FK UNPAD. Bandung. 1990
Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta. 2009. Hal (118-
120) (147-167)
Lia S, Etika P, Rahmi S. Skleritis. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/
[diakses 10 Juni 2011]
Vaughan, Asburi. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta. 2010. Hal (7-10),
(125-149), (165-167)
44