referat measles & varicella
DESCRIPTION
Kulit & KelaminTRANSCRIPT
BAB I
MEASLES
1.1. Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus
yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3
stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) Stadium masa tunas berlangsung
kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat
dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa
konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga
menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.3
1.2. Epidemiologi
Campak merupakan penyakit endemis, terutama dinegara sedang berkembang. Di
Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap
sebagai suatu hal yang harus dialami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak
perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam
sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin baik. Dari
penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia ditemukan sepanjang tahun.
Studi kasus campak yang dirawat inap di rumah sakit selama kurun waktu lima tahun (1984-
1988), memperihatkan peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan
Mei, Agustus, September dan Oktober.3
Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama yang sulit
dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah
transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian tinggi. Di daerah perkotaan khusus,
kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa
daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah
rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak. Daerah semacam ini dapat
merupakan kejadian luar biasa penyakit campak.3
1.3. Etiologi
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa
tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam.3 Penyakit ini disebabkan oleh
virus campak dari famili Paramyxovirus genus Morbilivirus. Virus ini merupakan virus RNA
serat negatif yang berenvelop.4 RNA virus ini mempunyai 2 fungsi yaitu: (1) Sebagai
template/cetakan untuk mensintesis mRNA (2) Sebagai template/ cetakan untuk mensintesis
serat anti genom (+).5
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila
berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan
kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37˚C waktu paruh usianya 2
jam, sedangkan pada suhu 56˚C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam
keadaan dingin. Pada suhu -70˚C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun,
sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6˚C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi
bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat
dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.3
1.4. Penularan
Virulensi campak sangat tinggi terutama pada anak yang rentan dengan kontak
keluarga yang menderita campak. Campak dapat ditularkan melalui droplet di udara oleh
penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4 hari sesudah munculnya
ruam. Masa inkubasinya antara 10-12 hari. Ibu yang pernah menderita campak akan
menurunkan kekebalannya kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta, dan kekebalan
ini bisa bertahan sampai bayinya berusia 4-6 bulan. Pada usia 9 bulan bayi diharapkan
membentuk antibodinya sendiri secara aktif setelah menerima vaksinasi campak. Dalam
waktu 12 hari setelah infeksi campak sampai puncak titer sekitar 21 hari, IgM akan terbentuk
dan akan cepat menghilang untuk kemudian digantikan oleh IgG.2
1.5. Patogenesis
Penyakit campak adalah penyakit pada manusia terutama menyerang aak-anak
melalui saluran nafas. Penyakit ini mempunyai masa inkubasi 10-14 hari.4 Virus menyebar
melalui udara dan masuk ke saluran nafas dan mungkin hanya butuh jumlah virus yang
sedikit untuk dapat menginfeksi orang yang rentan terhadap penyakit. Virus bereplikasi pada
saluran nafas kemudian virus menginfeksi sel sistem imun yang ada di sekitar saluran nafas
yang mempunyai SLAM+ seperti sel monosit, sel dendritik dan limfosit. Setelah itu virus
menyebar ke jaringan limfe. Karena jumlah virus bertambah banyak maka timbullah viremia
primer, kemudian virus dapat menyebar ke berbagai jaringan dan organ limfoid termasuk
kulit, saluran cerna, hati dan ginjal. Virus melakukan replikasi pada sel endothelial, epitelial
dan monosit/makrofag, infeksi virus campak pada makrofag dapat meningkatkan ekspresi
LFA-1 yang merupakan molekul penempel yang dapat mendorong masuknya sel ke dalam
jaringan sehingga turut berpartisipasi dalam menyebarkan virus. Kemudian terjadi
pembentukan sel raksasa retikuloendothelial (Warthin-Finkeldey) yang ukurannya mencapai
lebih dari 100 nm dan di dekat pusat selnya mengandung lebih dari 100 agregat nukleus. Sel
raksasa retikuloendothelial (Warthin-Finkeldey) inilah yang nantinya menjadi sumber utama
penyebaran virus ke jaringan lain. Sel ini banyak ditemukan pada saat munculnya ruam pada
kulit dan dengan mudah ditemukan pada sekresi hidung dan konjungtiva pada saat masa
prodromal dan hari pertama timbulnya ruam. Sel epitel yang diinfeksi virus campak pada
periode ini juga ditemukan pada saluran genitalia dan urine.2
Gambar 1. Patogenesis
Sel endothelial pada pembuluh darah kecil yang diinfeksi oleh virus campak akan
memperlihatkan bukti adanya infeksi campak pada saat gejala prodromal dan muculnya ruam
pada kulit. Hal ini disertai dengan pelebaran pembuluh darah, peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, infiltrasi sel mononuklear dan terjadinya infeksi di jaringan sekitar. Sel
endotel yang diinfeksi ini tampaknya memegang peranan utama dalam patogenesis dalam
perubahan pada kulit, konjungtiva dan membran mukosa.
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition
1.6. Manifestasi Klinis
Sekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya tinggi, diikuti
dengan koriza/pilek, batuk dan peradangan pada mata 5. Gejala penyakit campak
dikategorikan dalam tiga stadium: 1,4
1. Stadium masa inkubasi, berlangsung 10-14 hari.
2. Stadium masa prodromal.
Biasanya berlangsung 2-5 hari. Gejala utama yang muncul adalah demam yang terus
meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,4 – 40,6oC pada hari ke 4 atau 5 yaitu
pada saat ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat lemas, anoreksia, batuk yang
makin berat, koriza/pilek, peradangan mata dan muncul bercak putih pada mukosa
pipi yang merupakan tanda diagnostik dini penyakit campak yang disebut Koplik’s
spots. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dikelilingi eritema.
Koplik’s spot pertama muncul pada mukosa pipi yang berhadapan dengan molar,
selanjutnya menyebar dengan arah sentrifugal dan menutupi seluruh permukaan
mukosa pipi dan labialis.
Gambar 2. Koplik’s Spot
3. Erupsi (Rash)
Terjadinya eritema berbentuk makulopapular disertai meningkatnya suhu badan.
Ruam ini muncul pertama kali pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang
telinga kemudian menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan
bagian atas dada pada sekitar 24 jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam
menyebar ke seluruh punggung, abdomen, seluruh lengan, dan paha. Ruam tersebut
dapat bertahan selama 5-6 hari. Suhu meningkat dengan mendadak ketika ruam
muncul dan sering mencapai 40°C.
Gambar 3. Stadium Erupsi
Dapat timbul batuk dan diare yang berat, sehingga anak bisa mengalami sesak
nafas atau dehidrasi. Tidak jarang pula disertai muntah, anoreksia dan perdarahan
ringan pada kulit. Dua hari kemudian biasanya suhu akan menurun dan gejala
penyakit mereda. Ruam kulit akan mengalami hiperpigmentasi (berubah warna
menjadi lebih gelap) dan mungkin mengelupas. Keterlibatan jaringan limfe secara
menyeluruh dapat mengakibatkan terjadinya limfadenopati, splenomegali ringan dan
apendisitis. 6
Gambar 4. Manifestasi Klinis
1.7. Diagnosis
Penyakit campak dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis yang klasik menurut
CDC (Centre for Disease Control and Prevention) dengan kriteria sebagai berikut: 2
1. Terdapat ruam papulomakuler menyeluruh yang terjadi dalam waktu 3 hari atau lebih.
2. Demam 38,3oC (101oF).
3. Terdapat salah satu dari gejala berikut, batuk, koriza/pilek atau konjungtivitis
Tetapi gejala klinis pada penyakit campak sering mengalami modifikasi misalnya
penyakit campak dapat timbul tanpa disertai demam dan tanpa timbul ruam-ruam pada kulit.
Hal seperti ini sering terjadi pada anak atau bayi yang sangat muda, penderita dengan
immunocompromised, anak dengan malnutrisi atau bisa pada anak yang sebelumnya telah
mendapat imunisasi campak.4 Karena banyak penderita menunjukkan gejala yang tidak jelas,
maka untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.2
1. Pemeriksaan darah rutin
Biasanya ditemukan lekositosis dan peningkatan LED namun jarang ditemukan.
2. Deteksi virus
a. Virus campak dapat ditemukan pada sel mononuklear darah tepi, sekresi saluran
nafas, usapan konjungtiva dan dalam urine. Tetapi virus campak sangat sulit
ditemukan, sehingga pemeriksaan untuk menemukan virus jarang digunakan untuk
menegakkan diagnosis penyakit campak.
b. Sel epitel yang berasal dari nasofaring, mukosa bukalis, konjungtiva atau urine
dapat digunakan untuk pemeriksaan sitologi secara langsung untuk melihat sel raksasa
dan mendeteksi antigen dengan menggunakan antibodi terhadap proten N virus.
Protein ini paling banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.
c. Pemeriksaan jaringan langsung pada penderita dengan imunocompromised karena
respon antibodinya tidak terbentuk.
d. RNA virus dapat dideteksi dengan reverse transcription dan diamplifikasi memakai
PCR, teknik ini belum digunakan secara luas untuk menegakkan diagnosis.
3. Mendeteksi antibody
Diagnosis penyakit campak paling sering ditegakkan dengan pemeriksaan serologi.
Menggunakan sampel saliva atau serum. Antibodi IgM muncul bersamaan dengan
munculnya ruam pada kulit dan sebagian besar dideteksi 3 hari sesudah munculnya
ruam. Antibodi IgM meningkat cepat dan kemudian menurun hingga tidak dapat
dideteksi setelah 4-12 minggu. IgG sebaiknya diperiksa pada sampel yang sama untuk
mengetahui apakah sudah pernah terinfeksi atau sudah pernah mendapat imunisasi.
Saat pengambilan serum yang tepat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium
adalah:
a. Usapan tenggorokan dan saliva diambil dalam 6 minggu sesudah munculnya
gejala untuk pemeriksaan antibodi IgM spesifik campak dan mendeteksi RNA
virus.
b. Sampel darah diambil dalam 6 minggu sesudah munulnya gejala untuk
mendeteksi antibodi IgM spesifik virus dan RNA virus.
c. Sampel darah umumnya diambil pada fase akut (1-7 hari setelah munculnya
ruam pada kulit) dan pada fasse konvalesen untuk mendeteksi antibodi IgG
spesifik campak. Positif jika terjadi kenaikan titer antar fase akut dan
konvalesen 4 kali lipat.
1.8. Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.
Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa
penyulit campak adalah :
1. Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat
disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri
(Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza).
Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas.
Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang
kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak
berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi
mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan
antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
2. Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset
penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul
pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang,
letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi.
Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses
autoimun maupun akibat virus campak tersebut.
3. Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik
gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang.
Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah
infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering
dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan
menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat
vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan
anak yang telah mendapat vaksinasi
4. Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada
akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
5. Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
6. Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya
tahan penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
7. Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan
tindakan trakeotomi.
8. Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun
jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala
kliniknya.
9. Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang
ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan
gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif
dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata
1.9. Penatalaksanaan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan, anak harus diberikan cukup cairan
dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik,
antitusif, ekspektoran, dan anti konvulsan bila diperluan. Sedangkan pada campak dengan
penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi
sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan
cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila
terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU perhari.1,3 Parasetamol untuk menurunkan demam
dosis 10-15mg/kg BB.
1.10. Pencegahan
a. Imunisasi aktif
Diberikan vaksin campak pada umur 9 bulan dan 6 tahun dengan dosis 1000 TCID50
atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan.
b. Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)
Indikasi :
Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi,
kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini,
maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari
paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12
bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.7
Pemberian imunisasi campak pada usia kurang dari 12 bulan memerlukan
imunisasi ulang pada usia 15 bulan karena vaksin dinetralisasi oleh antibodi maternal
sedang pemberian imunisasi campak pada usia lebih dari 12 bulan atau 15 bulan tidak
perlu imunisasi ulang, karena dapat memperlihatkan serokonversi yang maksimum dan
daya proteksi vaksin mencapai 95-100 persen jika diberikan pada usia lebih dari 12
bulan.8
1.11. Prognosis
Pada penyakit campak yang tidak disertai dengan komplikasi maka prognosisnya
baik. Sedangkan pada campak yang disertai komplikasi (misal ensefalitis dan pneumonia)
maka prognosisnya buruk karena dapat menimbulkan kecacatan seumur hidup meskipun
jarang ditemukan. Penyakit campak juga merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas
yang penting pada anak-anak yang mengalami malnutrisi sehingga harus diwaspadai.
BAB II
VARICELLA
2.1. Definisi
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster yang
menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.9 Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut
dan cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.11
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster.
Virus Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks.
Pada hakekatnya varicella memberikan gambaran penyakit yang berat dan peradangan yang
lebih jelas disbanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula
menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang
berbeda.11,12 Varicella pada umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau shingles
merupakan suatu reaktivasi infeksi endogen pada periode laten VZV umumnya menyerang
orang dewasa atau anak yang menderita defisiensi imun.13
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan sekunder.
Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang
pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi
sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.11
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi
primer, setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi varicella. Kemudian setelah
penderita varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten
(tanpa ada manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut
dapat menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes
Zoster.4
2.2. Epidemiologi
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua golongan
umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang terutama anak-
anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang dewasa, umumnya
gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella
sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi
vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung.
Masa penularannya, pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit
timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung
dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di
lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan
kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada herpes zoster.9,10,12,14
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian
varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di
Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim
peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan
kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun.12,13
2.3. Epidemiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella, sedangkan
reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok
virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm.9,10,14
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya
dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri
dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan
sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang
merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap
hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.15
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan
varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita
varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk
laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga
menyebabkan Herpes Zoster.12,13,15
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella
sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia.12
Gambar 3.1 Struktur partikel virus varicella-zooster
Sumber : http://www.bio-rad.com
2.4. Patofisiologi
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus
masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring
(percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus
dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/
dimakan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi
(pada masa inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).10,13,17
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua
minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini
menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah,
terutama ke kulit dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang
menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan
setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di
leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai
komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ
selain kulit.10,17
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi
pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap
varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi
sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang
selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya
resiko infeksi yang berat.17
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun,
neoplasia, supresi imun).11
2.5. Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih
lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan
pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap varicella.9,17
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala seperti
demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform. Stadium
erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang
berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak
memperlihatkan cekungan ditengah (unumbilicated).12
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise
dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang
dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan
embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan
kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi
keruh. Sementara proses ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan
gatal. Timbul lagi vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga
menimbulkan gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium
erupsi bergelombang.9,10,12
Gambar 5.1 Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster
Sumber : http://health.howstuff works.com
Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening
regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.9
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih
besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam yang seringkali
didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri
punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.18
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan
kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul
berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil
di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan lebih banyak
terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak
tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang
lebih besar di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.17
Gambar 5.2 Gambaran orang yang terkena infeksi varicella
Sumber : http://www.emedicinehealth.com
Gambar 5.3 Infeksi varicella pada penderita dengan imunisasi
Sumber : http://www.emedicinehealth.com
Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12 jam,
dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel,
pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan
aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding
tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun
mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga
mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-
3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang.
Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah
menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama
beberapa minggu/bulan.17,22
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat
sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.17,22
Gambar 5.4 Lesi dengan spektrum luas
Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E.
Varicella. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh
edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.
Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan (terus-
menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective study
menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus
sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena
paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan
lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.13,17
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat
dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang
kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya.
Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium
vesikuler.17,22
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.9
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat besar, maka
varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17%
dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika hamil akan menderita
kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah,
hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis,
atrofi kortikal, katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang
wanita hamil mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari
neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu
dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung ringan dan
tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varicella
dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala
varicella kongenital pada umur 5-10 hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat
dan menyebabkan kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun
waktu fetus berkontak dengan varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada
fetus.12
2.5.1. Rongga Mulut
Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa
nyeri yang hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis
sehingga sering salah diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang
kemudian dengan cepat pecah membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk
yang tidak teratur. Pada mukosa rongga mulut, vesikel hanya terdapat pada
satu dari divisi nervus trigeminus. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan
dengan area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada midline. Vesikel
bernanah dan bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari.
Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan
muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua (nervus
maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir dan
mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi
yang dikenai adalah lidah , mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir bawah. Lesi-
lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah
sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi dapat terkena
lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari saraf
trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas akan
mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi tidak
keluar dari raphe palatum.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk akibat
‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster dan herpes
simpleks.13,14
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi. Pada
pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan
inklusi intranuklear yang asidofilik.17
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara membuat
sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari kerokan dari dasar
vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan difiksasi
dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa,
Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.9,17
Gambar 6.1 Sel raksasa berinti banyak
Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008.
P.1885-1895.
Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah
metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan,
meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya.
Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah
metode pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas
dan merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia
dalam beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA)
neon dapat digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan
pengambilan spesimen yang lebih teliti.13,17
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial
termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes (ELISA).
Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu mendeteksi
serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki
kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan
banyak tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana,
dan cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun
dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan untuk
mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki imunitas terhadap varicella.
Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella.13,20
2.7. Diagnosis
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu penampilan
dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat
terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.17
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan
atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan.
Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan
lesi pada membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat.10
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan
sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti), pemeriksaan
mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan material biopsi (kultur),
dan tes serologik (meningkatnya titer).10,11
2.8. Diagnosis Banding
Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi
monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak
tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.9,10
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri,
biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh fase
prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri, perubahan pada kulit
terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan berbentuk garis berkaitan dengan daerah
dermatom dengan lesi yang berupa gelembung-gelembung kecil yang berkelompok di aatas
dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan yang berat yang meliputi keterlibatan mata
(Zoster trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II, III), telinga bagian dalam (Zoster
oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun atau tumor, terapi resisten dengan
bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan manifestasi ekstrakutan.11,14
Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang
eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan
pigmentasi.
Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi pustula dan
krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak menyerang mukosa
mulut.
Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya antara jari-
jari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.
2.9. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik dengan
antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti
asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin
oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika
berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varicella zoster
immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan intramuscular
dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat /
tirah baring. 9,10,12
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa analog
nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan analog
pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga
terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir
monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat
DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir
dibandingkan HSV.17
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan
frekuensi pemberian obat berkurang.17
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Pengobatan
topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion
kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang
bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian
golongan salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma
Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.17
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir
(dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan
dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya
lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah
timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan
infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus,
sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana
harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang
menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat
penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat
diberikan.14,17
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir
dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya
lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo.17
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang dewasa
muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam
setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari) secara signifikan
mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan
menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang
dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir,
yang diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis
1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja
normal dan dewasa.
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama kehamilan karena
risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain
merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada trisemester ketiga
ketika organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko
pneumonia varicella, dan ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian
acyclovir intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai
dengan penyakit sistemik.17
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten dengan
pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah
sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan
takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella pada orang
yang imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi
okular, sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena.17
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela menunjukkan
bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden komplikasi yang
mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai
timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien
yang disertai dengan imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan
famciclovir atau valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan
kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada
penyakit berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama
7 hari.14,17
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita leukemia,
penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis. Vidarabine atau adenine
arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap virus varicella. Vidarabine dapat
digunakan dengan hasil yang baik pada penderita pneumonie varicella. Dosis yang dianjurkan
ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune
response.12
2.10. Pencegahan
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif ataupun pasif.
Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari galur yang telah
dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno globulin
(ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).12
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan titer
antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi
herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak dengan penderita
varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan defisiensi
imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan
pencegahan yang sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam
jumlah yang lebih besar.12
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster
dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari
setelah kontak dengan penderita varicella pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia
atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insidens varicella dan merubah
perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua
kalinya. Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi
tidak mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada
bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda
varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.12,13
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada penderita
leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan defisiensi imunologis
untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh varicella. Pada anak
sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan diberikan karena bila anak tersebut terkena
penyakit ini, perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan
suatu penyakit laten dan akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu
diberikan. Angka serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan
atau lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat
diberikan setelah 4-6 tahun.9,12,13
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun.
Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis
yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan
masih terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup
sudah timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi.9
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi pada
awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella.
Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun
1988. Vaksin ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12
bulan dan yang lebih tua.17,20
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella antigen,
97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer antibodi yang
dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden vaksin mempertahankan antibodi
untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7
sampai 10 tahun setelah vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70%
sampai 90% terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.20,21
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang lebih
tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu dosis, dan 99%
mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang diberikan 4 sampai 8 minggu
kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari pemberian vaksin
varicella setelah dosis kedua yang diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.20
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian besar
vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan lebih ringan,
dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada
vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya tidak
terjadi demam.20,21
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan sebaliknya,
penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi sebagai faktor risiko untuk
terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua, penyelidikan baru-baru telah
mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan
usia sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa menjadi
hasil dari beberapa faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi,
vaksin impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak akurat.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella meningkatkan kekebalan
dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak.20
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak tanpa
kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua
anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella.20
Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian . Dosis
kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu
setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak
berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28
hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini
juga dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada orang-
orang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.20
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin varicella
telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan pada saat yang sama
sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum suntik yang terpisah. Jika vaksin
varicella dan MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian harus
dipisahkan setidaknya 28 hari. Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi
terpisah dengan jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.20
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa
vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100% dalam mencegah penyakit atau
terjadinya keparahan penyakit jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5
hari, setelah paparan. ACIP merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang
tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang terpapar varicella.
Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca paparan harus
diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan berikutnya.20
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada tempat
penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin varicella
diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP merekomendasikan
pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk pengendalian wabah. Jadi selama wabah
varicella, orang-orang yang telah menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima dosis
kedua, yang diberikan sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama
(3 bulan untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu untuk
orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).20
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis)
dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin
varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan umum, penyakit
defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus divaksinasi dengan vaksin varicella.
Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian,
atau steroid aerosol bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang
imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk
kemoterapi) dapat divaksinasi.20,21
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima vaksin varicella. Anak yang
terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat
dipertimbangkan untuk vaksinasi.20
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak menerima
vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan kehamilan atau janin yang
dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak sengaja menerima vaksin varicella
sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP merekomendasikan kehamilan harus
dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin varicella.20,21
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya ditunda
sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada penyakit yang cenderung ringan,
seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan
paparan atau pemulihan dari penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin varicella.
Meskipun tidak ada bukti bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk
tuberkulosis, vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.12
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku digunting
agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.12
2.11. Komplikasi
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi
pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis,
keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura).9,10
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi.
Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada
neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh
infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus
atau Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau
erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan
parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya.
Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin
eksfoliatif.17,22
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan
oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella jarang didapatkan
pada anak dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi
imunologis atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan.12
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif
terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan
berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.17
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan berlangsung
lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia
varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa pasien
gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan
dimana gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri
dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah
timbulnya ruam.17,22
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas
dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian
maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada
kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena
varicella pneumonia berat, tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara
subtansial meningkatkan kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai
komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat
menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella perinatal (varicella yang terjadi dalam
waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada varicella yang terjadi pada bayi yang
terinfeksi beberapa minggu kemudian.17,22
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas
mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang
semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan
penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi
dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis,
encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari
purpura yang ringan hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan
varicella malignansi.17,22
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia,
nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika
atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan
obesitas dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varicella dengan komplikasi
ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan
kelainan tingkah laku.12
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara 1000
kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye (ensepalopati akut disertai degenerasi
lemak di liver) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40%
pada semua kasus sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita
yang diterapi dengan aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri
akut lebih umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang
lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi
atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar
dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV
antibodi, dan VZV DNA pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan
infeksi secara langsung pada sistem saraf pusat.17
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan
iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim
secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-
antibodi kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.17,20
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut di
atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak
yang sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik,
demam reumatik) dan orang dewasa sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang
varicella pada penderita tersebut dapat menyebabkan kematian.12
2.12. Prognosis
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang
baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.9,10
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Measles
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular. Menurut etiologinya camak
disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbilivirus, yang ditularkan
secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium yang masing-masing stadium
mempunyai ciri khusus, yaitu stadium tunas, stadium prodromal, dan stadium erupsi.
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan, anak harus diberikan cukup cairan
dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik,
antitusif, ekspektoran, dan anti konvulsan bila diperluan. Sedangkan pada campak dengan
penyulit, pasien perlu dirawat inap. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi aktif
ataupun pasif. Pada penyakit campak yang tidak disertai dengan komplikasi maka
prognosisnya baik. Sedangkan pada campak yang disertai komplikasi (misal ensefalitis dan
pneumonia) maka prognosisnya buruk karena dapat menimbulkan kecacatan seumur hidup
meskipun jarang ditemukan. Penyakit campak juga merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas yang penting pada anak-anak yang mengalami malnutrisi sehingga harus
diwaspadai.
3.2. Varicella
Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang
kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi
di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21
hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang
dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang menjadi,
pustul, dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal
ke muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran nafas
bagian atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa
komplikasi yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang disertai dengan
defisiensi imun memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil dari
kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang diberikan pada
anak yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang diberikan pada orang
dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat pula diberikan antipiretik, dan
analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal untuk mencegah pecahnya vesikel secara
dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari galur yang
dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan diberikan vaksin ulangan 4-6
tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia 12 tahun dosis ulangan diberikan 4-8
minggu setelah dosis pertama. Pemberian vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis
0,5 ml.
DAFTAR PUSTAKA
1. Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pembeantasannya. Jakarta: Erlangga.
2. Setiawan, I Made. 2008. Penyakit Campak. Jakarta: Sagung Seto.
3. Soedarmo, SSP. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua. Hal 109-18.
4. Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press.
5. Barlow, EW dkk. 2006. The Risk of Seizures After Receipt of Whole-Cell Pertussis or
Measles, Mumps and Rubella Vaccine. N Engl J Med, Vol. 345, No. 9.
6. Rosenman, M dkk. 2009. Global Measles Mortality 2000–2008. PubMed, Vol. 58 /
No. 47. 1321-1326.
7. Meldgaard, Kreesten. 2006. A Population-Based Study Of Measles, Mumps, And
Rubella Vaccination And Autism. N Engl J M ed, Vol. 347, N o. 19
8. Padri, Salma. 2006. Efikasi Vaksin Campak pada Balita (15-59 bulan).Jakarta. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial RI.
9. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116. 1
10. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
H.94-96. 2
11. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45. 3
12. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640. 4
13. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth
Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334. 5
14. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2. Jakarta:
EGC; 2004. H. 88-84. 6
15. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from:
http:// www.emedicine.com . 7
16. Anonymous. Varicella zoster virus (VZV). (homepage on the internet). 2013 (cited
2013 Jun 14):(about 8p). Available from:
http://www.bio-rad.com/prd/de/DE/CDG/PDP/LRLEAK15/Varicella-Zoster-Virus-
(VZV). 8
17. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008.
P.1885-1895. 9
18. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures. (homepage on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/image-gallery/varicella-zoster_viru/images.htm. 10
19. Anonymous. Varicella zoster virus-chicken pox. (serial on the internet). 2013 (cited
2013 Jun 15):(about 9p). Available from: http://health.howstuff works.com/skin-
care/problems/medical/htm. 11
20. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun 14):(about
8p). Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook. 12
21. Anonymous. 2009. Varicella (chickenpox). (homepage on the internet). 2013 (cited
2013 Jun 17):(about 6p). Available from: http://www.ncirs.edu.au/ immunisation/fact-
sheets. 13
22. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis;
edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142. 14
Infeksi VZV rekuren bermanifestasi sebagai herpes zoster (shingles), sebuah penyakit
yang biasanya terlihat pada orang dewasa dengan usia lebih dari 50 tahun. Data menunukkan
perbedaan rasial dalam resiko timbulnya zoster, dengan orang tua kulit putih lebih sering
berada dalam resiko dibandingkan dengan orang tua berkulit hitam. Zoster juga dapat timbul
jarang pada anak-anak. Zoster pada pasien imunnocompromise dapat menjadi lebih berat.
Peningkatan insidensi zoster pada usia sama halnya dengan pasien
imunocompromised dikarenakan penurunan anti-VZV cell-mediated immunity. Menariknya,
ada bukti bahwa paparan pada orang yang seropositive terhadap varisela terlindungi dari
perkembangan zoster, tertama dengan menambah respon imunnya. Setelah infeksi primer,
VZV (seperti HSV) timbul pada keadaan latent dengan ganglia saraf kranial dan spinal.
Stimuli non spesifik seperti stress, imunodefisiensi atau malignansi dapat mengaktivasi virus
laten dengan keterlibatan distribusi saraf yang disalurkan melalui ganglion yang terkena.
Herpes zoster timbul setelah 3- to 4-day gejala prodromal demam, lesu, dan gangguan
gastrointestinal dan erupsi vesikular kutaneus yang nyerei pada distribusi dermatomal. Ruam
biasanya unilateral dan sepanjang hanya satu dermatom. Pada kasus yang berat, erupsi dapat
menjadi lebih umum dan variseliform. Vesikel sembuh dalam 5 hari, tetapi postherpetic
neuralgia dapat saja ada. Postherpetic neuralgia, terlihat pada lebih dari 50% pasien diatas 50
tahun, didefinisikan sebagai nyeri konstan atau intermiten lebih dari durasi satu bulan pada
area yang melibatkan dermatom. Infeksi dari mata, Herpes zoster ophthalmicusmerupakan
kondisi yang serius karena dapat menyebabkan kebutaan. Sindroma Ramsay Hunt
didefinisikan sebagai keterlibatan trias dari meatus auditorius eksternal, hilangnya rasa pada
lidah dan palsy fasialis ipsilateral. Keterlibatan dari medula spinalis dapat menyebabkan
kelumpuhan atau palsy saraf kranial.
Resiko dari ensefalitis meningkat pada orang tua dengan keterlibatan saraf kranial dan
pada pasien AIDS. Postzoster ensefalitis dapat timbul dalam 3 bentuk : infark yang
dikarenakan vaskulitis pembuluh darah besar, leukoensefalopati multifokal dan ventrikulitis.