referat oma
DESCRIPTION
Referat OMATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media akut adalah infeksi akut pada telinga tengah dan merupakan infeksi
paling sering dan membutuhkan terapi antibiotik pada anak usia kurang dari 5 tahun di
Amerika Serikat.1,2 Otitis media sering disebabkan karena infeksi virus yang mengenai
saluran nafas atas seperti radang tenggorokan dan common cold yang menyebar ke
telinga tengah melalui tuba eustachius, dan pada akhirnya dapat menimbulkan infeksi
sekunder oleh bakteri yang bersifat supuratif.3
Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 1 tahun sekitar 62%,
sedangkan pada anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75%
anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak
mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.4
Mengingat masih tingginya angka kejadian otitis media pada anak-anak, maka
diagnosis dini yang tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan untuk
mengurangi angka kejadian komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media
kronik.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, patogenesis, diagnosis, tatalaksana, dan
komplikasi otitis media akut.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk menambah wawasan penulis mengenai definisi, patogenesis, diagnosis,
tatalaksana, dan komplikasi otitis media akut.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian
dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media nonsupuratif (otitis media serosa/efusi). Masing-masing golongan
mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut =
OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi
menjadi otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis.4
Otitis media supuratif akut adalah otitis media yang berlangsung selama tiga
minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik. Bakteri piogenik sebagai
penyebabnya yang tersering yaitu Streptococcus hemolitikus, Stafilococcus aureus, dan
Pneumococcus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Haemofilus influenzae,
Escherichia colli, Streptococcus anhemoliticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas
aeroginosa. Haemofilus influenzae merupakan bakteri yang paling sering kita temukan
pada pasien anak berumur dibawah 5 tahun. Otitis media yang berlangsung selama tiga
minggu hingga tiga bulan dinamakan otitis media subakut, dan bila berlangsung lebih
dari tiga bulan disebut otitis media kronis.4
2.2 Anatomi Telinga 4,5
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar
terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri
dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagan luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani, batas depan
tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis), batas belakang aditus ad
antrum, kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas tegmen timpani (meningen/otak), batas
dalam berturut-turut dari atas ke bawah yaitu kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan
promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan ckung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas.
Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler
pada bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.
Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7
untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya
adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani
terdapat dua macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai,
misalnya bila letak refleks cahaya ini mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba
eustachius.
Membran timpani dibagi dalam empat kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, dan bawah-
belakang untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah
belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini
tidak terdapat tulang pendengaran.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.
Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
Bagian lateral tuba eustachius adalah bagian yang bertulang sedangkan dua pertiga
bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas
bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian
bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot
konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot
levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi oleh pleksus
faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan
tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.
Telinga dalam terdiri dri koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media media berisi
endolimfe. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibuli (Reissner’s membran) sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terdapat organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel
rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis corti yang membentuk organ corti.
2.3 Fisiologi Pendengaran 4
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi strereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.
2.4 Otitis Media Akut
2.4.1 Patogenesis Otitis Media Akut
Telinga tengah biasanya steril, meskipun banyak terdapat flora organisme di
nasofaring dan faring. Gabungan aksi fisiologis silia, enzim penghasil mukus (seperti
muramidase), dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila telinga terpapar
dengan mikroba kontaminan ini pada saat menelan. Selain itu juga terdapat anyaman
kapiler subepitel yang akan membawa faktor-faktor humoral, leukosit polimorfonuklear,
dan sel-sel fagosit lainnya.5
Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis
media akut.5,1 Mayoritas episode otitis media akut dipicu oleh infeksi saluran nafas atas
yang melibatkan nasofaring. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh infeksi virus, namun
penyebab lain seperti alergi dan proses inflamasi lainnya dapat melibatkan tuba
eustachius dan menyebabkan berkembangnya infeksi menjadi otitis media akut. Infeksi
pada nasofaring dapat meluas ke tuba eustachius dan menyebabkan edema mukosa dan
perubahan tekanan dalam telinga tengah yang diatur oleh tuba eustachius.1 Pada keadaan
ini tekanan menjadi negatif di telinga tengah sehingga terjadi transudasi cairan dari
pembuluh kapiler mukosa ke dalam telinga tengah.4 Keadaan stasis di tuba eustachius
akan memudahkan koloni kuman-kuman patogen yang meluas dari nasofaring dengan
cara refluks, aspirasi, atau insuflasi aktif. Agar bersifat patogen di organ berongga seperti
liang telinga dan sinus, bakteri harus melekat pada permukaan mukosa. Infeksi virus
sebelumnya dapat menyerang dan merusak permukaan mukosa saluran nafas atas
sehingga akan memfasilitasi kemampuan bakteri untuk menjadi patogen di nasofaring,
tuba eustachius, dan liang telinga tengah. Selain itu endotoksin yang disekresikan oleh
bakteri juga dapat merusak permukaan mukosa dan memudahkan perlengketan kuman
pada mukosa.1 Kemudian akan terjadi akumulasi sel-sel PMN yang akan menimbulkan
kematian bakteri dan PMN itu sendiri sehingga akan terbentuk pus di liang telinga telinga
tengah. Cairan ini akan semakin banyak dan menyebabkan gangguan pendengaran karena
membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas seperti
dalam keadaan normal. Peningkatan jumlah cairan di telinga tengah akan menaikkan
tekanan pada membran timpani sehingga dapat terjadi perforasi.6
Otitis media lebih sering terjadi pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena:
Sistem imun pada anak yang belum berkembang sempurna sehingga lebih rentan
terhadap infeksi
Anatomi tuba eustachius pada anak cenderung lebih pendek dan datar sehingga
infeksi pada saluran nafas atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah
Adanya hipertrofi adenoid pada anak yang terletak dekat dengan tuba eustachius
akan menghambat pembukaan dan drainase tuba, selain itu infeksi pada adenoid
juga dapat meluas ke telinga tengah melalui tuba eustachius.6
Istilah otitis-prone children digunakan pada anak yang telah mengalami enam kali
serangan otitis media atau lebih.5 Kelainan anatomis pada anak-anak ini dapat berupa
tuba eustachius yang terlalu datar ataupun adanya kelainan neuromuskular yang
menyebabkan tuba selalu terbuka sehingga menjadi faktor predisposisi refluks bakteri
dari nasofaring, dan seringkali berkembang menjadi otitis media kronis.1,7
2.4.2 Etiologi dan Mikrobiologi Otitis Media Akut
Infeksi virus di nasofaring yang menyebabkan inflamasi pada orifisium dan
mukosa tuba eustachius telah lama dianggap sebagai bagian dari patogenesis otitis media
akut. Infeksi saluran nafas atas sebelumnya mendahului otitis media akut pada anak,
namun virus itu sendiri jarang dapat diisolasi sebagai patogen di telinga tengah. Dari hasil
kultur langsung, kurang dari 10% virus ditemukan sebagai virus penyebab otitis media
akut. Namun dari hasil penelitian, vaksinasi influenza A dapat menurunkan frekuensi
otitis media akut.
Respiratory Syncytial Virus dikenal sebagai penyebab bronkhiolitis dan
pneumonia pada anak, namun virus ini juga dapat menginfeksi saluran nafas atas pada
semua golongan umur. Di negara barat, RSV diidentifikasi selama epidemi pada musim
dingin dan awal musim semi, dan dapat menimbulkan gejala pada bayi berupa letargi,
iritabilitas, hingga apnea dengan atau tanpa gejala otitis media. Gejala pada anak yang
lebih besar biasanya lebih jelas dan lebih mudah didiagnosis.1
Meskipun infeksi saluran nafas atas terutama disebabkan oleh virus, namun
sebagian besar infeksi otitis media akut disebabkan oleh bakteri piogenik. Bakteri yang
seing ditemukan antara lain Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Streptococcus beta hemoliticus. Sejauh ini Streptococcus pneumoniae merupakan
organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur. H. influenzae adalah patogen
yang sering ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun, meskipun juga merupakan
patogen pada dewasa. 5
2.4.3 Imunologi pada Otitis Media Akut 1
Aktivitas imunologis berperan penting pada frekuensi dan keparaham otitis
media. Pertama, produksi antibodi dapat merangsang klirens efusi telinga tengah pada
serangan akut. Kedua, paparan terhadap antigen sebelumnya maupun imunisasi bersifat
preventif dengan menekan kolonisasi kuman patogen di nasofaring. Ketiga, pembentukan
antibodi selama serangan akut dapat mencegah infeksi berikutnya. Antigen S.
Pneumoniae dan H. Influenzae bersifat polisakarida dan secara spesifik tubuh berespon
dengan melepaskan Imunoglobulin G2 dan Imunoglobulin G4. Keadaan defisiensi IgG2
dan IgG4 seperti pada Sindrom Down lebih rentan terhadap timbulnya otitis media akut
yang disebabkan oleh bakteri-bakteri penghasil polisakarida tersebut.
Nasofaring juga berperan penting dalam imunitas terhadap otitis media. Jaringan
limfoid yang terdapat di sekitar nasofaring dapat mencegah perlekatan kuman pada
permukaan mukosa. Selain itu jaringan limfoid tersebut menghasilkan Imunoglobulin A
yang dapat melawan toksin pneumolysin yang dihasilkan oleh bakteri Pneumococcus.
Namun tidak semua immunoglobulin di nasofaring bersifat protektif. Adanya
Imunoglobulin E pada reaksi hipersensitivitas / respon alergi dapat menimbulkan edema
mukosa tuba eustachius sehingga dapat berperan dalam patogenesis otitis media.
2.4.4 Stadium Otitis Media Akut 4
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium : (1) stadium oklusi tuba eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi,
(4) stadium perforasi, dan (5) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran
membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar.
Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membrane timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh
pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
Stadium Hiperemis (Stadium Pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membrane
timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis dan edem. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga bertambah berat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini
pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna
kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini,
maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga
luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup
kembali.
Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan turun, dan anak dapat tertidur nyenyak.
Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis media akut berubah menjadi otitis media
supuratif kronis bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau
hilang timbul. Otitis media akut dapat menyebabkan gejala sisa (sekuele) berupa otitis
media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
2.4.5 Diagnosis
a. Gejala klinis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.8
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien :
- Pada usia anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam.
Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.
- Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran
dan telinga terasa penuh.
- Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan
sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit.
b. Pemeriksan fisik9
Efusi telinga tengah dapat diperiksa dengan otoskop. Dengan otoskop dapat
dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga
menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.9
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi
dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali
dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop
biasa.9
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang
anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia
enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan
kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik,
atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.9
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.8
Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi
Nyeri telinga, demam, rewel + -
Efusi telinga tengah + +
Gendang telinga suram + +/-
Gendang yang menggembung +/- -
Gerakan gendang berkurang + +
Berkurangnya pendengaran + +
Penampakan otoskopi pada tiap stadium otitis media akut :4
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Stadium oklusi tuba Eustachius ditandai oleh retraksi membrana timpani akibat tekanan
negatif dalam telinga tengah karena terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana
timpani kadang-kadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi.
Stadium oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit kita bedakan
dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi.
2. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
Stadium hiperemis ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa
dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke
arah liang telinga luar.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
5. Stadium Resolusi
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi.
Penatalaksanaan
Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :4
1. Stadium Oklusi tuba Eustachius. Terapinya : obat tetes hidung & antibiotik.
2. Stadium Hiperemis (pre supurasi). Terapinya : antibiotik, obat tetes hidung,
analgetik & miringotomi.
3. Stadium Supurasi. Terapinya : antibiotik & miringotomi
4. Stadium Perforasi. Terapinya : antibiotik & obat cuci telinga.
5. Stadium Resolusi. Terapinya : antibiotik.
Pemberian obat tetes hidung : 4
Bahan yang digunakan HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia
dibawah 12 tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12
tahun dan orang dewasa.
Tujuan penggunaan untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga
tekanan negatif dalam telinga tengah akan hilang.
Pemberian obat antibiotik : 8
- Stadium oklusi. Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis
media yang disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa).
- Stadium hiperemis (pre supurasi). Berikan golongan penisilin atau ampisilin
selama minimal 7 hari. Golongan eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi
penisilin. Penisilin intramuskuler (IM) sebagai terapi awal untuk mencapai
konsentrasi adekuat dalam darah. Hal ini untuk mencegah terjadinya mastoiditis,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Berikan ampisilin
50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin
masing-masing 50 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 3 dosis pada pasien anak.
- Stadium resolusi. Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi
resolusi. Tidak terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa
telinga tengah. Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah
kita berikan antibiotik selama 3 minggu.
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan
antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus.
Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan. American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan
OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:8
Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan
< 6 bln Antibiotik Antibiotik6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat; observasi jika
gejala ringan 2 thn Antibiotik jika gejala berat;
observasi jika gejala ringanObservasi
Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam
<39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat
atau demam 39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam
bulan – dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada
anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat
terlaksana. Analgetik tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk
menerapkan observasi ini.Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada
anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian
besar anak adalah amoxicillin.
Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan
pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat
badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi. Risiko tinggi yang dimaksud antara lain
adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat
pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir. WHO menganjurkan 15 mg/kg berat
badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg. AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg
berat badan/hari. Dosis ini terkait dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak
dapat diatasi dengan dosis standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak
ada data yang mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah
menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap
dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam
24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan.
Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau
pengobatan yang diberikan tidak memadai.
Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:8
- Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian
dipilih adalah amoxicillin-clavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian
amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau
kembali muncul dalam 14 hari.
- Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin
seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
- Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin.
- Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak
membaik dengan amoxicillin.
- Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang
diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga
azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat
membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal
di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu
risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya,
pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan
antibiotik lini kedua.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak
berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat. Pada usia enam tahun ke atas,
pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama
meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri.
Tindakan miringotomi :
- Stadium hiperemis (pre supurasi). Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difus.
- Stadium supurasi. Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya
yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita
hindari.
Pemberian obat cuci telinga :
- Dapat diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari.
- Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan perforasi membran
timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari.
Pemberian Analgetik/pereda nyeri :
Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri
(analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti
paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan
ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti
muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.
Komplikasi4,5
Komplikasi otitis media supuratif akut (OMA), yaitu :
- Abses subperiosteal.
- Paralisis saraf facialis. Pada kasus otitis media akut , saraf terkena akibat kontak
langsung dengan materi purulen. Dengan adanya celah-celah tulang alami yang
menyebabkan hubungan antara saraf dengan telinga tengah, maka produk-produk
infeksi toksik dapat menimbulkan paralisis wajah.
- Meningitis. Terapi meningitis adalah dengan kemoterapi dan pasien diobati
secara intensif dengan antibiotik yang sesuai. Mula-mula atasi meningitisnya,
kemudian bila perlu atasi infeksi telinga dengan pembedahan
- Abses otak. Abses otak dapat timbul pada serebelum di fossa kranii posterior atau
pada lobus temporal di fissa kranii media, biasanya terbentuk sebagai akibat
perluasan langsung infeksi telinga atau trombiflebitis. Suatu abses ekstradural
biasanya terbentuk mendahului abses otak.
Dewasa ini, ketiga komplikasi diatas lebih banyak disebabkan oleh otitis media supuratif
kronik (OMSK) karena maraknya pemberian antibiotik pada pasien otitis media supuratif
akut (OMA).
Pencegahan8
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
- Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak
- Pemberian ASI minimal selama 6 bulan,
- Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,
- Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Kesimpulan
Otitis media akut adalah infeksi akut pada telinga tengah dan merupakan infeksi
paling sering dan membutuhkan terapi antibiotik pada anak usia kurang dari 5 tahun.
Otitis media lebih sering terjadi pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena sistem imun
pada anak yang belum berkembang sempurna, anatomi tuba eustachius pada anak
cenderung lebih pendek dan datar, serta adanya hipertrofi adenoid pada anak yang
terletak dekat dengan tuba eustachius akan menghambat pembukaan dan drainase tuba.
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar 80%
OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Jika diputuskan untuk memberikan
antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin. Antibiotik pada
OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam pertama
terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak
membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang
diberikan tidak memadai. Komplikasi otitis media supuratif akut (OMA) dapat berupa
abses subperiosteal, paralisis saraf facialis, meningitis dan abses otak. Namun, dewasa
ini, komplikasi tersebut lebih banyak disebabkan oleh otitis media supuratif kronik
(OMSK) karena maraknya pemberian antibiotik pada pasien otitis media supuratif akut
(OMA). Risiko terjadinya OMA tampaknya dapat dikurangi dengan melakukan tindakan
preventif sebagai berikut : pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak, pemberian ASI
minimal selama 6 bulan, penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,
penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Daftar Pustaka
1. (OMA emedicine,
2. Dx n management of OMA)
3. OtitisMedia(EarInfection).Availablefrom
4. . (Djaafar, Zainul, dkk. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta :
FKUI)
5. Boeis
6. otitis media(ear infection)-NIDCD)
7. wikipedia
8. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5
May 2004, pp. 1451-1465. available
from http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;113/5/145
1
9. Otitis media – acute. Available from http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?
gt=Otitis%20media%20-%20acute