referat pitiriasis alba revisi 2

20
PITIRIASIS ALBA I. PENDAHULUAN Pitiriasis alba merupakan kelainan kulit yang sering terjadi pada anak yang bermanifestasi sebagai lesi hipopigmentasi dengan skuama halus. 1 Bercak biasanya multiple 4-20 dengan diameter antara ½ - 2 cm. Pada anak- anak lokasi kelainan pada muka (50-60%). Penyakit ini dapat terjadi pada semua jenis kulit. Atopi, xerosis, paparan sinar matahari, kelembapan kulit, kebersihan kulit, dan defisiensi mineral adalah faktor resiko yang potensial. 2 Penyakit ini 30-40% terjadi pada anak usia 3- 16 tahun. 3 Pitiriasis alba pertama kali ditemukan oleh Gilbert tahun 1860 dan digolongkan sebagai penyakit bersisik pada saat ini pitiriasis alba digolongkan sebagai bentuk inflamasi dermatosis dan mempunyai beberapa nama yang berbeda dengan melihat aspek klinis pada lesi. Nama-nama yang sering digunakan adalah seperti pityriasis alba faciei dan pityriasis alba simplex. 4 1

Upload: calvindra-leenesa

Post on 18-Jan-2016

141 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

ncjkndkjcnkdjcnsjkdcjncd

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

PITIRIASIS ALBA

I. PENDAHULUAN

Pitiriasis alba merupakan kelainan kulit yang sering terjadi pada anak

yang bermanifestasi sebagai lesi hipopigmentasi dengan skuama halus.1

Bercak biasanya multiple 4-20 dengan diameter antara ½ - 2 cm. Pada anak-

anak lokasi kelainan pada muka (50-60%). Penyakit ini dapat terjadi pada

semua jenis kulit. Atopi, xerosis, paparan sinar matahari, kelembapan kulit,

kebersihan kulit, dan defisiensi mineral adalah faktor resiko yang potensial.2

Penyakit ini 30-40% terjadi pada anak usia 3-16 tahun.3

Pitiriasis alba pertama kali ditemukan oleh Gilbert tahun 1860 dan

digolongkan sebagai penyakit bersisik pada saat ini pitiriasis alba

digolongkan sebagai bentuk inflamasi dermatosis dan mempunyai beberapa

nama yang berbeda dengan melihat aspek klinis pada lesi. Nama-nama yang

sering digunakan adalah seperti pityriasis alba faciei dan pityriasis alba

simplex.4

Tidak ada penyebab yang spesifik untuk pitiriasis alba. Namun,

beberapa penelitian menjelaskan bahwa setidaknya beberapa penyebab

untuk pitiriasis alba.4

II. EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis alba merupakan kelainan kulit yang cukup sering terjadi pada

anak-anak dan remaja.5 Pada sebuah penelitian pada 9.955 anak sekolah

dengan usia 6-16 tahun yang tinggal di daerah tropis, didapatkan prevalensi

pitiriasis alba adalah 9,9%.6,7 Menurut sumber lain penyakit ini 30-40% terjadi

pada anak usia 3-16 tahun.3 Prevalensi wanita yang mengalami penyakit ini

1

Page 2: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Pitiriasis alba sering terjadi pada anak

usia 3-16 tahun yang 90% terjadi pada anak dibawah usia 12 tahun, namun

terkadang dapat timbul pada orang dewasa.5

III. ETIOPATOGENESIS

Menurut pendapat beberapa ahli diduga adanya infeksi Streptococcus

sp, tetapi belum dapat dibuktikan. Atas dasar riwayat penyakit dan distribusi

lesi diduga impetigo dapat merupakan faktor pencetus. Pitiriasis alba juga

merupakan manifestasi dermatitis non spesifik, yang belum diketahui

penyebabnya.3

Beberapa kemungkinan penyebab pitiriasis alba; pertama, ada

peningkatan insiden pada orang yang sering mandi, menyimpulkan bahwa

penghilangan defensin epidermal normal dan zat pelindung alami lainnya dari

permukaan kulit, membuat orang lebih rentan terhadap pitiriasis alba. Tentu

saja, peradangan kulit dapat mempengaruhi fungsi sel pigmen. Kedua,

fotosensitifitas juga mungkin memainkan peran dalam insidensi terjadinya

pitiriasis alba. Puncak insidensi dari pitiriasis alba bertepatan dengan usia

ketika anak-anak mulai melakukan kegiatan yang lebih sering diluar ruangan.

Dengan demikian, melanosit tampaknya lebih sensitif pada penderita.

Hipopigmentasi juga dapat dijelaskan karena kerusakan melanosit dan

penghambatan tirosinase oleh asam azelic (inhibitor kompetitif tirosinase)

dan metabolit tryptophan yang diproduksi oleh jamur, yaitu Malassezia furfur.

Propionibacterium acnes bakteri, yang hidup di rambut folikel, telah dianggap

sebagai produsen dari kemungkin hipotetis faktor depigmentasi.8

Pada sebuah penelitian yang terdiri dari 9 orang dengan pitiriasis alba

didapatkan densitas dari melanosit fungsional berkurang pada daerah yang

terinfeksi tanpa adanya perubahan aktivitas sitoplasmik. Melanosom terlihat

lebih sedikit dan lebih kecil, tetapi distribusi pada keratinosit normal.

Penyaluran melanosom ke keratinosit secara umum tidak terganggu.

2

Page 3: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Hipopigmentasi terjadi terutama akibat jumlah melanosit aktif yang berkurang

dan penurunan jumlah dan ukuran melanosom pada kulit yang terinfeksi.1

Secara klinis, pitiriasis alba biasanya dimulai sebagai makula merah

muda dengan tepi tinggi. Setelah beberapa minggu, hal tersebut memudar,

meninggalkan hipopigmentasi, yaitu sebuah tempat dengan skala putih

bubuk. Kebanyakan lesi muncul di wajah tetapi juga dapat memenuhi

ekstremitas atas dan kadang-kadang ekstremitas bawah. Di sisi lain, dapat

muncul sebagai sisik hiperpigmentasi kebiruan dengan patch dikelilingi oleh

rim hipopigmentasi variabel lebar pada hampir semua pasien.9

Penyakit ini juga dapat digolongkan sebagai kelainan kulit yang timbul

setelah inflamasi, diduga karena inflamasi dapat menyebabkan gangguan sel

pigmen. Bakteri Propionibacterium acnes yang hidup dalam folikel rambut,

dianggap mampu memproduksi faktor depigmentasi secara teoritis. Pada

anak-anak dengan jerawat komedo atau popular, Propionibacterium acnes

memproduksi sejumlah faktor virulen bioaktif yang merupakan agen inflamasi

dan imunomodulatornya. Sejumlah enzim ekstraseluler dan metabolit secara

langsung dapat merusak jaringan host, termasuk melanosit.10

IV. GAMBARAN KLINIS

Lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang tidak teratur. Warna

merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema

menghilang, lesi yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus.

Lesi juga dapat dijumpai di ekstremitas dan badan. Lesi umumnya menetap,

terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.3 Hipopigmentasi

pada pitiriasis alba tidak komplit yang bertolak belakang dengan

hipopigmentasi pada vitiligo.11

Penyakit ini bermanifestasi sebagai plak multipel simetris 0,5 – 4 cm,

biasanya di wajah, terutama di pipi.11

3

Page 4: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Gambar I - Tampak lesi hipopigmentasi multipel pada daerah wajah

Sumber: Busam KJ. Pityriasis Alba. Dermatopathology. 1st ed. USA: Elsevier; 2010.

Pitiriasis alba yang luas (extensive PA), lebih sering terlihat pada

orang dewasa, dengan ciri-ciri klasik yang sama, terdistribusi lebih luas yang

seringkali melibatkan ekstremitas bawah dalam pola yang simetris. Ketiadaan

fase inflamasi yang mendahului dan ketiadaan spongiosis membedakan dari

bentuk yang klasik. Terdapat hipotesis tumpang tindih dari bentuk khusus ini

dengan hipomelanosia makular yang progresif, yang terutama terjadi pada

wanita dewasa muda, dengan bercak tanpa sisik, hipopigmentasi, terjadi

berulang, melibatkan punggung, khususnya setelah musim panas.10

Pitiriasis alba yang terpigmentasi dianggap sebagai varian dari

pitiriasis alba yang klasik dengan infeksi dermatofit superfisial yang hampir

selalu mengenai wajah. Secara klinis dicirikan oleh hiperpigmentasi kebiru-

biruan yang dikelilingi oleh daerah hipopigmentasi bersisik. Area yang

terpigmentasi menunjukkan deposit melanin dalam dermis. Sepertiga dari

pasien secara bersamaan mengalami pitiriasis alba klasik.10

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG4

Page 5: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah pemeriksaan

histopatologi dari biopsi kulit. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit tidak

banyak membantu karena tidak patognomonik untuk menegakkan diagnosis,

sebagian besar hasilnya adalah dermatitis non-spesifik ringan kronik dengan

penurunan produksi melanin.1 Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan

adanya:

- Ireguler atau penurunan pigmen melanin dari stratum basale secara

signifikan.5

- Tidak ada perbedaan jumlah melanosit yang berarti antara lesi dengan

kulit normal.5

- Penurunan jumlah melanosit aktif dan penurunan jumlah dan ukuran

melanosom pada kulit yang terinfeksi.5

Gambar II – Hasil pemeriksaan patologi anatomi tampak penebalan stratum korneum. Sumber: Crowe MA. Pediatric P. Alba. Medscape. 2013. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/910770-overview#a0101. Accessed at July 14th

2014.

5

Page 6: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Hasil pemeriksaan struktur ultra menemukan bahwa selain

pengurangan pigmen pada lesi kulit, tidak terdapat  terdapat perbedaan pada

melanosit antara kulit yang memiliki lesi dan normal pada pasien yang sama,

walaupun penemuan ini masih diperdebatkan. Perubahan degeneratif berupa

menurunnya jumlah melanosit dan berkurangnya jumlah dan ukuran

melanosom keratinosit juga ditemukan melalui mikroskop cahaya dan

elektron pada lesi. Secara keseluruhan kelainan ini dianggap diakibatkan

oleh penurunan melanin.12

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis pitiriasis alba dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Biasanya terjadi pada anak-

anak yang berusia 3-16 tahun. 12 Penilaian immunoexpression jaringan untuk

dermal dendrocyte yang ditandai dengan faktor XIIIa di kulit, dapat

menunjukkan perbedaan lesi pada pitiriasis alba yang signifikan secara

statistik dalam kaitannya dengan dermatitis atopi. Hal ini menunjukkan bahwa

pitiriasis alba dan dermatitis atopi adalah bentuk-bentuk klinis yang berbeda

dalam spektrum atopi penyakit, dimana radiasi sinar matahari memainkan

peran kunci dalam modulasi perkembangan penyakit kearah inflamasi.13

VII. DIAGNOSIS BANDING

Pitiriasis alba merupakan penyakit kulit yang bisa didiagnosis dengan

gambaran klinis dan jarang memerlukan konfirmasi tes laboratorium. Gejala

klinis utama dari pitiriasis alba adalah hipopigmentasi. Pitiriasis alba dapat

didiagnosis banding dengan pitiriasis versikolor dan vitiligo.12

Tabel I – Berbagai penyebab hipopigmentasi.

6

Page 7: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Kongenital Didapat (Acquired)

Albinisme Vitiligo

Fenilketonuria Sutton’s halo naevi

Sklerosis tuberose Lepra tipe tuberkoloid

Nevi hipokromik Pitiriasis (tinea) versikolor

Pitiriasis alba

Liken sklerosus dan atrofikus

Hipopigmentasi setelah peradangan

Sumber: Busam KJ. P. Alba. Dermatopathology. 1st ed. USA: Elsevier; 2010.

1. Pitiriasis versikolor

Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial pada stratum korneum

yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur yang pertama kali ditemukan

pada tahun 1846. Penelitian terbaru menunjukan bahwa mayoritas pitiriasis

versikolor disebabkan oleh Malassezia globosa.14

7

Page 8: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Gambar II - Tampak makula hipopigmentasi pada daerah toraks dan abdomen

Sumber: Paltiel M. Tinea Versicolor. Adult and Pediatric Dermatology. Available

from: http://www.adultandpediatricdermatology.com/tineaversicolor.php. Accessed at

July 14th 2014.

Makula secara tipikal sering terjadi pada punggung bagian atas dan dada

tetapi juga dapat terjadi pada lengan atas, leher dan wajah. Pemeriksaan

dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya fluoresensi berwarna kuning

keemasan pada daerah yang berskuama. Pemeriksaan KOH dari skuama

penderita ini mengandung hifa dan bentuk jamur.14,15

Dari gambaran klinis, sisik yang tipis dan distribusi lesi biasanya

mengarahkan diagnosis. Diagnosis banding meliputi bentuk hipopigmentasi

terlokalisir, khususnya kondisi kulit yang setelah mengalami inflamasi.10

Pitiriasis versikolor juga berbatas tegas dan biasanya bersisik. Pemeriksaan

potassium hydroxide (KOH) dari kerokan skuama harus didapatkan jika

timbul keraguan. Pada vitiligo, bercaknya lebih putih, dengan batas yang

lebih jelas dan selalu tidak disertai sisik.16

2. Vitiligo8

Page 9: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Vitiligo adalah gangguan autoimun progresif dapatan dengan gambaran

klinis makula berwarna putih. Penyakit ini memiliki lokasi lesi pada tempat-

tempat yang tidak biasa pada pitiriasis alba.5 Wajah adalah lokasi yang

sangat umum untuk vitiligo tetapi distribusinya biasanya paling sering di

sekitar mata atau mulut.3,11

Gambar III - Tampak makula hipopigmentasi berbatas tegas pada wajahSumber: Crowe MA. Pediatric Pityriasis Alba. Medscape. 2013. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/910770-overview#a0101. Accessed at

July 14th 2013.

Hipopigmentasi yang jelas terkadang salah didiagnosis dengan vitiligo.

Pada vitiligo, bercaknya lebih putih, dengan batas yang lebih jelas dan selalu

tidak disertai sisik. Pada anak yang lebih besar dan dewasa, lesi pada

trunkus, sepanjang fase eritematosa, mungkin salah didiagnosis dengan

psoriasis tetapi distribusi dan sisik yang relatif ringan dapat menyingkirkan

diagnosis ini. Mycosis fungoides, walaupun relatif jarang, dapat menirukan

lesi pityriasis alba. Kondisi ini sulit dibedakan secara histologis, sehingga

tindak lanjut dan biopsi ulangan kadang diperlukan.12

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pitiriasis alba dapat

berubah menjadi vitiligo; pertama kerentanan genetik pada keluarga yang

positif vitiligo (31.25%). Kedua, persentase yang tinggi (43.75%) dari

9

Page 10: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

penderita pitiriasis alba yang berlanjut menjadi vitiligo dan hubungan yang

kuat antara pitiriasis alba dan fenomena Koebner (34,35%).17

Tabel II - Perbandingan Diagnosis Banding Pitiriasis Alba.

Pitiriasis Alba Pitiriasis Versicolor Vitiligo

Usia 3-16 tahun Segala usia 10-30 tahun

Predileksi Pipi (simetris) Punggung, dada Sekitar mata dan mulut

Faktor resiko Atopi, paparan sinar

matahari, kelembapan

kulit, kebersihan

Atopi, paparan sinar

matahari, kelembapan

kulit, kebersihan

Genetik, penyakit

autoimun

Klinis Makula

hipopigmentasi

multipel,skuama

halus, simetris

Makula hipopigmentasi Makula hipopigmentasi

berbatas tegas

Pemeriksaan

penunjang

KOH

Biopsi kulit

KOH

Biopsi kulit

Lampu Wood

Biopsi kulit

Sumber: Soepardiman L. Pitiriasis Alba. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 333-334.

VIII. PENATALAKSANAAN

Umumnya mengecewakan. Skuama dapat dikurangi dengan krim

emolien. Dapat dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbonas

detergens 3-5% dalam krim atau salap, setelah dioleskan harus banyak

terkena matahari.3

10

Page 11: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Pengurangan segala bentuk faktor resiko dengan edukasi pasien

untuk memperbaiki perawatan dan kebersihan kulit, penggunaan lubrikan dan

emolien, terapi kortikosteroid topikal pada inflamasi, terapi baru dengan obat

anti inflamasi topikal seperti penghambat calcineurin memegang peranan

penting dalam mendorong remisi ataupun resolusi.2 Telah diteliti bahwa

tacrolimus adalah pengobatan yang efektif untuk pitiriasis alba. Didukung

oleh beberapa penelitian yang mengatakan bahwa penyebab utama pitiriasis

alba adalah faktor inflamasi.18

Hindari hal-hal yang menjadi faktor resiko seperti pajanan matahari

dan mandi berlebihan dan menggunakan air panas, serta cukupi kebutuhan

nutrisi. Jika faktor pencetusnya adalah eczema ringan, terapi dengan

kortikosteroid lemah seperti hidrokortison 0.5% atau 1%, atau krim yang

mengandung penghambat calcineurin seperti tacrolimus dan pimecrolimus,

juga sering diresepkan. Sisik dapat dikurangi dengan krim emollient lunak

dan untuk lesi kronik pada trunkus pasta tar ringan mungkin berguna.

Bagaimanapun, abnormalitas pigmentasi membutuhkan waktu berbulan-

bulan untuk mengalami perbaikan. Syndets (synthetic balanced detergents)

dapat digunakan untuk mencuci muka karena kurang bersifat iritatif

dibandingkan sabun alkali. Pelembab dapat digunakan dua kali sehari, dan

setelah mencuci wajah. Tanning tidak membantu, malah semakin

menonjolkan perbedaan bila terlalu sering dilakukan.16

Pitiriasis alba memiliki prognosis yang baik. Depigmentasi yang terjadi

tidak permanen dan biasanya sembuh spontan dalam beberapa bulan

sampai beberapa tahun. Durasi gejala berbeda pada setiap individu.

Pengobatan dapat mempersingkat durasi lesi sampai beberapa minggu.19

IX. KOMPLIKASI

11

Page 12: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

Kulit yang terkena pitiriasis alba dapat terbakar saat terkena sinar

matahari. Menggunakan tabir surya dan pelindung sinar matahari lain dapat

membantu mencegah kulit terbakar.19

X. PROGNOSIS

Pitiriasis alba merupakan penyakit yang tidak menimbulkan mortalitas.

Pada umumnya penyakit ini menghilang menjelang usia pubertas dan dapat

berjalan kronis.19

XI. KESIMPULAN

Pitiriasis alba merupakan penyakit kulit yang tidak menular, ditandai

dengan makula atau bercak dengan hipopigmentasi dan sisik tipis. Penyakit

ini lebih banyak mengenai anak dan remaja, tanpa kecenderungan terhadap

ras dan jenis kelamin tertentu. Etiologi dan patogenesisnya belum jelas,

diduga berkaitan dengan riwayat atopi, paska inflamasi kulit, pajanan sinar

matahari, kebiasaan mandi, maupun nutrisi. Proses hipopigmentasi diduga

terkait dengan gangguan pada sel pigmen kulit.20

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis faktor resiko,

pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Distribusi lesi, pemeriksaan lampu Wood dan riwayat inflamasi sebelumnya

merupakan hal yang penting dalam mempersempit diagnosis banding.20

Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara kejadian

pitiriasis alba dengan jumlah paparan sinar matahari, kurangnya tabir surya

yang digunakan, serta frekuensi mandi. Membatasi faktor-faktor tersebut

dapat membantu penurunan kejadian dan meringankan gejala. Emolien dan

kortikosteroid topikal ringan juga dapat membantu dalam mengobati pitiriasis

alba dan mungkin memiliki efek terbatas dalam mempercepat proses

repigmentasi.20

12

Page 13: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Zaynoun ST, Aftimos BG, Tenekjian KK, et al. Extensive pityriasis alba:

a histological histochemical and ultrastructural study. Br J Dermatol. Jan

1993;108(1):83-90.

2. Jadotte YT, Janniger CK. Pityriasis alba revisited: perspectives on an

enigmatic disorder of childhood. New Jersey Medical School. 2011 Feb.

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21416771.

Accessed at July 15th 2014.

3. Soepardiman L. Pitiriasis Alba. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 333-334.

4. Levine N, Levin CC. Dermatology Therapy A to Z Essential. New York:

Springer; 2004. p. 462.

5. Crowe MA. Pediatric Pityriasis Alba. Medscape. 2013. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/910770-overview#a0101.

Accessed at July 14th 2014.

6. Bechelli LM, Haddad N, Pimenta WP, et al. Epidemiological survey of

skin diseases in schoolchildren living in the Purus Valley (Acre State,

Amazonia, Brazil). Dermatologica. 1991;163(1):78-93. Accessed at July

14th 2014.

7. Sori T, Nath AK, Thappa DM, Jaisankar TJ. Hypopigmentary disorders

in children in South India. Indian J Dermatol. Sep-Oct 2011;56(5):546-9.

Accessed at July 14th 2014.

8. Burkhart CG, Burkhart CN. Pityriasis Alba: A Condition with Possibly

Multiple Etiologies. In: The Open Dermatology Journal. North Carolina;

2009.

13

Page 14: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

9. Al-Shahwan MA. Pigmenting Pityriasis Alba. In: Journal of the Saudi

Society of Dermatology and Dermatologic Surgery. Riyadh; 2012.

10. Lapeere H, et.al. Hypomelanoses and Hypermelanoses. In: Wolff K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York:

McGraw-Hill Companies, Inc; 2008, vol: 1. p. 623-624.

11. Busam KJ. Pityriasis Alba. In: Dermatopathology. 1st ed. USA: Elsevier;

2010.

12. Holden CA and Jones BJ. Eczema, Lichenification, Prurigo and

Erythroderma. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors.

Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. Massachusetts: Blackwell;

2004. p. 737-738.

13. Carneiro FRO, Mendes MD et all. Tissue immunostaining for factor XIIIa

in dermal dendrocytes of pityriasis alba skin lesions. In: Journal of

Medicine. Brazil; 2014.

14. Paltiel M. Tinea Versicolor. Adult and Pediatric Dermatology. Available

from: http://www.adultandpediatricdermatology.com/tineaversicolor.php.

Accessed at July 15th 2014.

15. Burkhart CG. Tinea Vesicolor. Medscape. 2012. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1091575-overview. Accessed at

July 14th 2014.

16. Wellew R, Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Racially Pigmented Skin.

In: Clinical Dermatology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell; 2003. p.207.

17. Sharquie KE, Noaimi AA et all. Pityriasis Alba Versus Vitiligo. In: Journal

of the Saudi Society of Dermatology and Dermatologic Surgery.

Baghdad; 2013.

18. Cruz BM, Alvarez BT et all. Double-Blind, Placebo-Controlled,

Randomized Study Comparing 0.0003% Calcitriol with 0.1% Tacrolimus

Ointments for the Treatment of Endemic Pityriasis Alba. In: Journal of

Medicine. Mexico; 2012.

14

Page 15: Referat Pitiriasis Alba Revisi 2

19. Berman Kevin. Pityriasis Alba. Medline Plus. 2013. Available from:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001463.htm. Accssed at

July 20th 2014.

20. Lin RL, Janniger CK. Pityriasis Alba. In: Pediatric Dermatology. Volume

76. Newark: New Jersey Medical School; 2005. p. 21-24.

15