referat polip hidung
DESCRIPTION
kTRANSCRIPT
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
BAB I
PENDAHULUAN
FK UPH - SHLV1
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
BAB II
PEMBAHASAN
A.DEFINISI
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak
cairan di dalam rongga hidung (polip edematosa), berwarna putih
keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip yang sudah
lama dapat berubah menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-
merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya
multiple dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila
sering tunggal dan tumbuh kea rah bilakang, muncul di nasofaring dan
disebut polip koanal.
B.EPIDEMIOLOGI
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan,
dari usia anak-anak hingga usia lanjut. Bila ada polip pada anak-anak
dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel
atau meningoensefalokel.
Dahulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya
rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi mungkin banyak penelitian
yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat ini
menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan
pasti.
FK UPH - SHLV2
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
C.ANATOMI
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas
ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Batang hidung (dorsum nasi)
3. Puncak hidung (tip)
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan
yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu
M. Nasalis pars transversa & M.Nasalis pars allaris yang berfungsi
untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Batas atas
nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar),
antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang
FK UPH - SHLV3
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi
oleh :
Superior : os frontal, os nasal, os maksila
Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago
alaris mayor & kartilago alaris minor.
Dengan adanya kartilag tersebut maka nasi eksternus bagian
inferior menjadi fleksibel.
Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi
dua ruangan yang membentang dari nares dampai koana (aperture
posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus
sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas-batas
kavum nasi, diantaranya :
a. Posterior : berhubungan dengan nasofaring
b. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribiformis etmoidale, krpus
sfenoidale dan sebagian os vomer
c. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hamper
horizontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar lebih lebar
disbanding atap. Bagian ini dipisahkan dengan kavum oris
oleh palatum durum.
d. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi, septum nasi
dilapisi oleh kulit, jaringan subkutam dan kartilago alaris
mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini
disebut sebagai pars membranosa (kolumna/kolumela).
e. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os. Medial, os. Maksila, os.
Lakrimal, os. Etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os.
Sfenoid.
FK UPH - SHLV4
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologic dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu.
FK UPH - SHLV5
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang
mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada
bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang0kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa.
Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lender (mucous blanket) pada
permukaannya. Palut lender ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan
sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi
yang penting. Dengan gerakan silia yang teatur, palut lender di
dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan
demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya
sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke
dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan
menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan
FK UPH - SHLV6
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat
– obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka
superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified
columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga
macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor
penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
PATOGENESIS
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik
(sinusitis kronik & rhinitis alergi), disfungsi saraf otonom serta
predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan
mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal.
Terjadi prolapse submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan
pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan
natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga
terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf
vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan
regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari
sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi
polip.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung
dengan membentuk tangkai. Biasanya terjadi di sinus maksila,
FK UPH - SHLV7
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan
turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran
secret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunya
riwayat rhinitis alergi karena pada rhinitis alergi terutama rhinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya
variasi musim sehingga allergen terdapat sepanjang tahun. Begitu
sama dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus media.
D.GAMBARAN KLINIS
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa
sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama
semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat
menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat
sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis
dengan keluhan nyeri kepala dan rinorea.
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama adalah
bersin dan iritasi pada hidung. Bila disertai infeksi sekunder mungkin
didapatkan post nasal drip dan rinorea purulen. Gejala sekunder yang
dapat timbul adalah bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis,
gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
Dapat juga menyebabkan gejala pada saluran napas bawah,
berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi
dengan asma.
E. DIAGNOSIS
Anamnesis
FK UPH - SHLV8
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya adalah
hidung tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan
semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa
ada massa didalam hidung dan sulit membuang ingus. Gejala
lain adalah gangguan penciuman. Gejala sekunder dapat terjadi
bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa adanya
post nasal drip, sakit kepala, nyei pada wajah, suara nasal
(bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur
dan penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus ditanyakan
riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspririn dan
alergi obat serta makanan.
Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas
hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran
batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anrerior polip hidung
seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai
polip (konka polipoid). Perbedaannya adalah massa berwarna
pucat berasal dari meatus medius, bertangkai, mudah
digerakkan, konsistensi lunak, tidak nyeri bila ditekan, tidak
mudah berdarah dan pada pemakaian vasokonstrikor (kapas
adrenalin) tidak mengecil.
Pembagian polip hidung menurut Mackay dam Lund
(1997), yaitu :
o Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius.
o Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius,
tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi
rongga hidung.
o Stadium 3 : polip yang massif.
FK UPH - SHLV9
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
Pemeriksaan Penunjang
a)Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskopi (teleskop) akan sangat
membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium
1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan
nasoendoskopi.
Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat
tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus
maksila.
b)Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan
lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan
FK UPH - SHLV10
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
adanya batas udara cairan didalam sinus, tetapi kurang
bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi
computer (CT-Scan) sangat bermanfaat untuk melihat
dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal
apakah ada proses peradangan, kelainan anatomi, polip
atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal.
F. DIAGNOSIS BANDING
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri-cirinya
sebagai berikut :
Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah berdarah
Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior cukup mudah untuk
membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian
vasokonstriktor yang juga harus hati-hati pemberiannya pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler karena bias menyebabkan
vasokonstriksi sistemik, meningkatkan tekanan darah yang berbahaya
pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.
POLIP POLIPOID MUKOSA
Bertangkai, dapat digerakkan Tidak bertangkai, sukar
digerakkan
Konsistensi lunak Konsistensi keras
Tidak nyeri bila ditekan Nyeri pada penekanan
Tidak mudah berdarah Mudah berdarah
Berwarna putih kebiruan Berwarna merah muda
FK UPH - SHLV11
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
Tidak mengecil pad pemberian
vasokonstriktor
Mengecil pada pemberian
vasokonstriktor
G.PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan pada polip nasi adalah menghilangkan
keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mecegah rekurensi polip.
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan
kortikosteroid :
1. oral, misalnya prednisone 50 mg/hari atau dexamethasone selama
10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan-lahan (tapering off).
2. Suntikan intrapolip, misalnya Triamsinolon asetonid atau prednisone
0.5 cc, tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya hidung.
3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan
obat untuk rhinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai
larutan pengobatan kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini
sangat kecil, sehingga lebih aman.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ekstraksi polip
(polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila
terdapat sinusitis, perlu dilakukan drainase sinus. Oleh karena itu
sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk
melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu,
pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus
dan adanya perdarahan pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh
dilupakan.
Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar polip
setelah pemberian dekongestan dan anestesi local. Pada kasus polip
yang berulang-ulang, perlu dilakukan operasi etmoidektomi oleh
karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi ada
FK UPH - SHLV12
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
dua cara, yakni :
1. intranasal
2. ekstranasal
Yang terbaik adalah bila tersedia fasilitas endoskopi maka dapat
dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus ENdoskopi Fungsional).
H.PROGNOSIS
Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap
berlanjut. Rekurensi dari polip umummya terjadi bila adanya polip yang
multiple. Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang
terjadi relaps.
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu
pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya
alergi. Terapi yang paling ideal pada rhinitis alergi adalah menghindari
kontak dengan allergen penyebab dan eliniasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan
atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bias
mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan
dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat
dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi,
yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak memberikan
hasil yang memuaskan.
FK UPH - SHLV13