refrat 7712 interna fix

20
BAB I Pendahuluan Sindrom metabolik pada awalnya diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau Reaven atau sindrom resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransi glukosa dan dislipidemia Pada tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari hiperinsulinemia, dislipidemi, obesitas sentral dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin sebagi titik sentral dari komponen faktor resiko. Selanjutnya NCEP ATP III melakukan modifikasi dengan kumpulan faktor resiko yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa, dimana semua komponen dari faktor resiko saling berhubungan satu sama lain.(Bethene,2009) Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring dengan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia. (Soegondo, 2006) Hal ini berkaitan dengan penelitian yang berkembang sekarang bahwa obesitas sentral berperan dalam menyebabkan resistensi insulin yang berperan penting dalam patofisiologi sindrom metabolik.(Amy,2007) Pada penelitian Soegondo (2004) didapatkan prevalensi sindrom metabolik adalah 13,13%. Penelitian lain yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan

Upload: amstronk08

Post on 19-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat 7712 Interna Fix

BAB I

Pendahuluan

Sindrom metabolik pada awalnya diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama

sindrom X atau Reaven atau sindrom resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko

yang terdiri dari hipertensi, intoleransi glukosa dan dislipidemia Pada tahun 1999, WHO

mengubahnya menjadi sindrom metabolik dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari

hiperinsulinemia, dislipidemi, obesitas sentral dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin

sebagi titik sentral dari komponen faktor resiko. Selanjutnya NCEP ATP III melakukan

modifikasi dengan kumpulan faktor resiko yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia,

hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa, dimana semua komponen dari faktor resiko

saling berhubungan satu sama lain.(Bethene,2009)

Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring dengan prevalensi obesitas yang terjadi

pada populasi Asia. (Soegondo, 2006) Hal ini berkaitan dengan penelitian yang berkembang

sekarang bahwa obesitas sentral berperan dalam menyebabkan resistensi insulin yang berperan

penting dalam patofisiologi sindrom metabolik.(Amy,2007)

Pada penelitian Soegondo (2004) didapatkan prevalensi sindrom metabolik adalah 13,13%.

Penelitian lain yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik

menggunakan kriteria NCEP-ATP III dengan modifikasi Asia terdapat 25,7% pria dan wanita

25%

Page 2: Refrat 7712 Interna Fix

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko yang terdiri dari

obesitas sentral, dislipidemia (meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL),

hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah

puasa. Disfungsi metabolik ini dapat menimbulkan konsekuensi klinik yang serius berupa

penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan

hati non-alkoholik.

2.2 Epidemiologi

Sindrom Metabolik mempunyai prevalensi yang bervariasi tergantung pada definisi yang

digunakan dan populoasi yang diteliti. Bertambahnya usia dan berat badan meningkatkan

prevalensi sindrom metabolic. Berdasarkan data dari Third National Health and Nutrition

Examination Survey (1988 – 1994), prevalensi sindrom metabolic (dengan menggunakan criteria

NCEP-ATP III) bervariasi 16% pada laki-laki kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Di

Amerika, faktor primer penyakit kardiovaskular karena sindrom metabolic melebihi merokok.

Dikarenakan bertambahnya populasi penduduk yang berusia lanjut dan yang mengalami obesitas

lebih dari 50%. Sedangkan di Indonesia berdasarkan penelitian semiardji pada pekerja PT.

Krakatau steel didapatkan prevalensi sebesar 15,8% pada tahun 2005 dan meningkat 19,7% pada

tahun 2007. Kejadian ini meningkat dengan adanya pengaruh gaya hidup yang kurang sehat

dalam aktifitas fisik dan konsumsi sehari-hari. (Amy, 2007).

2.3 Etiologi

Etiologi dari sindrom metabolic bersifat multifactor. Resistensi insulin yang berhubungan

dengan obesitas sentral yang ditandai dengan timbunan lemak visceral adalah penyebab primer

yang mengakibatkan gangguan metabolic yang ditemukan pada sindrom metabolic. Stress

oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan dan

Page 3: Refrat 7712 Interna Fix

pembentukan atheroma diduga menjadi mediasi hubungan antara resistensi insulin dan penyakit

kardiovaskular. Suatu studi menyatakan bahwa obesitas abdominal, resistensi indulin dan

displipidemia dialami pada individu yang kadar kortisol didalam serum (disebabkan oleh stress

kronik) meningkat. (Aquailante, 2008)

2.4 Diagnosis

Setelah Reaven pada tahun 1988 mencanangkan sindrom resistensi insulin, maka WHO

1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yang memberi persyaratan harus ada

komponen resistensi insulin atau hiperinsulinemia yang ditandai dengan kadar glukosa darah

puasa > 110 mg/dl ditambah dengan komponen lain. Berikut tabel kriteria diagnosis sindrom

metabolik menurut WHO (1999)

Faktor resiko Nilai batas

Hiperinsulinemia ≥110 mg/dl (GPD)

Tekanan darah >160/90 mm/Hg

Trigliserida ≥150 g/dl

HDL Pria

Wanita

<35 mg/dl

<39 mg/dl

Obesitas abdominal (Lingkar Pinggang)

Pria

Wanita

>0,90

>0,85

Mikroalbuminuria

Rasio albumin:kreatinin >30 mg/gr

Berdasarkan atas kriteria WHO 1999 maka jelas komponen resistensi insulin dalam hal

ini diabetes mellitus dan atau resistensi glukosa terganggu merupakan titik sentral dari komponen

faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Pada dasarnya semua komponen dari sindrom metabolik

terkait satu sama lain sehingga dengan penanganan salah satu dari komponen akan memberi

dampak positif pula pada komponen lain.

Selanjutnya NCEP ATP III merekomendasikan sindrom metabolik dengan kriteria

berbeda dimana gangguan resistensi insulin tidak dimasukkan dalam salah satu persyaratan

Page 4: Refrat 7712 Interna Fix

melainkan memasukkan dalam kedudukan yang sejajar dengan komponen lainnya. Menurut

rekomendasi ATP III, dikatakan sindrom metabolik apabila ditemukan 3 atau lebih komponen

yang ada pada satu subjek. Berikut kriteria diagnosis sindrom metabolik menurut ATP III dan

ATP III yang dimoifikasi.

Faktor risiko NCEP ATP III NCEP ATP III

(Modifikasi)

Obesitas abdominal

Lingkar perut pria

Wanita

>102

>88

≥ 90 cm

≥80 cm

Hipertrigliseridemia ≥150 ≥150

HDL Pria

Wanita

<40

<50

<40

<50

Hipertensi ≥130/85 ≥130/85

GDP ≥110 ≥110

Selanjutnya klasifikasi ATP III mengalami modifikasi khusus bagi orang Asia dimana

lingkar pinggang dianggap terlalu besar untuk orang Asia dimana lingkar pinggang orang Asia

untuk laki-laki adalah ≥ 90 cm dan wanita ≥ 80 cm. Komponen lainnya tetap sama sebagaimana

ATP III. Namun, jika dilihat dari kriteria diagnosis WHO dan NCEP ATP digunakan glukosa

darah puasa terganggu.

2.6 Faktor Resiko

Menurut Mallos(2008), ada 4 faktor resiko yang menyebabkan sindrom metabolic:

Page 5: Refrat 7712 Interna Fix

1. Genetic

Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa orang yang mempunyai riwayat

keluarga hipertensi dan diabetes mellitus menderita sindrom metabolic.

2. Obesitas sentral

Obesitas sentral adalah faktor resiko utama dalam perkembangan sindrom

metabolic. Penyebab dari berbagai gangguan yang dapat berkembang dari sindrom

metabolic adalah resistensi insulin yang merupakan faktor resiko utama dalam obesitas

sentral.

3. Kurangnya aktifitas fisik

Ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energy menjadadi

penyebab obesitas karena kurangnya aktifitas fisik.

4. Usia

Sebuah studi di Amerika menyatakan seiring dengan peningkatan usia jumlah

orang dengan sindrom metabolic meningkat. Hal ini karena ditemukannya

prevalensi sindrom metabolic pada usia 20-29 tahun sebesar 6,7% dan pada usia

60-69 tahun sebesar 43,5%.

2.6 Patofisiologi

Patofisiologi dari sindrom resistensi insulin bersifat multifactor. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa tanpa mengesampingkan faktor lainnya dalam sindrom metabolic, resistensi

insulin dan obesitas sentral merupakan patofisiologi dasar yang berkaitan erat satu sama lain.

1. obesitas sentral

obesitas disebabkan oleh banya faktor tetapi mempunyai prinsip dasar yang sama

yaitu ketidakseimbangan dalam penyimpanan dan pengeluaran energy. Di dalam jaringan

lemak tertimbun energy yang tidak efektif yang dimasukkan dalam tubuh.

Page 6: Refrat 7712 Interna Fix

Pada obesitas dibagi menjadi 2 tipe yaitu obesitas perifer dan sentral.penimbunan

lemak didalam tubuh melebihi nilai normal didaerah abdomen disebut obesitas sentral.

Sedangkan obesitas didaerah gluteofemoral disebut obesitas perifer. (Sherwood, 2006)

Obesitas sentral merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam mencetuskan

terjadinya resistensi insulin. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin,

qntara lain:

a. Lipotoksisitas

Glukosa menghambat sekresi insulin karena pengeluaran insulin basal pada

sel beta pancreas ditingkatkan oleh pemaparan asam lemak bebas yang lama.

Selain itu asam lemak bebas juga dapat maenghambat ekspresi insulin pada

keadaan glukosa plasma yang tinggi dan menginduki apoptosis sel beta pancreas.

Resistensi insulin pada organ hati dan otot disebebkan oleh asam lemak

bebas yang meningkat dan menggaggu kemampuan insulin untuk menghambat

penghasilan glukosa hepatic dan menghambat pemasokan glukosa ke dalam otot

skelet , dan juga menghambat sekrsi insulin dari sel beta pancreas.

b. Adipositokin

Sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak seperti TNF-α, IL-6 dan

resistin dapat mencetuskan terjadinya resistensi insulin karena adanya efek

proinflamasi. Efek-efek ini dapat mengganggu fungsi GLUT-4 sebagai transporter

glukosa sehingga tidak dapat memasukkan glukosa ke dalam sel.

Jaringan lemak yang dulu dianggap sebagai deposit trigliserid ternyata

mempunyai fungsi endokrin sitokin dengan menghasilkan hormon TNF-α, leptin,

interleukin 6, resistin. TNFα, interleukin dan resitin menyebabkan resistensi

insulin sedang adiponektin dan leptin menghambat resistensi insulin.

- Adinopektin

Page 7: Refrat 7712 Interna Fix

Adinopektin adalah protein sekretorik mirip kolagen yang dihasilkan oleh

sel lemak. Kadar adinopektin dalam serum berbanding terbalik dengan berat

badan. adinopektin juga memiliki peran dalam meningkatkan sensitifitas insulin,

anti-inflamasi dan anti-aterogeni

- Leptin

Kadar leptin serum sangat berhubungan dengan ekspresi mRNA leptin

pada sel lemak dan kadar trigliserida dalam sel tersebut. Tempat kerja leptin di

hipotalamus, dimana leptin bekerja sebagai regulator pemasukan dan pengeluaran

energi. Leptin memiliki efek menurunkan sintesis lemak, menurunkan sintesis

trigliserida dan meningkatkan oksidasi asam lemak sehingga bisa meningkatkan

sensitifitas insulin. Selain itu leptin berfungsi menurunkan nafsu makan dan

meningkatkan penggunaan energi.

- Interleukin-6

IL-6 adalah sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak dimana peningkatan

kadarnya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah dan ukuran sel lemak. IL-6

disekresi 2-3 kali lebih banyak oleh jaringan lemak viseral daripada jarigan lemak

subkutan pada orang yang obes berat.IL-6 memiliki sifat pro-inflamasi yang dapat

dihubungkan dengan terjadinya resistensi insulin. IL-6 diperkirakan dapat

Page 8: Refrat 7712 Interna Fix

mengirimkan sinyal-sinyal secara sistemik untuk menurunkan sensitifitas sel

terhadap insulin khususnya sel hati.

- Resistin

Resistin adalah hormon yang diekspresi dan disekresi oleh sel lemak. Ekspresi

gen resistin diinduksi pada saat diferensiasi sel lemak. Resistin diperkirakan

memiliki peran dalam obesitas dan resistensi insulin.

- TNF –α

Sel lemak merupakan sumber dan target dari sitokin TNF-α. Orang yang

mengalami obesitas mengekspresikan mRNA TNF-α 2-3 kali lebih banyak

daripada orangbkurus. Kadar TNF-α akan menurun dengan penurunan berat

badan. Efek TNF-α pada jaringan lemak yaitu penurunan eksresi transporter

glukosa GLUT-4 dan peningkatan hormon lipase. TNF-α memiliki potensi untuk

mencetuskan resistensi insulin karena glukosa plasma yang masuk ke sel

berkurang.

2. Resistensi insulin

Perkembangan resistensi insulin pada sindrom metabolik disebabkan oleh

banyaknya asam lemak bebas yang beredar di plasma pada orang dengan obesitas sentral.

Berdasarkan gambar diatas, adanya resistensi insulin ini akan semakin

meningkatkan pemecahan asam lemak bebas (lipolisis) di jaringan adiposa yang

menyebabkan terjadinya beberapa gangguan pada sistem organ antara lain:

- Jaringan otot

Terjadi penurunan ambilan glukosa (Glucose uptake)

- Hati

Terjadi peningkatan pemecahan glukosa di hati (glukoneogenesis)

- Pankreas

Page 9: Refrat 7712 Interna Fix

Terjadi peningkatan sekresi insulin oleh sel-β pancreas

- Pembuluh darah

Terjadinya vasokonstriksi dan penurunan relaksasi pembuluh darah akibat

penurunan Nitrit oxide.

Resistensi insulin dapat menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam

lemak bebas yang dapat meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sebagai kofaktor dari

trigliserid dan VLDL. Pada hipertrigliseridemia terjadi penurunan isi ester kolesterol dari

inti lipoprotein menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan peningkatan beragam

trigliserida menjadikan partikel kecil dan padat. Hal ini menyebabkan peningkatan

bersihan HDL di sirkulasi.

Hipertensi pada sindrom metabolik dapat disebabkan oleh mekanisme yang sulit

dipisahkan satu sama lain karena adanya resistensi insulin dan obesitas. Adanya resistensi

insulin akan mengganggu produksi endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS) sehingga

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.

Selain itu, obesitas juga dapat menimbulkan hipertensi melalui beberapa

mekanisme berikut:

- Pada individu obese terjadi peningkatan volume darah, stroke volume dan

cardiac output sehingga terjadi peningkatan peripheral vascular resistance pada individu

obese yang dapat menimbulkan kondisi hipertensi

- Obesitas dikaitkan dengan disfungsi endotel, resistensi insulin, perubahan sistem

saraf simpatik, dan pelepasan mediator proinflamasi (Tumor Necrosis Factor/TNF-α dan

Intrleukin/IL-6) sehingga terjadi peningkatan peripheral vascular resistance

2.7 Evaluasi Klinis

Page 10: Refrat 7712 Interna Fix

Evaluasi klinis yang dilakukan terhadap individu yang dicurigai mengalami sindrom

metabolic, yaitu:

1. Anamnesis, tentang:

- Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya

- Riwayat afanya peruahan berat badan

- Aktifitas fisik sehari-hari

- Asupan makan sehari-hari

2. Pemeriksaan fisik, meliputi:

- Pengukuran tinggi daban, berat badan dan tekanan darah

- Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)

- Pengukuran lingkar pinggang

3. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

- Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.

- Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA ( homeostasis model assessment) untuk

menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian

dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis

- Highly sensitive C-reactive protein

- Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.

- USG

- USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini

dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.

2.8 Penatalaksanaan

Saat ini, belum diketahui adanya studi acak terkontrol khusus untuk membahas penatalaksanaan

Sindrom Metabolik. Penatalaksanaan agresif mengenai Hasil studi klinis menyatakan bahwa

Sindrom Metabolik diketahui dapat membantu mencegah atau memperlambat onset diabetes,

penyakit kardiovaskular dan hipertensi. Penderita Sindrom Metabolik dapat diterapi dengan

pendekatan utama melalui motivasi agar merubah kebiasaan makan dan latihan fisik. Selain itum

salah satu aspek yang dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik serta mengurangi

semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular adalah turunnya berat badan. Meskipun

demikian, sebagian besar pasien mengalami keuslitan untuk mengurangi berat badan. Perubahan

Page 11: Refrat 7712 Interna Fix

perilaku makan dan latihan fisik dapat menormalkan kadar lipid dan menurunkan tekanan darah

sehingga ketahanan insulin menjadi lebih baik (Yunita, 2011).

1. Latihan fisik

Menurut Yunita (2011), otot rangka merupakan target utama terbentuknya ketahanan atau

resistensi insulin. Selain itu, otot rangka adalah jaringan dalam tubuh yang memiliki

sensitivitas tertinggi terhadap insulin. Turunnya kadar lipid dan resistensi insulin dalam otot

rangka telah dibuktikan dengan melakukan aktivitas dan latihan fisik.Sensitivitas insulin oleh

pengaruh latihan fisik dapat dilihat dalam kurun waktu 24-48 jam serta hilang dalam 3-4 hari.

Oleh sebab itu, upaya untuk memperbaiki resistensi insulin dapat dilakukan dengan

beraktivitas fisik secara teratur dan secara jangka panjang, contohnya latihan fisik aerobic

dan ,emggunakan beban. Untuk mencapai hasil terbaik dalam latihan beban, dumbbell ringan

dan elastic exercise band dapat menjadi pilihan utama. Di sisi lain, jogging dan berjalan

selama setidaknya 1 jam per hari terbukti pada laki-laki dapat menurunkan lemak visceral

tanpa mengurangi kalori yang diperlukan oleh tubuh.

2. Diet

Dampak diet yang paling utama terhadap Sindrom Metabolik adalah turunnya risiko diabetes

mellitus dan penyakit kardiovaskular. Perilaku diet rendah sodium telah terbukti dapat

membantu mempertahankan gula darah. Beberapa penleitian lain menunjukkan hasil yang

positif mengenai pengaruh diet terhadap penyakit kardiovaskular dan turunnya berat badan.

Ada berbagai macam diet yang dapat berpengaruh pada Sindrom Metabolik selain yang

disebutkan di atas, seperti diet rendah lemak dan diet rendah karbohidrat.

3. Medikamentosa

Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai pengaturan berat badan adalah sibutramin dan

orlistat. Efek sibutramin timbul dalam bentuk rasa kenyang dan bertahannya pengeluaran

energi. Sedangkan efek metabolik sibutramin dapat dirasakan setelah 24 minggu dan disertai

dengan aktivitas fisik dan diet dalam penurunan berat badan akan memperbaiki kadar

trigliserida dan kolesterol HDL. Sebagai contoh, hipertensi pada Sindrom Metabolik dapat

memanfaatkan ACE-inhibitor yang berguna untuk regresi hipertrofi ventrikel.

Page 12: Refrat 7712 Interna Fix

Pilihan terapi lainnya di samping memodifikasi gaya hidup adalah terapi obat. Misalnya,

terapi menggunakan gemfibrozil dapat menurunkan risiko kardiovaskuler di samping

memperbaiki profil lipid. Begitu juga dengan dampak fenofibrat yang berguna untuk

menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, yang berakibat pada

berkurangnya risiko kardiovaskular dan meningkatnya perbaikan profil lipid.

BAB III

Page 13: Refrat 7712 Interna Fix

Kesimpulan

Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko yang terdiri dari

hipertensi, gangguan toleransi glukosa, obesitas sentral dan dislipidemia yang ditandai dengan

meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL yang dapat menimbulkan

konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus tipe 2, sindrom

ovarium polikistik dan perlemakan hati non-alkoholik.

Sindrom metabolik dapat didiagnosis dengan menggunakan kriteria NCEP ATP dengan

modifikasi. Faktor resiko yang mendasari terdiri dari faktor genetik, diet, inaktifitas fisik dan

usia. Patofisologi mendasar terjadinya gangguan adalah obesitas sentral dan resistensi insulin.

Tindakan pengobatan sangat bermanfaat untuk mencegah manifestasi klinis akibat

perkembangan penyakit.

Daftar Pustaka

Page 14: Refrat 7712 Interna Fix

Bethene, Ervin. Prevalence of Metabolic Syndrome Among Adults 20 Years of Age and Over, by Sex, Age, Race and Ethnicity, and Body Mass Index: United States, 2003–2006. 2009. Division of Health and Nutrition Examination Surveys

Sugondo, Sidartawan. Sindrom Metabolik dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006: pg 1871-1872

Amy Z. Fan. Etiology of the Metabolic Syndrome. 2007. Current Cardiology Review pg. 232-239

Aquilante, Christina and Joseph P. Vande Griend. Metabolic syndrome. 2008. BCPS

Sherwood, Lauralee. Organ endokrin perifer dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem hal. 661-667. 2006. EGC

Mallos, Crina Frincu. Endothelial Dysfunction in Metabolic Syndrome May Predict Cardiovascular Risk. 2008. NJHS,Baltimore, Marylan.

Renaldy,oly. Peran adinopektin terhadap kejadian resistensi insulin pada Sindrom metabolik. 2009. FK. UGM

Nurtanio, Natasha&Sunny Wangko. Resistensi insulin pada obesitas sentral. 2006. BLK Biomed,.Volume 3:89-96

Sutomo Kasiman. Pengaruh Makanan Pada Sindrom Metabolik 2011. J Kardiol Indones;32:24-26

Scott M,G et al. Diagnosis and Management of the Metabolic Syndrome. An American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute Scientific Statement. 2008:1823-1835