refrat ctev (bedah)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Congenital Talipes Equinovarus Merupakan suatu kelainan bawaan yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir, mudah diagnosis, tapi koreksi sepenuhnya sulit dilakukan.
Sering ditemukan karena ketidak tahuan keluarga penderita, sehingga kelainan menjadi
terbengkalai. Clubfoot adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas
umum dimana kaki berubah dari posisi yang normal. Congenital Talipes Equino-varus (CTEV)
atau biasa disebut Clubfoot merupakan deformitas yang umum terjadi pada anak-anak.
Clubfoot sering disebut juga CTEV (CongenItal Talipes Equino Varus) adalah
deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki
depan, dan rotasi media dari tibia (Principles of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata
talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan
penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda)
+ varus (bengkok ke arah dalam/medial).
CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang paling sering terjadi seperti
dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM, dengan gambaran klinis tumit yang
bergeser kebagian dalam dan kebawah, forefoot juga berputar kedalam. Tanpa terapi, pasien
dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri
dan atau disabilitas. Meskipun begitu, hal ini masih menjadi tantangan bagi keterampilan para
ahli bedah ortopedik anak akibat adanya kecenderungan kelainan ini menjadi relaps, tanpa
memperdulikan apakah kelainan tersebut diterapi secara operatif maupun konservatif. Salah satu
alasan terjadinya relaps antara lain adalah kegagalan ahli bedah dalam mengenali kelainan
patoanatomi yang mendasarinya. clubfoot seringkali secara otomatis diangggap sebagai
deformitas equinovarus, namun ternyata terdapat permutasi dan kombinasi lainnya,
seperti Calcaneovalgus,, Equinovalgus dan Calcaneovarus yang mungkin saja terjadi.
BAB II
ANATOMI PEDIS
Gambar 1: Struktur pedis
Tulang-tulang penyusun pedis, terdiri atas:
a. Cal calcaneus
b. Os Naviculare
c. Os cuboideum
d. Os cuneiforme medial
e. Os cuneiforme intermesium
f. Os cuneiforme laterale
g. Os cuboideum
h. Os metatarsa (I-V)
i. Os digitorum phalanges (I-V)
j. Os phalanx proximal (I-V)
k. Os phalanx media
l. Os phalanx distalis
Adapun sendi-sendi yang berada pada Brevis :
o Articulatio tarsometatarsales dan intermetatarsales
-Sendi sinovial dengan jenis plana dan dihubungkan oleh ligamentum dorsalis plantaris
dan interossei
o Articulaio metatarsophalangeal dan interphalange
-Dihubungkan oleh ligamentum transversum profunda sendi-sendi dan kelima jari kaki.
Pedis dibagi dua yaitu Plantar Pedis dan Dorsal Pedis sebagai berikut :
1. Plantar Pedis
Otot otot telapak kaki ada 4 lapisan:
Lapisan 1: M. abductor hallucis, M.flexor digitorum brevis, M.abductor digiti minimi.
Lapisan 2: M.qudratus plantae, mm. lumbricales, tendo M. flexor digitorum longus, tendo
m.flexor hallucis longus
Lapisan 3: M.flexor hallucis brevis, M.abductor hallucis, M.flexor digiti minimi brevis
Lapisan 4: Mm. interossei, tendo m.peroneus longus, tendo m.tibialis posterior
2. Dorsum Pedis
Otot-otot Dorsum Pedis:
M.extensor digitorum brevis dipersyarafi oleh N. peroneus profundus yang fungsinya untuk
ektensio jari pertama, kedua, ketiga serta keempat pada articulatio interphalangea dan
metatarsophalangea.
Arteria Dorsum Pedis:
Arteri dorsalis pedis mulai di depan sendi pergelangan kaki sebagai lanjutan dari arteri tibialis
posterior. Nadi ini dapat diraba dengan mudah. Adapun cabang cabangnya adalah :
1. A. tarsalis ateralis yang menyilang dorsum oedis teoata di bawah sendi
2. A. arcuata yang berjalan ke lateral di bawah tendo ekstensor berhadapan dengan basis
osis metatarsi
3. A.metatarsalis dorsalis I yang memperdarahi kedua sis ibu jari kaki (Snell,2006)
Penderita CTEV mengalami pemanjangan pada ligamen di bawah maleollus literalis yakni
ligamen calcaneofibulare, sehingga sendi diantara tulang-tulang tarsal tidak bisa bergerak seperti
seharusnya dan tulang-tulang pedis mengalami deformitas. Tulang tarsal yang kemungkinan
mengalami deformitas akibat CTEV adalah calcaneuss, talus and navicular.
Gambar 2: Anatomi pada penderita CTEV
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DEFINISI
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau sering disebut Clubfoot adalah fiksasi dari
kaki pada posisi talus menunjuk ke arah bawah (equinus), bagian leher berdeviasi kearah tengah
dan bagian tubuh berotasi sedikit ke luar dalam hubungannya dengan kalkaneus; naviculare dan
seluruh kaki depan bergeser ke tengah dan supinasi.7
3.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insiden CTEV
sebesar 2 kasus setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki dengan
perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. 50% bersifat bilateral.1,7
3.3 ETIOLOGI
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. Pada beberapa
kelainan adanya perkembangan defek fetal dimana terjadi ketidakseimbangan otot invertor dan
evertor. akan tetapi banyak teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :
a. Faktor mekanik intra uteri
adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi
ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan
Browne (1939) mengatakan bahwa adanya oligohidramnion mempermudah terjadinya
penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
b. Herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya mutasi gen
c. Enterovirus (infeksi TORCH).
d. Gangguan perkembangan fetus
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-kasus CTEV.
Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada bayi dengan CTEV
didapatkan adanya muskulus yang tidak berfungsi (muscle wasting) pada bagian
ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis
anterior selama masa perkembangan
e. Defek plasma sel primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV dan 14 kaki
normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus selalu pendek, diikuti rotasi
bagian anterior ke arah medial dan plantar. Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal
tersebut dikarenakan defek dari plasma sel primer.4
3.4 PATOFISIOLOGI
Jaringan Lunak
1. Otot gastroknemius mengecil
2. Tendon Achiles memendek dengan arah mediokaudal dan menyebabkan varus; begitu
pula tendon halucis longus dan digitorum komunis
3. Tendon tibialis anterior dan posterior memendek, sehingga kaki bagian depan (forefoot)
menjadi aduksi
4. Ligament antara talus, kalkaneus, naviculare menebal dan memendek. Fasia plantaris
menebal dan memendek, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi equines dan
membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi
Tulang
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang hampir seluruhnya
masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan inversi yang berlebihan.
Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya melengkung ke medial dan plantar, dan
kaputnya berbentuk baji. Navicular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan
berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah
talus. Bentuk sendi-sendi tarsal relatif berubah karena perubahan posisi tulang tarsal. Forefoot
yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Tulang-tulang
metatarsal tampak fleksi dan makin ke medial makin bertambah fleksi. 5
Gambar 3.4.1: CTEV secara anatomis
Secara histologi dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan gambaran
bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini menyebabkan ligament mudah
diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang dilakukan dengan gentle, tidak
membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa hari berikutnya, yang memungkinkan
dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual
mudah dilakukan.5
Gambar 3.4.2: Foto mikrografi ligament tibionaviculare
3.5 KLASIFIKASI
Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain:
1. Typical Clubfoot:
Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor saja tanpa disertai
kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pengegipan dan dengan
manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang yangbaik atau memuaskan.
a. Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan
intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali pengegipan.
b. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
c. Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan
metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan metode
Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi
dan equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya
waktu menjadi fixed.
d. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani secara
operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.
2. Atypical clubfoot:
Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain. Mulailah
penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih sulit.
a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki yang
gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan
lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki,
terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal
(halaman 22). Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa
disertai kelainan yang lain.
b. Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain
(halaman 23). Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti
tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil kurang
dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang
mendasarinya daripada kaki pengkor nya sendiri.
c. Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
d. Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
e. Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.5
3.6 GAMBARAN KLINIS
Pada CTEV (clubfoot) sudah jelas ditemukan kelainannya sejak baru lahir. Kedua
kakinya berputar dan terpelintir ke dalam sehingga alas kakinya menghadap ke posteromedial.
Lebih tepatnya, pergelangan kaki (ankle) dalam posisi equinus, telapak kaki inversi dan forefoot
dalam keadaan adduksi dan supinasi. Kadang terdapat kelengkungan yang besar (cavus) dan
talus menonjol keluar pada permukaan dorsolateral kaki. Tumit biasanya kecil dan tinggi,
terlihat kurus.
Gambar 3.6.1: Gambaran kaki dengan CTEV
Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan
dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang
membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra
uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan
kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan
menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi
pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi
dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan
terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya.
Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang
kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada
maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis.
Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran
subtalar ke medial.
Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis anterior dan
posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan
memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki
memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.
Bayi harus selalu diawasi untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan misalnya dislokasi
pinggul congenital dan spina bifida. Tidak ditemukannya lipatan mengindikasikan arthogryposis,
lihatlah apakah ditemukan adanya kelainan sendi yang lain.5,6,7
3.7 GAMBARAN RADIOLOGIS
Radiologis
Tiga komponen utama dari kelainan bentuk yang akan jelas tampak pada radiographi:6,7
Fleksi plantar anterior kalkaneus sedemikian rupa sehingga sudut antara sumbu
panjang tibia dan sumbu panjang kalkaneus (tibiocalcaneal sudut) lebih besar dari
90 °
Gambar 3.7.1
Talus diasumsikan tetap fix terhadap tibia. Kalkaneus dianggap yang berputar
menjadi Varus posisi (ke arah garis tengah). Pada tampilan lateral, sudut antara
sumbu panjang talus dan sumbu panjang kalkaneus (talocalcaneal sudut) adalah
kurang dari 25 °,dan 2 tulang hampir sejajar dalam kondisi normal (Gambar 3.7.2-
3.7.3).
Gambar 3.7.2
Gambar 3.7.3
Talocalcaneal sudut kurang dari 15 °, dan 2 tulang tampak tumpang tindih lebih
dari biasanya. sumbu longitudinal melalui tengah landaian (midtalar line) melalui
lateral ke dasar metatarsal pertama, karena adalah medial kaki depan menyimpang
(lihat Gambar 3.7.4-3.7.5)
Gambar 3.7.4
Gambar 3.7.5
Kaki depan supinasi Varus dan meningkatkan konvergensi dari basis metatarsal,
dibandingkan dengan sedikit normal konvergensi (Gambar 3.7.6). Pada
pandangan lateral, tampak gambaran seperti tangga dari tulang metatarsal pada
forefoot varus (Gambar 3.7.7).
Gambar 3.7.6
Gambar 3.7.7
3.8 SCORING CTEV
Gambar 3.8.1 Perhitungan klasifikasi CTEV
Grade 1 ® Benign (score < 5)
Grade 2 ® Moderat (score 5-10)
Grade 3 ® Considerable reducibility (score 10-15)
Grade 4 ® Resistant and partially reducible (score 15-20)8
3.9 PENATALAKSANAAN
3.9.1 TERAPI NON OPERATIF
Dengan penatalaksanaan terapi non operatif, maka pemasangan splint dimulai pada bayi
berusia 2-3 hari. Urutan dari koreksi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Adduksi dari forefoot
2. Supinasi forefoot
3. Equinus7
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi equinus di awal masa koreksi dapat mematahkan
kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot ( kaki seperti kursi goyang ). Tidak
boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Beberapa metode terapi:
a. Ponsetti method
b. French method
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Richard pada 2009, kekambuhan terjadi 29% dari
kaki yang yang telah sukses di terapi menggunakan metode French functional dan 37% terjadi
kekambuhan dari metode Ponseti. Namun pada pemantauan lebih lanjut, terapi dengan metode
poseti menjadi baik sebanyak 72%, dan buruk 16%, sedang dengan menggunakan metode French
functional 67% menjadi baik dan buruk 16%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode
Ponseti dan French functional tidak menunjukkan hasil yang berbeda jauh. Namun orang tua
pasiencenderung memilih metode ponsetti sebagai terapi bagi anaknya dua kali lebih banyak
dibandingkan French Methode karena lebih murah.2,3
3.9.1.1 Metode Ponsetti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode ini
dilakukan secepatnya setelah kelahiran. Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan
observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti. Lebih dari dekade terakhir metode Ponseti telah
diterima diseluruh dunia sebagai metode penanganan kaki pengkor yang paling efektif dan paling
murah. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus
ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki berada dalam posisi adduksi dan plantar
pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar.
Koreksi kaki pengkor dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah disupinasikan
sambil melakukan counterpressure pada aspek lateral caput talus untuk mencegah rotasi talus di
ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) dengan baik akan mempertahankan kaki
dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak boleh diregangkan melebihi batas ”kewajaran” nya.
Setelah 5 hari, ligamen dapat diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat koreksi lebih lanjut.
Tulang dan sendi akan mengalami remodelling tiap kali gips diganti karena sifat jaringan ikat,
kartilago dan tulang yang akan berubah mengikuti perubahan arah stimulus mekanik.
Bandingkan posisi normal tulang tarsal [1 kiri] dengan kaki pengkor [1 kanan]. Perhatikan
talus [merah] berubah bentuk dan navicular [kuning] bergeser ke medial. Kaki memuntir (rotasi)
mengelilingi caput talus [panah biru]. Koreksi Ponseti dicapai dengan membalikkan arah rotasi
ini [2]. Koreksi dicapai secara bertahap dengan gips serial. Tehnik Ponseti memperbaiki
deformitas dengan cara merotasikan kaki disekitar caput talus [lingkaran merah] secara bertahap
selama beberapa minggu pengegipan tersebut.5
Gambar 1 Perbandingan kaki normal dengan CTEV
Gambar 2 Koreksi Ponsetti
Metode ini dikerjakan segerea setelah kelahiran (7-10 hari). Bahkan deformitas dari clubfoot
masih dapat dikoreksi dari umur 9 bulan. Terapi yang dimulai dari usia 9 hingga 28 bulan masih
dapat dikoreksi walau tidak sebaik jika terapi kurang dari 9 bulan. Kebanyakan clubfoot dapat
dikoreksi dalam waktu 6 minggu setelah penggunaan enam atau tujuh plaster cast yang diganti
tiap minggunya. Jika deformitas tidak terkoreksi setelah 6 atau 7 kali ganti gips, kemungkinan
besar penanganan selanjutnya akan gagal. Pada semua pasien dengan kaki pengkor unilateral,
kaki pengkor sedikit lebih pendek (rata-rata 1,3 cm) dan lebih sempit (ratarata 0,4 cm) daripada
kaki normal. Panjang tungkai sama, tetapi lingkaran tungkai yang sakit lebih kecil (rata-rata 2,3
cm). Kaki tersebut kuat, fleksibel, dan bebas nyeri. Koreksi ini diharapkan tetap bertahan
sepanjang hayat pasien. Hal ini memberikan kesempatan untuk menjalani masa anak-anak secara
normal dengan kaki yang bebas nyeri dan mobile selama kehidupan dewasa.Metode ini telah
terbukti 90% sukses dalam mengkoreksi clubfoot, namun kegagalan pada umumnya terjadi
karena kaki kaku dengan lipatan yang dalam pada tapak kaki sehingga dibutuhkan koreksi
operasi. 5
Kebanyakan kaki pengkor dapat dikoreksi dengan manipulasi singkat dan gips dalam koreksi
maksimal. Setelah kira-kira 5 kali pengegipan cavus, adduktus, dan varus dapat terkoreksi.
Tenotomi Achilles perkutan dilakukan pada hampir semua kasus untuk menyempurnakan
koreksi equinus, kemudian kaki di gips selama 3 minggu. Koreksi ini dipertahankan dengan foot
abduction brace yang dipakai malam hari sampai anak berumur 2-4 tahun. Kaki yang ditangani
dengan metode ini terbukti kuat, fleksibel dan bebas nyeri, sehingga memungkinkan untuk
menjalani kehidupan yang normal.5,7
Koreksi Gips Ponsetti
1. Menentukan letak kaput talus dengan tepat.
Tahap ini sangat penting. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru) dengan ibu jari dan
jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan metatarsal dipegang dengan tangan B.
Kemudian, geser ibu jari dan jari telunjuk tangan A ke depan untuk dapat meraba caput
talus (garis merah) di depan pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial dan
tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba penonjolan
bagian lateral dari caput talus (merah) yang hanya tertutup kulit di depan malleolus
lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat diraba dibawah caput talus. Dengan
menggerakkan forefoot dalam posisi supinasi kearah lateral, kita dapat meraba navicular
bergeser -- meskipun sedikit -- didepan caput talus sedangkan tulang calcaneus akan
bergerak ke lateral di bawah caput talus.
2. Mengurangi Cavus
Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan memposisikan kaki
depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki belakang ( hindfoot). Cavus,
yang merupakan lengkungan tinggi di bagian tengah kaki [1 garis lengkung kuning],
disebabkan oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada
bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari pertama dan metatarsal pertama maka
arcus longitudinal kaki kembali normal [2 dan 3]. Forefoot disupinasikan sampai secara
visual kita dapat melihat arcus plantar pedis yang normal -- tidak terlalu tinggi ataupun
terlalu datar. Alignment (kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk mencapai arcus
plantaris yang normal sangat penting agar abduksi -- yang dilakukan untuk mengoreksi
adduksi dan varus -- dapat efektif.
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
3. Long Leg Cast
Setelah kaki dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long leg cast
untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan.
a. Manipulasi Awal Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu. Tumit
tidak disentuh sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersama-sama dengan kaki [4].
Gambar 4
b. Memasang padding Pasang padding yang tipis saja [5] untuk memudahkan molding.
Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan cara memegang jari-
jari dan counter pressure pada caput talus selama pemasangan gips.
Gambar 5
c. Pemasangan Gips Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian lanjutkan gips
sampai paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran disekeliling jari-jari kaki [6]
kemudian ke proksimal sampai lutut [7]. Pasang gips dengan cermat. Saat memasang
gips diatas tumit, gips dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips
”dilingkarkan” di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk
pergerakan jari-jari.
Gambar 6 dan 7
d. Molding gips Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan menggunakan gips.
Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan menekan caput talus dengan ibu jari
terus menerus, tapi ”tekan-lepas-tekan” berulangkali untuk mencegah pressure sore.
Molding gips di atas caput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi [1].
Perhatikan ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas caput talus sedangkan
tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus plantaris dimolding
dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau rocker-bottom deformity. Tumit
dimolding dengan baik dengan ”membentuk” gips di atas tuberositas posterior
calcaneus. Malleolus dimolding dengan baik. Proses molding ini hendaknya
merupakan proses yang dinamik, sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk
menghindari tekanan yang berlebihan pada satu tempat. Molding dilanjutkan sambil
menunggu gips keras.
Gambar 1
e. Lanjutankan gips sampai paha Gunakan padding yang tebal pada proksimal paha
untuk mencegah iritasi kulit [2]. Gips dapat dipasang berulang bolak-balik pada sisi
anterior lutut untuk memperkuat gips disisi anterior [3] dan untuk mencegah terlalu
tebalnya gips di fossa poplitea, yang akan mempersulit pelepasan gips.
Gambar 2 dan 3
f. Potong gips Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari [4] dan
potong gips dibagian dorsal sampai mencapai sendi metatarsophalangeal. Potong gips
dibagian tengah dulu kemudian dilanjutkan kemedial dan lateral dengan
menggunakan pisau gips. Biarkan bagian dorsal semua jari-jari bebas sehingga dapat
ekstensi penuh. Perhatikan bentuk gips yang pertama [5]. Kaki equinus, dan forefoot
dalam keadaan supinasi.
Gambar 4 dan 5
Ciri dari abduksi yang adekuat
Pastikan abduksi kaki cukup adekuat terlebih dulu agar kita dapat melakukan dorsofleksi
kaki 0-5° dengan aman sebelum melakukan tenotomi.
a. Tanda terbaik abduksi yang adekuat adalah kita dapat meraba processus anterior
calcaneus yang terabduksi keluar dari bawah talus.
b. Kaki dapat diabduksi sekitar 60 derajat terhadap bidang frontal tibia.
c. Calcaneus neutral atau sedikit valgus. Hal ini ditentukan dengan meraba bagian
posterior dari calcaneus.
Ingat ini merupakan deformitas tiga dimensi dan deformitas ini dikoreksi bersamaan.
Koreksi dicapai dengan mengabduksi kaki di bawah caput talus. Kaki samasekali tidak
boleh dipronasikan.
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutukan
dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles. Tenotomi dilakukan untuk
mengoreksi equinus setelah cavus, adduksi, dan varus sudah terkoreksi baik akan tetapi
dorsofleksi ankle masih kurang dari 10 derajat. Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis.
Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal
minimal menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan
menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup dengan
jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir
dilakukan dengan kaki yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips
dipertahankan hingga 2-3 minggu.
Pelepasan Casting
Lepas setiap cast diklinik sebelum cast yang baru dipasang. Hindari melepas cast
sebelum sampai diklinik karena dapat merusak perbaikan yang sudah ada saat mengganti
cast.
Pilihan untuk melepas
Hindari menggunakan gergaji saat melepas cast karena menakutkan bayi dan
keluarganya, selain itu juga dapat menyebakan luka pada kulit bayi. Lepaslah cast
menggunakan pisau. Rendam cast dalam air kurang lebih 30-45 menit lalu bungkus cast
dengan kais basah sebelum dilepas. Ini dapat dilakukan sebelum pergi ke klinik oleh
orang tua.
Gunakan pisau plester, potong secara oblique untuk menghindari terpotongnya kulit,
lepaslah cast pada bagian atas lutut kemudian lepaslah bagian bawah lutut.
Merendam dan melepas balutan : metode ini efektif namun memerlukan waktu yang
lama. Rendamlah cast dalam air lalu lepas perlahan plester. Agar lebih mudah,
tinggalakan bagian ujung dari plester untuk identifikasi.
3.9.1.2 Bracing
Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi -- sekitar 60-70 deraja (tight-
foot axis). Setelah tenotomi, gips erakhir dipakai selama 3 minggu. Protokol Ponseti
selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk mempertahankan kaki dalam posisi
abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam direkatkan pada sepatu yang
bertelapak kaki lurus dengan ujung terbuka (straight-last open-toe shoes). Abduksi kaki
dengan sudut 60-70 derajat ini diperlukan untuk mempertahankan abduksi calcaneus dan
forefoot serta mencegah kekambuhan (relaps). Jaringan lunak pada sisi medial akan tetap
teregang hanya jika dilakukan bracing setelah pengegipan. Dengan brace, lutut tetap
bebas, sehingga anak dapat ”menendangkan” kaki kedepan sehingga meregangkan otot
gastrosoleus. Abduksi kaki dalam brace, ditambah dengan bar yang sedikit melengkung,
akan membuat kaki dorsofleksi. Hal ini membantu mempertahankan regangan pada otot
gastrocnemius dan tendo Achilles. Ankle-foot orthose (AFO) tidak berguna sebab hanya
menahan kaki lurus dengan dorsofleksi netral.
Aturan pemakaian brace
Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai. Alat ini terdiri dari
sepatu open-toe high-top straight-last shoes yang terpasang pada sebuah batang logam.
Pada kasus unilateral, brace dipasang pada 60-70 derajat eksternal rotasi pada sisi sakit
dan 30-40 derajat eksternal rotasi pada sisi yang sehat. Pada kasus bilateral, brace diatur
70 derajat eksternal rotasi pada kedua sisi. Bar harus cukup panjang sehingga jarak antar
tumit sepatu selebar bahu. Kesalahan yang sering terjadi adalah bar yang terlalu pendek
yang membuat anak merasa tidak nyaman. Bar harus dilengkungkan 5-10 derajat kearah
bawah (menjauhi badan) agar kaki tetap dorsofleksi. Brace harus dipakai sepanjang hari
selama 3 bulan pertama semenjak gips terakhir dilepas. Setelah itu anak harus memakai
brace ini selama 12 jam pada malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total
pemakaian 14-16 jam dalam sehari sampai anak berusia 3-4 tahun.
Pentingnya Bracing
Manipulasi Ponseti dikombinasikan dengan tenotomi perkutan pada umumnya
memberikan hasil excellent. Hanya saja tanpa diikuti dengan bracing yang baik akan
terjadi relaps lebih dari 80%. Sangat jauh berbeda dengan relaps rate 6% pada keluarga
yang taat dalam program bracing ini (Morcuende et al).Managemen Kekambuhan
Setelah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown pertamakali
setelah tenotomi cast diambil, pasien dijadwalkan untuk kontrol.
1. 2 minggu untuk mengontrol apakah terdapat komplikasi
2. 3 bulan kemudian untuk memeriksa ketaatan pemakaian brace pada malam hari
dan tidur siang
3. Setiap 4 bulan hingga usia 3 tahun untuk memonitor pemakaian brace dan relaps
4. Setiap 6 bulan hingga usia 4 tahun
5. Setiap 1 hingga 2 tahun hingga mencapai maturitas otot lurik yaitu usia 4 tahun
Kekambuhan awal pada infant menunjukkan hilangnya koreksi kaki abduksi dan atau
dorsofleksi dan atau kembalinya metatarsal menjadi adduksi. Kekambuhan ini dapat
didiagnosis dengan melihat cara berjalan dari pasien. Pada inspeksi dilihat supinasi dari
forefoot yang menunjukkan kontraksi otot tibialis anterior dan kelemahan peroneal.
Kemudian inspeksi tumit yang menjadi varus. Kekambuhan ini dapat terjadi karena
program bracing yang kurang baik, seperti ketidakseimbangan otot saat pemasangan
brace. 5
3.9.1.2 Gambar Bracing
3.9.2 TERAPI OPERATIF
Transfer Tendon Tibialis Anterior
Indikasi
Transfer dilakukan jika anak telah berusia lebih dari 30 bulan dan mengalami relaps yang
kedua kalinya. Indikasinya adalah varus yang persisten dan supinasi kaki saat berjalan dan
terdapat penebalan kulit disisi lateral telapak kaki.
Koreksi deformitas
Sebelum melakukan transfer, pastikan bahwa setiap deformitas yang menetap telah
dikoreksi dengan dua atau tiga gips. Biasanya varus dapat terkoreksi sedangkan equines
mungkin masih ada. Jika kaki mudah didorsofleksi sampai 100 hanya dilakukan tendon
transfer saja. Bila tidak maka dilakukan tenotomi Achilles.
Tindakan dilakukan dibawah anastesi umum, pasien telentang dengan tourniquet paha.
Dilakukan insisidorsilateral, dipusatkan pada cuneiform lateral. Lokasinya kira-kira pada
proyeksiproksimal metatarsal tiga di depan caput talus. Insisi dorsomedial dilakukan diatas
insersi tendo tibialis anterior. Buka tendo dan potong pada insersinya. Hindari mengiris
terlalu jauh ke distal untuk menghindari cedera pada fisis metatarsal satu. Membuat
anchoring suture dengan benang absorbable ukuran 0. Lakukan penjahitan yang banyak
sepanjang tendo agar dapat difiksasi yang kuat. Tendo ditransfer secara subkutan ke insisi
dorsolateral. Tendo tetap berada dibawah retinakulum dan tendo ekstensor. Bebaskan
jaringan subkutan sehingga tendo dapat berjalan ke lateral secara langsung. Dengan mata bor
membuat lubang ditengah cuneiform lateral yang cukup untuk dilalui tendo. Ditiap-tiap
ujung anchoring suture dpasang jarum yang lurus. Masukkan jarum pertama ke dalam
lubang. Dengan jarum pertama masih didalam lubang, masukkan jarum kedua untuk
menghindari tertusuknya benang pertama oleh jarum kedua. Dengan kaki dalam posisi
dorsofleksi, tarik tendo kedalam lubang bor dengan menarik benang fiksasi kemudian
diikatkan benang-benang tersebut dengan multiple knots. Perkuat fiksasi dengan menjahitkan
tendo ke periosteum pada tempat masuknya tendo kedalam cuneiforme dengan menggunakan
benang absorbable yang besar. Tutup luka dengan jahitan subkutan denagn benang
absorbable. Perkuat dengan plester dan kassa serta pasang long leg cast. Kaki tetap pada
posisi abduksi dan dorsofleksi.
Perawatan pasca pembedahan
Biasanya pasien dirawat inap semalam. Lepas gips setelah 6 minggu. Anak adapat berjalan
dengan kaki menumpu berat badan sesuai toleransi. Setelah operasi penderita tidak perlu
menggunakan brace. Periksa pasien 6 bulan kemudian untuk menilai efek dari transfer tendo.
Pada beberapa kasus diperlukan fisioterapi untuk memulihkan kembali kekuatan dan cara
jalan yang normal.
3.10 DIAGNOSA BANDING
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan
dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.
Arthrogryposis, juga dikenal sebagai Arthrogryposis Multiplex Congenital, adalah
kelainan bawaan yang ditandai dengan beberapa sendi kontraktur dan dapat meliputi
kelemahan otot dan fibrosis non-progresif, namanya berasal dari bahasa Yunani, secara
harfiah berarti 'atau doyan sendi melengkung.
3.11 PROGNOSIS
Angka keberhasilan tergantung pada derajat kekakuan kaki, pengalaman ahli bedahnya,
dan kesungguhan keluarganya. Pada kebanyakan kasus, angka keberhasilan ini
diperkirakan lebih dari 95%. Kegagalan paling sering terjadi pada kasus dengan kaki
yang kaku, disertai lekukan dalam pada telapak kaki dan diatas ankle, diserta cavus yang
berat, otot gastrosoleus yang kecil dengan fibrosis pada betis bawah.5
Bila berdasarkan usia, maka prognosis metode ponsetti terhadap keberhasilan terapi
adalah8
Umur (minggu) Persentasi
keberhasilan
0-6 94%
7-12 66%
13-24 24%
25-36 1%
>36 0,24%
BAB IV
KESIMPULAN
Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau clubfoot adalah deformitas kongenital
padakaki yang paling sering terjadi. CTEV diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe fleksibel
dan tipe rigid. Tipe rigid memiliki deformitas yang berat dan sulit dikoreksi dengan
terapi konservatif.Walaupun demikian segera sesudah lahir, deformitas ini harus
segera mendapatkan manipulasi pasif serta ortose hingga maksimal sebelum terapi operatif
dilakukan.
Fisiatris harus memahami dan menguasai anatomi dan patologi yang terjadi pada kaki
saat melakukan terapi dengan memobilisasi sendi-sendi kaki untuk mengkoreksi deformitas.
Selain itu diperlukan kewaspadaan terjadinya kerusakan potensial yang dapat disebabkan oleh
tehnik yang dilakukan dengan tidak hati-hati dan terlalu memaksa.
Peran orang tua sangat penting karena deformitas ini membutuhkan waktu
yang lama untuk diperbaiki dan mempunyai tingkat kekambuhan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, C. 2009. Schwartz’s Principles of Surgery: Talipes Equinovarus, 1717-1718.
2. Faulks, S., Richard, B. 2009. clubfoot treatmen: ponseti and french fungtional methods are equally effective. www.the journal of bone and join surgery.org.
3. Richards, S., Faulks, S., Rathjen, K., Johnston, C., Jones, S. 2009. A Comparison of Two Nonoperative Methods of Idiopathic Clubfoot Correction: The Ponseti Method and the French Functional (Physiotherapy) Method. www.the journal of bone and join surgery.org.
4. Roye, B., Hyman, J., Roye, D. 2004. Congenital Idiopatic Talipes Equinovarus. www. American Academy of Pediatric.org
5. Staheli, Lynn. 2009. Clubfoot : Ponseti Management Third Edition. www.global-help.org.
6. Shelter, B. 1998. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System: Deformities of the foot, 473-476.
7. Solomon, Louis. 2001. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures : Talipes Equinovarus ( idiophatic clubfoot ), 488-490
8. Wainwright, A., Auld, T., Benson, M., Theologis, T. 2002. The Classification of Conginetal Talipes Equinovarus www.the journal of bone and join surgery.org.