refrat kita
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskuler termasuk
didalammya Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat
yang tinggi, menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk
Amerika menderita CHF. American Heart Association (AHA) tahun 2004
melaporkan 5,2 juta penduduk Amerika menderita gagal jantung, asuransi
kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis
dan pengobatan gagal jantung dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru
gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia.
Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi
dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat
diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.
Saat ini CHF merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang
terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal
jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan
meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, CHF
merupakan penyakit yang paling sering memerlukan pengobatan ulang di
rumah sakit, meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal.
Dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit (SIRS, Sistem Informasi
Rumah Sakit) menunjukkan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada
gagal jantung yaitu sebesar 13,42%.
Menurut ahli jantung Lukman Hakim Makmun dari Divisi Kardiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-
RSCM), di Indonesia data prevalensi gagal jantung secara nasional memang
belum ada. Namun, sebagai gambaran, di ruang rawat jalan dan inap Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23% kasus
2
gagal jantung dari total 11.711 pasien. Sedangkan pada tahun 2005 di Jawa
Tengah terdapat 520 penderita CHF yang pada umumnya adalah
lansia.Sebagian besar lansia yang didiagnosis CHF ini tidak dapat hidup lebih
dari 5 tahun.
Selain itu di RS. Roemani Semarang, kasus penderita jantung
mencapai angka 79 penderita dengan kematian 15 orang pada tahun 2006.
Jumlah tersebut menunjukkan kematian pada penderita gagal jantung
mencapai 18,9% dari penderita yang dirawat. Kemudian pada awal hingga
pertengahan tahun 2007, penderita gagal jantung berjumlah 28 orang,
penderita meninggal berjumlah 7 orang, dengan kata lain mencapai angka
kematian sebesar 25% pada pertengahan tahun, sehingga menunjukkan angka
yang lebih besar jika dibandingkan dengan angka kematian pada tahun 2006.
Berdasarkan data rekam medis RSUP. Dr.Wahidin Sudirohusodo,
jumlah pasien baru rawat inap CHF mengalami peningkatan selama tiga tahun
terakhir , yaitu sebanyak 238 pasien pada tahun 2008, 248 pasien pada tahun
2009 dan sebanyak 295 pasien pada tahun 2010. Sedangkan di RS. Stella
Maris pasien baru rawat inap CHF juga cukup banyak selama tahun 2010
yaitu sebanyak 114 pasien.
Penyebab CHF secara pasti belum diketahui, meskipun demikian
secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap
timbulnya Gagal Jantung. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada
berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung. Berdasarkan
penelitian epidemiologis prospektif, misalnya penelitian Framingham
memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya
disebutkan bahwa kejadian gagal jantung per tahun pada orang berusia lebih
dari 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7 kasus setiap
1000 orang perempuan, dan ditemukan mortalitas pada gagal jantung selama
lima tahun sebesar 62% pada laki-laki dan 42% pada perempuan. (Sani, 2007
dalam Ihdaniyati , 2008). Faktor risiko jantung koroner seperti diabetes dan
merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan
3
dari gagal jantung. Selain itu faktor kolesterol total dengan kolesterol HDL
juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Pada Study CARDIA yang dimulai pada tahun 1985-1986, ditemukan
19% kasus dengan tekanan darah yang tidak terkontrol dan menderita gagal
jantung. Selain itu ditemukan beberapa variabel yang berhubungan dengan
gagal jantung yaitu tekanan diastole yang lebih tinggi, tekanan darah sistolik
yang lebih tinggi, indeks masa tubuh yang lebih tinggi, dan adanya diabetes.
Adapun penelitian lain mengenai CHF adalah NHANES I
Epidemiologic Follow-up Study, yaitu penelitian kohort prospektif yang
dilakukan di Amerika selama kurang lebih 19 tahun, dimana pada 1.382 kasus
CHF, ditemukan insiden CHF adalah positif dan signifikan terkait dengan
seks laki-laki, merokok,kelebihan berat badan, hipertensi , diabetes, dan
penyakit jantung koroner.
Seperti halnya penyakit kardiovaskuler yang lain, CHF tidak lepas dari
gaya hidup yang kurang sehat yang bayak dilakukan seiring berubahnya pola
hidup, seperti konsumsi lemak tinggi, kurang aktivitas, merokok, dan
konsumsi alkohol. Hasil survei di Amerika menemukan bahwa hampir 40%
kebutuhan kalori mereka berasal dari lemak. Kondisi ini sangat beresiko
terhadap kejadian penyakit jantung. Terutama bila konsumsi lemak ini tidak
diiringi dengan konsumsi serat dari buah-buahan dan sayuran yang cukup.
Selain itu, beberapa studi menemukan bahwa alkohol dapat mengurangi risiko
penyakit jantung dan juga dapat meningkatkan molekul tertentu yang dapat
meningkatkan penyakit jantung. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung aritmia.
Alkohol ditemukan menyebabkan gagal jantung pada 2-3% dari kasus. (Santi
Caroline. 2010)
4
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
a) Tujuan dari pembuatan ini adalah untuk mengetahui tentang gagal
jantung kiri (definisi, patofisiologi, etiologi, gejala klinik, dan
pengobatannnya)
b) Untuk memenuhi tugas belajar mandiri
1.2.2 Manfaat
a) Mengetahui definisi, patofisiologi, etiologi, gejala klinik, dan
pengobatan gagal jantung kiri
b) Menambah ilmu pebgetahuan tentang gagal jantung secara umum
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pomppa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan. Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif
terhadap kebutuhan metabolic tubuh, dan penekanan arti gagal ditujukan
pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium
ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium.Gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi
kegagalan jantung sebagai suatu pompa. (Sylvia & Lorraine. 2006)
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal
jantung.Gagal sirkulasi menunjukan ketidakmampuan system kardiovaskular
untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai.Definisi ini mencakup
segala kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi
jaringan, termasuk perubahan volume darah, tonus vascular, dan
jantung.Gagal jantung. (Sylvia & Lorraine. 2006)
Gagal jantung adalah keadaan patifisiologik di mana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi
gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolisme tubuh, dan kedua,
penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi
miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung,
tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan
mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.
6
2.2 Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya:
atrial fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi
maligna atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau
hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high output failure,
gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan (medication-
induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia
berat. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat
diklasifikasikan dalam enam kategori utama:
a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang
tidak terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya
kontraktilitas (kardiomiopati).
b. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
f. Kelainan kongenital jantung.
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus :
a. Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain:
hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh
darah, penyakit jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit
perikardial.
7
b. Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain:
meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani
pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia
akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan,
dan endokarditis infektif. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
Seperti yang telah dibahas, gagal jantung sisi kiri paling sering
disebabkan oleh penyakit jantung sistemik, hipertensi, penyakit katup
aorta dan mitral, dan penyakit miokardium noniskemik. (Robbins &
Contran. 2009)
2.3 Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit sistemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan kebelakang ke dalam pembuluh darah paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan
hidrostatik anaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh
darah, akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik,
akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
meningkatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
(Sylvia & Lorraine. 2006)
8
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkatkan akibat peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahapan
terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi
pada gagal jantung kiri, juga terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan
menyebabkan edema dan ongestif sistemik. (Price & Wilson. 2006)
(BMJ.2010)
Berbagai faktor etiologi dapat berperan menimbulkan gagal jantung
yang kemudian merangsang timbulnya mekanisme kompensasi dan jika
mekanisme kompensasi ini berlebihan, maka dapat menimbulkan gejala-
gejala gagal jantung. Mekanisme kompensasi jantung tersebut
berupa: (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
1. Mekanisme Frank-Starling
Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung
diregangkan selama pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan
9
makin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta atau
arteri pulmonalis. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
Kontraksi ventrikel yang menurun akan mengakibatkan
pengosongan ruang yang tidak sempurna sehingga volume darah yang
menumpuk dlm ventrikel saat diastol (volume akhir diastolik) lebih
besar dari normal. Berdasarkan hukum Frank-Starling, peningkatan
volume ini akan meningkatkan pula daya kontraksi ventrikel sehingga
dapat menghasilkan curah jantung yang lebih besar. (Sitompul, Barita.,
Sugeng, JI. 2003)
2. Hipertrofi Ventrikel
Peningkatan volume akhir diastolik juga akan meningkatkan
tekanan di dinding ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka
akan merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Terjadinya
hipertrofi ventrikel berfungsi untuk mengurangi tekanan dinding dan
meningkatkan massa serabut otot sehingga memelihara kekuatan
kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami hipertrofi akan
meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga mekanisme
kompensasi ini selalu diikuti dengan peningkatan tekanan diastolik
ventrikel yang selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan
atrium kiri. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
10
3. Aktivasi Neurohormonal
Perangsangan neurohormonal mencakup sistem saraf simpatik,
sistem renin-angiotensin, peningkatan produksi hormon antidiuretik
dan peptida natriuretik. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
Penurunan curah jantung dapat merangsang baroreseptor di sinus
carotis dan arkus aorta sehingga terjadi perangsangan simpatis dan
penghambatan parasimpatis yang mengakibatkan peningkatan denyut
jantung, kontraktilitas ventrikel, dan vasokonstriksi vena dan arteri sistemik
sehingga terjadilah peningkatan curah jantung, peningkatan aliran balik vena
ke jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI.
2003)
Penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi arteri
renalis sehingga merangsang reseptor sel juxtaglomerulus yang kemudian
menyintesis renin dan terjadilah hidrolisis angiotensinogen menjadi
angiotensin I, angiotensin I dikonversi menjadi angiotensin II oleh ACE
yang kemudian menginduksi vasokonstriksi dan sekresi aldosteron sehingga
terjadi peningkatan tahanan perifer, retensi natrium dan air yang
mengakibatkan peningkatan alir balik vena ke jantung hingga terjadilah
peningkatan curah jantung melalui mekanisme Frank-Starling. (Sitompul,
Barita., Sugeng, JI. 2003)
Gagal jantung paling sering merupakan manifestasi dari kelainan
fungsi kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) atau gangguan relaksasi
ventrikel (disfungsi diastolik).Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard
mengalami gangguan sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, fatigue, menurunnya kemampuan aktivitas fisik, dan gejala
hipoperfusi lainnya. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
Pada disfungsi diastolik, terjadi gangguan relaksasi miokard akibat
peningkatan kekakuan dinding ventrikel dan penurunan compliance sehingga
11
pengisian ventrikel saat fase diastol terganggu.Gagal jantung diastolik
didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari
50%.Disfungsi sistolik dan diastolik seringkali dijumpai bersamaan dan
timbulnya gagal jantung sistolik bisa mempengaruhi fungsi
diastolik.Diagnosis gagal jantung sistolik atau diastolik tidak dapat
ditentukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.Diagnosis dibuat
dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran
vena pulmonalis.Gagal jantung dapat memengaruhi jantung kiri, jantung
kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktik jantung kiri yang
sedang terkena.Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah dispnea,
atau perasaan kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan
compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh peningkatan
aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas
sewaktu aktivitas fisik (dyspneu d’effort).Dispnea juga jelas saat pasien
berbaring (ortopnea) karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali
ke toraks dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma
terangkat.Dispnea nokturnal paroksismal adalah bentuk dispnea yang
dramatik; pada keadaan tersebut pasien terbangun dengan sesak napas hebat
mendadak disertai batuk, sensasi tercekik, dan mengi. Manifestasi lain gagal
jantung kiri adalah kelelahan otot, pembesaran jantung, takikardia, bunyi
jantung ketiga (S3) gallop, ronki basah halus di basal paru, karena aliran
udara yang melewati alveolus yang edematosa. Terjadi krepitasi paru karena
edema alveolar dan edema dinding bronkus dapat menyebabkan mengi.
Seiring dengan bertambahnya dilatasi ventrikel, otot papilaris bergeser ke
lateral sehingga terjadi regurgitasi mitral dan murmur sistolik bernada tinggi.
Dilatasi kronis atrium kiri juga dapat terjadi dan menyebabkan fibrilasi
atrium yang bermanifestasi sebagai denyut jantung “irregularly
irregular”(tidak teratur secara tidak teratur). (Sitompul, Barita., Sugeng, JI.
2003)
12
Manifestasi utama dari gagal jantung kanan adalah bendungan vena
sistemik dan edema jaringan lunak.Kongesti vena sistemik secara klinis
tampak sebagai distensi vena leher dan pembesaran hati yang kadang-kadang
nyeri tekan.Bendungan ini juga menyebabkan peningkatan frekuensi
trombosis vena dalam dan embolus paru.Edema menyebabkan penambahan
berat dan biasanya lebih jelas di bagian dependen tubuh, seperti kaki dan
tungkai bawah.Pada gagal ventrikel yang lebih parah, edema dapat menjadi
generalista.Efusi pleura sering terjadi, terutama di sisi kanan, dan mungkin
disertai efusi perikardium dan asites.Pada gagal jantung kanan ditemukan
dispneu, namun bukan ortopneu atau PND.Pada palpasi mungkin didapatkan
gerakan bergelombang yang menandakan hipertrofi ventrikel kanan dan/atau
dilatasi, serta pada auskultasi didapatkan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel
kanan. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)
b.4 Gambaran Klinis
2.4.1 Kerangka Konsep
Tiga metode gagal jantung yang dipakai dalam menggambarkan
manifestasi klinis adalah perbandingan gagal depan dan gagal
belakang, perbandingan gagal sistolik dan diastolic, dan perbandingan
gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri. Gagal ke depan (gagal
curah-tinggi) dicirikan dengan curah jantung melebihi nilai normal
menurut usia, jenis kelamin, dan ukuran tetapincurah jantung ini masih
tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan darah teroksigenasi. Gagal
jantung belakang (gagal curah-rendah) dicirikan dengan curah jantung
yang sangat menurun di bawah nilai normal menurut usia, jenis
kelamin, dan ukuran. Tanda khas gagal ke depan adalah mudah lelah,
lemah, dan gangguan mental akibat curah jantung yang sangat
menurun, sedangkan tanda khas gagal jantung ke belakang adalah
kongesti paru dan edema yang menunjukkan aliran balik darah akibat
gagal vetrikel. (Sylvia & Lorraine. 2006)
13
Istilah gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri menyiratkan
fungsi pemompaan ventrikel yang terpisah satu dengan yang
lainnya.Meskipun pembedaan ini bermanfaat dalang penggolongan
gejala, tetapi harus diingat bahwa terdapat saling ketergantungan antar
ventrikel tersebut. Secara anatomis, saling ketergantungan antar
ventrikel dapat terlihat dari dingding pemisah, yaitu septum
intraventrikularis, dan serabut-serabut otot yang membentuk dinding
vetrike
2.4.2 Efek Morfologi Gagal Jantung kiri
Efek morfologik dan klinis dari gagal jantung kongestif sisi kiri
terutama terjadi karena pembendungan progresif darah di dalam
sirkulasi paru dan akibat berkurangnya tekanan dan aliran darah perifer
(Robbins & Contran. 2009)
Pada gagal jantung kiri padat di temukan beberapa morfologi
diantaranya :
1. Jantung
Temuan di jantung bervariasi bergantung pada kuasa
proses penyakit, mungkin dijumpai kelainan seperti infrak
miokardium atau deformitas katup. Ruang jantung ini
biasanya mengalami hipertrofi dan sering kali dilatasi, kadang
kadang cukup massif, kecuali pada obstruksi di katup mitral
atau proses lain yang membatasi ukuran ventrikel kiri.
Biasanya terdapat perubahan nonspesifik berupa hipertrofi
dan fibrosis miokardium.Pembesaran sekunder atrium kiri
yang menyebabkan fibrasi atrium (yi.Kontraksi atrium yang
tidak-terkoordinasi dan kacau) mungkin menyebabkan
berkurangnya isi sekuncup atau menyebabkan stasis darah
dan mungkin pembentukan thrombus (terutama di apendiks
atrium).Fibrilasi atrium kiri menimbulkan resiko terjadinya
14
stroke embolik.Efek gagal jantung sisi kiri di luar jantung
paling jelas ditemukan di paru meskipun ginjal dan otak juga
mungkin terkena. (Robbins & Contran. 2009)
2. Paru
Tekanan di vena-vena paru meningkat dan akhirnya
disalurkan balik (retrograd) ke kapiler dan arteri. Hasilnya
adalah kongesti dan edema paru, dengan paru yang berat
basah. Bahwa perubahan secara berurutan mencakup hal-hal
berikut. Yaitu (1) transudate perivascular dan interstisium,
terutama di septum antar lobules, yang merupakan penyebab
terbentuknya garis kerley B pada pemeriksaan sinar-X, (2)
pelebaran edematosa septum alveolus yang progresif, dan (3)
akumulasi cairan edema di ruang alveolus. Selain itu, protein-
protein yang mengandung besi di cairan edem dan
hemoglobin dari eritrosit, yang bocor dari kapiler yang
terbendung hemosiderin. Adanya makrofag yang mengandung
hemosiderin di alveolus(disebut siderofag atau sel gagal
jantung) menandakan bahwa pernah terjadi serangan edema
paru. (Robbins & Contran. 2009)
Perubahan-perubahan anatomic ini menyababkan gejala
klinis yang mencolok.Dispnea (sesak nafas), biasanya
merupakan keluhan paling dini dan utama dari pasien dengan
gagal jantung sisi kiri, adalah rasa sesak nafas (seperti habis
berolahraga) yang berlebihan. Jika keadaan memburuk,
timbul ortopnea, yaitu dyspnea ketika pasien berbaring dan
mereda apabila ia duduk atau berdiri. Oleh karena itu, pasien
ortopnea harus tidur dalam posisi duduk tegak. Dispnea
nokturmal paroksismal merupakan kelanjutan ortopenea yang
berupa serangan dispnea berat hamper seperti tercekik,
15
biasanya terjadi pada malam hari. Batuk adalah keluhan gagal
jantung kiri yang sering dijumpai (Robbins & Contran. 2009)
(Sylvia & Lorraine. 2006)
3. Ginjal
Berkurangnya curah jantung menyebabkan penurunan
perfusi ginjal, yang mengaktifkan sistem renin-angiotensin-
aldosteron, yang menginduksi retensi garam dan air serta
menyebabkan ekspansi cairan intertisium dan volume darah.
Reaksi kompensasi ini dapat ikut berperan menyebabkan
edema paru pada gagal jantung sisi kiri dan akan di atasi oleh
pelepasan ANP melalui dilatasi atrium, yang bekerja dengan
mengurangi volume darah yang berlebihan. Jika defisit
perfusi ginjal cukup parah, terjadi gangguan ekskresi produk
nitrogen yang menyebabkan azotemia, yang dalam hal
tersebut azotemia prarenal. (Robbins & Contran. 2009)
16
4. Otak
Pada gagal jantung kongestif tahap lanjut, hipoksia
serebelum dapat menyebabkan ensefalopati hipoksik, disertai
dengan iritabilitas, berkurangnya konsentrasi, dan kegelisahan
yang bahkan dapat berlanjut menjadi stupor dan koma.
(Robbins & Contran. 2009)
2.5 Diagnosis
Selain dari gejala-gejala yang timbul dapat juga kita tegakkan dengan
pemeriksaat fisik yang antara lain kita bisa dapatkan.
Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi.
Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA),
umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat
latihan fisik :
Klas I : Tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan
timbul pada aktivitas yang lebih berat dari aktivitas sehari
hari.
Klas II : Gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.
Klas III : Gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari
hari.
Klas IV : Gejala timbul pada saat istirahat.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis
gagal jantung kongestif.
17
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. distensi vena leher
3. ronkhi paru
4. kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort
4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1
kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan. Penyakit jantung koroner
merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien, terutama pada
usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas.Curah
jantung yang menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah
disertai edema perifer. (Mansjoer.1999))
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Radiografi toraks
Foto thoraks harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk
pada semua pasien yang diduga gagal jantung, untuk menilai derajat
18
kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung
yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali.
Pada pasien gagal jantung, foto toraks seringkali menunjukkan
kardiomegali (rasio kardiotorasik/ CTR >50%), terutama bila gagal
jantung sudah kronis). Ukuran jantung yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis dan bisa didapatkan pada gagal jantung akut.
2.6.2 Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat
penting, meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem
konduksi dan kadang etiologi dari gagal jantung itu sendiri.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran
abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung
(90%), meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10%
kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block,
fibrilasi atrium, gangguan konduksi dan aritmia.
(BMJ.2010)
19
2.6.3 Ekokardiografi
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan
dugaan klinis gagal jantung. Ekokardiografi memegang peranan yang
sangat penting untuk evaluasi kelainan struktural dan fungsional dari
jantung berkaitan dengan gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi
ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas dinding jantung
dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan.
Pencitraan echo/ dopler harus diperiksakan untuk evaluasi dan
memonitor fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan
global, fungsi diastolik, struktur dan fungsi valvular, kelainan
perikardium, komplikasi mekanis dari infark akut, adanya disinkroni,
juga dapat menilai semi kuantitatif, noon invasive, tekanan pengisian
dari ventrikel kanan dan kiri, stroke volume dan tekanan arteri
pulmonalis, yang dengan demikian bisa menentukan strategi
pengobatan. (Sudoyo A.W., dkk. 2006.)
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Terapi Farmako
1. Diuretik
Diuretik akan mengurangi kongestif pulmonal dan edema
perifer. Obat-obat ini bergunamengurangi gejala volume
berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural
paroksimal.Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya
menurunkan preload jantung.Inimengurangi beban kerja jantung
dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga
menurunkanafterload dengan mengurangi volume plasma
sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yangtermasuk
golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop diuretik. (JW.
McGlynn, TJ. 1995)
20
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala
pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai
berat.Sebagai terapi awal sebaiknya digunakan kombinasidengan
ACEI.Pada pasien dengan tanda-tanda retensi cairan hanya sedikit
pasien yang dapatditerapi secara optimal tanpa diuretik.
Tetapidiuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan
elektrolit dan aktivasi neurohormonal(JW., McGlynn, TJ. 1995)
Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan
tekanan pengisian ventrikeltetapi biasanya tidak menyebabkan
pengurangan curah jantung yang penting secara klinis,terutama
pada pasien gagal jantung lanjut yang mengalami peningkatan
tekanan pengisianventrikel kiri, kecuali jika terjadi natriuresis
parah dan terus menerus yang menyebabkanturunnya volume
intravaskular yang cepat (JW., McGlynn, TJ. 1995)
Diuretik digunakan padarelieve pulmonary dan peripe heral
oedemaakibat masuknya natrium dan ekskresi kloridadengan cara
menghambat reabsorbsi natrium ditubula renal. Diuretik
menghilangkan retensinatrium pada CHF dengan menghambat
reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik ditubulus
ginjal.Bumetamid, furosemid,dan torsemid bekerja pada tubulus
distal ginjal. Diuretik harus dikombinasikan dengan diet rendah
garam (kurang dari 3 gr/hari). Pasien tidak beresponterhadap
diuretik dosis tinggi karena diet natrium yang tinggi, atau minum
obat yang dapatmenghambat efek diuretik antara lain NSAID atau
penghambat siklooksigenase-2 ataumenurunya fungsi ginjal atau
perfusi (JW., McGlynn, TJ. 1995)
Pasien dengan gagal jantung yang lebih berat sebaiknya
diterapi dengan salah satu loopdiuretik, obat-obat ini onsetnya
cepat dan durasi aksinya cukup singkat.Pada pasien denganfungsi
cadangan ginjal yang masih baik, lebih disukai pemberian dosis
21
tunggal dalam 2 dosisatau lebih. Pada keadaan akut atau jika
kondisi absorbs gastrointestinal diragukan, sebaiknyaobat-obat ini
diberikan intravena. Loop diuretik menghambat absorbsi klorida
asendenloop of henlemenyebabkan natriuresis, kaliuresis, dan
alkalosis metabolik. Obat ini aktif terutama padakeadaan
insufisiensi ginjal berat, tetapi mungkin perlu dosis yang lebih
besar (JW., McGlynn, TJ. 1995)
Manfaat terapi diuretik yaitu dapat mengurangi edema pulmo
dan perifer dalam beberapahari bahkan jam.Diuretik merupakan
satu-satunya obat yang dapat mengontrol retensi cairan pada gagal
jantung. Meskipun diuretik dapat mengendalikan gejala gagal
jantung dan retensicairan, namun diuretik saja belum cukup
menjaga kondisi pasien dalam kurun waktu yang lama.Resiko
dekompensasi klinik dapat diturunkan apabila pemberian diuretic
dikombinasikan denganACEI dan Bloker (JW., McGlynn, TJ.
1995)
Mekanisme aksinya dengan menurunkan retensi garamdan
air, yang karenanya menurunkanpreload ventrikuler (Katzung,
2004).
2. Antagonis Aldosteron
Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron
menunjukkan penurunan mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat.Aldosteron berhubungan dengan
retensiair dan natrium, aktivasi simpatetik, dan penghambatan
parasimpatetik.Hal tersebut merupakanefek yang merugikan pada
pasien dengan gagal jatung.Spironolakton meniadakan efek
tersebutdengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron (JW.,
McGlynn, TJ. 1995)
22
3. Obat-obat inotropik
Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot
jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini
bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap kasus
kerjainotropik adalah akibat peningkatan konsentrasi kalsium
sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung (JW., McGlynn,
TJ. 1995)
4. Digitalis
Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai
mekanisme kerja diantaranya pengaturankonsentrasi kalsium
sitosol.Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan pada aktivasi
pompa proton yang dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi
natrium intrasel, sehinggamenyebabkan terjadinya transport
kalsium kedalam sel melalui mekanisme pertukaran
kalsiumnatrium.Kadar kalsium intrasel yang meningkat itu
menyebabkan peningkatan kekuatankontraksi sistolik.Digoksin
merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata.
Mekanismekerja digoksin melalui 2 cara, yaitu efek langsung dan tidak
langsung. Efek langsung yaitu meningkatkankekuatan kontraksi otot
jantung (efek inotropik positif).Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan
enzim Na+, K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke
intrasel.Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas
saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.Efek elektro
fisologi dapat memperlambat konduksi melalui nodus AV, dan pada dosis
toksik dapatmenyebabkan aritma atrium dan ventrikel.Indikasi untuk
payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium
proksimal dan flutter atrium.Mekanisme lainnya yaitu peningkatan
kontraktilitas otot jantung.Pemberian glikosidadigitalis
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan
23
penurunan volumedistribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi
kontraksi.(JW. McGlynn, TJ. 1995)
Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan
disfungsi sistolik ventrikel kiri yanghebat setelah terapi diuretik
dan vasodilator.Obat yang termasuk dalam golongan
glikosida jantung adalah digoxin dan digitoxin.Glikosida jantung
mempengaruhi semua jaringan yangdapat dirangsang, termasuk
otot polos dan susunan saraf pusat.Mekanisme efek ini
belumdiselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan
hambatan Na+K +- ATPase didalam jaringan ini.(Katzung, 2001).
Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan
kadar kalium dalam serum seringditemukan pada pasien-pasien
yang mendapatkan thiazid atau loop diuretik dan biasanya
dapatdicegah dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
karbonat. Hiperkalsemia danhipomagnesemia juga menjadi
predisposisi terhadap toksisitas digitalis.(JW. McGlynn, TJ. 1995)
Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu anoreksia,
mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau,
kelelahan, bingung, pusing, meningkatnya respons
ventilasiterhadap hipoksia, aritmia ektopik atrium dan ventrikel,
dan gangguan konduksi nodus sinoatrialdan atrioventrikel (JW.,
McGlynn, TJ. 1995)
5. Vasodilator
Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung
kongestif, diperberat oleh peningkatan kompensasi
padapreload (volume darah yang mengisi ventrikel selama
diastole)danafterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika
memompa darah ke sistem arteriol).Vasodilatasi berguna untuk
mengurangi preload danafterload yang berlebihan,
dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan
24
berkurangnyapreload jantung dengan meningkatkankapasitas
vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan
menurunkanafterload.Obat-obat yang berfungsi sebagai
vasodilator antara lain captopril, isosorbid dinitrat,hidralazin(JW.
McGlynn, TJ. 1995)
6. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)
Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari
angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat angiotensin II.
Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi
dan jugamengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan
penurunan sekresi natrium dan air.Inhibitor ACE dapat
menyebabkan penurunan retensi vaskuler vena dan tekanan
darah,menyebabkan peningkatan curah jantung. (JW. McGlynn,
TJ. 1995)
Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan
mortalitas.Penggunaan inhibitor ACEawal diutamakan untuk
mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan,
denganatau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah 10
infark miokard.Terapi dengan obatgolongan ini memerlukan
monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi
simptomatik.Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan pada wanita
hamil.Obat-obat yang termasuk dalamgolongan inhibitor enzim
pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril,
danquinapril (JW. McGlynn, TJ. 1995)
2.7.2 Terapi non Farmako
Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk
membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi
antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi
lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
25
2.8 Diagnosisi banding gagal jantung
Diagnosis gagal jantung kongestif mungkin dapat ditentukan
dengan mengamati beberapa kombinasi manifestasi klinis gagal jantung,
bersama dengan karakteristik yang ditemui dari satu bentuk etiologi penyakit
jantung. Gagal jantung sulit dibedakan dengan penyakit paru. Emboli paru
juga ada dalam manifestasi gagal jantung, tetapi hemoptisis,nyeri dada
pleuritik, angkatan ventrikel kiri dan karakteristik yang tidak
cocok antara ventilasi dan perfusi harus mengarah ke diagnosis ini. Edema
pergelangan kaki mungkin disebabkan oleh vena varikosa, edema
siklik atau efek gravitasi tetapi pada pasien ini tidak ada hipertensi vena
jugularis saat istirahat atau dengan penekanan di atas abdomen.
Edema sekunder terhadap penyakit ginjal biasa dapat dikenal
dengan tes fungsi ginjal yang sesuai dan urinalisis, serta jarang
berkaitan dengan peningkatan tekanan vena jugularis. Pembesaran
hati dan asites terjadi dalam pas i en dengan s i ro s i s hepa t i t i s
dan j uga dapa t d ibedakan da r i gaga l j an tung dengan tekanan
vena jugularis yang normal dan tidak adanya refluks
abdominojugularis yang pos i t i f . D i agnos i s band ing un tuk
gaga l j an tung d i r i nc ikan s ebaga i be r i ku t : ( BMJ. 2010)
1. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
2. Trauma Akut
3. Altitude sickness
4. Asma
5. Syok kardiogenik
6. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
7. Overdosis Obatan
8. Infark miokard
9. Pneumonia
10. Fibrosis Pulmonal
11. Respiratory failure
26
12. Sepsis
2.9 Komplikasi
Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya
mengalami gangguan pertumbuhan. Umumya, berat badan akan mengalami
hambatan yang lebih berat dari pada tinggi badan. (emedicine.2010)
Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel
kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan akibat dari pada kompensasi jantung
dan selanjutnya menimbulkan dispnea. Pada gagal jantung kanan dapat
terjadinya hepatomegaly, asites, bendungan pada vena perifer dan gangguan
gastrointestinal. Menurut Brunner & Suddarth, potensial komplikasi
mencakup syok kardiogenik, episode tromboemboli, efusi pericardium dan
tamponade pericardium. (emedicine.2010)
BAB III
27
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penderita gagal jantung kiri akan mengalami sesak nafas, peningkatan
denyut nadi,dispnu atau takhipnea, kulit dingin dan pucat, distensi vena
jugularis, saat diauskultasisuara paru crackles. Mekanisme kompensasi
jantung dalam merespon keadaan yang menyebabkan kegagalan jantung
dengan mekanisme Frank-Starling, aktivasineurohomonal, dan dengan
hipertrofi otot jantung, untuk mempertahankancardiac output dan dalam
memenuhi suplai oksigen.
Penatalaksanaan perlu diberikan sedini mungkinagar tidak terjadi
komplikasi yang lebih parah seperti gagal jantung kongestif atau
syok kardiogenik.Intervensi dapat diberikan secara farmakologik maupun
non farmakologik.
3.2 Saran
Bagi penderita sebaiknya melakukan terapi nonfarmakologis seperti
diet rendah garam jika sensitif terhadap garam, mengurangi berat badan jika
mengalami obesitas, menghindari lemak berlebih, mengurangi stres psikis,
menghindari rokok, olahraga teratur.
Terapi farmakologis yang bisa diberikan adalah β blocker golongan
kardioseletif seperti atenolol, diuretik untuk mengurangi timbunan cairan,
digitalis efek cepat (digoxin) untuk meningkatkan kontraktilitas, dan jika
perlu diberikan golongan Ca antagonis untuk mengurangi impuls saraf.
DAFTAR PUSTAKA
28
Burndside, JW., McGlynn, TJ. 1995. Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lumanto,
Henny. Jakarta : EGC.
Brosche Theresa Ann Middleton. 2011. Buku Saku EKG. Alih Bahasa : Leo Rendy.
Jakarta. EKG
Davis, M.K., 2010. ABC gagal jantung: gagal jantung kongestif di communitytrends
dalam insiden dan kelangsungan hidup dalam jangka waktu 10 tahun .
BMJ: 297-300. Di akses tanggal 20 Maret 2012
Emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Di akses 20
Maret 2012
Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001
Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius.
FKUI
Price Sylvia A & Wilson Loraine M. 2006.Patofisiologi. Konsep Klinis proses
proses Penyakit.Jakarta. EGC
Robiin & Contran. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 3. Jakarta. EGC
Santi Caroline. 2010. Gagal Jantung Kongestif di Masyarakat kota Makasar. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Makasar. Hal 1. (Tidak
dipublikasikan)
Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi.
Editor : Rilanto, LI dkk. Jakarta : FK UI.
Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi Idrus, Simadibrata M., Setiati S. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi keempat Jilid II. FKUI. Jakarta
Tagor, GM.H. 2003. Hipertensi Esesial. Dalam :Buku Ajar Kardiologi. Editor :
Rilanto, LI dkk. Jakarta : FK UI.