refrat sirosis nata
DESCRIPTION
sirosisTRANSCRIPT
REFERAT
Sirosis Hepatis
Disusun oleh :
Natalia (406148134)
Pembimbing:
dr. Erik Rohmando Purba, Sp.PD
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT PENYAKIT INFEKSI PROF. DR. SULIANTI SAROSO
PERIODE 5 OKTOBER – 12 DESEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga referat yang berjudul “Sirosis
Hepatis” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas Kepaniteraan Penyakit Dalam di Rumah Sakit Penyakit Infeksi
Prof.Dr.Sulianti Saroso serta agar dapat menambah kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi
para pembaca.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan
serta bimbingan dari dr. Erik Rohmando Purba, Sp.PD serta dokter pembimbing lainnya
selama menjalani kepaniteraan penyakit dalam periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 ini.
Penulis menyadari referat ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat ini dapat disempurnakan di
masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Jakarta, 17 November 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1 Sirosis Hati........................................................................................................3
2.1.1 Definisi1-7...........................................................................................................3
2.1.2 Etiologi1,9,10........................................................................................................3
2.1.3 Insidens1,2..........................................................................................................4
2.1.4 Klasifikasi1,2......................................................................................................4
2.1.5 Tanda dan Gejala Klinis....................................................................................5
2.1.5.1 Gejala klinis 1,2..................................................................................................5
2.1.5.2 Pemeriksaan fisik1,2...........................................................................................6
2.1.5.3 Pemeriksaan Laboratorium...............................................................................7
2.1.6 Diagnosis1,2........................................................................................................7
2.1.7 Prognosis1,2........................................................................................................8
2.1.8 Komplikasi1,2.....................................................................................................9
BAB 3 KESIMPULAN..............................................................................................11
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai
macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada
tahun 1826. Diambil dalam bahasa Yunani Scirrhus atau Kirrhos yang artinya warna
orange atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Banyak
bentuk kerusakan hati yang ditandai fibrosis.1,2
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat ditimbulkan sekitar 35.000 kematian
pertahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang
kesembilan di Amerika dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di
amerika. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima
kehidupan mereka akibat penyakit ini. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian
yang disebabkan karena gagal hati fulminan FHF dapat disebabkan hepatitis virus
(virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau
jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai peyakit
lain yang jarang ditemukan. Pasien FHF memiliki angka mortalitas sebesar 50-80%,
kecuali ditolong dengan transplantasi hati.1,2
Angka kejadian sirosis hepatis yang dirawat di bangsal penyakit dalam rumah
sakit umum pemerintah di Indonesia umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan
Sumatera, sedang di Sulawesi dan Kalimatan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-
rata prevalensi sirosis adalah 3.5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit
dalam, atau rata-rata 47.4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Perbandingan pria:wanita rata-rata adalah 2.1:1 dan usia rata-rata 44 tahun, serta
kelompok usia terbanyak adalah 40-50 tahun.1,2
Salah satu komplikasi dari sirosis hepatis yang akan dibahas di sini adalah
asites, kata asites berasal dari kata Yunani askos yang berarti kantong (sac atau bag).
Pada laki-laki sehat, dapat ditemukan sedikit atau tidak ada cairan dalam rongga
peritoneum, sebaliknya pada perempuan sehat dapat diremukan sedikit (200 cc)
cairan tergantung dari fase siklus menstruasi. Jadi asites adalah timbunan cairan
secara patologis dalam rongga peritoneum, yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit terutama pada penyakit hati kronik atau sirosis hepatis. Asites pada pasien
sirosis ini paling sering dijumpai di Indonesia1,2,3
1
Pada tulisan ini, pembahasan mengenai asites khusus yang ditemukan pada
penyakit hati kronik / sirosis hepatis di mana merupakan masalah klinis yang selalu
dijumpai dalam praktek dokter sehari-hari ; terlihat sederhana namun sangat
menentukan prognosis suatu penyakit sehingga perlu mendapat perhatian yang
serius, selain itu asites menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi
semakin komplek dan infeksi pada cairan asites harus dikelola dengan baik1,3, maka
penulis memilih penatalaksanaan asites pada sirosis hepatis menjadi tinjauan pustaka
kali ini. Diharapkan hasil dari pembahasan ini dapat memberikan manfaat berupa
wawasan pengetahuan mengenai penatalaksanaan asites pada sirosis hepatis.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sirosis Hati
2.1.1 Definisi1-7
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow) karena pada sirosis hepatis
terjadi perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati
adalah suatu kemunduran fungsi hepar yang permanen yang ditandai dengan
perubahan histopatologi, yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses
peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan
terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk
menggantikan sel-sel yang telah mati, akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok
sel-sel hati baru dalam jaringan parut.
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul.
2.1.2 Etiologi1,9,10
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alpha l-antitripsin
d. Glikonosis type-III
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut
biliary atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran
3
empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary
berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa
diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu
meninggalkan hati, Transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang
menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran
empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat
primary biliary chirrosis atau primary sclerosing cholangitis. Secondary
biliary chirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan
saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
a. Sindroma Budd-Chiari
b. Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH, dan
lain-lain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis
2.1.3 Insidens1,2
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
2.1.4 Klasifikasi1,2
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur. Di dalam septa
parenkim hati terdapat nodul halus dan kecil merata di seluruh lobul.
Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis
makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga
dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
4
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi. Besar
nodul juga bervariasi, ada nodul besar yang didalamnya adalah daerah
luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata atau sering disebut dengan Laten Sirosis hati.
Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan ActIIIe Sirosis hati, dan
stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema
dan ikterus
2.1.5 Patofisiologi dan Pathway
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh
hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal
demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap
berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo
endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari
reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada
daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis.
Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah
periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal
aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
5
2.1.5 Tanda dan Gejala Klinis
2.1.5.1 Gejala klinis 1,2
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat
tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan
dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah : kulit berwarna kuning,
rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri
perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi
dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan
yang membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata
selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis
dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus,
perdarahan varises, asites, atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno III, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises5:
Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,
Stadium 2: varises, tanpa ascites,
Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan
Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara
stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini,
didapatkan adanya ascites, juga adanya keluhan nafsu makan berkurang, mual, BAK,
sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis dekompensata.
2.1.5.2 Pemeriksaan fisik1,2
Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara lain:
1. Spider naevi (spider angioma/spiderangimata/spider telangiektasi) adalah
suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya
tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hami,
malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau
umumnya ukuran lesi kecil.
7
2. Eritema palmaris yaitu kemerahan pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon
estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematologi.
3. Peribahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahakan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diektahui,
diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan
pada kondisis hipoalbuminemia yang lain seperti sindron nefrotik.
4. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartopati
hipertrofi suatu prisotitis proligeratif kronik, menimbulkan nyeri.
5. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak
secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan
pada pasien diabetes melitus, distrofi relfeks simpatetik, dan perokok ang
juga mengkonsumsi alkohol.
6. Ginekomastia, secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki0laki mengalami perubahan ke arah
feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga dikira fase menopause.
7. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
8
8. Fetor hepatikum
Bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
9. Splenomegali
Sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
10. Asites
Penimbunana cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia, caput medusa juga sebagai akibat dari hipertensi porta.
11. Ikterus
12. Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tangan, dorsofleksi tangan.
2.1.5.3 Pemeriksaan Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium antara
lain1,2:
1. SGOT (AST) dan SGPT (ALT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi,
dimana biasanya SGOT>SGPT.
2. Alkaline fosfatase meningkat.
3. Bilirubin meningkat.
4. Albumin menurun sedangakan globulin meningkat.
5. PT memanjang.
6. Na menurun.
7. Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia.
2.1.6 Diagnosis1,2
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia / serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan
diagnosis sirosis hati terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada
kasusu tertentu diperlukan pemeriksaan biposi hati atau peritoneoskopi karena sulit
membedakan hepatitik kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
9
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala
dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
Untuk memperkuat diagnosis, maka dapat dilakukan rencana pemeriksaan
penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno III, bila pada pemeriksaan
endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan
pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises
kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan
varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk
mencegah perdarahan pertama.
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab
terjadinya melena. Umumnya hal tersebut disebabkan pecahnya suatu
varises esofagus atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan
endoskopi ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan
mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya
varises esofagus merupakan manifestasi dari hipertensi portal
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk
membedakan antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu
keadaan sirosis hepatis dini. Oleh karena itu pada kasus pasien ini,
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada
pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan
dengan pasti.
2.1.7 Prognosis1,2
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh biasanya digunakan untuk prognosis pasien sirosis.
Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan
ensefalopati. Klasifikasi ini berkaitan dengan angka harapan hidup. Angka harapan
10
hidup selama 1 tahun berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C adalah 100,
80, dan 45%.
Klasifikasi Child-Pugh
Nilai1 2 3
Ensefalopati - Minimal Berat/komaAsites Nihil Minimal Masif
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
PT <1,7 1,7-2,3 >2,3
Keterangan nilai:
Child A = 5-6
Child B = 7-9
Child C = 10-15
2.1.8 Komplikasi1,2
1. Perdarahan gastrointestinal: Hipertensi portal menimbulkan varises
oesopagus, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan.
2. Spontaneus bacterial peritonitis yaitu, infeksi cairan asites oleh suatu
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal, biasanya
pasien ini tanpa gejala namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
3. Sindrom hepatorenal dimana terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligur, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik
ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
4. Karsinoma hepatosellular. Kemungkinan timbul karena adanya
hiperflasia noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple dan
akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi. Misalnya peritonitis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis,
endokarditis, srisipelas, septikema
6. Hepatic encephalopathy.
Merupakan gangguan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati, mula-mula
ada gangguan tidur berupa insomnia dan hipersomnia selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
11
7. Hepatopulmonary Syndrom.
Terdapat hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal.
8. Hypersplenisme.
9. Edema dan ascites.
12
BAB 3
KESIMPULAN
Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai
macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada
tahun 1826. Diambil dalam bahasa Yunani Scirrhus atau Kirrhos yang artinya warna
orange atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Banyak
bentuk kerusakan hati yang ditandai fibrosis.
Angka kejadian sirosis hepatis yang dirawat di bangsal penyakit dalam rumah
sakit umum pemerintah di Indonesia umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan
Sumatera, sedang di Sulawesi dan Kalimatan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-
rata prevalensi sirosis adalah 3.5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit
dalam, atau rata-rata 47.4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Perbandingan pria:wanita rata-rata adalah 2.1:1 dan usia rata-rata 44 tahun, serta
kelompok usia terbanyak adalah 40-50 tahun.
Salah satu komplikasi dari sirosis hepatis yang akan dibahas di sini adalah
asites, kata asites berasal dari kata Yunani askos yang berarti kantong (sac atau bag).
Pada laki-laki sehat, dapat ditemukan sedikit atau tidak ada cairan dalam rongga
peritoneum, sebaliknya pada perempuan sehat dapat diremukan sedikit (200 cc)
cairan tergantung dari fase siklus menstruasi. Jadi asites adalah timbunan cairan
secara patologis dalam rongga peritoneum, yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit terutama pada penyakit hati kronik atau sirosis hepatis. Asites pada pasien
sirosis ini paling sering dijumpai di Indonesia.
Pengobatan asites sirotik tidak memberikan nilai yang berarti dalam
perbaikan angka survival pasien, namun demikian sangat penting artinya bukan saja
dalam memperbaiki kualitas hidup pasien tetapi juga mencegah terjadinya
komplikasi yang berat seperti peritonitis bakteri spontan yang tidak terjadi pada
pasien sirosis hepatis tanpa asites dan sindroma hepatorenal
1. Membuat keseimbangan negatif garam/natrium
2. Mengeluarkan cairan dan meningkatkan volume intravaskular.
3. Mengurangi hipertensi sinusoid dan penambahan volume intravaskular
4. Koreksi vasodilatasi perifer
5. Transplantasi hati
13
Sementara pada pasien asites sirotik rawat jalan angka kematian diperkiran
50 % dalam kurun waktu 3 tahun, dan pada pasien asites sirotik yang refrakter
prognosis menjadi lebih jelek dengan angka survival kurang dari 50 % dalam waktu
1 tahun.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi. Vol 1. Edisi 6.
Jakarta: EGC. Hal 493-501
2. Nurdjanah S. 2006. Sirosis Hepatis. Dalam: Sudoyo, AW., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV(halaman
443-6). Departemen IPD FKUI, Jakarta, Indonesia.
3. Hirlan 2006. Sirosis Hepatis. Dalam: Sudoyo, AW., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV(halaman
447-8). Departemen IPD FKUI, Jakarta, Indonesia.
4. Anonim. 2010. Sirosis Hati. (diunduh dari www.
Scribd.com/doc/14219614/sirosis-hepatitis-general-view pada tanggal 7
Juli 2011)
5. Hermono, K. Pengelolaan Perdarahan Masif Varises Esofagus pada
Sirosis Hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya, 1983
6. Guyton, Arthur C, dkk. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
7. Cheney, CP. Goldbeg EM and Chopra S. Cirrhosis and Portal
Hypertension: an overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds.
Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone
8. Garcia-Tsao D and Wongcharatrawee S. Treatment o Patients with
Cirrhosis and Portal Hypertension Literature Review and Summary of
Recommended Interventions. Version 1 (October2003).
www.va.gov/hepatitis
9. Wolf DC. Cirrhosis. eMedicine Specialities. 29 Nov 2005.
(http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm)
10. Benvegnu L, Gios M, Boccato S et al. Natural History of Compensated
Viral Cirrhosis a Prospective Study on The Incidence and Hierarchy of
Major Complication. Gut 2004; 53: 744-749
15