rekomendasi umum cedaw no 28 tentang kewajiban negara pihak menurut pasal 2 konvensi cedaw

42

Upload: estufanani

Post on 10-Apr-2016

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Rekomendasi Umum Komite CEDAW merupakan penjelasan dari Komite CEDAW terhadap pasal-pasal dalam Konvensi CEDAW

TRANSCRIPT

REKOMENDASI UMUM NO. 28tentang Kewajiban utama Negara

Pihak menurut Pasal 2 dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Perempuan

Rekomendasi Umum No. 28 tentang Kewajiban utama Negara Pihak menurut Pasal 2 dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

Tata Letak dan Garfi sPoedjiati Tan

3

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

Rekomendasi Umum No. 28 tentang Kewajiban utama Negara Pihak menurut Pasal 2 dalam

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

I. Pendahuluan 1. dalam rekomendasi ini, Komite Penghapusan

Diskriminasi terhadap Perempuan (Komite) bertujuan menjelaskan cakupan dan arti dari pasal 2 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Konvensi) yang memberikan cara-cara kepada Negara Pihak untuk melaksanakan peraturan substantif di dalam negeri menurut Konvensi. Komite mendorong Negara-negara Pihak untuk menerjemahkan rekomendasi umum ini ke dalam bahasa nasional dan setempat serta menyebarluaskannya pada semua cabang pemerintah, masyarakat sipil termasuk media akademisi, dan organisasi serta lembaga perempuan dan HAM.

2. Konvensi ini merupakan instrumen dinamis yang mengakomodasi pengembangan hukum internasional. Sejak sidang pertamanya pada

4

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

tahun 1982, Komite Pengapusan Diskriminasi terhadap Perempuan dan aktor lain pada tingkat nasional dan internasional telah berkontribusi pada penjelasan dan pemahaman konteks substantif dari pasal-pasal Konvensi, sifat khusus diskriminasi terhadap perempuan dan berbagai instrumen yang dibutuhkan untuk melawan diskriminasi seperti itu.

3. Konvensi ini merupakan bagian dari kerangka hukum HAM internasional yang komprehensif yang diarahkan untuk memastikan penikmatan semua hak asasi manusia oleh semua dan untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atas dasar jenis kelamin dan gender. Piagam PBB, Deklarasi Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Konvensi Hak Anak, Konvensi Internasional Perlindungan Hak Para Pekerja Migran dan Anggota Keluarga Mereka dan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas berisi peraturan tersurat yang menjamin kesetaraan perempuan dengan laki-laki dalam penikmatan hak-hak yang mereka miliki, sementara perjanjian HAM internasional lain, misalnya Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala

5

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

Bentuk Diskriminasi Rasial secara tersurat termaktub dalam konsep non-diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan gender. Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (Ilo) No. 100 (1951) terkait dengan Pendapatan yang Setara bagi Pekerja Perempuan dan Pekerja Laki-laki untuk Pekerjaan yang memiliki Nilai Setara, No.11 (1958) mengatur mengenai Diskriminasi Terkait dengan Pekerjaan dan Jabata, dan No. 156 (1981) terkait Kesempatan yang Setara dan Perlakuan Setara terhadap Pekerja Perempuan dan Pekerja Laki-laki: Pekerja dengan Tanggungjawab Keluarga, dan Konvensi Anti Diskriminasi Pada Pendidikan, Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Deklarasi Vienna dan Program Aksi, Program Aksi Kairo dan Deklarasi dan Landasan Tindakan Beijing juga berkontribusi pada aturan hukum mengenai kesetaraan bagi perempuan dengan laki-laki dan non-diskrimiansi. Demikian pula, kewajiban Negara yang menyepakati sistem HAM regional saling melengkapi kerangka HAM universal.

4. Tujuan dari Konvensi adalah Menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atas dasar jenis kelamin. Konvensi ini menjamin perempuan mendapatkan pengakuan,

6

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

penikmatan dan pemenuhan semua HAM dan kebebasan dasar pada bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, rumah tangga, atau bidang lain yang sama tanpa memandang status pernikahan, dan atas dasar kesetaraan dengan laki-laki.

5. Meskipun Konvensi hanya merujuk pada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, menafsirkan Pasal 1 bersama dengan Pasal 2 (f ) dan 5 (a) menunjukan bahwa Konvensi ini juga mencakup diskriminasi berbasis gender terhadap perempuan. Istilah ‘”jenis kelamin” di sini merujuk pada perbedaan biologis antara laki-laki perempuan. Istilah “gender” merujuk pada identitas, atribut dan peran yang dibentuk secara sosial untuk perempuan dan laki-laki, dan arti sosial dan budaya masyarakat atas perbedaan biologis ini yang menghasilkan hubungan hirarkis antara perempuan dan laki-laki dan dalam pembagian kekuasaan dan hak yang lebih memihak laki-laki dan merugikan perempuan. Penempatan sosial perempuan dan laki-laki ini dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, budaya, sosial, agama, ideologis dan lingkungan, dan dapat diubah oleh budaya, masyarakat dan komunitas. Penerapan Konvensi diskriminasi berbasis gender diperjelas

7

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

dengan defi nisi diskriminasi pada Pasal 1. Defi nisi ini menggarisbawahi pembedaan, pengecualian atau pembatasan apapun yang memiliki pengaruh atau bertujuan merusak atau menghilangkan pengakuan, penikmatan atau pemenuhan Hak asasi dan kebebasan dasar perempuan merupakan diskriminasi, bahkan ketika diskriminasi itu tidak disengaja. Hal ini berarti perlakuan perempuan dan laki-laki yang identis atau netral akan dapat menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan bila perlakuan itu diakibatkan atau memengaruhi perempuan sehingga tidak dapat memenuhi hak ya karena tidak ada pengakuan atas kerugian berbasi gender dan ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan. Pandangan Komite mengenai hal ini terlihat pada pertimbangannya dalam laporan, rekomendasi umum, keputusan, usulan dan pernyataan, pertimbangannya atas komunikasi individual dan pelaksanaan penyelidikan menurut Protokol Pilihan (Optional Protocol).

6. Pasal 2 merupakan pasal yang penting dalam pelaksanaan Protokol secara penuh, karena pasal itu mengidentifi kasi sifat dari kewajiban hukum negara-negara pihak. Kewajiban yang disebutkan dalam pasal 2 tidak dapat dipisahkan dengan semua peraturan penting yang ada

8

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

dalam Konvensi, karena negara-negara pihak memiliki kewajiban untuk memastikan semua hak yang termaktub dalam Konvensi dihargai di tingkat nasional.

7. Pasal 2 dari Konvensi juga harus dibaca bersama-sama dengan Pasal 3, 4,, dan 24, serta dalam defi nisi diskriminasi yang ada pada pasal 1. Selain itu, cakupan kewajiban umum yang ada di pasal 2 juga harus diterjemahkan sesuai dengan rekomendasi umum, hasil pengamatan, pandangan dan pernyataan lain yang dikeluarkan oleh Komite termasuk laporan dari prosedur penyelidikan dan keputusan terhadap kasus individual. Semangat Konvensi mencakup hak lain yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Konvensi, namun memiliki dampak pencapaian kesetaraan perempuan dengan laki-laki yang dampaknya merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

II. Jenis dan Cakupan Kewajiban Negara-negara Pihak 8. Pasal 2 meminta para negara pihak untuk

mengutuk “berbagai bentuk” diskriminasi terhadap perempuan, sementara Pasal 3 merujuk pada tindakan-tindakan tepat yang diharapkan dilakukan oleh Negara-negara pihak pada “semua bidang” untuk memastikan

9

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

pengembangan dan pemajuan perempuan sepenuhnya. Melalui peraturan-peraturan ini Konvensi mengantisipasi munculnya bentuk-bentuk baru diskriminasi yang belum diidentifi kasi pada saat pembuatan konvensi.

9. Menurut Pasal 2, negara-negara pihak harus menjalankan semua aspek dalam kewajiban hukum mereka menurut Konvensi untuk menghargai, melindungi dan memenuhi hak perempuan dalam non-diskriminasi dan penikmatan kesetaraan. Kewajiban untuk menghargai mensyaratkan negara-negara pihak untuk tidak membuat undang-undang, kebijakan, peraturan, program, prosedur administratif dan struktur lembaga yang secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan penafi kan penikmatan hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya perempuan yang setara. Kewajiban melindungi mensyaratkan negara pihak untuk melindungi perempuan dari diskriminasi yang dilakukan oleh pihak swasta dan mengambil langkah-langkah langsung yang ditujukan untuk menghapuskan praktik-praktik adat dan lainnya yang merendahkan dan melanggengkan gagasan inferioritas atau superioritas dari jenis kelamin tertentu, dan peran stereotipe laki-laki dan perempuan. Kewajiban untuk

10

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

memenuhi meminta negara-negara pihak untuk mengambil berbagai langkah untuk memastikan perempuan dan laki-laki menikmati hak yang setara secara de jure maupun de facto termasuk bila memungkinkan dilakukannya tindakan-tindakan khusus sementara yang sejalan dengan pasal 4, paragraf 1 dari Konvensi dan rekomendasi Umum No. 25 terhadap Pasal 4, paragraf 1 dari Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan mengenai tindakan-tindakan khusus. Hal ini menimbulkan kewajiban cara atau tindakan dan kewajiban hasil. Negara pihak harus mempertimbangkan mereka telah memenuhi kewajiban hukum mereka kepada semua perempuan melalui perancangan kebijakan publik, program, dan kerangka kelembagaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus perempuan sehingga membawa pada pengembangan potensi mereka sepenuhnya dalam kesetaraan dengan laki-laki.

10. Negara-negara pihak memiliki kewajiban untuk tidak menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan melalui berbagai tindakan atau pembiaran; mereka juga diwajibkan untuk bereaksi secara aktif terhadap diskriminasi terhadap perempuan tanpa memandang siapa

11

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

yang melakukan tindakan atau pembiaran itu, negara atau pihak swasta. Diskriminasi dapat timbul melalui kegagalan negara mengambil tindakan hukum yang diperlukan untuk memastikan perwujudan penuh hak-hak perempuan, kegagalan pelaksanaan kebijakan nasional yang bertujuan mencapai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan kegagalan menegakkan hukum terkait. Negara-negara pihak juga memiliki kewajiban internasional membuat dan senantiasa memperbaiki basis data statistik dan analisis berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan secara umum dan diskriminasi terhadap perempuan yang merupakan anggota dari kelompok rentan tertentu.

11. Kewajiban negara-negara pihak tidak berhenti saat terjadi konfl ik bersenjata atau pada kondisi darurat yang diakibatkan oleh kejadian politik atau bencana alam. Kondisi-kondisi seperti itu menimbulkan dampak mendalam dan konsekuensi luas terhadap penikmatan dan pelaksanaan hak-hak dasar perempuan yang setara. Negara-negara pihak harus melakukan strategi dan mengambil tindakan-tindakan untuk memenuhi kebutuhan khusus perempuan saat terjadi konfl ik bersenjata dan kondisi

12

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

darurat. 12. Meskipun diatur dalam hukum internasional,

Negara-negara harus melaksanakan yuridiksi territorial. Namun, kewajiban negara pihak berlaku tanpa diskriminasi terhadap warga negara dan non-warga negara termasuk pengungsi, pencari suaka, pekerja migran dan orang tanpa kewarganegaraan, yang berada dalam wilayah atau kuasa mereka bahkan bila tidak terletak dalam wilayah mereka. Negara-negara pihak bertanggungjawab atas segala tindakan yang mereka lakukan yang memengaruhi hak asasi manusia tanpa melihat apakah orang yang terpengaruhi berada dalam wilayah mereka atau tidak.

13. Pasal 2 tidak hanya terbatas pada pelarangan diskriminasi terhadap perempuan yang dilakukan oleh negara pihak secara langsung maupun tidak langsung. Pasal 2 juga mewajibkan negara pihak melakukan uji tuntas untuk mencegah diskriminasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Pada beberapa kasus, tindakan atau pembiaran yang dilakukan oleh pihak swasta dapat dikenakan kepada negara menurut hukum internasional. Karenanya negara-negara pihak diwajibkan untuk memastikan pihak swasta tidak melakukan diskriminasi terhadap

13

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

perempuan seperti yang dijabarkan dalam Konvensi. Tindakan-tindakan sepatutnya yang wajib dilakukan oleh Negara-negara pihak termasuk membuat peraturan mengenai kegiatan para pihak swasta terkait dengan kebijakan dan praktik di bidang pendidikan, ketenagakerjaan dan kesehatan, kondisi kerja dan standard kerja, dan bidang lain dimana pihak swasta menyediakan pelayanan atau fasilitas misalnya perbankan dan perumahan.

III. Kewajiban-kewajiban Umum Terkandung Dalam Pasal 2

A. Kalimat pendahuluan dalam Pasal 214. Kalimat pendahuluan pada pasal 2

berbunyi: “Negara-negara Pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam berbagai bentuk, sepakat mencari kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan dengan berbagai cara yang tepat dan tanpa menunda.”

15. Kewajiban pertama negara pihak merujuk pada bagian pertama dalam pasal 2 yakni kewajiban untuk “mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam berbagai bentuk”. Negara pihak memiliki kewajiban langsung dan berkelanjutan dalam

14

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

mengutuk diskriminasi. Mereka wajib menyatakan kepada masyarakatnya dan juga komunitas internasional bahwa mereka menentang segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pada berbagai tataran dan unit pemerintah, dan ketetapan mereka untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Istilah “diskriminasi dalam berbagai bentuk” dengan jelas mewajibkan Negara pihak untuk waspada dalam mengutuk semua bentuk diskriminasi termasuk bentuk-bentuk yang tidak disebutkan secara tersurat dalam Konvensi atau bentuk-bentuk baru yang mengemuka.

16. Negara pihak juga bertanggungjawab untuk menghargai, melindungi dan memenuhi hak non-diskriminasi terhadap perempuan dan memastikan pengembangan dan pemajuan perempuan agar dapat meningkatkan posisi mereka dan melaksanakan hak de jure maupun de facto mereka atau mencapai kesetaraan dengan laki-laki. Negara pihak juga harus memastikan tidak ada diskriminasi langsung maupun tidak langsung terhadap perempuan. Diskriminasi langsung terhadap perempuan dapat berupa perlakuan berbeda yang secara eksplisit dilakukan berdasarkan

15

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

perbedaan jenis kelamin dan gender. Diskriminasi tidak langsung terhadap perempuan timbul ketika hukum, kebijakan, progam atau praktik terlihat netral selama berkaitan dengan perempuan dan laki-laki namun memiliki dampak diskriminatif terhadap perempuan karena ketidaksetaraan yang telah ada sebelumnya tidak ditangani oleh tindakan yang terlihat netral tersebut. Terlebih lagi diskriminasi tidak langsung dapat memperburuk ketidaksetaraan yang telah ada sebelumnya karena kegagalan mengakui pola struktural dan historis dari diskriminasi dan hubungan kuasa yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki.

17. Negara pihak juga memiliki kewajiban memastikan perempuan terlindungi dari diskriminasi yang dilakukan oleh pejabat publik, hakim, organisasi, perusaan atau individu pribadi, di ranah publik dan pribadi. Pengadilan yang berkompeten dan lembaga publik lainnya harus memberikan perlindungan itu, dan ditegakkan oleh sanksi dan pemulihan bila dibutuhkan. Negara pihak juga harus memastikan semua lembaga dan badan pemerintah mengetahui mengenai prinsip-prinsip kesetaraan dan

16

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

non-diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan gender dan pelatihan yang memadai dan program peningkatan kesadaran direncanakan dan dilakukan untuk melakukan upaya tersebut.

18. Interseksionalitas merupakan konsep dasar untuk memahami cakupan kewajiban umum negara pihak yang ada pada Pasal 2. Diskriminasi terhadap perempuan atas dasar jenis kelamin dan gender sangat terkait dengan faktor lain yang memengaruhi perempuan misalnya ras, etnis, agama atau kepercayaan, kesehatan, status, usia, kelas, kasta dan orientasi seksual dan identitas gender. Diskriminasi atas dasar jenis kelamin atau gender dapat memengaruhi perempuan dalam kelompok-kelompok tersebut dengan cara atau derajat keparahan yang berbeda dari laki-laki. Negara pihak harus secara hukum mengakui bentuk-bentuk diskriminasi yang saling berpotongan itu serta dampak negatifnya terhadap perempuan dan melarang praktik semacam itu. Mereka juga harus melakukan dan mencari kebijakan dan program yang dirancang untuk menghapuskan timbulnya diskriminasi seperti itu termasuk bila tepat,

17

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

tindakan khusus sementara sesuai dengan pasal 4, paragraf 1 dari Konvensi dan Rekomendasi Umum No.25.

19. Diskriminasi terhadap perempuan atas dasar jenis kelamin dan gender terdiri dari, seperti yang dinyatakan pada rekomendasi umum No.19 mengenai kekerasan terhadap perempuan, kekerasan berbasis gender, kekerasan yang ditujukan terhadap perempuan karena ia perempuan atau kekerasan yang memengaruhi perempuan secara tidak adil. Hal ini merupakan bentuk diskriminasi yang secara serius menghambat kemampuan perempuan untuk menikmati dan melakukan hak asasi dan kebebasan dasar mereka dalam kesetaraan dengan laki-laki. Termasuk tindakan-tindakan yang menimbulkan luka atau penderitaan secara fi sik, mental atau seksual, ancaman akan tindakan, pemaksaan dan pengurangan kebebasan lainnya, kekerasan yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga atau dalam hubungan antar manusia, atau kekerasan yang dilakukan atau didukung oleh Negara atau lembaganya tanpa melihat dimana kekerasan itu terjadi. Kekerasan berbasis gender dapat melanggar peraturan

18

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

khusus dalam Konvensi terlepas apakah peraturan itu secara khusus menyebutkan kekerasan. Negara pihak memiliki kewajiban melakukan uji tuntas untuk mencegah, menyelidiki, menuntut dan menghukum tindakan kekerasan berbasis gender.

20. Kewajiban untuk memenuhi termasuk kewajiban negara pihak memfasilitasi akses dan menyediakan pemenuhan utuh hak-hak perempuan. Hak asasi perempuan harus dipenuhi dengan mendorong kesetaraan secara de facto atau substantif melalui berbagai cara termasuk melalui kebijakan dan program yang konkrit dan efektif yang bertujuan meningkatkan posisi perempuan dan mencapai kesetaraan itu termasuk melalui penggunaan tindakan-tindakan khusus sementara yang sesuai dengan pasal 4 paragraf 1, dan rekomendasi umum No.25

21. Negara pihak terutamanya berkewajiban mendorong kesetaraan hak anak-anak perempuan karena anak-anak perempuan merupakan bagian dari komunitas perempuan dan lebih rentan terhadap diskriminasi pada bidang-bidang tertentu seperti akses terhadap pendidikan dasar, perdagangan manusia, perlakuan yang salah, eksploitasi

19

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

dan kekerasan. Semua situasi diskriminasi semakin memburuk ketika korban adalah remaja. Karenanya Negara harus memerhatikan kebutuhan khusus anak-anak perempuan (remaja) dengan memberikan pendidikan mengenai kesehatan seksual dan reproduksi, dan melakukan program yag bertujuan untuk mencegah HIV/AIDS, eskploitasi seksual dan kehamilan pada remaja.

22. Yang mendasari prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan atau kesetaraan gender adalah konsep semua manusia, terlepas dari jenis kelaminnya bebas mengembangkan kemampuan pribadi, mengejar karir profesionalnya dan memilih tanpa batasan yang diatur oleh stereotipe, peran dan prasangka gender yang kaku. Negara pihak diminta untuk menggunakan konsep kesetaraan perempuan dan laki-laki atau kesetaraan gender secara eksklusif dan tidak menggunakan konsep keadilan gender dalam melaksanakan kewajiban mereka menurut Konvensi ini. Konsep yang belakangan digunakan pada beberapa yurisdiksi untuk merujuk pada perlakuan yang adil terhadap laki-laki dan perempuan

20

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

menurut kebutuhan mereka. Hal ini dapat termasuk perlakuan yang setara atau perlakuan yang berbeda namun dianggap setara dalam hal hak, keuntungan, kewajiban dan kesempatan.

23. Negara pihak juga sepakat untuk mencari kebijakan yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan “dengan berbagai cara yang tepat”. Kewajiban untuk menggunakan berbagai cara atau melakukan sesuatu dengan cara tertentu memberikan fl eksibilitas bagi negara pihak dalam membuat kebijakan yang tepat untuk kerangka hukum, politis, administratif dan kelembagaan serta yang dapat merespon beberapa hambatan dan pembatasan tertentu akan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan yang ada di negara pihak tersebut. Setiap negara pihak harus dapat mengukur ketepatan dari cara-cara tertentu yang telah dipilih dan menunjukkan apakah dapat mencapai dampak dan hasil yang diinginkan atau tidak. Pada akhirnya, Komite yang akan menentukan apakah negara pihak telah mengadopsi semua tindakan yang diperlukan di tingkat nasional yang bertujuan untuk mewujudkan hak yang diakui oleh Konvensi

21

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

secara penuh. 24. Unsur utama dalam frase pendahuluan pasal

2 adalah kewajiban negara pihak mencari kebijakan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Kewajiban ini penting dan merupakan komponen penting dalam kewajiban negara pihak dalam melaksanakan Konvensi. Artinya negara Pihak harus dengan segera menilai situasi de jure maupun de facto yang dialami oleh perempuan dan melakukan langkah-langkah konkrit dalam membuat dan melaksanakan kebijakan yang ditujukan sejelas mungkin untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan mencapai kesetaraan substantif dengan laki-laki. Penekannya adalah terus melanjutkannya: dari evaluasi situasi hingga perencanaan dan pelaksanaan berbagai tindakan, sampai mengembangkan tindakan-tindakan itu secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan keefektifannya serta isu yang baru atau mengemuka agar dapat mencapai tujuan dari Konvensi. Kebijakan itu harus memberikan jaminan konstitusional dan legislatif termasuk penyelarasan dengan peraturan hukum yang ada di tingkat nasional dan mengamandemen

22

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

peraturan hukum yang bertentangan. Kebijakan ini juga harus memiliki tindakan-tindakan yang memadai misalnya rencana aksi dan mekanisme yang menyeluruh untuk memantau dan melaksanakannya, yang memberikan kerangka perwujudan praktis prinsip-prinsip formal dan substantif dari kesetaraan perempuan dan laki-laki.

25. Kebijakan juga harus menyeluruh sehingga berlaku pada semua ranah kehidupan termasuk yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam teks Konvensi. Kebijakan juga harus berlaku di ranah publik dan pribadi serta ranah domestik, dan memastikan semua unit pemerintah (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dan semua tataran pemerintah mengambil tanggungjawab mereka dalam pelaksanaan kebijakan. Kebijakan itu juga harus memiliki berbagai tindakan yang tepat dan perlu sesuai dengan kondisi dari negara pihak.

26. Kebijakan harus mengidentifi kasi perempuan yang berada dalam wilayah hukum negara pihak (termasuk perempuan non warga negara, migran, pengungsi, pencari suaka dan yang tidak memiliki kewarganegaraan) sebagai pemegang hak dengan penekanan

23

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

khusus pada kelompok perempuan yang paling terpinggirkan dan yang mengalami berbagai bentuk diskriminasi interseksional.

27. Kebijakan juga harus memastikan perempuan, sebagai individu dan kelompok, mendapatkan akses informasi mengenai hak mereka menurut Konvensi dan dapat dengan efektif mempromosikan dan mendapatkan hak-hak tersebut. Negara pihak juga harus memastikan perempuan dapat telribat secara aktif dalam pengembangan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan. Untuk memenuhi tujuan itu, harus tersedia sumber daya yang dialokasikan khusus untuk memastikan organisasi non pemerintah di bidang HAM dan perempuan terinformasikan dengan baik, dikonsultasikan dan dapat memainkan peran aktif dalam pengembangan awal dan lanjut dari kebijakan itu.

28. Kebijakan juga harus berorientasi aksi dan hasil dimana kebijakan itu harus membuat indikator, tolak ukur dan kerangka waktu, memastikan sumber daya yang memeadai bagi semua aktor terkait dan memungkinkan semua aktor itu memainkan peran mereka dalam mencapai tolak ukur dan tujuan yang telah disepakati. Untuk memenuhi hal ini,

24

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

kebijakan harus dikaitkan dengan proses penganggaran pemerintah utama agar dapat memastikan semua aspek kebijakan didanai dengan tepat. Juga harus memberikan mekanisme yang mengumpulkan data terkait yang terpilah menurut jenis kelamin, memungkinkan pemantauan yang efektif, memfasilitasi evaluasi berkelanjutan dan memberi ruang bagi perbaikan atau melengkapi tindakan yag sudah ada dan identifi kasi tindakan-tindakan baru yang tepat. Terlebih lagi, kebijakan juga harus memastikan ada lembaga yang kuat dan terfokus (perangkat nasional bagi perempuan) dalam unit eksekutif pemerintah yang akan mengambil inisiatif, berkoordinasi dan mengawasi persipakan dan pelaksanaan peraturan perundangan, kebijakan dan program yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban negara pihak menurut Konvensi. Lembaga-lembaga ini harus diberdayakan agar dapat memberi nasihat dan analisis secara langsung pada pihak tertinggi dalam pemerintahan. Kebijakan harus memastikan lembaga pemantauan independen seperti lembaga HAM nasional atau komisi perempuan yang independen terbentuk

25

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

atau lembaga-lembaga nasional yang ada menerima mandat untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak yang dijamin oleh Konvensi. Kebijakan juga harus melibatkan sektor swasta termasuk perusahaan swasta, media, organisasi, kelompok komunitas dan individual, serta menentukan keterlibatan mereka dalam melakukan tindakan-tindakan yang akan mencapai tujuan Konvensi pada ranah ekonomi swasta.

29. Kata-kata “tanpa menunda” mempertegas kewajiban negara-negara pihak dalam mencari kebijakan dengan berbagai upaya sifatnya sangat segera. Penggunaan bahasa ini tanpa batasan dan tidak memberi ruang bagi penundaan atau sengaja membebani pemerintah dengan kewajiban yang diembannya setelah ratifi kasi atau aksesi Konvensi. Kata-kata itu menegaskan bahwa penundaan tidak dapat dibenarkan atas alasan apapun termasuk pertimbangan atau keterbatasan politis, sosial, budaya, keagamaan, ekonomi, sumber daya atau lainnya dalam suatu negara. Ketika negara pihak menghadapi keterbatasan atau membutuhkan bantuan teknis atau keahlian lain untuk memfasilitasi pelaksaaan

26

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

kewajibannya menurut Konvensi, maka negara pihak dapat mencari kerjasama internasional agar dapat menangani kesulitan-kesulitan ini.

B. Subparagraf (a)-(g) 30. Pasal 2 mengungkapkan kewajiban negara

pihak dalam melaksanakan Konvensi dengan cara yang umum. Persyaratan substantifnya memberikan kerangka pelaksanaan kewajiban khusus yang termaktub dalam Pasal 2, subparagraf (a)-(g) dan semua pasal substantif pada Konvensi.

31. Subparagraf (a), (f) dan (g) menentukan kewajiban negara pihak dalam memberikan perlindungan hukum dan menghapuskan atau mengamandemen hukum dan peraturan diskriminatif sebagai bagian dari kebijakan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Melalui amandemen konstitusional atau cara-cara legislatif yang tepat, Negara pihak harus memastikan bahwa prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan non-diskriminasi termaktub dalam hukum nasional dengan status yang tinggi dan dapat ditegakkan. Mereka juga ahrus mengesahkan peraturan perundangan yang melarang diskriminasi

27

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

pada semua ranah kehidupan perempuan menurut Konvensi dan sepanjang hidup mereka. Negara pihak memiliki kewajiban untuk mengambil langkah memperbaiki atau menghapuskan undang-undang, peraturan, adat istiadat dan praktik yang ada yang mendiskriminasi perempuan. Kelompok perempuan tertentu termasuk perempuan yang terkurangi kebebasannya, pengungsi, pencari suaka dan perempuan migran, perempuan tanpa kewarganegaraan, perempuan lesbian, perempuan dengan disabilitas, perempuan korban perdagangan manusia, janda dan perempuan manula, merupakan kelompok yang rentan terhadap diskriminasi melalui hukum perdata dan pidana, peraturan dan hukum serta praktik adat. Dengan meratifi kasi Konvensi atau menyetujuinya, maka negara pihak melakukan tindakan untuk memasukkan Konvensi ini ke dalam sistem hukum nasional mereka atau memberikan kekuatan hukum yang tepat dalam peraturan hukum nasional mereka agar dapat menjamin penegakan peraturan-peraturannya pada tingkat nasional. Pertanyaan mengenai penerapan peraturan dalam Konvensi secara

28

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

langsung di tingkat nasional merupakan pertanyaan terhadap hukum konstitusional dan bergantung pada status perjanjian internasional ini dalam aturan hukum nasional. Namun komite berpendapat hak atas perlakuan non diskriminasi dan kesetaraan pada semua ranah kehidupan perempuan sepanjang hidup mereka seperti yang disebutkan dalam Konvensi mendapatkan perlindungan yang lebih kuat pada negara-negara dimana Konvensi ini secara otomatis atau melalui upaya khusus dimasukkan ke dalam peraturan hukum nasional mereka. Komite mendorong neagra-negara pihak dimana Konvensi ini tidak secara langsung menjadi bagian peraturan hukum nasional untuk mempertimbangkan memasukkan Konvensi ini ke dalam hukum nasional mereka misalnya melalui undang-undang mengenai kesetaraan agar dapat memfasilitasi perwujudan penuh hak-hak dalam Konvensi seperti yang disyaratkan oleh pasal 2.

32. Subparagraf (b) berisi kewajiban negara-negara pihak dalam memastikan bahwa peraturan perundangan yang melarang diskriminasi dan mendorong kesetaraan

29

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

bagi perempuan dan laki-laki memiliki perangkat untuk menyediakan ganti rugi bagi perempuan yang menjadi korban diskriminasi yang bertentangan dengan Konvensi. Kewajiban ini mengharuskan negara pihak memberikan pemulihan bagi perempuan yang hak-haknya menurut konvensi telah dilanggar. Tanpa pemulihan ini kewajiban untuk menyediakan perangkat ganti rugi yang memadai ini tidak hilang. Perangkat ini bisa berupa berbagai bentuk pemulihan yang berbeda-beda misalnya ganti rugi secara keuangan, restitusi, rehabilitasi dan pemekerjaan kembali; tindakan pemenuhan kewajiban negara misalnya memberikan permohonan maaf secara publik, upacara penghormatan secara publik dan jaminan tidak akan terulang lagi; perubahan dalam undang-undang dan praktik terkait; dan mengadili pelaku pelanggaran hak asasi para perempuan.

33. Menurut sub-paragraf (c), negara pihak harus memastikan pengadilan wajib melaksanakan prinsip kesetaraan seperti yang termaktub dalam Konvensi dan menafsirkan undang-undang semaksimal mungkin sejalan dengan kewajiban negara pihak menurut Konvensi.

30

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

Namun bila tidak mungkin dilakukan maka pengadilan harus dapat menunjukkan ketidakkonsistenan yang terjadi antara hukum di tingkat nasional, termasuk hukum adat dan hukum agama nasional, dengan kewajiban negara pihak menurut Konvensi kepada pihak berwenang yang tepat karena hukum nasional tidak akan pernah dapat digunakan sebagai pembenaran kegagalan Negara pihak dalam melaksanakan kewajiban internasional mereka.

34. Negara pihak juga harus memastikan perempuan dapat menggunakan prinsip kesetaraan dalam mengajukan aduan atas tindakan diskriminasi yang berlawanan dengan Konvensi, yang dilakukan oleh pejabat publik atau oleh pelaku pribadi. Negara pihak juga harus memastikan perempuan mendapat perangkat penyembuhan yang lebih terjangkau, dapat diakses dan tepat waktu, dengan bantuan dan dukungan hukum yang diperlukan, mendapatkan persidangan yang adil oleh pengadilan atau tribunal yang kompeten dan independen bila diperlukan. Ketika diskriminasi terhadap perempuan juga merupakan pelanggaran hak asasi lainnya

31

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

misalnya hak untuk hidup dan atas integritas fi sik contohnya pada kasus kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan lainnya, negara pihak berkewajiban melakukan proses penyelidikan tindak pidana, mengadili pelakunya dan menerapkan sanksi pidana yang tepat. Negara pihak juga harus mendukung secara fi nansial, asosiasi maupun pusat-pusat layanan yang menyediakan bantuan hukum pada perempuan dalam upaya mereka meningkatkan kesadaran perempuan atas haknya akan kesetaraan dan membantu mereka dalam mencari penyelesaian ketika terjadi diskriminasi.

35. Sub-paragraf (d) menentukan kewajiban negara pihak untuk tidak terlibat dalam tindakan atau praktik diskriminasi secara langsung maupun tidak langsung terhadap perempuan. Negara pihak harus memastikan lembaga-lembaga, badan, undang-undang dan kebijakan negara tidak secara langsung ataupun eksplisit mendiskriminasi perempuan. Mereka juga harus memastikan setiap undang-undnag, kebijakan atau tindakan yang memiliki dampak atau mengakibatkan diskriminasi dihapuskan.

36. Sub-paragraf (e) menentukan kewajiban

32

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

negara pihak menghapuskan diskriminasi yang dilakukan oleh pelaku negara atau swasta. Jenis tindakan yang dianggap tepat dalam hal ini tidak terbatas pada tindakan konstitusional atau legislatif. Negara pihak juga harus melakukan tindakan-tindakan yang memastikan perwujudan praktis penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan kesetaraan perempuan dengan laki-laki. Termasuk tindakan-tindakan yang: memastikan perempuan dapat mengajukan aduan mengenai pelanggaran hak mereka menurut Konvensi dan dapat mengakses pemulihan yang efektif; memungkinkan perempuan secara aktif terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan tindakan; memastikan pemerintah bertanggung jawab di tingkat nasional; mendorong pendidikan dan dukungan pemenuhan tujuan Konvensi melalui sistem pendidikan dan di tengah masyarakat; mendorong kerja-kerja yang dilakukan oleh lembaga HAM nasional atau lembaga lainnya; dan memberikan dukungan administratif dn fi nansial untuk memastikan tindakan-tindakan dilakukan untuk membawa perubahan pada kehidupan perempuan. Kewajiban juga tetap dilekatkan

33

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

pada negara pihak sehingga mereka wajib memberikan perlindungan hukum hak perempuan secara setara dengan laki-laki, memastikan adanya perlindungan terhadap perempuan dari berbagai tindakan diskriminasi dan mengambil tindakan yang tepat dalam menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan yang dilakukan oleh individu, organisasi atau perusahaan juga mencakup tindakan yang dilakukan oleh perusahaan nasional yang beroperasi di luar negara melalui peradilan/tribunal nasional yang kompeten dan lembaga publik lain.

IV. Rekomendasi Bagi Negara Pihak A. Pelaksanaan

37. Agar dapat memenuhi persyaratan “kepatutan”, cara-cara yang dilakukan oleh negara pihak harus menangani semua aspek kewajiban hukum mereka menurut Konvensi untuk menghargai, melindungi, mendorong dan memenuhi hak perempuan akan perlakuan non-diskriminasi dan penikmatan kesetaraan dengan laki-laki. Dengan demikian istilan “cara-cara yang patut” atau “tindakan-tindakan yang patut” digunakan pada Pasal 2 dan pasal lain dalam

34

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

Konvensi ini berisi tindakan-tindakan yang memastikan negara pihak untuk: a. Tidak melakukan, mensponsori atau

mendukung praktik, kebijakan atau tindakan yang melanggar konvensi (penghargaan)

b. Mengambil langkah-langkah untuk mencegah, melarang dan menghukum pelanggaran konvensi yang dilakukan oleh pihak ketiga termasuk di rumah dan masyarakat, dan memberikan pemulihan kepada korban pelangaran tersebut (melindungi);

c. Menumbuhkan pengetahuan yang luas mengenai kewajiban negara pihak dan dukungan atas kewajiban menurut Konvensi (mendorong);

d. Melakukan tindakan khusus sementara untuk mencapai non-diskriminasi jenis kelamin dan kesetaraan gender pada praktiknya (memenuhi);

38. Negara pihak juga harus melakukan tindakan tepat lain dalam melaksanakan: a. Mendorong kesetaraan perempuan

melalui formulasi dan pelaksanaan rencana aksi nasional dan kebijakan dan program terkait lain sejalan dengan

35

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

Deklarasi Beijing dan Platform Aksi, serta mengalokasikan sumber daya manusia dan fi nansial yang memadai;

b. Membuat aturan tindakan bagi para pejabat publik untuk memastikan penghargaan terhadap prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi;

c. Memastikan bahwa laporan keputusan pengadilan yang melaksanakan peraturan Konvensi tentang prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi disebarluaskan;

d. Melakukan program pendidikan dan pelatihan mengenai prinsip dan peraturan dalam Konvensi ditujukan kepada semua lembaga pemerintah, pejabat publik dan khususnya profesi hukum dan pengadilan;

e. Melibatkan semua media dalam program pendidikan umum mengenai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dan terutama memastikan perempuan mengetahui hak mereka atas kesetaraan tanpa diskriminasi, juga mengenai tindakan yang dilakukan oleh negara pihak dalam melaksanakan konensi dan pengamatan akhir yang dilakukan oleh Komite terhadap laporan negara pihak;

36

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

f. Mengembangkan dan membuat indikator status dan kemajuan yang valid dalam perwujudan hak asasi perempuan dan membuat serta mengelola basis data yang dipisah berdasarkan jenis kelamin dan terkait dengan peraturan khusus dalam Konvensi.

B. Akuntabilitas39. Akuntabilitas Negara Pihak dalam

melaksanakan kewajiban mereka menurut Pasal 2 adalah melalui tindakan atau tidak melakukan tindakan pada semua cabang pemerintah. Desentralisasi kuasa, melalui devolusi dan pendelegasian kuasa pemerintah baik di negara kesatuan dan federal tidak menegasi atau mengurangi tanggungjawab langsung pemerintah nasional atau federal negara pihak dalam memenuhi kewajiban mereka terhadap semua perempuan dalam yurisdiksi mereka. Pada berbagai kondisi, negara pihak yang meratifi kasi atau mengaksesi Konvensi tetap bertanggungjawab dalam memastikan pelaksanaan seutuhnya pada semua wilayah yurisdiksi mereka. Pada setiap proses pembagian kewenangan, negara pihak harus

37

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

memastikan pihak yang menerima delegasi kewenangan itu memiliki sumber daya fi nansial, manusia dan lainnya sehingga dapat secara utuh dan efektif melaksanakan kewajiban negara pihak menruut Konvensi. Pemerintah negara-negara pihak harus tetap memiliki kewenangan untuk mensyaratkan kepatuhan secara utuh terhadap Konvensi dan harus melakukan mekanisme koordinasi dan pemantauan permanen dalam memastikan Konvensi dihargai dan berlaku bagi semua perempuan yang ada dalam yurisdiksi mereka tanpa diskriminasi. Terlebih lagi, harus ada pengaman untuk memastikan desentralisasi atau devolusi tidak mengakibatkan diskriminasi terkait dengan penikmatan hak perempuan di berbagai wilayah.

40. Pelaksanaan konvensi yang efektif mensyaratkan negara pihak bertanggungjawab terhadap warga negaranya dan anggota masyarakat lainnya di tingkat nasional dan internasional. Agar fungsi akuntabilitas ini berjalan secara efektif, mekanisme dan lembaga yang tepat harus dibentuk.

38

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

C. Pembatasan 41. Komite menganggap Pasal 2 adalah inti

kewajiban Negara Pihak dalam Konvensi. Komite kemudian menganggap pembatasan terhadap pasal 2 atau sub-paragraf Pasal 2 pada prinsipnya tidak sesuai dengan obyek dan tujuan Konvensi dan karenanya tidak dapat dibenarkan menurut pasal 28 paragraf 2. Negara pihak yang menunjukkan pembatasan terhadap Pasal 2 atau terhadap subparagraf Pasal 2 harus menjelaskan dampak dari pembatasan tersebut terhadap pelaksanaan Konvensi dan harus mengambil langkah-langkah agar memastikan pembatasan itu selalu ditinjau dengan tujuan sesegera mungkin dihentikan.

42. Fakta bahwa negara pihak menyatakan pembatasannya terhadap pasal 2 atau terhadap sub-paragraf pasal 2 tidak menghilangkan keharusan Negara pihak untuk patuh dengan kewajibannya menurut hukum internasional, termasuk kewajibannya menurut kesepakatan hak asasi manusia yang telah diratifi kasi oleh negara pihak atau telah diaksesi oleh negara pihak dan menurut hukum HAM internasional

39

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)

terkait dengan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Bila terjadi perbedaan antara pembatasan peraturan Konvensi dan kewajiban lain menurut perjanjian HAM internasional yang diratifi kasi oleh negara pihak atau yang telah diaksesinya, maka negara pihak harus meninjau kembali pembatasannya terhadap Konvensi dengan tujuan menarik pembatasan itu.

40

CED

AW W

orking Group Indonesia (C

WG

I)