relasi sains dan agama.docx
TRANSCRIPT
RELASI SAINS DAN AGAMA
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
MAKALAH
KHALILULLAHNIM: 15780025
PROGRAM MAGISTER PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulilllahirabbil Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT.
senantiasa penulis haturkan karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis
bisa menyelesaikan makalah ini.
Salawat dan salam penulis haturkan pada baginda Muhammad SAW.
khatamul ambiyak, berkat terutusnya beliau kita bisa terangkis dari alam kejahilan
menuju alam yang terang benderang karena adanya Islam dan ilmu.
Makalah ini penulis susun dengan maksud memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Filsafat Ilmu, Dr. H.A. Khudori
Soleh, M.A. dan untuk dipresntasikan. Makalah ini diharapkan mampu
memberikan sumbangsih keilmuan positif serta sebagai rekonstruksi keilmuan
tentang relasi sains dan agama. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr.
H.A. Khudori Soleh, M.A. selaku doseng pengampu matakuliah Filsafat Ilmu
karena telah memberikan kepercaanya pada penulis sehingga makalah ini bisa
penulis selesaikan.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca, sehingga makalah ini mencapai kesempurnaan.
Batu, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Tujuan Pembahasan .................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pradigma sains dan agama......................................................................... 4
B. Relasi Sains dan Agama dari Tipologi Konflik, Independensi, Dialog dan
Integrasi .................................................................................................... 7
1. Konflik ................................................................................................. 8
a. Materialisme .................................................................................. 9
b. Literalisme biblikal ........................................................................11
2. Independensi.........................................................................................12
a. Domain yang terpisah ....................................................................13
b. Dua bahasa dan dua funsi yang berbeda.........................................14
3. Dialog ...................................................................................................15
a. Pra anggapan dan pertanyaan batas ...............................................16
b. Kesejajaran metodologis dan konseptualis ....................................17
4. Integrasi ................................................................................................18
a. Natural teologi ...............................................................................18
b. Teologi of nature ............................................................................19
c. Sintesis sistematis ..........................................................................20
BAB III : ANALISIS
Relasi sains dan agama berdasar tipologi Ian G. Barbour ..........................22
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................24
B. Kritik dan saran ........................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama dan filasafat merupakan satu kesatuan yang berjalan sendiri-
sendri sesuai dengan tipoligi masing-masing, karena kedua disiplin tersebut
memiliki dasar yang berbeada. Dasar Agama adalah pada otaoritas teks dan
wahyu yang sifatnya transendental pada Tuhan sedangkan filsafat adalah nalar
dan hal-hal yang dikaji secara empirik (pengalaaman disekitarnya) sebagai
otoritas utamanya. Sehingga karena itu pula kajian dari kedua disiplin itu berbeda,
agama pada sesuatu yang sifatnya metafisik sedangkan filasafat objek kajiannya
bersifat empirik.
Filosof abad pertama seperti Ptolemaeus yang didukung oleh Aristoteles
mengatakan bahwa bumi adalah pusat dari semua planet-planet yang yang ada,
dan matahari serta planet-planet yang lain berputar mengelilingi bumi
(geosentris). Teori ini ditentang oleh Copernicus yang didukung oleh Galilio
Galele yang mengajukan teori sebaliknya berdasarkan teori ilmu pengetahuan
bahwa matahari merupakan pusat dari planet-planet yang ada sehungga matahari
dikelilingi bumi dan planet-planet yang lain (helio sentris).
Salah satu sebab digelarnya pengadilan atas Galeleo G. adalah otoritas
ilmiah Aristoteles yang mendukung teori ptolemaeus yang sudah diterima luas di
Eroupa sejak abad ke-12. Sebab yang lain adalah otoritas kitab suci kaum gereja
yang meyakini bahwa bumi merupakan pusat alam semesta. Disamping itu yang
merupakan sebab terpenting adalah tantangan langsung Galileo terhadap otoroitas
gereja. Pada abada sebelum galileo, muncul berbagai penafsiran atas Alkitab
sebagaimana yang diungkapakan oleh Agustinus pada abad ke-14 bahwa apabila
terjadi konflik anatara ilmu pengetahuan dan tafsir harfiyah atas Alkitab, kitab
suci ini harus ditafsirkan secara kiasan.
Kaum grejani lebih merasa terancam dengan adanya teori ilmiah yang
menentang teori mereka dengan ungkapan Galileo G yang mengatakan bahwa kita
harus menerima tafsir harfiah Alkitab selama tidak ada teori sciens yang terbukti
secara tidak terbantahkan. Oleh sebab itulah pada akhirnya Galileo dihukum mati
oleh karena dianggap mempertanyakan otoritas literalisme (tafsir harfiah atas
Alkitab) yang didukung oleh Paus dan kelompok kardinal yang berpengaruh.
Hal tersebut terjadi karena agama dan sains dijadikan sebagai suatu
disiplin yang tidak dapat disatukan antara satu dan yang lain dan otoritas disiplin
dari kedua disiplin tersebut tidak ada integrasi sehingga keduanya berjalan
terpisah dan saling bertolak belakang. Akan tetapi dalam Islam yang pada
hakikatnya adalah agama tekstual antara teks yang merupakan wahyu dan ilmu
pengetahuan harus selalu ada integrasi antara keduanya untuk menemukan
kebenaran yang tidak dapat diketahui hanya dengan satu disiplin dari kedua
disiplin tersebut sehungga keduanya selalu bersinergi dan saling membutuhkan.
Pada makalah ini penulis akan memaparkan empat pandangan (tipilogi)
tentang relasi agama dan sains yakni; konflik, independensi, dialog dan integrasi.
Tiap-tiap tipologi ini memiliki ciri khusus khusus yang membedakan antara yang
satu dengan yang lainnya dimana dari kesemuanya memiliki ciri umum yang
dapat menghimpun empat tipologi tersebut dalam kelompok yang sama.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan ditulisnya makalah ini adalah agar pemabaca mengetahui
pentingnya relasi agama dan sains khususnya dalam islam yang merupakan
agama yang bersumber dari teks yang mencakup segla aspek kehidupan, sosial
kemasyarakatan, teknologi, ilmu pengetahuan dan lain-lain sehingga tercipta
kesadaran bahwa antara ilmu pengetahuan yang otoritasnya nalar dan
pengamatan harus selalu sinergi dengan agama yang otoritasnya pada teks yang
merupakan wahyu dari Ilahi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pradigma Sains dan Agama
Pada saat laju modernitas mencapai puncak titik global, masyarakat
ilmiah dan sains berkembang demikian pesat. Beragam fenomena kebaruan
semesta dan peristiwa selalu diiringi pula dengan runtutan teori yang
menjelaskannya. Kompleksitas dan keluasan alam tak lebih kulkulasi fisik yang
bisa di otak-atik setiap saat. Sains seakan menjadi finalitas dan satu-satunya
jawaban bagi segala permasalahan. Sebab, dengannya ruang, waktu, bahkan hidup
seolah bisa diukur, dirinci setiap saat. Sejak saat itu sains menjadi world view
masyarakat modern dalam dalam hampir segala bidang disebabkan apa yang
dibuahkannya benar-benar menyentuh laju keseharian yang berwujud dalam
praktisasi teknologi. Sain mengalami revolusi pemikiran yang demikian
menakjubkan.1
Lahirnya teori relativitas oleh Albert Einstein, menjadi tonggak awal
dipertanyakannya implikasi filosofis sains Newtonian dan runtuhnya tatapan
fisika klasik tentang keberadaan ruang dan waktu. Berlanjut pula dengan
kemunculan dan perluasan disiplin-disiplin ilmu tertentu, seperti : biologi
mulekuler, neurosains, dissipative struktures, genetika, chaos teory, hinga
mikanika dan kuantum. Dan pada akhirnya fisika klasikpun bisa diruntuhkan.2
1Hasan Baharun, dkk. Metodologi Studi Islam, (Bandung: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 76.2Husain Heriyanto, Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead (Jakarta: Teraju, 2003), hlm. 130.
Sains modern sebagaimana pandagan Husain Hariyanto, didasri oleh
Paradigma Cartasian-Newtonian. Paradigma ini memiliki enam asumsi yaitu:
Pertama, subjektivisme-antroposentik: sebuah kesadaran subjektif yang meyakini
bahwa manusia sebagai pusat dunia. Kedua, dualisme: asumsi ini didasari
dikotomi antara subjek dan objek, manusia dan alam, dengan menempatkan
manusia sebagai subjek yang superior. Ketiga, mekanistik ditermenestik: alam
merupakan mesin raksasa yang bekerja sebagai secara mekanis, tak bernyawa dan
statis serta telah dikondisikan seluruhnya oleh sistem yang telah pasti secra
alamiyah. Keempat, reduksionesme-atomestik: asumsi ini di dasari atas
kepercayaan bahawa seluruhnya dapat dipahami secra sempurna dengan
melakukan analisis bagian-bagiannya, dan segalanya itu adalah unsur atom-atom.
Kelima, instrumentalisme: kebenaran meski diukur secara kuantitatif dan sejauh
mana ia bisa digunakan untuk kepentingan material dan praktis. Keenam, materi
merupakan suatu yang riil dan alam merupakan dunia materi yang mandiri tanpa
sebab atau kendali supranatural dan yang dapat menjelaskan alam semesta secara
menyeluruh hanyalah sains.3
Pemahaman-pemahaman diatas, pada gilirannya berhasil
mengembangkan sains dan teknologi yang memudahkan manusia. Akan tetapi
disisi lain justru mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia.
Pandangan yang cenderung mekanistik terhadap alam justru menimbulkan
kemerosotan kualitas lingkungan seperti pencemaran udara serta masalah
kesehatan yang mengancam manusia. Paradigma ini juga cenderung
memberlakukan manusia dan sistem sosial ibarat mesin besar yang diatur menurut 3Husain Heriyanto, Dialog Filsafat, hlm. 133.
hukum objektif, mekanis, deterministis, linier, dan materialistis sehingga sebagian
ilmuan justru menjuluki akibat tersebut sebagai penyakit peradaban.4
Secara faktual, apa yang dklaim sebagai produk sains sering bertolak
belakang jika dilahat dari sudut pandang ideologi keyakinan agama. Misalkan
dalam teori terciptanya alam semesta, teori sains dalam menyigapi hal ini dari du
teori yang dikemukakan yakni teori kontinu dan teori singularitas. Teori kontinu
mengatakan bahawa alam semesta tercipta secara terus menerus dengan asumsi
bahwa ruang menjadi penyebab kebolehjadian (pangkal terbentuknya alam
semesta) terbentuknya materi. Sedangkan teori singularitas mengasumsikan
bahwa alam semesta terjadi karena teori big bank dimana terjadinya alam semesta
karena ledakan besar materi. Kedua teori yang ambigu ini dengan klaim salah
satunya lebih religius dari yang lain karena memberi peluang akan eksistensi
Tuhan.5
Mengenai hubungan sains dengan agama, dari penjelasan diatas dapat
dipahami bahwa terdapat berbagai rekonstruksi antara konsep antara sains dan
agama yang membuka dialog antara keduanya. Hal tersebut disebabkan karena
formula yang ditawarkan oleh sains dan berkembangnya pemikiran-pemikiran
teologis yang saling dipertimbangkan. Pertemuan sains dan agama ini pada
dasarnya seolah-olah menghilangkan anggapan pertemuan akan dua disiplin yang
berbeda karena dari keduanya berjalan beriringan dan saling membaur antar satu
dengan yang lain dalam keseharian yang sulit untuk dipilah-pilah.
4Fritjof Chapra, The Turning Point; Titik Balik Peradaban (Yogyakarta: Jejak, 2007), hlm. 7.5Muliyanto, Islamisasi Ilmu Pengetahuan: gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Cindesindo, 2002), hlm. 19.
B. Relasi Sains dan Agama dari Tipologi Konflik, Independensi, Dialog dan
Integrasi.
Pada abad ke-19 muncul kasus-kasus ilmiah yang menjadi persolan besar
antara sains dan agama yaitu teori evolusi Darwin yang dianggap berseberangan
dengan teori kaum grejani yang bersumber dari Alkitab. Kaum gerejani
memandang dan memposisikan manusi sebagai mahluk paling istimewa dan
terkuat sedangkan. Keistimewaan manusia itu disebabkan oleh keabadian dan
keunggulan rasional dan moralitas manusi. Darwin dan para pengikutnya
menekankan kesamaan antara manusia dan makhluk-makhluk yang lain. Sehingga
dari hal itu para ilmuan bersikukuh bahwa keyakinan agama tidak dapat
ditemukan dengan teori sains. Namun sebagian kalangan berpendapat sebaliknya.6
Para ilmuan yang berpendapat bahwa agama dan sains dapat didamaikan
memunculkan tiga isu utama; pertama: tantangan literalisme biblikal, teori
evolusi yang dikemukakan Darwin yang menyatakan bahwa alam semesta
terbentuk dengan oroses yang sangat lama dihadpakan dengan tujuh hari proses
penciptaan yang terdapat dalam Alkita kejadian. Ebagian kecil teolog yang hidup
semasa dengan Darwin menolak teori evolusi dan membela literalisme biblikal,
dan sebagian teolog yang lain menerima tafsir simbolis atas kitab kejadian namun
enggan menerima teori evolusi. Pada sisi lain kaum liberalisme meratakan
perkembangan sains denfan mengatakan bahwa teori evolusi sesuai dengan
pandangan sejarah, mereka beranggapan bahwa evolusi merupakan cara Tuhan
dalam proses penciptaan alam semesta. Darwin mengatakan bahwa perubahan
evolusioner disebabkan oleh seleksi alam yang menyebabkan munculnya variasi-6Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan: Antara sains dan Agama (Bandung: Mizan, 2002), hlm.50.
variasi diantara masing-masing anggota spesies.7 Kedua, tantangan terhadap
martabat manusia. Dalam pemikiran kristen kalasik manusia memiliki kedudukan
yang sangat istimewa sebab ia mempunyai keabadian jiwa dan keunggulan
rasional dan moral. Akan tetapi menurut Darwin dan para pengikutnya tidak ada
pemisah antara manusia dan makhluk yang lainnya dan manusia hanya merupakan
bagian dari alam itu sendri. Ketiga, tantangan atas disigne Ilahi. Dalam hal ini
darwin percaya bahwa Tuhan telah mendisain proses evolusi, namun tidak
mendesain bentuk-bentuk organisme secara satu persatu.8
Berdasarkan persolan sains dan agama seperti dipaparkan diatas Ian G
Barbour berpendapat bahawa persoalan sains dan agama tidak bisa hanya
dipandang dari teori evolusi dan tujuh hari penciptaan dalam kitab kejadian, akan
tetapi dapat dipandang dari disiplin sains yang lain, sehingga Barbour
mngkelompokkan hubungan agama dan sains dalam empat kelompok yaitu:
Konflik, independensi, dialog dan integrasi. Tiap-tiap tipologi ini memiliki
memiliki varian yang berbeda namun bisa diklompokkan dalan varian yang
umum.
1. Konflik
Pandangan konflik antara sains dan agama menegemuka pada abad ke-19
melalui dua buku yang berpengaruh, yakni History of the Conflik between
Religion and cience karya J. W. Departa, dan History of the warfare of Science 7Ian G. Barbour, Menemukan Tuhan: dalam Sains Kontemporer dan Agama (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 48.8Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 50-52.
with Teologi in Christendom karya A.D. White. Kemudian perang sains dan
agama dipertajam melalu media karena kontroversi antara materialisme dan
literalisme biblikal jauh lebih diminati khalayak dari pada moderat.
Pandangan konflik ini di perankan oleh dualisme besar yakni naturalisme
(termasuk materialisme), panteisme, liberalisme, neo ortodoksi, tradisionalisme,
konservatisme dan literalisme biblikal (atau fundamintalis). Kedua ekstrim ini
(materialisme ilmiah dan literalisme biblikal) sangat bersinggungan, karena kedua
ektrim ini sama-sama mengklaim bahwa sains dan agama memberikan pernyataan
yang berlawanan dalam domain yang sama (sejarah alam), sehingga harus
memilih salah satu diantara kedua ektrim tersebut. kedua ektrim ini menyakini
bahwa orang tidak bisa mempercayai teori evolusi dan Tuhan sekaligus. Karena
masing-masing ektrim tersebut memiliki otoritas yang berbeda.9
Kedua ektrim tersebut memiliki pandangan serta otoritas yang berbeda,
sebagai berikut:
a. Materialisme Ilmiah.
Materialisme ilmiah ini didukung oleh materialisme, yang memandang
bahwa materi adalah dasar realitas sehingga alam terbentuk dari materi dan
materialisme ilmiah yang meyakini bahwa metode ilmiah merupakan satu-satunya
metode yang sahih untuk mengetahui realitas. Dua paham ini saling berkaitan:
jika maujud sejati adalah apa yang ditangani sains, berarti sains sebagai satu-
satunya jalan pengetahuan yang absah. Disamping itu, ada jenis materialisme
yang disebut reduksionisme. reduksionisme epistimologis yang mengklaim bahwa
semua hukum dan teori dalam sains dapat direduksi ke hukum-hukum kimia dan 9Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 54
sains. Reduksionisme metafisik mengklaim bahwa perilaku sistem ditentukan oleh
kompone-komponennya.10
Kaum materialisme meyakini bahwa semua fenomena pada akhirnya
dijelaskan melalui komponen-komponen material yang merupakan dasar
pembentuk alam semesta. Penerimaan atas suatu teori ditentukan berdasarkan
keriteria koherensi, kekonferhensifan, dan kemanfaatan yang kemudian
mendorong penelitian dan penerapan lebih lanjut. Menurut pandangan ini,
keyakinan agama tidak dapat diterima karena tidak dapat dibuktikan dan diuji
dengan percobaan melalui kriteria semacam itu. Sains yang bersifat objectif,
terbuka, umum, kumulasi, dan prores sangat berbeda dengan agama yang
dianggap bersifat subjectif, tertutup, paroki, tidak kritis, dan stagnan.11
Paham materialisme dalam hal ini sangat menetang keyakinan agama
yang mengklaim keyakinan agama tidak dapat diuji kebenarannya dan tidak dapat
dipertanggung jawabkan karena keyakinan agama diaggap keyakinan mistis dan
otoriter yang menggerogoti dan telah mengancam kesempurnaan sains yang
universal dan daapat dipertanggung jawabkan. Kaum materialisme, menyerang
keyakinan kaum Kristiani tentang kepercayaannya terhadap ketuhanan itu dengan
klaim bahwa agama merupakan kepercayaan yang bersifat mistis dan tidak dapat
diuji kradibilitasnya.
b. Literalisme biblikal
Paham ini berkeyakinan bahwa Alkitab merupakan sutu kesaksian
manusia atas wahyu yang terjadi dalam kehidupan nabi-nabi, khususnya 10Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 54- 55.11Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 55-57.
kehidupan yesus dan para pengikutnya. Paham ini juga meyakini bahwa Alkitab
terbebas dari kesalahan (maksum) sehingga apa yang disampaikan Alkitab itu
merupakan kebenaran yang absolut. Paham ini mengklaim bahwa teori evolusi
melambungkan filsafat materialisme dan merendahkan perintah moral Tuhan.
Pada tahun 1980-an kaum fundamintalis mengalami kemajuan (pertumbuhan)
sehingga paham ini menguasai politik, pada masa itu pula Alkitab tidak hanya
menawarkan kepastian ditengah perubahan yang begitu cepat, tetapi juga
memberikan basis bagi pemeliharaan nilai-nilai tradisi ditengah keruntuhan moral
yakni; terjadinya seks bebas, ancaman narkoba, maraknya kejahatan, dan lai-
lain.12
Klaim paham fundamentalis, bahwa paham materialisme merendahkan
perintah moral tuhan yang dan mengancam agama gereja pada waktu yang
menguasai panggung politik, mengharuskan pengadilan scopes pada 1925
melarang tori evolusi diajarkan disekolah-sekolah karena bertentangan dengan
Alkitab. Namun pada tahun 1981 senat arkanas menuntut diajarkannya teori
evolusi di sekolah-sekolah tingkat SMU sebagai suatu disiplin ilmu murni tanpa
merujuk pada Alkitab. Hal tersebut dilkukan karena teori evolusi mengemukakan
kajian (bukti) ilmiah baru tentang penciptaan alam semesta. Pada tahun 1982,
pengadilan Distrik Amerika Serikat membatalkan hukum Arkanas tersebut karena
dianggap membela agama tertentu dan merusak konstitusional antara agama dan
negara. Pengadilan juga menegaskan bahwa sains penciptaan tidak dapat
dipertanggung jawabkan. Ia menyimpulkan bahwa masayarakat ilmiah bukan
senat atau pengadilan yang harus memutuskan teori ilmiah. Klaim tersebut 12Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 57-58.
dikuatkan karena teori ilmiah tidak dapat menunjukkan bukti-bukti empirik
seperti fosil serta kalain tentang banjir dunia tidak dapat dibuktikan.13
Paham fundamentalis beranggapan bahwa paham materialisme yang
mendukung teori evolusi Darwin dan menolak kesucian Alkitab dapat menjederai
moralitas dan kesakralan kitab suci keristiani serta merendahkan moralitas
ketuhanan yang menurut klaim paham tersebut kebenaran Alkitab merupakan
kebenaran mutlak serta kesuciannya tidak diragukan lagi.
2. Independensi
Dalam pandangan konflik sains dan agama berjalan bersinggungan dan
tidak bisa saling serang, berbeda dengan pandangan independensi yang
berpendrian bahwa atara sains dan agama memiliki wilayah, metode, dan standar
kebenaran masing-masing sehingga tidak perlu adanya dialog. Independensi
adalah salah satu cara memisahkan konflik antara sains dan agama, pemisahan
keduanya dalam dua kawasan yang berbeda untuk mengakui adanya perbedaan
karakter dari masing-masing paham (materialisme dan fundamintalis).14
Menurut Barbour untuk menghidari konflik adalah dengan cara
memisahkan dua paham yang saling bertolak belakang itu pada dua bidang yang
berbeda yakni berdasarkan maslah yang ditelaah, domain yang dirujuk, dan
metode yang digunakan. Barbour melihat sains dan agama sebagai sebagai
domain yang terpisah kemudian meninjau bahasa dan fungsi masing-masing.
a. Domain yang terpisah
13Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 61-62.14Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 65.
Peran religius yang diberikan oleh kaum Kristen Protestan dan
Konservatif yang tidak menekankan pada literalisme biblikal atau membela sains
penciptaan sehingga mereka menekankan kematian yesus sang penebus dosa-dosa
orang yang beriman itu sebagai penyelamat pribadi. Mereka menyadari daya ubah
kitab suci mereka yang tidak mengancam atau mendukung sains modern. Bagi
mereka sains dan agama merupakan domain yang betul-betul terpisah. Kaum
Protestan neo ortodoksi menyongsong perbedaan yang lebih ekplisit antara sains
dan agama. Mereka berupaya memulihkan titik tetakan revormasi Protestan pada
kesentralan Kristus dan keutamaan wahyu sembari menerima hasil kesarjanaan
biblikal dan sains modern.15
Dalam memisahkan antara agama dan sains Barbour mengutip
pernyataan Landon Gilkey, bahwa perbedaan mendasar antara agama dan sains
dalah sebagai berikut:
1) Sains mencoba menjelaskan data yang bersifat objektif, publik, dan dapat
diulang. Sedangkan agama berurusan dengan eksistensi tatanan dan
keindahan dunia serta pengalaman kehidupan dakhil (seperti rasa
bersalah, kecemasan, ketidak berartian pada satu sisi, permaafan,
kepercayaan dan keseluruhan pada sisi lain).
2) Sains mengajukan pertanyaan “bagaimana” objektif. Sedangkan agama
mengajukan pertanyaan “mengapa” tentang makna dan tujuan serta asal
mula dan takdir terakhir.
15Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 65-66.
3) Otoritas sains adalah koherensi logis sedangkan dan kesesuaian
eksperimen sedangkan agama otoritas tertingginya adalah tuhan dan
wahyu yang diterima oleh orang-orang terplih.
4) Sains melakukan prediksi kuantitatif yang dapat diuji secara eksperimen
sedangkan agama harus menggunakan bahasa simbolis dan analogis
karena Tuhan bersifat transendental.16
b. Dua bahasa dan Dua fungsi yang berbeda
Analisis bahasa dalam bahasa ilmiah hanya berfunsi untuk melakukan
prediksi dan kontrol. Sains hanya mengekplorasi masalah terbatas pada fenomena
alam dan tidak melakukan fungsi pada selain itu. Sedangkan bahasa agama,
cenderung berfungsi untuk memberikan pedoman, menawarkan jalan hidup, dan
mengarahkan pengalaman religius personal dengan praktik ritual dan tradisi
keagamaan.17
Agamawan yang menganut pola independensi ini berpandangan bahwa
tuhan merupakan sumber nilai dan bersifat ghaib dan sains hanya terkain dengan
alam nyata saja sehingga tidak mampu menjangkau apa yang mampu dijangkau
agama. Tuhan dalam tipologi independensi ini berbeda dengan yang lain dan tidak
dapat diketahui kecuali melalui penyingkapan diri keyakinan agama sepenuhnya
pergantung pada kehendak tuhan dan tidak bergantuk pada temuan ilmiah.
Independensi yang berpegang bahasa keagamaan berfungsi menawarkan
jalan hidup dan menawarkan pedoman serta mendorong untuk setia pada perinsip
16Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 67.17Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 69-70.
moral tertentu. Bahasa agama terlahir dari ritualitas dan praktik. Sedangkan fungsi
bahas ilmiah adalah melakukan prediksi dan kontrol yang digunakan untuk
menemukan keteraturan dalam suatu fenomena dunia. Dari bahas inilah kemudian
sains hanya mengekplorasi masalah-masalah yang terbatas pada fenomena alam
semesta saja.18
Tipologi kedua (Independensi) ini Ian G Barbour menawarkan bahwa
antara agama dan sains tidak harus bertolak belakang namun tidak dapat distukan
karena memiliki wilayah, metode, dan standart kebenaran yang berjalan masing-
masing. Independensi merupakan pemisah konflik antara sains dan agama dengan
cara memisahkan domain dan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing.
3. Dialog
Dialog menawarkan konsep yang berbeda dengan konfik dan
independensi dengan memandang bahwa antara sains dan agama terdapat
hubungan yang lebih konstrktif. Diaolog muncul dengan mempertimbangkan pra
aggapan dalam upaya ilmiah, atau mengekplorasi kesejajaran metode antara sains
dan agama. Dalam membandingkan sains dan agama dialog menkankan pada
kemiripan konsep, metode dan pra aggapan.
a. Pra anggapan dan pertanyaan-pertanyaan batas
Anggapan yang muncul dikalangan para sejarahwan bahwa sains modern
lahir di barat Judio Kristiani karena menurut mereka dokrin penciptaan telah
merangsang kegiatan ilmiah. Sdangkan anggapan filosof yunani dan biblikal,
alam ini teratur dan dapat dipahami serta keteraturan itu merupakan suatu
18Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 69.
keniscayaan sehingga orang dapat menurunkan prinsip alam semesta dari perinsip
pertamanya. Anggapan biblikal bahwa alam ini terbentuk dari materi yang tidak
semerta-merta terbentuk langsung seperti sekarang ini dan ditail-ditai
pengaturannya hanya bisa diketahui melalui pengamatan. Menurut paham
biblikal, meskipun alam ini riil dan baik dalam pandangan alkitab tetapi alam ini
tidak dengan sendrinya berwatak ilahiyah sebagaiaman dianut oleh paham
kebudayaan kuno, sehingga karena sebab itu manusia diperbolehkan
bereksperimen dengan alam.19
Kalau dalam konflik sains dan agama disiplin yang salinbersinggungan,
maka dalam dialog ini antra agama dan sains merupakan disiplin yang memiliki
kemiripan dalam pra anggapannya masing-masing. Seperti sebuah contoh dalam
konflik paham literalisme biblikal mengklaim bahwa pradigma sain menjatuhkan
moralitas Tuhan dan paham materialisme menganggap bahawa agama itu tidak
dapat dipertanggung jawabkan karena sifatnya yang diklaim subjektif, tertutup
dan tidak dapat diuji. Dalam dialog ini kemudian ditawarkan kemiripan keduanya
sehingga terjalin hubungan yang lebih konstruktif dan dapat dipersamakan. Hal
ini terlihat, pemikiran biblikal yang meyakini bahwa Tuhan adalah pencipta alam
materi namun tidak berarti bahwa aalam hadir dengan wujud lansung seperti
sekarang ini.
b. Kesejajaran metodologis dan konseptualis
Pemikiran pendukung meterialisme yang beranggakapan bahwa metode
sains yang bersifat objektif, dapat diuji dan tidak dipengaruhi kecendrungan
19Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 74-75.
individu dan budaya sedangkan agama yang dklaim subjektif, tidak dapat diuji
serta kecendrungan pada individual dan budaya. Pada akhirnya metode-metode
sains itu dipetanyakan kembali oleh ahli sejarah, filosof sains dan teolog. Mereka
beranggapan bahwa sains tidak seobjektif dugaan kaum materialisme begitupun
dengan agama, tidak se subjektif dugaan paham materialisme. Menurut ahli
sejarah, filosof sains dan teolog itu, ada perbedaan diantara sains dan agama,
namun perbedaan itu mutlak, tegas mereka data ilmiah bersifat sarat teori dan
tidak bebas teori. Asumsi-asumsi teoritis bersifat pemilahan, pelaporan, dan
penafsiran terhadap apa yang dianggap sebagai data. Dan tegas mereka
karakteristik seperti itu juga ditemukan dalam agama. Adapun data agama
meliputi pengalaman keagamaa, ritual, dan teks kitab suci serta data semacam itu
banyak diwarnai penafsiran konseptual.20
Jadi, berdasarkan kemiripan metodologi yang dimiliki sains dan agama
yang tidak lahir dari analisis data yang murni sercara logis tetapi terdapat peran
imajinasi kreatif yang digunakan untuk menganalisis yang didalamnya pasti
terdapat analogi dan kerangka berpikir yang berperan penting sehingga dari hal
itulah pra anggapan sains yang dklaim materialisme sebagai metode yang sangat
objektif dan agama yang subjektif itu dibantah oleh ahli sejarah, filosof sain dan
teolog yang mendukung tipologi ini.
4. Integrasi
Tipologi dalam pandangan ini adalah melahirkan suatu hubungan yang
lebih erat dibandingkan dengan pola dialog. Tipologi ini mencari titik temu antara
20Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 78.
sains dan agama. Sains dan doktrin keagamaan sama-sama dianggap valid dan
menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Bahkan, pemahaman tentang
dunia yang diperoleh melalui temuan sains diharapkan memperkaya pemahaman
keagamaan orang-orang yang beriman.
Kerangka integrasi ini berusaha mewujudkan kesatuan konseptual saind
dan agama sehingga menyebabkan kemestian antara adanya perumusan ulang atas
penafsiran teologis agama. Dalam upaya integrasi agama dan sains, menurut
Barbour terdapat tiga versi berbeda dalam integrasi yaitu; (1) natural teologi yang
mengklaim bahwa eksistensi Tuhan dapat disimpulkan dari (didukung oleh) bukti
tentang disain alam, yang tentangnya alam membuat kita semakin meyakininya.
(2) teologi of nature, mengklaim sumber utama teologi terletak diluar sains, tetapi
teori-teori ilmiah bisa berdampak kuat atas perumusan ulang doktrin-doktrin
tertentu, terutama doktrin tentang penciptaan dan sifat dasar. (3) sintesis
sistematissains ataupun agama memberikan kontribusi pada pengembangan
metafisika inklusif.21
a. Natural teologi
Dalam natural teologi ini, tata tertib, desain alam, keindahan alam dan
kompleksittas alam menyiratkan dan mendukung adanya grand desainer dibalik
semua hala yang melekat pada alam. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana,
terdapat kekuasaan Tuhan dalam desain awal hukum fisika. Terlebih lagi, ketika
21Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 82-83.
munculnya penjelasan mengenai bagaiman munculnya fitur antropis akan alam
semesta yang merupakan konsep penyesuaian diri secara sempurna untuk
pengembangan hidup. Natural teologi, mempunyai daya tarik yang kuat di dunia
multi agama karena berangkat dari data ilmiah yang berpotensi untuk mencapai
kesepakatan diantara berbagai budaya dan keagamaan. Selain itu ia konsisten
dengan kekaguman dan keterpesonaan personal yang dirasakan para saintis dalam
kerja mereka.22
Dalam natural teologi ini, mengakui bahwa tata tertip, desain, keindahan
dan komplesitas alam semesta tidak seperti keyakinan darwin yang terbentuk
murni karena proses dari sebuah materi, akan tetapai dalam natural teologi ini
mengakui terdapat kekuasaan Tuhan sebagai desainer alam semesta.
b. Teologi of nature
Versi teologi of nature ini menyatakan bahwa doktrin agama direformasi
untuk dimasukkan ke dalam pemahaman ilmiah yang sudah mapan, seperti
gagasan bahwa sifat adalah sebuah operasi “proses dinamis” melalui hukum dan
kesempatan. Teologi of nnatur ini, tidak memberangkatkan dirinya dri keduanya
dan tidak juga dari implikasi filosofis temuan ilmiah dunia saintifik tentang
keberadaan tuhan serta tidak berangkat dari doktrin agama. Versi ini juga
meyakini adanya beberapa doktrin tradisional agama yang bertentangan dengan
temuan ilmiah, yang dalam hal ini harus ada perumusan ulang berdasarkan teori-
teori yang ada saat ini. Doktrin rumusan tradisional agama mengenai asal usul
penciptaan manusia mesti ada penyesuaian dan modifikasi yang lebih besar dari
22Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 83.
sebelumnya. Meskipun begitu kalanganteolog harus berhati-hati untuk tidak asal
mengambil teori ilmiah yang masih bersifat hipotesis tentatif, namun merumuskan
doktrinnya dalam kerangka dalam kerangka yang sekiranya akan tetap sesuai
dengan temuan dunia ilmiah masa selanjutnya.23
c. Sintesis sistematis
Versi sistematis sintesis ini memuat kerangka upaya yang dapat
memberikan kontribusi lebih pada sains dan agama. Keduanya saling
berhubungan pandangan dunia sesuai disiplin masing-masing hingga bisa
ditemukan sebuah metafisika elaboratif yang konferhensif. Sains maupun agama
pada dasarnya saling memberikan kontribusi pandangan sehingga bisa
dimunculkan alternatif, semisal metafisika inklusif sebagaimana filsafat proses.
Filsafat proses menyatakan bahwa penyusun dasr realitas bukan dari dualisme
pikiran atau materi, melainkan satu jenis peristiwa melalui dua fase. Filsafat ini
bersifat monistik dalam memotret karakter umum dari semua peristiwa dam
mengakui bahwa peristiwa tersebut bisa dikelompokan dengan berbagai cara.
Bagi filsaft proses, Tuhan merupakan proses yang panjang.24
Tipologi ini berupaya merelasikan antara sains dan agama berdasarkan
sifat-sifat dasar dasar yang dimiliki kedua disiplin tersebut. sains yang otoritas
metodeloginya pada nalar dan temuan objektif tidak bisa menggapai alam
metafisik yang merupakan ranah keagamaan. Sehingga berdasarkan hal itu
memang sangat perlu adanya “kerja sama” sains dan agama dalam rangka
keilmuan dan keimanan kepada Tuhan realisat sejati pencipta alam semesta.23Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 90.24Ian G Barbiour, Juru Bicara Tuhan, hlm. 95-96.
Dalam islam yang pada dasarnya merupakan agama formalis (teks)
integrasi ini sangat penting dan signifikan untuk mempertemukan sains dengan
agama serta teknologi. Karena pada hakikatnya sains dan agama merupakan dua
disiplin yang saling melengkapi, membutuhkan serta saling berintegrasi untuk
mengetahui realitas, alam semesta serta mengetahui proses alamiah yang sudah
merupakan sunnatullah.
Dalam agama Islam dijelaskan bahwa sains dan agama merupakan
rumpun berbeda yang sangat berkaitan. Kebenaran teks agama banyak disadari
dengan temuan-temuan sains, begitu juga sebaliknya banyak penelitian-penelitian
sains yang disari pada kajian-kajian atas al-Quran. Keterkaitan antara sains dan
agama dalam Islam dibuktikan dengan adanya temuan-temuan ilmiah mutakhir
yang pada hakikatnya tersirat dalam kandungan kitab suci al-Quran yang menjadi
pedoman umat Islam diseluruh dunia.
BAB III
ANALISIS
Relasi sains dan agama berdasarkan tipologi Ian G Barbour
Manefestari yang Ian G, barbour meliahat polemek yang terjadi antara
sains dan agama sehingga ia mengklirifikasi maslah tersebut dalam empat tipologi
yang memeliki karakteristik masing-masing dan berbeda. Pertama, konfliki,
Barbour melihat tipologi ini diperankan oleh dualisme yang saling bersebrangan
yaitu materialisme dengan anggapannya bahwa dia yang paling benar dengan
suguhan teori ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan yang ia sodorkan dan
lateralisme biblikal yang juga menganggap dirinya yang paling benar dengan
penafsiral literal terhadap kitab kejadian. Terjadinya konflik antara keduanya
karena otoritas mereka yang dianggap paling benar yakini (1) otoritas teks yang
dianggap paling benar oleh paham fundamintalis dan tidak bisa mengakuai adanya
sains, (2) otorintas penelitian yang bersifat objektif dan dapat dibuktikan secara
empirik yang dianut paham materialisme, sehingga menegnsampingkan teks
alkitab yang dianggap tidak dapat dibuktikan dan hanya bersifat dugaan, subjektif
dan didominasi pengaruh subjektif persnal dan budaya.
Kedua, independensi, yang dimainkan dengan cara memisahkan antara
keduanya, karena tipologi ini menilai agama dan sains sebagai disiplin yang
memiliki wilayah, metode, dan standart kebenarang yang berbeda. sehingga tidak
terjadi persinggungan antara kedua paham (materialisme dan liberalisme biblikal),
namun tipologi tidak menawarkan adanya integrasi antara keduanya. Tipologi ini
memisahkan sains dan agama berdasarkan (1) telaah pada masalah, (2) domain
yang dirujuk, serta (3) metode yang digunakan.
Ketiga, dialog, tipologi ini mencoba mendudukkan sains dan agama
dalam satu rumpun dengan mengakui adanya persamaan antara sains dan agama
sehingga bisa di dialogkan bahka keduanya bisa saling mendukung. Tipologi ini
pada dasarnya adalah memotret tipologi sebelumnya (konflik dan independensi).
Tipologi ini pada dasarnya menekankan pada persamaan antar meterialisme dan
fundamentalisme pada (1) pra anggapan dan pertanyaan-pertanyaa batas, serta (2)
kesejajaran metodologis konseptual dari kedua paham tersebut.
Keempat, integrasi, tipologi keempat ini melahirkan hubungan sinergitas
antara sains dan agama dengan mencari titik temu antara kelemahan dan kelebihan
dari keduanya. Sains dan doktrin keagamaan sama-sama dianggap valid dan
menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Tipologi ini dibedakan dalam
tiga variasi yaitu: (1) natural theology, (2) theologi of nature dan (3) sintesis
sistematic.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya menghubungkan antara sains dan agama Ian G. Barbour
menawarkan empat tipologi yang dapat dijadikan sebagai kunci mencapai
integritas agama dan sains dengan melihat domain, masalah, otoritas, persamaan,
perbedaan dan variasi antara sain dan agama, tipologi yang ditawarkan oleh
barbour adalah konflik, independensi, dialog dan integritas itu sendri.
Menurut Barbour tidak adanya relasi dan saling bersinggungannya antara
agama dan sains merpakan konflik yang terjadi antara sains dan agama yang
diperankan oleh materialisme dan literalisme biblikal pada mulai abad ke-12 yang
dilatar belakangi oleh temuan Galileo G (heleosentris) yang berlawanan dengan
teori (geosentrisnya) aristolteles tentang bumi bumi sebagai pusat planet-planet
yang dianggap menentang kaum gereja.
Untuk menghindari konflik antara sains dan agama maka keduanya
dipisahkan berdasarkan maslah yang telaah, domain yang dirujuk, dan metode
yang digunakan. Dalam hal ini Barbour memisahkan antara keduanya yank
disebut dengan independensi sains dan agama, sebab menurutnya apabila terdapat
dua wilayah hukum anatara sains dan agama pasti akan mementingkan diri sendri
dan tidak mementingkan yang lain.
Untuk menciptakan dialog antara agama dan sains Barbour mempunyai
anggapan bahwa dialog antara keduanya bisa diwujudkan dengan
mempertimbangkan pra-aggapan dalam upaya ilmiah; atau mengekplorasi
kesejajaran metode antara sains dan agama; atau dengan cara mnganalisis konsep
dalam satu bidang dengan konsep dari bidang-bidang yang lain. Tujuannya adalah
untuk menghindari konflik antara sains dan agama tapi denga cara yang lebih arif
sehingga antara sains dan agama tidak terpisah. Namun pada tipologo ini tidak
menawarkan model integrasi anatara anatara sain dan agama.
Melihat agama dan sains adalah sebagai disiplin ilmu yang pada dasarnya
dalah saling melengkapi maka Barbour menganggap sangat penting adanya
integrasi sains dan agama. Melihat metode yang digunakan anatara sains dan
agama adalah dari aspek yang berbeda maka dirasa perlu untuk menyadari
kelemahan dan kelebihan masing-masing sehingga pada akhirnya antara sains dan
agama memiliki relasi yang erat sehingga apa yang tidak dapat dijangkau sains
maka dapat dijawab olek doktrin-doktrin keagamaan dan begitu juga sebaliknya.
Tipologi integrasi ini ditawarkan dengan menyajikan tiga varian yang berbeda
namun dapat dipertemukan yakni: teologi of natur, natur of teologi dan sintesis
sistematic.
B. Kritik dan saran
Mengingat pentingnya karya ilmiah (tulisan) bagi kalangan intelektual
yang berpendidikan, saya sangat mengharap kajian yang serius terhadap tulisan
ini. Penulis menyadari keterbatasan penulis dalam memahami teks sehingga
sesuai dengan pemahaman para pakara yang dijadikan rujukan, penulis meyakini
dalam tulisan ini terdapat banyak kesalahan yang tidak disadari oleh penulis,
sehingga karena hal itu penulis sangat mengharapkan keritik yang konstruktif
untuk perbaikan tulisan ini.
DAFTAR RUJUKAN
Baharun, Hasan. dkk. Metodologi Studi Islam. Bandung: Ar-Ruzz Media, 2011.
Barbour, G, Ian. Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama. Bandung: Mizan, 2002.
Barbour, G, Ian. Mencari Tuhan: dalam Sains Konntemporer dan Agama. Bandung: Mizan, 2005.
Chapra ,Fritjof. The Turning Point; Titik Balik Peradaban. Yogyakarta: Jejak, 2007.
Heriyanto, Husain. Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead. Jakarta: Teraju, 2003.
Muliyanto. Islamisasi Ilmu Pengetahuan: gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Cindesindo, 2002.