relasi sosial antar umat beragama dalam...

110
RELASI SOSIAL ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN ( KAJIAN TAFSIR TEMATIK) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh : Kasri NIM: UT 143194 Jurusan Tafsir Hadits Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Dan studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan ThahaSaifuddin Jambi 2018

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • RELASI SOSIAL ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM

    PERSPEKTIF AL-QUR’AN

    ( KAJIAN TAFSIR TEMATIK)

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

    Strata Satu (S1) Dalam Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir

    Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

    Oleh :

    Kasri

    NIM: UT 143194

    Jurusan Tafsir Hadits Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

    Fakultas Ushuluddin Dan studi Agama Universitas Islam Negeri

    Sulthan ThahaSaifuddin Jambi

    2018

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari

    negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. (QS. al-Mumtahanah: 08)

  • vi

    ABSTRAK

    NAMA : Kasri

    NIM : UT. 143194

    JUDUL : Relasi Sosial Antar Umat Beragama Dalam Perspektif al-Qur’an

    (Kajian Tafsir Tematik)

    Penulisan penelitian ini di latar belakangi karena ada hal-hal menurut penulis

    sangat sakral dan aktual ditengah masyarakat sebagaimana halnya yang kita ketahui

    bahwa perbedaan agama di tengah masyarakat selalu menjadi konflik dan

    menimbulkan problem dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memancing keributan

    yang merusak hubungan sosial antar umat beragama. Adanya problem tersebut

    terkadang memicu keresahan, sehingga perbedaan agama menjadi sebab datangnya

    permusuhan dan retaknya pergaulan, hubungan sosial, kerja, perniagaan antar satu

    komunitas dengan komunitas agama lainnya, padahal, sebagai mahkluk sosial

    manusia sangat membutuhkan bantuan orang lain.

    Adapaun penelitian ini bersifat kepustakaan ( Library research) pendekatan

    penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode Kajian tafsir tematik,

    mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dan membahas tema yang sama. Sumber

    data penelitian ini adalah data primer berupa ayat-ayat al-Qur‟an serta data

    pendukung yakni tafsir klasik maupun kontemporer, beserta hadis Nabi SAW. dan

    buku lainnya yang relevan.

    Dari hasil penelitian, penulis tidak menemukan bahwa al-Qur‟an tidak

    memuat istilah relasi sosial antar umat beragama secara konvensional. tetapi,

    pembahasan mengenai relasi sosial antar umat beragama telah di gambarkan dalam

    al-Qur‟an. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam al-Qur‟an tidak melarang

    umat Islam menjalin hubungan dengan agama lain selagi dalamnya tidak ada unsur

    paksaan dan kekerasan tanfa mencampuri urusan Aqidah di dalamnya, maka

    perbedaan jangan sampai menjadi desintegrasi.

    Kata Kunci: Relasi Sosial.

  • HALAMAN PERSEMBAHAN

    Dengan ucapan puji syukur atas segala rahmat nikmat dan hidayahnya yang di

    limpahkan yang maha kuasa beserta Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan

    kepada baginda nabi yang diutus menjadi rahmat sekalian Alam. karya ini ku

    persembahkan untuk :

    1. Kedua Orangtua ku tercinta, Ayah dan Ibuku yang selalu mendoakan ku dalam

    penyelesaian kuliah ini.yang telah bersusah payah mendidik dan menyayangiku sejak

    kecil.

    2. Kakak-kakak &Adik-adikku tersayang yang selalu menanyakan kapan wisuda.

    3. Dan terimakasih juga buat adinda Deuis Nur Apriyanti yang selalu memberi

    semangat dalam penulisan dan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan

    &perhatiannya.

    4. Terimakasih Buat semua sahabat-sahabat ku Tafsir Hadis yang selalu mengingat

    dan memotivasikan dalam penulisan Skripsi ini. Semoga Allah SWT. Sampaikan kita

    semua kepada apa yang kita cita-citakan.amiin

    5. Almamaterku yang ku banggakan UIN STS Jambi. Khusunya studi Ilmu al-Qur’an

    Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama.

    6. Kemudian ucapan terimakih kepada semua orang yang selalu memberi semangat

    untuk mengerjakan tugas ini, sehingga dalam penuh derita ini penulis mampu

    menyelesaikan tugas kuliah ini walaupun dihadapi dengan berbagai rintangan.

  • KATA PENGANTAR

    Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha

    penyayang. Segala puji bagi Allah SWT, atas berkah rahmat, taufiq dan hidayah-Nya

    beserta solawat dan salam yang tak henti-hentinya kita curahkan kepada Nabi

    Muhammad SAW. maka penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Dengan

    judul, Relasi Sosial Antar Umat Beragama Dalam Perspektif al-Qur’an ( Kajian

    Tafsir Tematik). disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

    sarjana (S.1) Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri (UIN)

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Dalam penulisan Skripsi ini penulis banyak

    mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan

    skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Yang terhormat Rektor UIN STS Jambi. Dr. H. Hadri Hasan, M.A, selaku

    penanggung jawab penuh terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar di

    lingkungan UIN STS Jambi.

    2. Bapak Dr. H. Abdul Ghaffar, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

    Studi Agama UIN STS Jambi yang telah merestui pembahasan serta sekaligus

    menjadi dosen pembimbing I dan, Bapak Dr. Badarussyamsi, M.A, selaku

    dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan

    pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan

    Skripsi ini.

    3. Bapak wakil Dekan I Dr. Masiyan M.Ag, yang selalu mengingati penulisan

    Skripsi ini. Beserta bapak Dekan II dan III yakni H. Abdullah Firdaus. Lc.

    MA. Ph.D, dan Dr. Firhad Abbas, M.Ag

    4. Ibu Ermawati, M.A, selaku ketua jurusan Ilmu al-Qur‟an Tafsir yang telah

    bersedia mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Seluruh Dosen yang mengajar di program Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir

  • 6. Bapak/Ibu Pimpinan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama,

    Perpustakaan UIN STS Jambi beserta stafnya, yang

    7. Bapak Drs. H. Syamsu Rizal, selaku kepala MAS Mahdaliyah Kota Jambi,

    beliau yang yang tak henti-hentinya memberi semangat atau memotivasi

    dalam penyusunan Skripsi ini.

    8. Yang paling utama sembah sujud penulis sampaikan kepada ayah dan ibuku

    beserta adik dan kakak ku yang telah memberikan kasih sayang bantuan,

    dorongan dan dukungannya.

    9. Semua guru dari mulai SD, MTS, MAS, yang telah mendidik dan

    membagikan ilmunya kepada penulis semoga Allah SWT. Senantiasa

    membalas kebaikanmu.

    10. Segenap pihak, dan beserta para sahabat dan teman-teman yang tidak bisa di

    sebut satu-persatu yang telah membantu dalam penulisan Skripsi ini. Makasih

    atas perhatiannya.

    Pada akhirnya penulis menyadari atas segala kemampuan dan pengetahuan

    yang sedikit, banyak referensi dan rujukan buku lain yang belum terbaca. Sehingga

    membuat penulisan skripsi ini belum sempurna. Namun penulis telah berupaya

    menyelesaikan Skripsi ini dengan semaksimal munkin sesuai dengan kemampuan.

    Oleh karenanya penulis mengharap kepada para pembaca saran atas segala

    kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini, untuk menutupi segala

    kekurangan dan kesalahan penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati

    penulis ingin menyampaikan harapan yang begitu besar yaitu semoga Skripsi ini

    dapat memberi manfaat bagi pembaca pada umumnya.aminn Ya Robbbana.

    Jambi, 9 September 2018

    Hormat Penulis

    Kasri

    NIM: UT 1431

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ....…....…................................................................................. i

    NOTA DINAS .......……........................................................................................ ii

    SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ………......................... iii

    PENGESAHAN ……...….................................................................................... iv

    MOTTO .........…..................................................................................................... v

    ABSTRAK ………................................................................................................. vi

    HALAMANPERSEMBAHAN........................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ........………....................................................................... viii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB ............................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN ......……………………………………….... 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ……............................................................... 8

    C. Batasan Masalah ..…................................................................. 8

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …........................................ 8

    E. Tinjauan Pustaka ....…............................................................... 9

    F. Metode Penelitian ...................................................................... 12

    G. Sistematika Penulisan....……..................................................... 15

    BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RELASI SOSIAL

    ANTAR UMAT BERAGAMA ….……………………………. 16 A. Pengertian Relasi Sosial Antar Umat Beragama .…………… 16

    B. Relasi Sosial Antar Umat Beragama dalam Lintas

    Sejarah Islam ...……………………………………………… 27

    BAB III AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG

    RELASI SOSIAL ANTAR UMAT BERAGAMA ….…......... 34 A. Asbabun Nuzul dan Korelasi Ayat ......................…................. 34

    B. Istilah-Istilah lain Relasi Sosial Antar Umat Beragama

    dalam al-Qur‟an .......................................................................... 49

    BAB IV TEMATISASI RELASI SOSIAL ANTAR UMAT

    BERAGAMA DALAM AL-QUR’AN .………………….. 51

    A. Relasi Sosial Antar Umat Beragama dalam Konteks Mu‟amalah.52 1. Saling Tolong Menolong ..........………………………… 52 2. Saling Berbuat Adil .......………………………………… 58 3. Membangun Pertemanan……………………………….. 62 4. Berdialog dengan Baik .………………………………. .. 65

    B. Relasi Sosial Antar Umat Beragama dalam Konteks Aqidah ..... 69

  • 1. Kebebasan Beragama ......……..………………………… 69 a.Larangan Memaksa ....................………………………... 69

    b.Keimanan Adalah Kehendak Tuhan …………………... 73

    2. Pengakuan Akan Keragaman Keyakinan .......................… 75 3. Seruan Untuk Sama-sama Mengesakan Tuhan …………. 78 4. Menghormati Peribadatan Orang Lain ....……………….. 82

    BAB V PENUTUP ……………………………………………………. .. 86

    A. Kesimpulan ......……………………………………………... 86 B. Saran ..………………………………………………….... 87

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    CURRICULUM VITAE

  • PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    A. Alfabet

    Arab Indonesia Arab Indonesia

    ʼ ṭ

    B. Vocal dan Harakat

    Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

    Ā ˉ

    Á

    Ū

  • C. Tāʼ Marbūṭ ah

    Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:

    1. Tāʼ Marbūṭ ah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya adalah /h/.

    Contoh:

    Arab Indonesia

    Ṣ alāh

    Mirʼāh

    2. Tāʼ Marbūṭ ah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, maka transliterasinya adalah /t/.

    Contoh:

    Arab Indonesia

    Wizārat al-Tarbiyah

    Mir‟āt al-zaman

    3. Tāʼ Marbūṭ ah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun. Contoh:

    Arab Indonesia

    Tan

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A . Latar Belakang Masalah

    Al-Qur‟an adalah kitab induk dari umat Islam yang selalu menarik untuk

    dijadikan bahan diskusi karena berbagai aspek dari isinya bisa menjadi wacana

    hangat. Hal ini dikarenakan luasnya pembahasan yang dapat diambil darinya. Al-

    Qur‟an juga merupakan kitab yang mengandung nilai-nilai universal yang akan

    relevan dan tidak akan lekang dengan batas-batas ruang dan waktu.1 Allah SWT. juga

    menurunkannya sebagai petunjuk bagi manusia bukan saja buat umat Islam, tetapi

    untuk sekalian alam. Karena di dalamnya tidak hanya mengatur segi Aqidah dan

    Mua‟malah saja, tetapi mengatur segala aspek permasalahan.

    Salah satu persoalan pokok yang dibicarakan oleh al-Qur‟an adalah tentang

    masyarakat. Walaupun al-Qur‟an bukan kitab ilmiah dalam pengertian umum, namun

    didalamnya banyak sekali dibicarakan tentang masyarakat.2 Ini disebabkan karena

    fungsi utamanya adalah mendorong lahirnya perubahan-perubahan positif dalam

    masyarakat, atau dalam istilah al-Qur‟an disebutkan :

    mengeluarkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya terang benderang (Q.S

    Ibrahim:1).3

    Dengan demikian al-Qur‟an memperkenalkan sekian banyak hukum-hukum

    yang berkaitan dengan tegak runtuhnya suatu masyarakat. Bahkan tidak berlebihan

    jika dikatakan al-Qur‟an merupakan buku pertama yang memperkenalkan hukum-

    hukum kemasyarakatan.4

    1 Abdul mustakim, epistemology tafsir kontemporer ( Yogyakrta : LKIS,2011), 1.

    2 Abid Rohman, “Stratafikasi Sosial dalam al-Qur‟an”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.3, No.2,

    Oktober (2013) ,ISSN: 2089-0192, 6.

    3 Penyusun Terjemah Per kata Dan Transliterasi Per Kata, At-Thayyib al-Qur‟an Transliterasi

    Per Kata dan Terjemah Per Kata ( Bekasi: Cipta Bagus Segara,2012), 255.

    4 Ali Nurdin, Qur‟anic Society menelusuri Konsep masyarakat Ideal dalam al-Qur‟an

    (Jakarta: Penerbit Erlangga 2006) , 2.

  • Kata masyarakat dalam bahasa Inggris disebut dengan Society, asal katanya

    Socius yang berati kawan. Sedangkan dalam bahasa „arab, kata masyarakat disebut

    dengan Syirk, yang berarti bergaul. Dengan adanya kata bergaul di sini dapat berarti

    bahwa adanya kehidupan bersosial, maka dari kehidupan sosial ini akan terbentuk

    aturan hidup yang tidak bersifat perorangan melainkan adanya unsur-unsur dalam

    lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.5 Dalam kehidupan masyarakat tentu

    ditemukan norma dan aturan sebagai syarat dan tanda sifat kemasyarakatan agar

    dapat disebut dengan sekumpulan individu yang memiliki nilai kesamaan dalam

    sosial. Hal ini tidak terlepas dari nilai luhur yakni agama, yang selalu menjadi

    pedoman hidup dan diyakini oleh setiap pemeluknya.

    Islam merupakan agama yang selalu menekankan akan penganutnya untuk

    hidup dalam keharmonisan, tentram dalam kesehariannya. Begitu juga dengan agama

    lainnya. Mereka juga ingin mensejahterakan para pemeluknya. Secara universal

    agama lain juga ingin menolong orang-orang miskin dan yang teraniaya. Persamaan

    pandangan tersebut memungkinkan berbagai agama dapat bekerja sama untuk

    melakukan kegiatan-kegiatan sosial.6 Ini bisa terjadi jika di antara sesama

    masyarakatnya mampu berperadaban memiliki sikap keterbukaan atau demokratik

    dan saling memahami terhadap sesama, kehidupan seperti ini merupakan dambaan

    setiap manusia.7

    Namun dalam kehidupan sekarang ini sudah sering terdengar berbagai macam

    peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat seperti masalah hubungan antar umat

    beragama. Di mana etnis agama selalu menjadi problem dalam berkehidupan di

    tengah masyarakat, sehingga problem ini menuai hasil antara satu tetangga dengan

    tetangga lainnya tidak perteguran, antara satu kelompok masyarakat dengan

    kelompok masyarakat agama lain tidak menyatu karena merasa tidak seagama.

    5 Lihat. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: PT Reflika Aditama, 2009), 122. 6 Lihat. Kata Pengantar. Sa‟id Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama

    (Jakarta: Penerbit Ciputat Press,2005). 7 Muhammad Yusuf, “Hubungan Muslim non Muslim perspektif Ulama Bugis” , jurnal At-

    tahrir, vol. 14,NO.2 Mei (2014) : 273-296, 275.

  • Mereka merasa hanya ajaran agama merekalah yang paling benar, sedangkan agama-

    agama yang lainnya salah, bahkan tidak jarang seseorang merasa pahamnya dalam

    beragama adalah paham agama dia yang paling benar.8 Dapat kita pahami dari

    pemahaman seperti ini yang mendorong mereka berkeyakinan bahwa hanya

    ajarannyalah yang dapat membawa dan memberikan keselamatan bagi mereka,

    sehingga perbedaan agama menjadi salah satu penyebab terjadinya desintegrasi.

    Begitu juga dengan fenomena pengklaim yang biasa terdengar di tengah

    masyarakat seperti adanya sebagian golongan atau kelompok yang melarang loyal

    kepada kaum kafir seluruhnya, baik orang Yahudi, Nasrani, Atheis, Musyrik Budha,

    maupun yang lainnya.9 Padahal Islam adalah agama universal yang ajarannya

    ditujukan bagi umat manusia secara keseluruhan, inti ajarannya selain memerintahkan

    penegakan keadilan dan eliminasi kezaliman, juga meletakkan pilar-pilar kedamaian

    yang diiringi dengan himbauan kepada umat manusia agar hidup dalam suasana

    persaudaraan dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama,

    karena manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama.10

    Sebagaimana firmannya:

    Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu

    dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya dan dari pada

    keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang

    banyak.(QS.an-Nisa: 1)11

    Melalui ayat ini, al-Qur‟an menginformasikan kepada para manusia agar

    bertaqwa kepada Tuhannya, karena pada dasarnya kita semua berasal dan diciptakan

    Allah SWT. dari jiwa yang satu, kemudian berkembang menjadi manusia yang

    banyak. Pada ayat di atas dapat dipahami bahwa al-Qur‟an menghimbau kepada

    8 Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif ( Jakarta: Fustaka Pirdaus,1997) , 148.

    9 Muhammad Sa‟id al-Qohthani, Al Wala‟ Wal bara‟ : Loyalitas dan Anti Loyalitas dalam

    Islam, Ter, Salafuddin Abu Sayid ( Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2013), 67.

    10

    Masri Elmahsyar Bidin, “Prinsip Hubungan Muslim Dan Non Muslim Dalam Pandangan Islam” Diakses melalui alamat http://ahmadlukman-alhakiem.blogspot.co.id/2010/05/prinsip-

    hubungan-Muslim-dan-non-Muslim.html pada tanggal 16-01-2018 : 04:30.

    11 Penyusun Terjemah Per kata Dan Transliterasi Per Kata, At-Thayyib al-Qur‟an

    Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata ( Bekasi: Cipta Bagus Segara,2012), 77.

    http://ahmadlukman-alhakiem.blogspot.co.id/2010/05/prinsip-hubungan-muslim-dan-non-muslim.html%20pada%20tanggal%2016-01-2018http://ahmadlukman-alhakiem.blogspot.co.id/2010/05/prinsip-hubungan-muslim-dan-non-muslim.html%20pada%20tanggal%2016-01-2018

  • seluruh manusia dan tidak menyebut atau menentukan suatu agama saja, di sini

    tampak berlaku untuk umum. Ayat tersebut juga menunjukkan kepada kita bahwa ada

    kesamaan setiap manusia dalam pandangan Allah SWT. maka Allah SWT. tidak

    mengkhusus kepada umat beragama Islam saja. Maksud dari keumuman seruan Allah

    SWT. itu juga memberi pelajaran buat kita agar bersikap toleransi dengan pengikut

    agama dan bersikap positif terhadap antar agama lainnya.

    Konflik antar agama, suku, bangsa dan negara selain mengkonfrontasikan

    kebudayaan barat dengan kebudayaan lain, juga merubah konflik ekonomi dan

    ideology sebagai konflik budaya. Di mana konflik mendatangkan sangat terkait

    dengan konflik di tengah masyarakat Indonesia dan Islam pada umumnya, termasuk

    konflik keagamaan di negara seperti Suriah, Myanmar, Yaman, Palestina dan Israel,

    dan lainnya. Ini merupakan bukti jika agama masih dijadikan legitimasi untuk

    menyerang dan menyakiti sesama.

    Seperti yang terjadi di Myanmar pembantaian dan pengusiran kaum Muslim

    dari negaranya, perang Suriah, hingga perang Israel dan Palestina yang tak kunjung

    henti. Di Indonesia seperti kejadian di kota Tolikora Papua yang terjadi pada tanggal

    17 Juli 2015. Konflik yang dimulai dengan adanya insiden ngawur pembakaran

    Masjid dari para Jemaat Gereja Injil yang diawali saat masyarakat Muslim hendak

    melakukan Ibadah Shalat Idul Fitri yang menyebabkan 2 orang tewas dan 96 rumah

    warga Muslim dibakar.12

    Tindakan diskriminatif ini telah memperburuk hubungan

    Muslim dengan non-Muslim yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang berdasarkan

    al-Qur‟an dan Sunnah. Hubungan tidak harmonis antara Muslim dengan kelompok

    non-Muslim telah melahirkan sejumlah salah pengertian, opini yang keliru dan

    menyebar sikap kebencian dan permusuhan terhadap sesama agama.

    Terkadang ketika umat Islam menjadi mayoritas pada suatu wilayah tertentu,

    keberadaan kelompok minoritas kaum non-Muslim dapat dengan leluasa melalukan

    12

    Yenny Herawati, “Pembakaran Masjid Papua Memicu Konflik” diakses melalui alamat

    https://www.benarnews.org/indonesian/berita/pembakaran masjidpapua memicu konflik

    07202015182625.html. pada tanggal 15-02-12018. Pukul 14.30.

    https://www.benarnews.org/indonesian/berita/pembakaran%20masjidpapua%20memicu%20konflik%2007202015182625.htmlhttps://www.benarnews.org/indonesian/berita/pembakaran%20masjidpapua%20memicu%20konflik%2007202015182625.html

  • aktivitasnya. Namun berbanding terbalik jika umat Islam berada di tengah-tengah

    mayoritas non-Muslim, penganiayaan dan penindasan selalu menjadi potret buram

    yang seolah-olah dipandang sebelah mata oleh masyarakat International. Sejarah

    menyaksikan, bahwa kaum Muslim dapat hidup berdampingan dengan komunitas

    non-Muslim dalam kondisi yang aman.13

    Jika kita melihat sejarah masa lalu, maka akan ditemukan bagaimana Islam

    lewat Nabi Muhammad SAW. mampu mempersatukan berbagai macam suku,

    kabilah, dan agama yang ada di Madinah dengan merumuskan aturan kehidupan yang

    terkonsep dalam sebuah konstitusi yang lebih dikenal dengan nama Piagam Madinah.

    Adapun konsep Piagam Madinah tersebut diantaranya berisi tentang persamaan umat,

    persatuan, kebebasan umat, toleransi beragama, tolong-menolong dan lain

    sebagainya.14

    Dalam konteks kehidupan bernegara, Indonesia mengakui eksistensi beberapa

    agama dan kepercayaan. Dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa

    negara menjamin setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan

    menurut agama dan kepercayaannya itu. Seperti yang tertera pada sila pertama, UUD

    1945 pasal 29 menegaskan bahwa negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa dan

    negara menjamin hak setiap warga negara untuk menjalankan agama dan

    kepercayaannya.

    Demikian pula dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, perbedaan agama tidak

    boleh dijadikan sebagai dasar perpecahan oleh karena itu dalam konteks NKRI

    perbedaan agama dan kepercayaan sejatinya menjadi perekat persatuan sebagai warga

    bangsa yang berhak mendapatkan jaminan dalam menjalankan agama dan

    kepercayaannya itu.15

    Begitupun dari sudut pandang al-Qur‟an menyatakan bahwa

    13 Samsul Hadi Untung, “Sikap Islam Terhadap Minoritas Non-Muslim”, Jurnal Kalimah,

    Vol. 12, No. 1, Maret (2014), 28. 14 Rahmat Nurdin, “Studi Agama dan Filsafat: Hubungan Antar Umat Beragama Dalam Q.S

    Al-Mumtahanah” Tesis ( Yogyakarta: Pasca Sarjana Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016), 5 15

    Muhammad Yusuf, “Hubungan Muslim Dengan Non Muslim Perspektif Ulama Bugis”, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei (2014): 273-296, 276.

  • Islam sangat menganjurkan dan menjunjung tinggi rasa persaudaraan meskipun

    dengan non-Muslim. Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur‟an :

    Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil

    terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)

    mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

    yang berlaku adil. (QS.Al Mumtahanah: 8)16

    Inti dari kandungan ayat ini berisi legalitas bagi orang Mukmin menjalin

    hubungan dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap golongan yang selain Islam

    (kafir) selama mereka tidak memerangi dan tidak mengusir. Sebagaimana Mufassir

    Wahbah Zuhaily dalam tafsirnya mengatakan itulah kaidah dalam pergaulan dengan

    orang-orang yang non-Muslim yang merupakan kaidah yang paling adil dan sangat

    cocok dengan tabiat agama Islam arahannya, bahwa Allah SWT. membolehkan

    orang-orang Muslim untuk menjalin hubungan dengan orang kafir seperti

    menyambung tali silaturahmi, mengambil manfaat dari bertetangga, menepati janji,

    serta ayat ini menjadi asas syariat Islam dalam hubungan Internasional.

    Sedangkan Golongan non-Muslim menurut Wahbah Zuhaily ialah kaum kafir

    yang mengadakan gencatan senjata dengan orang-orang mukmin.17

    Begitupun Ibnu

    Jarir sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad bin Sa‟di al-Qahtani mengatakan

    bahwa pendapat yang benar mengenai hal itu adalah pendapat kelompok yang

    mengatakan bahwa Allah SWT. tidak melarang kalian untuk berbuat baik,

    menyambung hubungan, dan berbuat adil terhadap orang-orang yang tidak

    memerangi kamu karena agama dari seluruh penganut agama yang ada.18

    16

    Penyusun Terjemah Per kata Dan Transliterasi Per Kata, At-Thayyib al-Qur‟an

    Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata ( Bekasi: Cipta Bagus Segara,2012), 550 17

    Lihat. Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir , Juz 27 (Damaskus: Dar al-Fikr, 1991), 70. 18

    Lihat Ibnu Jarir dalam Muhammad bin Sa‟di Al-Qahtani, Al-Wala Wa Al Bara‟ ,Loyalitas

    dan Anti Loyalitas Dalam Islam, Terj: Salafuddin Abu Sayyid, cet ke 2, (Solo: Era Intermedia,2005),

    377. Lihat Hamka, Jilid 9, hal.7303, Ibnu Katsir serta Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Tafsir al-Aisar.

  • Hasan Ayyub dalam bukunya mengatakan jika dia orang kafir itu Muhaarib

    (memerangi), dia harus dibunuh, ditawan atau diperbudak, tak ada penghinaan setelah

    (penghinaan) seperti itu. Adapun berkenaan dengan kafir dzimmi dan orang yang

    tidak kita perangi karena ada kesepakatan perdamaian atau karena sedang gencatan

    senjata, kita tidak boleh menyakitinya, tetapi tidak boleh sampai menyenangi dan

    memberitahukan segala permasalahan umat Islam, bahkan tidak boleh menjadikannya

    sebagai teman akrab (Sadiq).19

    Begitu kita melihat relasi sosial antar umat beragama pada masa Nabi SAW.

    melalui suatu riwayat diceritakan bahwa pada suatu hari Qatilah (mantan isteri Abu

    Bakar) yang telah diceraikannya pada zaman jahiliyah datang kepada anaknya

    bernama Asma‟ binti Abu Bakar, dengan membawa bingkisan. Lalu Asma‟ menolak

    pemberian itu bahkan tidak memperkenan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Setelah

    itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah (saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini

    kepada Rasullallah SAW. maka Rasul pun memerintahkan untuk menerimanya

    dengan baik serta menerima pula bingkisannya.20

    Sebagai umat Islam meyakini bahwa prinsip hubungan antar agama ini sudah

    diatur Allah SWT. dalam al-Qur‟an di mana harus terjalin atas dasar nilai persamaan

    toleransi, keadilan, kemerdekaan dan persaudaraan kemanusiaan (al-ikhwah al-

    insaniyah). Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk

    mengkaji lebih dalam mengenai: Relasi Sosial Antar Umat Beragama dalam

    Perspektif al-Qur‟an Kajian Tafsir Tematik.

    19. Hasan Ayyub, As sulukul Ijtima‟i Fil Islam, Etika Islam menuju Kehidupan yang hakiki (

    Bandung: Penertbit Trigenda Karya,1994), 693 20

    . Jalaluddin al-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby,

    2011M/1432 H), 234. Lihat juga Asrifin An Nakhrawie, Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab

    turunnya Ayat-Ayat al-Qur‟an ( Surabaya: Ikhtiar,2011), 170

  • B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian di atas, persoalan pokok kajian ini adalah tentang relasi

    sosial antar umat beragama dalam perspektif al-Qur‟an kajian tafsir tematik, maka

    yang menjadi pokok permasalahan adalah untuk menjawab pokok permasalahan

    tersebut yang dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

    1. Bagaimana gambaran umum tentang relasi sosial antar umat beragama ?

    2. Bagaimana struktur ayat-ayat al-Qur‟an tentang relasi sosial antar umat

    beragama ?

    3. Bagaimana tematisasi relasi sosial antar umat beragama dalam al-Qur‟an ?

    C. Batasan Masalah

    Untuk menghindari terjadinya perluasan pembahasan maka penulis memberi

    titik fokus pada permasalahan-permasalahan yang akan penulis bahas. Dalam

    permasalahan ini, penulis hanya fokus membahas bagaimana relasi sosial antar umat

    beragama dalam konteks Muamalah dan Aqidah, serta mengutip ayat-ayat al-Qur‟an

    yang terkait dengan hal itu.

    D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

    Setiap penelitian yang dilakukan, tentu memiliki suatu tujuan yang hendak

    dicapai, karena hal ini merupakan nilai utama yang hendak dituju. Melalui uraian

    latar belakang dan batasan masalah maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis

    yakni :

    1. Ingin mengetahui gambaran umum tentang relasi sosial antar umat beragama.

    2. Ingin mengetahui ayat-ayat yang berkaitan dengan relasi sosial antar umat

    beragama dalam al-Qur‟an.

    3. Ingin mengetahui dan memahami penafsiran Mufassir tentang relasi sosial

    antar umat beragama dalam al-Qur‟an.

    Adapun kegunaan yang hendak penulis capai yakni:

    1. Penilitian ini diharapkan dapat menambah wawasan sekaligus menjadi

    khazanah bagi penulis.

  • 2. Menambahkan cakrawala pengetahuan yang berkaitan dengan kajian-kajian

    al-Qur‟an.

    3. Agar pembaca tidak menganggap bahwa relasi sosial antar umat beragama

    bukan hal yang sepele.

    4. Sebagai bahan bacaan dan rujukan bagi mahasiswa, peneliti dan masyarakat

    pada umumnya, melalui pembuatan dan penyusunan karya ilmiah secara

    baik.

    5. Sekaligus menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN STS Jambi.

    E. Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka adalah analisis terhadap berbagai penelitian terdahulu yang

    relevan dengan permasalahan yang diteliti. Melalui tinjauan, penulis dapat

    menunjukkan tingkat urgen suatu penelitian.21

    Setelah dilakukan tinjauan pustaka

    berdasarkan kemampuan penulis, ternyata karya yang meneliti dengan tema

    hubungan Muslim dengan non-Muslim cukup luas, tetapi belum ada penelitian yang

    secara komprehensif membahas tentang relasi sosial antar umat beragama. Namun

    penulis telah menemukan karya tulis yang memiliki konten pembahasan yang

    menyinggung topik relasi sosial antar umat beragama dalam bentuk buku, makalah,

    artikel, dan jurnal. Diantaranya:

    Skripsi yang ditulis oleh Dirun, dengan judul hubungan Muslim Non-Muslim

    dalam Interaksi Sosial. UIN Walisongo, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadist.

    Dalam skripsi ini fokus kepada pemikiran Husain al-Thabathaba‟i dalam menjelaskan

    ayat-ayat dalam al-Qur‟an yang berkaitan dengan hubungan Muslim non-Muslim

    dalam interaksi sosial studi analitis terhadap tafsir al-Mizan karya Husain al-

    Thabataba‟i. Ia menjelaskan bahwa hubungan Muslim non-Muslim dalam interaksi

    sosial menurut al-Thabathaba‟i adalah suatu interaksi sosial dalam kehidupan sehari-

    hari, berkomunikasi, bersama-sama dalam masyarakat secara individu, kelompok

    maupun masyarakat umum. Menurut al-Thabathaba‟i boleh berhubungan dengan

    21 Dalman, Menulis Karya Ilmiah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), 207.

  • non-Muslim selama mereka itu tidak memerangi, tidak mengusir, tidak memaksa

    untuk mengikuti agama mereka. Jenis penelitian ini adalah Library Research yang

    masuk dalam sebuah penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode

    analisis data yakni menggali keaslian teks atau melakukan pengumpulan data dan

    informasi untuk mengetahui kelengkapan atau keaslian teks tersebut.22

    Tesis, yang tulis oleh Rahmad Nurdin, Program Studi Agama dan Filsafat

    Konsentrasi Studi Qur‟an Hadist, Pasca Sarjana UIN Sunan Kali Jaga 2016. Dengan

    judul Hubungan Antar umat Beragama dalam QS. al-Mumtahanah. Penelitian ini

    mencoba menjawab persoalan hubungan antar umat beragama pada surat al-

    Mumtahanah. Akhirnya, penelitian menemukan analisis linguistik atas beberapa ayat

    dalam QS. al-Mumtahanah, makna otentik ayat yang meliputi perkawinan berbeda

    agama dan relevansinya dengan UU perkawinan dan kompilasi hukum perkawinan di

    Indonesia, dan larangan perkawinan beda agama.23

    Buku terbitan Departemen Agama RI Badan Litbang Dan Diklat Lajnah

    Pentashihan Mushaf al-Qur‟an dengan judul: Hubungan Antar Umat Beragama,Tafsit

    Tematik al-Qur‟an, buku ini membahas hal manusia dan agama, toleransi Islam

    terhadap pemeluk agama lain, hak-hak dan kewajiban umat beragama dalam

    kehidupan bermasyarakat, konsep damai, jihad, dan perang dalam Islam, Islam

    terorisme, dan kekerasan, pernikahan beda agama konsep Jizyah dalam al-Qur‟an,

    dialog antar umat beragama, peran negara dalam kerukunan hidup umat beragama.24

    Buku karangan Sa‟id Agil Husin al-Munawar, dengan judul: Fikih Hubungan

    Antar Umat Beragama di dalam buku ini dijelaskan bahwa buku ini diberi judul atas

    dasar pertama pertimbangan persoalan hubungan antar agama adalah sesuatu yang

    berada dalam wilayah pertimbangan ijtihad, karena wilayah ijtihad memberi ruang

    22

    . Dirun, “Hubungan Muslim Non-Muslim Dalam Interaksi Sosial (Studi Analisis Penafsiran

    Thabathaba‟i dalam kitab Tafsir al-Mizan)” Skripsi ( Semarang: UIN Wali Songo, 2015) 23

    . Rahmat Nurdin, “Hubungan Antar Umat Beragama Dalam QS.al-Mumtahanah”, Tesis (

    Yogyakarta: UIN Sunan Kali Jaga,2016) 24

    Departemen Agama RI Badan Litbang Dan Diklat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an,

    Hubungan Antar Umat Beragama,Tafsit Tematik al-Qur‟an, Di Terbitkan Oleh Departemen Agama

    RI,Cet: Pertama 2008).

  • dan kebebasan bagi masing-masing pemeluk agama. Kedua istilah fikih itu sendiri

    mengandung arti usaha sungguh-sungguh seseorang dalam menggali prinsip-prinsip

    ajaran agama yang menyangkut perwujudan dengan etika hubungan antar agama.

    Ketiga subjek matter hubungan antar agama itu sendiri adalah persoalan interaksi

    sosial dan hubungan sosial yang secara jelas dan tegas tidak di atur secara rinci dalam

    kitab suci agama-agama. Dari tiga hal tersebut di atas maka terlihat bahwa buku ini

    menjelaskan sebuah tafsiran sebagai sebuah Ijtihad untuk mengatur hubungan antar

    agama.25

    Jurnal tentang “Hubungan Muslim Non-Muslim Perspektif Ulama Bugis”

    dikarang oleh Muhammad Yusuf. Dalam penelitian berbicara tentang pemikiran

    Ulama‟ Bugis. Serta berusaha mengurai secara tematis pemikiran ulama‟ Bugis

    memahami hubungan Muslim non-Muslim. kemudian merelasikannya dengan praktik

    Nabi SAW. dengan non Muslim. hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada batasan

    dalam interaksi dan kerja sama atas nama agama, dan interkasi dapat dilakukan

    dengan siapapun termasuk dengan non Muslim. Dan juga menunjukkan bahwa

    pengakuan eksistensi serta pengutamaan etika merupakan kunci dalam membangun

    komunikasi lintas agama yang harmonis dan toleran. Artikel ini menggunakan

    pendekatan historis dengan menggunakan content analsis.26

    Junal tentang “Hubungan Antar Umat Beragama dalam Perspektif Tfasir al-

    Qur‟an”, dikarang oleh M.Jamil, dalam penelitiannya berbicara mengenai bagaimana

    al-Qur‟an memberikan bimbingan dan pendidikan, isyarat kepada umat agar dapat

    membangun hubungan yang baik dalam masalah-masalah kehidupan sosial, bukan

    masalah Mu‟amalah dan Aqidah. Tulisan ini disajikan dalam bentuk yang relatif

    ringkas dengan merujuk kepada beberapa ayat saja.27

    25 Sa‟id Agil Husain al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama ( Jakarta: Ciputat

    Press,2005) 26

    Muhammad Yusuf, “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Perspektif Ulama Bugis”,

    Jurnal al-Tahrir, Vol. 14, No 2 Mei (2014): 273-296 , 274 27

    M. Jamil “Hubungan Antar Umat Beragama Dalam Perspektif Tafsir al-Qur‟an”, Jurnal

    Analytica Islamica, Vol.4, No.2, (2015): 258-275

  • Penting bagi penulis ingatkan, bahwa pembahasan yang akan penulis kaji nanti

    tidaklah lepas dari pembahasan relasi sosial antar umat beragama. Namun penulis

    tetap memiliki perbedaan dengan kajian terdahulu. Dalam kajian ini, penulis memiliki

    objek kajian utama yakni pokus pada relasi sosial antar umat beragama dalam

    konteks Mu‟malah dan konteks Aqidah, dan bagaimana sebenarnya hal tersebut

    menurut perspektif al-Qur‟an. Metode yang akan penulis gunakan pun berbeda, yakni

    kajian tafsir tematik/maudhu‟iy.

    F. Metodologi Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian adalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu

    penelitian. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan penelitian

    kepustakaan (Library Reseacrh), yang mengumpulkan dan menyajikan secara

    sistematis data yang berkenaan dengan permasalahan yang di peroleh berdasarkan

    telaah terhadap buku atau literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan

    dibahas. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif

    analisis, yaitu bentuk penelitian yang meliputi proses pengumpulan data dan

    penyusunan data, kemudian data-data yang terkumpulkan tersebut dianalisi

    sehingga diperoleh pengertian data yang jelas dan akurat.

    2. Sumber Data dan Jenis Data

    Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena itulah sumber data yang

    penulis gunakan dalam penelitian ilmiah ini adalah data-data literatur berbentuk

    buku-buku ilmiah, majalah ilmiah, dokumen pribadi, jurnal, dan artikel-artikel.

    Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni jenis data primer dan

    sekunder.

    Data primer merupakan data pokok atau data literatur yang secara langsung

    memiliki keterkaitan dengan topik bahasan yang akan penulis teliti. Dalam hal ini

    penulis akan mengkaji pembahasan melalui buku-buku tafsir, hal ini tentunya

    sesuai dengan kajian penulis yakni kajian Tafsir Tematik. Adapun data primer

  • yang penulis gunakan diantaranya yaitu kitab suci al-Qur‟an, Tafsir Al-Misbah,

    karya Quraish Shihab, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an, karya Sayyid Quthub, Tafsir Ibnu

    Katsir, karya Ibnu Katsir, Tafsir al-Azhar, karya Hamka, dan buku-buku Tafsir

    lainnya.

    Sedangkan data sekunder adalah data literatur yang dalam hal ini penulis sebut

    sebagai data pendukung yang memberikan informasi tambahan dalam pembahasan

    yang akan penulis teliti, agar dapat memudahkan di dalam proses penelitian. Data

    sekunder ini berupa buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan dalam

    penelitian, yaitu yang berkaitan dengan tema relasi sosial antar umat beragama.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi.28

    Teknik

    ini merupakan pengkajian terhadap semua referensi yang telah penulis kumpulkan

    sesuai pembahasan penelitian penulis. Pada tahap ini penulis berusaha

    memperoleh data melalui penelitian kepustakaan (Library Research). Kemudian

    penulis mengumpulkan data sesuai pembahasan yang akan penulis teliti, maka

    langkah selanjutnya adalah membaca, menalaah serta menganalisa bagian-bagian

    terpenting dari buku-buku ilmiah tersebut. Sehingga pada akhirnya penulis dapat

    memberikan pengertian dan kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan-

    pertanyaan yang menjadi sasaran objek penelitian.

    4. Analisis Data

    Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis yang

    telah diperoleh dari data-data literatur yang sesuai dengan pembahasan yang ingin

    dikaji. Data yang telah terkumpul dianalisis melalui metode analisis data atau

    analisis deskriptif, yaitu memaparkan data yang ada kaitannya dengan

    permasalahan sesuai keterangan yang di dapat. dalam hal ini penulis menggunakan

    metode pendekatan maudhu‟iy. Metode ini adalah suatu metode yang menghimpun

    ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama

    28

    Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah, (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 45.

  • membicarakan satu topik atau satu tema tertentu, lalu mencari pandangan al-

    Qur‟an tentang tema tersebut, dengan menganalisis dan memahami ayat demi

    ayat.29

    Ahmad Syukri Saleh dalam bukunya menuliskan bahwa pemikiran dasar dari

    metode tematik diarahkan pada kajian pesan al-Qur‟an secara menyeluruh, dan

    menjadikan bagian-bagian yang terpisah dari ayat atau surat al-Qur‟an menjadi

    satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan. Ide ini didiskusikan oleh Abu Ishaq

    al-Syathibi kemudian penerapannya ditampilkan oleh Mahmud Syaltut. Namun,

    apa yang disajikan Syaltut belum menunjukkan kajian petunjuk al-Qur‟an dalam

    bentuk yang menyeluruh. Pada akhir tahun 60-an muncul gagasan untuk

    menampilkan penafsiran pesan al-Qur‟an secara menyeluruh. Kemudian ide

    tersebut dikenalkan secara konkret oleh Ahmad Sayyid al-Kumi, dan mendapat

    sambutan yang hangat dari kolegannya, terutama yang ditandai oleh kehadiran

    beberapa karyanya yang mengimplementasikan metode tersebut. Di antara

    karyanya, al-futuhat al-rabbaniyah Fi al-Tafsir al-maudhu‟i li al-Ayat al-

    Qur‟aniyah (2 jilid), dan al-Bidayah Fi al-tafsir al-Maudhu‟i karya Abd al-Hayy

    al-Farmawi (1977).30

    Adapun langkah-langkah penerapan metode maudhu‟iy adalah sebagai berikut:

    1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur‟an yang akan dikaji secara

    tematik.

    2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaiatan dengan masalah yang

    telah ditetapkan, ayat makiyyah dan madaniyyah.

    3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut kronologi masa turunnya,

    disertai pengetahuan tentang latar belakang turunnya atau asbab-al-Nuzul

    4. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing

    surahnya.

    29

    Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), 385. 30

    Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur‟an Kontemporer dalam Pandangan pazlur Rahman, ( Jambi: Sultan Thaha Press,2007), 53

  • 5. Menyusun tema pembahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna,

    dan sistematis.

    6. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits, bila dipandang perlu,

    sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas.

    7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara

    menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian yang serupa.31

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk lebih mudah memahami isi dan agar tidak memperluas objek penelitian

    skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan. Prinsipnya dalam skripsi

    ini terdiri atas lima bab. Setiap bab memiliki sub-sub bab yang telah ditentukan.

    Masing-masing bab membahas permasalahan-permasalahan tersendiri namun tetap

    memiliki keterkaitan dari bab satu hingga bab akhir. Adapun sistematika

    penulisannya sebagai berikut:

    Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang memiliki unsur pemaparan

    latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

    tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

    Bab kedua, Gambaran umum tentang relasi sosial, relasi sosial antar umat

    beragama dalam lintas sejarah Islam.

    Bab ketiga, mengenai struktur ayat-ayat al-Qur‟an tentang relasi sosial antar

    umat beragama.

    Bab keempat, membahas tentang tematisasi relasi sosial antar umat beragama

    dalam al-Qur‟an.

    Bab kelima, penutup, berisikan tentang kesimpulan akhir penelitian dan

    rekomendasi yang berkaitan dengan kajian penelitian penulis.

    31 Abd. al-Hayy al-Farmawi, Methode Tafsir Maudhu‟i, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

    berjudul “ al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu‟i” oleh Suryan A. Jamrah (Jakarta: Raja Grafindo

    Persada, 1996), 35

  • BAB II

    Gambaran Umum Tentang Relasi Sosial Antar Umat Beragama

  • A. Relasi Sosial Antar Umat Beragama

    1. Pengertian Relasi Sosial

    Kata Relasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Relation yang berarti hubungan,

    perhubungan, pertalian. Sedangkan kata sosial atau society berarti Masyarakat.32

    Sedangkan masyarakat dalam bahasa Arab disebut dengan Sirk atau musyarak.

    Menurut M. Qurais Shihab masyarakat adalah Kumpulan sekian banyak individu

    kecil atau besar yang terikat oleh satuan, adat istiadat, ritus atau hukum khas dan

    hidup bersama.33

    Menurut Astuti hubungan sosial merupakan hasil dari interaksi (rangkaian

    tingkah laku) yang sistematik antara dua orang atau lebih.34

    Jadi relasi sosial dapat

    diartikan sebagai hubungan timbal balik antara individu dengan individu atau

    kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya yang saling

    mempengaruhi dan didasarkan pada kesadaran akan saling tolong menolong.

    Hubungan sosial disebut juga dengan interaksi sosial.

    Hubungan sosial merupakan interaksi sosial yang dinamis yang menyangkut

    hubungan antar individu, antar kelompok. Hubungan sosial dapat terjalin karena

    adanya hubungan timbal balik antara kedua belah pihak yang sedang melakukan

    aktivitas. Aktivitas tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

    pribadi atau individu maupun kelompok. Hubungan sosial yang dimaksud dapat

    berupa hubungan antar individu yang satu dengan yang lainnya, antar kelompok satu

    dengan kelompok yang lainnya,maupun antar kelompok dengan individu.35

    Hubungan sosial itu sangat penting, karena setiap masyarakat merupakan satu

    kesatuan dari individu yang satu dengan individu yang lain yang selalu saling

    membutuhkan pertolongan dalam kehidupan keseharian untuk saling memenuhi

    dalam beradaptasi dan berinteraksi. Interaksi itu terjadi apabila seorang individu

    32

    Sefanie Pramitha,Kamus lengkap, Penerbit, Pustaka Dwipar, 2016 ,196- 208. 33

    M. Quraish Shihab, Wawasanal-Qur‟an ( Bandung: Mizan,2007), 319. 34

    Astuti, S, “Pola Relasi Sosial dengan Buruh Tani dalam Produksi Pertanian”. Skripsi,

    (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012), 1. 35

    Yesmil Anwar. Adang, Sosiologi Untuk Universitas ( Bandung:Revika Aditama,2013),

    194.

  • dalam suatu masyarakat berbuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu

    respons atau reaksi dari individu-individu lain.36

    Sebagai makhluk sosial, kita tidak biasa hidup sendirian tanfa orang lain dan

    harus hidup bersama dengan yang lain dalam keluarga dan masyarakat. Al-Qur‟an

    beserta kitab agama lainnya memberi perhatian terhadap kodrat itu dan memberi

    tuntunan untuk kebaikan manusia sebagai makhluk individu dan sosial, yang juga

    termasuk untuk kebaikan relasi sosial.37

    Hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya ia merupakan proses penyesuaian

    nilai-nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga meningkat semacam

    pergaulan yangtidak hanya sekedar berteman secara fisik, tetapi juga merupakan

    pergaulan yang ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan keinginan-

    keinginan beserta tujuan masing-masing pihak dalam hubungan tersebut.38

    Mengingat tujuan yang akan di capai merupakan tujuan bersama umat

    beragama, maka konsekuensi dari tujuan ini berada di tangan umat beragama itu

    sendiri.39

    Hubungan sosial ini perlu di jalin sebaik-baiknya dalam kehidupan

    bermasyarakat untuk mencapai suatu tujuan dan kepentingan bersama untuk meraih

    suatu tujuan baik untuk pribadimaupun kepentingan bersama. Karena setiap manusia

    dan semua masyarakat memilki ketidak samaan dalam setiap bidang. Misalnya di

    dalam bidang ekonomi, sebagian masyarakat memiliki kekayaan yang berlimpah dan

    kesejahteraan hidup terjamin, sedangkan sebagian yang lain dalam keadaan miskin

    dan tidak sejahtera. Pada bidang politik, sebagian orang memiliki kekuasaan dan

    sebagian lainnya dikuasai.40

    Dalam keadaan seperti ini layaknya relasi sosial atau

    36

    Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antrapologi, Edisi Revisi ( Jakarta: Rineka Cifta, 2009),

    131 37

    Nina Mariani Noor, Manual Etika Lintas Agama Untuk Indonesia, Globethics. Net Praxix

    No5 , 41 38

    Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, Dan Terapan ( Jakarta: Bumi Aksara, Cet Ke-3,

    2007), 151 39

    Said Agil Husin al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama ( Ciputat : PT Ciputat Press,

    2005), 20 40

    Abid Rohman, “Stratifikasi Sosial Dalam al-Qur‟an”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.3, No.

    2, OKtober (2013) ISSN : 2089-0192 , 18.

  • hubungan sosial sangat di utamakan dan dipereratkan. Sebagimana yang yang

    dikatakan oleh Spradley dan McCurdy bahwa relasi sosial atau hubungan sosial yang

    terjalin antara individu yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama akan

    membentuk suatu pola, pola hubungan ini juga disebut sebagai pola relasi sosial.41

    Di saat perkembangan zaman makin canggih dan makin modern, maka

    hubungan sosial sangatlah dikukuh dan dipereratkan untuk memajukan kualitas suatu

    daerah tersebut agar masyarakat tidak tertipu oleh budaya dan tradisi. Di mana sering

    terjadi seperti contoh dipedusunan kepala dusun atau pemerintah desa dipilih karena

    ada keturunan darah sehingga menjadikan yang lain seperti perbedaan ras, suku,

    budaya dan agama sesuatu yang tidak layak untuk dipergaulkan, atau bersatu,

    sedangkan yang mereka pilih tidak memiliki keahlian di bidang itu. Sehingga

    menimbulkan dampak kemerosotan dan berakhir kemunduran. Saat seperti ini kita

    harus berpikir bahwa setiap manusia yang dilahirkan dari dua orang manusia, tidak

    punya perbedaan, sedangkan perbedaan bangsa-bangsa dan suku-suku tersebut,

    bukanlah dijadikan untuk memuliakan atau mengutamakan diri atau kelompok, tapi

    agar saling mengenal sehingga dengan itu sempurnalah urusan sosial.

    Hubungan sosial bisa dikatakan sebagai pondasi dalam memajukan dan

    mempersatukan masyarakat. Sebagaimana yang diketahui bahwa masyarakat biasa

    dibagi menjadi dua bagian yaitu masyarakat maju dan masyarakat sederhana.

    Masyarakat maju ialah yang memiliki pola pikir untuk kehidupan yang akan

    dicapainya dengan kebersamaan meskipun berbeda golongan. Sedangkan masyarakat

    sederhana adalah sekumpulan masyarakat yang mempunyai pola pikir yang primitif,

    yang hanya membedakan antara lelaki dan perempuan saja.42

    2. Unsur-unsur Relasi Sosial

    a. Hubungan timbal balik atau saling berinteraksi.

    41 Spradley dan McCurdy, 1975 dalam Ramadhan, 2009 : 11. 42

    Abid Rohman, “Stratifikasi Sosial Dalam al-Qur‟an”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.3, No. 2, OKtober (2013) ISSN : 2089-0192 ,18.

  • b. Belangsungan di tengah-tengah masyarakat.

    c. Ada tujuan tertentu ( yaitu memenuhi kebutuhan hidup ).

    3. Syarat-syarat Terjadinya Relasi Sosial

    Adapun syarat- syarat terjadinya relasi sosial adalah sebagai berikut43

    :

    a. Terjadinya kontak sosial

    Kontak sosial adalah hubungan satu orang atau lebih, melalui percakapan

    dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam

    kehidupan masyarakat.44

    Menurut Soerjono Soekanto, kontak sosial berasal dari

    bahasa latin, yakni dari kata “con” atau “cum” yang berarti bersama-sama, dan

    dari kata “tango” yang artinya menyentuh. Jadi, secara harfiah pengertian kontak

    sosial berarti bersama-sama menyentuh.45

    Kontak sosial ini bisa terjadi secara

    langsung sebagaimana percakapan dengan berhadapan langsung dengan lawan

    bicara ataupun juga bisa terjadi tak langsung seperti lewat telephone,sms, surat

    atau lain sebagainya.

    Dalam kontak sosial ini dapat terjadi dua hubungan pertama bersifat

    positif kedua bersifat negative. Hubungan sosial bisa positif terjadi karena kedua

    belah pihak terdapat saling pengertian,sehingga bisa berlangsung lama.

    Sedangkan hubungan sosial bisa negative, jika salah satu pihak tidak saling

    pengertian sehingga terjadi pertentangan dan perselisihan.46

    Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk :

    1. Antara orang perorangan.

    Contohnya anak kecil mempelajari kebiasan-kebiasaan dalam keluarganya.

    Proses yang demikian ini terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses di

    43

    Jhon Lewis gillin, Cultural Soiology, Revision Of an Intrdution to Soiology, Dalam

    Saerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), 71. 44

    Dirun, “Hubungan Muslim Non Muslim Dalam Interaksi Sosial” ( Studi Analisis

    Penafsiran Thabathaba‟I Dalam Kitab Tafsir al-Mizan) Skripsi UIN Wali Songo, Semarang, 2015, 25. 45

    Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakrta: PT Raja Grafindo Persada, 1982

    ), 46

    Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, Dan Terapan ( Jakarta: Bumi Aksara, Cet Ke-3,

    2007), 154.

  • mana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai

    masyrakat di mana diamenjadi anggota

    2. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok atau sebaliknya.

    Kontak sosial ini misalnya ketua partai politik menyuruh para anggota-

    anggota partainya untuk menyesuaikan diri dengan ideology/ program partai.

    3. Antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

    Misalnya dua atau lebih partai politik berkoalisi untuk mengalahkan partai

    politik yang lainnya.

    b. Komunikasi

    Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari komunikator

    kepada komunikan. Komunikasi juga berarti di mana seseorang memberi

    penafsiran kepada orang lain ( yang berwujud pembiaraan, gerak-gerak badaniyah

    atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

    Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui

    oleh kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudain merupakan bahan untuk

    menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan

    sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas

    senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat

    atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan

    demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar

    kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian

    yang terjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

    Dalam setiap kumpulan individu juga terdapat kelompok sosial dengan syarat-

    syarat sebagai berikut:

    1. Setiap individu harus merupakan dari kesatuan sosial.

    2. Terdapat hubungan timbal balik di antara individuindividu yang

    tergabung dalam kelompok.

    3. Adanya faktor-faktor yang sama dan dapat mempererat hubungan

    mereka yang tergabung dalam kelompok. Faktor-faktor tersebut antara

  • lain,nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, dan

    lain sebagainya.

    4 Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.

    5. Bersistem dan berproses.47

    4. Bentuk Relasi Sosial

    Bentuk-bentuk proses sosial asosiatif adalah:

    1. Kerja sama, ialah suatu bentuk proses sosial di mana dua atau

    lebihperorangan atau kelompok mengadakan kegiatan bersama guna 17

    mencapai tujuan yang sama. Bentuk ini paling umum terdapat di antara

    masyarakat untuk mencapai dan meningkatkan prestasi material maupun

    non material.

    2. Asimilasi, ialah berasal dari kata latin assimilare yang artinya menjadi

    sama. Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial di mana

    dua atau lebih individu atau kelompok saling menerima pola kelakuan

    masing-masing sehingga akhirnya menjadi satu kelompok yang terpadu.

    Mereka memasuki proses baru menuju penciptaan satu pola kebudayaan

    sebagai landasan tunggal untuk hidup bersama.

    3. Akomodasi, berasal dari kata latin acemodare yang berarti menyesuaikan.

    Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial yang didalamnya

    dua atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk tidak saling

    menggangu dengan cara mencegah, mengurangi atau menghentikan

    ketegangan yang akan timbul atau yang sudah ada. Akomodasi ada dua

    bentuk yaitu toleransi dan kompromi. Bila pihak-pihak yang terlibat dalam

    proses ini bersedia menanggung derita akibat kelemahan yang dibuat

    masing-masing. Bila masing-masing pihak mau memberikan konsesi

    kepada pihak lain yang berarti mau melepaskan sebagian tuntutan yang

    47

    J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (ed), Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, Cetakan Ke-3, 2007), 23.

  • semula dipertahankan sehingga ketegangan menjadi kendor disebut

    kompromi.

    Bentuk-bentuk disosiatif terdiri dari:

    1. Persaingan, adalah bentuk proses sosial di mana satu atau lebih individu

    atau kelompok berusaha mencapai tujuan bersama dengan cara yang

    lebih cepat dan mutu yang lebih tinggi. Dengan adanya persaingan itu,

    masyarakat mengadakan seleksi untuk mencapai kemajuan.

    2. Penghalang (oposisi), berasal dari bahasa latin opponere yang artinya

    menempatkan sesuatu atau seseorang dengan maksud permusuhan.

    Oposisi adalah proses sosial di mana seseorang atau sekelompok orang

    berusaha menghalangi pihak lain mencapai tujuannya.

    3. Konflik, berasal dari bahasa latin confligere yang berarti saling memukul.

    Konflik berarti suatu proses di mana orang atau kelompok berusaha

    menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya

    tidak berdaya.48

    5. Relasi Sosial dalam Islam

    Sejak di utusnya Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasullallah. Sejarah telah

    menunjukkan bukti bahwa Islam muncul menjadi agama yang mencapai

    solidaritas sosial yang tinggi dalam kehidupan masyarakat. Hubungan egaliter

    antara kelompok masyarakat yang terpecah menjadi bersuku-suku terbangun

    setelah kehadiran Islam di jazirah arab, yang tidak lain ialah karenakan oleh peran

    Nabi Muhammad SAW. sebagai pendamai antar kelompok.49

    Ukhuwah Islamiyah

    atau persaudaraan dalam Islam itu lahir karena adanya persamaan-persamaan,

    semakin banyak persamaan semakin kuat persaudaraan itu, persamaan ukhuwah

    Islamiyah di sini dalam arti persamaan pada persoalan yang paling mendasar

    48

    Puspito Hendro, Sosiologi Agama ( Yogyakarta: Kanisius, 1992) 49

    Eko Supriyadi, Sosialisme Islam, Pemikiran Ali Syari‟ ati, Cetakan pertama, (Jakarta, Pustaka Pelajar, 2003), 101.

  • dalam hidup, yakni persamaan akidah.50 Begitupun hubungan antar sesama Muslim

    digambarkan sebagai hubungan yang tak terpisahkan,seperti halnya anggota dalam

    satu tubuh yang saling berhubungan dengan anggota tubuh yang lainnya.51

    a. Relasi Sesama Muslim.

    Dalam al-Qur‟an Allah berfirman:

    Artinya: orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu

    damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah

    terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S al-Hujurat:10)52

    Persaudaraan merupakan hal yang penting, begitu kita meninggalkan atau

    memutuskannya kerugian dan mudharatnya pun sangat buruk, tetapi begitu kita

    memperbaiki hubungan persaudaraan keutamaan dan manfaatnya pun sangatlah

    banyak.

    b. Relasi Sosial Sesama Manusia

    Dalam al-Qur‟an Allah berfirman :

    Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

    laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan

    bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang

    paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

    kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. ( Q.S al-

    Hujurat: 13)53

    50 Dirun, “Hubungan Muslim Non Muslim Dalam Interaksi Sosial” ( Studi Analisis Penafsiran

    Thabathaba‟I Dalam Kitab Tafsir al-Mizan) Skripsi UIN Wali Songo, Semarang, 2015, 28. 51 A. Toto Suryana Af, Pendidikan Agama Islam , (Untuk Perguruan Tinggi), (Bandung, Tiga

    Mutiara, 1996), 163. 52 Penyusun Terjemah Per kata Dan Transliterasi Per Kata, At-Thayyib al-Qur‟an Transliterasi

    Per Kata dan Terjemah Per Kata ( Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012. 53

    Penyusun Terjemah Per kata Dan Transliterasi Per Kata, At-Thayyib al-Qur‟an Transliterasi

    Per Kata dan Terjemah Per Kata ( Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012.

  • Dalam ayat ini sudah terlihat jelas betapa pentingnya sifat sosial dalam

    kehidupan ini, sehingga Allah SWT. ciftakan manusia bersuku-suku berbangsa-

    bangsa agar kita bisa saling mengenal antara yang satu dengan yang lain atau antar

    satu kelompok dengan kelompok yang lain. Bukan untuk saling memuliakan diri

    kepada yang lainnya, tapi agar kalian saling mengenal sehingga sebagian kalian bisa

    mengenal sebagaian lainnya, dan dengan begitu sempurnalah urusan sosial kalian,

    dan hubungan kalian menjadi baik, inilah tujuan kenapa Allah menjadikan kalian

    berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bukan untuk membanggakan diri dengan nasab

    atau dengan ayah dan ibu kalian.54

    Ayat di atas juga bermakna selagi seluruh manusia berasal dari satu akar yakni

    Adam dan Hawa, maka tidak diperbolehkan satu kelompok masyarakat

    membanggakan diri atas kelompok yang lainnya, dan Allah SWT. menciptakan setiap

    kelompok masyarakat dan memberikan mereka kekhususan dan tugas tertentu. Itu

    adalah untuk menjaga tatanan kehidupan sosial manusia, karena keragaman ini

    memancing manusia untuk saling mengenal, dan tatanan dalam masyarakat tidak

    akan tegak kecuali dengan pengenalan individunya, karena jika mereka memiliki

    model yang sama maka fitnah dan kekacauan akan menguasai masyarakat.

    6. Relasi Sosial Antar Agama

    Dalam menjalin hubungan antar umat beragama bahwa keberbedaan dapat

    dipersatukan lewat persaudaraan (solidaritas/ukhuwwah) dapat diciptakan di antara

    mereka yang berbeda.55

    Keadaan seperti ini bisa terjadi bila persaudaraan

    masyarakatnya terwujud karena adanya kesamaan pandangan dan sikap hidup yang sama,

    dan ini pun sangat di harapkan dan di inginkan oleh setiap masyarakat di manapun

    mereka tinggal dan menetap walaupun di suatu daerah yang sangat terpencil ataupun

    54

    Di Kutip melalui alamat, https://kajiantafsirsyiah.wordpress.com/2015/07/25/tafsir-surat-

    al-hujurat-10-kenapa-allah-menciptakan-manusia-berbeda-beda-dan-apa-kemuliaan-yang-sebenarnya-

    menurut-al-quran. Diakses pada tanggal 04/05/2019,pukul 06.12 55

    Eman Surachman, “Dimensi Teologis Dan Sosiologis Dalam Relasi Antar Umat Beragama”, Jurnal,Study al-Qur‟an, Vol, VI. No. 1 Januari, (2010), 24

    https://kajiantafsirsyiah.wordpress.com/2015/07/25/tafsir-surat-al-hujurat-10-kenapa-allah-menciptakan-manusia-berbeda-beda-dan-apa-kemuliaan-yang-sebenarnya-menurut-al-quranhttps://kajiantafsirsyiah.wordpress.com/2015/07/25/tafsir-surat-al-hujurat-10-kenapa-allah-menciptakan-manusia-berbeda-beda-dan-apa-kemuliaan-yang-sebenarnya-menurut-al-quranhttps://kajiantafsirsyiah.wordpress.com/2015/07/25/tafsir-surat-al-hujurat-10-kenapa-allah-menciptakan-manusia-berbeda-beda-dan-apa-kemuliaan-yang-sebenarnya-menurut-al-quran

  • tinggal di perkotaan sekalipun. Karena hidup tidak luput dari bantuan orang lain

    sekalipun mereka orang kaya yang hartanya melimpah ruah.

    Relasi antar umat beragama juga merupakan titik ketentraman kedamaian

    ditengah masyarakat, andaikan dalam suatu masyarakat yang di huni beragam agama,

    tetapi antar pemeluk agama tidak menyatu tentulah masyarakatnya tidak merasa

    kesejahteraan bersama. Hubungan antar umat beragama ini pun tidak terbatas pada

    lingkungan suatu agama saja, tetapi juga berlaku kepada semua orang yang tidak

    seagama, baik itu dalam bentuk kerjasama dalam masalah-masalah kemasyarakatan

    atau kemaslahatan umum.56

    Keadaan yang demikian ini akan melahirkan manfaat

    yang besar di kalangan masyarakat, karena masing-masing pihak memiliki satu

    kondisi atau perasaan yang sama, baik suka maupun duka, baik senang maupun sedih.

    Kemudian jalinan perasaan ini akan menumbuhkan sikap timbal balik untuk saling

    membantu bila pihak lain yang mengalami kesulitan dan sikap untuk saling membagi

    kesenangan kepada pihak lain bila salah satu pihak menemukan kesenangan.57

    Seperti yang telah kita ketahui bahwa masyarakat tidak luput dari atau tidak

    bisa dipisahkankan dengan yang namanya agama yang menyimpan pengaruh yang

    besar terhadap penganut dan pemeluknya serta menjadi acuan dalam menjalani

    kehidupan yaitu sebagai pedoman dan tata cara untuk memenejemen dalam suatu

    apapun kegiatan, termasuk menyatukan kelompok-kelompok masyarakat yang sudah

    terpecah, sebagaimana kehadiran Nabi SAW. yang telah menyatukan kaum

    Musyrikin Makkah. Tetapi tidak menutup kemungkinan karena agama juga bisa

    memecahkan kelompok masyarakat yang sudah menyatu. Dengan demikian peran

    agama dalam kehidupan sehari-hari terhadap masyarakat sangatlah berkaitan, dan

    56

    Dewi Anggraeni, Siti Suhatinah, “Toleransi Antar Umat Beragama Perspektif KH. Ali

    Mutafa Ya‟qub”,Jurnal Studi al-Qur‟an, P-ISSN: 0126-1648, E-ISSN: 2239-2614 ,67 57

    Eman Surachman, “Dimensi Teologis Dan Sosiologis Dalam Relasi Antar Umat Beragama”,

    Jurnal,Study al-Qur‟an, Vol, VI. No. 1 Januari, (2010), 24

  • mempunyai dua kekuatan yang luar biasa, pertama menjadi kekuatan pemersatu (

    Centrifetal) kedua, menjadi kekuatan pemecah belah ( Centrifugal).58

    Sikap toleran dalam kehidupan beragama akan dapat terwujud manakala ada

    kebebasan dalam masyarakat untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya.59

    Di tengah masyarakat misalnya, keserasian antar umat beragama dalam kehidupan

    itu sangat penting, karena dalam aktivitas sehari-hari kita tidak luput dari kerja sama,

    pertolongan, dan bantuan dari orang lain, sedangkan bantuan dan pertolongan itu ia

    tidak mesti datang dari orang Islam atau kelompok Islam saja, melainkan ia juga bisa

    datang dari kelompok mana saja. Begitu pun dengan agama lain pertolongan tidak

    mesti dari agamanya saja, bisa juga datang dari agama atau kelompok agama lain.

    Misalnya, Indonesia yang kaya akan suku, budaya dan khususnya etnis agama selain

    Islam yakni ada Kristen, Hindhu, Budha, dan lainnya, maka tidak menutup

    kemungkinan masyarakat Indonesia ini dalam berinteraksi sosial tentunya tidak

    bersama-sama pula. Tetapi perlu di camkan dalam menjalin hubungan dengan

    mereka, umat Islam harus menjaga kode etik.60

    Ini hanya dibolehkan dalam kontek

    tolong menolong dan kerja sama, sedangkan dalam masalah aqidah itu dilarang.

    Selain dari masalah Aqidah, itu tidak ada batasan antara Muslim dengan agama

    lain. Sebagaimana halnya ungkapan Hamka dalam tafsirnya al-Azhar beliau berkata

    dalam kaitannya hubungan Muslim non-Muslim, Allah tidak melarang kamu, hai

    pemeluk agama Islam, pengikut Nabi SAW. akan berbaik, berbuat baik, bergaul cara

    baik, berlaku adil dan jujur dengan golongan lain, baik mereka Yahudi maupun

    Nasrani atau pun musyrik, selama mereka tidak memerangi kamu, tidak memusuhi

    kamu, atau mengusir kamu dari kampung halaman kamu. Dalam hal ini hendaknya

    58

    Rukman Abdul Rahman Said, “Hubungan Islam dan Yahudi Dalam Lintas Sejarah”, Jurnal

    al-Asas, Vol. III, No. 1, April (2015), 45. 59 Departemen Agama RI Badan Litbang Dan Diklat Lajnah Pentashihan Mushafal-Qur‟an,

    Tafsir al-Qur‟an Tematik Hubungan Antar Umat Beragama (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-

    Qur‟an,2008), 25. 60 Dirun, “Hubungan Muslim non Muslim dalam Interaksi Sosial ( Studi Anilisis Penafsiran al-Thabathaba‟I Dalam Kitab Tafsir al-Mizan)”Skripsi ( Semarang: UIN Wali Songo,2015), 172.

  • disisihkan di antara perbedaan kepercayaan dengan pergaulan sehari-hari.61

    Demikian

    pun perkataan al-Maraghi dan bergaullah dengan mereka secara adil dan baik karena

    Allah SWT. menyukai orang-orang yang adil. dalam hal ini adanya perbedaan sikap

    dalam bergaul dengan orang-orang kafir antara mereka yang memerangi Islam dan

    yang tidak memerangi Islam.62

    Dilihat dari status kehidupan dunia yang mana bahwa manusia itu adalah

    makhluk sosial yang tak bisa di pisahkan dengan manusia lain, maka relasi sosial

    antar umat beragama atau hubungan sosial antar umat beragama sebagaimana

    mestinya ia harus terjalin dengan utuh, karena Islam tidak membatasi hubungan

    kerjasama dan interaksi sosial lantaran perbedaan agama dan keyakinan, serta

    menganjurkan umatnya untuk membangun hubungan yang harmonis, toleran, dan

    kerjasama atas dasar kemanusiaan serta memberi dukungan kepada umatnya untuk

    melawan seluruh bentuk penindasan dan diskriminasi.63

    Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa relasi sosial antar umat

    beragama dapat di artikan suatu hubungan timbal balik antara kelompok satu dengan

    kelompok lainnya yang berdeda agama yang saling mempengaruhi dan di dasarkan

    pada kesadaran akan saling tolong menolong dalam suatu aktivitas. Sehingga dapat

    dikatakan bahwa agama dalam tataran kehidupan masyarakat terbentuk dan terikat di

    dalam struktur masyarakat dalam wujud komunitas atau kelompok-kelompok

    keberagamaan, kelembagaan agama, prasarana agama, dan tokoh agama.64

    B. Relasi Sosial Antar Umat Beragama dalam Lintas Sejarah Islam

    Sejak sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. sehingga sampai kelahiran

    beliau masyarakat tanah Jazirah Arab selalu mengalami konflik antar sesama. Karena

    pada masa itu masyarakatnya mengalami kemerosotan dan kerusakan yang parah

    61

    Hamka, Tafsir Al-Azhar, Cetakan-1, 1988, Jilid-18, (Jakarta: PT Pustaka Panji Mas), 105. 62

    Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Juz 28, (Semarang: CV Thaha

    Putra, 1993), 118-119. 63

    Muhammad Yusuf, “ Hubungan Muslim Dengan Non Muslim Perspektif Ulama Bugis”,

    Jurnal al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei ( 2014) : 273-296, 282. 64

    Ahdi Makmur, M.Ag, dkk, Relasi Antar Umat Beragama Di Perdesaan Multikultural ,

    Banjar Masin: IAIN Antasari Press, 12.

  • terhadap akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah masyarakat yang sudah sangat

    rusak tentunya sangat sulit untuk berubah, apalagi dalam waktu yang singkat. Selain

    itu, rasanya mustahil suatu masyarakat tampil muncul menjadi masyarakat terbaik

    kalau mereka tidak memiliki kualitas-kualitas positif yang memungkinkan mereka

    untuk muncul dan memimpin peradaban. Ternyata, dalam waktu yang singkat mereka

    bisa menjadi masyarakat yang baik.65

    Sebagaimana yang dicantumkan dalam al-

    Qur‟an:

    kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

    kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada

    Allah.66

    Kehadiran masyarakat yang baik ini menjadi salah satu pilar dasar-dasar

    kehidupan bermasyarakat yang di atur oleh Nabi yaitu hubungan persahabatan

    dengan pihak-pihak non-Islam lainnya

    Sejarah mencatat bahwa hubungan antar umat beragama ini sudah terjalin sejak

    masa Rasullallah SAW. bahkan juga terjadi sejak sebelum masa Nabi Muhammad

    SAW. di mana hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari saling menjunjung

    tinggi sifat manusiawi dan menghormati antar sesama kelompok, bangsa dan agama.

    Hubungan antar umat beragama ini adalah merupakan isu actual yang sangat menarik

    untuk dibincangkan, karena, konflik muncul bukan semata karena merasa tidak

    sepaham dan tidak sejalan berdasarkan latar belakang perbedaan agama saja, tetapi

    juga bisa terjadi karena keterbatasan pemahaman mereka terhadap arti sebuah agama

    sehingga tidak mencerminkan perilaku masyarakat beragama. Khususnya di negara

    65

    Alwi Alatas, Sejarah Dunia Sebelum Nubuwwah dikutip melalui alamat

    https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2013/10/09/6754/dunia-sebelum-nubuwwah-

    1.html.diakses pada tanggal : 03 mai 2018,pukul 07.09. 66 QS.Ali Imran[03]: 110.

    https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2013/10/09/6754/dunia-sebelum-nubuwwah-1.html.diakses%20pada%20tanggalhttps://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2013/10/09/6754/dunia-sebelum-nubuwwah-1.html.diakses%20pada%20tanggal

  • yang masyarakatnya majemuk seperti Indonesia Kualitas hubungan antar umat

    beragama selalu mengalami fluktuasi.67

    Dalam sejarah Islam, kita bisa bercermin kepada hubungan Nabi SAW. dengan

    kaum Yahudi dalam lingkungan masyarakat Madinah yang pada masa itu

    penduduknya terdiri dari berbagai macam etnis suku, bangsa dan agama selain Islam.

    Demi menjaga keamanan dan kedaulatan bersama, maka Rasulullah SAW. membuat

    perjanjian keamanan negeri Madinah serta menetapkan sebagai tanggung jawab

    semua golongan. Bila ada musuh dari luar maka secara gotong-royong mengusirnya.

    Konsep tanggung jawab ini menjadikan negeri Madinah tempat tinggal yang aman

    bagi umat Islam, dan golongan umat lainnya. Perjanjian negeri Madinah yang

    ditetapkan Rasulullah SAW. itu sebagai berikut:

    Bahwa kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin,

    kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agama masing-masing.

    Kaum Muslimin dan Yahudi wajib tolong menolong untuk melawan siapa

    saja yang memerangi mereka dan orang-orang Islam memikul belanja mereka

    sendiri pula.

    Kaum Muslimin dan kaum Yahudi, wajib nasehat menasehati, tolong

    menolong dan melaksanakan kebajikan dan kedamaian.

    Bahwa Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dihormati oleh mereka

    yang terikat dengan perjanjian itu.

    Bahwa siapa saja yang tinggal di dalam atau di luar kota Madinah, wajib

    dilindungi keamanan dirinya (kecuali orang zalim dan bersalah), sebab Allah

    menjadi pelindung orang-orang yang baik dan berbakti.68

    Berdasarkan perjanjian di atas dapat di pahami bahwa Nabi SAW. Sangat

    menghormati perbedaan agama dalam kehidupan ditengah masyarakat, demi menjaga

    67

    Eman Surachman, “Dimensi Teologis Dan Sosiologis Dalam Relasi Antar Umat Beragama”,

    Jurnal Study al-Qur‟an, Vol. VI, No. 1 Januari (2010), 21. 68

    Departemen Agama RI, “Muqaddimah” dalam Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Semarang:

    Toha Putra, 1995), h. 68

  • kebersamaan dan persatuan dalam bersosial. Baik bermasyarakat, berbangsa dan

    bernegara. Sebagaimana halnya juga disebutkan dalam konsep piagam Madinah pada

    pasal 16. Dikatakan :

    Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita,

    berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya

    dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.69

    Piagam Madinah ini ialah merupakan sebuah konstitusi yang mana dengan

    adanya konstitusi seperti ini akan mengisyaratkan kepada seluruh penduduk bahwa

    setiap masyarakat plural harus memerlukan konstitusi, sebagai tatanan hubungan

    antar kelompok masyarakat, yang harus ditaati bersama. Sebagaimana kita ketahui

    tanpa adanya konstitusi, kehidupan bernegara dan bermasyarakat tidak akan teratur.70

    Piagam Madinah ini juga merupakan undang-undang dasar tertulis pertama

    dalam Islam sekaligus sebagai kerangka dasar dalam sebuah negara yang berdaulat.

    Didalamnya tertanam prinsip Islam yang menyatakan bahwa umat Islam adalah

    bersaudara (al-Muslimuna ikhwan) dan manusia berasal dari umat yang satu

    (ummatan wa hidatan). Sehingga memutuskan alhasil pengakuan terhadap Nabi

    Muhammad SAW. sebagai kepala pemerintahan. Sehingga Nabi menyandang dua

    kekuasaan, yakni kekuasaan spritual dan kekuasaan duniawi.71

    Pembentukan piagam ini ditulis setelah beberapa tahun Nabi SAW. menetap di

    Madinah. Karena pada awal kedatangan Islam di Madinah mereka ( kaum Yahudi)

    tidak memperlihatkan permusuhan terhadap Islam, kadang-kadang mereka

    mengadakan pertemuan yang intensif dengan Nabi SAW. dalam menyelesaikan

    69

    Rukman Abdul Rahman Said, “Hubungan Islam dan Yahudi Dalam Lintas Sejarah”, Jurnal

    al-Asas, Vol. III, No. 1, April (2015), 55 70

    Eman Surachman, “Dimensi Teologis Dan Sosiologis Dalam Relasi Antar Umat Beragama”,

    Jurnal,Study al-Qur‟an, Vol, VI. No. 1 Januari, (2010), 25 71 Azhar. “Sejarah Dakwah Nabi Muhammad pada Mayarakat Madinah: Analisis Model

    Dakwah Ukhuwah Basyariah dan Ukhuwah Wathaniyah”, JUSPI: Jurnal Sejarah Peradaban Islam

    Vol. 1 No. 2 Tahun (2017) ISSN 2580-8311, 261. Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai

    Aspeknya, Jilid I, UI Press, Jakarta, 1985, hlm. 101. Lihat juga Badri Yatim, Op.Cit, hlm. 25.

  • persoalan-persoalan yang di permasalahkan antara kedua belah pihak (Islam dan

    Yahudi).72

    Pada tahun-tahun pertama perbedaan agama tidak menghalangi mereka untuk

    melakukan hubungan sosial yang intensif, tetapi hal ini, tidak berlangsung lama.

    Kejadian ini disebabkan oleh orang-orang-orang Yahudi ingin mendominasi dan

    menanamkan pengaruhnya terhadap umat Islam terutama dalam bidang ekonomi dan

    politik. Mereka tidak senang melihat umat Islam memegang peranan penting dalam

    kehidupan masyarakat, sedangkan kaum Nasrani lebih memilih sikap untuk

    bersahabat.73

    Teori awal terjadi perpecahan ini senada dengan ungkapan Eman Surachman

    mengatakan secara sosiologis, awalnya hubungan antar umat beragama tidak ada

    masalah.74

    Seperti pada zaman Nabi SAW. masalah di datangkan oleh pihak non-

    Islam yang melanggar perjanjian harmonis antar pemeluk agama dengan Nabi SAW.

    yang telah disepakati oleh setiap pemuka agama pada masa itu. Dari sini muncul

    perasaan tertinggal (deprivasi relatif) kelompok satu agama dengan kelompok agama

    lain, yang berujung pada munculnya sikap prasangka buruk (prejudice/streotype),

    maka terjadilah konflik laten bahkan konflik manifest tidak terelakkan.75

    Dalam catatan sejarah pun menjelaskan, bahwa pada masa Nabi Muhammad

    SAW. masyarakat Madinah merupakan sebuah model kebersamaan yang bisa

    dijadikan contoh dan teladan dalam pluralitas beragama. Hal itu terwujud, karena

    adanya suatu piagam yang bernama Piagam Madinah, yang di susun bersama antara

    perwakilan Islam dan non-Islam. Sehingga pada masa ini masyarakat Madinah baik

    72

    Muhammad Husain al-Zahabi, al-Israiliyat fi al-Tafsir wa al-Hadis (Kairo: Maktabah Wahbab, 1986), 12

    73 Rukman Abdul Rahman Said, “Hubungan Islam dan Yahudi Dalam Lintas Sejarah”, Jurnal al-Asas, Vol. III, No. 1, April (2015), 54.

    74 Eman Surachman, “Dimensi Teologis Dan Sosiologis Dalam Relasi Antar Umat Beragama”, Jurnal,Study al-Qur‟an, Vol, VI. No. 1 Januari, (2010), 24.

    75 Eman Surachman, “Dimensi Teologis Dan Sosiologis Dalam Relasi Antar Umat Beragama.,

    24.

  • yang Islam maupun non-Islam dapat hidup aman, tertib, sejahtera, dan ada partisipasi

    bersama di bawah naungan Piagam tersebut.76

    Juga sebagai bukti bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah orang yang di akui

    memiliki nilai sosial yang tinggi, sangat mencintai kedamaian ketentraman demi

    keberlangsungan kehidupan yang bersosial antar umat beragama yang bersatu demi

    menjalankan hubungan yang baik dengan agama lainnya, beliau tidak mau membuat

    kerusuhan atau pembrontakan apalagi memusuhi walaupun berakhir beliau diejek, di

    maki di hina.

    Seperti suatu riwayat menceritakan dari Aisyah r.a dikatakan suatu ketika

    sekelompok Yahudi masuk menemui Rasulullah SAW., dan berkata As-Sa‟mu „alaik

    (as-sa‟m artinya: kecelakaan dan kematian). Lalu Aisyah berkata Aku paham apa

    yang mereka katakan, maka akupun langsung menjawab, wa „alaikumus sa‟mu

    walla„na (kematian dan laknat atas kalian). Akan tetapi Rasulullah SAW. menyela,

    Pelan-pelanlah wahai Aisyah! karena Allah SWT. itu sangat menyukai kelembutan

    dalam semua perkara. Aisyah berkata Wahai Rasulullah apakah engkau tidak

    mendengar apa yang mereka katakan? Rasulullah

    SAW. berkata Sungguh aku telah menjawab „wa „alaikum.77

    Dari percakapan orang Yahudi dengan Nabi SAW. ini terlihat ada kata-kata

    yang melejit yang dilontarkan kepada Nabi SAW. yakni As-Sa‟mu „alaik (as-sa‟mu

    artinya kecelakaan dan kematian atasmu), andaikan Nabi SAW. membalas perkataan

    Yahudi tersebut dengan ucapan yang berlawanan tentulah ketegangan yang berakhir

    dengan kekerasan yang akan terjadi. Tetapi, Nabi SAW. membalas ucapannya dengan

    nada yang halus dengan ucapan wa„alaikum untuk menghilangkan ketegangan di

    antara mereka. Ini menandakan bahwa Nabi SAW. tidak mau memperbesarkan

    masalah dan lebih menyukai kedamaian terhadap sesama pemeluk agama di tengah

    masyarakat yang beragam agama.

    76 Eman Surachman, “Dimensi Teologis Dan Sosiologis Dalam Relasi Antar Umat Beragama”,

    Jurnal,Study al-Qur‟an, Vol, VI. No. 1 Januari, (2010), 25. 77

    Yusuf Qaradhawy, Sunnah Rasul, Sumber Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terjemahan Abdul Hayyi al-Kattanie, Abdul Zulfiqar (Jakarta; Gema Insani Press, 1988), 527-528.

  • Pada akhirnya sebagai umat Islam manusia diperintahkan untuk bersikap damai

    dan berpikir baik yang di pagari dengan sikap hati-hati dan was-was terhadap agama

    lain, karena, kita harus mengetahui bahwa sikap ketidaksopanan dari orang yang

    berbeda keyakinan agama dengan agama lainnya akan melakukan serangan balik dan

    berlaku tidak sopan terhadap agama kita jika kita cepat hadapi dengan berlaku

    ekstrim atau kasar, sebagai hasil akibat dari dorongan rasa permusuhan tanpa

    pengetahuan yang memadai. Untuk itu, pergaulan yang baik dan cinta damai tetap

    harus dijaga tanpa adanya fanatisme yang sempit terhadap agama lainnya. Di sinilah

    berlaku firman Allah SWT. :

    Artinya: Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.78

    Dengan demikian, al-Quran menegaskan kaum Muslimin untuk hidup damai

    bersama pihak-pihak lain yang berbeda serta berlaku adil selama mereka tidak

    memusuhi kaum Muslimin.79

    Seperti dalam QS. al-Mumtahanah ayat 8 yang

    berbunyi sebagai berikut:

    Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil

    terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak

    (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai

    orang-orang yang berlaku adil. (QS.al-Mumtahanah[60]:8)80

    78

    QS. al-Kafirun [109]:6. 79