reproduksi-budaya

7
40 Konstruksidan Reproduksi Kebudayaan "social learning" juga untuk mengikat kelompok yang semakin kentara batas dan keberadaarmya. Unhrk T|.t,"strong state" sangat dibutuhkan pada abad mendatang tidak untuk melicinkan jalan pasar global, tetapi untuk menyelamatkan ruang-ruang publik yang memungkinkan masyarakat mengembangkan identitas dan jati dirinya sebagai orang Indonesia. Proses estetisasidalam kehidupan perkotaan telah menegas- kan suatu transformasi identitas dengan batas- batas kultural yang berubah. Perubahan ruang desa-kota tidak lain merupakan suatu proses harsformasi sosial yang melahirkan suafu kultur baru yang membedakan dirinya dengan kultur lama (pedesaan), khususnya terjadi pada saat pembentukan gaya hidup berorientasi pada nilai yang bersifat global dengan batas-batas sosial yang mengabur. Transformasi ruang perkotaan menyebabkan batas-batas kultural menjadi mengabur dengan adanya pembentukan sejarah baru dalam identitas masyarakat kota. Identitas dalam konteks glo- bal memiliki corak simbolisasi yang padat dengan nilai estetika yang menggugat nilai-nilai etis dan definisi normatif tentang ke- hidupan secara umum. Makna kehidupan iLu sendiri kemudian ditentukan oleh proses diskursif yang dibangun dengan kekuat- an yang bervariasi dengan kepentingan yang beragam, karena Pusat kekuasaan mengalami gugatan akibat kompetisi yang semakin berat yang melibatkan aktor dan partisiPan yang berbeda. r c lt \ s+ \" r r\ o \\ \\4 w\V * $: \.<F , }? N; I \,\ x\l r d 'FJ ,d f{ ,d. Globalisssi dan Deteritorialisasi Budaaa 4l Froduksi danReproduksi Kebudayaan dalam Ruang Sosial Baru Pendahuluan Sekelompok orang yang pindah dari safu lingkungan budava ke lingkungan budaya yang lain, mengalami proses sosial budaya yang dapat mempengaruhi mode adaptasi dan pembentukan identitasnya (Appadurai, 1994;[:rgold, 1995). Pengelompokan baru, definisi sejarah kehidupan yang baru, dan pemberian makna identitas merupakan kekuatan di dalam mengubah berbagai eks- presi kultural dan tindakan-tindakan sosial para pendatang. Ke- budayaan daerah tujuan telah memberi kerangka kultural baru yang karenanya turutpula memberikan definisi-definisi dan ukur- an-ukuran nilai bagi kehidupan sekelompok orang (Featherstone, Proses semacam ini merupakan proses sosial budaya yang penting karena menyangkut dua hal. Pertama, pada tataran sosial akan terlihat proses dominasi dan subordinasi bgdaya terjadi se- cara dinamis yang memungkinkan kita menjelaskan dinamika kebudayaan secara mendalam. Kedua, pada tataran individual 3 1990). Pr uktif yangmenelaskan keberadaannya dalamkehidupan sosial ;iffigf

Upload: fariz-rifqi-ihsan

Post on 18-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

xsaxas

TRANSCRIPT

  • 40 Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan

    "social learning" juga untuk mengikat kelompok yang semakinkentara batas dan keberadaarmya. Unhrk T|.t,"strong state" sangatdibutuhkan pada abad mendatang tidak untuk melicinkan jalanpasar global, tetapi untuk menyelamatkan ruang-ruang publikyang memungkinkan masyarakat mengembangkan identitas danjati dirinya sebagai orang Indonesia.

    Proses estetisasi dalam kehidupan perkotaan telah menegas-kan suatu transformasi identitas dengan batas- batas kultural yangberubah. Perubahan ruang desa-kota tidak lain merupakan suatuproses harsformasi sosial yang melahirkan suafu kultur baru yangmembedakan dirinya dengan kultur lama (pedesaan), khususnyaterjadi pada saat pembentukan gaya hidup berorientasi pada nilaiyang bersifat global dengan batas-batas sosial yang mengabur.Transformasi ruang perkotaan menyebabkan batas-batas kulturalmenjadi mengabur dengan adanya pembentukan sejarah barudalam identitas masyarakat kota. Identitas dalam konteks glo-bal memiliki corak simbolisasi yang padat dengan nilai estetikayang menggugat nilai-nilai etis dan definisi normatif tentang ke-hidupan secara umum. Makna kehidupan iLu sendiri kemudianditentukan oleh proses diskursif yang dibangun dengan kekuat-an yang bervariasi dengan kepentingan yang beragam, karena Pusatkekuasaan mengalami gugatan akibat kompetisi yang semakinberat yang melibatkan aktor dan partisiPan yang berbeda. r

    clt

    \

    s +\ "

    r r \ o\ \

    \ \ 4

    w \ V

    * $ :\ . < F, } ?N;I \ , \

    x\ l rd ' F J

    ,df{

    ,d.

    Globalisssi dan Deteritorialisasi Budaaa 4 l

    Froduksi dan Reproduksi Kebudayaandalam Ruang Sosial Baru

    PendahuluanSekelompok orang yang pindah dari safu lingkungan budavake lingkungan budaya yang lain, mengalami proses sosial budayayang dapat mempengaruhi mode adaptasi dan pembentukanidentitasnya (Appadurai, 1994;[:rgold, 1995). Pengelompokan baru,definisi sejarah kehidupan yang baru, dan pemberian maknaidentitas merupakan kekuatan di dalam mengubah berbagai eks-presi kultural dan tindakan-tindakan sosial para pendatang. Ke-budayaan daerah tujuan telah memberi kerangka kultural baruyang karenanya turutpula memberikan definisi-definisi dan ukur-an-ukuran nilai bagi kehidupan sekelompok orang (Featherstone,

    Proses semacam ini merupakan proses sosial budaya yangpenting karena menyangkut dua hal. Pertama, pada tataran sosialakan terlihat proses dominasi dan subordinasi bgdaya terjadi se-cara dinamis yang memungkinkan kita menjelaskan dinamikakebudayaan secara mendalam. Kedua, pada tataran individual

    3

    1990). Pr uktifyang menelaskan keberadaannya dalam kehidupan sosial ;iffigf

  • 42 Konstruksi dan Reproduksi KebudaVaan

    akan dapat diamati proses resistensi di dalam reproduksi iden- .

    titas kultural sekelompok orang di dalam konteks sosial budaya ;tertentu. Proses adaptasi ini berkaitan dengan dua aspek: eks-

    .tpresi kebudayaan dan pemberian makna tindakan-tindakan indi- \vidual. Dengan kata lain, hal ini menyangkut dengan cara apa qsekelompok orang d"p", *"*p".t"h"l@suatu etnii di dat@ya ),angTa6eat-'

    Pemahaman tentang proses reproduksi kultural yang me-nyangkut bagaimana "kulrduyulingkungan baru, masihsan gat terbatarg Peneliti an kesukubang-saan umurnnya menitikberatkan kebudayaan sebagai "pedoman"dalam adaptasi dan kelangsungan hidup (Barth, 19BB) sehinggalebih melihat aspek produktif dari sebuah kebudayaan. Semen-tara itu, aspek reproduktif yang menjadi kecenderungan barudi dalam menjelaskan perubahan-perubahan kontemporer (Ap-pandurai, 1994;Harmerz,1996; Olwig & Hastrup, 1997; Strathern,7995), masih kurang diperhatikan. Dalam konteks Indonesia dis-kusi yang mengarah pada proses pemaknaan kembali kulturdaerah asal ini masih bersifat baru, khususnya dalam memberi-kan pemahaman baru tetang konteks sosial budaya yang ber-ubah-ubah.

    Tulisan ini membicarakan bagaimana ErubahgnJgAng_telahmenyebabkan perubahan dalam politik kebudayaan.

    _\4.obiltasyang terjadi telah mempengaruhi identitas kelompok melaluipenggunaan simbol-simbol baru. Kecenderungan ini didorongolehggdig_$gssa yang tumbuh kemudian yang menyebabkankebudayaan bersifat reproduktif.

    Mobilitas, Konteks Budaya dan Pembentukan ldentitasMobilitas telah menjadi faktor penting dalam pembentukan

    dan perubahan peradaban umat manusia karena perbedaan-tempat 4alam kehidupan manusia telah menciptakan definisi-definisi baru, tidak hanya tentang lingkungan kebudayaan di

    Globalisasi dan Deteritorinlisasi Budaya 43

    mana seseorang tinggal tetapi juga tentang dirinya sendiri(Appadurai,1994; Hannerz, 1996). Appadgrqi clan Hannerz telah

    ng dalam lingkungantbntu di satu pihak mengharuskan p""y"""uiu" aoi yu.,g terusmenerus unu t menj

    pihak,:dentitas asal yang telah menjadi bagian seiarah)an seseorans tidambeoihr saia hahl-kehidupan seseorang tidak@tu sa;'a, bah-

    EIn-kebpd.avaan _-kan kebudavaan asal cenderu -

    Proses@terjadi, seperti ditunjukkan Georg Simmel (Ig9I), pada saat ber-langsungnya interaksi yang terus menerus antara sifat-sifat gen-eral (sosial) yang harus dipertahankan.

    Dalam banyak studi telah diperlihatkan bahwa perubahanwilqreblrnpat tinggal,latar belakang sosial, dan latar belakang*lg*rc1_ggl"pakan konteks yang memberikary;^/ana_bagi_*identi tas ke_loqpok

    _dan .ide:r tiJas. kesukuba ngsaan (Abdul lah,2001; Anderson, 1991: Barth, I99B). Sejalan dengan mobilita_smanusia yang demikian padat, yang dinilai Appadurai sebagaifenomena mencolok sejak abad ke- 20, batas-batas wilayah (ke-budayaan) tidak lagi menjadi penting karena suatu kelompoktidak selalu terikat pada batas wilayah kebudayaan sendiri, iatelah menjadi bagian dari batas wilayah kebudayaan yang ber-beda yang bahkan cendemng berubah-ubah pada saat orang ber-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

    Secara umum mobilitas berbagai kelompok masyarakat telahmenjadi fenomena yang sangat umum. Hal ini mengandung pe-ngerhan bahwa lingKungan sosial budaya setiap orang- dapat ber-ubah-ubah yang- rynFat terga{1grg pada perilaku mobilitas sese-g.u.,gutaltkelompok orang berhadapan dengan nilai-nilai baru yang meng-haruskannya menyesuaikan diri secara terus menerus. Dalamsituasi semacam ini studi antropologi relevan untuk mempertanya-kan bagaimqlra rEeelanfatau sekelompok orang dapat me;rp,er:-

  • 44 Konstrulcsi dan Reproduksi

    nilai dan praktik kehidupan secara .r*;."";;;"rffifft"frnl* telah menjadi kekuatan baru fr,g *"*perkenalkan n'ai-nilainya kepada pendatang, *"rkiprn ia tidak sepenuhnya me_miliki daya paksa. Namun demikian, proses reproduksi kebu_dayaan lokar' tempat setiap kebudayaan melakukan penegasan-

    Penegasan keberadaannya sebagai pusat orientasi nilai suatumasyarakat, tentuorans (Appa dura,,Tiil;ffi::flHil:ff ;|:*'i diri se ti apKed ua, terja di proses

    {>e Tpe_n tu-len, 4un tig, individ ua ljran gdupu . Bah_kan dalam kontekl

    l:, " *,"". ;;: ftjil:1 ;ff iH [:ll"f ffilff]i;;Abdullah, 1995; strath"r.,, rggs). i

  • 46 Korr.slrrrA,si durr li l 'produksi Kcbudtryonn

    Pembentukan Ruang Simbolik BaruIntegrasi ekonomi ke tatanan ekonomi global telah terbukti

    juga merupakan integrasi sosial budaya ke dalam suatu tatanandunia, yang kehadirannya dapat dilihat di kalangan pendudukkota. Revolusi teknologi elektronik dan teknorogi komunikasi/transportasi telah merupakan jembatan yang menghubungkanberbagai tempat dengan berbagai belahan dunia lain. Hal yangmencolok teqadi dalam kecenderungan ini adalah tumbuhnyaclnsLnner ctilttrre di kota-kota (Featherstone, 1991) yang merupa-kan bagian dari proses ekspansi pasar (Evers, lggl). Dalam pro-ses ini ko_nsu_r-nsi merupa-kan faktor penting di dalam mengubahtatanan nilai dan tatanan simbolis. DaG@titas dan subyektivitas mengalami transformasi, baik menyang-kut masalah integrasi maupun masalah nasionalisme (Feather-stone 7990).

    Basis material yang tampak dalam proses konsumsi pen-duduk kota menunjukkan satu usaha aktif penduduk dalam mem-b.angun identitas pribadi. Berbagai penelitian mengenai perkem-bangan dan pertumbuhan kota menunjukkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi di kota disebabkan oleh ledakan pertam-bahan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk di kota berasaldari peningkatan jumlah pendatang dari daerah pedesaan dandari kota-kota lain yang lebih kecil. Pemusatan kegiatan ekonomidi kota-kota besar telah menyebabkan konfigurasi penduduksemakin terpusat di wilayah perkotaan.

    Ada beberapa implikasi dari tekanan penduduk di per-kotaan. Pertama, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi akanmembawa implikasi pada fasilitas publik perkotaan. Berbagaisarana dan prasarana menjadi kurang memadai. Lalulintas me-rupakan masalah yang sangat rumit untuk ditangani pada saatkota sudah begitu padat. Kedua, tingkat kepadatan pendudukyang tinggi mempengaruhi pengelolaan ruang yang lebih rumit,yang secara langsung mempengaruhi harga tanah. Dengan

    Globalisasi dan Deteritorialisasi Budaya 47

    naiknya harga tanah, biaya hidup di perkotaan menjadi semakintingg.Ketiga, kenyamanan untuk tinggal di kota menjadi per_soalan penting akibat tekanan penduduk. polusi suara dan udara,rawan kebakaran, kecelakaan, dan tingkat kriminalitas merupa-kan faktor yang mempengaruhi kenyamanan. Menurut Koswara,paling sedikit terdapat empat persoalan pokok yang muncul diperkotaan: (1) Fasilitas-fasilitas lingkungan dan infrastrukturyang kurang memadai; (2) Kondisi perumahan yang kurang sehat;(3) Tingginya tingkat kepadatan penduduk dan pola penggunaantanah yang tidak teratur; dan (4) tatanan kehidupan sosial vang

    .

    kurang teratur.

    N Konteks ruang tersebut telah mengubah kota menjadi s,atu

    p i ruang konsumsi yang membentuk suatu gaya hidr.rp kota. DuaYproses merupakan tanda dari transformasi sosial perkotaa. se-

    $rlmacam ini, yaitu proses konsumsi simboris dan transformasi estetil\ i Proses konsumsi simbolis merupakan tanda penting dari pem-t* bentukan gaya hidup di mana nilai-nilai simbolis dari suatu pro-,i " duk dan praktik telah mendapat penekanan yang besar diban-

    9 dingkan dengan nilai-nilai kegunaan dan fungsional. Hal inipaling tidak dapat dijelaskan dengan riga cara; kelas sosial telahmembedakan proses konsumsi di mana setiap kelas men,njuk-kan proses identifikasi yang berbeda. secara umurn memang tam-pakbahwa pilihan-pilihan dilakukan sesuai dengan kelas di manaintegrasi ke dalam suatu tatanan umum seperti kebudayaan Jawatidak terbentuk sepenuhnya. Nilai simbolis dalam konsumsi tam-pak diinterpretasikan secara berbeda oleh kelompok yang ber-beda. Pasar dalam masyarakat semacam ini lebih berfungsi se-bagai pembatas dan penegas batas-batas kelompok. pasar.justrumenegaskan kolektifitas, walaupun dalam bentuk identitas ko-munal dengan gaya hidup yang berbeda. orientasi nilai kelom-pok yang sudah sejak semula terbentuk telah berperan dalammengendalikan ekspresi dan praktik setiap kelompok etnis.

  • 48 Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan

    Kedua, barang yang dikonsumsi kemudian menjadi wakildari kehadiran. Hal ini berhubungan dengan aspek-aspekpsikologis di mana konsumsi suafu produk berkaitan denganperasaan atau rasa percaya diri yang menunjukkan bahwa itubukan hanya sekedar assesoris, tetapi barang-barang merupakanisi dari kehadiran seseorang karena dengan cara itu ia berko-munikasi (Goffman, 1951). Demikian pula bagi kelompok yangmemiliki wilayah pertukaran sosial terbatas, maka ia tidak me-rasa membutuhkan suatu benda atau praktik. Perbedaan kelom-pok di sini memperlihatkan perbedaan wilayah di mana wilayahtersebut telah menjadi wilayah kebudayaan yang memiliki orien-tasi dan beniuk-bentuk pertukaran sosial yang berbeda. Hal inimenunjukkan bahwa proses konsumsi itu juga bersifat fungsio-nal karena melayani atau disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kelompok. Kelompok yang tinggal di kota merupakankelompok yang memiliki orientasi nilai yang kurang lebih samadan pasar di satu pihak, menegaskan kehadiran masing-masingorang, di pihak lain menegaskan kepatuhan-kepatuhan sosialindividual terhadap tata masyarakat yang berorientasi pada gayahidup tertentu.

    Ketiga, berdasarkan proses konsumsi dapat dilihat bahwakonsumsi citra (image) di satu pihak telah menjadi proses kon-sumsi yang penting di mana citra yang dipancarkan oleh suatuproduk dan praktik (seperti pakaian atau makanan) merupakanalat ekspresi diri bagi kelompok. Bagi kelas menengah citrayang melekat pada suatu produk (global) merupakan instrumenmodernitas yang mampu menegaskan keberadaannya dan iden-titasnya. Proses identifikasi yang terwujud melalui proses kon-sumsi merupakan proses aktif di dalam konsumsi cilra yang me-nyebabkan intensifikasi kesadaran kelas. Rumah, misalnya, di-konsumsi karena style, dengan sifat yang modem atau karena ke-r:nikannya yang menegaskan perbedaannya dengan orang lain.

    Globalisasi dan Deteritorialisasi Budaya 49

    Dalam proses konsumsi dan pergeseran orientasi kehidupankota, referersi kadisional tampak melemah. Hai ini terutama di-sebabkan oleh kebudayaan lebih terikat pada lokalitas yang spe-sifik dan kendali kelas yang tegas. Dalam seting sosial baru se-perti kota-kota baru, simbol-simbol lebih merupakan sesuatu yangdikonstruksikan untuk kepentingan-kepentingan yang lain, yangkemudian menciptakan kultur tersendiri yang tidak terintegrasike dalam sistem kebudayaan di luarnya.

    Perubahan konteks sosial semacam ini di Indonesia tidakterlepas dari sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan dere-gulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah sejak 1980-an. Telah dijelaskan bahwa Indonesia tidak dapat mengisolasi-kan dirinya dengan kecenderungan arus global yang semakinkuat dewasa ini. Dalam proses ini, integrasi ekonomi Indonesiake dalam pasar internasional tidak dapat ditolak. Indonesia di-anggap sebagai salah satu pasar yang potersial bagi produk glo-bal. Perbaikan telekomunikasi dan transportasi, sebagai salahsatu faktor terpenting, telah memungkinkan mengalirnya barang-barang global yang dengan mudah diperoleh di berbagai tempatyang pada gilirannya mengubah mode konsumsi berbagai sukubangsa. Namun demikian, globalisasi harus juga dilihat sebagai.tekanan terhadap kehidupan sosial secara umum karena har itr.rmerupakan faktor mendasar dalam transformasi masyarakat.

    Kentucky Fried Chicken, Texas Fried Chicken, Califomia FriedChicken, MacDonald, danpizzahut merupakan contoh yang me-m.mjukkan bahwa citarasa estetis keluarga kelas menengah se-dang menjalani perubahan. Makanan semacam ini telah menjadisimbol kehidupan modern di kalangan keias menengah.kota, dimana konsumsi makanan dianggap sebagai bagian dari rekreasibukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan dasar. Citra ten-tang makanan di sini sangat berbeda dengan citra yang dirnilikidi tempat asalnya, di mana di Amerika atau Eropa makanan itudianggap sebagai "makanan jalanan". Dalam konteks ini perlu

  • 50 Konstruksi dan Reproduki Kebudnyaan

    diajukan pertanyaan tentang faktor-faktor yang menentukan pem-bentukan nilai suatu barang sehingga dalam praktiknya suatubarang dapat menjadi alat (instrumen) bagi artikulasi diri (iden-titas). Fakta ini menegaskan kembali ide bahwa produk globalmemiliki makna-makna yang berbeda di dalam konteks sosialyang berbeda (Ewen, 1976,1990; Appadurai, 1986).

    Dari sini kita dapat menjelaskan bahwa globalisasi bukanmerupakan proses satu arah karena ada kecenderungan untukterjadi dialog dengan sifat-sifat lokal yang menentukan pene-rimaan atau penolakan unsur-unsur dan barang baru dalam ber-bagai bentuk diskursus. Penduduk kota mulai membutuhkanproduk global sebagai instrumen untuk mengartikulasikan kelasdan identitas kelompok untuk membedakan dirinya dengan oranglarn. Hal ini terutama sejalan dengan fumbuhnya kelas menengahyang begitu pesat sejak tahun 1980-an di Indonesia (Kuntowi-joyo, 7991), yarrg merupakan kelompok yang paling berpenga-ruh dalam reproduksi gaya hidup. Label "produk luar negeri"merupakan semacam fasilitas bagi ekspresi diri kelas menengahkota.

    Penutup: Yang Produktif dan Reproduktif dari KebudayaanMedia merupakan saluran yang berpengaruh dalam distri-

    busi kebudayaan global yang secara langsung mempengaruhigaya hidup. Iklan cenderung untuk membenluk pasar baru danmendidik kaum muda untuk menjadi konsumen. Hampir tidakada agen yang cukup berkuasa unfuk mengendalikan iklan. Lem-baga nonpemerintah, termasuk lembaga agarrut, tidak terlibat dalamproses sosial ini meskipun sangat berpengaruh dalam proses per-adaban. Pemerintah kehilangan pengaruh atas massa dan ke-hilangan minat di dalam produksi pengetahuan massa.

    Dalam musik kita juga dapat melihat kecenderungan yangsama. Meskipun ciri-ciri lokal masih memiliki pengaruh dalammusik pop, nilai-nilai barat semakin kental pengaruhnya.

    Globalisasi dan Deteritorinlisasi Budaya 5 L

    Pertunjukan kelompok dalam sepuluh tahun terakhir, sepertiSpy.o Cyra yang berlangsung pada bulan Mai 1994 di Yogyakartadan sejumlah kota lain atau pementasanjazz di Jakarta dan Sura-baya sejak awal tahun 1994, rnenjelaskan bahwa sosialisasi suatutipe baru musik sedang berlangsung secara intensif. Seiain musiksemacam ini diudarakan oleh beberapa stasiun radio, musik se-pertt jazz juga didiskusikan dalam pembicaraan publik.

    Secara umum dapat diamati bahwa agen pemerintah, ke-budayaan, dan lembaga agama tidak terlibat dalam proses pro-duksi dan reproduksiimage simbolik dan mental. Hal ini sesung-guhnya dapat menjadi proses untuk pengembangan semacamimaginasi kelompok dan identitas. Kehidupan sehari-hari 1,angmenjadi basis di dalam pembenhrkanimnge telah didikte oleh pasardan institusi terkait (seperti iklan). Kraton dalam banyak kasustampaknya telah kehilangan pengaruh dalam masyarakat karenatidak berfungsi sekuat dulu dalam konskuksi praktik kehidup-an. Masyarakat kota lebih kurang merupakan "orang luar" dalammasyarakat Jawa yang sedang diubah oleh pusat-pusat kekuatanluar. Sifat-sifat lokal mulai mengabur dan digantikan oleh warna-warni pemandangan pusat-pusat perbelanjaan dan merah putihKentucky fried Chicken atau suasana malam yang gemerlap olehpub, caf6, dan restoran. Ruang-ruang konsumsi ini merupakanlingkungan di mana setiap etrLis dienkulturasikan yang kemudianmempengaruhi identitas kelompok.

    Kebudayaan bagi suatu masyarakat bukan sekedar sebagaiframe of reference yang menjadi pedoman tingkah laku dalam ber-bagai praktik sosial, tetapi lebih sebagai"barang" atau materi yangbergr.rna dalam proses identifikasi diri dan kelompok. Sebagaikerangka acuan kebudayaan telah merupakan serangkaian niiaiyang disepakati dan yang mengatur bagaimana sesuatu yangbersifat ideal diwujudkan. Kebudayaan sebagai simboi (materi)menunjuk pada bagaimana suatu budaya "dimanfaatkan" untukmenegaskan batas-batas kelompok. Bahasa yang merupakan

  • 52 Konstruksi dnn Reproduksi Kebudayaan

    materi budaya telah digunakan oleh suahr etnis untuk membangunwilayah-wilayah simbolik di mana penggunaan bahasa telah me-nyebabkan terjadinya identifikasi diri.

    Kebudayaan bagi suatu kelompok telah menjadi standar ukur-an dalam menilai dan mewujudkan tingkah laku. Nilai baik danburuk kemudian diukur berdasarkan ukuran yang berlaku karenadisepakati dan dijaga. Proses semacam ini telah melahirkan pro-ses eksklusi sosial di mana suatu kelompok cenderung mem-bangun wilayah simboliknya sendiri yang membedakan dirimereka dengan orang lain. Komunikasi kebudayaan dalam halini tidak dapat berlangsung dengan baik untuk melahirkan ben-tuk-bentuk ekspresi kebudayaan yang komunikatif dalam setingsosial yang berbeda. Kelompok muda atau pasangan-pasangancampuran di lain pihak memiliki keterbukaan, namun kebuda-yaan dapat pula ditempatkan sebagai bagian dari estetika yangdihadirkan dalam bentuk-bentuk pakaian atau upacara-upacarayang jauh lebih memiliki fungsi sosial ketimpang spiritual.. Dalam proses pembentukan identitas kelompok migran di

    berbagai tempat cenderung terperangkap ke dalam kerinduanmasa lalu. Meskipun ekspresi mereka berbeda, dasar reproduksikebudayaan lebih disebabkan oleh usaha menghadirkan masalalu ke dalam kehidupan masa kini. Hal ini tidak terlepas dari beban-uh yang dipikul oleh setiap kelompok yang meninggalkanwilayah kebudayaannya, yakni untuk mewujudkan cit-cita danmenegakkan identitas, misalnya sebagai orang Islam yang taat,atau sebagai etnis yang taat memegang adat. Meskipun tidaksemua orang berhasii dalam mewujudkan cita-cita yang menjadibeban sejarah ini, paling tidak "pesan kultural" semacam itu telahmemberi kekuatan pada banyak orang dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai mode ekspresi kelompok budaya yang menunjuk-kan bentuk-bentuk trarskrip tersembunyi, meminjam istilah ]amesScott, yang digunakan sebagai teknik reproduksi kebudayaan asal.Bentuk- bentuk reproduksi tersebut justru telah melahirkan wilayah-

    Globalisasi dnn Deteritorialisasi Budaya 53

    wilayah simbolik baru yang memiliki kekuatan isolasi sangatkuat terhadap lingkungan sekitar.

    Tiga hal menjadi penting dalam konteks ini. perbama, pemaham-an slrategi adaptasi sekelompok etnis di dalam proses integrasisosial di mana ia menjadi bagian dari sebuah sistem general. Ke-dua, persoalan dominasi dan kendali kebudayaan lokal di dalammemberikan corak dan wama kehidupan individual. Ketiga, rumus-an mode-mode representasi kebudayaan asal di dalam kehidupanmasakini sekelompok orang dan sekaligus merupakan usaha men-jelaskan proses pemaknaan terhadap suatu kebudayaan yangtidak memiliki batas wilayah kebudavaannva. o