republik indonesia kementerian hukum dan hak...

43
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal permohonan : EC00201853048, 7 November 2018 Pencipta Nama : I Ketut Ngurah Sulibra, I Nyoman Duana Sutika, Alamat : Jalan Ken Arok GG. III/ No 12 Denpasar Utara, Denpasar Utara, Bali, - Kewarganegaraan : Indonesia Pemegang Hak Cipta Nama : I Ketut Ngurah Sulibra, I Nyoman Duana Sutika, Alamat : Jalan Ken Arok GG V/ No 12 Denpasar Utara, Denpasar Utara, Bali, - Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Ciptaan : Laporan Penelitian Judul Ciptaan : Pemakaian Pasang Aksara Bali Pada Papan Nama Bilingual- Trilingual Di Bali (Ranah Tradisional Dan Moderen) Tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia : 30 November 2017, di Denpasar Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Nomor pencatatan : 000123714 adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon. Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M., ACCS. NIP. 196611181994031001

Upload: others

Post on 24-Aug-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

SURAT PENCATATANCIPTAAN

Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan:

Nomor dan tanggal permohonan : EC00201853048, 7 November 2018

Pencipta

Nama : I Ketut Ngurah Sulibra, I Nyoman Duana Sutika,

Alamat : Jalan Ken Arok GG. III/ No 12 Denpasar Utara, Denpasar Utara, Bali, -

Kewarganegaraan : Indonesia

Pemegang Hak Cipta

Nama : I Ketut Ngurah Sulibra,  I Nyoman Duana Sutika, 

Alamat : Jalan Ken Arok GG V/ No 12 Denpasar Utara, Denpasar Utara, Bali, -

Kewarganegaraan : Indonesia

Jenis Ciptaan : Laporan Penelitian

Judul Ciptaan : Pemakaian Pasang Aksara Bali Pada Papan Nama Bilingual-Trilingual Di Bali (Ranah Tradisional Dan Moderen)

Tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia

: 30 November 2017, di Denpasar

Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

Nomor pencatatan : 000123714

adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon. Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL

Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M., ACCS.NIP. 196611181994031001

Page 2: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

LAMPIRAN PENCIPTA

No Nama Alamat

1 I Ketut Ngurah Sulibra Jalan Ken Arok GG. III/ No 12 Denpasar Utara

2 I Nyoman Duana Sutika Perum Umasari Permai VI No 2 Kuta Utara.

LAMPIRAN PEMEGANG

No Nama Alamat

1 I Ketut Ngurah Sulibra Jalan Ken Arok GG V/ No 12 Denpasar Utara

2 I Nyoman Duana Sutika Perum Umasari Permai VI No 2 Kuta Utara.

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Page 3: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

0

LAPORAN AKHIR

UNGGULAN PROGRAM STUDI

PEMAKAIAN PASANG AKSARA BALI PADA PAPAN NAMA BILINGUAL-

TRILINGUAL DI BALI (RANAH TRADISIONAL DAN MODEREN)

Oleh:

Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M. Hum.

Drs. I Nyoman Duana Sutika, M.Si.

PROGRAM STUDI SASTRA BALI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

NOVEMBER 2017

Page 4: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

1

PRAKATA

Puji kami panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widi Wasa karena atas

berkat-Nyalah laporan akhir penelitian HUPS yang berjudul “Pemakaian Pasang Aksara

Bali Pada Papan Nama Bilingual-Trilingual di Bali (Ranah Tradisional dan Moderen)” ini dapat

diselesaikan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Dalam pelaksanaan penelitian ini

tentu banyak hal yang menjadi hambatan namun berkat kerja sama tim semua rintangan

itu dapat diatasi.

Penelitian ini dilaksakan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi peneliti

sehingga kualitas penelitian semakin meningkat. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi

tema baru terutama aspek praktik kebahasaan. Keberhasilan penelitian ini tidak terlepas

dari peranan institusi mulai dari tingkat prodi, fakultas, LPPM, Unud yang telah

memfasilitasi baik sarana maupun prasarana lainnya. Untuk itu, ucapkan terima kasih

yang sedalam-dalamnya kepada Kaprodi Sastra Bali, Dekan FIB, Ketua LPPM, dan

Rektor Unud dan semua pihak yang telah membantu baik dari segi finansial, motivasi,

maupun kerja sama. Oleh karena ini adalah laporan kemajuan, tentu masih jauh dari

sempurna. Untuk itu, kepada semua pihak dimohon untuk memberikan masukan, saran

sehingga hasilnya benar-benar memadai. Kami dari tim peneliti mohon maaf atas segala

kekurangannya baik yang tersurat maupun tersirat dan selalu terbuka atas semua saran

yang konstruktif. Semoga budi baik Bapak, Ibu, Saudara/i mendapat pahala yang

selayaknya.

Denpasar, 20 November 2017

Tim Peneliti

Page 5: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

2

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................

PRAKATA ……………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI……………………………………………………………… 2

RINGKASAN…………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 4

1.1 Latar Belakang………………………………………………………… 4

1.2 Masalah………………………………………………………………… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… 6

2.1 Kajian Pustaka………………………………………………………… 6

2.2 Konsep……………………………………………………………..….. 8

2.3 Teori .................................................................................................. 10

BAN III TUJUAN DAN MANFAAT …………………………………….12

3.1 Tujuan ………………………………………………………………… 12

3.2 Manfaat ………………………………………………………………... 12

BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………… 14

3.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data…………………………………. 14

3.2 Metode dan Teknik Analisis Data………………………………………14

3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis…………………………. 14

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………… 15

5.1 Hasil ………………………………………………………………….. 15

5.2 Pembahasan ………………………………………………………….. 23

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 38

6.1 Simpulan ………………………………………………………………. 38

6.2 Saran ………………………………………………………………...... 38

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 39

Page 6: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

3

RINGKASAN

Bali menjadi tujuan wisata dunia karena memiliki tradisi dan budaya yang khas.

Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah besar yang memiliki tradisi kesastraan

dan keaksaraan yang panjang. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena terjadinya

berbagai macam kesalahan dalam penulisan aksara Bali di berbagai papan nama yang

berdwi aksara dengan dwi bahasa maupun tiga bahasa. Fakta di lapangan menunjukkan

banyak penulisan pasang aksara Bali pada papan nama tidak seperti diatur dalam

pedoman pasang aksara Bali. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperkuat

pemertahanan budaya Bali khususnya aksara Bali sebagai warisan leluhur yang bernilai

tinggi di tengah himpitan arus globalisasi yang semakin kuat.

Teori yang digunakan adalah teori fonologi struktural yang berpandangan bahwa

fonem sebagai satuan terkecil dari bahasa yang fungsional. Ada tiga tahapan yang

dilakukan dalam proses penelitian ini, yakni tahap pengumpulan data dengan metode

observasi langsung dibantu dengan teknik padan dan distribusional, tahap analisis data

dengan metode deskriptif kualitatif, dan tahap penyajian dengan metode formal-informal

dengan teknik deduksi-induksi atau sebaliknya. Berdasarkan hasil analisis data

menunjukkan terjadi kesalahan dalam penulisan pangangge aksara, pangangge

ardasuara, pangangge tengenan, penulisan angka atau nomor, dan penulisan singkatan.

Kata kunci: aksara, pasang aksara,fonologi, pemertahanan.

Page 7: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah yang memiliki tradisi kesastraan

dan keaksaraan yang panjang. Namum demikian eksistensinya kini semakin ‘terancam’

karena data statistik nasional menunjukkan terjadi penurunan penutur aktif setiap tahun

(Alwi dan Sugondo, 2003:6). Jika dikaitkan dengan demografi, penutur bahasa Bali

didominasi oleh usia lanjut. Jumlah penutur pada kelompok usia dewasa (produktif)

semakin menyusut dan jumlah penutur pada kelompok usia remaja dan anak-anak lebih

kecil lagi. Kecilnya jumlah penutur bahasa Bali pada usia remaja dan anak-anak

menimbulkan kekhawatiran beberapa pihak akan kepunahan bahasa Bali.

Bahasa dengan aksaranya merupakan dua hal yang tak terpisahkan bagaikan

sekeping mata uang dan Bali sangat beruntung karena tidak semua bahasa yang ada di

dunia memiliki tradisi tulis (aksara). Dari segi jumlah penuturnya, bahasa Bali

digolongkan ke dalam bahasa besar (lebih dari satu juta orang) dan sampai saat ini

bahasa Bali tidak saja digunakan di Bali melainkan sudah menyebar ke berbagai pelosok

tanah air seperti kantong-kantong transmigrasi yang berasal dari Bali.

Kemampuan manusia dalam menyerap semua gejala, kejadian, fakta, dan hal-hal

lain yang berkatan dengan kehidupan sangatlah terbatas. Oleh sebab itu, tradisi tulis

membawa misi agar dapat mengabadikan segala peristiwa itu dalam hidup manusia.

Dalam tradisi tulis, bahasa Bali umumnya ditulis dengan aksara Latin maupun aksara

Bali. Penulisan bahasa Bali dengan aksara Latin mengikuti hasil Lokakarya Penyesuaian

Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin yang diselenggarakan tanggal 12 – 13 Januari

1973. Hasil Lokakarya tersebut dijadikan dasar pemakaian ejaan bahasa Bali dengan

huruf Latin melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor

070/U/1974 (Tim Penyusun, 1996: 12). Penulisan bahasa dengan aksara Bali umumnya

dijumpai dalam naskah-naskah lontar, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya.

Keseriusan pemerintah provinsi Bali mengajegkan budaya Bali khususnya bidang bahasa

sejak tahun 1995 dengan dibentuknya sebuah lembaga permanen yang khusus bergerak

bidang pembinaan dan pelestarian yang diberi nama Badan Pembina Bahasa, Aksara,

dan Sastra Bali yang dituangkan dalam SK Gubernur Bali Nomor 179 tahun 1995 (Tim

Penyusun: 1996:1). Sangat disadari bahwa dalam era globalisasi menjadi tantangan

Page 8: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

5

serius terhadap keberlangsungan bahasa Bali khsusunya aksara Bali. Khusus pelestarian

aksara Bali, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali telah mengeluarkan Surat Edaran

Nomor 01/1995 untuk mengajak seluruh masyarakat Bali serta mengimbau semua pihak

untuk menggunakan tulisan Bali di bawah tulisan Latin pada papan nama instansi

pemerintah maupun swasta. Di samping itu juga untuk nama-nama hotel, restoran, nama

jalan, bale banjar, pura, tempat objek pariwisata, dan tempat-tempat penting lainnya di

seluruh Bali diimbau untuk memakai tulisan Bali dan tulisan Latin.

Walaupun sudah dua puluh dua tahun sejak surat edaran itu dikeluarkan,

kenyataannya sampai saat ini masih ditemukan kesalahan-kesalahan penulisan aksara

Bali yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan aksara Bali. Bahkan, banyak instansi

yang seharusnya menjadi garda depan pembinaan dan pengembangan bahasa Bali tidak

menggunakan aksara Bali pada papan nama lembaganya. Sutjaja (2005: 21)

mengungkapkan kegelisahannya terhadap penurunan kemampuan beraksara dan

berbahasa daerah (antara lain karena meluasnya pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa

asing sejalan dengan proses modernisasi, timbul kecenderungan usaha transliterasi (alih

aksara) dan translasi (alih bahasa). Namun, satu hal yang positif bahwa usaha itu patut

dihargai sebagai rasa tanggung jawab terhadap loyalitas dan kebanggaan budaya Bali.

Salah satu contohnya dapat dilihat di sepanjang Jalan Gajah Mada yang ditetapkan

sebagai kawasan heritage oleh Pemerintah Kota Denpasar yang mengusung identitas

kota budaya telah mulai dipasang nama-nama toko yang berisi tulisan aksara Bali.

Memang sudah semestinya aksara Bali dapat dijadikan salah satu identitas Bali dan

menjadi etalase budaya Bali. Patut pula dicontoh negeri tetangga seperti Thailand, India,

Cina, Korea, Jepang, dan lain-lain yang menggunakan huruf-huruf mereka dicetak atau

ditulis besar-besar dan ditonjolkan.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti adalah

sebagai berikut.

Bentuk-bentuk kesalahanapa sajakah dalam penggunaan aksara Bali sesuai

pedoman Pasang Aksara baik yang bilingual maupun trilingual dalam ranah

tradisional dan moderen.

Page 9: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa tulisan yang relevan berkaitan dengan aksara akan dideskripsikan

sebagai berikut ini.

1) Bagus (1980) dengan judul “Aksara dalam Kebudayaan Bali”. Tulisan ini

merupakan pidato pengukuhan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Antropologi

Budaya Fakultas Sastra Univ. Udayana tanggal 20 Desember 1980. Beberapa

pandangannya antara lain aksara Bali dapat ditinjau dari segi bentuk dan

fungsinya. Berdasarkan kriteria ini, dikenal ada dua jenis aksara, yaitu aksara

biasa dan aksara suci. Aksara biasa menyangkut aksara wreastra dan aksara

swalelita. Kedua aksara ini digunakan untuk menuliskan hal-hal yang berkaitan

dengan kehidupan sehari-hari seperti bidang kesusastraan, perjanjian (pasobaya).

Aksara swalalita digunakan dalam sastra Kawi seperti kakawin, parwa, dan

sebagainya. Aksara yang kedua, aksara suci, misalnya aksara wijaksara (ongkara,

rwa bhinneda, tryaksara, pancaksara, pancabrahma, dasaksara, catur

dasaksara, dan sodaksara). Aksara suci ini didasari oleh aksara swalelita. Aksara

suci lainnya adalah aksara modre, yakni aksara mati (karena mendapatkan

berbagai pangangge aksara). Cara membaca aksara memerlukan keahlian khusus

seperti yang tertulis dalam buku krakah. Aksara-aksara modre ini sering

digunakan dalam bidang agama, doa-doa (mantra), filsafat, pengobatan, dan

sebagainya.

2) Tinggen (2004) dengan judul “Sejarah Perkembangan Pasang Aksara

Bali”.Dalam tulisannya, Tinggen memamparkan kronologi perkembangan pasang

aksara Bali mulai dari penetapan penggunaan pasang Aksara Bali tahun 1918

yang berjudul Balineesche Schriijftaal (oleh Mas Nitisatro), penetapan

penggunaan Ejaan Schwartz (1931) dengan judul “Uger-Uger Aksara Saha

Pasang sasuratan Basa Bali Kepara”. Selanjutnya, tahun 1957 telah ditetapkan

Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali (Oleh I Gusti Ketut

Ranuh dan I Ketut Sukrata). Tahun 1963 muncul Pedoman Perubahan Ejaan

bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali (oleh I Nengah Tinggen). Tahun

1973 asa hasil Lokakarya tanggal 22-23 Maret 1973 di Jakarta yang melahirkan

Ejaan Bahasa Bali yang Disempurnakan dengan Huruf Latin. Tahun 1996 mulai

Page 10: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

7

diberlakukannya Pedoman Penulisan Papan Nama dengan Aksara Bali, dan

tahun 1998 mulai diberlakukannya Pedoman Pasang Aksara Bali.

3) Ngurah Nala (2006) dengan judul Aksara dalam Usadha memberikan deskripsi

yang mendalam tentang penggunaan aksara Bali dalam usadha (ilmu

pengobatan). Dalam tulisanya dinyatakan bahwa masyarakat Bali telah lama

akrab dengan aksara Bali dan aksara suci termasuk rerajahannya. Masalah

yantra, tumbal, dan pekakas atau jimat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

kebudayaan Bali teristimewa dalam usada. Ditambahkannya bahwa aksara Bali

memiliki keunikan tersendiri karena tidak hanya berfungsi untuk berkomunikasi

tetapi juga untuk merekam buah pikiran.

4) Sulibra (2013) dengan judul “Abreviasi dalam Bahasa Bali: Cara Membaca dan

Memahami Singkatan dalam Naskah Beraksara Bali”. Dalam tulisannya ini,

Sulibra melakukan pendekatan dari bentuk dan makna (signifiant dan signifie).

Hasil analisisnya menunjukkan bahwa dalam naskah-naskah beraksara Bali sering

kali digunakan bentuk-bentuk penyingkatan kata yang disebut dengan istilah

aksara anceng terutama naskah-naskah kelompok wariga (wariga, tutur, kanda,

usada). Selain itu, bentuk-bentuk singkatan juga ditemukan dalam lontar pipil

(bukti hak kepemilikan tanah).

5) Sulibra (2014) dengan judul “Aksara Bali pada Papan Nama di Lingkungan Kota

Denpasar”. Yang dimuat dalam Pustaka:Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya. Dalam tulisan

ini objek kajian terbatas pada papan nama seputar Jalan Gajah Mada sebagai

kawasan heritage Kota Denpasar. Teori yang digunakan adalah teori fonologi

struktural yang berpandangan bahwa satuan fonologis adalah fungsional.

6) Sabila (2015) dengan judul “Kesalahan Penulisan Aksara Lampung oleh

Mahasiswa STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung”. Dalam tulisannya

dinyatakan bahwa aksara Lampung berasal dari perkembangan aksara

Devanagari (India Selatan) yang dimasukkan ke dalam Sukhat Rencong. Hasil

analisisnya menunjukkan bahwa banyak terjadi kesalahan-kesalahan penulisan

induk huruf dan penggunaan anak huruf.

Page 11: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

8

2.2 Konsep

2.1 Aksara Bali

Secara etimologis, Ratna (dalam Gunayasa, 2012: 18) mengatakan bahwa kata

aksara berasal dari bahasa Sanskerta a “tidak” dan ksara “termusnahkan”. Jadi aksara

adalah sesuatu yang tidak termusnahkan atau kekal (langgeng), selain pada umumnya

disebut kata, suku kata, dan huruf. Dikatakan sebagai sesuatu yang kekal atau tidak

termusnahkan dikarenakan peranan aksara dalam mendokumentasikan dan

mengabadikan aktivitas komunikasi sehingga dapat diwariskan dari satu generasi ke

generasi berikutnya.

Dalam bahasa Bali pengertian aksara sangat luas. Menurut Bagus (1980: 6) kata

aksara/huruf dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Bali baku dengan dua kata, yakni

aksara dan sastra (di samping bentuk nonbaku tastra). Walaupun dalam bahasa Bali

kedua kata itu memiliki makna yang sama, namun pemakaian kata sastra lebih luas

lebih-lebih bentuk dalam derivasinya nyastra “berilmu”. Oleh Sutjaja (2005: 19) nyastra

sebagai keilmuan tradisi menyangkut kehidupan dunia nyata dan tak nyata karena hanya

dapat dipahami bila totalitas aspek kehidupan masyarakatnya sudah dihayati. Nyastra

harus dilihat secara utuh sebagai keseluruhan (complex whole).

Sehubungan dengan sistem aksara, Kridalaksana (dalam Gunayasa, 2012: 24)

menyatakan bahwa sistem aksara ada yang bersifat alfabetis, silabis, dan morfemis.

Pada aksara yang alfabetis/fonemis satu huruf mewakili satu bunyi baik vokal maupun

konsonan. Pada aksara silabis satu huruf/suku kata mewakili dua bunyi, yaitu satu

konsonan dan vokal. Dalam sistem morfemis satu huruf mewakili satu morfem (satu

bunyi, satu tone, satu makna). Berkaitan dengan sistem aksara Bali yang digunakan

dalam pasang aksara Bali adalah sistem silabis, akan tetapi tidak silabis murni karena

bercampur dengan sistem fonemis (Antara, 2008: 181, Sulibra, 2013: 116, Tim

Penyusun, 1998: 12). Sifat fonemis ini muncul bila aksaranya mendapatkan/dipasangi

berbagai kelengkapannya seperti pangangge suara, pangangge ardasuara, pangangge

tengenan, gempelan, gantungan.

2.2 Pasang Aksara

Yang dimaksud dengan pasang akasara adalah pedoman cara menuliskan aksara

(Bali) (Simpen, 1979: 1). Pasang secara leksikal berarti ‘pasang, kenakan, tempatkan’

Page 12: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

9

(Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia Beraksara Latin dan Bali, 2008: 513). Jadi,

pasang aksara Bali adalah aturan-aturan dalam menempatkan aksara Bali sesuai dengan

kaidah yang disepakati (Gunayasa, 2012: 20). Berdasarkan fungsinya, menurut

Manuaba (2013: 2) aksara Bali digolongkan dalam empat jenis, yaitu (i) wreastra, (ii)

swalelita, (iii) wijaksara, dan (iv) modre. Menurut (Bagus, 1980: 9) mengklasifikasi

menjadi dua jenis, aksara biasa dan aksara suci. Yang digolongkan ke dalam aksara biasa

adalah (i) wreastra dan (ii) swalalita. Kedua jenis aksara biasa ini digunakan untuk

menulis hal-hal kehidupan sehari-hari termasuk kesusastraan. Yang dimaksudkan aksara

suci adalah aksara modre dan wijaksara. Dalam Simpen (1979: 4) dikatakan bahwa

aksara wreastra digunakan untuk menuliskan bahasa Bali lumrah. Adapun jumlah aksara

yang digunakan sebanyak 18 buah (hncrkgtm\bswlpdjyz , ha na ca ra ka ga ta ma nga

ba sa wa la pa da ja ya nya). Aksara swalelita digunakan untuk menuliskan bahasa

Kawi dan juga bahasa Sanskerta. Adapun jumlah aksara ini sebanyak 47 buah dan 14

vokal (hresua (vokal pendek) dan dirgha (vokal panjang) dan 33 konsonan. Aksara

modre digunakan untuk menuliskan hal-hal keagamaan dan juga kebatinan. Untuk

membaca dan memahami aksara modre dibutuhkan kemampuan khusus karena

menggunakan teknik khusus pula. Aksara modre jumlahnya tidak dapat ditentukan

dengan pasti (Bagus, 1980: 13).

Kalau ditelusuri ke belakang, sebenarnya usaha pembinaan dan pengembangan

aksara Bali sudah dilakukan. Dalam Manuaba (2013: 3) dijelaskan bahwa sampai saat

ini ada dua pasang aksara yang pernah diberlakukan yang berkaitan dengan

pengembangan, yaitu pasang aksara purwadresta dan pasang aksara Schwartz. Pasang

aksara purwadresta perkembangannya mulai abad X ketika pemerintahan raja

Darmawangsa sampai zaman Gelgel di Bali abad XV. Adapun ciri khas pasang

aksarapurwadresta adalah ketidakkonsistenan dalam penulisan. Pasang aksara Bali

Schwartz ditetapkan tanggal 24 Februari 1931 yang difokuskan pada perubahan pasang

aksara, yakni menghilangkan aksara murda, mahaprana, dantia mahaprana dan suara

dirga. Kemudian barulah sejak Kongres Bahasa Bali tahun 1957 dan 1963 dapat

dikatakan sebagai tonggak ke arah pelestarian yang menetapkan beberapa keputusan

penting, antara lain mengenai pedoman penulisan pasang tumpuk menjadi pasang jajar.

Lokakarya Pasang Aksara Bali tahun 1997 merupakan monumen penting pemberlakuan

pasang aksara yang digunakan sampai saat ini.

Page 13: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

10

2.3 Teori

Tulisan ini didasari oleh pendekatan linguistik struktural yang dipelopori oleh F.

de Saussure (1916). Secara umum, linguistik struktural memberikan penekanan pada

dikotomi konsep-konsep: (i) perbedaan antara langue, parole, dan langage; (ii)

perbedaan antara penyelidikan diakronis dan sinkronis; (iii) hakikat tanda bahasa

menyangkut signifie dan signifiant; (iv) perbedaan antara hubungan asosiatif dan

sintagmatis dalam bahasa, dan (v) perbedaan antara valensi, isi, dan pengertian

(Kridalaksana dalam de Saussure, 1996: 4, Parera, 1977: 86). Di antara konsep-

konsep tersebut di atas akan dipilih konsep yang paling relevan dan gayut berkaitan

dengan tulisan ini. Adapun konsep-konsep yang dimaksud adalah sebagai berikut.

(1) La langue menurut Saussure (1996: 7) adalah abstraksi merupakan produk sosial

dari kemampuan bahasa dan sekaligus merupakan keseluruhan konvensi yang

dipengaruhi oleh kelompok sosial untuk mempergunakan kemampuan tersebut. Selain itu

langue adalah tempat untuk menyimpan tanda-tanda yang diterima orang dari penutur

lain dalam masyarakat. Langue bersifat pasif oleh karena itu langue bersifat tetap dan

stabil.

(2) Signifie dan signifiant: Saussure menyebut signifie sebagai konsep ‘yang

ditandai; petanda’ sedangkan signifiant adalah ‘yang menandai; penanda’. Konsep lebih

abstrak dari citra akustis, konsep bersifat semata-mata sebagai pembeda dan secara

langsung bergantung pada citra bunyi yang berkaitan. Itulah sebabnya tanda mempunyai

dua muka yang tidak dapat dipisahkan. Dalam tanda bahasa, bila citra akustis diubah

maka berubah pulalah konsepnya, demikian sebaliknya. Untuk memperjelas pengertian

ini, maka berikut akan disajikan model diagramnya menurut Kridalaksana (dalam de

Saussure, 1996: 12).

tanda

= = =

bahasa

Konsep

Citra

akustis

Signifie

signifiant

petanda

penanda

Page 14: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

11

(3) Hubungan asosiatif dan hubungan sintagmatis: setiap satuan wicara merupakan

rangkaian dari satuan ujar dan di dalamnya terdapat satuan-satuan bahasa lain baik dari

segi bentuk maupun makna namun dalam satu kesatuan keseluruhan sistem bahasa.

Hubungan semacam ini disebut inabsentia. Hubungan sintagmatis adalah hubungan

dalam rantai ujaran yang ada dan nyata dalam suatu wicara. Hubungan ini paling kurang

dua atau lebih unit bahasa. Hubungan ini juga disebut hubungan praesentia karena butir-

butir yang dihubungkan itu ada bersama dalam wicara.

(4) Sinkronis; diakronis merupakan studi bahasa berdasarkan kesejarahan, yakni studi

yang didasarkan pada fase-fase perkembangan/evolusi bahasa dari zaman ke zaman

berikutnya. Namun, dalam tulisan ini akan ditekankan pada studi yang bersifat

sinkronik, yakni studi bahasa kekinian atau studi dalam kurun waktu tertentu, pada satu

masa tertentu. Studi sinkronis memformulasikan gejala-gejala bahasa berdasarkan ujaran-

ujaran pembicara berdasarkan fakta-fakta bahasa dan keadaan bahasa tanpa persoalan

urutan waktu.

Page 15: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

12

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3. 1 Tujuan

Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan tujuan

khusus dari penelitian ini.

1) Untuk mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam menuliskan

akasara Bali sesuai dengan pasang aksara Bali pada papan nama (pangangge

aksara, aksara anceng, angka dan lambang bilangan, tanda baca).

2) Untuk memperoleh gambaran mengenai kesalahan-kesalahan dalam tata cara

menuliskan aksara Bali pada ranah tradisional dan modern.

Selain itu, tujuan umum dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk meningkatkan hasil-hasil penelitian di tingkat prodi

2) Meningkatkan jumlah publikasi

3) Meningkatka mutu dan kompetensi dosen di lingkungan prodi.

3.2 Manfaat

Bali di era globalisasi dan menjadi destinasi paiwisata dunia mengharuskan

masyarakat Bali menjadi bilingual bahkan multilingual. Hal ini terlihat nyata dalam

penggunaan bahasa Bali telah dipengaruhi oleh struktur bahasa lain (bahasa Indonesia,

bahasan asing lainnya). Selain itu, kedudukan dan peranan aksara Bali telah digantikan

dengan aksara Latin. Oleh sebab itu diperlukan tindakan nyata untuk menjaga kelestarian

bahasa Bali (termasuk aksaranya). Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan bahasa Bali

dengan aksara Balinya merupakan satu-kesatuan yang saling mendukung. Manuaba

(2013) mengatakan bahwa penggunaan bahasa Bali merupakan hal sangat urgen bila

pembicaraan itu bersifat resmi terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang tradisional

lebih-lebih dalam pelaksanaan upacara agama Hindu. Oleh karena itu, sudah

sepantasnyalah ketika berkomunikasi sesama suku Bali wajib menggunakan bahasa Bali

sebagai ciri rasa loyalitas terhadap bahasa Bali. Selain fasih menggunakan bahasa Bali,

penggunaan aksaranya juga harus diperhatikan, harus sesuai dengan kaidah yang telah

ditetapkan. Banyak terjadi kesalahan-kesalahan dalam menuliskan aksara Bali dalam

papan nama pengenal dan bila hal ini dibiarkan secara terus-menerus tentu akan merusak

sistem bahasa Bali itu sendiri.

Page 16: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

13

Penelitian ini dirancang untuk menggali secara mendalam potensi-potensi sistem

bahasa sebagai warisan budaya Bali yang adiluhung. Selain itu, penelitian ini memiliki

urgensi meningkatkan mutu penelitian serta meningkatkan kualitas materi pembelajaran

baik menyangkut pengembangan tata bahasa Bali maupun model pembelajaran.

Mengingat pentingnya dan luasnya materi penelitian, maka kebutuhan tim peneliti yang

andal mutlak diperlukan baik dari dimensi segi kebahasaan maupun sosial.

Page 17: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

14

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Metode Pengumpulan Data

Filosofi penelitian ini didasari oleh fenomenologis, yakni observasi fenomena-

fenomena sosial kebahasaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, akan digunakan

pendekatan kualitatif yang diartikan sebagai bukan penghitungan “angka” (Moleong,

2010: 2). Secara metodologis, ada tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini.

Tapan pertama pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung ke lapangan

dengan. Metode ini juga dilengkapi dengan teknik dokumentasi atau

pemotretan.Klasifikasi data dilakukan berdasarkan jenis (ranah) secara tradisional dan

modern, bilingual dan trilingual.

4.2 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yakni bersifat

menggambarkan, memaparkan dan menguraikan objek yang diteliti (Arikunto, 2006: 11).

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk membuat deskripsi

atau gambaran untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong, 2010”

6). Deskriptif kualitatif akan dilengkapi dengan metode padan/agih dan distribusional,

yakni memadankan bentuk-bentuk kesalahan yang terjadi dengan bentuk-bentuk yang

seharusnya atau benar.

4.3 Metode Penyajian Hasil Analisis

Hasil analisis data disajikan dengan metode formal daninformal.Metode formal

dengan menggunakan lambang-lambang tertentu sedangkan metode informal dengan

menggunakan rangkaian kata-kata biasa.Metode ini dibantu dengan teknik berpikir

deduktif dan induktif atau sebaliknya (Mahsun, 2005: 116).

Page 18: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

15

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan di seluruh kabupaten di

Bali (Denpasar, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Tabanan, Karangasem, dan

Buleleng, Jembrana) maka didapatkanlah korpus data ratusan buah foto dokumentasi

yang mengandung dwiaksara dengan dua bahasa maupun lebih. Penggunaan aksara Bali

dalam ranah moderen sebagaimana yang diatur dalamSurat Edaran Gubernur Kepala

Daerah Tingkat I BaliNomor 01/1995 untuk mengajak seluruh masyarakat Bali serta

mengimbau semua pihak untuk menggunakan tulisan Bali di bawah tulisan Latin pada

papan nama instansi pemerintah maupun swasta. Di samping itu juga untuk nama-nama

hotel, restoran, nama jalan, bale banjar, pura, tempat objek pariwisata, dan tempat-

tempat penting lainnya di seluruh Bali diimbau untuk memakai tulisan Bali dan tulisan

Latin. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kenyataannya

tidaklah seperti yang diharapkan. Masih lebih banyak nama-nama atau papan nama yang

tidak ada aksara Balinya. Walaupun ada aksara Balinya tetapi terdapat pula kesalahan-

kesalahan dalam penulisannya baik untuk ranah tradisional (nama-nama pura, bale

banjar, dan sejenisnya) maupun untuk ranah moderen (nama-nama kantor, perusahaan,

hotel, restoran, sekolah, dan sejenisnya). Bila dibandingkan antara pusat kota dengan

pinggiran kota atau bahkan pedesaan menunjukkan adanya garis lurus, yakni semakin

jauh dari kota intensitas penggunaan dwi aksara semakin berkurang, demikian

sebaliknya. Penggunaan dwi aksara pada papan nama di pusat kota jauh lebih banyak

terutama untuk kawasan Kota Denpasar dan sekitarnya (lihat penelitian Sulibra, 2014)

dan juga di Kabupaten Badung. Bahkan yang paling mencolok justru lembaga-lembaga

pendidikan formal seperti sekolah-sekolah (baik negeri maupun swasta) justru para

stakeholdersitu tidak menggunakan dwi aksara, tidak terkecuali pendidikan tinggi

(universitas dan institut) yang notabene mengelola prodi sastra daerah (Bali). Berikut

disajikan beberapa fotonya.

Page 19: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

16

Page 20: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

17

(Semua foto-foto di atas diambil pada tanggal 10 September 2017). Salah satu foto di

atas yang bertuliskan “mari lestarikan kebudayaan” adalah foto di sebuah sekolah

menengah pertama negeri di Singaraja tetapi tidak ada aksara Balinya.

Hal yang serupa terjadi pada daerah-daerah tujuan wisata (internasional).

Penggunaan dwi aksara pada papan nama hampir tidak ada seperti wilayah Ubud, Goa

Gajah, Gitgit, Penelokan, dan sebagainya. Bahkan terjadi sebaliknya, yakni adanya

internasionalisasi nama-nama kawasan. Berikut disajikan beberapa foto yang dimaksud.

Page 21: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

18

Page 22: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

19

(foto diambil di Pekutatan Negara)

Page 23: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

20

Selain adanya penggunaan nama-nama asing sebagaimana disajikan dalam foto-

foto di atas, penggunaan nama-nama lokasi tujuan wisata di Bali juga sudah

Page 24: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

21

menggunakan nama-nama asing seperti Pantai Matahari Terbit, Dream Land, Sunset

Road (Denpasar-Badung), Pantai Virgin (Prasi Karangasem), Pantai Lovina (Singaraja),

Pantai Crystal (Crystal Beach di Nusa Penida Klungkung), dan lain sebagainya. Nama-

nama perusahaan, toko, swalayan (hypermart, supermarket), nama-nama hotel, nama-

nama jalan atau gang seperti Gang Popies (PopiesLine) di Kuta, penggunaan nama-nama

asing menjadi hal biasa bahkan seolah-olah menjadi wajib, seolah terjadi hegemoni

kapitalis. Jika keadaan ini dibiarkan terus terjadi, dikhawatirkan salah satu identitas Bali

menjadi memudar, taksu Bali menjadi luntur, ciri ke-Bali-annya tergerus. Sedikit demi

sedikit nama-nama lokal akan hilang. Sejauh pengamatan, penulis belum mendapatkan

papan nama berdwiaksara Bali-Latin atau Latin Bali di sejumlah kantor seperti kantor

kepolisian, rumah sakit, kejaksaan, kehakiman, swalayan.

Keadaan sebaliknya justru terjadi fakta yang tidak diduga sebelumnya. Memang

dalam beberapa fenomena terjadi modifikasi penggunaan aksara Bali seperti contoh

berikut.

Foto di atas menunjukkan terjadinya modifikasi atau inovasi aksara Bali. Tulisan

pada baris atas dalam foto di atas dapat dibaca “Weimana”, nama organisasi mahasiswa.

Maksudnya adalah “wilmana, sebuah kereta Sang Purusadha Santha dalam cerita

Sutasoma”. Huruf Bali dimodifikasi sedemikian rupa agar mirip dengan huruf Latin”

atau sebaliknya.

Hal yang menarik juga dapat disajikan dalam foto berikut ini.

Page 25: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

22

Bila diperhatikan dengan saksama, foto di atas menunjukkan sangat unik, adanya

penggunaan huruf Latin dengan bahasa Indonesia, bahasa Arab dengan huruf Arab, serta

huruf Bali dengan bahasa Arab dan Indonesia. Fenomena ini tentu belum diatur dalam

Surat Edaran Gubernur tersebut. Tetapi, satu hal dapatdipastikan bahwa hal semacam ini

harus diapresiasi dengan baik bahwa telah terjadi penerimaan budaya Bali (toleransi)

apalagi terjadi pada hal-hal yang sangat sensitif walaupun di sana-sini terjadi kesalahan

dalam menuliskan huruf Balinya. Maksud penyandingan aksara Bali, Latin, dan Arab

merepresentasikan adanya unsur-unsur budaya lokal bersinergi dengan huruf Latin yang

secara nasional digunakan, serta huruf Arab yang memiliki relasi dengan agama Islam.

Gejala ini sejatinya menunjukkan hibriditas kebudayaan yang terjadi di wilayah Bali

yang perlu mendapat perhatian lebih dalam.

Page 26: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

23

5.2 PEMBAHASAN

Untuk kepentingan analisis sesuai dengan topik permasalahan, berikut disajikan

data-data pendukung yang dimaksud.

Data foto di atas terdapat di Kantor Catatan Sipil Kota Denpasar. Papan nama

tersebut relatif baru (sekitar satu atau dua tahun). Selain karakter tulisannya kurang

bagus, juga terdapat beberapa kesalahan. Pertama, kurangnya tanda carik siki (...,) pada

akhir penulisan huruf Bali baris setiap baris. Kedua, penulisan graha (gË;h) terjadi

kesalahan penulisan dengan penggunaan bisah (..;) dan wisarga ( h ). Penulisan graha

seharusnyatidak perlu menggunakan bisah (..;). Demikian juga dengan penulisan

dharma, kekurangan surang ( ..( ) sehingga dibaca dhama seharusnya (a(m ).

Page 27: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

24

Kesalahan nama jalan pada foto di atas terletak pada penggunaan bisah (…; )

sebagai penanda bunyi hamsah /h/. Penggunaan bisah di tengah kata melanggar aturan,

jika ada bunyi /h/ di tengah kata maka bunyi /h/ itu diganti dengan wisarga (…h)

sehinggan ditulis phÞwn/ ..

Data di atas adalah ucapan “selamat datang” di bawahnya terdapat huruf Bali

yang juga ucapannya sama, yakni “selamat datang”. Dalam hal ni, terjadi kerancuan

Page 28: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

25

bahasa Indonesia dituliskan denga huruf Bali. Ungkapan-ungkapan salam seperti di atas

dapat diganti dengan ucapan “swasti prapta, swasti rauh, atau om swastyastu” yang

memang berkarakter Bali. Demikian juga halnya dengan ucapan “selamat jalan” dan

“terima kasih” yang menggunakan huruf Bali seperti di bawah ini.

Ucapan “selamat jalan” bisa digantikan dengan frasa “sampunang lali” serta “terima

kasih” bisa digantikan dengan “matur suksma” dengan huruf Bali.

Untuk penulisan matur suksma beraksara Bali ditemukan pada foto di bawah

yang diamdil di Kelurahan Peguyangan Denpasar.

Page 29: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

26

Penulisan “matur suksma” yang beraksara Bali terdapat kesalahan, yakni

kekurangan suku (… u) pada aksara sa ( s) sehingga bacaannya “saksma”. Selain itu,

untuk penulisan suksma seharusnya menggunakan suku ilut(… U ) sehingga menjadi

(sUk×à ). Penulisan (sUk×à ) juga ditemukan bentuk bersaingnya seperti yang

disajikan dalam foto berikut.

Penulisan tersebut di atas diambil di Desa Bengkala Buleleng tidak salah tetapi dalam

pasang pagehnya memang menggunakan suku ilut (…U ).

Page 30: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

27

Foto di atas adalah terletak di daerah Badung, tepatnya di Desa Sibang Kaja.

Dalam versi huruf Balinya terdapat kesalahan dalam penggunaan cecek (… * ) dan

gantungan (… Ð ). Penulisan dalam huruf Bali Sibangkaja seolah-olah seperti menulis

huruf Latin, yakni setelah konsonan nasal /ng/ lalu disambung dengan /ka/. Untuk itu,

penulisan “Sibangkaja” seharusnya “Sibang Kaja” sehingga dalam huruf Balinya menjadi

(sib*kj ).

Foto di atas juga menunjukkan adanya beberapa kesalahan. Pertama, penulisan

kata “kesejahteraan” dan “keluarga” dalam huruf Balinya. Penulisan bisah (…;) menurut

pasang aksara tidak diperbolehkan di dalam sebuah kata, dan jika ada bunyi /h/ maka

Page 31: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

28

harus ditulis dengan wisarganya (…h). Untuk itu, penulisan “kesejahteraan” dalam versi

huruf Balinya menjadi (k)s)jhÓÍhn). Kedua, penulisan “keluarga” dalam versi huruf

Balinya terjadi kesalahan, yakni menggunakan wisarga (h) sehingga dibaca “keluharga”

bukan “keluwarga”. Pasang akasara Bali mengatur menuliskan huruf Bali sesuai

dengan bunyinya. Oleh sebab itu, penulisan yang benar adalah (k)luw(g).

Foto di atas beberapa kesalahan. Pertama, penulisan “taruna” dalam huruf

Balinya seharusnya (trux ) atau (tÎux ). Pasang aksara menyebutkan bahwa ra (r )

diikuti oleh na (n ) maka (n ) harus na rambat (x). Selain itu, diperbolehkan juga

menulis (tÎux ) sebagai bentuk-bentuk bersaing karena adanya hokum dua suku kata.

Kesalahan kedua, adalah penulisan “eka” (ehk) karena dibaca “heka”, oleh sebab itu

penulisan yang benar adalah dengan menggunakan vokal /e/ (6 ) sehingga harus ditulis

(6k). Ketiga, penulisan “mandala” sebagai serapan dari bahasa Jawa Kuna seharusnya

ditulis ( mxÒl).

Foto di bawah ini merupakan ranah tradisional. Oleh sebab itu seharusnya huruf

Balinya berada di atasnya dan penulisannya itu sudah benar.

Page 32: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

29

Hal yang sama juga terjadi di dalam foto di bawah ini. Baik foto yang di atas maupun

foto yang dibawah ini diambil di Tenganan Pegringsingan.

Foto di atas adalah diambil di Desa Tenganan Pegringsingan. Dalam ranah tradisional

seharusnya huruf Balinya di atas dan huruf Latinnya di bawahnya. Foto di atas justru

terjadi sebaliknya walaupun sebenarnya penulisan huruf Balinya sudah benar.

Page 33: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

30

Foto di atas diambil di Pura Melanting Ubud (Pasar Ubud). Terlihat dalam foto

teksnya hanya menggunakan bahasa Inggris yang berisi berbagai macam larangan masuk

ke dalam areal pura. Untuk hal-hal semacam ini semestinya juga disertakan teks bahasa

Indonesia dan juga bahasa Bali termasuk penggunaan huruf Balinya. Untuk hal semacam

ini dapat diperbandingkan dengan foto berikut.

Papan larangan di atas diambil dari halaman depan Pura Kehen Bangli. Papan

larangan tersebut memuat empat teks dalam bahasa yang berbeda (Indonesia, Inggris,

Perancis, dan Jepang dengan aksaranya). Hal semacam itu akan lebih baik lagi kalau

disertakan pelarangan dengan bahasa Bali berikut aksara Balinya. Untuk perbandingan

dalam penggunaan papan nama trilingual dalat dilihat pada foto berikut.

Foto di atas diambil dari depan sebelum masuk halaman Puri Agung Jro kuta

Denpasar. Sebagai kawasan heritage, penggunaan aksara Bali cukup bagus. Sayangnya

Page 34: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

31

dalam foto di atas aksara Bali digunakan untuk menuliskan kata-kata bahasa Indonesia.

Jika memang ingin melestarikan budaya Bali secara total, alangkah bagusnya jika aksara

Balinya untuk menuliskan kalimat-kalimat larangan berbahasa Bali.

Foto di atas menunjukkan kesalahan dalam menuliskan singkatan beraksara Bali.

Penulisan UPTD seharusnya diisi dengan tanda carik siki di antara singkatan itu

sehingga menjadi ú,ep,et,ed,. Selain itu, terdapat juga kesalahan dalam menuliskan

angka (nomor teleponnya). Penulisan semacam itu seharus didahului dengan tanda carik

siki (…, ) dan juga diakhiri dengan carik siki (…, ). Jadi seharusnya ,2645,.

Page 35: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

32

Demikian juga dengan foto di atas, penulisan “sosial” dalam versi huruf Balinya

menjadi “sosihal”. Oleh sebab itu, penulisan “sosial” yang benar adalah esosê l/,

dengan mengikuti hukum dua suku kata.

Papan nama jalan dalam foto di atas diambil di Singaraja. Penulisan kata “pulau”

terdapat kesalahan, yakni dibaca “pulaho”. Oleh sebab itu, penulisan semacam ini

seharusnya menggunakan taling detya atau taling repa (E) yang menyatakan bunyi

diftong sehingga harus ditulis puElo/. Demikian juga dengan foto di bawah, terjadi

kesalahan dalam menuliskan kata “partai”

Page 36: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

33

Untuk ranah tradisional seperti foto di atas, cara penulisannya sudah benar, yakni

huruf Balinya di atas huruf Latinnya. Hanya sedikit kesalahan dalam penulisan kata

“purwa”. Dalam pasang aksara penggunaandwita (konsonan rangkap) karena surang

sudah tidak diberlakkan lagi. Oleh sebab itu cukup ditulis dengan pu(w,.

Penggunaan huruf Bali dalam foto di atas sebenarnya sudah bagus, Cuma sedikit

kesalah dalam menuliskan singkatan “telp.”. Untuk hal semacam ini sebaiknya ditulis

saja “telpun” dalam huruf Bali etlæun/ bukan etl/ . Selain itu, kekurangan

lainnya adalah tidak adanya tanda koma (carik siki) sebelum dan sesudah satuan angka.

Page 37: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

34

Yang menarik dari foto di atas adalah papan yang paling atas dan di tengah

terdapat tulisan “Korp” dan dalam tulisan Balinya eko(pæ)… dan seterusnya.

Penulisan semacam itu tidak bisa dibaca. Untuk mengatasi hal ini telah diatur menuliskan

“bunyinya/ pelafalannya”. Dalam bahasa Bali bunyi /r/ cenderung luluh, oleh sebab itu

sebaiknya ditulis ekop/ . Keadaan sebaliknya justru terjadi seperti foto di bawah ini.

Penulisan “Korpri” ditulis “kopri, ekopÎi , padahal untuk menulis “korpri”

memungkinkan dalam huruf Bali sehingga menjadi eko(pÎi,.

Page 38: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

35

Penulisan nama pura di atas termasuk ranah tradisional oleh sebab itu huruf

Balinya semestinya ada di atasnya. Kesalahan penulisan di atas pada penulisan /le lenga,

2/ yang digantung. Sebenarnya /le/ boleh diisi pepet (…) ) bila dalam posisi kluster

dalam sebuah kata. Untuk itu, penulisan “Kayu Selem” seharusnya kyus)2m/ .

Foto papan nama di atas menunjukkan adanya kesalahan dalam menuliskan

singkatan huruf Bali (lpm). Menuliskan singkatan semacam itu adalah dengan

menuliskan pelafalannya. Oleh sebab itu, penulisan yang benar adalah 6l/,

ep,6m/. . Demikian juga kesalahan terjadi dalam menuliskan singkatan BPD di bawah

ini. Penulisan singkatan untuk BPD yang benar adalah e1,eped, bukan 1pd.

Page 39: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

36

Data berikut adalah kesalahan dalam menuliskan gantungan.

Pemakaian gantungan dalam huruf Bali memiliki bentuk tersendiri dan umumnya tidak

utuh atau sama dengan huruf pokoknya (dasarnya). Dalam data di atas terlihat adanya

pemakaian gantungan /ja/ yang sama persis dengan huruf dasarnya padahal gantungan

/ja/ sebagai berikut ( é). Oleh sebab itu penulisan banjar adalah 1zé(, .

Page 40: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

37

Data foto di atas didapatkan di Desa Gumbrih Negara. Dalam foto di atas

menunjukkan kesalahan dalam penulisan desa (elÑ] ) seharusnya aksara ( l ) tidak

muncul dan aksara da ( d ) tidak perlu digantung. Kalau tulisan itu disalin maka akan

menjadi ldesa. Selain itu ada juga kesalahan/kekurangan penulisan ulu ( I ) pada kata

rih (Gumbrih) sehingga kalau dibaca di papan itu Gumbrah bukan Gumbrih.

Kedua foto dibawah ini menunjukkan ketidakkonsistenan dalam menuliskan kata

kertha. Pada satu menggunakan ta tawa (q ) dan pada sisi lainnya menggunakan ta latik

( ` ). Selain itu penulisan kertha dalam aksara Balinya seharusnya sebagai metatesis,

yakni ( kÊq ).

Page 41: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

38

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Dari seluruh uraian atau analisis data di atas dapat disimpulkan sebagai berikut

ini.

1) Banyak sekali terjadi kesalahan-kesalahan dalam menuliskan aksara Bali baik

dalam tradisional maupun ranah modern, yang dwi bahasa maupun tiga bahasa.

2) Kaidah penulisan ranah tradisional seringkali didominasi oleh huruf Latin.

3) Kaidah penulisan ranah modern yang tiga bahasa tidak disertai dengan huruf Bali.

4) Kesalahan terjadi tidak sesuai dengan pasang aksara,kesalahan penulisan

singkatan, angka, pemakaian gantungan, dan sejenisnya.

6.2 Saran

Banyaknya kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam menuliskan aksara Bali (tidak

sesuai dengan pasang aksara dan pedoman penulisan papan nama berkasara Bali), maka

diperlukan usaha-usaha nyata dari semua pihak /stakeholders untuk berperan aktif dan

lebih giat lagi. Peranan institusi pendidikan, pemerintah, dan masyarakat kerja samanya

perlu ditingkatkan lebih bersinergi lagi, lebih khusus lagi peranan para penyuluh bahasa

Bali di seluruh Bali.

Page 42: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

39

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H dan Sugondo, D. (2003). Politik Bahasa : Rumusan Seminar Politik Bahasa.

Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Antara, I Gde Nala. 2008. “Eksistensi Aksara Bali dalam Masyarakat Bali” dalam Karaket Antuk

Tresna. Denpasar: Jurusan Sastra Daerah dan Program Doktor S3 Kajian Budaya Unud.

Anwar, Khaidir. 1990. Fungsi dan Peranan Bahasa: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Bagus, I Gst. Ngurah. 1980. “Aksara dalam Kebudayaan Bali: Suatu Kajian Antropologi”.

(Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Antropologi Budaya pada Fakultas

Sastra Universitas Udayana.

Gunayasa, Putu Eka. 2012. “Dinamika Penggunaan Bentuk-Bentuk Bersaing dalam Pasang

Aksara Bali” (Skripsi). Denpasar: Jurusan Sastra Bali Fakultas Sastra Unud.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik: Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia.

Manuaba, Ida Padanda Gede Buruan Munik. 2013. “Pasang Aksara Bali Ngajegang Budaya Bali”

(Makalah dalam seminar Nasional Membangkitkan Inovasi Kreatif dalam Bahasa Bali

untuk Memuliakan Bahasa Ibu tanggal 30-8-2013 di Fakultas Sastra Unud).

Moleong, Lexy. 2010Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nala, Ngurah. 20016. Aksara dalam Usadha. Surabaya: Paramitha.

Ruddyanto, C. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin. Denpasar: Balai

Bahasa Denpasar, Pusat Bahasa Depdiknas.

Sabila, Amy. 2015. “Kesalahan penulisan Aksara lampung oleh Mahasiswa STKIP

Muhammadiyah Pringsewu Lampung” (Prosiding Internasional The 7th International

Seminar on Ausronesian-Non Austronesian Languages and Litarature. Denpasar: S2

dan S3 Linguistik Unud, APBL, Research Institute for Language and Cultures of Asia

and Africa Tokyo University of Foreign Studies.

Sastro, Mas Niti dan Ida Ketoet Djelantik. 1918. Balineesche Schriftaal. Batavia: Landsdrukerij.

Saussure, Ferdinande. 1996. Pengantar Linguistik Umum.(Edisi terjemahan). Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Schwartz, H.J.E.F. 1931. Oeger-Oeger Aksara Saha Pasang Sasoeratan Basa Bali Kepara.

Simpen AB, I Wayan. 1979. “Pasang Aksara Bali”.

Sulaga, I Nyoman. 1997. “Setitik Fenomena Kebahasaan Masyarakat Bali” (Materi Orasi Ilmiah

HUT Ke-28 dan BK Ke-16 Fakultas Sastra Unud).

Sulibra, I Kt. Ngurah. 2011. “Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin (EYD Bali Latin) (Makalah

disampaikan dalam Penataran Guru-Guru Bahasa Bali Tingkat SMP da SMA Sekodya

Denpasar tanggal 20-23 September di Univ. Hindu Indonesia di Denpasar.

Page 43: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/22969/1/54c5cf84c24c52d56f525...28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal

40

Sulibra, I Kt. Ngurah. 2013. “Abreviasi dalam Bahasa Bali: Cara Membaca dan Memahami

Singkatan dalam Naskah Beraksara Bali” dalam Pustaka: Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya

Vol. XIII No 1. Denpasar: Fakultas Sastra Unud.

Sulibra, I Kt. Ngurah. 2014. “Aksara Bali pada Papan Nama di Lingkungan Kota Denpasar”

dalam Pustaka: Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya Vol. XIV No 1. Denpasar: Unit Penerbitan

Fakultas Sastra Unud.

Sutjaja, I Gst. Made. 2005. ”Linguistik, Bahasa Bali, dan Dunia Virtual” (Pidato Ilmiah

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bahasa Fakultas Sastra

Unud). Jimbaran: Univ. Udayana.

Tim Penyusun. 1996. Pembinaan Bahasa Aksara dan Sastra Bali: Pedoman Penulisan Papan

Nama dengan Aksara Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Bali.

Tim Penyusun. 1998. Pedoman Pasang Aksara Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Pemerintah

Daerah Tk. I Bali.

Tim Penyusun. 2008. Kamus Bali-Indonesia Beraksara Bali dan Latin. Denpasar: Badan Pembina

Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Prov. Bali.

Tinggen, I Nengah. 1971. “Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan

Huruf Bali: Berdasarkan Keputusan Pasamuhan Agung/Kecil Bahasa Bali Tahun

1957/1963.

Tinggen, I Nengah. 1994. Celah-Celah Kunci Pasang Aksara Bali. Singaraja: Rhika Dewata.

Tinggen, I Nengah. 2004. “Sejarah Perkembangan Pasang Aksara Bali”.