resume jurnal mikrobiologi tanaman

Upload: kurniadi-nugroho

Post on 19-Oct-2015

303 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

mikrobiologi pertanian

TRANSCRIPT

Nama: Desiani Rizky SaputriNIM: 12393Mata Kuliah: Mikrobiologi TanahDosen Pengampu: Donny WidiantoTanggal: 24 Maret 2014

I. Judul Jurnal: The Importance of Soil Microbiology in AgriculturePenulis: C. BourguignonTahun: 1994Resume Jurnal:Mikrobiologi tanah yang telah lazim digunakan dalam pertanian dunia adalah mikoriza dan Rhizobium spp. Kedua mikrobia tanah ini dapat meningkatkan kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman, dan tentu saja berpengaruh pada peningkatan hasil produksi yang diperoleh. Efektivitas pertumbuhan mikrobia tanah tergantung pada faktor iklim dan faktor bahan induk penyusun tanah ataupun batuan penyusun struktur tanah. Di daerah beriklim dingin, pertumbuhan mikroba tanah sangat minim sehingga harus dilakukan perawatan intensif pada budidaya pertaniannya karena mikrobia tanah tidak membawa pengaruh besar atau kurang berperan. Namun sebaliknya, di daerah beriklim tropis, aktivitas mikrobia tanah sangat tinggi sehingga menjadi faktor utama penentu keberhasilan suatu budidaya pertaniannya. Contohnya adalah di Brazil yang memperoleh peningkatan hasil pertanian mencapai dua kali lipat untuk budidaya tanaman padi dan kedelai. Aktifitas mikrobia terjadi secara efektif di lapisan rhizosfer tanah dimana terjadi interaksi antar biota tanah. Teknik inokulasi legume (Rhizobium spp.) untuk fiksasi nitrogen telah ditemukan dan sukses dilakukan pada awal tahun 1900. Namun membutuhkan waktu kurang lebih 50 tahun untuk menguji langsung pada lahan pertanian. Peningkatan yang ditunjukkan dari pengujian ini juga masih belum maksimal. Pada tahun 1950, muncul varietas tanaman baru yang sangat baik akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Hasil pertanian dengan peran Rhizobium spp. meningkat hingga 20%, namun dengan pupuk kimia bisa meningkatkan hingga 100% bahkan lebih. Hal ini menyebabkan petani beralih pada penggunaan pupuk kimia demi peningkatan hasil pertanian yang jauh lebih tinggi. Fenomena ini menyebar luas hingga semua petani di dunia menggunakan cara yang sama. Akibatnya, hingga tahun 1980 terjadi erosi tanah, degradasi lahan dan kehilangan produktivitas tanah. Selain itu juga penggunaan bahan kimia dalam pertanian menimbulkan pencemaran lingkungan dan mengendapan residu bahan kimia di dalam tanah yang menyebabkan tanah menjadi tidak subur dan tidak produktif. Setelah kejadian tersebut, mulai digalakkan lagi penggunaan mikrobia tanah untuk mengembalikan kesuburan dan produktivitas tanah untuk jangka panjang.Biomassa mikrobia tanah dapat diamati atau diukur dengan cara pengamatan langsung dengan mikroskop (teknik immune-fluorescent), dengan metode penghitungan, pengasapan kloroform, dan ATP. Dari perbandingan metode yang dilakukan oleh Jenkinson and Ladd (1981), ditunjukkan bahwa hasil paling banyak didapatkan dari metode pengasapan kloroform. Disebutkan dalam Tabatabai (1982), salah satu cara pengukuran aktivitas mikrobia tanah yang tepat dan dapat diandalkan yaitu dengan metode pengujian alkaline phosphatase, karena tanaman tingkat tinggi tidak memiliki enzim ini. Enzim alkaline phospatase merupakan enzim yang dikeluarkan langsung dari mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Metode ini didasarkan pada perkiraan kolorimetri dari pelepasan p-nitrophenol saat tanah diinkubasi dengan menggunakan buffer p-nitrophenyl phosphate. Laju pelepasan p-nitrophenol merupakan hasil pengukuran aktivitas alkaline phosphatase. Interpretasi aktivitas mikrobia tanah berhubungan erat dengan sifat kimia dan fisika tanah. Misalnya, ada hubungan erat antara aktivitas phosphatase dengan kandungan lempung tanah, dan antara aktivitas phosphatase dengan kandungan karbon dalam tanah.Dari metode pengujian alkaline phosphatase, didapatkan hasil aktivitas mikrobia yang disebutkan dalam p-nitrophenol yang dilepas per gram tanah kering per jam. Pada hasil pengujian aktivitas mikrobia berdasarkan kedalaman tanah, didapatkan nilai yang semakin lama semakin menurun jika kedalaman tanahnya bertambah. Angka yang diperoleh pada lapisan tanah atas pada hutan lebih tinggi daripada kebun anggur (kedalaman 0-5 cm). hal inidisebabkan karena pada lahan budidaya, kedalaman hingga 5 cm masih terkena efek dari penggunaan pestisida yang mana akan menghambat aktivitas mikrobia tanah. Selain pengujian pada kedalaman tanah, aktivitas mikrobia juga diuji pada tanah kapur dan tanah masam. Secara umum, aktivitas mikrobia lebih tinggi terjadi pada tanah kapur daripada tanah masam, karena tanah kapur memiliki kondisi yang lebih disukai oleh populasi mikrobia tanah. Adanya bahan organik seperti kompos, pupuk hijau dan padang rumput juga mampu meningkatkan aktivitas mikrobia tanah karena tersedia sumber karbon, energi, dan nutrien untuk tumbuh dan berkembang. Namun pengecualian terjadi pada pupuk babi karena justru dapat menekan aktivitas mikrobia. Pada daerah beriklim dingin aktivitas mikrobia tanah mencapai 3 sampai 10 kali lebih rendah daripada di daerah beriklim tropis. Akibatnya petani daerah dingin terbiasa menggunakan pupuk kimia. Padahal, aktivitas mikrobia tanah mampu menjaga kualitas tanah jangka panjang untuk pertanian berkelanjutan. Dewasa ini, pengukuran biomassa mikrobia dan aktivitas mikrobia memang tidak termasuk standar analisis tanah, namun parameter ini merupakan hal yang paling dasar untuk menganalisis tanah. Untuk menangani keletihan tanah juga sangat membutuhkan parameter biologis yang berkaitan erat dengan produktivitas tanah. Dengan keadaan tanah yang sudah digunakan berkali-kali, perlu diingat bahwa mikrobiologi tanah memiliki peran sangat penting sebagai parameter vital untuk analisis tanah demi masa depan.

II. Judul Jurnal: Developments in Soil Microbiology Since the Mid 1960sPenulis: Heribert InsamTahun: 2001Resume Jurnal:Metode dan pendekatan mikrobiologi tanah mengalami perubahan sejak 1960. Jurnal ini berfokus pada beberapa aspek mikrobiologi tanah. Penelitian menegenai jumlah sel bakteri dan jamur diganti dengan fokus pada proses biokimia dalam tanah. Ahli ekologi berfokus pada biomasa mikrobia tanah sebagai sumber nutrisi penting bagi pertanian. Pendekatan molekuler memungkinkan adanya pengetahuan baru melalui analisa ekstrak DNA tanah yang menunjukkan keragaman genomnya. Dari ulasan ini diketahui masa depan mikrobiologi tanah mulai dari identifikasi bakteri in situ hingga uji komunitas menggunakan teknologi microarray. Ekologi mikrobia, lebih spesifiknya mikrobiologi tanah merupakan subdisiplin ilmu tanah yang terus berkembang. Tiga puluh tahun sejak geoderma diterbitkan adalah rentang waktu lama bagi bidang ilmiah, dan selama itu mikrobiologi tanah berkembang menjadi subdisiplin tersendiri. Ulasan ini bertujuan mengenalkan pentingnya mikrobiologi tanah dan wawasan yang diperoleh dari teknik-teknik baru yang dapat memberikan gambaran untuk perkembangan dan prospek dalam mikrobiologi tanah.

Driven By MethodsEcology of Soil Microorganism adalah standar referensi yg digunakan ahli mikrobiologi tanah 30 tahun lalu. Sekarang buku mikrobiologi tanah sudah banyak dan dapat digunakan untuk membuka wawasan baru. Dalam mikrobiologi tanah, menghitung mikrobia saja tidak cukup untuk karakterisasi dan fungsi mikrobiologi tanah. Metode umum pencacahan sel hanya menunjukkan sebagian kecil dari jumlah sel mikrobia total dan tidak mengungkapkan aktivitas organisme yang dihitung. Metode ekstraksi dan enumerasi dapat bias dan perbedaan bisa mencapai tiga kali lipat. Meski memiliki kekurangan, metode ini dipilih ahli mikrobiologi tanah untuk memperoleh data kuantitatif. Metode penghitungan digunakan untuk meneliti organisme spesifik dengan memastikan jumlah mikrobia yang berkaitan dengan metode analisis. Dari data tabel 1 diketahui bahwa budidaya di agar plate hanya menunjukkan 1% dari total mikroflora yang dicatat sehingga informasi fisiologi dan taksonominya berkurang. Data ini tidak cukup untuk mengetahui fungsi tanah sehingga perlu dilakukan pengukuran proses seperti aktivitas enzim, fiksasi N dan nitrifikasi atau proses yang tidak spesifik seperti evolusi CO2 dan panas yang dihasilkan.Soil EnzymeEnzim dalam tanah dapat berupa intra maupun ekstraseluler. Enzim ekstraseluler berfungsi untuk menguraikan molekul organik seperti selulosa dan lignin, sedangkan enzim intraseluler berfungsi untuk memecah molekul yang lebih kecil, seperti gula dan asam amino. Enzim tersebut berasal dari mikrobia tanah dan berkaitan dengan aktivitas mikrobia. Banyak enzim telah diuji pada pengujian tanah, dan metode yang digunakan tergantung pada daur geokimia N, P dan S. Kelemahan dari penggunaan enzim ini adalah tidak mencerminkan aktivitas mikrobia yang sebenarnya, hal ini dikarenakan enzim tersebut dapat berikatan dengan materi organik tanah dan mineral clay. Oleh karenanya, Fisher dan Parkinson menolak penggunaan enzim untuk pengujian aktivitas mikrobia dan juga penentuan kualitas tanah, kecuali enzim dehidrogenase karena sifat biologinya memungkinkan ada di tanah saat kondisi ekstraseluler. Untuk mengatasi masalah tersebut, Beck melaporkan untuk menghitung indeks mikrobia dapat dilakukan melalui biomassa mikrobia reduktase, dan juga aktivitas hidrolase. Namun cara ini tidak popular, usaha lainnya Terasar dan Cepeda menemukan cara untuk mengetahui total N tanah dengan kombinasi biomassa C mikrobia tanah, mineral N, fosfomonoesterase, b-glukosidase, aktivitas urease. Namun, pendekatan-pendekatan terkait enzim sebagai komponen yang mereka gunakan sebagai pengukur indeks masih kurang.CLPP yang merupakan tipe lain dari pengukuran enzim yang telah dikemukakan oleh Garlan dan Milis. Dalam metode ini kemampuan komunitas mikrobia untuk mendegradasi satu set yang berisi 95 substrat yang berbeda dites dalam pengujian tunggal. CLPP merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap gangguan. Kesimpulannya, pengujian enzim tanah termasuk sel pipih adalah parameter yang tidak dapat berdiri sendiri.FluksPengujian enzim tidak dapat digunakan untuk mengestimasi fluks in situ sebagaimana adanya perkiraan potensi dalam penggunaan substrat tertentu pada kondisi optimal. Pengukuran pool dan fluks pada daerah resapan serta seluruh ekosistem menjadi penting bagi mikrobiologi tanah. Pada tahun 1970-an dan 1980-an evolusi CO2 sangat diperlukan untuk pekerjaan mikrobiologi tanah dalam penelitian ekosistem karena CO2 merupakan indeks terbaik untuk aktivitas metabolik kotor dari populasi mikrobia-mikrobia campuran. Organisme biologis pemfiksasi nitrogen merupakan faktor yang ikut menentukan hasil produksi pertanian dan berperan dalam mengatasi kelaparan di dunia. Pemfiksasi nitrogen simbiotik dan non-simbiotik telah dipelajari intensif sejak tahun 1970 dan pentingnya fiksasi nitrogen untuk keberlanjutan pertanian telah ditekankan berulang-ulang. Saat ini, ahli mikrobiologi tanah bekerja pada rekayasa genetika tanaman dan mikroorganisme untuk lebih meningkatkan manfaat organisme pemfiksasi nitrogen. Siklus Nitrogen di alam memegang peranana penting di alam karena unsur N terdapat pada tanah, lautan, dan atmosfer dimana pengaruhnya bersifat global. Nitrogen juga sering digunakan sebagai faktor pembatas bagi aktivitas mikrobia melalui tes mineralisasi N, potensi nitrifikasi, ataupun metode penghambatan asetilena untuk denitrifikasi. Sebagaimana dengan studi siklus C, penggunaan isotop tracer (15N) dapat memberikan rincian alokasi N dalam tanah ataupun dalam komunitas mikrobia tanah.Biasanya pengukuran fluks nutrien tidak digunakan di lapangan, melainkan di laboratorium. Menurut Goovaerts (1998), heterogenitas spasial merupakan masalah yang cukup besar dalam mikrobiologi tanah tetapi alat geostatistik telah tersedia untuk menangani masalah ini. Bruckner et al. (1999) mempelajari parameter fisika-kimia dan biologi tanah (respirasi, biomassa mikrobia dan mineralisasi N) dan dideteksi tiga skala berbeda dari variabilitas spasial di hutan conifer beriklim: (1) pola skala yang baik