resus cairan dhf
DESCRIPTION
medisTRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS
Terapi Cairan Pada DHF
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi
Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo
Diajukan Kepada:
dr. Heru Wahyono Sp. A
Disusun Oleh:
Sitta Grewo Liandar
20100310017
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
Definisi
Penyakit Dangue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropadborn
virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictuse dan Aedes
aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dangue yang dapat menimbulkan
penyakit, baik demam dangue maupun demam berdarah. Demam Berdarah Dangue
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dangue I, II, II, dan IV yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albocpitus.
Etiologi
Virus dengue
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus dangue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di Indonesia, dan dilaporkan bahwa
serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah. Virus DEN termasuk dalam kelompok virus
yang relative labil terhadap suhu dan faktor kimiawi lain serta masa viremia yang pendek.
Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh
suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein yaitu selubung protein E dan protein
membrane M.
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes
Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan senja hari
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler
yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20%
pada kasus-kasus berat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi
diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada
DBD dan DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perunahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi.
Patogenesis
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypty atau
Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang
belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit
perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut.
Infeksivirus dangue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel
dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.
Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus DEN terjadi
di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif
terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain,
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,
membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan mengaktifasi
komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A dan C5A yang akan
merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini
bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma
(hipovolemik syok dan perdarahan.
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat pada sel
makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini antibody nonnetralisasi
berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel makrofag yang beredar dan tidak
melekat pada sel makrofag yang menetapdi jaringan. Makrofag yang dilekati antibody
nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah
terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang
memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator tersebut akan
mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang
akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. (Wang, 1995).
c. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi virus
mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin kerja adalah
sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang
infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi
limfosit, sebagai activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan deferensiasi lekosit matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat pendek.
Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala
sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok
septic banyak berhubungan dengan mediator.
Patogenesis DBD dan DSS adalah masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua
kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih
besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
1. Klasifikasi
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis
(nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti mimisan,
muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan jari
(tanda-tandadini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
2. Manifestasi Klinis
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak tanpa
sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Naik turun dan
tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-
3 dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung
teraba dingin dan lembab. Masa kritis pada hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C)
dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti , anoreksi,
lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.
Gambar: Kurva suhu pada DHF
b. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk
perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler
meingkat. Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya,
tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan
perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari
20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.
Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009). Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati
berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit.
Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai prognosa
buruk. Kegagalan sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah
disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat
gelisah.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.
Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan
dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta
dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey,
Helsey, 2012).
Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF
3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT beisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria).
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura
pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnose penyakit
yang mungkin muncul lebh berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung
empedu dan penebalan pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
3) Uji neutralisasi
4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
5) Identifikasi Virus
4. Penatalaksanaan
a.Pre Hospital
Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas
Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik
ditempat perkembangbiakan dengan cara 4M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,
dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung
air hujan (M3).
4) Memantau (M4)
Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk
dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras
atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid.
Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram
Abate ( ± 1 sendok makan peres)
untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4 sendok makan
peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di puskesmas
atau di apotik.
2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif
DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan
banyak jentik nyamuk.
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam
tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena
penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak
adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan
pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu
meberikan minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15
menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis,
sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang
banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih
kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil
minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi (IDAI, 2009).
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh
kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut(WHO,
1999):
1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol
sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari.
Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan
gastritis dan atau perdarahan.
3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan ( pocari
sweet )
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit
5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang
banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini :
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Jenis minuman yang di rekomendasikan bagi penderita DBD merupakan
sebagian dari obat demam berdarah yang dimaksudkan untuk menghindari
pasien dari kekurangan cairan, antara lain :
a) Jus Buah
Untuk mengatasi kekurangan cairan karena demam berdarah dapat
memberikan banyak cairan berupa air jus. Tidak selalu harus jus jambu
biji, bisa memberikan jus buah lain seperti jus pepaya, jeruk, atau jus
mangga. Dengan kadar air dalam buah berhitung tinggi antara 65 sampai
92 persen, sehingga bisa mensuplai atau menutupi kekurangan cairan
akibat merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh.
b) Air Kelapa Muda
Air kelapa muda banyak megandung mineral kalium, sodium, klorida,
dan magnesium. Zat-zat ini adalah elektrolit yang dibutuhkan tubuh untuk
membantu mengatasi ancaman syok pada kondisi kekurangan cairan.
Selain kalium, juga mengandung gula, vitamin B dan C dan protein.
Komposisi gula dan mineral yang terdapat dalam air ini begitu sempurna,
sehingga memiliki keseimbangan yang mirip dengan cairan tubuh
manusia.
c) Air Heksagonal
Air heksagonal merupakan air yang banyak mengandung oksigen, air
telah banyak dikembangkan untuk membantu metabolisme tubuh sehingga
bisa menjaga stamina dan vitalitas, termasuk bagi yang menderita demam
berdarah.
d) Alang-Alang
Dalam kandungan Alang-alang terdapat manitol, glukosa, sakharosa, malic
acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrin, fernenol, simiarenol,
anemonin, asam kersik, damar, dan logam alkali. Dilihat dari kandungan-
kandungan tersebut, alang-alang bersifat antipiretik (menurunkan panas),
diuretik (meluruhkan kemih), hemostatik (menghentikan perdarahan), dan
menghilangkan haus.
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu
diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam
tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga
harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat
penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal
dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal
atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat
bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres
dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai
tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat
penurun panas dapat diberikan obat anti kejang (IDAI, 2009).
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena
sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul
gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita
akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama,
penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ
tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila
terdapat tanda gejala dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)
2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh
badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing
berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam
menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar
mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus
segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan
terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.
Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader
kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue
memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi
pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader
menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara
deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat
pelayanan kesehatan.
b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat
perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah
adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam
tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.
Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini
fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease
awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD
terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat
diketahui dari peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005).
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/
Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit
dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian
khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus
danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I
danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat
sehari di rumah sakit kelas B danA (DepKes RI, 2005).
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegahdehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mauminum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan
intravenarumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan,
tetapi perludiperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam padaDBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat
disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.Rasa haus dankeadaan dehidrasi
dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,anoreksia danmuntah. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, airteh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasianak diberikan cairan rumatan
80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayiyang masih minum asi, tetap
harus diberikan disamping larutan oiarit. Bilaterjadi kejang demam, disamping
antipiretik diberikan antikonvulsif selamademam (DepKes RI, 2005)
Tabel 1
Dosisi Parasetamol Menurut umur
Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian)
Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500
mg)
< 1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus
diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal
kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu
sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3
x kadar Hb (DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada
fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar
pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun
demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan
berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,
sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan
tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin (DepKes RI, 2005).
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena
diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.
Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB
intravena bolus perlahan-lahan (DepKes RI, 2005).
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi
jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume
dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada
diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai
8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini (DepKes RI, 2005).
Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk
RS ( kg )
Jumlah cairan Ml/kg berat
badan per hari
< 7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88
Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari
umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang
sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan
cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama (DepKes RI, 2005).
2) Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan
yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma.
Pasien anak akan cepat mengalami syek dansembuh kembali bila diobati
segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dantekanan
nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam
seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB (DepKes
RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan
berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 mm/kg
BB/jam, bila tidakada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah
cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri
cairan kristaloid dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan
stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma)
10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30
ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,sebaiknya tidak
diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi
kristaloid dankoloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit
turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi,maka
berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang
sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan
infuse dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit
(DepKes RI, 2005).
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan
menjadi 10ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari
kehilangan plasmayang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang
ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan
lagi.Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah
turun,dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau
lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik (DepKes RI,
2005).
Pada umumnya,cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok
teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada
saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan
penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka
akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal
jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan
dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.
Nadi yang kuat, tekanan darah normal, dieresis cukup, tanda vital baik,
merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi (DepKes RI, 2005).
c) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, makaanalisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat.Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu
terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.Pada
umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan
dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan
sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan
(DepKes RI, 2005).
d) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker,
tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah
apabila dipasang masker oksigen (DepKes RI, 2005).
e) Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada
setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged
shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi
perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan
interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.
Penurunan hematokrit(misalnya dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan
klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda
adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi
pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor
pembesar trombosit (DepKes RI, 2005).
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan
KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan
menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.
Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu
protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada
pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID.
Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis (DepKes
RI, 2005).
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada monitoring adalah:
- Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-
30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinis pasien stabil.
- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah mencukupi.
- Jumlah dan frekuensi dieresis
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi
kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan
meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan.
Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus
dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia perlu
dipertimbangkan (DepKes RI, 2005).
Pasien tidak dapat minumPasien masih dapat minumBeri Minum banyak 1-2 liter/ hari atau 1 swndok makan tiap 5 menitJenis minum: air putih, teh manis, jus buah, susu, oralitBila suhu > 380 C beri ParacetamolJika kejang beri anti convulsi
Pasang Infus NaCl 0,9%: dektrose 5%(1:3)Tetesan rumatan sesuai Berat badanPeriksa Ht, Hb, tiap 6 jam, trombosit tiap 6-12 jam
Monitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syokPalpasi nadi periferUjur diuresisAwasi perdarahanPeriksa Hb,Ht dan trombosit tiap 6-12 jam
Perbaikan klinis dan laboratorium:
Pulang (Kriteria memulangkan pasien)Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretikNafsu makan membaik, secara klinis tampak perbaikanHematokrit stabil, jumlah > 50.000/uL3 hari setelah syock teratasi, tidak dijumpai distress nafas
HT naik dan / atau trombosit turun
Infus ganti RL (tetesan disesuaikan)
Gejala KlinisDemam 2-7 hariUji Tourniquet (+) atau perdarahan spontanLaboratorium: Ht tidak meningkat, Trombositopenia ringan
Alur Tersangka DBD
Tersangka DBD
5.6.7.8.
Gambar: Alur Tersangaka DBD ( Sumber:DepKes RI, 2005)
RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl + D5 6-7 ml/kgBB/jam
Cairan Awal
Monitor Tanda Vital / nilai Ht dan Trombosit tiap 6 jam
Tidak ada perbaikanGelisahDistress pernapasanFrekuensi nadi meningkatHT tetap tinggi / naikTekanan nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak ada
PerbaikanTidak gelisahNadi kuatTekadan Darah stabilDiuresis Cukup HT turun (2x pemeriksaan)
Tanda vital memburukHt meningkat
Tetesan dinaikkan10-15 ml/kg BB/jam
Evaluasi 12-24 jam
Tanda vital tidak stabil
Distress nafasHt naikTekanan nadi < 20 mmHg
Koloid 20-30 ml/kgBB/
HT turun
Tranfusi darah segar 10 ml/kgBBIndikasi tranfusi:Syok belum teratasiPerdarahan masif
Perbaikan
Perbaikan
Tetesan dikurangi 5 ml/kgBB/jam
PerbaikanSesuaikan tetesan3 ml/kg BB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam Apabila tanda vital dan Hb stabil, diuresis cukup
Penatalaksanaan DBD Derajat I dan II
9.10.
Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat I dan II ( Sumber:DepKes RI, 2005)
Evaluasi 30 menit apakah syock teratasi?
Syock teratasi:Kesadaran membaikTekanan nadi > 20 mmHgTidak sesak nafas/tidak sianosisEkstremitas hangatDiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Syock tidak teratasi:Kesaaran menurunTekanan nadi < 20 mmHgDistress nafas/sianosisDinginPeriksa kadar gula
Cairan & tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketatTanda vitalTanda PerdarahanDiuresisPantau Hb, Ht, trombosit
Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jamHb stabil alam 2 x periksa
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Infus stop tidak lebih 48 jamSetelah syok teratasi
Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jamTambahkan koloid/plasma dekstran /FFP 10-20 (max 30 ml/kgBB)Koreksi asidosis Evaluasi 1 jam
Syok teratasiSyock belum teratasi
Ht menurunHt tetap tinggi/ meningkatKoloid 20 ml/kgBB
Oksigenasi (O2 2-4 lt/mnt)Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis): RL/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)
Penatalaksanaan DBD Derajat III dan IV
DBD Derajat III dan IV
Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat II I dan I V ( Sumber:DepKes RI, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010).Dengue Branch.Cañada
SanJuan,PuertoRico.From: http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html diakses
25 Maret 2015
DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
IDAI, 2009.Apaitudemamberdarah dengue. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 25 Maret 2015.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue fever/dengue
hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.