rian ariandi -...
TRANSCRIPT
PROFESIONALISME GURU DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN
(KAJIAN TEMATIK AYAT-AYAT AL-QUR’AN)
SKRIPSI
Diajukan
Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh
RIAN ARIANDINIM: 109011000286
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
i
ABSTRAK
Nama
NIM
Fak/jur
Judul
:
:
:
:
Rian Ariandi
109011000286
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
“Profesionalisme Guru dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian
Tematik Ayat-ayat Al-Qur’an)”
Profesionalisme Guru merupakan suatu hal yang sangat penting dalammelaksanakan serangkaian tugasnya dalam proses kegiatan belajar mengajar. Danhal ini juga merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Al-Qur’ansebagai kitab samawi yang menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa,baik tersurat maupun tersirat telah banyak memberikan inspirasi terkait konseppendidikan, tidak terkecuali ayat-ayat yang menjelaskan tentang sikap profesionalyang harus dimiliki oleh seorang guru. Sehingga dalam penyusunan skripsi inibertujuan untuk mendeskripsikan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan denganprofesionalisme guru.
Skripsi ini merupakan kajian pustaka (Library Research) yang bersifatkualitatif deskriptif, yakni metode yang memberikan gambaran dan paparankonsep dengan cara berfikir rasional dan reflektif. Dalam metode penafsiran al-Qur’an dikenal dengan sebutan metode Maudhu’i (tematik) yakni suatu metodeyang berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai surah denganmenjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan khusus atau tema sentral surahtersebut, kemudian menghubungkannya dengan ayat-ayat lain sebagai pendukungketerangan.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah seorang guru yang profesionaltentunya menguasai berbagai macam kompetensi untuk menunjang performanyasebagai seorang guru. Adapun isyarat al-Qur’an secara implisit menunjukkanbeberapa kosakata yang menunjukkan pada kompetensi guru diantaranya,Muzakki, Mu’allim, Ulul Albab, dan Ulama. Setelah diteliti secara mendalam,penulis mendapatkan pemahaman bahwa kosakata tersebut di atas sejalan dengankompetensi guru sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang no. 14 tahun 2005tentang Guru dan Dosen.
ii
ABSTRACK
Nama
NIM
Fak/jur
Judul
:
:
:
:
Rian Ariandi
109011000286
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
“Profesionalisme Guru dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian
Tematik Ayat-ayat Al-Qur’an)”
Teachers’ professionalism is very important in the process of teaching and
learning activities. And it is also as the key to reach the successful in education. Al-Quran as the heavenly books that became guidance for those who fear with the God, either express or implied has inspired many opinions related to education’s concept, and no exception the verses that describes the professional attitude which must a teacher have. So that, in formulation of this paper, the author aims to describes the verses of the Qur'an relating to the teachers’ professionalism.
This paper is a library research which is qualitative descriptive, which is a method that provides an overview and exposure the concept in rational thinking and reflective. In the method of interpretation of the Qur’an known as Maudhu'i method (thematic) which is a method that try to collect the verses of the Qur'an from various surah by explaining in genaral objectives and specific or the central theme of that surah, then connecting with other verses as supporting explanation.
The result of this study is a professional teacher must have various competencies to support the performance as a teacher. In implicitly, Al-Qur’an shows that indicated some words that shows the teachers’ competence, such as, Muzakki, Mu'allim, Ulul Albab, and Ulama. After deeply studied, the author obtain the understanding that the words is in line with the teachers’ competence as writen in Lawbook no. 14 years 2005 about Teachers and Lecturers.
ii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allat Swt, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir ini. Shalawat dan salam senantiasa
dipanjatkan kepada Rasulullah Muhammad Saw, yang telah mengubah peradaban
dari peradaban yang penuh kesesatan menuju masyarakat yang berperadaban,
yang penuh keimanan dan ketakwaan. Doa dan salam juga semoga terlimpahkan
kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa istiqomah dan setia
hingga akhir zaman. Amiin
Melalui segenap usaha, doa, dan penantian panjang. Alhamdulillah,
penulis telah dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai tugas akhir ini
berkat bantuan dari berbagai pihak, baik materil maupun moril, terutama adalah
atas Taufiq dan Inayah Allah Swt. Karena itu, penulis merasa kepada Allah Swt,
dan berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta
kemudahan kepada penulis baik pada saat penulis menyelesaikan studi maupun
saat penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Untuk itu, penulis ingin sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Abdul Majid Khon, MA. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA. Sekretaris Jurusan, serta staf-staf jurusan
Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
iii
5. Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA. Dosen Pembimbing, atas segenap waktu, arahan
dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi
ini.
6. Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA. Dosen Penasihat Akademik.
7. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu yang diberikan kepada penulis,
semoga ilmu ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
8. Pimpinan dan staf perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan serta perpustakaan lainnya, yang telah membantu penulis dalam
menyediakan buku-buku yang penulis butuhkan.
9. Ayahanda tercinta, Dedi dan Ibunda tercinta Cucu Sumartini, atas segenap
doa, nasehat, kesabaran, yang diberikan kepada penulis untuk dapat belajar
terus tanpa batas.
10. Teristimewa, Desi Anggryani, atas segala bentuk dukungan dan perhatian
yang diberikan kepada penulis.
11. Kepada semua sahabatku PAI angkatan 2009 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan khususnya kelas G Jurusan Pendidikan Agama Islam, terima kasih
atas segala masukan, motivasi, dukungan dan doa yang telah kalian berikan.
Semoga Allah Swt, yang Maha Pengasih dan Penyayang, berkenan membalas
semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang sebaik-baiknya, dan
semoga menuai manfaat dan barokah fidunya wal akhirah. Amiin.
Jakarta, 10 April 2105
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG
ABSTRAK.....................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................
B. Identifikasi Masalah............................................................................
C. Pembatasan Masalah...........................................................................
D. Rumusan Masalah...............................................................................
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian...........................................................
BAB II KAJIAN TEORI
A. Profesionalisme Guru.........................................................................
1. Pengertian Profesionalisme Guru.................................................
2. Syarat Guru Profesional................................................................
3. Standar Kompetensi Guru.............................................................
4. Tugas, Fungsi, dan Tanggung Jawab Guru...................................
5. Kedudukan Guru dalam Islam......................................................
B. Perspektif Al-Qur’an...........................................................................
1. Pengertian Perspektif....................................................................
2. Pengertian Al-Qur’an....................................................................
3. Fungsi Al-Qur’an..........................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................
B. Metode Penelitian...............................................................................
C. Fokus Penelitian..................................................................................
i
ii
iv
1
6
6
6
7
8
8
14
17
21
25
27
27
27
29
32
32
35
v
BAB IV TEMUAN PENELITIAN (KOSA KATA YANG
MENUNJUKAN PADA PROFESIONALISME GURU DALAM AL-
QUR’AN)
A. Teks Ayat dan Terjemahan.................................................................
B. Tafsir Ayat-Ayat Al-Qur’an...............................................................
1. Surat Al-Baqarah[2]: 151..............................................................
2. Surat Ali-Imran[3]: 190-191.........................................................
3. Surat Faathir[35]: 27-28................................................................
C. Temuan Penelitian..............................................................................
1. Al-Muzakki...................................................................................
2. Al-Mu’allim..................................................................................
3. Ulul Albab.....................................................................................
4. Ulama............................................................................................
D. Konstruksi Ayat-ayat Al-Qur’an yang Memiliki Kosa Kata yang
Mengandung Makna Profesionalisme Guru.......................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Implikasi.............................................................................................
C. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
36
37
37
43
49
55
55
62
67
74
80
83
84
85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru merupakan bagian dari komponen pendidikan yang paling
strategis, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran seorang guru. Guru
juga biasa disebut ujung tombak proses pendidikan, yang mengantarkan anak
didiknya ke gerbang kesuksesan. Karena demikian pentingnya, hingga di
antara pakar pendidikan Nana Syaodih Sukmadinata sebagaimana dikutip
Abuddin Nata berpendapat, “andaikata tidak ada kurikulum secara tertulis,
tidak ada ruang kelas dan prasarana belajar mengajar lainnya, namun ada guru,
maka pendidikan masih dapat berjalan”.1
Di masa lalu, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi belum
berkembang, sumber belajar masih terbatas, kekuasaan kaum ulama dan
ilmuwan masih cukup dominan, peran dan fungsi guru sangat dihormati. Guru
tak ubahnya seperti pendeta atau orang suci yang doa dan nasihatnya selalu
diharapkan. Mereka menjadi tempat bertanya bagi masyarakat, mulai dari
urusan keagamaan hingga urusan keluarga, pendidikan, dan lain sebagainya.
Visi dan orientasi kebahagiaan guru pada waktu itu hanya satu, yaitu
membangun peradaban dengan cara memajukan dan mensejahterakan
masyarakat melalui peningkatan kualitas fisik, pancaindra, akal pikiran, sosial,
1Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Proyek Pengadaanbuku Daras/Ajar, 2005), cet. h. 127.
2
seni, moral, dan spiritual.2 Kebahagiaan baginya adalah apabila dapat
menyaksikan para muridnya menjadi orang yang sukses dimasyarakat dengan
melaksanakan peran dan fungsinya memajukan masyarakat, seperti menjadi
tokoh agama, ulama, panutan masyarakat, pejabat negara yang adil dan
demokratis, serta orang kaya yang dermawan.
Selain itu, menurut Asef Umar Fakhruddin menyatakan bahwa, guruadalah pribadi yang dapat menentukan maju atau tidaknya sebuahbangsa dan peradaban manusia. Di tangannya, seorang anak yangawalnya tidak tahu apa-apa menjadi pribadi jenius, melaluisepuhannyalah lahir generasi-generasi unggul. Ia “turun” untukmemberantas kebodohan umat manusia, sekaligus menghujamkankearifan sehingga manusia bisa paham tentang makna kedirian danmakna kehidupan.3
Tanpa guru, tidak mungkin program pendirian sekolah dan universitas
dapat berhasil. Tanpa guru, tidak mungkin muncul generasi berkualitas, lalu
bagaimana dengan kondisi kualitas guru di Indonesia (diseluruh Provinsi)?
Data dari kementrian Pendidikan Nasional 2009, menunjukan bahwa terjadi
ketimpangan kualitas guru antara Provinsi di Jawa dan di luar Jawa.4 Di
samping itu, derasnya arus globalisasi menawarkan nilai-nilai baru yang
secara kasat mata sangat menggiurkan dan menggoda. Kalau kita tidak
menyikapi dengan cerdas, maka kita hanya akan menjadi objek dan bukan
subyek yang mengendalikan globalisasi.
Saat ini, peran dan fungsi guru tersebut tengah mengalami pergeseran
dan perubahan yang amat mendasar dan drastis. Penggunaan sains dan
teknologi, terutama teknologi komunikasi, menyebabkan semakin
mengecilnya peran dan fungsi guru, karena banyak tugas-tugas keguruan
terutama dalam transfer of knowledge (menyampaikan ilmu pengetahuan)
sudah digantikan oleh teknologi. Demikian pula dimensi sakralitas dan
kekudusan seorang guru semakin tergeser. Doa dan nasihatnya pun jarang
2Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentangPendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 1, h. 300.
3Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogyakarta: Diva Press, 2010), cet. II, h.8.
4Munif Chatib, Gurunya manusia, (Bandung: Kaifa, 2011), Cet. Ke-I, h. xiv.
3
didengarkan, perannya pun bergeser pada fungsi kebendaan yang bersifat
mekanistik, seperti fasilitator, katalisator, dan mediator.5
Peran dan fungsi guru yang demikian itu semakin diperparah lagi oleh
munculnya berbagai masalah yang tidak lagi sanggup diatasi oleh guru.
Meningkatnya jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa, stres, bunuh diri,
tempramental, mengamuk, menyerang, menyakiti orang lain, mencuri,
merampok, pelecehan seksual, hamil diluar nikah, menggugurkan kandungan,
dan mengkonsumsi narkoba yang sebagian dilakukan oleh para pelajar,
menyebabkan peran dan fungsi guru semakin tidak berdaya.
Kekurang berdayaan guru dalam mengatasi berbagai masalah tersebut,
semakin diperparah oleh adanya sebagian guru yang mengalami disorientasi
keguruannya sebagaimana tersebut di atas. Sebagian guru ada yang melihat
jabatannya sebagai pekerja tukang yang hanya tunduk pada hukum
transaksional materialistik, yakni mengukur peran, fungsi dan tugasnya hanya
dari segi nilai uang yang diterimanya.
Sejalan dengan sifatnya itu, maka diantara guru ada yang menjadi
makelar dengan menjadikan sekolah sebagai pasar untuk memasarkan
berbagai produk barang dan jasa yang ditawarkan dari luar, mulai dari barang
cetakan, baju seragam, barang elektronik, jasa keterampilan, transportasi,
rekreasi, penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
melakukan praktik yang tidak jujur dalam meluluskan ujian para muridnya
dengan imbalan tertentu, dan lain sebagainya.
Terjadinya pergeseran visi, misi dan orientasi guru yang demikian itu
tentu harus dicegah, karena keadaan guru yang demikian itu tidak mungkin
dapat menyiapkan lulusan pendidikan yang memiliki keunggulan dalam
bidang fisik, intelektual, keterampilan, moral dan spiritual. Mereka tidak
mungkin dapat melaksanakan perannya sebagai penggerak perubahan sosial
(agent of social change) ke arah yang lebih baik, serta sebagai pembangun
masa depan peradaban bangsa yang unggul.
5Abuddin Nata, op. cit., h. 300-301.
4
Dengan kondisi bangsa dan negara seperti ini sangat dibutuhkan guru
yang berkualitas (profesional), berkompeten, memiliki karakter kuat, jujur,
tangguh, berakhlak mulia, dan mampu menjawab tantangan zaman. Namun,
kenyataannya tidak sedikit para guru yang belum mengetahui secara jelas/pasti
bagaimana menjadi guru profesional dan berkualitas, serta memiliki
kompetensi yang mutlak perlu dimiliki oleh seorang guru dan calon guru.
Sebab tanpa ini semua tidak mungkin proses interaksi tersebut dapat berjalan
secara kondusif.
Di antara profesionalisme guru yang harus dimiliki adalah mampu
menjadi pengendali dan pengarah, pembimbing perkembangan dan
pertumbuhan manusia didik, serta memahami kebutuhan perkembangan dan
pertumbuhan manusia didik bagi kehidupannya di masa depan. Dan pendidik
harus memahami dan pandai menggunakan berbagai macam metode yang
berdaya guna dalam proses kependidikan sesuai dengan tuntunan kebutuhan
tingkat perkembangan dan pertumbuhan mereka yang berpusat pada
kemampuan kognitif, konatif (kemauan), dan emosional atau afektif serta
psikomotorik manusia didik dalam kerangka fitrah masing-masing.
Selanjutnya, standar kompetensi yang tertuang dalam Undang-undang
No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1), dimana
peraturan tersebut menyebutkan bahwa guru profesional sekurang-kurangnya
harus memiliki 4 kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.6
Kompetensi seorang guru atau pendidik dalam melaksanakan tugas
mendidik harus sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya
dan harus disertai dengan perilaku rasional yang dapat dipertanggung
jawabkan serta layak sebagai bagian dari diri seorang guru.
Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam ajaran islam. Ia menjadi
petunjuk bagi kehidupan manusia. Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang
6Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Gurudan Dosen
5
diturunkan Allah Swt, kepada umat manusia yang isinya mencakup segala
pokok-pokok syari’at yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang diturunkan
sebelumnya. Kehadiran Al-Qur’an telah memberi pengaruh yang luar biasa
dahsyat bagi lahirnya berbagai konsep yang diperlukan manusia dalam
berbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali pendidikan dan juga tentang
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dan calon guru agar
memenuhi kriteria menjadi guru profesional.
Sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran diturunkan Allah SWT untuk menunjukkan manusia kearah yang
lebih baik. Firman Allah SWT:
) ٦٤]: ١٦[النحلسورة(
“dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yangmereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaumyang beriman.” (Surat An-Nahl[16]: 64)
Al-Quran, apabila bercerita tentang sejarah manusia pada masa lalu,
maka ada pesan khusus yang diselipkan di dalam kisah tersebut, yaitu agar
kejadian tersebut bisa menjadi renungan akan jati dirinya dan dapat bercermin
dengan kejadian masa lalu. Karena, sejarah akan senantiasa terulang kembali
apabila faktor-faktor yang menimbulkan sejarah itu muncul kembali. Jika saja
mau meluangkan waktu untuk mempelajari Al-Qur`an, maka sudah pasti akan
mendapatkan pelajaran yang banyak.
Kemudian, bagaimana jika macam-macam profesionalisme guru
tersebut, dihubungkan dengan isyarat-isyarat yang terdapat dalam al-Qur’an
yang menjadi sumber ilmu pengetahuan dan telah banyak memberikan
inspirasi edukatif, dengan cara mengintrodusir konsep-konsep al-Qur’an
tentang kependidikan, serta ayat-ayat yang menjelaskan tentang
profesionalisme guru.
6
Mengingat begitu pentingnya kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru dan calon guru, untuk memenuhi kriteria sebagai guru
profesional dalam dunia pendidikan, maka penulis tertarik mengangkat judul
skripsi “Profesionalisme Guru dalam Persfektif Al-Qur’an (Kajian Tematik
Ayat-ayat Al-Qur’an)”.
B. Identifikasi Masalah
Dengan dasar pemikiran diatas maka peneliti akan menjelaskan
tentang identifikasi masalah yang ditemukan sebagai berikut:
1. Banyak guru yang belum mencerminkan karakternya sebagai seorang guru
profesional.
2. Banyak guru yang mengalami disorientasi keguruannya.
3. Rendahnya kompetensi kepribadian guru.
4. Rendahnya kompetensi pedagogik guru.
5. Rendahnya kompetensi sosial guru.
6. Rendahnya kompetensi profesional guru.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini terfokus, maka penulis membatasi kajian
skripsi ini pada pembahasan tentang:
1. Kompetensi kepribadian guru dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah[2]: 151
2. Kompetensi pedagogik guru dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah[2]: 151
3. Kompetensi sosial guru dalam al-Qur’an surat Ali-Imran[3]: 190-191
4. Kompetensi profesional guru dalam al-Quran surat Faathir[35]: 27-28
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah diatas, maka penulis
merumuskan masalah yaitu: bagaimana
1. Bagaimana kompetensi kepribadian guru dalam surat Al-Baqarah[2]: 151?
2. Bagaimana kompetensi pedagogik guru dalam surat Al-Baqarah[2]: 151?
3. Bagaimana kompetensi sosial guru dalam surat Ali-Imran[3]: 190-191?
4. Bagaimana kompetensi profesional guru dalam surat Faathir[35]: 27-28?
7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan melihat dan memperhatikan rumusan masalah diatas, tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan kompetensi kepribadian guru dalam surat Al-Baqarah[2]:
151.
2. Mendeskripsikan kompetensi pedagogik guru dalam surat Al-Baqarah[2]:
151.
3. Mendeskripsikan kompetensi sosial guru dalam surat Ali-Imran[3]: 190-
191.
4. Mendeskripsikan kompetensi profesional guru dalam surat Faathir[35]: 27-
28.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan formulasi awal
dalam mengutamakan kompetensi guru, serta pelajaran berharga bagi kaum
muslimin, khususnya guru dan calon guru, dan diharapkan pula manfaat yang
diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan/intelektual tentang profesionalisme
guru, khususnya bagi guru, calon guru, dan khalayak umum yang bergelut
dalam dunia pendidikan.
2. Kajian ini juga dapat digunakan sebagai rujukan atau dasar untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Profesionalisme Guru
1. Pengertian Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari bahasa Inggris Profession yang berarti
mata pencarian atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan atau latihan khusus.1 Menurut Ahmad Tafsir di dalam
bukunya mengatakan bahwa, “profesionalisme ialah paham yang
mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang
profesional. Orang yang profesional ialah orang yang memiliki profesi”.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia profesi adalah “bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan
sebagainya) tertentu”.3 Sedangkan secara etimologi, profesi berasal dari
bahasa inggris profession yang berarti mengakui, pengakuan, dan
menyatakan ahli atau mampu dalam melaksanakan pekerjaan tertentu.4
Sudarwan Danim merujuk pendapat Howard M. Vollmer dan
Donald L. Mills sebagaimana dikutip oleh Ali Mudlofir berpendapat
1M. Jhons Echols, et. All, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), cet.XXIII. h. 499
2Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2010),cet. 1, h. 107.
3Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 2007), cet. 3, h. 897.
4Aris Shoimin, Excellent Teacher Meningkatkan Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi,(Semarang: Dahara Prize, 2013), cet. 1, h. 4.
9
bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut kemampuan
intelektual khusus yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan
yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam
melayani atau memberikan advis pada orang lain dengan memperoleh
upah atau gaji dalam jumlah tertentu.5
Menurut Muhajir sebagaimana dikutip oleh Pupuh Fathurrohman
dan Aa Suryana, secara historis profesi memiliki arti yang berasal dari kata
“profesio” (Latin) bermakna “Ikrar”.6 Diawali di lingkungan gereja, yaitu
para biarawan dan biarawati menyerahkan diri dalam hidupnya untuk
bekerja demi Tuhannya dan kemanusiaan, berikrar bekerja untuk gereja
dan berjanji-berikrar: tanpa meminta bayaran atau gaji. Dilihat dari
historikalnya profesi adalah pekerjaan dan sikap yang mulia (suci).
Profesional menurut rumusan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 Bab I Pasal I ayat 4 yang dikutip oleh Ali Mudlofir digambarkan
sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.7
Abuddin Nata menyatakan, bahwa pada mulanya kata profesiseperti yang kita gunakan sekarang ini arti sebenarnya tidak laindari pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan ataubidang pengabdian yang dipilih. Jadi seorang yang mengatakanbahwa profesinya adalah pemusik, maka sebenarnya tak lain daripada memberitahukan kepada orang lain bahwa bidang pekerjaanyang dipilihnya adalah bermain musik. Pada taraf perkembanganberikutnya, kata profesi ini mendapat arti yang lebih jelas ataulebih ketat. Ada dua ketentuan mengenai penggunaan kata profesiini. Pertama, suatu kegiatan hanya dapat dikatakan profesi kalaukegiatan itu dilakukan untuk mencari nafkah. Kegiatan yangdilakukan tidak untuk mencari nafkah, melainkan untuk mencarikesenangan atau kepuasan semata-mata disebut hobi. Kedua,ditentukan pula bahwa suatu kegiatan untuk mencari nafkah hanya
5Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), cet. 1, h.6.
6Pupuh Fathurrohman, Aa Suryana, Guru Profesional, (Bandung: PT Refika Aditama,2012), cet. 1, h. 1.
7Ali Mudlofir. loc. cit.
10
boleh disebut profesi kalau dilakukan dengan tingkat keahlian yangtinggi. Perbuatan yang dilakukan dengan tingkat keahlian yangsedang-sedang saja disebut kejuruan atau vokasi. Sedangkan, suatukegiatan mencari nafkah dilakukan tanpa keahlian semata-matadalam bahasa inggris disebut unskilled labour. Dalam bahasaIndonesia pekerjaan seperti ini disebut pekerjaan awam.8
Untuk itu menurut Mochtar Buchori, terdapat tiga petunjuk dasarmengenai suatu perbuatan profesi yaitu sebagai berikut. Pertama,ditentukan bahwa setiap profesi dikembangkan untuk memberikanpelayanan tertentu kepada masyarakat. Kedua, ditentukan bahwaprofesi bukanlah sekedar mata pencaharian atau bidang pekerjaan.Dalam kata profesi tercakup pula pengertian pengabdian padasesuatu. Ketiga, setiap bidang profesi mempunyai kewajiban untukmenyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannyasecara terus menerus. 9
Menurut Nana Sudjana sebagaimana dikutip oleh Uzer Usman
menyatakan bahwa, “kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti
mata pencaharian dan juga sebagai kata benda yang berarti orang yang
mempunyai keahlian. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain”.10
Menurut Syamsudin yang dikutip oleh Aris Shoimin menyatakan
bahwa profesionalisme merujuk kepada derajat atau tingkat penampilan
seseorang sebagai seorang profesional dalam melaksanakan profesi yang
mulia itu.11 Dengan kata lain, profesionalisme adalah sebuah istilah yang
diperoleh setelah melalui sebuah proses tahapan tertentu. Karena telah
melewati tahapan tertentu itulah, maka ia disebut profesional.
Dari berbagai pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa
dalam profesi digunakan teknik dan prosedur intelektual yang harus
dipelajari secara sengaja, sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan
8Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam diIndonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 4, h. 153.
9Mochtar Buchori, Pendidikan dalam Pembangunan, (Jakarta: IKIP MuhammadiyahJakarta Press, 1994), cet. 1, h. 36.
10Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosda, 2011), cet. 25, h. 14.11Aris Shoimin, op. cit., h. 5
11
orang lain. Dengan kata lain, profesi atau profesionalisme yaitu sebagai
pandangan yang menganggap bahwa bidang pekerjaan yang dikerjakannya
adalah sebagai suatu pengabdian yang diperolehnya melalui pendidikan
atau keahlian tertentu dalam rangka mencari nafkah, dan keahlian ini
merupakan suatu pekerjaan yang harus diperbarui secara terus menerus
dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan yang terdapat dalam ilmu
pengetahuan, sebagai perwujudan dalam memberikan pelayanan terbaik,
pelayanan itu dapat berupa pelayanan individual, yaitu pelayanan kepada
perorangan, pelayanan masyarakat, serta bisa juga dalam bentuk pelayanan
kolektif, yaitu pelayanan kepada kelompok manusia sekaligus.
Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional,
artinya harus dilakukan secara baik dan benar. Itu hanya mungkin
dilakukan oleh orang yang ahli, pentingnya keahlian ini tercermin dalam
Hadits Rosulullah saw, dari Abu Hurairoh sebagaimana diriwayatkan oleh
Bukhori,
نما جاءه , صلى الله عليه وسلم يف جملس حيدث القوم النيب عن أيب هريـرة قال بـيـقال .مىت الساعة؟ فمضى رسول الله صلى الله عليه وسلم حيدث :فـقال أعرايب
قضى احىت اذ .بل مل يسمع : وقال بـعضهم . ع ماقال فكره ماقال مس : بـعض القوم : قال , ها أنايارسول الله : قال . }السائل عن الساعة راه ن أ اي {:حديـثه قال
ها؟ قال : قال } فاذاضيـعت األمانةفانـتظرالساعة { اذاوسداألمراىل {:كيف إضاعتـ}أهله فانـتظرالساعة غري
Abu Hurairah r.a. berkata, “Ketika Rasulullah saw. di suatu majlissedang berbicara dengan suatu kaum, datanglah seorang kampungdan berkata, ‘Kapankah kiamat itu?’ Rasulullah terus berbicara,lalu sebagian kaum berkata, ‘Beliau mendengar apa yangdikatakan olehnya, namun beliau benci apa yang dikatakannyaitu.’ Dan sebagian dari mereka berkata, ‘Beliau tidakmendengarnya. ‘Sehingga, ketika beliau selesai berbicara, makabeliau bersabda, ‘Di manakah gerangan orang yang bertanyatentang kiamat?’ Ia berkata, ‘Inilah saya, wahaiRasulullah.’Beliau bersabda, ‘Apabila amanat itu telah disia-siakan, maka nantikanlah kiamat.’ Ia berkata, ‘Bagaimana
12
menyia-nyiakannya?’ Beliau bersabda, ‘Apabila perkara (urusan)diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah kiamat.” 12
Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, lalu apakah dapat
disimpulkan bahwa bidang keguruan merupakan profesi di negara kita?
Apabila hanya diterapkan kriteria profesionalisasi di atas terhadap keadaan
dewasa ini, maka jawabannya jelas bahwa bidang keguruan belum
merupakan profesi dalam arti sepenuhnya. Akan tetapi, apabila kita
memusatkan kepedulian pada kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi dan diperlukan untuk melestarikan keyakinan bangsa
dan negara, maka penanganan layanan pendidikan, mulai dari perencanaan
sampai dengan penyelenggaraannya dari hari ke hari mutlak mensyaratkan
tenaga-tenaga profesional.
Penyiapan generasi muda melalui sistem magang (anak petani ikut
ayah ke sawah, anak nelayan ikut ayah ke laut dan sebagainya) jelas sudah
tidak memadai lagi untuk bertahan dalam abad informasi ini. Sebaliknya
penyiapan menjemput hari esok saat ini membutuhkan guru-guru yang
benar-benar memiliki ketanggapan yang berlandaskan kearifan terhadap
kemungkinan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat yang akan
datang. Dengan perkataan lain, hanya kepada guru-guru yang profesional
masa depan bangsa dan negara dapat dipercaya.
Sementara itu, profesionalisme guru merupakan suatu pandangan
tentang kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan
kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan
dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.13 Guru yang
profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain,
pengertian guru profsional adalah orang yang memiliki kemampuan dan
12M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Jilid 1, (Jakarta: Gema InsaniPress, 2003), cet. 1, h. 46-47.
13Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), cet. 1, h.46.
13
keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan
pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi
maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya
dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional
hendaknya mampu memikul dan melaksankan tanggung jawab sebagai
guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan
agamanya.
Surya berpendapat sebagaimana dikutip oleh Kunandar bahwaprofesionalisme guru mempunyai makna penting, yaitu: (1)profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepadakesejahteraan masyarakat umum; (2) profesionalisme gurumerupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yangselama ini dianggap oleh sebagian masyarakat rendah; (3)profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan danpengembangan diri yang memungkinkan guru dapat memberikanpelayanan sebaik mungkin dan memaksimalkan kompetensinya. 14
Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya.
Yaitu, dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta
didik untuk/dalam belajar. Guru dituntut mencari tahu terus-menerus
bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka, apabila ada
kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya
dan mencari jalan keluar bersama-sama peserta didik bukan
mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap yang harus
senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenal diri, mau belajar
dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak
bersedia belajar, tak mungkin kerasan dan bangga menjadi guru. Kerasan
dan kebanggaan atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru
yang profesional.
14Ibid., h. 48.
14
2. Syarat Guru Profesional
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang gampang, seperti
yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi
dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat
dikategori sebagai guru yang profesional, karena guru yang profesional,
mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus,
mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.
Seorang guru profesional, dia memiliki keahlian, keterampilan, dan
kemampuan sebagaimana filosof Ki Hajar Dewantara yang di kutip oleh
Martinis Yamin; “tut wuri handayani, ing ngarso sung tolodo, ing madyo
mangun karso”.15 Tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran akan
tetapi mengayomi murid, menjadi contoh atau teladan bagi murid serta
selalu mendorong murid untuk lebih baik dan maju. Guru profesional
selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami
keahliannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen Bab I pasal 1 ayat 1, dikemukakan bahwa, guru sebagai jabatan
profesional. Teks lengkapnya sebagai berikut: Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.16
Syarat guru profesional memang merupakan yang harus dimiliki
oleh setiap guru. Menjadi guru profesional merupakan impian semua guru
di tanah air, sebagai jabatan profesional, seorang guru dituntut dengan
sejumlah persyaratan minimal, antara lain: memiliki kualifikasi pendidikan
profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan
bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik
15Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Gaung PersadaPress, 2006), cet. 2, h. 23.
16Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Gurudan Dosen.
15
dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai
etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan
pengembangan diri secara terus menerus melalui organisasi profesi,
internet, buku, seminar, dan semacamnya.
Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi
ini memerlukan persyaratan khusus. Persyaratan tersebut antara lain
sebagai berikut, pertama, menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan
konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. Kedua, menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya. Ketiga, menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
Keempat, adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari
pekerjaan yang dilaksanakannya. Kelima, memungkinkan perkembangan
sejalan dengan dinamika kehidupannya. Lebih jelas, ada beberapa syarat
menjadi seorang guru profesional, antara lain:
a. Komitmen tinggi, artinya seorang guru profesional harusmempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedangdilakukannya.
b. Tanggung jawab, artinya seorang guru profesional harusbertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yangdilakukannya sendiri.
c. Berpikir Sistematis, artinya seorang guru profesional harusmampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya danbelajar dari pengalamannya.
d. Penguasaan materi, artinya seorang guru profesional harusmenguasai secara mendalam bahan atau materi pekerjaan yangsedang dilakukannya.
e. Menjadi bagian masyarakat profesional, artinya seyogyanyaseorang guru profesional harus menjadi bagian dari masyarakatdalam lingkungan profesinya dan masyarakat tempattinggalnya.17
Dalam perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal ada dua
puluh macam seperti halnya yang disampaikan KH. Hasyim Asy’ari.
Kedua puluh tersebut antara lain:
a. Selalu istiqomah dalam muraqabah kepada Allah SWT.Muraqabah yaitu melihat Allah SWT, dengan mata hati dan
17Aris Shoimin, op. cit., h. 18.
16
menghubungkan dengan perbuatan yang telah dilakukanselama ini;
b. Senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah SWT) dalamsegala ucapan dan tindakan;
c. Bersikap tenang;d. Bersikap wara’ yaitu keluar dari setiap perkara subhat dan
mengoreksi diri dalam setiap keadaan;e. Selalu bersikap tawadhuk yaitu merendahkan diri dan
melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepadakebenaran dan tidak berpaling dari hikmah, hukum dankebijaksanaan;
f. Selalu bersikap khusyuk kepada Allah SWT;g. Menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan
dalam segala keadaan;h. Tidak menjadikan ilmu sebagai tangga mencapai keuntungan
duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih majudibanding temannya yang lain;
i. Tidak diskriminatif terhadap murid;j. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia
butuhkan, yang tidak membahayakan diri sendiri, keluarga,sederhana dan qana’ah;
k. Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hinamenurut manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh adat setempat;
l. Menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiatwalaupun jauh dari keramaian;
m. Selalu menjaga syiar-syiar Islam dan zhahir-zhahir hukum,seperti shalat berjama’ah dimasjid, menyebarkan salam, amarma’ruf nahi munkar dan senantiasa berlaku sabar terhadapmusibah yang dihadapi;
n. Menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yangmengandung unsur bid’ah, menegakkan segala hal yangmengandung kemaslahatan dengan jalan yang dibenarkan;
o. Membiasakan diri untuk melakukan sunnah yang bersifatsyariat, baik qauliyah atau fi’liyah;
p. Bergaul dengan akhlak yang baik;q. Membersihkan hati dan tindakan dari akhlak yang jelek dan
dilanjutkan dengan perbuatan yang baik;r. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan
bersunggguh-sungguh dalam setiap aktivitas;s. Tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam
mengambil hikmah dari semua orang;t. Membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum
pengetahuan.18
18Ibid., h. 19-21.
17
Dari poin-poin di atas dapat penulis simpulkan bahwa syarat
menjadi guru ideal harus mempunyai landasan keagamaan kokoh dan
disiplin, memahami visi misi pendidikan secara holistik dan integral,
mempunyai kemampuan intelektual yang memadai, menguasai teknik
pembelajaran yang kreatif.
Dari penjelasan yang sudah dibahas, bahwa guru profesional pada
intinya adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk
melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu membedah
aspek profesionalisme guru berarti mengkaji kompetensi yang harus
dimiliki seorang guru. Maka dari itu menurut penulis, perlu kiranya dalam
penelitian ini mencantumkan sub pokok bahasan mengenai kompetensi
guru profesional.
3. Standar Kompetensi Guru
Kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari
bahasa inggris, competence yang berarti kecakapan dan kemampuan.
Kompetensi menurut Jejen Musfah adalah kumpulan pengetahuan,
perilaku, dan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai
tujuan pembelajaran dan pendidikan.19 Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber
belajar.
Sedangkan di dalam buku “Excellent Teacher” mengemukakan
bahwa kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapat tujuan
yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.20 Dengan
demikian suatu kompetensi ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja
yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional dalam upaya mencapai
suatu tujuan.
Adapun kompetensi guru menurut Uzer Usman merupakan
kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
19Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber BelajarTeori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 1, h. 27.
20Aris Shoimin, op. cit., h. 22-23.
18
secara bertanggung jawab dan layak.21 Dengan tiga pengertian yang
penulis kutip dari para ahli, maka bisa penulis simpulkan bahwa
kompetensi merupakan kemampuan, kewenangan, dan perilaku rasional
yang harus dimiliki oleh seorang guru agar tercapainya tujuan
pembelajaran dan pendidikan secara bertanggung jawab dan layak.
Selanjutnya dalam melakukan kewenangan profesionalnya,
seorang guru dituntut agar memiliki seperangkat kompetensi (kemampuan)
yang beraneka ragam. Kompetensi guru yang dikatakan sebagai modal
dalam pengelolaan pendidikan dan pengajaran banyak jenisnya. Namun
dalam hal ini penulis membatasi kajian tentang sub pokok kompetensi
guru profesional, hanya pada kompetensi guru sebagaimana yang
dimaksud menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Bab IV pasal
10 ayat 1.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, meliputi:
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional. Kemudian dijelaskan melalui peraturan
Mendiknas No. 16 Tahun 2007 poin b tentang standar kompetensi Guru.
Adapun mengenai penjelasannya sebagai berikut:
a. Kompetensi Pedagogik
Yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan, pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci
kompetensi pedagogik meliputi:
1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2) Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik
dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya.
3) Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik.
4) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik.
21Uzer Usman, op. cit., h. 14.
19
5) Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang
mendidik.
6) Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta
didik dalam pembelajaran.
7) Merancang pembelajaran.
8) Melaksankan pembelajaran yang mendidik.
9) Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Kompetensi Kepribadian
Yaitu kemampuan yang melekat dengan diri. Guru sering dianggap
sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu pribadi
guru sering dianggap sebagai model atau panutan yang harus digugu
dan ditiru. Sebagai seorang model, guru harus memiliki kompetensi
yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal
competencies). Kompetensi kepribadian meliputi:
1) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa.
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan
sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3) Mengevaluasi kinerja sendiri.
4) Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
5) Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama
sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya.
6) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat
beragama.
7) Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan
sistem nilai yang berlaku dimasyarakat.
8) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya
sopan santun dan tata karma dan bersikap demokratis dan terbuka
terhadap pembaruan dan kritik.
20
c. Kompetensi Sosial
Yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar. Dengan kompetensi guru ini diharapkan:
1) Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik,
orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan
masyarakat.
2) Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman
sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional.
3) Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap
lembaga kemasyarakatan.
4) Kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual
maupun secara kelompok.
5) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan
masyarakat.
6) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal,
regional, nasional, dan global.
7) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk
berkomunikasi dan pengembangan diri.
d. Kompetensi Profesional
Yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan untuk membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi. Kompetensi profesional adalah
kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian
tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang
sangat penting. Karena langsung berhubungan dengan kinerja yang
ditempilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru
dapat dilihat dari kompetensi ini. Lingkup kompetensi profesional ini
meliputi:
21
1) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya
paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan
nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran.
2) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham
tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori
belajar.
3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan
bidang studi yang diajarkannya.
4) Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan
strategi pembelajaran.
5) Kemampuan merancang dan memanfaat berbagai media dan
sumber belajar.
6) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.
7) Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran.
8) Kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya
administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan.
9) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah
untuk meningkatkan kinerja.22
4. Tugas, Fungsi, dan Tanggung Jawab Guru
Guru adalah profesi, jabatan atau pekerjaan yang paling mungkin
menyumbangkan manusia-manusia terbaik yang dapat menjadi teladan.
Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Digugu artinya diindahkan atau
dipercayai. Sedangkan ditiru artinya dicontoh atau diikuti.23
Kata guru berasal dari bahasa sansekerta, yang merupakangabungan dari kata gu dan ru. Gu artinya kegelapan, kejumudanatau kekelaman. Sedangkan ru artinya melepaskan, menyingkirkanatau membebaskan. Jadi guru adalah manusia yang “berjuang”terus-menerus dan secara gradual, untuk melepaskan manusia darikegelapan. Guru secara harfiahnya didefinisikan sebagai “berat”adalah pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guruumumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama
22Aris Shoimin, op.cit., h. 23-2623Umi Hany, “Tafsir Surat Al-Qalam Ayat 1-4 (Kajian Tentang Kompetensi Guru),”
Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013, h. 68, tidak dipublikasikan.
22
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,dan mengevaluasi peserta didik.24
Dalam terminologi islam, guru diistilahkan dengan murabby, satu
akar kata dengan rabb yang berarti Tuhan, seakar kata dengan tarbiyah
yang berarti pendidikan,25 walaupun maknanya sudah digunakan, namun
kosa katanya masih jarang digunakan.26 Jadi, fungsi dan peran guru dalam
sistem pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan.
Demikian mulianya posisi guru, sampai-sampai Tuhan, dalam pengertian
sebagai rabb mengidentifikasikan diri-Nya sebagai rabbul ‘alamin “Sang
Maha Guru”, Guru seluruh jagad raya.
Keutamaan profesi seorang guru sangatlah besar sehingga Allah
Swt menjadikan sebagai tugas yang diemban oleh Rasulullah saw
sebagaimana sabdanya:
هماعن النىب صلى الله عليه وسل كلكم راع : م قال وعن ابن عمررضي الله عنـرراع , وكلكم مسئـول عن رعيته بـيته والمراةراعيته والرجل راع على أهل , واألميـ
)متفق عليه(على بـيت زوجها وولده فكلكم راع وكلكم مسئـول عن رعيته “Dari Ibnu Umar RA dari Rasulullah SAW, sabdanya: “ketahuilahbahwa setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akanditanya tentang apa yang dipimpinnya, seorang Amir (penguasa)adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan akan ditanyakepemimpinannya, dan seorang laki-laki adalah pemimpin bagiisteri dan anaknya dan akan ditanya tentang keluarganya,camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akanditanya tentang apa yang dipimpinnya.”(HR. Muttafaqun Alaih).27
Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang telah dilukiskan di
atas, maka tugas itu meliputi: pertama, tugas pengajaran atau guru sebagai
pengajar, kedua, tugas bimbingan dan penyuluhan atau guru sebagai
pembimbing dan pemberi bimbingan, dan ketiga, tugas administrasi atau
24Abdul Rahmat, Kearifan Sang Guru, (Bandung: Mqs Publishing, 2010), cet. 1, h. 19.25M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,
Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), cet. 3, h. 456.26Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 1, h. 160.27Kitab Riyadus Sholihin, h. 152
23
guru sebagai pemimpin kelas (manajer kelas).28 Ketiga tugas itu
dilaksanakan sejalan secara seimbang dan serasi tidak ada satupun yang
terabaikan, karena semuanya fungsional dan saling berkaitan dalam
menuju keberhasilan kependidikan sebagai satu kesatuan yang utuh dan
tidak terpisahkan.
Lebih lanjut Zakiah Darajat menguraikan sebagai berikut:
a. Tugas Pengajaran atau Guru sebagai PengajarSebagai pengajar, guru bertugas membina perkembanganpengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru mengetahui bahwapada ahkir setiap satuan pengajaran kadang-kadang hanyaterjadi perubahan dan perkembangan pengetahuan sajamungkin pola para guru telah bersenang hati bila telah terjadiperubahan dan perkembangan dibidang pengetahuan danketerampilan karena dapat diharapkan efek tidak langsungmelalui proses transfer bagi perkembangan dibidang sikap danminat murid hal ini demikian tampaknya bersifat umum.
b. Tugas Bimbingan atau Guru sebagai Pembimbing dan pemberiBimbinganGuru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah duamacam peranan yang mengandung banyak perbedaan danpersamaan keduanya sering dilakukan guru yang mendidik danyang bersifat mengasihi dan mencintai muridnya.Sebagai pemberi bimbingan, guru sering berhadapan dengankelompok-kelompok kecil dari murid-murid atau bahkan hanyaseorang murid saja. Semua murid memerlukan bimbinganuntuk murid atau murid-murid yang memerlukan bantuankhusus. Bimbingan khusus secara individual yang dilakukan,dinamakan penyuluhan. Penyuluhan adalah bimbingan intensifsekali.
c. Guru bertugas sebagai Tenaga AdministrasiBukan berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagaipengelola kelas, atau pengelola interaktif belajar mengajarmeskipun masalah pengelolaan itu dapat dipisahkan darimasalah mengajar dan bimbingan, tetapi tidak dapat denganmudah diidenfikasikan. Sesungguhnya ketiga hal itu seringberhubungan dan tidak terpisahkan dari mengajar itu sendiri.29
28Zakiah Darajat, dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), cet. 4, h. 264.
29Ibid.
24
Menurut Jamal Ma’mur Asmani, selain tugas tersebut terdapat
tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang guru, yaitu guru sebagai
leader (pemimpin), fasilitator, dan motivator.30
a. Guru bertugas sebagai Leader (pemimpin)
Guru juga seorang pemimpin kelas. Karena itu ia harus bisa
menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju
tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai
seorang pemimpin, guru harus terbuka, demokratis, egaliter,
dan menghindari cara-cara kekerasan.
b. Guru sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk
menemukan dan mengembangkan bakatnya secara benar.
Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia
membutuhkan ekperimentasi maksimal, latihan terus-menerus,
dan evaluasi rutin.
c. Guru sebagai motivator
Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu
membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik
bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya,
bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat
tantangannya, tidak ada kata menyerah sampai titik darah
penghabisan. Allah Swt selalu menyayangi hambanya yang
sungguh-sungguh di jalan-Nya dan berjanji memberikan jalan
kesuksesan.31
Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi
alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tapi juga berfungsi untuk
menanamkan nilai (values) serta membangun karakter (Character
building) peserta didik secara berkelanjutan. Guru adalah salah satu
komponen yang memiliki peran dan fungsi yang amat strategis, peranan
30Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menajdi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta:Diva Press, 2009), cet. 3, h. 40.
31Ibid.
25
guru dalam proses pendidikan (belajar mengajar) merupakan kunci utama
yang tidak dapat digantikan oleh komponen yang lain.
Dari pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa profesi
guru adalah profesi yang bidang keahliannya tidak hanya mengajar dan
membimbing. Namun, guru juga harus menguasai berbagai keahlian lain,
diantaranya yaitu sebagai tenaga administrasi, sebagai leader (pemimpin),
sebagai fasilitator, dan sebagai motivator.
5. Kedudukan Guru Dalam Islam
Guru sebagai professional worker (pekerja profesional) sangat di
butuhkan masyarakat. Namun, kebutuhan masyarakat akan guru belum
seimbang dengan sikap sosial masyarakat terhadap profesi guru. Berbeda
bila dibandingkan dengan penghargaan mereka terhadap profesi lain,
seperti dokter, pengacara, insinyur, dan yang seterusnya.
Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru, menurut
Uzer Usman sebagaimana mengutip pendapat Nana Sudjana, disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Adanya pandangan sebagian masyarakat bahwa siapa pun dapat
menjadi guru, asalkan ia berpengetahuan, walaupun tidak
mengerti didaktik-metodik.
b. Kekurangan tenaga guru di daerah terpencil memberikan
peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai
kewenangan profesional untuk menjadi guru.
c. Banyak tenaga guru sendiri yang belum menghargai
profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesi
tersebut.32
Menurut Muhibbin Syah sebagaimana dikutip oleh Uzer Usman
menyebutkan, faktor lain yang mengakibatkan rendahnya pengakuan
masyarakat terhadap profesi guru yakni kelemahan yang terdapat pada diri
guru itu sendiri, antara lain, rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme
32Uzer Usman, op. cit., h. 14.
26
mereka, penguasaaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih
berada dibawah standar.33
Salah satu hal menarik pada ajaran islam ialah penghargaan yang
begitu tinggi terhadap seorang guru. Karena begitu tingginya penghargaan
itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan
Nabi dan Rasul. Mengapa demikian? Karena guru adalah bapak ruhani
(spiritual father) bagi anak didik yang memberi santapan jiwa dengan ilmu
pengetahuan. Penghargaan islam terhadap orang yang berilmu tergambar
dalam hadis Nabi yang dikutip oleh Al-Ghazali dalam bukunya Ihya
‘Ulumuddin, yang artinya:
a. Tinta ulama lebih berharga dari pada darah para syuhada
b. Orang yang berpengetahuan melebihi orang yang senang
beribadah, orang yang berpuasa, bahkan melebihi kebaikan
orang yang berperang dijalan Allah Swt.
c. Kelebihan orang yang berilmu atas orang yang gemar
beribadah seperti kelebihan bulan atas bintang.
d. Kelebihan orang yang berilmu terhadap orang yang ahli ibadah
laksana kelebihan aku (Nabi Muhammad saw) atas orang
awam.
e. Apabila meninggal seorang alim maka terjadilah kekosongan
dalam islam yang tidak dapat diisi kecuali orang alim pula.
f. Seorang yang berilmu adalah orang kepercayaan Allah di muka
bumi.34
Menurut Ali bin Abi Thalib sebagaimana dikutip oleh Az-Zarnuji
di dalam kitabnya yang sangat fenomenal yaitu kitab ta’limul Muta’allim,
mengenai kedudukan guru yang sangat tinggi
أناعبدمن علمىن : "وجههقال علي كرم الله ,ومن تـعظيم العلم تـعظيم األستاذ "إن شاءباع وإن شاءأعتق وإن شاء إستـرق , حرفاواحدا
33Ibid.34Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Terj, (Bandung: Marja, 2011), cet. 1, h. 181.
27
Salah satu cara memuliakan ilmu adalah memuliakan sang Guru,sebagaimana Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah berkata:“Saya menjadi hamba bagi orang yang mengajariku satu hurufilmu; terserah ia mau menjualku, memerdekakan atau tetapmenjadikan aku sebagai hamba”.35
B. Perspektif Al-Qur’an
1. Pengertian Perspektif
Perspektif berasal dari bahasa italia “Prospettiva” yang berarti
gambar pandangan atau sudut pandangan.36 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata per.spek.tif/perspektif merupakan (1) cara melukiskan
suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat
oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); (2) sudut
pandang, pandangan.37
Menurut Leonardo da Vinci perspektif adalah suatu yang alamiyang terbentuk dari relief datar menjadi suatu relief bidang atauruang. Jadi, perspektif adalah suatu teknik sistem matematikamembentuk suatu proyeksi bidang tiga dimensi ke dalam bidangdua dimensi, seperti kertas atau canvas. Hal ini dapat membentukkemungkinan untuk menggambar sebuah objek atau benda dalamsuatu ruang secara nyata di atas bidang datar atau dapatmembentuk suatu gambar geometri sehingga tampak digambarkanatas, bawah, samping, dan depan pada objek tersebut. 38
Dari pengertian-pengertian di atas, arti kata perspektif apabila
penulis kaitkan dengan judul profesionalisme guru dalam perspektif al-
Qur’an, merupakan suatu upaya untuk melukiskan pandangan al-Qur’an
dalam sebuah bidang datar (skripsi) terkait dengan sikap profesional yang
harus dimiliki oleh seorang guru.
2. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an berasal dari kata )قراء( Qara’a, yang berarti
mengumpulkan atau menghimpun, dan Qira’ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam satu ucapan yang
35Aliy As’ad, Ta’limul Muta’allim, Terj, (Kudus: Menara Kudus, 2007), cet. 1, h. 36-3736http://www.notepedia.info/2013/10/pengertian-perspektif-dan-sejarah.html37Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., h. 864.38http://www.notepedia.info/2013/10/pengertian-perspektif-dan-sejarah.html
28
tersusun rapi.39 Hal senada dikemukakan oleh M. Quraish shihab, bahwa
al-Qur’an terambil dari akar kata yang berarti “menghimpun”, sehingga
tidak selalu harus diartikan “membaca teks tertulis dengan aksara
tertentu”.40
Menurut bahasa, Qur’an berarti bacaan, pengertian seperti ini
sebagaimana dikemukakan oleh al-Qur’an sendiri yakni dalam surat Al-
Qiyamah[75] ayat 17-18:
) ٧٥[القيامةسورة :[
١٨-١٧(“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kamitelah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”.(QS.Al-Qiyamah[75]: 17-18)
Menurut Muhammad Ali ash-Shabuni sebagaimana dikutip olehAbdul Rozak dan Aminuddin, mendefinisikan Al-Qur’an adalahfirman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada NabiMuhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasul, denganperantaraan Malaikat Jibril AS. dan ditulis pada mushaf-mushafyang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, sertamembaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulaidengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.41
Lebih lanjut M. Quraish Shihab mengemukakan, Al-Qur’an yang
secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan
Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia
mengenal tulis-baca ribuan tahun lalu yang dapat menandingin Al-Qur’an
Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.42
Tiada bacaan semacam Al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta
orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan
aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja,
dan anak-anak. Tiada bacaan melebihi Al-Qur’an dalam perhatian yang
39Abdul Rozak, dan Aminuddin, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Mitra Wacana Media,2010), cet. 1, h. 3
40M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai PersoalanUmat, (Bandung: Mizan, 2007), cet. 19, h. 5.
41Abdul Rozak, dan Aminuddin, op. cit., h. 4.42M. Quraish Shihab, op. cit., h. 3.
29
diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat,
baik dari segi masa, musim, dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab
serta waktu-waktu turunnya.
3. Fungsi Al-Qur’an
Sebagaimana tersurat dalam nama-nama-Nya, maka fungsi al-
Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Hudan (petunjuk).
Kata hudan berasal dari kata hada. Secara harfiah, berarti
menjelasakan, memberi tahu, dan menunjukan.43 Maka Al-Qur’an
sebagai hudan berarti, bahwa fungsi Al-Qur’an adalah menjelaskan
dan memberitahu manusia tentang jalan yang dapat menyampaikannya
kepada tujuan hidup, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.44
Dalam al-Qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi al-Qur’an
sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara keseluruhan.
Allah Swt, berfirman dalam surat Al-Baqarah[2]: 185
)١٨٥]: ٢[سورة البقرة(
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagaipetunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenaipetunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempattinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulanitu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu iaberbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
43Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. 1, h. 177-18244Ibid.
30
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendakikemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklahkamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikankepadamu, supaya kamu bersyukur.”(QS. Al-Baqarah[2]: 185).
Kedua, al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang
bertakwa. Allah Swt, berfirman dalam surat Al-Baqarah[2] ayat 2.
)٢]: ٢[سورةالبقرة(“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagimereka yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah[2]: 2).
Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Allah Swt, berfirman
dalam surat Fushshilat[41] ayat 44.
) ٤٤]: ٤١[ة فصلتر سو(
“Dan Jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalambahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidakdijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasaasing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quranitu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. danorang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka adasumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka.mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".(QS. Fushshilat[41]: 44).
b. Al-Furqan (pemisah).
Secara harfiah kata furqan berasal dari kata faraqa, yang berarti
pembeda.45 Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa ia adalah pemisah
antara hak dan batil atau yang benar dan yang salah. Seperti Firman
Allah Swt dalam surat Al-Baqarah[2]: 185.
45Ibid., h. 182.
31
c. Al-Syifa (obat).
Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi
penyakit dalam dada atau penyakit psikologis. Allah Swt berfirman
dalam surat Yunus[10] ayat 57.
)٥٧]: ١۰[سورة يونس(
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajarandari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yangberada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orangyang beriman.” (QS. Yunus[10]: 57).
d. Al-mauidhah (nasihat)
Kata mauidhah merupakan mashdar mimi dari wa’azha. Secara
harfiah, ia berarti an-nushhu (nasihat) dan at-tadzkir bi al-awaqib
(memberi peringatan yang disertai dengan ancaman).46 Dalam al-
Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang
yang bertakwa. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Imran[3] ayat 138.
)٣[سورة العمران :[
١٣٨(“(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, danpetunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Ali-Imran[3]: 138).
Dari penjelasan di atas dapat penulis pahami bahwa al-Qur’an
memiliki fungsi yang sangat holistik dan komprehensif, sehingga menjadi
hal yang wajar apabila segala sesuatu di dunia ini sebaiknya berangkat dari
pandangan al-Qur’an, terlebih mengenai pendidikan dan berbagai macam
persoalannya serta profesionalisme guru.
46Ibid., h. 177.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis mengambil tempat penelitian
diperpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga didukung dengan
koleksi buku-buku diperpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Karena penelitian ini adalah bersifat kajian
pustaka, maka yang menjadi objek penelitian pada skripsi ini adalah buku-
buku referensi dan literatur yang dapat dipertanggung jawabkan yang terkait
dengan pembahasan skripsi dengan judul “kompetensi guru profesional dalam
perspektif Al-Qur’an (kajian tematik ayat-ayat Al-Qur’an) penelitian ini
berlangsung dari tanggal 5 Juni sampai 29 September 2014.
B. Metode Penelitian
Dalam upaya mengungkap permasalah yang dibahas, penulis
menggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu Penelitian yang
menghasilkan data deskriptif yang mendalam berupa kata-kata tertulis.1 Untuk
memperoleh data yang representatif, dalam pembahasan skripsi ini digunakan
metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan cara menelaah,
menganalisis, meneliti dari sumber rujukan atau literatur yang dapat di
1Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta,2010), cet. 2, h. 352.
33
pertanggungjawabkan tentang masalah yang berkaitan dengan pembahasan
skripsi ini. Dimana sumber pokoknya (primer) adalah:
1. Al-Qur’an
2. Buku Tafsir Al-Qur’an: Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur’an, karya M. Quraish Shihab. Tafsir al-azhar, karya H. Abdullah
Malik Karim Amrullah (Hamka).
Di samping hal tersebut, juga merujuk pada buku-buku pendukung
(sekunder) baik yang ada hubungan langsung maupun tidak langsung.
Sumber-sumber pendukung ini antara lain adalah:
1. Buku Tafsir Al-Qur’an: Tafsir Al-Maraghi, karya Ahmad Mustafa Al-
Maraghi, dan Shahih Tafsir Ibnu Katsir, karya Shafiyyurrahman al-
Mubarakfuri.
2. Buku-buku Tafsir yang dianggap memadai dan mewakili.
3. Buku-buku yang berisikan ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an, atau yang dikenal
dengan ‘Ulum Al-Qur’an.
4. Kamus-kamus yang memuat daftar kata-kata Al-Qur’an, yang mana isinya
merupakan petunjuk praktis untuk menemukan ayat-ayat. Dan dipakai pula
kamus-kamus lain yang relevan dengan pembahasan.
5. Hadits-hadits Nabi Muhammad Saw.
6. Sumber-sumber lain yang relevan dengan pembahasan.
Adapan metode yang digunakan dalam menafsirkan ayat yang dibahas
dalam skripsi ini, peneliti menggunakan metode tafsir Maudhu’i (Tematik),2
yaitu: dengan berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai surah
dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan khusus atau tema
sentral surah tersebut, kemudian menghubungkannya dengan ayat-ayat lain
sebagai pendukung keterangan.
Tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam penelitian tentang
kompetensi guru profesional dalam perspektif Al-Qur’an (kajian tematik ayat-
ayat Al-Qur’an) dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
2M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalamKehidupan Masyarakat, (Bandung,1993), cet. 3, h. 132.
34
1. Menetapkan ayat yang akan diteliti sebagai objek bahasan.
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
3. Diperlukan pengetahuan tentang latar belakang diturunkannya ayat (asbab
an-nuzul), yang dimaksudkan untuk mempermudah memahami
pengertian-pengertian ayat.
4. Diteliti juga munasabah bagian-bagian ayat dengan ayat atau dengan ayat-
ayat lain dan berbagai bentuk hubungan lain. Tampaknya hal ini dapat
disejajarkan dengan memperhatikan kontek pembicaraan yang mengitari
ayat.
5. Jika diperlukan maka akan diperkaya dengan berbagai hadits Nabi Saw,
yang ada hubungannya dengan pembahasan. Karena hadits dapat
menjelaskan dan membantu mendapatkan pengertian makna yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
6. Memperhatikan penafsiran-penafsiran para mufasir khususnya dalam
kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan utama dengan tidak
mengesampingkan referensi lain yang dapat membantu dalam memahami
tentang kompetensi guru profesional.
7. Langkah berikutnya adalah pemeriksaan maudhu’i, yakni usaha
menafsirkan ayat-ayat yang dijadikan obyek pembahasan. Dalam hal ini
terbagi dalam beberapa tahapan. Pertama, memilih, menentukan, dan
menjelaskan kata kunci yang dapat membantu untuk memahami konsep
kompetensi guru profesional yang ada dalam ayat-ayat yang sedang
dibahas, kedua menafsirkan ayat-ayat yang menjadi obyek pembahasan
dengan menggunakan huruf bercetak tegak sebagai pembeda terjemahan
ayat yang dicetak dengan huruf italic (miring), ketiga menjelaskan konsep
kompetensi guru profesional yang ada dalam ayat yang menjadi obyek
pembahasan.
Sedangkan teknik penulisan, penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang telah distandarkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
35
C. Fokus Penelitian
Dalam pembahasan skripsi ini, penulis hanya fokus menelusuri
kandungan surah Al-Baqarah[2]: 151, Ali-Imran[3]: 190-191, Fathir[35]: 27-
28, dengan melihat penafsirannya serta menganalisa dengan merujuk kepada
penafsiran para ulama untuk kemudian dijadikan sebagai referensi dalam
penelitian dan penulisan skripsi ini. Pemilihan ayat yang terkandung dalam
surah Al-Baqarah[2]: 151, Ali-Imran[3]: 190-191, Fathir[35]: 27-28, karena
menurut para ahli di antaranya Abuddin Nata, menyatakan bahwa pada ayat-
ayat tersebut mengandung kosa kata yang menunjukan pada profesionalisme
guru.3
3Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentangPendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 1, h. 302.
36
BAB IV
PROFESIONALISME GURU DALAM AL-QUR’AN
A. Teks Ayat dan Terjemahan
1. Surat Al-Baqarah[2]: 151
) سورة
)١٥١]: ٢[البقرة“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kamikepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantarakamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu danmensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belumkamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 151)
2. Surah Ali-Imran[3]:190-191
)١٩١-١٩۰]: ٣[سورة العمران(
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silihbergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagiorang-orang yang berakal”. (QS. Ali-Imran[3]: 190)
37
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiriatau duduk atau dalam keadan berbaring dan merekamemikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (serayaberkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan inidengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kamidari siksa neraka”. (Q.S. Ali-Imran[3]: 191)
3. Surah Faathir[35]: 27-28
)٢٨-٢٧]: ٣٥[سورة فاطر(
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujandari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahanyang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunungitu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macamwarnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.”(QS. Fathir[35]:27)“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatangmelata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takutkepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi MahaPengampun.(QS. Fathir[35]: 28)
B. Tafsir Ayat-Ayat Al-Qur’an
1. Surat Al-Baqarah[2]: 151
) سورة
)١٥١]: ٢[البقرة“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kamikepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantarakamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu danmensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belumkamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 151).
38
لواعليكم ايتناكماارسلنافيكم رسوالمنكم يـتـPenjelasannya yaitu, sungguh Aku (Allah) berkehendak
menyempurnakan nikmat-Ku kepada kalian, yakni dengan
memberikan kekuasaan kepada kalian dari penyembahan berhala.
Allah juga menyempurnakan nikmat dengan mengutus seorang Rasul
dari kalangan sendiri, yakni Nabi Muhammad saw. Kiblat berada di
negara umat Islam dan Rasul adalah dari kalangan mereka sendiri.
Rasul membacakan ayat-ayat Allah yang membimbing ke jalan yang
benar. Rasul memberi petunjuk ke jalan hidayah.
Hidayah tersebut adalah ayat-ayat Al-Qur’an dan lain-lain yang
merupakan bukti dan dalil yang menunjukkan keesaan dan keagungan
Allah, serta menunjukkan kebijaksanaan Allah Yang Maha mengatur
tatanan langit dan bumi.1 Ayat ini juga merupakan bukti pengabulan
doa Nabi Ibrahim as, yang dipanjatkan ketika beliau bersama putranya
Isma’il as, membangun Ka’bah.2
Sebagaimana doa Nabi Ibrahim pada surat yang sama namun
ayat yang terdahulu. Permohonan Nabi Ibrahim di sana berbunyi:
“Tuhan kami! Utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan
mereka, beliau bermohon agar diutus seorang rasul dari kalangan anak
keturunannya, bukan sekedar dari anak cucunya. Karena itu di dalam
surat al-Baqarah[2]: 129, tidak menyatakan )وابعث منھم( wab’ats
minhum / utuslah dari mereka, tetapi ayat tersebut menyatakan, وابعث (
)فیھم wab’ats fihim / utuslah dari kalangan mereka.3
Menurut Hamka di dalam Tafsir Al-Azhar, yang dimaksud
dengan di antara kamu di sini, bukanlah di antara orang Arab saja,
atau di antara Quraisy saja, melainkan lebih luas. Yaitu mengenai
manusia seluruhnya. Apabila maksud di antara kamu ditujukan kepada
1Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: PT Karya Toha Putra,1992), cet. 2, h. 28.
2M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan,dan Keserasian Al Qur’an, Volume1, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), cet. 1, h. 431.
3Ibid., h. 391.
39
orang Arab, tentu batallah maksud ayat-ayat yang lain, yang
mengandung seruan kepada Bani Adam, atau kepada al-Insan, atau
kepada an-Nas. Tentu batal pula ayat-ayat yang menyatakan bahwa
nabi Muhammad saw, diutus Tuhan adalah untuk rahmat bagi seluruh
alam Rahmatan lil-‘Alamin.4
Sebenarnya, banyak nabi dan rasul yang diutus oleh Allah dari
anak keturunan Nabi Ibrahim as, melalui anaknya Ishaq, bahkan beliau
digelar sebagai bapak para Nabi. Tetapi, seperti diketahui, doa ini
beliau panjatkan di Ka’bah ketika selesai membangunnya bersama
putra beliau Isma’il as.5 Jadi, jelas sekali ayat ini menunjuk dalam
kenyataannya kepada Nabi Muhammad saw, bukan nabi-nabi dari
keturunan Nabi Ibrahim yang melalui putranya Ishaq as, karena bukan
Nabi Ishaq yang berdoa di sini.
Inilah latar belakang mengapa Rasulullah saw, bersabda dalam
hadits yang di kutip oleh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri yaitu:
“Diutusnya aku berawal dari doa ayahku (ibrahim) dan berita
gembira yang disampaikan oleh Isya bin Maryam.”6
Rasul yang dimohonkan itu diharapkan bertugas untuk )یتلوا(
yatluu, yang maknanya membacakan, baik berupa wahyu yang Engkau
turunkan maupun alam raya yang Engkau ciptakan.7 ) یزكیكم )
Yuzakkiikum, yang maknanya menyucikan kamu, artinya bahwa
Rasulullah membersihkan diri dari kemusyrikan dan segala bentuk
maksiat yang merusak jiwa umat manusia dan mengotori akhlak dari
berbagai kotoran perbuatan yang hina, seperti kebiasaan Jahiliyah yang
merajalela.8 Misalnya mengubur anak perempuan hidup-hidup,
membunuh anak dengan maksud meringankan beban penghidupan,
dan gemar mengalirkan darah lantaran persoalan yang sangat sepele.
4Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002), h. 245Ibid.6Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, (Jakarta: Pustaka
Ibnu Katsir, 2011), cet. 4, h. 464.7M. Quraish Shihab, loc. cit.8Ahmad Mustafa al-Maragi, op. cit., h. 29
40
)یعلم( Yu’allimu,merupakan shigat fi’il mudhori dari fi’il madhi
( علم( ‘allama, yang maknanya mengajarkan. Kemudian yang jadi
pertanyaan di sini adalah apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw?
Kandungan )الكتب ) al-Kitab yakni al-Qur’an, atau tulis baca, )والحكمة(
al-Hikmah yakni Sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan
hal yang mendatangkan manfaat serta menampik mudharat.9
Hal senada pun diungkapkan dalam ayat lain:
....) سورة
)١٦٤]: ٣[العمران“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orangyang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorangRasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepadamereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, danmengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah.” Danayat seterusnya(QS. Ali-Imran[3]: 164)
Nabi Muhammad saw, membacakan al-Qur’an untuk mereka
agar dihafal susunan kata-katanya, sehingga al-Qur’an terpelihara dari
perubahan. Nabi juga memberikan petunjuk akan rahasia-rahasia dan
hukum yang terkandung dalam al-Qur’an agar dijadikan sebagai
petunjuk di dalam kehidupan ini.10 Di samping memberikan rahasia-
rahasia syari’at dan tujuan-tujuannya, Rasulullah juga mencontohkan
dengan peragaan amal dihadapan umat Islam. Sehingga dapat
dijadikan sebagai teladan bagi mereka, baik perbuatan ataupun
perkataan.
Jika tidak terdapat penjelasan melalui perbuatan Nabi tersebut,
maka sangat sulit bagi bangsa Arab yang pecah belah dan bermusuhan
untuk bersatu, saling pengertian dan saling persaudaraan menuju
berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengaturan umat manusia.
9M. Quraish Shihab, loc. cit.10Ahmad Mustafa al-Maragi, loc. cit.
41
ويـعلمكم مامل تكونـواتـعلمونDi dalam kitab tafsir al-maragi menjelaskan bahwa, di samping
al-Qur’an dan hikmah-hikmahnya, Nabi juga mengajarkan
pengetahuan yang tidak bersumber dari akal dan analisa. Pengetahuan
tersebut hanya bisa diperoleh melalui wahyu, seperti pemberitaan
tentang alam gaib, perjalanan para Nabi dan riwayat umat terdahulu
yang tampak kurang jelas bagi kalian, dan kisah-kisah yang sama
sekali tidak diketahui oleh ahli kitab. Sekalipun ahli kitab termasuk
umat yang banyak mengetahui tentang sesuatu.11
Dengan kata lain, ahli kitab adalah umat yang paling banyak
mengetahui tentang cerita-cerita umat terdahulu dibanding umat
lainnya. Sebab, kitab mereka ini banyak menyinggung cerita-cerita
tersebut. Sekalipun pengetahuan mereka demikian banyaknya, tidaklah
bisa menandingin pengetahuan yang dimiliki umat Islam yang
mendapat bimbingan Rasulullah saw.12
Menurut M. Quraish Shihab, terdapat sedikit perbedaan antara
permohonan Nabi Ibrahim as, dan pengabulan Allah yang dibahas
pada ayat ini. Menyucikan ditempatkan pada peringkat ketiga dari lima
macam anugerah Allah dalam konteks memperkenankan doa Nabi
Ibrahim itu. Lima macam anugerah itu adalah 1) Rasul dari kelompok
mereka, 2) membacakan ayat-ayat Allah, 3) Menyucikan mereka, 4)
Mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah, 5) Mengajarkan apa yang
mereka belum ketahui.
Sedang, perbedaan tersebut adalah bahwa pada surat yang
sama ayat 129, menyucikan di tempatkan pada peringkat terakhir dari
empat macam permohonan, yaitu 1) Rasul dari kelompok mereka, 2)
Membacakan ayat-ayat Allah, 3) Mengajarkan al-Kitab dan al-
Hikmah, 4) Menyucikan mereka.13
11Ibid., h. 30.12Ibid.13M. Quraish Shihab, op. cit., h. 432.
42
Lebih lanjut M. Quraish Shihab menjelaskan, di sini terlihat
bahwa yang dikabulkan Allah lebih banyak daripada apa yang
dimohonkan. Lihatlah yang dimohonkan Nabi Ibrahim as, hanya empat
macam sedang yang dianugerahkan-Nya sebanyak lima macam yakni
terdapat satu yang tidak dimohonkan yaitu mengajarkan apa yang
mereka belum ketahui. Ini merupakan nikmat tersendiri, mencakup
banyak hal dan melalui sekian cara.14 Memang, sejak dini al-Qur’an
telah mengisyaratkan dalam wahyu pertama (Iqra) bahwa ilmu yang
diperoleh manusia diraih dengan dua cara. Pertama, upaya belajar
mengajar, dan kedua anugerah langsung dari Allah berupa ilham dan
intuisi.
Hal kedua yang terlihat dari hasil membandingkan permohonan
Nabi Ibrahim as, dan pengabulan Allah adalah bahwa Allah
mendahulukan apa yang dimohon terakhir dan mengakhirkan apa yang
dimohon terlebih dahulu.15 Yang terakhir disebutkan oleh Nabi
Ibrahim as, adalah penyucian sedang penyucian disebut oleh Allah
dalam konteks pengabulan pada peringkat ketiga setelah pembacaan
ayat-ayat-Nya dan sebelum mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah. Ini
menunjukan bahwa membaca ayat-ayat Allah (walau sebelum
memperoleh rahasia-rahasianya) telah dapat mengantarkan kepada
kesucian jiwa.
Demikian Allah mengatur anugerah-Nya, pengaturan yang
sesuai dengan yang terbaik untuk manusia. Di sisi lain, ia juga
menunjukkan bahwa Allah memilihkan yang terbaik bagi hamba-
hamba-Nya yang tulus bermohon. Di samping itu terlihat pula bahwa
doa tidak mesti terkabul seketika. Lihatlah berapa lama jarak antara
doa Nabi Ibrahim as, dan diutusnya Nabi Muhammad saw. Ribuan
tahun lamanya.
14Ibid.15Ibid.
43
2. Surat Ali-Imran[3]: 190-191
)١٩١-١٩۰]: ٣[سورة العمران(
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silihbergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagiorang-orang yang berakal.” (QS. Ali-Imran[3]: 190)“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiriatau duduk atau dalam keadan berbaring dan merekamemikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (serayaberkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan inidengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kamidari siksa neraka.” (QS. Ali-Imran[3]: 191)
Sebelum penulis melanjutkan lebih jauh mengenai penafsiran
ayat ini, terlebih dahulu penulis akan mengemukakan mengenai
asbabun nuzul (sebab turunnya) surat Ali-Imran [3] ayat 190 ini,
menurut Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin As-Suyuthi, dia berkata:
Orang-orang Quraisy mendatangi orang-orang Yahudi danbertanya kepada mereka, “Apa tanda-tanda yang dibawa Musakepada kalian?” Orang-orang Yahudi itu menjawab, “tongkatdan tangan yang putih bagi orang-orang yang melihatnya.”Lalu orang-orang Quraisy itu mendatangi orang-orang Nasrani,lalu bertanya kepada mereka, “Apa tanda-tanda yangdiperlihatkan Isya?” Mereka menjawab, “Dia dulumenyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta danmenghidupkan orang mati.” Lalu mereka mendatangi Nabisaw, lalu mereka berkata kepada beliau, “Berdoalah kepadaTuhanmu untuk mengubah bukit Shafa dan Marwah menjadiemas untuk kami.” Lalu beliau berdoa, maka turunlah firmanAllah swt ini.16
16Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008),h. 148-149.
44
سماوات واألرض إن يف خلق الDi dalam kitab shahih tafsir ibnu katsir, Pada ketinggian dan
luasnya langit serta kerendahan bumi dan kepadatannya. Dan apa yang
ada pada keduanya berupa tanda-tanda kekuasaan Allah yang agung
dan dapat disaksikan, berupa bintang-bintang, komet, daratan dan
lautan, pegunungan, tanah gersang, pepohonan, tumbuh-tumbuhan,
tanaman, buah-buahan, binatang, barang tambang, serta berbagai
macam warna, aroma dan rasa.17 Menurut Ahmad Mustafa al-
Maragi, ) الخلق( al-Khalqu, artinya perkiraan dan penyusunan yang
menunjukkan pada tatanan yang mantap.18
واختالف اليل والنـهار Menurut Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, silih bergantinya
siang dan malam, keduanya susul-menyusul, serta panjang dan
pendeknya.19 Terkadang dalam perubahan antara malam dan siang ini
terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut yaitu terkadang ada malam
yang lebih panjang dan siang yang lebih pendek, atau mungkin
sebaliknya. Lalu masing-masing dari dari keduanya itu menjadi
seimbang. Semua itu karena Allah yang Mahaperkasa lagi
Mahamengetahui.
Di dalam Tafsir al-Maragi, hal senada pun dijelaskan namun
dengan redaksi kata yang berbeda. Sesungguhnya dalam tatanan langit
dan bumi serta keindahan perkiraan dan keajaiban ciptaan-Nya juga
dalam silih bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang
tahun yang dapat kita rasakan langsung pengaruhnya pada tubuh kita
dan cara berpikir kita karena pengaruh panas matahari, dinginnya
malam, dan pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna, dan
17Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Jakarta: PustakaIbnu Katsir, 2011), cet. 4, h. 389.
18Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz IV, (Semarang: PT Karya Toha Putra,1992), cet. 2, h. 286.
19Ibid.
45
sebagainya merupakan bukti yang menunjukkan keesaan Allah,
kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya.20
Kata )األلباب( al-albab adalah bentuk jamak dari )لب ( lubb yaitu
saripati sesuatu.21 Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi
isinya. Isi kacang dinamai lubb. Menurut M. Quraish Shihab, Ulul
Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni yang tidak
diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan
kerancuan dalam berpikir.22
Menurut Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Ulul albab adalah
mereka mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui
hakekat banyak hal secara jelas dan nyata. Mereka bukan orang yang
tuli dan bisu yang tidak berakal.23 Menurut Ahmad Mustafa al-Maragi,
Ulul Albab adalah orang-orang yang mau menggunakan pikirannya,
mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya,
menggambarkan keagungan Allah dan mau mengingat hikmah akal
dan keutamaannya, di samping keagungan karunia-Nya dalam segala
sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa berdiri, duduk,
berjalan, berbaring dan sebagainya.24
Kesimpulannya, bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak
melalaikan Allah Swt, dalam sebagian besar waktunya. Mereka merasa
tenang dengan mengingat Allah Swt, dan tenggelam dalam kesibukan
mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah Swt, selalu mengawasi
mereka.
Kemudian, ayat selanjutnya menjelaskan sebagian dari ciri-ciri
siapa yang dinamai Ulul Albab, yaitu )یذكرون هللا ( orang-orang yang
mengingat Allah. Baik laki-laki maupun perempuan yang senantiasa
mengingat dengan ucapan dan atau hati dalam seluruh situasi dan
20Ahmad Mustafa al-Maragi, op. cit., h. 288.21M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan,dan Keserasian Al Qur’an, Volume
2, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), cet. 1, h. 370.22M. Quraish Shihab, loc. cit.23Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, loc. cit.24Ahmad Mustafa al-Maragi, op. cit., h. 290.
46
kondisi saat bekerja atau istirahat.25 Atau dengan kata lain, mereka
tidak henti-hentinya berdzikir dalam setiap keadaan, baik dengan hati
maupun lisan mereka.
ويـتـفكرون يف خلق السماوات واألرض Menurut Ahmad Mustafa al-Maragi, mereka mau memikirkan
tentang kejadian langit dan bumi beserta rahasia-rahasia dan manfaat-
manfaat yang terkandung di dalamnya yang menunjukan pada ilmu
yang sempurna, hikmah tertinggi dan kemampuan yang utuh.26 Dengan
memahami hikmah yang terdapat pada keduanya yang menunjukkan
keagungan Sang Pencipta, juga kekuasaan, keluasan ilmu, perbuatan,
serta rahmat-Nya.
Pada surat yang lain, Allah benar-benar mencela orang-orang
yang enggan mengambil pelajaran dari penciptaan makhluk-makhluk-
Nya. Padahala semua itu menunjukkan keesaan Zat dan sifat-Nya, juga
menunjukkan syari’at dan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Allah
berfirman:
. ) سورة
)١۰٦-١۰٥]: ١٢[يوسف“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langitdan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpalingdari padanya. Dan sebahagian besar dari mereka tidakberiman kepada Allah, melainkan dalam Keadaanmempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).”(QS. Yusuf[12]: 105-106)
Menurut M. Quraish Shihab, terlihat bahwa objek zikir adalah
Allah Swt, sedang objek fikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa
fenomena alam. Ini menandakan bahwa pengenalan kepada Allah lebih
banyak didasarkan kepada kalbu, sedang pengenalan alam raya oleh
25M. Quraish Shihab, op. cit., h. 37226Ahmad Mustafa al-Maragi, op. cit., h. 291.
47
penggunaan akal, yakni berfikir.27 Akal memiliki kebebasan seluas-
luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki
keterbatasan dalam memikirkan Zat Allah Swt. Lebih lanjut M.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa:
Islam tidak menolak desakan akal atau dorongan nalar.Bukankah beragam argumen akliah yang dipaparkanbersamaan dengan sentuhan-sentuhan rasa guna membuktikankeesaan-Nya? Bukankah al-Qur’an memuji Ulul Albab yangberzikir dan berpikir tentang kejadian langit dan bumi?Bukankah Dia memerintahkan untuk memandang alam danfenomenanya dngan pandangan nazhar/nalar sertamemikirkannya? Bukankah bukti-bukti kehadiran-Nyadipaparkan sedemikian jelas melalui berbagai pendekatan?Tetapi, akal manusia sering kali tidak puas hanya sampai padatitik di mana wujud-Nya terbukti, akal manusia sering kaliingin mengenal Zat dan hakikat-Nya, bahkan ingin melihat-Nya dengan mata kepala seakan-akan Tuhan adalah sesuatuyang dapat terjangkau oleh pancaindera.28
Al-asbahani, dalam hal ini telah meriwayatkan sebuah hadis
dari Abdullah bin Salam, sebagaimana yang penulis kutip dari kitab
Tafsir al-Maragi bahwa Rasulullah saw, pernah pergi keluar bersama
para sahabatnya sedangkan waktu itu mereka sedang bertafakkur.
Kemudian Rasulullah saw, bersabda:
تـفكروايف اخللق والتـتـفكرواىف اخلالق “Pikirkanlah oleh kalian tentang makhluk Allah SWT, danjangan sekali-kali kalian memikirkan tentang Allah SWT.”29
Kesimpulannya, bahwa keberuntungan dan keselamatan hanya
bisa dicapai melalui mengingat Allah dan memikirkan makhluk-
makhluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya Sang Pencipta Yang
Esa, yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
ربـناماخلقت هذاباطال سبحنك Dalam tafsir al-maragi dijelaskan bahwa orang-orang yang
berzikir lagi berfikir mengatakan, “Ya Tuhan kami, tidak sekali-kali
27M. Quraish Shihab, op. cit., h. 373.28Ibid., h. 374.29Ahmad Mustafa al-Maragi, loc. cit.
48
Engkau menciptakan alam yang ada di atas dan yang di bumi yang
kami saksikan tanpa arti, dan Engkau tidak menciptakan semuanya
dengan sia-sia. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami, dari segala yang
tidak berarti dan sia-sia, bahkan semua ciptaan-Mu itu adalah hak,
yang mengandung hikmah-hikmah yang agung dan maslahat-maslahat
yang besar.30
Menurut M. Quraish Shihab, didahulukannya kata ( سبحانك(
subhanaka yang terjemahnya adalah Mahasuci Engkau atas
permohonan terpelihara dari siksa neraka adalah mengajarkan
bagaimana seharusnya bermohon, yaitu mendahulukan penyucian
Allah dari segala kekurangan, yakni memuji-Nya baru mengajukan
permohonan. Ini demikian agar si pemohon menyadari aneka nikmat
Allah yang telah melimpah kepadanya sebelum adanya permohonan,
sekaligus untuk menampik segala macam kekurangan dan
ketidakadilan terhadap Allah apabila ternyata permohonan yang
diajukan belum diperkenankan-Nya.31
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa semakin banyak hasil
yang diperoleh dari zikir dan pikir, dan semakin luas pengetahuan
tentang alam raya, semakin dalam pula rasa takut kepada-Nya, yang
antara lain tercermin pada permohonan untuk dihindarkan dari siksa
neraka.
فقناعذاب النارDi dalam kitab shahih tafsir ibnu katsir, maksudnya adalah
wahai Rabb yang menciptakan segala makhluk dengan sungguh-
sungguh dan adil. Wahai Zat yang dijauhkan dari kekurangan, aib dan
hal yang sia-sia, peliharalah kami dari adzab Neraka dengan daya dan
kekuatan-Mu. Berilah taufik kepada kami untuk mengerjakan amal
30Ahmad Mustafa al-Maragi, op. cit., h. 292.31M. Quraish Shihab, op. cit., h. 376.
49
shalih yang dapat mengantarkan kami ke surga serta menyelamatkan
kami dari adzab-Mu yang pedih.32
3. Surat Faathir[35]: 27-28
)٢٨-٢٧]: ٣٥[سورة فاطر(
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujandari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahanyang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunungitu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macamwarnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.” (QS. Faathir[35]:27).“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatangmelata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takutkepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(QS. Faathir[35]: 28).
امل تـران الله انـزل من السماءماء فاخرجنابه مثرت خمتلفاالوانـهاDi dalam tafsir al-Maragi dijelaskan yaitu Allah Swt, berfirman
tentang kesempurnaan kekuasaan-Nya. Tidaklah engkau saksikan hai
orang yang melihat, bahwa sesungguhnya Kami (Allah) telah
menciptakan bermacam-macam barang dari satu materi. Yaitu kami
turunkan air dari langit, dan dengan air itu Kami (Allah) keluarkan
buah-buahan yang bermacam-macam warnanya, rasanya, dan baunya,
sebagaimana dapat disaksikan warna-warni dari buah-buahan itu, dari
kuning, merah sampai hijau dan seterusnya. 33
32Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, op. cit., h. 39133Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi , Juz XXII, (Semarang: PT Karya Toha
Putra, 1992), cet. 2, h. 218.
50
M. Quraish Shihab menambahkan, bahwa seandainya yang
melakukan itu adalah nature/alam tentu hal-hal tersebut tidak akan
beragam dan bermacam-macam. Dan perbedaan serta keragaman
serupa terjadi juga pada yang lebih kukuh dari buah-buahan.34
وغرابيب سود ومن اجلبال جددبيض ومحرخمتلف الوانـهاDi dalam shahih tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa, Dia
(Allah) menciptakan gunung-gunung, yang beraneka warna,
sebagaimana yang bisa disaksikan, ada yang berwarna putih dan ada
pula yang merah. Pada sebagian gunung itu ada jalan-jalan, dan itulah
yang dimaksud judad (garis), bentuk jamak dari juddah (satu garis),
yang beraneka warna juga. 35
Ibnu ‘Abbas ra berkata, lafazh ) جدد( judad, semakna dengan
)طرائق( tharaaiq, yakni jalan-jalan. 36 Di dalam tafsir al-Misbah, kata
)جدد( judad adalah bentuk jamak dari kata ( جدة( juddah, yakni jalan.
Kata )بیض( bidh adalah bentuk jamak dari kata )أبیض( abyadh, kata
)سود( sud adalah bentuk jamak dari kata )اسود( aswad/hitam, dan kata
)حمر( humur adalah bentuk jamak dari kata )أحمر( ahmar.37 Demikian
juga yang dikatakan Abu Malik, Hasan, Qatadah, dan as-Suddi.
Di antara gunung-gunung itu ada pula yang berwarna hitam
pekat. Ikrimah berkata, “Al-gharabib ialah gunung-gunung yang tinggi
lagi hitam.38 Demikian juga yang dikatakan Abu Malik, ‘Atha’ al-
Khurasani dan Qatadah. Ibnu Jarir berkata, “Apabila menyifati sesuatu
yang berwarna hitam dengan hitam yang pekat, maka bangsa Arab
berkata: aswad gharib.39
34M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan,dan Keserasian Al Qur’an, Volume11, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), cet. 1, h. 58.
35Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 7, (Jakarta: PustakaIbnu Katsir, 2011), cet. 4, h. 484.
36Ibid.37M. Quraish Shihab, loc. cit.38Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, loc. cit.39Ibid.
51
Adapun kata )غرابیب( gharabib menurut M. Quraish Shihab
adalah bentuk jamak dari kata ) غربیب( ghirbib yaitu yang pekat
(sangat) hitam. Sebenarnya istilah yang lumrah dipakai adalah
)سودغرابیب( sud gharabib/hitam pekat, tetapi redaksi ayat ini
membaliknya untuk menggambarkan kerasnya kepekatan itu.40
Menurut tim penyusun Tafsir al-Muntakhab, kemukjizatan ayat
ini dari segi ilmu pengetahuan bukan saja tampak ketika ia
menyebutkan bahwa warna gunung yang bermacam-macam itu
disebabkan adanya perbedaan materi-materi yang dikandung oleh
bebatuan gunung-gunung itu. Jika materinya besi, warna dominannya
adalah merah; jika materinya batubara, maka warna dominannya
hitam; jika materinya perunggu, maka gunung tersebut berwarna
kehijau-hijauan; dan seterusnya.41
Kemukjizatan ayat ini sebenarnya sangat menonjol ketika ia
mengaitkan adanya berbagai jenis buah-buahan meskipun
pepohonannya disiram dengan air yang sama, dengan penciptaan
gunung-gunung yang beraneka warna meskipun juga berasal dari suatu
materi yang sama di dalam perut bumi. Materi ini, oleh para geolog,
dinamakan magma yang muncul di berbagai kawasan bumi. Akan
tetapi, karena kemunculan magma itu dari kedalaman yang berbeda,
maka kandungannya menjadi berbeda pula.
ومن الناس والدواب واألنـعام خمتلف ألوانه كذلك Menurut Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri yaitu, demikian juga
makhluk hidup yang lain, termasuk manusia dan hewan, yaitu makhluk
yang berjalan di atas kaki yang kokoh serta binatang ternak. Pada ayat
ini terdapat (‘athf) dari sesuatu yang khusus kepada sesuatu yang
umum. Kata al-an’aam (ternak) yang bersifat khusus di-athaf-kan
kepada kata ad-dawabb (binatang melata) yang bersifat umum.42
40M. Quraish Shihab, op. cit., h. 59.41Ibid.42Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, loc. cit.
52
Firman-Nya: ) كذلك( kadzalika dipahami oleh banyak ulama
dalam arti seperti keragaman itu juga tejadi pada makhluk-makhluk
hidup itu. Ada juga ulama yang memahaminya dalam arti “seperti
itulah perbedaan-perbedaan yang tampak dalam kenyataan yang
dialami makhluk”. Ini kemudian mengantar kepada pernyataan
berikutnya yang maknanya adalah “yang takut kepada Allah dari
manusia yang berbeda-beda warnanya itu hanyalah para
ulama/cendekiawan.”43
Ayat ini menggarisbawahi juga kesatuan sumber materi namun
menghasilkan aneka perbedaan. Sperma yang menjadi bahan
penciptaan dan cikal bakal kejadian manusia dan binatang, pada
hakikatnya tampak tidak berbeda dalam kenyataannya satu dengan
yang lain. Bahkan, sekiranya kita menggunakan alat pembesar sekali
pun, sperma-sperma tersebut tampak tidak berbeda. Di sinilah letak
salah satu rahasia dan misteri gen dan plasma.
Di antara manusia pun terdapat berbagai bangsa dan ras. Di
anatara mereka ada bangsa Barbar, Habsyi dan bangsa yang berwarna
kulit sangat hitam. Ada juga yang berbangsa Slaves dan Romawi yang
berwarna kulit amat putih. Adapun bangsa Arab berada di antara kedua
warna itu, sedang bangsa India selain warna tersebut. Maka sungguh
benar jika ayat ini menyatakan bahwa para ilmuwan yang mengetahui
rahasia-rahasia penciptaan sebagai kelompok manusia yang paling
takut kepada Allah.
Karenanya Allah Swt, berfirman di ayat yang lain,
... )٢٢]: ٣۰[سورة الروم(
“... dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat
43M. Quraish Shihab, op. cit., h. 60.
53
tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Ar-Ruum[30]: 22)
اخيشى الله من عباده العلماء إمنDi dalam Shahih Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan yang merasa
takut kepada-Nya dengan sebenar-benar rasa takut hanyalah para
ulama yang memiliki pengetahuan tentang Dia. Sebab, setiap kali
bertambah pengetahuannya tentang Dia Yang Mahaagung, Mahakuasa,
dan Maha Mengetahui, maka makin bertambah pula rasa takutnya.
Setiap kali pengetahuan dan pemahamannya tentang Allah Swt, yang
disifati dengan sifat-sifat sempurna dan diiringi dengan Nama-Nama
yang baik (Asmaa’ul Husna), maka rasa takut kepada-Nya pun lebih
agung dan lebih sempurna pula.44
Menurut Hamka, di pangkal ayat ini Tuhan memakai kata
“innama”, yang berarti “lain tidak hanya”. Ahli-ahli ilmu nahwu
mengatakan bahwa huruf innama itu adalah أداة حصر adaatu hashr,
yang artinya alat untuk pembatas. Sebab itu artinya yang tepat dan jitu
ialah: Lain tidak hanyalah orang-orang yang berilmu jua yang akan
merasa takut kepada Allah. Kalau ilmu tidak ada, tidaklah orang akan
merasa takut kepada Allah.45
Menurut M. Quraish Shihab, kata )علماء( ‘ulama adalah bentuk
jamak dari kata )عالم( ‘alim yang terambil dari akar kata yang berarti
mengetahui secara jelas. Karena itu, semua kata yang terbentuk oleh
huruf-huruf ‘ain, lam, dan mim selalu menunjuk kepada kejelasan,
seperti )علم( ‘alam/bendera, )عالم( ‘alam/alam raya atau makhluk yang
memiliki rasa dan atau kecerdasan, )عالمة( ‘alamah/alamat.46
Menurut Thabathaba’i sebagaimana dikutip oleh M. Quraish
Shihab, menulis bahwa mereka itu adalah yang mengenal Allah Swt,
dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya,
44Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, op. cit., h. 485.45Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002), h. 245.46M. Quraish Shihab, op. cit., h. 60-61.
54
pengenalan yang bersifat sempurna sehingga hati mereka menjadi
tenang dan keraguan serta kegelisahan menjadi sirna, dan tampak pula
dampaknya dalam kegiatan mereka sehingga amal mereka
membenarkan ucapan mereka.47
Sementara itu, Thahir Ibn Asyur menulis bahwa yang dimaksuddengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui tentangAllah dan syariat. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal itusebesar itu juga kadar kekuatan khasyat/takut. Adapun ilmuwandalam bidang yang tidak berkaitan dengan pengetahuan tentangAllah serta pengetahuan tentang ganjaran dan balasan-Nya,pengetahuan mereka itu tidaklah mendekatkan mereka kepadarasa takut dan kagum kepada Allah. Seorang yang alim, yakniyang dalam pengetahuannya tentang syariat, tidak akan samarbaginya hakikat-hakikat keagamaan. Dia mengetahuinyadengan mantap dan memperhatikannya serta mengetahuidampak baik dan buruknya, dan dengan demikian dia akanmengerjakan atau meninggalkan satu pekerjaan berdasar apayang dikehendaki Allah serta tujuan syariat. Demikian lebihkurang menurut Ibn Asyur.48
Sementara itu, di dalam Tafsir Al-Misbah, Pendapat yang
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “ulama” pada ayat ini
adalah “yang berpengetahuan agama” bila ditinjau dari segi
penggunaan bahasa Arab tidaklah mutlak demikian. Siapa pun yang
memiliki pengetahuan, dan dalam disiplin apa pun pengetahuan itu,
maka ia dapat dinamai ‘alim. Dari konteks ayat ini pun, kita dapat
memperoleh kesan bahwa ilmu yang disandang oleh ulama itu adalah
ilmu yang berkaitan dengan fnomena alam.49
Sayyid Quthub, menamai fenomena alam antara lain yang
diuraikan ayat-ayat di atas dengan nama Kitab alam yang sangat indah
lembaran-lembarannya dan sangat menakjubkan bentuk dan warnanya.
Ulama ini kemudian menulis bahwa: Ulama adalah mereka yang
memerhatikan kitab yang menakjubkan ini. Karena itu, mereka
47Ibid., h. 61.48Ibid.49Ibid.
55
mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya.50 Mereka
mengenal-Nya melalui hasil ciptaan-Nya, mereka menjangkau-Nya
melalui dampak kuasa-Nya, serta merasakan hakikat kebesaran-Nya
dengan melihat hakikat ciptaan-Nya, dari sini maka mereka takut
kepada-Nya serta bertakwa sebenar-benarnya.
Di dalam Tafsir Al-Azhar, menjelaskan bahwa apabila
direnungkan ayat 27-28 ini. Jelaslah bahwa jangkauan ulama itu
amatlah luas. Nampaklah bahwa guru bukanlah semata-mata kitab
saja. Alam itu sendiri adalah kitab yang terbuka luas. Setelah berguru
kepada Alam terbukalah hijab dan jelaslah Tuhan dengan serba-serbi
kebesaran dan keagungan-Nya, lalu timbullah rasa takut kalau-kalau
umur telah terbuang percuma saja.51
Dengan demikian jelas pula bahwa Ulama dalam ayat ini,
bukanlah hanya sekedar orang yang tahu hukum-hukum agama secara
terbatas, dan bukan orang yang hanya mengaji kitab Fiqh, dan bukan
pula ditentukan oleh jubah dan sorban yang besar. Akan tetapi, ulama
dalam ayat ini merupakan orang-orang yang mendalam ilmunya dan
dengan ilmunya itu lebih menambahkan ketaatannya kepada Allah.
C. Temuan Penelitian
1. Muzakki
Muzakki apabila ditinjau dari sudut pandang etimologi, berasal dari
bahasa Arab kata )يمزك ( muzakki, yakni isim fa’il dari fi’il madhi )زكي(
zakka yang berarti berkembang, tumbuh, bertambah, menyucikan,
membersihkan, memperbaiki, dan menguatkan. Dengan demikian muzakki
adalah orang yang membersihkan, mensucikan sesuatu agar ia menjadi
bersih dan suci terhindar dari kotoran.52
Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka muzakki adalah pendidik
yang bertanggung jawab untuk memelihara, membimbing, dan
50Ibid.51Hamka, op. cit., h. 246.52Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 144.
56
mengembangkan fitrah peserta didik, agar ia selalu berada dalam kondisi
suci dalam keadaan taat kepada Allah terhindar dari perbuatan tercela.
Menurut Ibnu Abbas kalimat wayuzakkihim berarti “membersihkan
hati dengan iman”. Sedangkan menurut imam Suyuthi, “menyucikan
mereka dari kotoran-kotoran akidah dan kotoran-kotoran jahiliyah”.53
Dengan kata lain dapat dipahami bahwa, muzakki adalah orang yang
bersih dari kebodohan dan kerusakan akhlak, kotoran kepercayaan dan
kemusyrikan. Dengan kualitas seperti ini menurut Hamka, seorang
muzakki bertugas untuk membersihkan mereka pada rohani dengan
jasmani. Sehingga dapat membedakan mana kepercayaan yang kotor
dengan yang bersih. Kebersihan itulah yang akan membuka akal dan budi,
sehingga selamat dalam kehidupan.54
Secara khusus penulis perlu menyebutkan bahwa, guru profesional
yang berperan sebagai (agent of social change) agen penggerak perubahan
sosial ke arah yang lebih baik, dengan cara mendidik para siswanya
sehingga tercipta peradaban manusia yang lebih baik. Maka sebaiknya
peran dan fungsi guru saat ini, diarahkan pada karakter seorang al-
muzakki. Dengan kata lain, seorang guru harus memiliki kelebihan dari
murid-muridnya dalam hal kepribadian.
Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pendidikan, khususnya dalam membentuk pribadi peserta
didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang
mencontoh, termsuk mencontoh pribadi gurunya dalam bentuk pribadinya.
Hal itu menunjukkan bahwa kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh
peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Oleh karena itu, guru
harus berani tampil beda, harus berbeda dari penampilan orang lain yang
bukan guru, beda dan unggul.
Seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap, berakhlak
mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Dengan
53A.F. jaelani, Penyucian Jiwa (Tazkiyat Al-Nafs)&Kesehatan Mental, (Jakarta: Amzah,2000), cet. 1, h. 43.
54Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 1, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), h. 311.
57
kata lain guru harus melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional, dan
dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang
mantap, stabil, dan dewasa. Ketidakstabilan akan mengakibatkan, emosi
yang melunjak, yang terungkap dengan kata-kata, raut muka, gerakan-
gerakan tertentu, bahkan ada yang dilahirkan dalam bentuk kontak fisik
pada area terlarang.
Sehubungan dengan uraian di atas, setiap guru dituntut untuk
memiliki kepribadian yang baik agar mampu menanamkan nilai-nilai
kepribadian kepada peserta didik yang baik pula. Dalam hal ini, Al-Qur’an
menawarkan melalui ayat yang telah penulis kaji pada bab sebelumnya,
dimana ayat tersebut menunjukkan kosa kata yaitu al-muzakki, yang secara
eskplisit menunjukkan pada kompetensi kepribadian yang harus dimiliki
oleh guru profesional.
Dapat diketahui bahwa fungsi guru sebagai al-muzakki adalah
orang yang memiliki mental dan karakter yang mulia. Sebagai al-muzakki,
ia akan membersihkan dirinya dan anak didiknya dari pengaruh negatif
yang merusak akhlak, serta akan menjauhkan dirinya dari berbuat dosa dan
maksiat. Seorang guru yang al-muzakki tentunya akan senantiasa memiliki
ciri-ciri sebagai berikut yakni, syukur, sabar, rendah hati, dan
qana’ah/sederhana.
a. Syukur
Seorang guru harus bersyukur kepada Allah Swt, Tuhan Yang
Maha Esa, atas semua nikmat yang telah di anugerahkan. Posisi,
jabatan, dan status sosialnya di masyarakat sebagai guru merupakan
karunia Allah yang sangat besar. Ini mengingat jarang sekali ada orang
yang secara sadar ingin mengabdikan diri kepada Allah melalui profesi
guru. Allah telah menunjuk dan mempercayakan peran itu kepadanya,
oleh karena itu dia wajib mensyukurinya.
Kata “syukur” adalah kata yang berasal dari bahasa Arab.
Secara harfiah, syukur berasal dari kata syakara yang berarti
membuka. Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan
58
sebagai rasa terima kasih kepada Allah dan untunglah (menyatakan
lega, senang, dan sebagainya).55 Ini berarti bersyukur adalah
menampakkan nikmat yang Allah Swt berikan kepada kita, baik dalam
bentuk ucapan maupun perbuatan.
Syukur merupakan proses kejiwaan dan ungkapan batin atas
apa yang diperolehnya, boleh jadi yang diperolehnya tidak dalam
bentuk materi, seperti kesehatan, kecerdasan, jabatan, kedudukan,
penghargaan, dan sebagainya. Syukur juga merupakan bukti kesehatan
mental seseorang. Allah berjanji akan menambahkan nikmat bagi
orang yang bersyukur. Sikap dan sifat syukur ditunjukkan dalam
meningkatkan ibadah dan ikhtiar, yang semuanya itu dilakukan karena
Allah dan untuk Allah. Kedudukan syukur mengisyaratkan kesadaran
serta mencakup ikhwal keluasan rahmat Allah atas hamba-Nya.
Sifat senantiasa ber-syukur amat sangat dibutuhkan oleh
seorang guru profesional untuk menjalankan perannya sebagai al-
muzakki. Karena, di antara manfaat syukur yang dapat dirasakan oleh
masing-masing individu adalah, dapat menentramkan hati, dapat
membangun semangat baru, dan dapat mengobati kekecewaan.
Manfaat dari syukur ini, tentu sangat dibutuhkan untuk membentuk
pribadi siswa yang positif dan tangguh.
b. Sabar
Sabar diartikan tabah, yaitu dapat menahan diri dari hal-hal
yang bertentangan dengan hukum Islam, baik dalam keadaan lapang
maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang
iman.56 Menurut M. Quraish Shihab, sabar adalah menahan kehendak
nafsu demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Secara umum,
kesabaran dapat dibagi dalam dua bagian pokok: yaitu sabar jasmani
dan sabar ruhani. Yang pertama adalah kesabaran dalam menerima dan
55M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai PersoalanUmat, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), cet. 19, h. 215.
56Fua’ad Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru, (Jakarta: DarulHaq, 2010), cet. 3, h. 21.
59
melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota
tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang
mengakibatkan keletihan atau sabar dalam menerima cobaan-cobaan
yang menimpa jasmani, seperti penyakit, penganiayaan dan
semacamnya. Sedangkan sabar ruhani menyangkut kemampuan
menahan kehendak nafsu seksual yang bukan pada tempatnya.57
Selanjutnya, Rif’at Syauqi Nawawi mengutip pendapat Imam
Ghazali mengenai lingkup wilayah aplikasi sabar, yaitu meliputi tiga
wilayah, antara lain
1) Ash-Shabr fi ath-tha’ah (terus-menerus sabar menjalankan
ketaatan).
2) Ash-Shabr ‘an al-ma’shiyyah (sabar dalam rangka menghindarkan
diri dari maksiat), dan
3) Ash-Shabr’ala al-musibah (tegar dan sabar dalam menghadapi
musibah).58
Dari paparan Imam Al-Ghazali tersebut dapat ditegaskan
bahwa kesabaran yang dimiliki manusia seharusnya menghasilkan
sikap aktif dalam beberapa hal, yaitu terus menerus menjunjung sikap
taat kepada Allah, terus menerus berusaha menghindarkan diri dan
tindakan-tindakan maksiat kepada Allah, dan tetap tegar dan optimis
serta tabah dalam menghadapi hal-hal yang secara lahiriah tidak
menyenangkan, seperti bersabar dalam menghadapi berbagai keadaan
yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Sikap sabar ini tentunya sangat diperlukan sekali bagi seorang
guru profesional, karena untuk membiasakan siswa agar memiliki
pribadi yang baik, bukan hal yang mudah. Maka dari itu sikap sabar ini
sangat diperlukan sekali bagi guru untuk menjalankan perannya
sebagai al-muzakki.
57M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,volume 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), cet. 2, h. 292.
58Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta: Amzah, 2011), cet. 1, h. 74.
60
c. Rendah Hati
Lawan dari sikap rendah hati adalah sombong. Sikap sombong
berasal dari iblis, dan tidak boleh ada seorang pun manusia yang
pantas mengikutinya. Ada dua jenis kesombongan, pertama
kesombongan yang terbuka, terang-terangan, nyata dan kedua
tersembunyi, diam-diam, atau rahasia. Kesombongan yang
tersembunyi adalah sebutan bagi perasaan dalam diri seseorang yang
merasa serba lebih daripada orang lain. Bilamana diwujudkan dalam
tindakan, maka ia disebut kesombongan yang terbuka, kesombongan
yang terang-terangan. Perasaan unggul atau lebih (superioritas) dari
orang lain di dalam hati disebut kibr (merasa diri lebih dari orang lain).
Ketika kibr diungkapkan dalam perbuatan, ia disebut sombong
(takabur). Oleh karena itu, merasa diri unggul, merasa diri lebih
menjadi pokok pangkal kesombongan. Merasa diri lebih adalah takjub
(heran dan bangga) bahwa dirinya lebih hebat, lebih pandai, lebih
kaya, dan lebih saleh daripada orang lain.59
Sifat sombong ini tentu sangat dilarang untuk diikuti,
sebagaimana firman-Nya, QS Al-Baqarah[2]: 34
)٣٤]: ٢[سورة البقرة(
“dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat:"Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecualiIblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golonganorang-orang yang kafir.(QS. Al-Baqarah[2]: 34).Bagi seorang guru profesional, sifat rendah hati ini tentunya
menjadi sifat yang amat sangat dibutuhkan. Karena dengan sifat ini,
dapat memberikan energi positif bagi para peserta didik. Selain itu,
sifat ini dapat menuntun seorang guru agar menjadi pribadi yang
demokratis. Seorang guru yang demokratis tentunya dapat terbuka
59Purwanto, Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama, Terj. dari Ihya ‘Ulumuddin oleh Al-Ghazali, Jilid II, (Bandung: Marja, 2011), cet. 1, h. 391.
61
menerima kritik dan masukan, sehingga seorang guru dapat
mengarahkan peserta didik menjadi pribadi yang baik dan berakhlakul
karimah. Lain halnya dengan guru yang memiliki sifat sombong
(takabur), sifat ini pasti akan memberikan energi negatif bagi para
peserta didiknya. Dengan sifat sombong ini tentunya seorang guru
tidak akan mampu mengarahkan peserta didiknya untuk menjadi
pribadi yang baik.
d. Qana’ah/sederhana
Orang yang mempunyai sifat qana’ah adalah orang yang rela
menerima apa pun yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya. Ia tidak
tergiur oleh kemewahan atau kekayaan yang dimiliki oleh orang lain,
karena dirinya sudah merasa cukup, ia merasa dirinya kaya dengan apa
yang ia milikinya.60 Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan,
tidak mau berusaha sebaik-baiknya. Akan tetapi qana’ah untuk
mendatangkan rasa tentram dalam hati dan menjauhkan diri dari sifat-
sifat serakah dan tamak.
Guru yang qana’ah/sederhana bertindak cermat dan penuh
perhitungan. Ini menunjukkan kecerdasan intelektual, emosional,
spiritual, dan sosialnya yang tinggi. Seluruh aspek kehidupannya
bermanfaat, seperti anggota seluruh tubuh, dari ujung rambut sampai
ujung kaki, ciptaan Allah yang maha sempurna. Sehingga tidak ada
yang mubadzir, semua manfaat dan tepat guna.
Seorang guru adalah model yang sempurna perilaku bagi
masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu dia harus
menunjukkan sikap yang bisa menularkan kebaikan bagi banyak orang.
Pola pikirnya sederhana, sehingga mudah dipahami oleh murid-
muridnya. Tutur kata dan alur bicaranya sistematis, tidak bertele-tele
tapi menyenangkan dan enak didengar. Dalam banyak hal, guru yang
qana’ah/sederhana selalu bertindak serta berprilaku lemah-lembut,
60Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi Muda,(Bandung: Marja, 2012), cet. 1, h. 72.
62
sehingga tidak menyakiti hati murid-muridnya. Bahkan para murid itu
terstimulasi untuk melakukan kebaikan seperti yang dilakukan oleh
guru mereka.
2. Mu’allim
Istilah mu’allim )معلم( secara etimologi berasal dari kata, علم یعلم
تعلیما yang berarti telah mengajar, sedang/akan mengajar, dan pengajaran.
Kata mu’allim )معلم( memiliki arti pengajar atau orang yang mengajar.
Istilah ini, berkonotasi pendidik, dalam hadits adalah kata yang paling
umum dikenal dan banyak ditemukan.61 Rasyid Ridha, mengartikan التعلیم
sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu.
Dengan demikian maka mu’allim )معلم( adalah orang yang melakukan
proses tersebut.62
Merujuk pada pengertian tersebut di atas, maka mu’allim adalah
orang yang mampu merekontruksi bangunan ilmu secara sistematis dalam
pemikiran peserta didik dalam bentuk ide, wawasan, kecakapan, dan
sebagainya, yang ada kaitannya dengan hakekat sesuatu. Mu’allim adalah
orang yang memiliki kemampuan unggul dibandingkan dengan peserta
didik, yang dengannya ia dipercaya menghantarkan peserta didik ke arah
kesempurnaan dan kemandirian.63
Seorang guru sebagai mu’allim, tugas utamanya adalah mengajar
dan mendidik murid di kelas dan di luar kelas. Guru selalu berhadapan
dengan murid yang memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
utama untuk menghadapi hidupnya di masa depan. Sebagai mu’allim
seorang guru dituntut untuk memiliki pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan, pemahaman tentang peserta didik, perancangan
61Hayat Ruhyat, Profil Pendidik dalam Kajian Tafsir dan Hadits, “Makalah padaProgram Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon”, h. 5.
62Ibid.63Ramayulis, op. cit., h. 141.
63
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, dan
mengevaluasi hasil belajar.64
a. Pemahaman wawasan atau landasan pendidikan
Seorang guru untuk menjalankan perannya sebagai mu’allim,
harus memahami hakikat pendidikan dan konsep yang terkait
dengannya. Di antaranya yaitu fungsi dan peran lembaga pendidikan,
konsep pendidikan seumur hidup dan berbagai implikasinya, peranan
keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, pengaruh timbal balik
antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, sistem pendidikan nasional,
dan inovasi pendidikan.
Pemahaman yang benar terhadap konsep pendidikan tersebut
akan membuat guru sadar posisi strategisnya di tengah masyarakat dan
perannya yang besar bagi upaya pencerdasan generasi bangsa. Karena
itu, mereka juga sadar bagaimana harus bersikap di sekolah dan
masyarakat, dan bagaimana cara memenuhi kualifikasi statusnya, yaitu
sebagai guru profesional.
b. Pemahaman tentang peserta didik
Seorang guru untuk menjalankan perannya sebagai mu’allim
tentunya harus mengenal dan memahami siswa dengan baik,
memahami tahap perkembangan yang telah dicapainya,
kemampuannya, keunggulan dan kekurangannya, hambatan yang
dihadapi serta faktor dominan yang memengaruhinya.65 Pada dasarnya
peserta didik itu ingin tahu, dan sebagian tugas guru ialah membantu
perkembangan keingintahuan tersebut.
Seorang guru harus mampu memberikan atau menjadi inspirasi
bagi para siswanya. Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan
pengetahuan yang baik bagi kemajuan peserta didik. Guru harus dapat
memberi petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Guru sebagai
inspirator, dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang
64Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber BelajarTeori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 1, h. 31.
65Ibid.
64
luas, luwes dalam berkomunikasi, rendah hati, selalu ingin belajar dan
bekerja keras, fleksibilitas dalam bergaul, berani bersikap, memiliki
prinsip dalam kebenaran, dan yang paling utama tidak merasa bosan
menjadi seorang pendidik.
c. Perancangan pembelajaran
Kesadaran guru sebagai seorang mu’allim harus mengetahui
apa yang akan diajarkan pada siswanya. Menyiapkan metode dan
media pembelajaran setiap akan mengajar. Karena perancangan
pembelajaran menimbulkan dampak positif berikut ini;
1) siswa akan selalu mendapat pengetahuan baru dari guru, tidak akan
terjadi pengulangan materi yang tidak perlu, yang dapat
mengakibatkan kebosanan siswa dalam belajar
2) menumbuhkan kepercayaan siswa pada guru, sehingga mereka
akan senang dan giat belajar. Guru yang baik akan memotivasi
siswa untuk meneladani kebaikan dan kedisiplinannya, meskipun
siswa itu tidak mengatakannya pada guru.
3) Belajar akan menjadi aktivitas yang menyenangkan dan ditunggu-
tunggu oleh siswa, karena mereka merasa tidak akan sia-sia datang
belajar ke kelas.
Menurut Jejen Musfah sebagaimana mengutip dari Gagne,
Brigs, dan Wager, selain memahami metode pembelajaran dengan
baik, guru juga harus memahami tiga prinsip pembelajaran, yaitu
hubungan, pengulangan, dan penguatan. Pertama, adanya hubungan,
bahwa kondisi pendorong harus dihadirkan secara bersamaan dengan
respon yang diinginkan. Kedua, adanya pengulangan, bahwa kondisi
pendorong dan responsnya harus diulang, atau dipraktikan, agar
pembelajaran berkembang dan ingatan lebih kuat. Ketiga, adanya
penguatan, belajar tentang aktivitas baru dapat menguatkan ketika
aktivitas tersebut diikuti oleh ungkapan kepuasan.66
d. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
66Ibid., h. 37.
65
Seorang guru profesional, untuk menjalankan peran dan
fungsinya sebagai seorang mu’allim tentunya harus mampu
melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Pada peserta
didik umunya, inisiatif belajar harus muncul dari seorang guru, karena
mereka pada umumnya belum memahami pentingnya belajar. Maka,
guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang bisa menarik rasa
ingin tahu siswa, yaitu pembelajaran yang menarik, menantang, dan
tidak monoton, baik dari sisi kemasan maupun isi atau materinya.
Menurut Hamka Abdul Azis, seorang guru harus mampu
menjadi seorang pemimpin bagi murid-muridnya di dalam kelas.
Dalam arti, sebagai pemimpin kelas guru berfungsi menggali,
menemukan, dan mengembangkan nilai karakter diri murid.
1) Menggali
Ketika berhadapan dengan murid-muridnya, seorang guru
profesional secara naluriah sudah dapat melihat potensi dasar yang
dimiliki para muridnya, sehingga seorang guru tau apa yang harus
dilakukannya. Dia yakin murid-murid mempunyai potensi karakter
yang khas dan spesifik yang akan jadi kebanggannya di masa yang
akan datang. Proses penggalian potensi ini akan memakan waktu
lama, bukan sehari-dua hari.
2) Menemukan
Guru tidak boleh berhenti menggali sampai dia menemukan nilai
karakter murid-muridnya. Setelah ditemukan, barulah guru bisa
menentukan sikap, bagaimana sebaiknya memperlakukan nilai
karakter para murid yang telah ditemukan itu.
3) Mengembangkan
Setelah guru menemukan nilai karakter murid, maka proses
selanjutnya tinggal mencari cara bagaimana mengembangkannya.
66
Sebuah potensi baik tidak akan menjadi baik kalau hanya sebatas
diwacanakan, tidak dimunculkan.67
Sementara itu, menurut Wina Sanjaya sebagaimana dikutip
oleh Aris Shoimin, menyebutkan bahwa seorang guru harus mampu
memfasilitasi siswanya dan berperan memberikan pelayanan untuk
memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.68 Peran guru
sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola
hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat top-down menjadi
hubungan kemitraan.
Dalam hubungan yang bersifat top-down, guru seringkali
diposisikan sebagai atasan yang cenderung bersifat otoriter, sarat
komando, dan instruksi bergaya birokrat. Sementara siswa lebih
diposisikan sebagai bawahan yang harus selalu patuh mengikuti
instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru. Berbeda
dengan hubungan top-down, hubungan kemitraan antara guru dengan
siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar siswanya dengan
suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan.
e. Mengevaluasi hasil belajar
Setelah melalui berbagai tahapan yang telas dijelaskan di atas,
maka seorang guru profesional untuk menjalankan peran dan
fungsinya sebagai seorang mu’allim harus mampu mengevaluasi hasil
belajar peserta didik, untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan
seorang guru dalam memberikan pembelajaran terhadap peserta didik.
Kesuksesan seorang guru sebagai pendidik profesional tergantung pada
pemahamannya terhadap penilaian pendidikan, dan kemampuannya
bekerja efektif dalam penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
67Hamka Abdul Azis, Karakter Guru Profesional Melahirkan Murid Unggul MenjawabTantangan Masa Depan, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012), cet. 1, h. 51-53.
68Aris Shoimin, Excellent Teacher Meningkatkan Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi,(Semarang: Dahara Prize, 2013), cet. 1, h. 34.
67
peserta didik.69 Penilaian hasil pembelajaran mencakup aspek kognitif,
psikomotorik, dan afektif sesuai karakteristik mata pelajaran.
Evaluasi perlu dilakukan, karena melalui evaluasi guru, guru
dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa
terhadap pelajaran, serta ketepatan metode mengajar. Tujuan lain
penilaian ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau
kelompok.70
Dengan menelaah pencapaian tujuan mengajar, guru dapat
mengetahui apakah proses belajar mengajar yang dilakukan cukup
efektif, cukup memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau
sebaliknya. Kiranya jelas bahwa guru harus mampu dan terampil
dalam melaksanakan penilaian, karena dalam penilaian, guru dapat
mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia mengikuti
proses belajar mengajar.
3. Ulul Albab
Menurut Ahsin W. Al-Hafidz bahwa ulul albab adalah orang yang
memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit, yaitu kabut
ide yang melahirkan kerancuan dalam berpikir, dengan perkataan lain,
Ulul Albab adalah orang-orang yang berpikir atau orang-orang cendekia.
Salah satu sifat Ulul Albab yang dipuji Allah adalah yang mendengar
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.71
Dapat diketahui, bahwa guru sebagai Ulul albab adalah orang yang
memiliki keseimbangan antara daya fikr dan dzikr, daya nalar dan
spiritual. Dengan daya ini, maka seorang guru yang Ulul albab akan
melakukan fungsi amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan yang baik
dan mencegah yang munkar).72
69Lampiran BSNP70Aris Shoimin, op. cit., h. 50-5171Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2006), cet. 2, h. 300.72Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet. 1, h. 303.
68
Zikir adalah mengingat Allah Swt sebaik dan seikhlas mungkin.
Mengingat Allah, melalui shalat merupakan zikir yang paling sempurna,
karena perbuatan di dalamnya menjadi zikir, ucapan lisan menjadi zikir,
dan perasaan (emosi) juga menjadi zikir. Oleh sebab itu, zikir dalam shalat
merupakan induk kepada zikir-zikir di luar shalat. Perkataan yang baik
adalah zikir , nasihat-menasihati dalam rangka kebaikan karena Allah
adalah zikir, menyeru (dakwah) manusia ke jalan Allah adalah zikir.
Semua itu adalah bentuk zikir dengan lisan.
Menurut Atabik Lutfi, zikir dalam bentuk perbuatan merangkumsemua bentuk amal (aktivitas) yang sesuai dengan petunjuk syariatdalam rangka mencari ridha Allah Swt. Berdiri, ruku’, dan sujuddalam shalat adalah zikir. Melakukan pekerjaan yang halal karenaAllah Swt untuk memenuhi perintah-Nya dan meninggalkanlarangan-Nya adalah zikir, mengalihkan duri dari jalan adalahzikir, melempar senyuman untuk membahagiakan orang lainadalah zikir. Senyummu untuk saudaramu adalah sedekah. (al-Hadits) apa pun juga perbuatan yang tidak bertentangan dengansyariat yang dilakukan semata-mata karena Allah Swt akanmenjadi zikir. Bahkan tidak melakukan apa-apa aktivitas pun bisamenjadi zikir. Orang yang menahan lidah dan hatinya dari turutserta menyertai maksiat kepada Allah Swt sebenarnya merupakanzikir. Jadi, untuk menjadikan ucapan dan perbuatan sehari-harimenjadi aktivitas zikir perlu dibarengi dengan zikir hati yaitu hatiselalu ingat kepada Allah Swt, ikhlas dalam melakukan segalaperintah-Nya atau dalam meninggalkan larangan-Nya.73
Seorang Ulul albab, bukan hanya memiliki ilmu pengetahuan dan
keterampilan, serta memiliki kekuatan pikir, melainkan memiliki tanggung
jawab moral (moral obligation) untuk mendarmabaktian ilmu dan
keterampilannya itu untuk membangun peradaban. Visi dan misi Ulul
albab ini sejalan dengan pelaksanaan kompetensi sosial yang disyaratkan
sebagai guru profesional.
Secara garis besar ajaran Islam dapat dikelompokan dalam dua
kategori yaitu, hablum minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan
Allah) dan hablum minannas (hubungan horizontal antara manusia dengan
73Atabik Luthfi, Tafsir Tazkiyah Tadabur Ayat-ayat untuk Pencerahan dan PenyucianHati, (Jakarta: Gema Insani, 2009), cet. 1, h. 190.
69
manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang
walaupun hablum minannas lebih banyak ditekankan. Namun itu semua
bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, akan tetapi hal
itu tidak lain karena hablum minannas lebih kompleks dan
komprehensif.74
Dalam konsepsi Al-Qur’an tentang manusia bermasyarakat dan
persamaan tingkat dapat dilihat dalam surat Al-Hujurat[49]: 13
)١٣]: ٤٩[سورة احلجراة(
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dariseorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamuberbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamudisisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al-Hujurat[49]: 13).
Dengan memperhatikan makna ayat di atas dapatlah kita
mengetahui bahwa tingkat manusia sama saja. Adapun Allah menjadikan
manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa, berlainan bahasa dan warna
kulit, adalah merupakan bukti kekuasaan Allah dan juga untuk saling kenal
dalam artian yang lebih luas seperti, hubungan ekonomi, kebudayaan,
politik, dan ilmu pengetahuan.
Kompetensi sosial guru memegang peranan penting, karena
kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik, masyarakat sekitar sekolah. Selain itu, sebagai pribadi yang
hidup ditengah-tengah masyarakat, guru perlu juga memiliki kemampuan
untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain
melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Keluwesan
bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak ada pergaulannya akan menjadi
74Syahid Mu’ammar Pulungan, Manusia dalam Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984),cet. 1, h. 59.
70
kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh
masyarakat.
Untuk menjadi guru yang baik, tidak cukup digantungkan kepada
bakat kecerdasan, kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga
hal ini menyatu dengan norma yang dijadikan landasan dalam
melaksanakan tugasnya. Untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagai
ulul albab, yang tentunya hidup sebagai makhluk sosial, maka seorang
guru harus menumbuhkan sikap adil, baik dilingkungan sekolah maupun
lingkungan masyarakat, dan sebagai makhluk sosial seorang guru juga
harus memiliki cinta dan kasih sayang.
a. Adil
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan:
(1) tidak berat sebelah/tidak memihak, (2) Berpihak kepada kebenaran,
dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.75 Menurut Hamka Abdul
Aziz, adil adalah menempatkan sesuatu pada tempat sebenarnya dan
sesuai porsinya. Orang yang adil adalah orang yang pandai mengambil
keputusan sesuai yang seharusnya, bukan sesuai dengan yang
diinginkan.
Hakim yang adil memutuskan perkara berdasarkan banyak
pertimbangan akalnya, hatinya, dan rasa keadilan masyarakat, tapi atas
segalanya dia memutuskan perkara berdasarkan hukum yang telah
Allah tetapkan. Sebab sebaik-baik keadailan adalah keadilan yang
Allah tetapkan. Seorang guru haruslah bersikap adil, dia tidak boleh
memandang rendah orang yang satu tapi meninggikan yang lain. Dia
juga tidak boleh mengecilkan yang satu, seraya membesarkan yang
lainnya.
Guru yang adil dalam bersikap dan berbicara menunjukkan
kematangan jiwanya. Dia adil dalam sikap karena tidak membedakan
status sosial, dia juga adil dalam berbicara karena dia selalu
75Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),ed. 3., cet. 3, h. 8.
71
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan isi
pikiran dan perasaan mereka. Tidak selalu mendominasi obrolan,
sehingga yang terjadi adalah komunikasi dua arah.76
Guru tidak boleh bersifat diskriminatif, karena bila itu yang
dilakukan, berarti dia telah berlaku tidak adil. Ketidaksukaannya pada
kelakuan seorang murid tidak boleh menghalanginya menegakkan
keadilan. Guru harus selalu objektif memandang masalah, sehingga dia
bisa bersikap adil dan bijaksana memutuskan masalah.
Seorang guru profesional haruslah memiliki sikap yang adil,
baik dalam penilaian, pelayanan, dan perhatiannya. Karena ia akan
menghadapi berbagai jenis manusia yang berbeda-beda, mulai dari
usia, latar belakang ekonomi, tingkat kecerdasan, dan jenis kelamin
yang berbeda, serta keadaan lain yang mengharuskan guru bersikap
demikian.
Dalam firman-Nya, diisyaratkan bahwa Allah sangat
memrintahkan untuk bersikap adil dalam segala situasi, QS. Al-
Ma’idah[5]: 8.
)٨]: ٥[سورة املائدة(“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kalikebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untukberlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekatkepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, SesungguhnyaAllah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ma’idah[5]: 8).Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan bersikap adil dan
mewajibkannya terhadap hambanya. Adil yang diperintahkan Allah
76Hamka Abdul Azis, op. cit., h. 111.
72
mencakup adil di dalam hak-Nya dan adil di dalam hak hamba-hamba-
Nya dan hendaklah seorang hamba memperlakukan orang lain dengan
penuh keadilan. Maka setiap penguasa harus menunaikan apa yang
menjadi kewajibannya, yang berada di bawah kekuasaannya, baik itu
dalam kekuasaan kepemimpinan besar (khalifah), kekuasaan
kehakiman, para mentri khalifah, dan para wakil hakim. Demikian juga
seorang guru, yang memiliki kekuasaan atas siswanya, ia harus berlaku
adil sesuai dengan ukurannya.
b. Cinta dan Kasih Sayang
Cinta dan kasih sayang memberikan peran dan pengaruh yang
sangat besar bagi keberlangsungan pendidikan, bahkan kehidupan ini.
Cinta memberikan kekuatan yang sangat besar untuk memberikan
perubahan, sekecil apapun dan sebesar apapun, ia akan selalu
memberikan inspirasi dalam keberlangsungan pendidikan. Sebabnya,
tidak lain karena ia membingkai semua hal kebaikan yang ada di atas
persada dunia. Dengan demikian, jika kemudian pendidikan
menjadikan cinta sebagai landasannya.77
Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama
atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya
mengatakan, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan
manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati,
perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan,
mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek
tersebut. Hanya dengan cinta manusia membangun kehidupan
bersama, cinta adalah energi penyatu, daya dinamis yang terus
menerus mendorong setiap pribadi untuk membuka diri dan menjalin
komunikasi yang konstruktif dengan pribadi yang lain.78
77Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta: Diva Press, 2010), cet. 2, h.141.
78Abdul Rahmat, Kearifan Cinta Sang Guru, (Bandung: MQS Publishing, 2010), cet. 1, h.2.
73
Banyak orang tidak menyadari betapa pentingnya menganalisa
cinta. Mereka menyadari cinta hanya sebagai perasaan yang mereka
miliki terhadap keluarga, teman dan orang lain yang kepadanya dia
tertarik, tetapi sebenarnya cinta lebih dari sekedar itu. Hubungan
anatara guru dan murid adalah ekspresi dari cinta dalam persahabatan
ilahi tanpa syarat. Cinta tersebut berdasarkan pada tujuan yang satu,
keinginan untuk mencintai Tuhan lebih dari segala sesuatu yang lain.
Murid membuka jiwanya kepada guru dan guru pun membuka hatinya
pada murid. Di antara mereka tidak ada yang disembunyikan. Bahkan
pada bentuk persahabatan lain yang lebih mulia, kadang-kadang
terdapat diplomasi. Namun, persahabatan antara guru dan murid bersih
dari noda.79
Manusia merupakan makhluk yang unik. Sebagai makhluk
sosial, manusia merupakan individu yang memerlukan manusia lain
untuk dapat hidup di dunia. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah setiap
individu memahami dan menguasai hukum-hukum yang berlaku antar
sesama manusia.
Menurut Maxwell, sebagaimana dikutip oleh Abdul Rahmat,menyebutkan ada sepuluh hukum yang harus dilakukan olehmanusia agar relasi/hubungannya bisa berjalan baik, yaitu:1) Berbicara kepada orang lain.2) Tersenyum kepada orang lain.3) Memanggil orang lain dengan namanya.4) Bersahabat dan suka menolong.5) Menjadi orang yang ramah.6) Menunjukkan ketertarikan yang tulus kepada orang lain.7) Mudah memuji.8) Memiliki tenggang rasa terhadap orang lain.9) Terbuka.10) Siap memberikan pelayanan.80
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, jika guru telah
sanggup menjalankan sepuluh hukum tersebut maka akan tercipta
hubungan yang harmonis antara guru dan murid, antara guru dengan
79Ibid., h. 5.80Ibid., h. 13.
74
sesama guru, antara guru dengan tenaga kependidikan, antara guru
dengan orang tua atau wali murid, antara guru dengan masyarakat di
lingkungan sekolah, antara guru dengan masyarakat tempat guru itu
tinggal.
4. ‘Ulama
Menurut M. Quraish Shihab, sebagaimana yang telah dijelaskan
pada bab yang lalu, kata )علماء( ‘ulama adalah bentuk jamak dari kata
)عالم( ‘alim yang berarti mengetahui secara jelas.81 Menurut istilah, ulama
adalah orang yang memiliki pengetahuan ilmu agama dan ilmu
pengetahuan kealaman yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki
rasa takut dan tunduk kepada Allah Swt.82
Saat ini, ulama sering diartikan sebagai orang yang mendalam
ilmu agamanya, sangat tinggi akhlaknya serta memiliki tanggung jawab
untuk mencerdaskan masyarakat. Pengertian ulama yang demikian itu
tidak salah, walaupun belum cukup. Ulama di masa lalu di zaman klasik
Islam dan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an, adalah mereka yang tidak
hanya menguasai ilmu agama, melainkan juga ilmu umum, serta
bertanggung jawab untuk membangun peradaban.83
Seorang guru sebagai al-ulama adalah orang yang mendalami
ilmunya melalui kegiatan penelitian terhadap dunia fauna, flora, ruang
angkasa, geologi, fisika, dan sebagainya yang disertai dengan naluri
intuisi dan fitrah batinnya untuk menyadari bahwa alam jagat raya yang
dijadikan objek penelitiannya itu adalah bagian dari ciptaan dan tanda
kekuasaan Allah. Melalui penelitiannya itu ia hanya menemukan dan
bukan pencipta teori, karena pemilik teori yang hakiki hanya Allah Swt.
Kesadaran guru sebagai al-ulama ini, akan mengantarkan dirinya
memiliki rasa takut menggunakan berbagai teori tersebut untuk tujuan-
tujuan yang bertentangan dengan kehendak Allah Swt. Fungsi keulamaan
81M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan,dan Keserasian Al Qur’an, Volume11, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), cet. 1, h. 60-61.
82Ahsin W. Al-Hafidz, op. cit., h. 299.83Abuddin Nata, op. cit., h. 304.
75
guru yang demikian itu sejalan dengan kompetensi profesional yang
menjadi syarat bagi seorang guru.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Menurut Abdul Rahmat
mengutip dari pernyataan Imam Al-Ghazali, seorang guru harus memiliki
kelebihan dari murid-muridnya. Salah satu kriteria yang tidak bisa
dihilangkan untuk menjadi guru adalah kapasitas ilmu pengetahuan yang
dimilikinya harus berbeda jauh melebihi murid-muridnya. Mereka yang
menjadi guru harus seorang yang ‘alim dan pecinta ilmu pengetahuan.84
Seorang guru untuk menjalankan perannya sebagai ulama,
tentunya harus selalu melakukan berbagai macam upaya agar
pengetahuannya senantiasa bertambah dan mendalam ilmunya. Di antara
upaya tersebut adalah dengan meluangkan waktu untuk membaca dan
mengikuti pelatihan.
a. Meluangkan Waktu untuk Membaca
Seorang guru yang mendalam ilmunya, tentu harus
meluangkan waktu untuk membaca. Banyak manfaat yang akan
didapatkan dari membaca, di antaranya yaitu mendapatkan
pengetahuan dan informasi. Membaca di sini tentu dalam arti yang
seluas-luasnya yaitu, mengumpulkan informasi, memahami,
mengklarifikasi atau mengkategorisasi, membandingkan,
menganalisa, menyimpulkan, dan memverifikasi.
Allah Swt, melalui ayat pertama yang diturunkan dari surat
Al-Qur’an pun memerintahkan kita untuk membaca. Firman Allah
Swt, di dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq[96]: 1-5
) سورة
)٥- ١]: ٩٦[العلق
84Abdul Rahmat, op. cit., h. 20.
76
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yangMenciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpaldarah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yangmengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajarkepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq[96]: 1-5).
Menurut Aidh bin Abdullah al-Qarni, dalam buknyamengungkapkan tentang banyaknya manfaat membaca, yaitu diantaranya sebagai berikut:1) Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan.2) Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke
dalam kebodohan.3) Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk
bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak maubekerja.
4) Dengan sering membaca, orang bisa mengembangkankeluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata.
5) Membaca membantu mengembangkan pemikiran danmenjernihkan cara berpikir.
6) Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang danmeningkatkan memori dan pemahaman.
7) Dengan membaca, orang mengambil manfaat daripengalaman orang lain: kearifan orang bijaksana danpemahaman para sarjana.
8) Dengan sering membaca, orang mengembangkankemampuannya; baik untuk mendapat dan memproses ilmupengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplinilmu dan aplikasinya dalam hidup.
9) Membaca membantu seseorang untuk menyegarkanpemikirannya dari keruwetan dan menyelamatkanwaktunya agar tidak sia-sia.
10) Dengan sering membaca, orang bisa menguasai banyakkata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat;lebih lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannyauntuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yangtertulis “di antara baris demi baris” (memahami apa yangtersirat).85
Seorang guru untuk menjalankan perannya sebagai ulama,
tentunya harus menyibukkan dirinya dengan membaca. Karena
membaca merupakan salah satu unsur tepenting dalam dunia
pendidikan, kunci pengajaran dan pendidikan adalah membaca,
85Aris Shoimin, op. cit., h. 163
77
bahkan membaca merupakan kunci dari banyak kebaikan dan
keberkahan.
Di samping berbagai manfaat membaca yang telah
dikemukakan oleh A’idh bin Abdullah Al-Qarni, manfaat membaca
lainnya menurut Aris Shoimin bahwa membaca juga bermanfaat
untuk otak dan kesehatan. Setidaknya ada 5 manfaat membaca untuk
kesehatan, lima manfaat tersebut antara lain:
1) Melatih otak
Salah satu keuntungan membaca adalah sebagai latihan otak dan
pikiran. Membaca dapat membantu menjaga otak agar selalu
menjalankan fungsinya secara sempurna. Saat membaca, otak
dituntut untuk berpikir lebih sehingga dapat membuat orang
semakin cerdas.
2) Meringankan stres
Stres adalah faktor risiko dari beberapa penyakit berbahaya.
Keindahan bahasa dalam tulisan, memiliki kemampuan untuk
menenangkan dan mengurangi stres.
3) Menjauhkan risiko penyakit Alzheimer
Membaca benar-benar dapat langsung meningkatkan daya ikat
otak. Ketika membaca, otak akan dirangsang dan stimulasi
(rangsangan) secara teratur dapat membantu mencegah gangguan
pada otak termasuk penyakit Alzheimer. Karena, menurut peneliti
bahwa kegiatan membaca dapat merangsang sel-sel otak dapat
terhubung dan tumbuh.
4) Mengembangkan pola tidur sehat
Bila kita membiasakan membaca buku sebelum tidur, maka itu
bertindak sebagai alarm bagi tubuh dan mengirimkan sinyal bahwa
sudah waktunya tidur. Ini akan membantu kita mendapatkan tidur
nyenyak dan bangun segar di pagi hari.
5) Meningkatkan konsentrasi
78
Kebiasaan membaca akan memiliki otak yang lebih konsentrasi
dan fokus. Karena fokus ini, pembaca akan memiliki kemampuan
untuk memiliki perhatian penuh dan praktis dalam kehidupan. ini
juga mengembangkan keterampilan objektivitas dan pengambilan
keputusan.86
b. Mengikuti pelatihan
Pelatihan dan pengembangan sering kita dengar dalam dunia
kerja di perusahaan, organisasi, lembaga, atau bahkan dalam instansi
pendidikan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan
pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih
menguasai dan lebih baik terhadap pekerjaan yang dijabat atau akan
dijabat kedepan.
Tidak terlalu jauh dalam instansi pendidikan, pelatihan dan
pengembangan sering dilakukan sebagai upaya meningkatkan kinerja
para tenaga pendidik yang dianggap belum mampu untuk mengemban
pekerjaannya karena faktor perkembangan kebutuhan masyarakat
dalam pendidikan.
Tujuan diselenggarakan pelatihan dan pengembangan kerja
menurut simamora sebagai mana dikutip oleh Aris Shoimin,
diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan
kompetensi profesional guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan.87
Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan
efektifitas dan efisiensi dalam meningkatkan kinerja guru. Beberapa
manfaat nyata yang didapat dari program pelatihan dan
pengembangan adalah:
1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidik
2) Mengurangi waktu belajar yang diperlukan guru untuk mencapai
standar pembelajaran yang diharapkan
86Ibid., h. 164-165.87Ibid., h. 174
79
3) Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang baik
4) Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia
5) Membantu guru dalam peningkatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan mereka.
Seorang guru profesional, harus yakin sepenuhnya tentang
pengetahuan dan tindakan yang diambilnya, sehingga akan tampil
penuh percaya diri, tidak bicara dengan ragu dan tidak melakukan
sesuatu dengan coba-coba serta memilih perbuatan yang terbaik. Dan
yang terpenting adalah ilmu dan pengetahuan yang telah dimilkinya
tersebut, menuntunnya untuk semakin dekat dengan Allah Swt, dan
takut untuk menyalahgunakan apa yang dimilkinya.
80
D. Konstruksi Ayat-ayat Al-Qur’an yang Memiliki Kosa Kata yang
Mengandung Makna Profesionalisme Guru
Dari pembahasan ayat-ayat al-Qur’an di atas, setelah dikaji dan
ditafsirkan bila diilustrasikan dengan tabel sebagai berikut:
NoNama/Nomor
Surat danNomor ayat
Terjemah
Kosa kata yangmengandung
maknaprofesionalisme
guru
Kelompokayat
1. QS.
Al-Baqarah[2]:
151
Sebagaimana (kami
telah
menyempurnakan
nikmat Kami
kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu
Rasul diantara kamu
yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada
kamu dan mensucikan
kamu dan
mengajarkan
kepadamu Al kitab
dan Al-Hikmah, serta
mengajarkan kepada
kamu apa yang belum
kamu ketahui.
-Al-muzakki,
senantiasa
membersihkan
dirinya dan anak
didiknya dari
pengaruh negatif
yang merusak
akhlak, serta
menjauhan
dirinya dari
berbuat dosa dan
maksiat.
-Al-mu’allim,
paham terhadap
peserta didik,
perancangan,
pelaksanaan
pembelajaran,
evaluasi, dengan
pengembanganny
a, dengan
memahami dan
menguasai teori
Madaniyah
81
dan strategi
belajar.
2. QS.
Ali-Imran[3]:
190-191
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan
bumi, dan silih
bergantinya malam
dan siang terdapat
tanda-tanda bagi
orang-orang yang
berakal,
(Yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah
sambil berdiri atau
duduk atau dalam
keadan berbaring dan
mereka memikirkan
tentang penciptaan
langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah
Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau,
Maka peliharalah
Kami dari siksa
neraka.
-Ulul Albab,
mengemban misi
sebagai
pembangun masa
depan peradaban
bangsa, menjadi
bagian dari
masyarakat.
Madaniyah
3. QS.
Faathri[35]:
27-28
Tidakkah kamu
melihat bahwasanya
Allah menurunkan
hujan dari langit lalu
-Ulama, senantiasa
mendalami
ilmunya melalui
kegiatan
Makkiyah
82
Kami hasilkan dengan
hujan itu buah-buahan
yang beraneka macam
jenisnya. dan di antara
gunung-gunung itu
ada garis-garis putih
dan merah yang
beraneka macam
warnanya dan ada
(pula) yang hitam
pekat.
Dan demikian (pula)
di antara manusia,
binatang-binatang
melata dan binatang-
binatang ternak ada
yang bermacam-
macam warnanya (dan
jenisnya).
Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-
Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.
penelitian,
sehingga kegiatan
tersebut akan
mengantar
dirinya memiliki
rasa takut
menggunakan
berbagai teori itu
untuk tujuan yang
bertentangan
dengan kehendak
Allah Swt.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mengakhiri uraian dari bab-bab sebelumnya dalam pembahasan
skripsi ini, maka pada bab penutup ini dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai
berikut:
Kosa kata yang menunjukkan pada profesionalisme guru dalam Al-
Qur’an. Surat Al-Baqarah[2]: 151; surat Ali-Imran[3]: 190-191; surat
Faathir[35]: 27-28 adalah:
1. Muzakki; dapat diketahui bahwa fungsi guru sebagai muzakki adalah orang
yang memiliki mental dan karakter yang mulia. Sebagai muzakki, ia akan
membersihkan dirinya dan anak didiknya dari pengaruh negatif yang
merusak akhlak, serta akan menjauhkan dirinya dari berbuat dosa dan
maksiat. Fungsi ini sejalan dengan kompetensi kepribadian bagi seorang
guru profesional.
2. Mu’allim; seorang guru sebagai mu’allim adalah orang yang mampu
merekontruksi bangunan ilmu secara sistematis dalam pemikiran peserta
didik dalam bentuk ide, wawasan, kecakapan, dan sebagainya, yang ada
kaitannya dengan hakekat sesuatu. Mu’allim adalah orang yang memiliki
kemampuan unggul dibandingkan dengan peserta didik, yang dengannya
ia dipercaya menghantarkan peserta didik ke arah kesempurnaan dan
84
kemandirian. Fungsi ini sejalan dengan kompetensi pedagogik yang
menjadi syarat sebagai guru profesional.
3. Ulul albab; dapat diketahui bahwa guru sebagai ulul albab adalah orang
yang memiliki keseimbangan antara daya fikr dan dzikr, daya nalar dan
spiritual. Dengan daya ini, maka seorang guru yang ulul albab akan
melakukan fungsi amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan yang baik
dan mencegah yang munkar). Dengan fungsi yang demikian, ia akan
mengemban misi sebagai pembangun masa depan peradaban bangsa. Visi
dan misi ulul albab ini sejalan dengan pelaksanaan kompetensi sosial yang
disyaratkan sebagai guru profesional.
4. Ulama; Seorang guru sebagai ulama adalah orang yang mendalami
ilmunya melalui kegiatan penelitian, membaca dalam arti yang seluas-
luasnya yaitu, mengumpulkan informasi, memahami, mengklarifikasi atau
mengkategorisasi, membandingkan, menganalisa, menyimpulkan, dan
memverifikasi. Melalui kegiatannya itu ia hanya menemukan dan bukan
pencipta teori, karena pemilik teori yang hakiki hanyalah Allah Swt.
kesadaran guru sebagai ulama ini, akan mengantarkan dirinya memiliki
rasa takut menggunakan berbagai teori tersebut untuk tujuan-tujuan yag
bertentangan dengan kehendak Allah Swt. fungsi keulamaan guru yang
demikian itu sejalan dengan kompetensi profesional yang menjadi syarat
bagi seorang guru.
B. Implikasi
Dari kesimpulan tersebut di atas, penulis memberikan impilkasi:
pertama, harus diadakan perbaikan dan pengembangan kompetensi guru
profesional secara terencana dan sistematis melalui pelatihan dan studi lanjut.
Kedua, guru diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap sikap
profesionalisme guru, agar menunjang performa guru yang prima. Ketiga,
diharapkan pula seluruh komponen pendidikan dilingkungan sekolah bisa
bekerja sama untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa.
85
C. Saran
Dari beberapa konsep tersebut maka penulis menyarankan untuk:
1. Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut atau pemahaman yang lebih rinci
dan komprehensif lagi tentang sikap profesionalisme dalam ayat-ayat Al-
Qur’an, sehingga pemahaman akan sikap profesional guru dalam dunia
pendidikan baik formal maupun non formal dapat terus ditingkatkan dan
dikembangkan.
2. Bagi para kepala sekolah, agar benar-benar memperhatikan dengan serius
mengenai sikap profesional para pegawai (gurunya), keberhasilan sebuah
lembaga pendidikan kunci utama adalah pendidiknya, kalau para guru
memiliki sikap profesional maka diharapkan mampu melahirkan murid
yang unggul serta mampu menjawab tantangan zaman.
3. Kepada masyarakat luas, khususnya kepada orang tua untuk mengetahui
dan memahami dengan baik tentang apa itu profesional, sehingga dapat
diterapkan untuk pendidikan putra-putri atau menjunjung tinggi
profesionalitas dalam segala aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abidu, Yunus Hasan. Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir.Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. 1, 2007.
Al-Albani, M Nashiruddin. Ringkasan Shahih Bukhari. Jakarta: Gema InsaniPress, Cet. 1, 2003.
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Terj. Bandung: Marja, Cet. 1, 2011.
Al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, Cet. 2, 2006.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maragi, Juz 1. Semarang: PT Karya TohaPutra, Cet. II, 1992.
Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman. Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1. Jakarta:Pustaka Ibnu Katsir, Cet. IV, 2011.
As’ad, Aliy. Ta’limul Muta’allim, Terj, Kudus: Menara Kudus, Cet. 1, 2007.
Asmani, Jamal Ma’mur. Tips Menajdi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif.Jogjakarta: Diva Press, Cet. III, 2009.
As-Suyuthi, Jalaluddin Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani,2008.
Asy-Syalhub, Fua’ad Abdul Aziz. Begini Seharusnya Menjadi Guru. Jakarta:Darul Haq, Cet. 3, 2010.
Azis, Hamka Abdul. Karakter Guru Profesional Melahirkan Murid UnggulMenjawab Tantangan Masa Depan. Jakarta: Al-Mawardi Prima, Cet. 1,2012.
Buchori, Mochtar. Pendidikan dalam Pembangunan. Jakarta: IKIPMuhammadiyah Jakarta Press, Cet. I, 1994.
Chatib, Munif. Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa, 2011.
Darajat, Zakiah, dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: BumiAksara, Cet. IV, 2008.
Fakhruddin, Asef Umar. Menjadi Guru Favorit. Jogyakarta: Diva Press, Cet. II,2010.
Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004.
Http://www.notepedia.info/2013/10/pengertian-perspektif-dan-sejarah.htm
Jaelani, A.F. Penyucian Jiwa (Tazkiyat Al-Nafs)&Kesehatan Mental. Jakarta:Amzah, Cet. 1, 2000.
Kitab Riyadus Sholihin,
Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, Cet. I, 2007.
Luthfi, Atabik. Tafsir Tazkiyah Tadabur Ayat-ayat untuk Pencerahan danPenyucian Hati. Jakarta: Gema Insani, Cet. 1, 2009.
M. Jhons Echols, et. All. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, Cet.XXIII, 1996.
Mudlofir, Ali. Pendidik Profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. I,2012.
Musfah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan SumberBelajar Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana, Cet. I, 2011.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, Cet. I, 2010.
-------, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang PendidikanIslam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2012.
-------, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam diIndonesia. Jakarta: Kencana, Cet. I, 2010.
-------, Menuju Sukses Sertifikasi Guru dan Dosen. Jakarta: Faza Media, Cet. I,2009.
-------, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Proyek Pengadaan bukuDaras/Ajar, Cet. I, 2005.
Nawawi, Rif’at Syauqi. Kepribadian Qur’ani. Jakarta: Amzah, Cet. 1, 2011.
Pamungkas, Imam. Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter GenerasiMuda. Bandung: Marja, Cet. 1, 2012.
Pulungan, Syahid Mu’ammar. Manusia dalam Al-Qur’an. Surabaya: Bina Ilmu,Cet. 1, 1984.
Fathurrohman, Pupuh., dan Suryana, Aa. Guru Profesional. Bandung: PT RefikaAditama, Cet. 1, 2012.
Purwanto. Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama. Terj. dari Ihya ‘Ulumuddin oleh Al-Ghazali, Jilid II. Bandung: Marja, Cet. 1, 2011.
Rahmat, Abdul. Kearifan Sang Guru. Bandung: Mqs Publishing, Cet. I, 2010.
Rozak, Abdul., dan Aminuddin. Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Mitra WacanaMedia, Cet. 1, 2010.
Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,Volume 15. Jakarta: Lentera Hati, Cet. III, 2010.
-------, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.Bandung: PT Mizan Pustaka, Cet. 19, 2007.
Shoimin, Aris. Excellent Teacher. Semarang: Dahara Prize, Cet. I, 2013.
Tafsir, Ahmad Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya,Cet. I, 2010.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka, Cet. IV, 2007.
Usman, Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda, Cet. XXV, 2011.
Yamin, Martinis. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: GaungPersada Press, Cet. II, 2006.
Yusuf, Kadar M. Studi Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, Cet. 1, 2009.