ringkasan kalangwan

55
BAGIAN PERTAMA I BAHASA JAWA KUNO DAN SASTRANYA 1. Sejarah dan Prasejarah Bahasa Jawa Kuna. Bila dilihat keberadaannya, bahasa Jawa Kuna merupakan salah satu rumpun bahasa Austronesia. Pengetahuan kita mengenai bahasa Jawa Kuna, sebagai titik awal diperkirakan tumbuh mulai pada abad IX dan berkembang subur selama enam abad, yakni sampai abad XV pada masa akhir pemerintahan Majapahit. Diawali dengan ditemukannya prasasti yang memakai bahasa Jawa Kuna yang tertua (yang diketahu saat ini) yaitu prasasti Sukabumi di Jawa Timur. Prasasti ini berisi angka tahun 726 saka atau 804 masehi. Sebelum prasasti ini, hampir semua piagam yang ditemukan memakai bahasa Sansekerta. Oleh karena itu, maka prasasti Sukabumi dianggap 1

Upload: rista-fuji

Post on 12-Jan-2016

81 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ringkasan kalangwan, sastra jawa kuna

TRANSCRIPT

Page 1: RINGKASAN KALANGWAN

BAGIAN PERTAMA

I   BAHASA JAWA KUNO DAN SASTRANYA

 1.  Sejarah dan Prasejarah Bahasa Jawa Kuna.

           Bila dilihat keberadaannya, bahasa Jawa Kuna merupakan salah satu

rumpun bahasa Austronesia. Pengetahuan kita mengenai bahasa Jawa Kuna,

sebagai titik awal diperkirakan tumbuh mulai pada abad IX dan berkembang

subur selama enam abad, yakni sampai abad XV pada masa akhir pemerintahan

Majapahit. Diawali dengan ditemukannya prasasti yang memakai bahasa Jawa

Kuna yang tertua (yang diketahu saat ini) yaitu prasasti Sukabumi di Jawa Timur.

Prasasti ini berisi angka tahun 726 saka atau 804 masehi.  Sebelum prasasti ini,

hampir semua piagam yang ditemukan memakai bahasa Sansekerta. Oleh karena

itu, maka prasasti Sukabumi dianggap sebagai tonggak sejarah yang mengawali

bahasa Jawa Kuna.

            Bahasa Jawa Kuna merupakan salah satu dialek temporal bahasa pribumi

di Jawa. Bahasa ini sekarang hanya dapat ditemukan di dalam karya-karya tulis

seperti terpakai dalam buku Ramayana, Adiparwa, Sutasoma, Bharatayuddha,

Arjunawiwaha dan lainnya. Bahasa Jawa Kuna dewasa ini dikatakan sebagai

bahasa mati karena bahasa ini tidak dipakai lagi di dalam percakapan sehari-hari,

1

Page 2: RINGKASAN KALANGWAN

serta tidak ditemuka penutur asli bahasa itu. Namun dalam kesusastraan, para

punjangga masih menggunakan bahasa Jawa Kuna seperti terdapat dalam

buku Nagarakretagama, Arjunawiwaha, Sutasoma, sampai buku

kakawin Harisraya yang ber angka tahun 1496 saka atau 1574 masehi.

2. Pengaruh India terhadap Bahasa Jawa Kuna; peranan Bahasa Sansekerta

            Pengaruh kebudayaan India begitu besar terhadap kebudayaan Indonesia

pada masa lampau. Hal ini dapat diketahui karena sampai pada abad XIV

kerajaan-kerajaan di Indonesia masih bercorak Hindu. Dalam kerajaan yang

bercorak Hindu bahasa Sansekerta mempunyai kedudukan yang sangat penting

karena bahasa itu dipakai untuk menuliskan buku suci Weda. Oleh karena itulah

bagi penganut Hindu buku suci itu dipelajari dan ini berarti juga harus

mempelajari bahasa Sansekerta. Disamping itu bahasa Sansekerta merupakan

bahasa ilmu sastra dan merupakan bahasa yang dipakai di kalangan masyarakat

atas khusus di istana. Hal ini menunjukkan bahasa Sansekerta mempunyai

kedudukan yang sangat mulia dan fungsi yang sangat penting di kalangan umat

Hindu dan bangsa India khususnya pada masa lampau.

            Di Indonesia pada masa pemerintahan raja Dharmawangsa Teguh (sekitar

abad 10) karya sastra Sansekerta mendapat perhatian sungguh-sungguh sehingga

pada masa itu diadakan “proyek comprehenship” untuk mengalihkan karya yang

terkandung dalam batin Byasa ke dalam Bahasa Jawa Kuna yang dengan

istilah mangjawaken Byasamata yakni mengubah parwa-parwa dengan

mengambil sumber dari Mahabharata Sansekerta India. Dalam usaha inilah para

pujangga Jawa Kuna telah banyak meminjam peristilahan dan kosa kata

Sansekerta. Kalau diperhatikan ada dua hal yang melatarbelakangi pengaruh

bahasa Sansekerta terhadap bahasa Jawa Kuna, yaitu meliputi pengaruh formal

bahasa tersebut dan pengaruh non formal yaitu yang menyangkut latar belakang

budaya India yang lebih luas.

          Pengaruh formal yang dimaksud disini adalah menyangkutu pengaruh

bahasa Sansekerta secara langsung yaitu diangkatnya kata-kata Sansekerta ke

dalam bahasa Jawa Kuna. Bila diamati masuknya kata-kata sansekerta ke dalam

2

Page 3: RINGKASAN KALANGWAN

bahasa Jawa Kuna hampir semua kata benda dan kata sifat dalam bentuk yang

tidak dideklinasikan (dalam bentuk lingga) masuk ke dalam kosa kata bahasa

Jawa Kuna. Sedangkan pengaruh non formal di sini dimaksudkan adalah isi

konseptual kata-kata pinjaman tersebut yang berkaitan dengan pengaruh

kebudayaan yang lebih luas termasuk lingkungan hidup dan alam pikiran yang

melahirkannya.

3. Kerangka Historis Sastra Jawa Kuna

Mengawali pertumbuhan sastra Jawa Kuna, digubahlah candakarana yaitu

sebuah karya yangberisi pelajaran tentang tembang dan daftar kata-kata yang

menyerupai kamus. Selanjutnya menyusul sebuah kakawin yang sangat populer

dan paling panjang di antara kakawin-kakawin yang ada, yaitu

kakawin Ramayana yang dikenal digubah oleh empuYogiswara.  Perkembangan

karya sastra Jawa Kuna terus menampak ke zaman pemerintahan Mpu Sindok

sekitar tahun 929 – 947 M di Jawa Tengah. Pada masa ini terdapat karya prosa

yaitu Sang Hyang Kamahayanikan dan Brahmandapurana. Di lanjutkan zaman

Sri Darma Wangsa teguh, pada masa inilah kakawin Mahabharatadigubah melaui

proyek manjawaken Byasamata, kemudia digantikan oleh Erlangga. Pada masa

pemerintahan Erlangga digubah kakawin Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa sekitar

tahun 1028 – 1035 M. Zaman berikutnya adalah pemerintahan kerajaan Kediri,

sekitar tahun 1042 – 1222 M. Pada masa ini merupakan masa puncaknya

perkembangan karya sastra Jawa Kuna yang dikarang oleh pengawi-pengawi

kerajaan seperti Mpu Sedah dan Panuluh yang mengarang kakawin Bharata

Yudha. kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya oleh Mpu

Panuluh, Kresnayana oleh Mpu Triguna, kakawin Smaradhanaoleh Mpu

Darmaja, Sumanasantaka oleh Mpu Monaguna. Berakhir zaman kediri digantikan

zaman Majapahit masa Hayam Wuruk digubah kakawin Nagarakretagamaoleh

Mpu Prapanca, pada masa Majapahit ada banyak lagi karya-karya sastra kakawin

yang digubah seperti Sutasoma oleh Mpu tantular,  Partayadnya, Lubdaka oleh

Mpu Tanakung, wretasancaya, Nitisastra, serta kakawin-kakawin yang  lainnya,

kebanyakan yang anonim (tanpa nama pengarang) dan tahun penulisannya yang

3

Page 4: RINGKASAN KALANGWAN

tidak jelas dan menggunakan candrasangkala. Selain karya-karya sastra Jawa

Kuna yang disebut di atas masih banyak lagi hasil karya sastra Jawa Kuna yang

belum dikemukakan dan hampir sebagian besar karya tersebut diselamatkan dan

kini tersimpan di Bali. Di Bali kegiatan olah sastra terus berlanjut dan mencapai

puncaknya pada zaman Gelgel di Kelungkung, sekitar abad XVII.

4. Bahasa Jawa Kuna dan Pertengahan; Kakawin dan Kidung; kesusastraan

            Bahasa Jawa Kuna dari abad ke-9 dalam perkembangan waktu mengalami

banyak perubahan. Ada kata-kata yang tidak dipakai lagi , kata-kata baru mulai

muncul, perubahan-perubahan semantis terjadi. Hal ini dapat dibuktikan dengan

membanding-bandingkan hasil karya sastra Jawa Kuna. Karya sastra yang  tahun

pembuatannya lebih tua bahasanya Jawa Kuna sedangkan yang tahun

pembuatannya lebih muda digolongkan Jawa Pertengahan, yang menurut

Zoetmulder disebut “bahasa kidung”.

            Dalam sastra Jawa Kuna terdapat dua macam puisi yang berbeda satu

dengan yang lain terutama karena metrumnya, yaitu jenis kakawin dan kidung.

Secara tahun penerbitannya, kakawin memang yang paling dulu muncul

dibandingkan kidung, tetapi beberapa kekawin dalam Jawa Kuna mungkin lebih

muda daripada beberapa kidung dalam Jawa Pertengahan. Kebanyakan kidung

ditulis di Bali, dan berdasarkan karya-karya yang kita miliki, kita dapat bernalar

bahwa semua sastra Jawa Pertengahan yang kita kenal dewasa ini, berasal dari

Bali.

5. Bagaimana Sastra Jawa Kuno Diawetkan

            Sastra Jawa Kuna telah sampai pada kita dari masa yang jauh silam. Hanya

sebagian saja dapat bertahan dalam perjalanan berabad-abad. Satu-satunya

dokumen yang dalam bentuknya yang asli sampai kepada kita ialah prasasti-

prasasti yang terukir dalam lempeng-lempeng kuningan atau batu-batu. Semua

teks lain kita temukan dalam bentuk salinan. Karya-karya sastra Jawa Kuna

kebanyakan ditulis dalam daun lontar, dan adanya budaya penyalinan maka

sampai saat ini karya-karya tersebut masih bisa kita nikmati. Kebanyakan karya-

4

Page 5: RINGKASAN KALANGWAN

karya ini disalin di Bali. Karena itu kepada Bali-lah kita berterimakasih karena di

sana sastra Jawa Kuna diselamatkan.

5

Page 6: RINGKASAN KALANGWAN

II   SASTRA PARWA

Parwa–parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos–epos

dalam bahasa sansekerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan–

kutipan dari karya asli dalam bahasa Sansekerta. Dibawah ini disajikan suatu

pembahasan singkat mengenai karya–karya Jawa Kuno yang termasuk sastra

parwa.

1. Adiparwa

Karya ini merupakan suatu ulasan dalam bentuk prosa mengenai kitab

pertama dari syair Mahabharata, dan seperti prototipenya, dapat dipandang dari

dua bagian tersendiri. Bagian pertama menyajikan kerangka guna menembangkan

epos Bharata, ialah cerita mengenai korban yang atas perintah Raja Janamejaya

dipersembahkan sebagai suatu sarana magis guna memusnahkan para naga (6 –

60). Bagian kedua berisi silsilah para Pandawa dan Korawa, kelahiran, masa muda

mereka sampai pernikahan Arjuna dengan Subhadra. (60 – 214). Adiparwa

ditamatkan dengan cerita mengenai api dihutan khandawa: Krsna dan Arjuna

membantu dewa Agni dalam tugas pemusnahannya.

2. Wirataparwa  

Kitab ini, bagian keempat dalam epos Mahabharata, membahas kehidupan

para Pandawa di kraton raja Wirata. Dalam Parw ini diceritakan masa penyamaran

Pandawa selama 1 tahun setelah masa pengasingan 12 tahun karena kalah dalam

perjudian. Cerita ini diakhiri dengan permintaan raja Masyapati sebagi raja negeri

Wirata kepada Yudisthira untuk naik tahta serta diangkatnya Utari sebagai

menantu Arjuna untuk Abimanyu. Pernikahan Abhimanyu dan Uttari  kemudian

dirayakan dengan meriah (82 – 97).

3. Udyogaparwa

Bagian ini menceritakan kedua pihak baik Pandawa dan Korawa

mempersiapkan diri untuk pertempuran yang menentukan dan mencari sekutu.

Baik Duryodhana sebagai utusan para Korawa, maupun Arjuna sebagai utusan

para Pandawa, berangkat pada saat yang sama guna menghadap Krisna.

6

Page 7: RINGKASAN KALANGWAN

Kemudian dalam cerita ini kita juga berhadapan dengan sebuah sisipan panjang,

yang dinamakan ‘ Indrawijaya’ (kemenangan Indra).

Dalam bagian  cerita juga terungkap tentang perundingan yang panjang

antara para Pandawa dan Korawa. Para pandawa mengutus Drupada menghadap

para Korawa: sebaliknya raja Dhrtasarata mengutus Sanjaya ke wirata. Namun

perundingan ini gagal. sampai pada akhirnya Krisna sendiri yang turun tangan dan

hasilnya adalah peperangan. Disini juga terjadi sekali lagi permusuhan antara

Bhisma dan Karna, sebaliknya Bhisma menandaskan, bahwa ia tidak akan

melawan Sikhandi. Naskah ini dengan mendadak terputus, yaitu sebelum

diceritakan mengenai perang mulut anatara Bhisma dan Parasurama.

4. Bhismaparwa 

Parwa ini menceritakan tentang nasehat-nasehat Krisna sebelum perang

kepada Arjuna yang hampir saja mengundurkan diri untuk berperang karena

melihat yang menjadi musuhnya adalah gurunya dan paman-pamannya. Peritiwa

gugurnya Bhisma oleh Arjuna  dalam peperangan menjadi bagian utama dalam

cerita ini. Sebelum ajal menjemputnya Bhisma memberikan nasehat-nasehat

kepada cucu-cucunya Pandawa dan Korawa mengenai kewajiban suci yang

diemban oleh seorang raja (rajadharma).  Sampai disinilah bagian Parwa ini

berakhir.

5. Asramawasaparwa

 Parwa ini menceritakan tentang masa pertapaan raja Dhrstarasta di

pertapaan Byasa setelah perang karena ia merasa sendirian setelah kematian anak-

anaknya dalam peperangan, selain itu juga dikarenakan perkataan Wrkodara

tentang Duryodhana. Dua tahun kemudian Narada muncul memberitahukan

kepada Pandawa bahwa Dhrtarastra beserta Gandhari, Kunti, dan Widura yang

mengiringinya di  pertapaan telah meninggal dalam kebakaran dekat sungai

Gangga.

7

Page 8: RINGKASAN KALANGWAN

6. Mosalaparwa

Parwa yang paling pendek ini menceritakan bagaimana suku Yadu musnah

sesudah pertempuran Agung, kecuali Krsna dan Baladewa. Setelah pertempuran

itu Baladewa melakukan tapa sehingga jiwanya meninggalkan badan dalam

bentuk naga, demikian juga dengan Krsna melakukan pertapaan dan menitipkan

istri – istrinya kepada Basudewa. Basudewa kemudian menyerahkan istri – istri

Krsna kepada Arjuna, Arjuna lalu membawa mereka ke Indraprastha, tempat

Bajra putra Krsna diangkat menjadi raja.

7. Prasthanikaparwa

Parwa ini mengisahkan perjalanan para Pandawa ke hutan. Dalam

perjalan itu satu per satu para Pandawa gugur, karena perbuatan tidak baik yang

pernah mereka lakukan, hanya Yudhistira yang berhasil menyelesaikan perjalanan

itu ditemani oleh seekor anjing yang setia mengiringinginya, anjing itu merupakan

penjelmaan Dewa Dharma. Setelah berhasil melewati segala rintangan dalam

perjalanan kemudian Ydhistira beserta anjing penjelmaan Dewa Dharma diangkat

ke surga oleh Dewa Indra, tetapi sesampainya di surga Yudhistira tidak melihat

saudara –saudaranya, sehingga ia tidak mau tinggal di surga.

8. Swargarohanaparwa

Setibanya di surga Yudhistira tidak melihat saudara-saudaranya tetapi ia

meliahat Duryodana di tengah-tengah para Dewa. Yudhistira tidak terima akan hal

itu karena ia tidak, kemudian Yudhistira pergi ke neraka untuk mencari saudara-

saudaranya. Di neraka ia menemui saudara-saudaranya dalam keadaan yang

menderita. Yudhistira menyalahkan para dewa atas semua keadaan  yang dialami

oleh saudara-saudaranya, tetapi lama kelamaan neraka yang mengerikan tersebut

berubah menjadi surga yang sangat indah. Dijelaskan oleh para dewa kepada para

Pandawa bahwa semua keadaan yang mengerikan tadi adalah sekelumit ganjaran

atas perbuatan buruk yang senpat mereka lakukan selama hidup di dunia,

demikian pula sebaliknya atas apa yang telah dialami para Korawa.

8

Page 9: RINGKASAN KALANGWAN

9. Uttarakanda

Kanda ini merupakan salah satu bagian dari epos Ramayana bukan

termasuk dalam 18 parwa Mahabharata. karya ini mirip dengan karya-karya di

atas, isinya menceritakan tentang bagaimana Rsi Agastya menceritakan riwayat

Rahwana beserta keluarganya kepada sang Rama, bagaimana pengembaraan dan

segala perbuatan jahat yang dilakukan Rahwana selama pengembaraan tetapi

berkat anugerah kekuatan dari Dewa Brahma tidak ada satu pun musuh yang

dapat mengalahkannya sampai Sang Rama mengalahkannya. Disamping itu parwa

ini juga menceritakan rencana sang Rama untuk melakukan uapacara

Aswamedha,.Kisah lain dalam parwa ini yaitu kelahiran putra dari Sang Rama dan

Dewi Sita yang bernama Kusa dan Lawa, Dewi Sita yang ditelan oleh dewi bumi

(Perthiwi) karena diragukan kesucian oleh Sang Rama, kemudian kanda ini di

akhiri dengan kembalinya wujud Sang Rama menjadi dewa Wisnu kemudian naik

ke surga bersama para dewa.

10. Parwa-Parwa dan Sumber Sansekerta; Kutipan-Kutipan dalam

Bahasa Sansekerta

Parwa-parwa banyak mengambil kutipan-kutipan sansekerta di dalamnya.

Kutipan Sansekerta itu sering meliputi satu sloka penuh, yaitu dua baris masing-

masing dengan 16 suku kata. Jika seseorang hanya merangkai kutipan-kutipan

dalam bahasa Sansekerta, maka mustahilah ia dapat mwngikuti jalan ceritanya.

Sering kutipan itu merupakan kata-kata yang diucapakan oleh salah seorang tokoh

dalam suatu cerita. Misalnya kutipan tentang perbincangan Karna dengan Arjuna

sebelum dilaksanakan sayembara Drupadi. Kutipan-kutipan semacam itu cukup

diterangkan oleh keingginan untuk memberikan relief yang lebih kuat kepada

ceita, hal ini dilakukan dengan membubuhi tulisan atau tutur kata dalam bahasa

pribumi, cara ini juga dapat digunakan sebagai usaha dalam meningkatkan minat

pembaca untuk mendalami cerita.

9

Page 10: RINGKASAN KALANGWAN

11. Tanggal Terjadinya

Mukadimah tiga parwa yaitu Adiparwa, Wiratparwa dan Bhismaparwa

dan versi khusus Uttarakanda mengandung informasi yang relevan mengenai hal

ini. pada akhir cerita Wirataparwa yang menyebutkan dengan suatu contoh

bagaimana tanggal dibawakannya pertama kali sebuah karya Jawa Kuna

ditentukan dengan cukup rumit. Menurut kronologi modern tanggalnya ialah sejak

14 Oktober sampai 12 Nopember bertahun 996.

12. Siapa Pengarangnya?

Sastra parwa tidak semuanya ditulis oleh pengarang yang sama, inilah

yang mungkin kita dapat tarik dalam penelitian komparatif tentang bahasa. Hal ini

dikuatkan dengan ciri; Uttarakanda mempunyai suatu ciri yang khas yang tidak

terdapat dalam parwa-parwa lainnya, yaitu cara parwa itu dibagi. Parwa ini terdiri

atas bab-bab singkat atau pada ahir setiap bab dinyatkan sebagai Sansekerta

sebuah nama atau judul yang menunujukan isi dan nomor urutnya. Adiparwa

diawali dengan suatu tindak bakti terhadap dewa Siwa beserta istrinya. Dalam

Wirataparwa kata pengantar pertama dialamatkan kepada Krsnadwipayana yang

sama dengan Byasa, penulis mistis yang menulis Mahabharata. Bhismaparwa pun

diawali dengan bersembah sujud kepada Byasa, kemudian terhadap raja pulau

Yawa yang memakai nama Hari karena ia Wisnu. Akhirnya Uttarakanda, setelah

memuji Balmiki, pengarang Ramayana ‘mahadewa para penyair’, memberi

hormat pula pada sang raja (yang sekali lagi memkai nama Dharmawangsa).

Dalam kata pengantar Adiparwa bersifat Siwaistis sedangkan Bhismaparwa

(meskipun tidak begitu menyolok) dan Uttarakanda bersifat Wisnuistis.

Wirataparwa lebih netral dengan mengarahkan hematnya kepada raja  

10

Page 11: RINGKASAN KALANGWAN

III   TEKNIK PERSAJAKAN DALAM SASTRA JAWA KUNO

1.      Metrum Kakawin

         Istilah kakawin berasal dari metrum-metrum di India, sedangkan istilah

kidung bersifat Jawa asli. Kidung adalah suatu kata Jawa asli, sedangkan kata

kakawin sudah mengungkapkan asal-usulnya, yaitu dari kata Sanskerta kawi;

tetapi kedua afiks Jawa ke-dan –n memberinya warna blasteran. Kawi semula

berarti ‘seorang yang mempunyai pengertian yang luar biasa, seorang yang bisa

melihat hari depan, seorang bijak’; tapi dalam arti yang khas , yaitu seorang

‘penyair’. Afiks ka- dan  -n yang menjadikan bentukkakawin artinya adalah ‘karya

seorang penyair, syairnya’. Tetapi pada periode klasik, dikenal oleh para

sastrawan Jawa kata kawya (kawi) berarti ‘buah dari hasil puisi kraton’, sebuah

syair yang pada pokoknya bersifat epis, yang coraknya agak dibuat-buat, dan

justru inilah sifat-sifat kakawin dalam sastra Jawa Kuno.

         Pada umumnya, kaidah-kaidah metris yang berlaku bagi sebuah kakawin

sama seperti kaidah-kaidah kawya dalam persajakan sanskerta, yaitu dapat di

rumuskan sebagai berikut: sebuah bait terdiri atas empat baris sedangkan masing-

masing baris meliputi jumlah suku kata yang sama, disusun menurut pola metris

yang sama. Menurut pola tersebut kuantitas setiap suku kata – panjang  atau

pendeknya – ditentukan oleh tempatnya dalam baris beserta syarat-syaratnya; dan

sebuah suku kata dianggap panjang bila mengandung sebuah vokal panjang dan

bila sebuah vokal pendek disusul oleh lebih daripada  satu konsonan. Suku kata

terakhir dalam setiap baris dapat bersifat panjang atau pendek. Aneka macam

metrum ini dipakai dalam puisi Jawa kuno, masing-masing dengan namanya

sendiri.

2.      Ulasan-Ulasan Tentang Metrum

         Buku-buku pegangan dari India yang membahas bidang pengetahuan

tentang prosodi atau ilmu persajakan ini disebut chandahsastra dan sama sekali

tidak merupakan buku-buku yang membangkitkan inspirasi puitis. Dalam

kesusastraan Jawa Kuno juga ada buku-buku yang membahas mengenai prosedi,

11

Page 12: RINGKASAN KALANGWAN

tetapi tetap bertolak pada chandahsastraIndia, namanya Wrttasancaya karya mpu

Tanakung dan sebuah ulasan yang berjudulWrttayana (tanpa pengarang).

         Ulasan mengenai chandahsastra tentang metrum kakawin. Jumlah suku

kata (warna aksara) dalam satu baris (pada) disebut chanda oleh para penyair

tersohor (kawindra);empat baris serupa itu mewujudkan satu kakawin. Disini juga

diterangkan tentang wrttaseperti terdapat dalam Pinggala, yaitu mengenai “tempat

dan penyusunan suku kata yang panjang dan yang pendek (guru laghu). Dengan

demikian istilah wrrta menunjukkan metrum seperti ditentukan oleh pembagian

kuantitas dalam setiap baris; jelaslah juga bahwa chanda yang sama dapat

meliputi bermacam-macam wrtta yang berbeda-beda.

3.      Prosodi India dan Jawa Kuna

         Lebih dari separuh metrum yang dimuat dalam kakawin-kakawin Jawa Kuna

sama sekali tidak terdapat dalam buku-buku pegangan India. Sejumlah besar

metrum yang tidak terdapat di India berasal dari Jawa. Kakawin-kakawin pada

periode klasik ( yaitu sampai dengan masa jayanya Majapahit), secara relatif

bebas dari unsur-unsur asing; sedangkan kakawin-kakawin dari jaman mundurnya

Majapahit dan khususnya kakawin yang yang berasal dari periode Bali (yaitu

sesudah kerajaan Bali memisahkan diri dari Majapahit), memperlihatkan

penyimpangan-penyimpangan yang makin banyak dari kaidah-kaidah asli, sampai

peraturan-peraturan itu diabaikan sama sekali. Disiplin dalam mempertahankan

metrum mulai menjadi kendur dan pengetahuan mengenai prosodi Indiamulai

menjadi pudar.

4.      Metrum Kidung

         Metrum kidung tidak berasal dari India, melainkan dari Jawa. Metrum

kidung disebut metrum tengahan dan prinsip dasarnya sama dengan metrum

dalam puisi Jawa Modern yang dinamakan metrum macapat. Adapun ciri-ciri

umumnya sebagai berikut; (1) jumlah baris dalam satu bait tetap sama selama

metrumnya tidak diganti. Semua metrumtengahan  mempunyai lebih dari empat

baris, berlainan dengan kakawin. (2) Jumlah suku kata dalam setiap baris tetap,

12

Page 13: RINGKASAN KALANGWAN

tetapi panjang garis dapat berubah menurut kedudukannya dalam bait. Setiap

metrum tertentu memperlihatkan polanya sendiri. (3) Persajakan kidung

memperlihatkan semacam rima yang sama sekali tidak dikenal dalam

metrumIndia.

13

Page 14: RINGKASAN KALANGWAN

IV Penyair, Syair, dan Puisi

1.  Bahan Tulis;  Cara penulisan karya sastra Jawa Kuna pada jaman dulu tidak

sama dengan apa yang dilakukan di Bali. Ini dapat dilihat dari beberapa referensi

kekawin yang tidak satupun menyebutkan daun lontar sebagai bahan tulisan.

Begitu juga dalam relief-relief candi Jawa Kuna, bahan tulisan dalam relief

tersebut di buat lebih besar dan lebar dari daun lontar.

2.  Tanah dan Karas; Tanah adalah alat yang dipakai sebagai alat untuk menulis,

sedangkan karas adalah bahan yang ditulisi. Tanah terbuat dari semacam ‘tanah’

atau semacam gerip. Karas pada umumnya berarti semacam “papan kayu atau

keping-keping batu”.

3.  Pudak;  Selain tanah dan karas bahan tulis yang lain adalah pudak atau disebut

juga ketaka atau ketaki yaitu bunga pandan. Daun bunga pandan yang panjang dan

putih dipakai sebagai bahan tulis.

4.  Yasa, Mahanten, Bale; Bangunan yang tiang-tiang kayunya dapat dihiasi

dengan lukisan  disebut dengan yasa padan kata bale. Manaten ialah sebuah

bangunan yang dipakai oleh dua kekasih sebagai tempat pertemuan atau tempat

sang penyair atau seorang kekasih yang merasa rindu mencari kesunyian.

5.  Těto, Wilah;  Konteks yang dapat dipadankan dengan kata teto yaitu kata

panglari dan panghret. Panglari merupakan sebuah papan yang yang dipasang

disepanjang atap, sedangkan panghret merupakan merupakan balok lintang. Wilah

dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan kata galar.

6.  Bentuk-bentuk Puisi; Terdapat juga hasil karya sastra seperti kekawin namun

disebut dengan nama lain yaitu wilapa, pralapita, bhasa,

dan palambang. Wilapamerupakansebuah syair dalam metrum kekawin, yang

membahas tentang cinta dan keindahan, tetapi tidak merupakan sebuah

ratapan. Pralapita merupakan sebuah syair menurut arti umum, karena syair ini

tidak mengandung adegan-adegan asmara, tetapi memang memaparkan deskripsi-

deskripsi tradisional mengenai keindahan alam. Sedangkan bhasa merupakan

syair yang dipakai untuk menunjukan suatu deskripsi singkat tetapi penuh emosi

mengenai rasa asmara maupun suatu reaksi terhadap keindahan alam. Istilah

14

Page 15: RINGKASAN KALANGWAN

palambang dipakai untuk menyebutkan berbagai kakawin utama yang cukup

panjang, namun sebuah sajak cinta pendek yang ditulis diatas daun pudak juga

disebut palambang.

7.  Para Kawi; Kata kawi biasanya dipakai untuk menujukkan seorang penyair,

namun artinya lebih luas juga, yaitu setiap orang yang mempelajari buku-buku

atau mahir dalam hal itu. Mereka yang termasuk kelompok para kawi tidak

semuanya merupakan penyair-penyair kreatif. Ada juga gelar-gelar lain yang

digunakan untuk menyebutkan istilah sang kawi seperti kawiwara (kawi yang

unggul), kawindra (pangeran diantara para kawi), kawi wiku (kawi yang

menjalani kehidupan religius), dan sebagainya.

8.  Penyair dan Raja Majikan; Dalam kesusastraan Jawa Kuna hubungan antara

penyair dengan majikannya atau sanga raja sangatlah erat. Raja memberi restu

kepada penyair dalam menyelesaikan karyanya. Simpati sang raja juga merupakan

berkat yang menyuburkan karya seorang penyair dan raja melindungi penyair

dengan sebuah manggala, penyair mempersembahkan karyanya.

9.  Agama Sang Kawi; Bait pembukaan pada kekawin disebut manggala, yaitu

segala sesuatu, setiap kata, perbuatan atau oran yang karena kesaktiannya dapat

menjamin sukses sebuah pekerjaan yang akan dimulai. Puji-pujiandan

permohonan berkah kepada para dewa biasanya terdapat pada utama manggala.

Dalam penulisan manggala yang penting bukan pertama bukan seorang dewa

yang namanya diserukan, melainkan cara nama itu diserukan serta dari sudut

mana dewa itu di dekati.

15

Page 16: RINGKASAN KALANGWAN

V    ALAM YANG TERPANTUL DALAM SASTRA KEKAWIN

1. Waktu dan Musim

Bersasarkan sumber-sumber Jawa Kuno, hari alamiah dibagi-bagi menurut

dua bagian yang sama panjang yaitu masing-masing terdiri atas delapan jam atau

“pukul” dan dihitung sejak matahari terbit (jam 6) dan sejak matahari terbenam

(jam 18.00). Ini berarti bahwa satu jam Jawa Kuno sama dengan 90 menit. Jam-

jam memang dipukul pada sebuah kentungan dan jumlah pukulan serasi dengan

waktu yang bersangkutan.

Saat-saat yang dalam sastra kekawin sering disebut-sebut ialah sore dan

senja, malam yang disinari rembulan dan menjelang fajar. Dalam sastra Jawa

Kuno tidak ada yang melukiskan musim yang silih bergabti dan terperinci, bulan

demi bulan, musim-musim yang dilukiskan berbeda dengan musim di India.

2. Flora dan Fauna

Tumbuhan dan hewan dalam sastra kekawin kebanyakan bersifat Jawa.

Pohon-pohon dan bunga-bunga yang diperhatikan dalam sastra kekawin adalah

yang dilihat penyair disekitar mereka, khususnya pohon dan bunga. Binatang yang

diperhatikan pengawi pada umumnya yang berkaki empat,hanyalah kuda dan

gajah yang merajaimedan pertempuran. Mengenai kehidupan liar dihutan yang

sering dibicarakan adalah kijang dan kancil.

3. Daerah Pedesaan dan Istana Raja

Dalam banyak puisi mencerminkan kehidupan orang Jawa yang hidup

ditengah lingkungan ini, puisi kekawin pada hakekatnya merupakan puisi keraton,

maka keraton merupakan bagian masyarakat Jawa yang paling dirkenal oleh

penyair dan pelukisan kehidupan pedesaan hanya memaparkan latar belakang.

Kehidupan pedesaan dimasukkan dalam cerita untuk menghidupkan

penggambarannya.

4. Kesatuan Alam Semesta

Dalam semua ungkapan puitis kita berjumpa dengan sebuah unsur pokok

dalam alam pikiran Jawa Kuno : kemanunggalan alam semesta dan semua mahluk

di dalamnya yang kait-mengkait. Alam yang terpantul dalam kekawin adalah alam

yang seperti dipandang oleh penyair Jawa Kuno bila ia melihat sekelilingnya.

16

Page 17: RINGKASAN KALANGWAN

Cara ia melukiskan hubungan manusia dan alam membuktikan bahwa ia

memandang dunia ini dengan cara yang bagi dia sendiri serta pendengarnya jelas

sekali, yakni bersatu.

17

Page 18: RINGKASAN KALANGWAN

BAGIAN KEDUA

VI. RAMAYANA

1.Ikhtisar Ramayana

            Diceritakan Dasaratha melalui upacara pemujaan mendapatkan anak dari

istri-istrinya. Dewi Kosalia melahirkan Rama, Dewi Kekayi melahirkan Bharata,

Dewi Sumitra melahirkan Laksmana dan Satrughna. Setelah mereka Dewasa, Rsi

Wiswamitra meminta bantuan Rama dan Laksamana untuk mengalahkan para

raksasa yang mengacaukan pertapaannya. Wiswamitra menyuruh Rama agar

datang ke sayembara yang diadakan oleh Raja Janaka guna mendapatkan Sita.

Di sana, Ramalah yang keluar sebagai pemenang karena berhasil mematahkan

busur yang muncul pada saat Sita dilahirkan. Dasaratha diundang ke pesta

perkawinan. Kemudian dalam perjalanan pulang, Rama dihadang oleh Parasu

Rama dan ditantang berkelahi. Rama menerima dan memenangkan pertarungan

itu. Tibalah saatnya penobatan Rama sebagai Raja, namun Dewi Kekayi tidak

setuju dan meminta agar Bharatalah yang menjadi raja yang didukung oleh suatu

janji. Kemudian Rama, Sita dan Laksmana diasingkan ke hutan. Dasaratha

meninggal karena sakit hati. Bharata kemudian naik tahta, namun kemudian

menemui Rama, membujuk Rama untuk mengambil alih kerajaan. Rama menolak

dan menyuruh Baratha yang menjadi Raja sementara Rama menjalani

pengasingan. Rama, Sita dan Laksamana tinggal di pertapaan Sutiksna, semua

raksasa pengganggu ditumpas sampai Sarpanaka datang menggoda  Rama dan

Laksmana. Akibatnya Sarpanaka dipotong hidungnya oleh laksamana, iapun

mengadu kepada kakaknya Rahwana sambil menyampaikan bahwa di Sutiksna

ada Sita yang sangat cantik. Rahwana marah dan pergi membalas dendam sambil

berusaha menculik Sita. Sita berhasil diculik dengan siasat menyamar, karena

ditinggalkan Rama dan Laksmana yang mengejar kijang jelmaan Patih Marica. Di

tengah jalan Sita ditolong oleh Jatayu, namun dapat dikalahkan dengan ajian

Panca Sona, sebelum meninggal Jatayu memberi tahu Rama kalau Sita diculik.

Atas suatu nasehat, Rama pergi ke Rsyamuka meminta bantuan Sugriwa.

Kemudian sampai di sana Sugriwa memohon pada Rama, agar dapat

membantunya mengalahkan Subali, dan akhirnya Subali dibunuh oleh Rama.

18

Page 19: RINGKASAN KALANGWAN

Sugriwa mengutus Hanoman mencari keberadaan Sita. Hanoman pergi ke

Alengka dengan melewati banyak rintangan selama perjalanannya. Di alengka

Hanoman melakukan penyamaran dan berhasil menemukan Sita di bawah pohon

asoka dengan dijaga oleh Trijata. Hanoman menemui Sita dan menjelaskan tujuan

kedatangannya, dan ia pun berjanji akan kembali bersama Rama dan yang lainnya

untuk menjemput Sita. Setelah itu hanuman mengamuk dan membakar seluruh

kota Alengka. Kemudian setelah berpamitan dengan Sita, Hanoman kembali ke

Gunung Malyawan dengan membawa bukti sebuah surat dan manik milik Sita,

diserahkannya kepada Rama. Rama memutuskan untuk menyerang Alengka.

Rahwana pun demikian saking kuat keinginannya memiliki Sita, sampai nasehat

dari Wibisana dan yang lainnya tidak diperdulikannya yang mengakibatkan

Wibisana diusir dan berada di pihak Rama. Jembatan Situbondo berhasil dibangun

oleh para kera dan tibalah Rama beserta rombongan di Alengka. Perang pun

terjadi dengan sangat sengit, pasukan Rahwana mengalami kekalahan.

Kumbakarna adik Rahwana berhasil dibunuh oleh Rama, dan menyusul Kematian

Rahwana oleh Rama. Perang pun usai. Negeri Alengka hancur. Rama , Laksmana

dan Sita telah selesai menjalankan pengembaraannya dan kembali ke Ayodya.

Setibanya di Ayodya, mereka disambut dengan meriah. Rama kembali menduduki

tahta kerajaan.

2. Prototipe dari India

            Terdapat kesamaan antara kekawin Ramayana di nusantara dengan epos

Sanskerta karangan Walmiki dan dipertanyakan mungkinkah penyair Jawa Kuna

menggunakan suatu versi teks Walmiki? Melalui banyak penelusuran pertama

kalinya pada tahun 1934 oleh Himansu Bhusan Sarkar, kemudian oleh

Manomohan Gosh, dan disimpulkan bahwa naskah yang menjadi sumber bagi

Yogiswara dalam menulis kekawin Ramayana ialah Bhatti-Kavya; ia mengambil

alih tema karangan India sampai segala seluk-beluknya dan sebanyak mungkin

juga memakai sejumlah ungkapan yang sama, karena ditemukan kemiripan

sebuah karya klasik Sanskerta karangan Bhatti-

kavya yaituRavanavadha. Kesimpulan ini pun dibenarkan oleh C. Bulkcke dan C.

19

Page 20: RINGKASAN KALANGWAN

Hooykaas, khususnya C. Hooykaas dengan membandingkan isi kekawin bait demi

bait dengan isi Kavya dari India.

3. Waktu Penulisan dan Pengarangnya

            Menurut H. Kern, Ramayana ditulis setelah Bharatayuddha dan sebelum

Bhomantaka, sehingga diketahui kekawin ini ditulis dari jaman Kediri abad ke-12.

Stutterheim  menolak pendapat Poerbatjaraka mengenai waktu penulisan kekawin

ini, dan berpendapat bahwa ini ditulis sebelum jaman Mpu Sindok. Menurut

Hooykaas, kekawin ini diakui sebagai ‘kekawin pertama dan teladan’ bagi

serangkaian karya serupa dalam sastra Jawa-Bali, yang lebih dalam mengulas

kisahnya lebih mempertahankan sifat Indianya. Dalam tradisi Bali, Mpu

Yogiswaralah yang mengarang kekawin ini walaupun tanpa dasar bukti yang kuat

dan ini disetujui oleh sarjana Barat. Menurut Poerbatjaraka, karya ini bersifat

Siwa-istis, tapi menurut Hooykaas bersifat Wisnu-istis.

                            

20

Page 21: RINGKASAN KALANGWAN

VII. ARJUNAWIWAHA GUBAHAN MPU KANWA

1. Ikhtisar Arjunawiwaha

Raksasa Niwatakawaca bersiap menyerang surga. Niwatakawaca sangat

sakti, tidak dapat dibunuh oleh raksasa maupun Dewa. Indra yang merasa

khawatir memutuskan minta bantuan pada Arjuna yang sedang bertapa di puncak

Indrakila. Para bidadari diutus oleh Indra untuk menguji ketabahan tapa Arjuna

tapi tidak membuahkan hasil. Tahu akan hal itu, Niwatakawaca mengutus raksasa

muka membunuh Arjuna, dia menyamar menjadi seekor babi hutan, mengobrak-

abrik pertapaan sampai Arjuna menjadi marah dan memanah si Muka. Bersamaan

pula Siwa menyamar menjadi pemburu dan memanah si Muka. Panah mereka

menyatu di bangkai si Muka. Terjadi perkelahian mereka sampai Siwa

menunjukkan wujud aslinya dan menganugrahi panah pasupati. Setelah itu datang

dua Apsara membujuknya agar mau membantu Dewa membunuh Niwatakawaca.

Arjuna pun pergi ke Sorga. Setiba disana, mereka mengatur siasat dan mengetahui

kelemahan Niwatakawaca, perang pun dilangsungkan. Pasukan Indra pura-pura

kalah, disanalah ada kesempatan karena Niwatakawaca memperlihatkan

kelemahannya yaitu pada ujung lidah. Saat itu pula ditembakkan anak panah oleh

Arjuna dan terbunuhlah Niwatakawaca. Para raksasa kabur dan ada yang dibunuh.

Mereka kembali dengan kemenangan. Arjuna dianugrahi tinggal di sorga selama 7

hari sorga, setara 7 bulan waktu dunia manusia, dan kawin dengan ke-7 bidadari

secara bergantian. Lalu Arjuna kembali ke saudara-saudaranya setelah menikmati

kenikmatan-kenikmatan.

2. Asal Mula Cerita, Pengarang dan Waktu Penulisannya.

            Arjunawiwaha merupakan tonggak awal sastra puitis Jawa Timur, asal

mula cerita diawali dari Wana Parwa saat Pandawa menjalani pengasingan dalam

hutan selama 12 tahun. Pernikahan Arjuna di surgalah yang menamai kekawin ini.

Gubahan ini boleh dikatakan usaha Mpu Kanwa yang pertama dalam menyusun

dan menggubah sebuah kekawin, pada saat ia bersiap-siap mengikuti ekspedisi

21

Page 22: RINGKASAN KALANGWAN

militer, di bawah perlindungan Raja Erlangga. Untuk Erlanggalah Mpu Kanwa

menggubah syairnya, syair ini ditulis antara tahun 1028 dan 1035.

22

Page 23: RINGKASAN KALANGWAN

VIII   MPU SEDAH DAN MPU PANULUH

1. Ikhtisar Hariwangsa

            Wisnu menjelma ke dunia dalam wujud Krisna untuk melindungi dunia

dan memusnahkan Bhoma, Kangsa dan Kalayawana. Narada turun dan

memberitakan tiba saatnya Dewi Sri menjelma dalam diri Rukmini anak

Bhismaka, raja Kundina sebagai satu-satunya kekasih Krisna. Krisna berupaya

mendapatkan Rukmini dengan segala cara, hingga terjadi peperangan, Para

Pandawa saat itu memihak Jarasandha atas nama ksatria, para Korawa pun

demikian. Perang pun terjadi. Para Wrsini dan Yadu berada di pimpinan Krisna

melawan pasukan Jarasandha. Jarasandha gugur, namun perang tetap berlangsung,

sampai semuanya gugur, yang tersisa Yudistira tapi sudah terbius oleh senjata

Mohana dan Arjuna kini berduel dengan Krsna sampai keduanya kembali

menyatu ke wujud Wisnu. Saat itu Yudistira sadar dan memohon pada Wisnu agar

semuanya dihidupkan kembali dan keadaan dipulihkan. Setelah terkabul, Wisnu

kembali ke wujud Krsna dan Arjuna dan mereka pulang ke tempat masing-

masing. Pernikahan Krisna pun berlangsung dan keempat istri Krsna perwujudan

Sri melahirkan anak-anaknya. Setelah menyelamatkan dunia di era dwapara,

Krsna dan Rukmini kembali ke wujud Dewa dan kembali ke surga.

2. Ikhtisar Bharatayuddha

            Menceritakan tentang Peperangan Pandawa dan Korawa. Dari saat Krisna

melakukan perundingan dan memutuskan untuk perang. Perang daripihak korawa

dipanglimai oleh Bhisma sampai terakhir Salya. Semuanya Gugur, dan

kemenangan ada di pihak Pandawa. Duryodhana kabur di sebuah pertapaan

sampai perang tandingnya dengan Bhima hingga ia terbunuh. Pandawa dan Krsna

pulang dengan kemenangan, tapi Krisna ingat sumpah duryodhana, maka ia

beserta Pandawa memutuskan pergi ke tempat-tempat suci guna menebus dosa.

Pada malam yang sama sebelum fajar, Aswatthama membunuh musuh-musuhnya

termasuk kelima anak Drupadi saat tertidur.Drupadi bertekad membalas dendam,

minta agar mutiara yang menghias dahi Aswatthama diberikan kepadanya.

23

Page 24: RINGKASAN KALANGWAN

Pandawa melacaknya dan Bhima hampir membunuhnya, Aswatthama

mengangkat anak panah sakti hadiah dari Drona namun tidak bisa dikendalkan

dan akhirnya menembus kandungan Uttari, namun oleh Krsna dihidupkan

kembali.

3. Ikhtisar Ghatotkacasraya

            Saat pengasingan Pandawa, Abhimanyu tinggal dengan ibunya di

Dwarawati, hingga ia menjadi seorang perjaka tampan dan jatuh cinta dengan

Ksiti Sundari, putri Krisna. Baladewa marah mengetahui hal itu karena Sundari

telah dijodohkan dengan anak Duryodana. Abhimanyu lari ke hutan, bertemu

dengan Dewi Durga dan diberi petunjuk agar meminta bantuan Ghatotkaca untuk

merebut Sang Putri yang kemudian mengakibatkan perang dipelopori oleh

Duryodhana yang menyerang Yadhu. Saat itu Krisna sedang di pertapaan dan

segera pulang meluruskan masalah. Akhirnya cinta keduanya tak terhalangi lagi,

namun setelah selesainya pengasingan Pandawa, Abhimanyu dan ibunya pergi ke

Wirata. Di sana Abhimanyu dinikahkan dengan Diah Uttari, putri Wirata dan

Ksiti Sundari berikutnya, sebagai istri kedua Abhimanyu.

4. Waktu Penulisan dan Pengarangnya

            Ketiga kekawin diatas adalah karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh,

dikarang pada masa pemerintahan Prabu Jayabhaya pada masa Kadiri yang mana

karya ini dipersembahkan pengarang bagi beliau. Mpu Panuluh mendapat titah

dari Sang Raja untuk melukiskan perbuatan-perbuatan Krsna yang tersohor dan

bahwa ia meneruskan karya Mpu Sedah mulai dari adegan saat Salya menjadi

panglima tertinggi. Hariwangsa ditulis sebelum Bharatayuddha, yang mengawali

terciptanya karya puitis pada masa itu.

5. Bharatayuddha dan Mahabharata

            Cerita ini mengikuti kisah peperangan antara para Pandawa dengan

Korawa seperti yang tercantum dalan epos India, dimulai dengan persiapan

24

Page 25: RINGKASAN KALANGWAN

peperangan agung (Udyogaparwa), dan berakhir dengan pembantaian kebanyakan

pahlawan Pandawa dalam malam sesudah pertempuran (Sauptikaparwa).

6. Krsna dan Rukmini

            Dalam penafsiran Hariwangsa, kita mengartikannya sebagai sebuah cerita

mengenai Krsna, dan diantara kehidupan-kehidupan Krsna, penculikan Rukmini

merupakan cerita yang paling digemari oleh rakyat Jawa jaman dulu.

7. Ikhtisar Krsnayana

            Cerita yang terkandung dalam ikhtisar ini sama dengan yang terdapat

dalam Hariwangsa, yaitu dengan inti adanya peristiwa perampasan Rukmini oleh

Krsna, yang mengakibatkan perang yang besar yang melibatkan Pandawa dan

Korawa sebagai musuh Krsna saat itu.

25

Page 26: RINGKASAN KALANGWAN

IX  MPU DHARMAJA, MPU MONAGUNA DAN MPU TRIGUNA

1. Ikhtisar Smaradahana

Saat itu sorga terancam oleh oleh Nilarudraka, dan hanya Siwa yang dapat

menghadapi. Indra mengutus Kama untuk mengganggu yoga Siwa, dan diketahui

Siwa Dalam sekejapKama hangus oleh api yang terpancar dari Siwa. Para Dewa,

Ratih dan yang lainnya menangisi Kematian Kama. Karena kesetiaannya, Ratih

menceburkan diri ke api dan akhirnya bisa bertemu dengan Kama namun tak

dapat bersatu karena tak berbadan. Kama memasuki hati Siwa, Ratih memasuki

hati Uma. Dan tibalah pertemuan Siwa dengan Uma yang menghasilkan buah,

Putra yang dilahirkan Uma menyerupai seekor gajah karena saat sebelum putra itu

lahir, Indra membawa seekor gajah ke hadapan Uma yang membuat Uma merasa

ketakutan. Lahirlah Gana, dan saat Nilarudraka menyerang para Dewa, Ganalah

yang akhirnya membunuh Nilarudraka saat peperangan para Dewa dengan para

raksasa di bawah pimpinan Nilarudraka. Akhirnya dunia kembali tenang.

2. Waktu Penulisan dan Pengarangnya

            Pengarang yang menamakan diri Mpu Dharmaja dalam cerita ini

menunjukkan niatnya memuji Kama. Pujian tersebut mengawali syair dan

ditujukan kepada Sri Kameswara di masa Daha (Kadiri) sebagai suatu tanda

kehormatan.

3. Ikhtisar Sumanasantaka, Waktu Penulisan dan Pengarangnya.

            Karena suatu ketakutan, Indra mengutus Harini untuk menggoda

Trnawindu yang sedang melakukan tapa brata. Trnawindu mengetahui bahwa ini

adalah siasat Indra. Ia marah, mengutuk Harini akan dilahirkan sebagai

manusia. Harini memohon agar kutukan itu dicabut namun itu tidak dapat

dilakukan. Tapi Trnawindu berjanji bahwa kekasihnya di surga akan dilahirkan

sebagai manusia (pangeran Aja), dan riwayat Harini akan ditamatkan oleh

sekuntum bunga Sumanasa. Harini dilahirkan sebagai putri seorang raja yang

memerintah rakyat Krthakesika, ia bernama Indumati namun akhirnya kedua

26

Page 27: RINGKASAN KALANGWAN

orang tuanya meninggal dan tahta diambil alih oleh kakaknya yaitu pangeran

Bhoja. Bhoja mengadakan Sayembara untuk Indumati dan pangeran Aja dari

Ayodya keluar sebagai pemenang dan berhasil membawa pulang Indumati sebagai

istrinya, mempunyai anak yang bernama Dasaratha. Suatu saat, Narada

melakukan suatu pujaan dengan memainkan alat musik bersama dengan para

Sapta Rsi. Sebuah kalung bunga Sumanasa jatuh dari alat musiknya dan jatuh di

dada Indumati, dan beberapa saat kemudian ia meninggal dan kembali ke surga.

Pangeran aja meninggal di sebuah tempat pemandian suci pertemuan sungai

Gangga dengan Sarayu. Delapan tahun kemudian Dasaratha naik tahta..     Ini

adalah syair pertama yang ditulis oleh Mpu Monaguna, ditulis pada masa Kadiri

tepatnya pada masa Raja Warsajaya, yakni Warsajaya sendiri merupakan guru

dari Monaguna.

27

Page 28: RINGKASAN KALANGWAN

X   BHOMANTAKA ATAU BHOMAKAWYA

1. Ikhtisar Bhomantaka

Para Rsi memohon agar Krsna membantu para pertapa di Himalaya 

karena selalu diganggu para raksasa. Krsna mengutus putranya Samba, di sana

Samba tinggal beberapa waktu dan bersahabat dengan murid Wiswamitra yang

bernama Gunadewa. Karena mendengar suatu cerita dari Gunadewa, Samba

mengetahui bahwa pada kehidupannya terdahulu ia pernah meninggalkan

kekasihnya, Yajnyawati yang menjadi anak angkat Naraka. Kemudian Samba

berhasil menemui Yajnyawati disan ketika hendak dilarikan, ia ketahuan oleh para

Raksasa. Saat samba akan menyerang kraton Bhoma, hal itu diketahui Narada dan

menyarankan agar ia kembali ke Dwarawati dulu untuk mengatus siasat sementara

Yajnyawati diamankan oleh anak buah Bhoma. Lalu pasukan disiapkan. Bhoma

mencari sekutu antara lain Jarasandha, Raja Cedi, Raja Magadha, dan Satruntapa.

Dalam peperangan, semua sekutu Kresna kalah. Akhirnya tibalah saat

pertempuran antara Krsna dengan Bhoma. Krsna kembali ke wujud Wisnu yang

menggemparkan, dengan burung garudanya yang menjauhkan senjata andalan

Bhoma dari Bhoma sendiri dan akhirnya Bhoma bisa dibunuh oleh Wisnu.

Kemudian Indra menampakkan diri, memberikan anugrah dan semuanya

dihidupkan kembali kecuali Bhoma.

28

Page 29: RINGKASAN KALANGWAN

XI   MPU TANTULAR

1. Ikhtisar Arjunawijaya

            Ini menceritakan tentang Raja Rawana (Dasamukha) yang dalam

perjalanannya menghancurkan tempat-tempat yang dilaluinya, ia menerima

banyak kutukan dari musuh-musuhnya seperti diri dan kratonnya akan dihabisi

oleh jelmaan Wisnu, juga oleh para kera dan kutukan menyeramkan lainnya. Saat

mengganggu Siwa dengan mengangkat kaki gunung Kailash, tangannya terjepit

oleh gunung yang ditekan oleh Siwa, kemudian ia minta ampun. Suatu saat

Dasamukha melakukan tapa di hadapan sebuah lingga, ia terganggu karena air

membanjiri tempatnya dan ia terpaksa lari ke sebuah bukit. Raksasa menceritakan

ini akibat dari Arjuna Sahasrabahu membuat bendungan di hilir sungai guna dapat

dimanfaatkan. Akibatnya Dasamukha marah dan menyerang Arjuna, tapi Arjuna

telah mendengar kabar itu lalu bersiaga menyiapkan pasukan. Perang pun terjadi.

Dasamukha berkali-kali dibunuh namun hidup lagi. Akhirnya, Dasamukha bisa

dibuat pingsan, lalu diikat dengan rantai dibawa pergi. Ketika pulang, istrinya

sudak meninggal bersama para dayangnya karena seorang raksasa membawa

kabar bahwa Arjuna telah tewas, maka dari itu istrinya membunuh diri. Namun

akhirnya dihidupkan kembali. Dasamukha dibebaskan kembali atas permintaan

kakek Dasamukha sendiri yang bernama Pulastya. Semua yang telah mati

dihidupkan kembali oleh Pulastya sebagai tanda terima kasih kepada Arjuna.

2. Ikhtisar Sutasoma

            Ini menceritakan seorang pangeran dari raja Sri Mahaketu yang

memerintah di Hastina. Kerajaannya terancam oleh raksasa-raksasa dan

pimpinannya. Hanya keturunannya yang mampu mengalahkan raksasa itu. Ketika

diminta naik tahta, Sutasoma menolak memilih mengembara. Setelah lama

perjalannya, ia betemu dengan sepupunya yaitu Raja Dasabahu dan ia akan segera

menikah dengan adik dari dasabahu yang bernama Candrawati dan ia kembali

pulang ke keratonnya menemui kedua orang tuanya dan kemudian naik tahta. Raja

Raksasa Porusada baru sembuh dari luka akibat bergaul dengan Kala namun kala

29

Page 30: RINGKASAN KALANGWAN

menghendaki imbalan agar dipersembahkan 100 orang raja kepadanya. setelah

mendapatkan 100 orang Raja, Kala meminta agar ditambahkan lagi dengan raja

Sutasoma. Porusada pergi mencari Sutasoma untuk ditangkap. Setelah bertemu,

Sutasoma sendiri yang menyerahkan diri agar dapat menukar ke 100 raja yang

telah ditangkap sebelumnya dengan dirinya. Sutasoma pergi menemui Kala,

keseratus raja itu dilepaskan dan Kala berusaha membunuh Sutasoma dengan

menjadi naga dan mulai menelan Sutasoma, seketika Kala dipenuhi rasa cinta dan

belas kasih dan tidak jadi membunuh Sutasoma, dan memohon agar ia dapat

diterima sebagai muridnya. Dunia merasakan kedamaian dan akhirnya Sutasoma

dan Candrawati kembali ke sorga dan Hastina dipimpin oleh putranya yaitu

Ardhana.

30

Page 31: RINGKASAN KALANGWAN

XII   PRAPANCA DAN NAGARA KRTAGAMA

Nagarakrtagama merupakan sebuah karya sastra yang diciptakan sang

Kawi bernama Prapanca. Kekawin Nagarakrtagama melukiskan kerajaan

Majapahit di bawah pemerintahan raja Rajasanagara (Hayam Wuruk). Kekawin

ini menyebutkan tentang wilayah-wilayah kekuasaan Majapahit, perjalanan raja

Hayam Wuruk menelusuri wilayah kerajannya setiap tahun pada akhir musim

sejuk, upacara sraddha untuk memperingati Tribhuana, Ibu suri (Rajapatni).

Kekawin ini juga disebut Desawarnana(pelukisan tentang wilayah kerajaan).

Naskah ini satu-satunya ditemukan di Lomboktahun 1894.

31

Page 32: RINGKASAN KALANGWAN

XIII    MPU TANAKUNG

1. Ikhtisar Lubdhaka

            Syair ini digubah oleh Mpu Tanakung diperkirakan pada pertengahan abad

ke-15 dalam perlindungan raja Sri Suraprabhawa. Diceritakan Ada seseorang

pemburu yang bernama Lubdhaka. Pada tanggal 14 paro petang ia pergi berburu.

Namun dia tidak mendapatkan seekor pun binatang buruan sampai malam tiba.

Karena takut, ia naik ke atas pohon wilwa, memetik-metik daunnya agar terjaga

sepanjang malam itu. Di bawah pohon itu ada danau yang terdapat sebuah lingga

Siwa dan petikan daun itu jatuh tepat diatasnya. Esok harinya ia pulang dengan

tangan kosong. Beberapa tahun kemudian si pemburu jatuh sakit dan akhirnya

meninggal dunia. Jiwanya mengambang, lalu Siwa mengutus abdinya untuk

menjemput si pemburu namun terjadilah perang antara abdi Siwa dengan para

Kingkara memperebutkan jiwa si pemburu, yang dimenangkan oleh para abdi

Siwa. Jiwa si pemburu dibawa ke tempat Siwa dan disana ia disambut dengan

sangat baik. Karena kalah, paran Kingkara melapor kepada Yama, Yama merasa

telah gagal menjalankan tugasnya dan Yama memutuskan untuk mengundurkan

diri dari tugasnya kepada Siwa. Akhirnya Siwa menjelaskan bahwa pada malam

Siwa harus dihormati, Lubdhakalah satu-satunya dan juga orang pertama yang

melakukan pembersihan dosa dengan memuja Siwa pada malam yang disebut

Siwaratri walaupun pemujaan tersebut tidak disengaja dan tidak diketahui oleh

Luibdhaka sendiri. Dengan demikian ia patut memerima anugrah, dan semua

dosa-dosanya dihapuskan.

32

Page 33: RINGKASAN KALANGWAN

XIV     PARTHAYAJNA DAN KUNJARAKARNA

Parthyajna dan Kunjarakarna merupakan dua buah kekawin karya Mpu

Tanakung yang ceritanya dipahatkan sebagai relief sebuah candi di Jawa Timur.

1. IKHTISAR PARTHAYAJNA

menceritakan perjalan Arjuna ke gunung Indrakila. Guna mempersiapkan

diri untuk pertempuran dahsyat, Arjuna harus menjalankan tapa-brata agar

memperoleh bantuan (senjata) dari ilahi yang mereka perlukan. Gunung Indrakila

merupakan tempat ia dapat berjumpa dengan para dewa. Dalam perjalanan ia

kemudian bertemu dengan Kama dan Ratih, dewa dan dewi asmara. Arjuna

meneruskan perjalan ke gunung Indrakila; terus menurus ia bergulat melawan

godaan lelah dan. Akhirnya dia sampai juga di Inggitamertapada tempat kediaman

Dwaipyana. Setelah mendengar apa yang terjadi di Hastina dan apa yang menjadi

tujuan perjalanan Arjuna, maka ia menerangkan sifat para Korawa dan Pandawa

yang sebenarnya para korawa merupakan reinkarnasi kejahatan, sedangkan para

pandawa dewa Pancakusika yang diutus oleh sang mahadewa untuk membunuh

para korawa bila waktu yang telah ditetapkan tiba. Dengan cita-cita ini di dalam

batinnya Arjuna menuju gunung Indrakirana; setalah satu tahun tujuannya tercapai

dan Siwa manampakkan diri sebagai Kirata.

2. Ikhtisar Kunjarakarna

            Yaksa Kunjarakarna Melakukan meditasi  Buddha di Gunung Semeru agar

dapat dibebaskan dari wataknya sebagai setan dalam inkarnasi berikut. Setelah

menghadap Wairocana, diberi anugrah mengenai dharma dan diberi penerangan

mengenai berbagai nasib yang dialami para mahluk dunia ini. Sang dewa memuji

keprihatiannya yang demikian. Dengan hati cemas mengenai nasib sahabatnya,

Kunjarakarna kemudian menuju suarga untuk menceritakan apa yang dilihat dan

didengarnya. Raja Gandharwa ini seolah-olah terhenyak mendengar berita

kematiannya yang tak terduga-duga. Kemudian mereka berdua pergi menghadap

sang Bodhi (citta) nirmala. Setelah itu ia memutuskan ikut menemani

Kunjarakarna melakukan tapa.

33

Page 34: RINGKASAN KALANGWAN

XV  BEBERAPA KAKAWIN MINOR DARI  KEMUDIAN HARI

1. Subhadrawiwaha (Pernikahan Subhadra) atau Parthayana

(Pengembaraan Arjuna)

            Kakawin ini tema syairnya selaras dengan kisah adiparwa, terdiri atas 55

pupuh, pengarang cukup menguasai teknik persajakan dalam deskripsi alam dan

adegan-adeganasmara dengan setia. Penyimpangan terjadi dalam nama kerajaan

raja citradahana, dalam epos mahabrata disebut Manipura, dalam sastra parwa

disebut Manayura, dalam kakawin disebut Mayura. Dalam Mahabrata apsari

disebut Narga, dalam parwa disebut Sarwada, dalam kakawin dusebut puspamesi.

Pengarang rupanya mengikuti versi parwa.

2. Abhimanyuwiwaha (Pernikahan Abhimanyu)

            Kakawin abhimayuwiwaha hamper mirib dengan subhadrawiwaha,

terjadinya hubungan timbal balik antara versi parwa dengan kakawin ini yang

langsung menimba dari karya prosa. Bagian deskriptif ditambah, bagian naratif

dipersingkat tanpa mengubahnya.

3. Hariwijaya (Kemenangan Wisnu).

            Yaitu kisah menenai berhasilnya dewa wisnu memotong atau memenggal

kepala raksasa rahu dengan cakra beliau yang sedang meminum amrta. Adegan

adiparwa merupakan tema Hariwijaya, bahasa, gaya dan teknik puitis kakawin ini

mirib dengan Subhadrawiwaha dan Abhimayuwiwaha.

4. Kisah-Kisah Tentang Krisna

            Dalam kakawin berikut krisna merupakan tokoh utama seperti:

Krsnawijaya (kemenaan krsna) atau Kalayawanantaka (kematian Kalayawana),

kalantaka atau Krsnakalantaka (kematian raksasa krsnakala), Krsnantaka

(kematian krsna) atau krsnandhaka,

34

Page 35: RINGKASAN KALANGWAN

5. Kisah-kisah Parwa dalam Bentuk Kakawin

            Kakawin minor ini mengambil bahannya dari Adiparwa, seperti misalnya

Subhadrawiwaha, Hariwijaya, Kalayawanantaka, Astiasraya (bantuan astika),

Dimbiwicitra, Ratawijaya dan Khandawawanadahana, Indrawijaya, Ambasraya

(Amba mencari pertolongan) yang bersumber pada bagian terakhir dalam

Udyogaparwa, Phartawijaya (kemenangan Arjuna) adaptasi dari Bhismaparwa,

Arisraya, ini tergantung pada Uttarakanda.

6. Narakawijaya

            Kakawin ini mungkin tidak masuk akal atau hampir mustahil dikalangan

masyarakat karena berakhir dengan kemenangan di pihak para raksasa. Dalam

penulisan kakawin ini judul Kemenangan Naraka justru di berikan pada pupuh

terakhir, ini membuktikan bahwa kakawin ini ditinggalkan dalam keadaan belum

selesai atau bagian penutupnya hilang ketika di teruskan turun-temurun, kakawin

ini secara tepat dapat dilukiskan sebagai suatu pelengkap bagi Bhomantaka.

35

Page 36: RINGKASAN KALANGWAN

XVI   SASTRA KIDUNG

Bila dipandang dari sudut sastra, maka kidung-kidung umumnya dengan

jelas Seringkali penyair memperlihatkan kepandaiannya menceritakan sebuah

kisah yang hidup dan menarik atau melukiskan gambaran  realistis mengenai latar

cerita. Kebanyakan cerita ditempatkan di sekitar kraton.

1. Kidung-kidung Historis

Kidung-kidung di bawah ini mempunyai satu ciri umum yang sama, yakni

bahannya diambil dari tradisi histories mengenai mengenai kerajaan Majapahit.

2. Ikhtisar Kidung Harsawijaya

Kidung ini menceritakan tentang kehidupan Harsawijaya , putra dari Raja

Narasinga dari Singhasari. Diceritakan pula tentang keberhasilan pemberontakan

Jayakatwang terhadap Singhasari serta dapat menguasai seluruh pulau Jawa.

Namun dalam pemberontakan tersebut Harsawijaya berhasil lolos. Kemudian ia

mendirikan kerajaan Majapahit.

3. Rangga Lawe

            Menceritakan tentang Rangga Lawe yang membunuh Sagara Winotan

dalam pertempuran di sekitar Majapahit. Diceritakan juga ketika Rangga Lawe

dan Kebo Anabrang berhadapan. Kebo Anabrang hamper tewas, namun berhasil

melarikan diri. Ketika ia mandi di sungai, ia dipergoki oleh Rangga Lawe 

sehingga terjadilah pertempuran dan Rangga Lawe pun tewas. Ketika Sora tiba

di sana, ia marah dan membunuh Kebo Anabrang.

4. Sorandaka

            Menceritakan Mahapati yang mengadu dombakan Raja, Sora, Nambi dan

Kebo Taruna (anak Kebo Anabrang). Sora dan Nambi pun dibunuh oleh raja yang

kemudian menyesal. Mahapatih yang mengira ia akan diangkat menjadi patih

amangkubumi kemudian dibunuh. Terakhir terjadilah pemberontakan yang

36

Page 37: RINGKASAN KALANGWAN

didalangi oleh Kuti yang menyebabkan raja ditawan, namun pemberontaka itu di

tumpas oleh Gajah Mada.

5. Kidung Sunda

            Menceritakan tentang pertempuran antara kerajaan Majapahit dengan

kerajaan Sunda. Raja Sunda dan pasukannya gugur kecuali Pitar. Setelah tahu raja

beserta pasukan kerajaan Sunda gugur, maka istri dan putrid raja Sunda beserta

istri para prajurit bunuh diri. Hayam Wuruk sendiri sedih, merana dan tak lama

kemudian meninggal.

6. Cerita-cerita Panji

            Tema pokok cerita panji adalah pernikahan antara putra mahkota yang

disebut Raden Panji atau Raden Ino dan putri yang disebut Raden Galuh. Ciri

khas lainnya adalah sahabat yang mengikuti tokoh-tokoh utama.

7. Ikhtisar Waseng (Sari)

            Mengisahkan raja Magadha yang cemburu dan berusaha membunuh

pangeran Wira Namtani yang akan bertunangan dengan Raden Galuh, puteri

Daha. Namun Usahanya sia-sia. Kemudian Daha diserang oleh raja Magadha,

tetapi raja Magadha di bunuh oleh Panji. Disini juga diceritakan tentang usaha

Panji (pangeran Wira namtani) mencari Raden Galuh yang lama hilang dari Daha

sejak Panji pulang ke Koripan hingga akhirnya mereka menikah dan hidup

bahagia.

8. Sastra, Bukan Sastra?

            Dari berbagai sudut. Kidung Sudamala dan Sri tanjung berbeda dengan

kidung-kidung di atas. Keduanya lebih menampilkan sifat kerakyatan. Kisah

Sudamala dapat disebut lakon ruwat dalam bentuk kidung. Fungsinya menurut

pengarang adalah bagi mereka yang mendengarkan atau membaca kidung ini akan

dibebaskan (kalukat) dari mara bahaya dan kamlangan. Kidung Sri Tanjung

37

Page 38: RINGKASAN KALANGWAN

merupakan lanjutan dari kidung Sudamala. Kidung ini memliki hubungan dengan

Mahabharata.

38