road map

4
”ROAD MAP” MENUJU PETERNAKAN INDONESIA YANG LEBIH BAIK Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Manajemen Ternak Potong dan Kerja Disusun oleh : Wahyu Sejati H 0512124 JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

Upload: wahyu-sejati

Post on 04-Jul-2015

124 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

LAngkah untuk menuju Peternakan Indonesia yang lebih baik

TRANSCRIPT

Page 1: Road map

”ROAD MAP”

MENUJU PETERNAKAN INDONESIA YANG LEBIH BAIK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari

Mata Kuliah Manajemen Ternak Potong dan Kerja

Disusun oleh :

Wahyu Sejati

H 0512124

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2014

Page 2: Road map

Dewasa ini, usaha peternakan di Indonesia dihadapkan pada persaingan yang makin

tajam. Di dalam negeri sendiri, usaha peternakan yang berbasis lahan (land-based livestock

farming) akan bersaing dengan usaha pertanian non-peternakan dalam penggunaan sumberdaya

lahan dan tenaga kerja, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Apabila kebijakan

pemerintah lebih terfokus pada peningkatan produksi pangan dengan alasan kelahanan pangan,

maka usaha peternakan berbasis lahan diperkirakan akan makin tergeser. Hal ini menjadi PR

besar untuk peternakan, apalagi Indonesia mempunyai program besar yaitu “Swasembada

Daging”.

Gaung tentang akan dilakukannya “Swasembada Daging” sepertinya hanya menjadi

lagu yang terus saja didendangkan oleh rakyat Indonesia, namun sampai saat ini “Swasembada

Daging” belum juga terlaksana. Akankah 2014 ini Indonesia bisa mewujudkannya? Inilah

pertanyaan yang membuat pesimis dari berbagai pihak, karena sampai saat ini impor masih saja

menjadi kebiasaan Indonesia. Perlu diperhatikan bahwa “Swasembada adalah perjuangan jangka

panjang”. Sebuah road map yang jelas diperlukan untuk mewujudkan hal ini. Sebab kemajuan

peternakan Indonesia dapat dinilai dari keberhasilan program ini.

Masalah serius masih banyak terjadi di sektor peternakan, yakni persoalan mutu

genetik, pakan, penyakit, industri pengolahan, dan transportasi ternak. Untuk solusi atas

persoalan-persoalan ini maka perlu dikembangkan teknologi yang berkesesuaian. Karena

sebagian besar budidaya ternak di Indonesia dilakukan oleh masyarakat dengan kemampuan

finansial dan kapasitas teknis yang terbatas, maka teknologi yang dikembangkan perlu pula

mempertimbangkan kapasitas absorpsi masyarakat peternak tersebut. Namun tak terlepas dari

kerjasama dari berbagai pihak (Peternak, Pemerintah, Industri, Peneliti, dan pihak-pihak lain

yang berkecimpung dalam dunia peternakan)

Berkaitan dengan masalah pakan. Pemenuhan pakan merupakan masalah penting yang

harus diselesaikan. Apalagi jika Indonesia akan menuju program “Swasembada Daging”.

Masalah pakan tidak jauh dari masalah lahan. Seperti yang dijelaskan di awal tadi, lahan untuk

pakan dan pangan saling berebut satu sma lain. Apalagi di pulau Jawa pada khususnya. Dengan

sempitnya lahan pertanian (khususnya di pulau Jawa) tidak mungkin peternak (yang biasanya

sekaligus petani) membagi lahan untuk pakan ternak dan untuk pangan. Di lain sisi, pemerintah

juga mempunyai program yang lain, yaitu swasembada pangan. Keduanya memiliki kekuatan

sendiri-sendiri.

Perubahan ruang terbuka hijau menjadi bangunan juga mempersempit tempat mencari

hijauan. Fakta inilah yang menjadi lasan mengapa pemeliharaan ternak (khususnya potong) harus

secara intensif dan juga membutyhkan pakan tambahan yaitu konsentrat. Munculnya kebutuhan

untuk menyediakan pakan konsentrat ini, timbul pertenyaan baru. Apakah peternak kita sudah

mampu memenuhi kebutuhan ini? Apakah petani mampu membuat sendiri pakan konsentrat ini

atau membeli? Jika membeli maka ada biaya yang harus dikeluarkan. Dari data gabungan

perusahaan makanan ternak menyebutkan, sekitar 50% bahan baku utama produksi pakan

ternaka Indonesia masih impor(1)

. Hal tersebut berpengaruh terhadap mahalnya pakan ternak dan

ujung-ujungnya menjadi beban biaya produksi bagi peternak.

Issue tentang ketersediaan pakan mau tak mau pada akhirnya akan menyentuh masalah

reforma agraria (terkait issue distribusi ulang lahan yang sempit) dan pengaturan laju perubahan

alih fungsi lahan, yang sampai saat ini belum mampu dilaksanakan secara tegas dan sepenuh hati

oleh pemerintah. Berbagai inovasi diperlukan agar masalah dan tantangan yang selama ini

mengitari sektor peternakan terselesaikan. Kerjasama yang nyata antara pemerintah, peternak,

Page 3: Road map

dan akademisi (peneliti, mahasiswa khususnya peternakan) diperlukan untuk mewujudkan itu

semua.

Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menjawab masalah serius akan pakan yaitu

dengan pembuatan pusat produksi pakan terpadu. Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah

ketersediaan pakan. Jika ingin “Swasembada Daging” sapi tercapai maka pemerintah harus mulai

memutus ketergantungan akan bahan pakan impor. Idealnya, petani/peternak dilibatkan dalam

menanam bahan baku pakan seperti rumput, kedelai, dan jagung. Kemudian panen mereka dibeli

oleh pemerintah dan diolah di pusat produksi pakan.

Di sini pihak akademisi (universitas/lembaga penelitian) bisa dilibatkan untuk

mendukung dari sisi teknologinya. Yaitu membuat berbagai inovasi karya untuk mengatasi

masalah pakan. Selama ini telah banyak penelitian yang dilakukan seperti pemanfaatan limbah-

limbah organik (bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit, kulit kakao, kulit kopi). Namun semuanya

masih dalam lingkup skala laboratorium, perlu dibuat uji coba di lapangan untuk melihat apakah

peluang-peluang dengan menggunakan limbah-limbah tersebut bisa menjadi pakan ternak.

Selanjutnya, pakan jadi didistribusikan kepada peternak dengan harga terjangkau. Harapan yang

lain dengan adanya pembuatan pusat produksi pakan mampu menciptakan lapangan kerja di

pedesaan dan mencegah terjadinya urbanisasi yang besar-besaran. Untuk melaksanakan program

ini maka pemerintah bisa menggandeng beberapa pihak yang sudah berjalan selama ini, PNPM

(Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri dan PUAP (Pengembangan Usaha

Agribisnis Pedesaan) .

Peran pemerintah diperlukan untuk mendukung program-program demi terwujudnya

peternakan yang lebih baik lagi. Salah satunya pemerintah harus menjalankan fungsi “servis”

atau pelayanan. Misalnya dalam hal penyediaan petugas inseminasi buatan dan bahan semennya,

layanan mantri kesehatan ternak, dan penyediaan modal/kredit lunak untuk peternak. Selain itu,

pemerintah juga bisa berperan dalam penyediaan bibit/ anakan sapi. Pembibitan ternak (terutama

potong) mengacu pada UU no 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yaitu

pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan usaha pembibitan sapi dengan

melibatkan peran serta seluruh stakeholder peternakan untuk menjamin ketersediaan benih, bibit,

dan bakalan. Pemerintah bisa membeli sapi betina produktif dalam jumlah besar (baik jenis lokal

maupun impor) kemudian mengembangbiakkannya. Selanjutnya, anak-anak sapi yang lahir

didistribusikan kepada petani dengan harga yang murah.

Dari sisi produksi memerlukan suatu program yang dapat digunkan untuk menigkatkan

produksi ternak. Menurut hemat saya selama ini program yang sudah dicanangkan oleh

pemerintah sudah dapat berjalan dengan baik, namun belum semua peternak dapat merasakan

program tersebut. Rangnekar (2011) mengungkapkan bahwa kebanyakan hasil riset yang

dilakukan oleh lembaga penelitian/universitas selama ini hanya memberikan manfaat yang

sangat terbatas bagi peternak miskin, karena topik riset tidak relevan dengan persoalan yang

dihadapi peternak miskin tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan pergeseran paradigma agar riset

lebih fokus pada realita persoalan dan kapasitas absorpsi peternak atau masyarakat miskin,

sehingga teknologi yang dihasilkan dapat diadopsi dan memberikan kemanfaatan bagi

peternak(2)

.

Berikut beberapa program yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi ternak:

1. Perbaikan mutu genetik ternak.

Peningkatan cross-breeding (antara induk lokal dengan pejantan unggul yang memepunyai

tingkat pertumbuhan bobot badan harian dan bobot akhir yang tinggi). Dalam

Page 4: Road map

pelaksanaannya dapat mengimpor bibit ternak ungguldari luar negri. Namun tetap harus

melalui pengawasan dari pemerintah. Kalau program ini berhasil maka perlu perawatan

ternak dan pendistribusian bibit dilakukan dengan baik.

2. Pencegahan pemotongan ternak betina produktif dan ternak jantan dengan bobot badan sub-

optimal

Terutamanya pada sapi potong, agar populasi ternak sapi lokal tidak cepat terkuras. Impor

sapi bakalan dan daging sapi diperlukan jika populasi ternak lokal terancam terkuras karena

jumlah pemotongan yang berlebihan.

3. Pengembangan kemitraan

Antara petani/peternak dan pengusaha feedlot atau pedagang besar ternak perlu

dikembangkan dalam hal kemitraan, agar petani mendapat kesempatan lebih besar untuk

memelihara ternak dengan teknologi lebih baik. Pembentukan kelompok-kelompot peternak

diperlukan agar manajemen kemitraan lebih baik lagi. Dengan dibentuknya kemitraan akan

mamapu menampung keluh kesah dari para peternak, sehingga ada solusi yang dapat

ditawarkan dan diterapkan untuk mengatasi keluh kesah atas permasalahan yang mereka

hadapi di lapangan.

4. Distribusi produk ternak

Pengiriman produk ternak dari daerah produsen ke konsumen tidak lagi dalam bentuk ternak

hidup tetapi daging dingin atau beku yang dapat memberikan keuntungan berupa: lebih

efisien dalam biaya transportasi, tidak terkena retribusi ternak, wilayah kota tidak tercemar

limbah RPH, dan kotoran ternak di daerah produsen dapat dijadikan sebagai pupuk organik

bagi tanaman pertanian.

5. Perbaikan fasilitas RPH

Agar mutu hasil pemotongan (pascapanen) meningkat, sehingga daging sapi lokal bisa masuk

hotel berbintang atau restoran besar maka perlu adanya perbaikan terhadap fasilitas RPH.

Jika kerjasama dari semua pihak secara konsisten diberikan demi terwujudnya program-

program, maka tak mustahil usaha ternak rakyat bisa berkembang sampai tingkat produksi yang

diharapkan. Karena layanan- layanan ini benar-benar menyentuh kebutuhan dari peternak. Dana

yang dialokasikan pemerintah untuk Program Swasembada Daging Sapi 2014 sebaiknya

dimanfaatkan terutama untuk menjalankan fungsi program. Dengan terlaksananya program

“Swasembada Daging” merupakan slah satu perwujudan dari peternakan Indonesia yang lebih

baik.

(1) Majalah Petani edisi Maret 2010 (2) Rangnekar, DV. 2011. Change in animal nutrition research paradigm needed to benefit resource-

poor livestock producers in countries like India. In: Makkar, HPS (editor). Proceedings of the FAO

Electronic Conference on Successes and failures with animal nutrition practices and technologies in

developing countries. FAO, Rome