ruptur uretra posterior

12
RUPTUR URETRA POSTERIOR ETIOLOGI Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser penyebab cedera ini dan menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir semua gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul terjadi bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke kranial. 2,4 Gambar 3. Cedera pada uretra posterior (membranasea). Prostat mengalami avulsi dari uretra membranasea akibat fraktur pelvis. Terjadi ekstravasasi di atas ligamentum triangular dan periprostatik dan perivesikal. Dikutip dari kepustakaan 3

Upload: rahman-galih

Post on 28-Dec-2015

90 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

just for download

TRANSCRIPT

Page 1: Ruptur Uretra Posterior

RUPTUR URETRA POSTERIORETIOLOGITrauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser penyebab cedera ini dan menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir semua gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul terjadi bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke kranial. 2,4

Gambar 3. Cedera pada uretra posterior (membranasea). Prostat mengalami avulsi dari uretra membranasea akibat fraktur pelvis. Terjadi ekstravasasi di atas ligamentum triangular dan periprostatik dan perivesikal. Dikutip dari kepustakaan 3

Fraktur  pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab sekunder karena kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari ketinggian dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko, mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari pada pengendara. 4EPIDEMIOLOGI            Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa

Page 2: Ruptur Uretra Posterior

telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%). 7

            Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6%. 8

            Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra. 7,8

            Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku. 7

MEKANISME TRAUMACedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum puboprostatikum. 9

KLASIFIKASI            Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera uretra dalam 3 jenis :1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami

stretching (perengangan). Foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya

Page 3: Ruptur Uretra Posterior

tampak memanjang2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-

membranasea, sedangkan diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih terbatas di atas diafragma

3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai ke perineum 2

Gambar 4. Klasifikasi cedera uretra posterior. Dikutip dari kepustakaan 1GAMBARAN KLINISPada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur  kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian bawah. 10,11

Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87% sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih. 4

Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter

Page 4: Ruptur Uretra Posterior

dapat menyebabkan obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh tergantung fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk menegakkan diagnosis. 3,10

Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan pengeseran prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke superior tidak ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra membranasea tidak disertai oleh pergeseran prostat. 3

Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke atas oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa. 12

GAMBARAN RADIOLOGI            Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera uretra karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT Scan merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan dalam pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki

Page 5: Ruptur Uretra Posterior

keterbatasan dalam pelvis dan vesika urinaria untuk menempatkan kateter suprapubik. 4

Gambar 5. Uretra posterior masih utuh tetapi meregang pada trauma tumpul. Retrograd uretrogram memperlihatkan peregangan dari uretra posterior dan “diastasis” dari simphisis pubis. Dikutip dari kepustakaan 13

Gambar 6. Ruptur uretra posterior diatas dari diafragma urogenital yang masih utuh disertai trauma tumpul (cedera uretra tipe II). Dikutip dari kepustakaan 13

Gambar 7. Ruptur uretra posterior meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia, dan uretra pars bulbosa bagian proksimal ikut rusak (cedera uretra tipe III). Dikutip dari kepustakaan 13

PENATALAKSANAAN             EmergencySyok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik. Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram, pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat. 14

Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu. 10

             PembedahanEkstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra harus dihindari.1. Immediate managementPenanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi midline pada abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis. Buli-buli dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi volume urin yang banyak selama periode resusitasi dan persiapan operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin terdapat  gross

Page 6: Ruptur Uretra Posterior

hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi untuk laserasi dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorpsi dan pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3 bulan. Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya. 3

Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading) 10

Gambar 8. Cara langsir (rail roading) pemasangan kateter Foley menetap pada ruptur uretra. Dikutip dari kepustakaan 10A. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde dari meatus uretraB. Sonde uretra pertama dari meatus eksternus dan sonde kedua melalui sistotomi yang dibuat lebih dahulu saling bertemu, ditandai bunyi denting yang dirasa di tempat rupturC. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung dengan bimbingan sonde dari buli-buliD. Sonde dicabut dari uretraE. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan ujung kateter Foley yang dijahit pada kateter NelatonF. Ujung kateter ditarik kearah buli-buliG. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan traksi ringan sehingga balon kateter Foley tertarik dan menyebabkan luka ruptur merapat. Insisi di buli-buli ditutup

2. Delayed urethral reconstructionRekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan, diduga pada saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan kombinasi sistogram dan uretrogram untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra. Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih adalah “single-stage reconstruction” pada ruptur uretra dengan

Page 7: Ruptur Uretra Posterior

eksisi langsung pada daerah striktur dan anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra ukuran 16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat dilepas. Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak ada ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur, kateter suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat perkembangan striktur. 3

3. Immediate urethral realignmentBeberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomy dan delayed reconstruction. Walaupun demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate urethral realignment. 3

KOMPLIKASI            Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin merupakan komplikasi rupture prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria. Striktur yang mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50% dari kasus. Jika dilakukan sistotomi suprapubik, dengan pendekatan “delayed repair” maka insidens striktur dapat dikurangi sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah “primary repair”, sekitar 30-80% (rata-rata sekitar 50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi uretra tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya bersamaan dengan fraktur tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4. 3

PROGNOSIS            Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi saluran kemih akan teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai. 14