s c0151 0600177 chapter2' -...
TRANSCRIPT
8
BAB 2
SEMANTIK
Pada bab ini peneliti memebahas mengenai landasan teori yang digunakan
dalam penelitian. Adapun teori yang dibahas, yaitu semantik bahasa Indonesia
dan semantik bahasa Arab. Berikut ini adalah pembahasan teori yang digunakan
dalam penelitian ini.
2.1 Semantik Bahasa Indonesia
Dalam kajian linguistik (ilmu bahasa) makna adalah salah satu persoalan
yang dapat dikaji secara mendalam. Penyelidikan makna dalam kajian linguistik
disebut semantik. Dengan demikian, semantik merupakan bagian penting dalam
linguistik. Banyak sekali hal yang layak dan perlu digali lebih rinci mengenai
semantik bahasa Indonesia. Masyarakat penutur bahasa Indonesia terdiri atas
kelompok-kelompok yang mewakili latar belakang budaya, pandangan hidup, dan
status sosial yang berbeda. Sehingga, makna sebuah kata dapat menjadi berbeda
atau memiliki nuansa yang berlainan.
Berlainan dengan tataran analisis bahasa lainnya, semantik merupakan
cabang linguistik yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain, seperti
sosiologi dan antropologi bahkan psikologi dan filsafat. Sosiologi mempunyai
kepentingan dengan semantik karena penggunaan kata-kata tertentu untuk
mengatakan suatu makna dapat menandai identitas kelompok dalam masyarakat.
Sedangkan antropologi memiliki kepentingan dengan semantik karena analisis
9
sebuah makna dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya
pemakainnya (Chaer, 2002: 5). Berikut ini adalah penjelasan mengenai semantik
bahasa Indonesia.
2.1.1 Pengertian Semantik
Semantik berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti
'tanda' atau 'lambang'. Kata kerjanya adalah semanio yang berarti 'menandai' atau
'melambangkan'. Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk
bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dan
hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik
yang mempelajari makna arti dalam bahasa (Chaer, 2002: 2).
Dalam Kamus Linguistik semantik diartikan sebagai bagian dari struktur
bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur
makna suatu wicara. Definisi kedua, semantik adalah sistem dan penyelidikan
makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya (Kridalaksana,
2001: 193). Pengertian semantik dalam KBBI adalah ilmu tentang makna kata dan
kalimat. Pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata (Depdiknas,
2008: 1258). Secara singkat dan populer dapatlah kita katakan bahwa semantik
adalah telaah mengenai makna (George, 1964: 1). Berdasarkan definisi-definisi
semantik yang telah dipaparkan di atas, peneliti menyimpulkan semantik adalah
cabang ilmu linguistik yang mengkaji makna.
10
2.1.2 Jenis Semantik
Bahasa memiliki tataran-tataran analisis, yaitu fonologi, morfologi,
sintaksis dan semantik. Objek studi semantik adalah makna dari satuan-satuan
bahasa seperti kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Berikut ini adalah bagan
tataran analisis yang mengandung masalah semantik atau yang memiliki persoalan
makna.
Bagan tersebut memperlihatkan kedudukan serta objek studi semantik.
Oleh karena itu, dapat diklasifikasikan jenis semantik berdasarkan objek studinya,
berikut ini adalah penjelasannya (Chaer, 2002: 60-77).
(ada arti) semantik leksikal
Sem
antik
Bah
asa
Tata bahasa (gramatika)
Fonologi (fonemik)
Fonetik
Leksikon
Sintaksis
Morfologi
(tak ada semantik; tetapi tiap-tiap fonem berfungsi sebagai pembeda makna)
(tak ada semantik)
Fungsi (tak ada semantik; kosong dari arti)
Kategori
Peran Semantik gramatikal
Bagan 2.1: Tataran Analisis Semantik
(Verhaar, 1977: 125)
11
1) Semantik Leksikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina
leksikon (vokabuler, kosakata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah
leksem. Leksem lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil yang
memiliki makna. Kumpulan dari leksem-leksem suatu bahasa adalah leksikon.
Objek studi dari semantik leksikal adalah leksikon pada suatu bahasa.
Semantik leksikal menyelediki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa
tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem disebut makna
leksikal.
2) Semantik Gramatikal
Tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi
dan sintaksis. Semantik gramatikal objek studinya adalah makna-makna
gramatikal dari tataran morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah cabang dari
linguistik yang mempelajari struktur interen kata serta proses-proses
pembentukannya. Sementara, sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata
dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan
kalimat.
3) Semantik Sintaktikal
Objek dari semantik sintaktikal bertumpu pada hal-hal yang berkaitan
dengan sintaksis. Dalam sintaksis ada tataran bawahan, yaitu (1) fungsi
gramatikal, (2) kategori gramatikal, dan (3) peran gramatikal. Semantik sintaktikal
12
masih berada dalam ruang lingkup tata bahasa atau gramatika. Sedangkan,
masalah semantik yang bukan masalah ketatabahasaan, misalnya masalah
topikalisasi kalimat dibahas pada wadah tersendiri adalah semantik kalimat
(Verhaar, 1977: 126). Semantik kalimat masih belum banyak diteliti dan perhatian
para ahli linguistik.
4) Semantik Maksud
Objek semantik maksud adalah pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa
seperti metafora, ironi, litotes, dan sebagainnya (Verhaar, 1977: 130). Semantik
maksud adalah studi semantik yang mempelajari makna sesuai dengan konteks
situasinya.
2.1.3 Kaidah Umum Semantik
Berikut ini adalah beberapa kaidah umum yang perlu diperhatikan
berkenaan dengan studi semantik (Chaer, 2002: 39-40).
(1) Hubungan sebuah kata/leksem dengan rujukan atau acuannya bersifat
arbitrer. Dengan kata lain, tidak ada hubungan wajib di antara keduannya.
(2) Secara sinkronik makna sebuah kata/leksem tidak berubah, secara diakronik
ada kemungkinan berubah. Maksudnya, dalam jangka waktu terbatas makna
sebuah kata tidakberubah, tetapi dalam jangka waktu yang relatif tidak
terbatas ada kemungkinan dapat berubah. Namun, bukan berarti setiap
kataberubah maknannya.
13
(3) Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknannya. Maksudnya,
jika ada dua buah kata/leksem yang bentuknya berbeda, meskipun
perbedaannya sedikit, tetapi maknannya pasti akan berbeda. Oleh karena itu,
dua buah kata yang disebut bersinonim pasti kesamaan maknannya tidak
persis seratus persen. Secara operasional hal ini dapat dibuktikan. Misalnya,
kata kini dan sekarang adalah dua buah kata yang bersinonim. Kata
sekarang dalam frase istrinya yang sekarang tidak dapat diganti dengan
kata kini. Konstruksi istrinya yang kini adalah tidak berterima.
(4) Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda dengan sistem
semantik bahasa lain. Sistem semantik berkaitan erat dengan sistem budaya
masyarakat pemakai bahasa, sedangkan sistem budaya yang
melatarbelakangi setiap bahasa itu tidak sama.
(5) Makna setiap kata/leksem dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh
pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat yang bersangkutan.
Misalnya, makna kata babi pada kelompok masyarakat Indonesia yang
beragama Islam, tidak sama dengan yang bukan beragama Islam.
(6) Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk gramatikal berbanding
terbalik dengan luasnya bentuk tersebut. Sebagai contoh bandingkan
bentuk-bentuk:
(1) a. kereta
b. kereta api
c. kereta api ekspres
d. kereta api ekspres malam.
e. kereta api ekspres malam luar biasa.
14
Makna kereta pada (a) sangat luas, dan lebih luas dari (b); makna kereta
pada (b) lebih luas daripada (c); sedangkan (c) masih lebih luas daripada (d);
maka makna (d) masih lebih luas dari makna (e).
2.2 Makna dan Masalahnya
Makna adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaitan dan keterikatannya
dengan segala segi kehidupan manusia sangatlah erat. Padahal segi-segi
kehidupan manusia itu sendiri sangatlah kompleks dan luas. Oleh karena itu,
sampai saat ini belum ada yang mendeskripsikannya secara tuntas (Chaer, 2002:
28). Berikut ini adalah penjelasan mengenai makna dan masalahnya.
2.2.1 Pengertian Makna
Makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala dalam
ujaran (Chaer, 2002: 33). Menurut KBBI makna memiliki dua definisi, yaitu (1)
arti; (2) maksud pembicaraan atau penulis; pengertian yang diberikan kepada
suatu bentuk kebahasaan (Depdiknas, 2008: 864). Sedangkan menurut Kamus
Linguistik makna memiliki empat definisi, yaitu (1) maksud pembicaraan, (2)
pengaruh suatu bahasa dalam pemahaman perseprsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia, (3) hubungan dalam arti kesepadanan antara bahasa atau
antara ujaran dalam semua hal yang ditunjukkannya, dan (4) cara menggunakan
lambang-lambang bahasa (Kridalaksana, 2001: 132).
Untuk dapat memahami makna, kita perlu memperhatikan teori yang
disebut tanda linguistik. Tanda linguistik (sign linguistique), yaitu terdiri atas (1)
15
komponen yang mengartikan, yang berbentuk bunyi-bunyi bahasa dan (2)
komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua
komponen ini merupakan tanda atau lambang. Sementara itu, yang ditandai atau
yang dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut
referen atau hal yang ditunjuk. Jika digambarkan ke dalam bagan, tanda linguistik
itu adalah sebagai berikut.
Tanda linguistik yang dieja <meja>. Tanda ini terdiri atas unsur makna
atau yang diartikan 'meja' dan unsur bunyi atau yang mengartikan dalam wujud
runtutan fonem [m, e, j, a]. Tanda <meja> terdiri atas unsur makna dan unsur
bunyi yang mengacu pada suatu referen yang berada di luar bahasa adalah sebuah
meja, sebagai salah satu perabot rumah tangga. Kalau kata <meja> sebagai hal
yang menandai (tanda linguistik), maka sebuah <meja> sebagai perabot adalah
Tanda linguistik
'makna' yang diartikan
[bunyi] yang mengartikan
yang menandai (intralingual)
referen
yang ditandai (ekstralingual)
Bagan 2.2: Tanda Linguistik
(Saussure, 1974: 29)
16
hal yang ditandai. Berikut ini bagan kaitan antara kata (meja) dengan makna
'meja', realisasi bunyinya [m, e, j, a] dan referennya yaitu sebuah meja (yang
ditampilkan adalah gambar, bukan benda sebenarnya).
Hubungan antara kata, konsep atau makna, dan benda atau hal yang
dirujuk oleh makna yang berada di luar bahasa, disebut refensial. Untuk sudut (a)
menggunakan sebuah symbol, untuk sudut (b) digunakan istilah thaught atau
reference untuk sudut (c) digunakan istilah refererent. Hubungannya adalah
symbol melambangkan thought atau reference, sedangkan thought atau reference
merujuk kepada referent. Sebuah kata/leksem mengandung makna atau konsep
itu. Makna atau konsep bersifat umum, sedangkan sesuatu yang dirujuk yang
berada di luar bahasa bersifat tertentu atau arbitrer. Berikut ini adalah bagan
segitiga semantik.
'meja'
<meja>
[m,e,j,a]
intralingual ekstralingual
(Sebuah meja)
Bagan 2.3: Keterkaitan antara Kata, Makna, Realisasi, dan Referen
(Ogden dan Richad, 1956:31)
17
Kesulitan dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa
tidak selalu 'yang menandai' dan 'yang ditandai' berhubungan sebagai satu lawan
satu. Dalam arti kata, setiap tanda linguistik hanya memiliki satu makna.
Adakalanya hubungan itu berlaku sebagai satu lawan dua atau lebih. Ada juga
hubungan yang berlaku dua atau lebih lawan satu. Ketiga hubungan itu tampak
dalam bagan berikut.
1)
2)
3)
Contoh: 1) becak 'kendaraan umum tak bermotor beroda tiga'
2) pacar 'inai'
'kekasih'
3) buku 'lembaran kertas berjilid'
kitab
Bagan 2.5: Hubungan Tanda Linguistik
(Chaer, 2002: 6)
(b) konsep/makna
(a) kata/leksem (c) sesuatu yang dirujuk
(referens) Bagan 2.4: Segitiga Semantik
(Ogden dan Richad, 1956: 31)
18
2.2.2 Jenis Makna
Jenis makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut
pandang. Ada beberapa pendapat ahli mengenai pembagian jenis makna. Ada dua
bagian makna, yaitu makna leksikal dan makna struktural (Ogden & Richads,
1956: 186). Sementara itu, makna dapat pula dibedakan berdasarkan makna
referensial dan makna presedensial. Kemudian, Heatherington menjelaskan bahwa
makna dapat pula dibagi berdasarkan makna leksikal dan makna leksikostruktural.
Lebih jauh makna leksikal dibagi berdasarkan makna denotatif dan makna
konotatif (Heatherington, 1980: 135-136). Dalam kaitannya dengan makna
denotatif dan konotatif Blooemfield menggunakan istilah central meaning atau
makna pusat dan marginal meaning atau makna tambahan (Bloomfield, 1958:
149). Menurut Aristoteles kata memiliki dua macam makna, yaitu (1) makna yang
hadir dari kata itu sendiri secara otonom, dan (2) makna yang hadir sebagai akibat
terjadinya proses gramatika (Ullman, 1972: 3).
Berdasarkan makna semantiknya makna dapat dibedakan antara makna
leksikal dan makna gramatikal. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah
kata atau leksem makna dapat dibedakan antara makna referensial dan
nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata makna dapat
dibedakan antara makna denotatif dan konotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya
dibedakan antara makna kata atau makna istilah atau makna umum dan makna
khusus. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain makna dapat dibedakan
antara makna asosiatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainnya (Chaer, 2002: 60-77).
Berikut ini adalah penjelasan jenis makna menurut Chaer.
19
1) Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya yang sesuai
dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam
kehidupan kita. Makna leksikal juga dapat dikatakan makna yang sesuai dengan
kamus dasar, bukan makna pada kamus umum atau kamus besar karena pada
kedua kamus tersebut sudah disertakan makna idiom dan kiasan. Contohnya
adalah kata kepala makna leksikalnya adalah 'bagian tubuh di atas leher'.
Sedangkan, makna gramatikal adalah makna yang hadir akibat adanya proses
gramatika, yaitu afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Contohnya proses afiksasi
awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat batu sebesar itu terangkat juga oleh
adik melahirkan makna 'dapat'.
2) Makna Referensial dan Makna nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada
tidaknya referen dari kata tersebut. Makna referensial adalah makna kata yang
memiliki referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata tersebut.
Contonya, kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena
keduanya memiliki referen, yaitu 'sejenis perabot rumah tangga' yang disebut
meja dan kursi. Sedangkan, makna nonreferensial adalah kata yang tidak
mempunyai referen. Contohnya adalah kata karena dan tetapi, kedua kata tersebut
tidak mempunyai referen.
20
3) Makna Denotatif dan Konotatif
Setiap kata memiliki makna denotatif, tetapi tidak setiap kata mempunyai
makna konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sesuai dengan hasil
observasi alat indera. Makna denotatif menyangkut informasi-informasi faktual
objektif. Makna denotatif juga sering disebut dengan makna yang sebenarnya.
Misalnya, kata perempuan dan wanita kedua kata ini memiliki denotasi yang
sama, yakni manusia dewasa bukan laki-laki. Makna denotasi sering juga disebut
sebagai makna dasar, sedangkan makna konotasi disebut makna tambanah. Makna
konotasi sebuah kata dapat berbeda antara kelompok yang satu dan kelompok
yang lainnya. Makna konotatif dapat berubah dari waktu ke waktu. Negatif dan
positifnya nilai rasa sebuah kata/leksem terjadi akibat digunakannya referen
sebagai sebuah perlambang. Misalnya, kata tunanetra dianggap lebih halus dari
pada kata buta. Sementara saat ini, kata tunanetra diganti menjadi kata cacatnetra
karena dianggap lebih halus lagi.
4) Makna Kata dan Makna Istilah
Perbedaan antara makna kata dan makna istilah adalah ketepatan makna
itu dalam penggunaannya secara umum atau secara khusus. Makna sebuah kata
secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dapat menjadi
bersifat umum. Makna kata akan jelas jika digunakan dalam konteks kalimat.
Misalnya, kata tahanan maknanya dapat 'orang yang ditahan' dapat juga 'hasil
perbuatan menahan' atau bahkan ada makna lain. Sedangkan, makna istilah adalah
makna yang digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi, tanpa
21
konteks kalimat pun makna istilah sudah pasti. Misalnya, kata tahanan masih
bersifat umum tetapi sebagai kata istilah dalam bidang hukum kata tahanan
bermakna 'orang yang ditahan akibat suatu perkara'.
5) Makna Konseptual dan Asosiatif
Perbedaan antara makna konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada
ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan
makna lain. Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya,
sesuai dengan referennya, dan bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi,
sebenarnya makna konseptual sama dengan makna referensial, makna leksikal,
dan makna denotatif. Sedangkan, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki
sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan kata lain di luar
kebahasaan. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna 'suci' atau 'kesucian'.
Makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang
berlaku dalam suatu masyarakat bahasa. Jadi, makna asosiasi sama dengan makna
konotatif.
6) Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau
kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-
unsur pembentuknya. Dalam bahasa Indonesia makna idiom terbagi menjadi dua,
yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-
unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna.
22
Contohnya, yaitu membanting tulang dengan makna leksem 'bekerja keras',
menjual gigi dengan makna leksem 'tertawa keras-keras', dan meja hijau dengan
makna leksem 'pengadilan'. Sedangkan, idiom sebagian adalah masih ada unsur
yang memiliki makna leksikal sendiri. Contohnya, yaitu daftar hitam yang
memiliki makna 'daftar orang-orang yang dicurigai/dianggap bersalah' dan koran
kuning yang berati 'koran yang seringkali memuat berita sensasi'.
Idiom, metafor, dan ungkapan mencakup objek yang sama tetapi hanya
segi pandangannya yang berbeda. Ungkapan dilihat dari segi ekspresi kebahasaan
untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi dalam bentuk-bentuk satuan
bahasa tertentu yang dianggap paling tepat dan paling kena. Sedangkan, metafor
dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk memperbandingkan yang lain dari
yang lain.
Makna peribahasa merupakan makna yang memiliki asosiasi atau tautan
antara makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa
itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Contohnya, kedua orang yang
selalu bertengkar dalam bentuk peribahasa dikatakan bagai anjing dengan kucing.
Kucing dengan anjing dalam kehidupan kita merupakan binatang yang tidak
pernah akur. Makna peribahasa bersifat memperbandingkan atau
mengumpamakan yang lazim disebut perumpamaan.
23
7) Makna Kias
Makna kias sebagai oposisi dari makna sebenarnya. Oleh karena itu,
semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada
arti sebenarnya (arti leksikal, konseptual, atau denotatif) disebut arti kiasan.
Contohnya adalah puteri malam yang berarti 'bulan'.
2.2.3 Informasi dan Maksud
Makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala dalam
ujaran. Maka dari itu, ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan bahwa
bentuk kata atau leksem berbeda, maka maknanya pun berbeda, meskipun
perbedaannya hanya sedikit. Sedangkan, informasi adalah gejala di luar ujaran.
Misalnya, kata ayah dan bapak memang memberi informasi yang sama yakni
'orang tua laki-laki'. Sedangkan, maknanya tetap tidak persis sama karena
bentuknya berbeda. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
(2) a. Ayah saya sakit.
b. Bapak saya sakit.
(3) a. Bapak presiden yang terhormat
b. Ayah presiden yang terhormat
Pada kalimat (2a) kata ayah dapat diganti dengan kata bapak sama seperti
yang ada pada kalimat (2b). Sedangkan, pada frase (3a) kata bapak tidak dapat
diganti dengan kata ayah pada frase (3b).
Selain informasi sebagai suatu gejala luar ujaran, ada lagi sesuatu yang
lain yang juga luar ujaran yakni maksud. Informasi dan maksud merupakan
24
sesuatu gejala ujaran yang dapat dilihat dari segi objek atau sesuatu yang
dibicarakan. Maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau
pihak subjek. Seseorang yang berbicara atau mengujarkan sesuatu entah itu
berupa frase maupun kalimat, maksud yang disampaikan tidak sama dengan
makna lahiriah ujaran tersebut. Misalnya, pada contoh kalimat berikut.
(4) Koran, koran?
(5) Jeruk, pak?
Kedua kalimat tersebut tidak bermaksud bertanya, melainkan bermaksud
menawarkan. Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang
disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain. Untuk dapat
membedakan antara maksud, makna, dan informasi perhatikan bagan berikut ini.
(dalam keseluruhan
peristiwa pengujaran)
MAKNA Segi lingual atau
dalam ujaran
Semantik kalimat
gramatikal, dan leksikal
INFORMASI
Segi objektif
(yakni segi yang
dibicarakan)
(luar semantik;
ekstra lingual)
MAKSUD
Segi subjektif
(yakni dipihak pemakai
bahasa)
Semantik maksud
Bagan 2.6: Perbedaan antara Maksud, Makna, dan Informasi
(Verhaar, 1987 dalam Chaer, 2002: 36)
Jenis Semantik
Segi
Istilah
25
2.3 Sebab-sebab Perubahan Makna
Salah satu aspek yang amat diminati dalam kajian makna ialah perubahan
makna dalam bahasa. Makna kata berubah karena perkembangan dalam bahasa itu
sendiri. Sifat bahasa yang dinamis menyebabkan adanya perubahan makna.
Perubahan makna dapat terjadi karena adanya beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut, dijelaskan secara rinci pada penjelasan di bawah ini. Berikut ini adalah
yang sebab-sebab perubahan makna (Chaer, 2002: 132-140).
2.3.1 Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan bidang teknologi dapat
menyebabkan perubahan makna sebuah kata. Sebuah kata yang asalnya hanya
mengandung konsep makna yang sederhana, mengalami perubahan makna akibat
dari pandangan baru atau teori baru dalam suatu bidang ilmu atau pun akibat dari
perkembangan teknologi. Biasanya, kata tersebut tetap digunakan walaupun
konsep makna yang dikandung telah berubah. Perubahan makna kata sastra dari
makna 'tulisan' menjadi makna 'karya imajinatif' adalah salah satu contoh
perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru
mengenai sastra menyababkan makna kata sastra berubah.
Kata berlayar yang pada awalnya bermakna 'perjalanan di laut (di air)
dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakan menggunakan layar'.
Kata berlayar tetap saja digunakan walaupun saat ini kapal-kapal besar tidak
menggunakan layar, melainkan menggunakan bahan bakar minyak, bahkan tenaga
26
nuklir. Hal tersebut, menandakan adanya perkembangan makna akibat dari
perkembangan teknologi.
2.3.2 Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan dalam bidang sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya
perubahan makna. Adanya interaksi antarmasyarakat pengguna bahasa dapat
melahirkan perkembangan sosial budaya yang berpengaruh terhadap perubahan
makna suatu kata. Sebuah kata yang pada mulanya hanya bermakna 'a' akibat
adanya perkembangan sosial dan budaya makna kata tersebut mengalami
perubahan menjadi 'b' atau 'c'. Biasanya, bentuk kata tetap sama, tetapi makna
yang dikandungnya berubah. Perbedaan makna kata dapat dilihat pada contoh-
contoh kalimat di bawah ini.
(6) a. Anita terlahir sebagai anak pertama dari dua saudara.
b. Feri adalah saudara saya yang berasal dari Jakarta.
c. Saudara berasal dari daerah mana?
Kata saudara pada kalimat (6a) berasal dari bahasa Sansekerta yang
bermakna 'seperut' atau 'sekandungan'. Setelah adanya perkembangan budaya kata
saudara memiliki makna 'istilah kekerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik,
sepupu, keponakan, dan lain sebagainya' seperti pada contoh kalimat (6b). Pada
kalimat (6c) kata saudara juga digunakan sebagai 'kata sapan' untuk menyebut
atau menyapa siapa saja yang pantas.
27
2.3.3 Perbedaan Bidang Pemakaian
Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata sendiri yang
hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut.
Misalnya, dalam bidang pertanian ada kata-kata sendiri, yaitu benih, menuai,
menggarap, panen, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan lain sebagainya.
Sedangkan, dalam bidang pelayaran ada kata tersendiri, yaitu sauh, berlabuh,
haluan, buritan, nahkoda, pelabuhan, dan juru mudi.
Kata-kata yang menjadi kosakata dalam bidang-bidang tertentu, dalam
kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat digunakan dalam bidang lain atau
menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki
makna baru atau makna lain di samping makna aslinya. Pada frase di bawah ini
dapat dilihat perbedaan makna kata tersebut.
(7) a. menggarap sawah
b. menggarap skripsi
Kata menggarap pada frase (7a) berasal dari bidang pertanian yang
bermakna 'mengolah tanah'. Sedangkan, pada frase (7b) kata menggarap
digunakan dalam bidang lain dengan makna 'mengerjakan'. Kata-kata yang
digunakan pada bidang pemakaian yang berbeda, perlu diperhatikan ada atau
tidaknya keterkaitan antara makna kata tersebut dan makna aslinya. Kata-kata
tersebut dapat digunakan secara metaforis atau perbandingan. Jika kata yang
digunakan pada bidang pemakaian yang berbeda, tetapi maknanya masih saling
berkaitan atau ada persamaan antara makna yang satu dengan makna yang
lainnya, maka kata tersebut berada dalam poliseminya.
28
2.3.4 Adanya Asosiasi
Seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya, kata-kata yang digunakan di
luar bidang pemakaiannya masih ada hubungan atau pertautan makna dengan
makna aslinya. Dapat dilihat pada contoh kalimat berikut.
(8) a. Dalam amplop itu selain dapat dimasukkan surat tetapi dapat
dimasukkan benda lain, misalnya uang.
b. Beri saja amplop maka urusannya pasti akan beres.
Kata amplop pada kalimat (8a) berasal dari bidang administrasi atau surat-
menyurat, makna asalnya adalah 'sampul surat'. Kata amplop pada kalimat (8b)
bermakna 'uang'. Asosiasi amplop dengan uang adalah berkenaan dengan wadah.
Amplop adalah wadah, tetapi yang dimaksud adalah isi dalam ampop adalah uang.
Asosiasi dapat berkenaan dengan waktu, tempat, dan lain sebagainnya.
2.3.5 Pertukaran Tanggapan Indera
Pada hakikatnya, kelima alat indera manusia mempunyai tugas-tugas
tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Pada
kenyataannya, dalam penggunaan bahasa Indonesia banyak terjadi kasus
pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Mari kita
perhatikan contoh berikut.
(9) a. Masakan Marni rasanya pedas.
b. Kata-kata Marni cukup pedas.
Kata pedas seharusnya dirasakan oleh indera perasa lidah seperti pada
kalimat (9a). Sedangkan, pada contoh (9b) kata pedas menjadi tanggapan indera
29
pendengar telinga. Pertukaran alat indera penanggap dapat disebut dengan
sinestesia.
2.3.6 Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata, sebenarnya secara sinkronis telah
mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun, perbedaan pandangan dan norma
kehidupan di masyarakat menjadikan kata-kata memiliki nilai rasa tersendiri.
Nilai rasa adalah penilaian sekelompok masyarakat terhadap suatu kata, misalnya
kata tersebut memiliki nilai rasa tinggi atau menyenangkan dan ada pula kata yang
memiliki nilai rasa rendah atau kurang menyenangkan. Kata-kata yang nilainya
menjadi rendah lazim disebut peyoratif, sedangkan kata yang nilainya naik disebut
amelioratif. Misalnya, pada kata bini kini menjadi peyoratif, sedangkan kata istri
menjadi amelioratif. Nilai rasa peyoratif dan amelioratif pada sebuah kata tidak
memiliki ketentuan yang bersifat tetap. Nilai rasa hanya bersifat sinkronis. Secara
diakronis nilai rasa dapat berubah sesuai dengan perkembangan pandangan hidup
yang sejalan dengan perkembangan sosial dan budaya.
2.3.7 Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia, ada sejumlah kata atau ungkapan ditulis atau
diucapkan secara singkat. Kata atau ungkapan tersebut biasanya sering digunakan,
maka tanpa dituliskan atau diucapkan secara lengkap orang sudah mengerti
maksudnya. Misalnya, kata lab untuk mengganti laboratorium dan kata perpus
untuk mengganti kata perpustakaan. Ada pula bentuk lain kependekan atau
30
penyingkatan. Misalnya, RS untuk menggantikan Rumah Sakit, TNI untuk
menggantikan Tentara Nasional Indonesia, dan lain sebagainnya.
2.3.8 Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi akan
menyebabkan adanya perubahan makna. Perubahan makna yang terjadi akibat
dari proses gramatikal tidak dapat disebut sebagai perubahan makna, sebab bentuk
kata itu sudah berubah melalui proses gramatikal. Jika bentuk kata berubah
melalui proses gramatikal, maka maknanya pun ikut berubah. Proses gramatikal
telah melahirkan makna-makna gramatikal.
2.3.9 Pengembangan Istilah
Salah satu pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan
memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang telah ada dan memberi makna
baru. Pengembangan istilah dengan memanfaatkan kata bahasa Indonesia yang
telah ada dapat dilakukan dengan menyempitkan atau meluaskan makna bahkan
memberi makna baru pada kata tersebut. Misalnya, kata teras yang dulu bermakna
'inti kayu' atau 'saripati kayu' kini diangkat menjadi unsur pembentuk istilah untuk
makna 'utama' atau 'pemimpin'.
2.4 Jenis Perubahan Makna
Perubahan semantik atau perubahan makna disebabkan oleh beberapa
faktor seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Perubahan makna
31
dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu perubahan yang sifatnya meluas,
menyempit, menghalus, mengasar, dan berubah total. Dalam penelitian ini,
peneliti lebih memeilih kata pergeseran dari pada perubahan. Padahal, dalam
analisis dan klasifikasi data digunakan teori perubahan makna. Jika melihat makna
kedua kata tersebut, kata pergeseran lebih sesuai dengan penelitian ini.
Pergeseran memiliki tiga makna, yaitu '(1) pergesekan; (2) peralihan,
perpindahan, pergantian; dan (3) Ki perselisihan, percekcokan' (Depdiknas, 2008:
449). Sedangkan, perubahan memiliki dua makna, yaitu '(1) hal (keadaan)
berubah, peralihan, pertukaran, (2) Man perbaikan aktiva yang tidak menambah
jumlah jasanya' (Depdiknas, 2008: 1514). Berikut ini dijelaskan beberapa jenis
perubahan makna.
2.4.1 Perluasan (Generalisasi)
Generalisasi atau perluasan adalah suatu proses perubahan makna kata dari
yang khusus ke yang lebih umum, atau dari yang sempit ke yang lebih luas.
Biasanya makna kata pada masa baru lebih luas dari pada makna masa asal
(Tarigan, 1995: 160). Generalisasi juga merupakan gejala yang terjadi pada
sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna,
kemudian memiliki makna lain akibat dari beberapa faktor penyebab perubahan
makna. Simpulannya adalah perluasan makna atau generalisasi yang terjadi
sebagai hasil perluasan makna yang masih berada dalam lingkup poliseminya.
Oleh karena itu, makna-makna baru harus ada hubungannya dengan makna
32
asalnya (Dale, 1971: 210). Berikut ini adalah contoh kata yang mengalami
perubahan makna cara meluas.
Tabel 2.1
Tabel Contoh Perluasan Makna
No. KATA
MAKNA
ASAL MAKNA BARU
1. bapak 1 orang laki-laki;
lawan ibu, orang tua
perempuan
(Badudu dan Zain,
1994: 126)
1 orang tua laki-laki; ayah; 2
orang laki-laki yang dalam
pertalian kekeluargaan boleh
dianggap sama seperti ayah
(seperti saudara laki-laki ayah
atau ibu); 3 orang yang
dipandang sebagai orang tua atau
orang yang dihormati (spt guru,
kepala kampung); 4 panggilan
kepada orang laki-laki yang
lebih tua dari yang memanggil; 5
orang yang menjadi pelindung
(pemimpin, perintis jalan, dsb
yang banyak penganutnya); 6
Cak pejabat (Depdiknas, 2008:
138).
2.4.2 Penyempitan (Spesialisasi)
Proses spesialisasi atau pengkhususan, penyempitan mengacu kepada
suatu perubahan yang mengakibatkan makna kata menjadi lebih khusus atau lebih
sempit dalam aplikasinya (Tarigan, 1985: 45). Kata atau leksem tertentu pada
suatu waktu dapat diterapkan pada suatu kelompok umum, tetapi belakangan
mungkin saja semakin terbatas atau kian sempit dan khusus dalam maknanya
33
(Keraf, 1980: 130). Perubahan makna menyempit merupakan gejala yang terjadi
pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas,
kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna. Simpulannya,
makna asal lebih luas dari pada makna baru (Chaer, 2002: 142). Berikut ini adalah
contoh kata yang mengalami perubahan makna cara menyempit.
Tabel 2.2
Tabel Contoh Penyempitan Makna
No. KATA MAKNA
ASAL MAKNA BARU
1. sarjana 1 orang alim; orang
yang dalam ilmunya;
2 ahli agama; 3 ahli
filsafat; 4 pemimpin
agama greja; domine;
5 Yahudi rabbi
(Badudu dan Zain,
1994: 1031)
1 orang pandai; 2 gelar strata
satu yang dicapai seseorang
yang telah menamatkan
pendidikan tingkat terakhir di
perguruan tinggi (Depdiknas,
2008: 1228).
2.4.3 Perubahan Total
Perubahan total adalah perubahan makna sebuah kata dari makna asalnya.
Kemungkinan makna yang baru masih memiliki sangkut paut dengan makna asal,
tetapi sudah jauh (Chaer, 2002: 142). Perubahan makna secara total menjadikan
sebuah kata atau leksem memiliki makna baru yang berbeda dari makna asalnya.
Berikut ini adalah contoh kata yang mengalami perubahan makna secara total.
34
Tabel 2.3
Tabel Contoh Perubahan Makna secara Total
No. KATA MAKNA
ASAL MAKNA BARU
1. pena bulu
(Poerwadarminta,
1976: 876)
alat untuk menulis dengan tinta,
dibuat dari baja dsb yang
bentuknya runcing dan belah
(Depdiknas, 2008: 1043).
2.4.4 Penghalusan (Eufimia)
Penghalusan atau eufimia adalah gejala kata-kata atau bentuk-bentuk yang
dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan dari pada makna yang
digantikan. Kecendrungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya
merupakan gejala umum dalam masyarakat Indonesia (Chaer, 2002: 144). Berikut
ini adalah contoh kata yang mengalami perubahan makna dengan penghalusan.
Tabel 2.4
Tabel Contoh Perubahan Makna Penghalusan
No. Makna biasa Makna lebih halus
(Eufimia)
1. pemecatan pemutusan hubungan kerja
(PHK)
2. penjara lembaga permasyarakatan
3. pembantu rumah tangga pramuwisma
4. penjaga toko pramuniaga
2.4.5 Pengasaran (disfemia)
Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran (disfeumia) adalah usaha
untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata
35
yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan dalam
situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan (Chaer, 2002: 144).
Berikut ini adalah contoh kata yang mengalami perubahan makna dengan
pengasaran.
Tabel 2. 5
Tabel Contoh Perubahan Makna Pengasaran
No. Makna biasa Makna lebih kasar
(disfemia)
1. mengambil dengan
begitu saja
mencaplok
2. mengeluarkan mendepak
2.5 Semantik Bahasa Arab
Setiap bahasa memiliki kaidah semantik tersendiri. Begitu pun bahasa
Arab memiliki kaidah. Untuk menunjang penelitian ini, disertakan kaidah sematik
bahasa Arab sebagai informasi. Berikut ini dijelaskan mengenai perubahan makna
dalam semantik bahasa Arab.
2.5.1 Pengertian Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti
'tanda' atau 'lambang'. Akar kata sema adalah 's' dan 'm' sangat mirip dengan kata
) samatun dari kata (سمة) وسم( sama yang juga berarti tanda yang akar katanya
adalah ) س ) dan (م) . Kata kerja sema adalah semaino yang berarti 'menandai' atau
'melambangkan'. Tanda atau lambang yang dimaksud adalah tanda-tanda
linguistik. Padannanya dalam bahasa Arab adalah ilmu al-dilalah yang berasal dari
36
kata ( د لة -يدل - دل ) dalla-yadillu-dilālah yang berati 'menunjukkan' seperti dalam
Alquran ( علي تجارةھل أدلكم ) hal adulllukum ‘alātijārah (Anwar, 1987: 144).
2.6 Perubahan Makna
Fenomena terpenting dari masalah perkembangan semantik dalam bahasa
Arab ada dalam 3 hal, yaitu takhsis makna, ta’mim makna, dan perubahan makna
secara total. Berikut ini adalah penjelasan mengenai perubahan makna dalam
bahasa Arab (Anwar, 1987: 150-168).
2.6.1 Takhsis makna
Takhsis makna adalah membatasi makna lafal umum terhadap makna
tertentu. Dengan demikian, makna kata tersebut cakupannya lebih sempit dari
makna yang asalnya. Contohnya, makna lafal yang menyempit kata (حريم) harĩm
yang berarti 'sesuatu yang tidak boleh disentuh', kini artinya menyempit menjadi
'perempuan'. Kata (الصحابة) sahãbah yang berarti 'teman' dalam arti luas kini
menyempit dan menjadi 'sahabat nabi'. Kata (التوبة) taubah yang berarti 'kembali'
kemudian menjadi 'kembali dari dosa'. Kata (الحج) haji yang berarti 'bermaksud'
menjadi 'bermaksud ke baitullah'.
2.6.2 Ta'mim makna
Ta'mim makna terjadi ketika adanya pergeseran dari makna khusus
menjadi makna umum. Misalnya, kata (لوح) lauh yang asalnya berarti 'sejenis
benda yang digunakan untuk menulisi', kemudian meluas artinya menjadi 'pelat',
37
'bangun perahu', 'papan' dan 'orang besar tulang tangan dan kakinya'. Kata (البأس)
ba’as yang dulunya berarti 'kesusahan dalam perang' meluas menjadi 'kesusahan
dalam segala hal'. Kata (العقيقة) aqīqah yang berarti 'rambut bayi yang tumbuh
sejak dalam kandungan' meluas menjadi 'binatang yang disembelih ketika rambut
bayi dipotong'. Kata (المجد) majid yang berarti 'penuhnya perut binatang karena
makanan' meluas menjadi 'dipenuhi kemulian'.
2.6.3 Perubahan Total
Perubahan makna secara total adalah lafal dari cakupan pemakaian yang
biasa ke cakupan yang lain. Perubahan makna secara total terjadi karena dua hal,
yaitu perubahan makna karena relasi kemiripan dan perubahan makna karena
relasi ketidakmiripan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai perubahan makna
secara total.
1) Perubahan makna karena relasi kemiripan/ istiarah (ا�ستعارة)
Isti’arah dalam ilmu balagah terjadi jika salah satu dari unsur tasybih
musyabbah, musyabah bih dan adat al-tasybih dibuang. Penggunaan istiarah
banyak digunakan pada kata-kata yang berubah maknanya karena adanya
kemiripan. Misalnya, kata (ثعبان) śa‘bãn yang berasal dari kata (ثعب) śa‘ba yang
berarti 'mengalir' berubah menjadi 'ular'. Kemiripan antara air dan ular adalah
cara bergeraknya. Air mengalir dan ular yang berjalan lurus seperti air yang
mengalir.
38
Anggota tubuh manusia merupakan obyek istiarah yang banyak digunakan baik
dalam bahasa Arab maupun bahasa Indonesia Sebagai contoh (رأس الشارع) ra’su
syar‘i, (ظھر ا/ر) ẓahrul ãrḍi, (رجل الكرسي) rijãlul kursĩ dan lain-lain. Demikian
pula anggota tubuh binatang misalnya (ذيل الفستان) żĩlul fustãn, (ذيل الصفحة) żĩluş
şofhah), (جناح الطائرة) jinãhuṭ ṭãirah. Kemudian dalam tumbuh-tumbuhan misalnya,
’ã‘ (العائلة) ,’furu (فرع) ,syajaratun nisbi (شجرة النسب) ĩlah, (ثمرة البحث) śamratul
baḥśi. Contoh lainnya adalah (تحية عاطرة) taḥiyatu ‘ãţirah, ( باردإستقبال ) istiqbãlu
bãri.
Ist’iarah sering pula digunakan pada pemakaian kata konkret terhadap
makna yang abstrak. Misalnya, pada kata (جسم المسكلة) jismul maskalah, (عقدالمسألة)
aqidul mas’alah, (ركز الفكرة) rikazul fikrah. Pemakaian isti’arah merupakan tradisi
orang Arab dalam berbicara. Hal tersebut, banyak dilakukan orang Arab ketika
menggubah syair maupun prosa.
2) Pergeseran makna karena relasi ketidakmiripan Al-majaz al-mursal
(المجازالمرسل)
Al-majaz al-mursal adalah pergeseran makna yang disebabkan karena
tidak adanya kemiripan antara makna asli dengan makna barunya. Hal Ini,
berbeda dengan takhsis dan ta’mim makna yang melahirkan penyempitan dan
perluasan makna. Pergeseran makna dalam al-majaz al-mursal disebabkan karena
adanya beberapa relasi, yaitu al-sababiyah, al-kulliyah, al-juz’iyah, al-halliyah,
al-mahalliyah, al-mujawarah, al-umum, al-khusus, dan i'tibar ma'na.
39
Al-sababiyah menyebutkan akibat, tetapi yang dimaksud adalah
penyebabnya. Contohnya, dalam Alquran (اسابقد أنزلنا عليكم ل ) qad anzalnã ‘alaikum
libãsã yang bermakna 'sungguh telah kami turunkan (dari langit) pakaian untuk
kalian' kata (لباسا) libãsã yang bermakna 'pakaian' tidak mungkin turun dari langit,
tetapi yang dimaksud adalah hujan sebagai penyebabnya. Contohnya, al-kulliyah
menyebutkan keseluruhan tapi yang dimaksud adalah sebagian. Dalam Alquran
aidiyakum (أيديكم) faagsilǔ wujǔhakum wa aidĩyakum kata (فاغسلوا وجوھكم و أيديكم)
jamak (يد) yadun artinya 'tangan sampai bahu' tapi yang dimaksud di sini adalah
'tangan sampai siku'.
40