s pgsd 0610780_chapter2
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kontekstual dalam Pembelajaran
1. Pengertian Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah sebuah strategi/ pendekatan pembelajaran
seperti halnya strategi pembelajaran lainnya. Namun, pendekatan kontekstual
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna.
Kontekstual adalah sebuah sistem yang menyeluruh. kontekstual terdiri
dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu
sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan
bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti halnya biola, dan alat musik lain di
dalam sebuah orkestra yang mengahasilkan bunyi yang berbeda-beda yang secara
bersama-sama menghasilkan musik, demikian juga bagian-bagian kontekstual
yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan
secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang
menghasilkan makna. Setiap bagian kontekstual yang berbeda-beda ini
memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. Secara
bersama-sama, mereka membentuk suatu sistem yang memungkinkan para siswa
melihat makna di dalamnya, dan mengingat materi akademik (Johson, 2007).
Landasan filosofi kontekstual adalah kontruktivisme, yaitu pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, tetapi sesuatu yang
16
harus dikonstruksikan sendiri oleh siswa (Fitriati, 2002). Artinya bahwa belajar
menekankan tidak hanya sekedar menghafal, tetapi siswa diharapkan belajar
melalui pengalaman. Pembelajaran kontekstual mengasumsikan bahwa siswa
datang ke ruang kelas tidak dalam keadaan kosong dan mereka tidak pasif, tetapi
mereka dituntut terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Guru masuk ke dalam
kelas dengan membawa “suatu masalah” (contexstual problem) yang harus
dipecahkan. Hal ini tidak berarti bahwa guru bersifat pasif, karena di dalam kelas
sudah terbentuk learning community yang didalamnya sudah ada aturan-aturan
yang harus ditaati bersama. Siswa harus saling menghormati sesamanya dan
mereka bertindak sebagai pendengar yang baik (good listener) jika kawannya
sedang mengemukakan pendapat. Di sini, guru lebih banyak bersifat fasilitator.
Menurut Maesuri (2002, h. 1) pembelajaran kontekstual adalah suatu
sistem pembelajaran yang didasarkan pada alasan bahwa pengertian atau makna
muncul dari hubungan antara konten dan konteksnya. Konteks memberi makna
pada konten. Pemahaman yang lebih terhadap suatu konten dapat dicapai siswa
jika diberikan konteks yang lebih luas yang didalamnya siswa dapat membuat
hubungan-hubungan. Semakin banyak siswa mengaitkan pelajaran mereka dengan
konteks, maka akan lebih banyak pengertian yang dapat diturunkan dari pelajaran
tersebut.
Pembelajaran kontekstual menurut Wilson (2001) adalah suatu konsep
bagi pembelajaran yang menolong guru dalam menghubungkan topik yang di
ajarkan dengan situasi dunianyata, sedangkan bagi siswa sebagai motivasi untuk
membuat pengaitan natara pengetahuan dengan kehidupanya baik di keluarga,
17
masyarakat, dan aktifitas lainnya. Sedangkan Hull & Souders (dalam Advanced
technology Environ mental Education cnter (ATEEC) 2000) mengemukakan,
dalam pembelajaran kontekstual siswa menemukan hubungan yang bermakna
antara ide- ide abstark dengan aplikasi dengan konteks kehidupan nyata.
Dengan penyampaian konteks, siswa dituntut untuk mencoba
menyelesaikan permasalahan tanpa menunggu informasi dari guru bagaimana
solusinya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing yang berperan
jika seandainya terdapat kesulitan atau kemacetan dalam pembelajaran. Hal yang
sama diungkapkan oleh Gravemeinjer dan Doorman (dalam Sabandar, 2001, h. 2),
bahwa pada pembelajaran kontekstual, konteks ditempatkan pada
awalpembelajaran, selanjutnya siswa secara perorangan atau kelompok siswa
disuruh memecahkan permasalahan, dengan kemampuan matematikanya atau
kemampuan berpikir.
Konteks ditempatkan di awal pembelajaran, karena berperan sebagai
pemicu terjadinya penemuan kembali(reinvention) matematika oleh murid,atau
sebagai guided reinvention (pembimbing penemuan), yang merupakan suatu jalan
untuk menjembatani hambatan yang sering muncul,antara pengetahuan informal
dengan pengetahuan formal matematika dalam memecahkan masalah dengan
berpikir sendiri. Blanchard (2001) mengemukakan, dengan memberikan berbagai
masalah kehidupan eshari-hari yang belum ada penyelesaiannya,diharapkan
menjadi stimulus untuk belajar,dengan cara mengaitkan atau mengorganisasikan
informasi yang ada dalam teks.akhirnya diharapkan siswa dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan yang akan datang.
18
De Lange (dalam Sabandar, 2001) membedakan tiga konteks dalam
kegiatan matematisasi: (1) konteks orde satu yang berisi hanya penterjemahan
soal-soal matematika yang disajikan dalam bentuk teks,(2) konteks orde dua dan
tiga pada dasarnya menyajikan kesempatan bagi matematisasi, (3) konteks orde
tuga merupakan konteks yang memberikan peluang bagi murid untuk menemukan
konsep baru dalam matematika. Sedangkan berdasarkan derajat
realitasnya,konteks dibedakan menjadi tiga jenis: (1) tidak ada konteks, artinya
tidak ada konteks yang nyata, tetapi yang ada hanyalah soal matematika, (2)
konteks kamuflase, artinya konteksnya tidak relevan, namun didandani atau
dipoles soal yang hanya bersifat matematis,(3)konteks relevan dan esensial,
artinya konteks tersebut benar-benar relevan memberikan kontribusi pada
masalah.
Konteks yang disajikan dalam pembelajaran, merupakan permasalahan
yang belum diketahui oleh siswa bagaimana penyelesaian secara matematika tapi
dengan modal kemampuan proses berpikir siswa serta ditambah pengetahuan dan
kemampuan yang sudah dimiliki, diharapkan siswa siswa bisa menyelesaikan
permasalahan tersebut sesuai langkah dan pola masing-masing. Seorang anak atau
orang dewasa bila masuk pada situasi baru, ia akan berusaha mencari apa yang
sudah dikenal, selanjutnya ia mencari apa yang mirip dengan yang sudah
dikenalnya atau yang sudah ada dalam ingatannya.
Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan demikian, disaat seorang
siswa menerima permasalahan yang belum diketahui cara penyelesaiannya, ia
akan berusaha mencari hal-hal yang mirip dengan apa yang ia ketahui
19
sebelumnya, atau ia akan memodifikasi fakta-fakta yang ada dalam permasalahan
tersebut agar sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki. Sampai akhirnya ia bisa
menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang disajikan.
2. Langkah - Langkah Pembelajaran Kontekstual
Soejad (2001) mengmukakan mengenai hal yang perlu di perhatikan dalam
praktek pembelajaran kontekstual: (1) Belajar aktif dalam mengkongstruk
pengetahuan dan pemecahan masalah. (2) Multi konteks dalam memberi
penglaman murid dalam menggunakan pengetahuan, untuk memecahkan masalah
dalam konteks baru. (3) Koperatif, belajar melalui kerjasama dan koreksi diri. (4)
Hubungan dunia real melalui aktivitas di luar kelas. (5) Mengutamakan
pengalaman dan pengetahuan dan pengetahuan situasional yang bernilai bagi
siswa sebagai fondasi. (6) Melibatkan kebutuhan dan sasaran siswa yang berbeda-
beda. (7) Belajar dan tindakan di tekankan agar siswa dapat kontribusi kepafa
perbaikan masyarakat. (8) Penilaian autentik dalam multi konteks yang bermakna.
(9) Penekanan pembelajaran lebih tinggi untuk pemecahan masalah, dari pafa
mengingat dan mengulang-ulang.(10) Mengarahkan (memandu) dan mendorong
siswa agar mampu melakukan pilihan-pilihan, mengembangkan alternatif sendiri.
(11) kepedulian masyarakat kelas dalam menghargai hubungan siswa dengan guru
dan antar siswa, sehingga kelas kondusif untuk belajar.
Dalam pembelajara kontekstual guru dituntut untuk mengajar siswa
dengan pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa
20
tidak berfikir abstrak dalam pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran
dan soal-soal dalam evaluasi harus bekaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Siswa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang beragam. Guru harus
bisa memperkirakan kemampuan siswa secara klasikal, dalam menyelesaikan
permasalahan yang disajikan. Bila permasalahan dianggap mudah cara
penyelesaiannya, guru bisa menyuruh siswa bekerja secara sendiri tanpa bantuan
teman. Tapi kalau permasalahan tersebut dianggap susah dalam penyelesaiannya,
guru bisa memberikan jalan keluar berupagambar-gambar, pertanyaan penggiring,
memberikan penjelasan sederhana, atau menyuruh siswa bekerja secara
kelompok.
Dalam kelompok siswa bisa melakukan diskusi kelimpok kecil atau
kelompok besar. Kelompok inilah yang menentukan sendiri cara bekerja,
mendiskusikan tugasnya, dan menyimpulkan hasil pekerjaannya, guru tidak harus
diam tapi harus membimbing, dan apabila perlu harus membantu merumuskan
kesimpulan (Ruseffendi, 1990, h. 85). Dengan bekerja secara perorangan maupun
kelompok diharapkan siswa aktif mencari alternatif jawaban, sebab selama ini
guru dalam pembelajaran matematika kurang bahkan tidak pernah mengaktifkan
siswa, hal ini sesuai dengan temuan Marpaung (dalam Sugiman 2001, h. 167)
yakni, disekolah siswa hampir tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi
sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan masalah, siswa pada umumnya
duduk sepanjang waktu diatas kursi.
Sesuatu yang ditemukan secara sendiri dengan penyelesaian coba-coba,
hasilnya akan berakar lama pada diri anak. Kalaupun suatu saat lupa, ia bisa
21
berusaha mengingatnya, dengan cara mengingat kembali langkah-langkah yang
pernah dilakukan untuk menemukan hal tersebut.
Keaktifan siswa dalam memecahkan masalah dengan strategi sendiri
menurut Gordon (dalam Dahlan, h. 87), akan menimbulkan proses kreativitas
yang akan berlangsung terus menerus dan merupakan bagian dari kegiatan sehari-
hari yang berlangsung seumur hidup. Proses kreatif dalam berpikir berguna untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), dan
mengembangkan ekspresi kreatif (creative expression) siswa.
Menurut Wilson (2001), dalam kegiata pembelajaran konteks bisa
disampaikan melalui handouts, demonstrasi kelas, dan soal yang menggunakan
petunjuk. Sekali-kali permasalahan bisa diangkat oleh siswa melalui hasil
diskusiatau ada siswa yang membawa permasalahan dari pengalaman untuk
ditampilkan. Hal tersebut jelas bahwa siswa diberi kesempatan untuk berani
mengemukakan permasalahan sebagai bahan pelajaran sesuai dengan
keinginannya.
Siswa dapat ikut serta dalam mempersiapkan permasalahan pembelajaran
melalui hasil diskusi, atau permasalahan yang dibawa oleh salah seorang siswa.
Ini menunjukkan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran demokrasi
yang memberikan kesempatan pada siswa untuk membawa permasalahan sebagai
topik yang akan dibahas. Guru harus memiliki kemampuan merevisi, jika
permasalahan yang dibawakan oleh siswa terlalu sulit intuk dipecahkan, dengan
jalan menyederhanakan permasalahan yang disajikan agar sesuai dengan
kemampuan siswa dan topik yang disajikan.
22
Usia siswa sekolah dasar berkisar antara 6-12 tahun menurut piaget (dalam
makmun 1995, h.61) termasuk dalam tahap operasional kongkrit, yaitu
kemampuan melakukan proses bepikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah
logika masih terkait dengan objek yang bersifat kongkrit. ruseffendi (1991,h.143)
menyatakan bahwa proses pembelajaran pada tahap operaional kongkrit dalam
pengenalan konsep matematika harus mulai dari beberapa tahapan yaitu; (1)
tahapan kongkrit (selalu menggunakan benda-benda kongkrit, (2) semi kongkrit
(dapat mengerti bila di bantu dengan benda-benda kongkrit), (3) semi abstrak
(dapat mengerti dengan menggunakan diagram, torus dan lain-lain), dan (4)
selajutnya abstrak (dapat di mengerti tanpa bantuan benda-benda real, gambar
maupun diagramnya).
Kegiatan pembelajaran dalam tahap operasional kongkrit, di antaranya
dapat menggunakan benda asli, model atau alat praga dalam kegiatan
pembelajaran. Selain itu operasional kongkrit dapat di presentasikan sebagai
kemampuan yang di miliki siswa dalam mengkaitkan antara topik yang di ajarkan,
dgna pengalaman dam aktifitas yang pernah di miliki dan di ketehui oleh siswa
sebelmnya. Sehingga siswa dpat mengkaitkan antara satu topik pembelajara dngan
tindakan atau perbuatan kehidupan nyata (Ruseffendi, 1991, h. 143).
Ketrkaitan kehidupan nyata dalam pembelajaran bila dimulai dari sesuatu
yang dekat dngan siswa, sederhana, dan sesuai dengan kemampuan berpikir
mereka. Pembelajaran bisa dikaitkan dengan permasalahan keluarga, pertanian,
lingkungan sekitar, lingkungan teman atau keluraga lain yang terdkat. Kita
kadang-kadang menemukan, guru membawa situasi kehdupan yang disajikan
23
dalam pebelajaran tiak sesuai dngan kehidupan siswa. Misalnya membawa
kehidupan desa di sekolah lingkungan kota atau membawa lingkungan pertanian
di sekolah lingkunga pantai. Adakalanya guru membaa situasi yang sudah tidak
sesuai lagi. Misalya satu sekolah berada di lingkungan persawahan, tapi sekarang
sawahnya sudah tidak ada dipenuhi oleh abrik dan perumahan jadi situasi
persawahan dulu cocok tapi sekarang sudah tidak cocok lagi .
Pembelajaran matematikadalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
dalam kurikulum 1994 di berikan melalui soal cerita (word problem).
Secara khusus pembelajaran matematika yang ada kaitanya dengan
kehidupan sehari- hari (aktifitas manusia) termauk mahtematical connection
(NCTM, 1998). Sedangkan menurut soedjadi (2001) mahtematical connection
khusus di peruntukan untuk matematika, tapi secara umum bia menggunakan
pendekatan contextual teaching and learning (pembelajaran kotekstual).
Heruman dalam Tesis PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS
IV SEKOLAH DASAR ( 2003) Tidak di terbitkan. Mengemukakan pemahaman
tentang pembelajaran kontekstual dalam matematika adalah sebagai berikut:
pembelajaran kontekstual marupakan pembelajaran yang membawa situasi nyata
kehidupan sehari-hari, berupa aktivitas manusia kedalam pembelajaran yang
dikaitkan dengan suatu topik matematika. Kahiduapan sehari-hari yang dimaksud
kehidupan lingkungan yang dekat dimana siswa sering berinteraksi. Sedangkan
aktivitas manusia berupa kegiatan yang didalamnya ada proses secara sadar atau
tidak sadar sering menggunakan konsep-konsep matematika.
24
Pembelajaran kontkstual, menurut UGA CTL Projet (2001), memiliki ciri-
ciri dalam stra tegi pembelajaran sebagai berikut: mengutamakan pemecahan
masalah, pembelajaran menyajikan berbagai konteks yang bervariasi, memonitor
dalam memberi petunjuk untuk belajar mandiri, menampilkan berbagai konteks
kehidupan, mendorong siswa belajar dari yang khusus ke yang umum, dan
menggunakan penilaian yang autentik.
3. Komponen- Komponen Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini mempunyai tujuh
komponen utamama, yaitu konstruktivisme (contrutivism), menemukan (inquiry),
bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning komuniti), pemodelan
(modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).
Untuk lebih jelasnya berikut ini uraian mengenai karakterirtik (komponen)
dari pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.
a. Konnstruktivisme (Contrutivism)
Merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengeteuan bukanlah
seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengalaman mereka
melalui keterlibatan dan aktif dalam proses belajarmengajar. Siswa menjadi pusat
25
kegiatan, bukan guru. Dalam pandangan konstrutivime “strategi memperoleh”
lebih diutamakan dibandingkan dengan beberapa banyak siswa memperoleh dan
mengingat pengetahuan. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui
pengalaman. Pemahaman bertkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila
selalu diuji dengan pengalaman baru.
b. Menemukan (Inquiry)
Proses belajar adalah proses menemukan. Langkah-langkah atau kunci
menemukan atau Inquiry meliput:
1. Merumuskan masalah.
2. Mengamati atau melakukan observasi, termasuk membaca
buku, mengumpulkan infor masi.
3. Menganalisis dan menyajikan hasil karya dalam tulisan,
laporan, gambar, tabel, dan sebagainya.
4. Menyajikan, meng komunikasikan hasil karya didepan guru,
teman sekelas atau audiens yang lain.
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, umumnya tidak terlepas dari
aktifitas bertenya. Bertanya merupakan satu stra tegi penting dalam CTL. Bagi
siswa, bertanya menunjukan ada perhatian terhadap materi yang dipelajari dan
upaya untuk menemukan jawaban sebagai bentuk pengetahuan. Bagi guru,
bertanya adalah mengaktifkan siswa. Hal ini sudah biasa dilaksanakan dalam
kelas.
26
d. Masyarakat belajar (Learning kommunity)
Hasi belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar
yang tahu ke yang belum tahu. Diruang ini, dikelas ini, disekitar ini dan juga ada
diluar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar.
Dalam kegiatan kelas yang menggunakan pendekatan CTL, guru
disarankan selalu melaksanakan pembelajaran secara berkelompok. Siswa dibagi
kedalam kelompok-kalopmpok yang anggotanya heterrogen. Pengembangan
learning comunity akan senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi multi
arah. Masing- masing pihak melakukan kagiatan belajar dapat menjadi sumber
bekajar.
e. Pemodelan (Modeling)
Kompenen CTL yang lain adalah pemodelan. Dalam pembelajaran atau
ketrampilan pengetahuan tertentu,perlu ada model yang bisa ditiru. Guru bukan
satu-satunya model, modela dapat dirancang dengan melibatkan siswa yang
mempuinyai kelebihan tertentu. Model juga dapat didatangkan dari luar sesuai
dengan topik pembahasan.
f. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan
respon terhadap kejadian aktifitas atau pengetahuan yang baru diterima. Dalam
refleksi, siswa mengendapkan apa yang baru saja dipelajari sebagai struktur
pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
27
sebelumnya. Realita praktik di dalam kelas dirancang pada setiap akhir
pembelajaran.
g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian adalah proses pengumpulan data yang memberikan gambaran
belajar siswa. Penilaian berorientasi pada proses, sehingga pelaksanaannya
menyatu dengan proses pembelajaran. Gambaran proses dan kemajuan belajar
siswa perlu diketahui sepanjang proses pembelajaran. Karena itu penilaian tidak
hanya dilakukan pada akhir periode atau semester, seperti ULUM/TPB atau
UAS/Ujian Sekolah saja.
Penilaian bukan untuk mencari informasi tentang hasil belajar siswa, tetapi
begaimana prosesnya. Hal ini relevan dengan pengertian pembelajaran yang
benar, yakni ditekankan pada upaya membantu siswa bagaimana mampu
mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada perolehan sebanyak
mungkin informasi di akhir pembelajaran.
B. Topik Oprasi Bilangan Bulat dalam Pembelajaran Matematika Sekolah
Dasar
1. Peranan Matematika Di Sekolah Dasar
Istilah matematika diambil dari Bahasa yunani mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, scince).
Berdasarkan etimologis menurut Tinggih (Agustin, 2004) kata matematika
berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Matematika lebih
menekankan ativitas dalam dunia rasio (penalaran). Begitu pula menurut
28
Ruseffendi (Agustin, 2004) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
Arti dan definisi yang tepat dari matematika tidak dapat diterapkan secara
pasti dan singkat. Definisi dari matematika makin lama makin sukar dibuat,
karena cabang matematika makin lama makin bertambah, dan makin bercampur
satu sama lain (Ruseffendi dalam Agustin 2006).
Yang dimaksud matematika dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan
Menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika
yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan pada pendidian Dasar
(SD dan SMP) dan Pendidikan Menengah (SMA dan SMK). Sedangkan
pendidikan matematika Sekolah Dasar adalah matematika yang diajarkan di
Sekolah Dasar. Matematika SD terdiri atas bagian matematika yang dipilih,
disaring, dan dirancang dari pedoman “resmi” disesuaikan dengan kondisi,
kemampuan, dan kebutuhan sekolah. Siswa SD diharapkan berkembang secara
optimal serta tidak terlepas dari perkembangan pendidikan matematika di dunia
sekarang. Selain itu agar siswa tidak terlalu mendapat kesukaran dalam
mengaitkan konsep-konsep matematika dengan kebutuhan praktis dalam
mengaitkan konsep-konsep matematika dengan kebutuhan praktis sehari-hari
maupun untuk kebutuhan melanjutkan pendidikan pada jenjang selanjutnya.
Matematika merupakan ilmu dasar yang berkembang dengan pesat sesuai
dengan kemajuan teknologi. Untuk itu pembelajaran matematika harus selalu
memberikan pengalaman tentang masa lalu dan masa yang datang. Matematika
yang diajarkan di Sekolah Dasar terdiri atas bagian-bagian yang dapat
29
menumbuhkembangkan kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu
pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu berarti matematika
mempunyai ciri-ciri penting, yaitu (1) memiliki objek kejadian yang abstrak (2)
berpola pikir deduktif dan konsisten.
Pembelajaran dengan menggunakan model bangun-bangun memuat unsure
rekreasi atau bermain. (Hudoyo, 1979 : 134) berpendapat bahwa pembelajaran
matematika melalui bermain, pengertian terhadap konsep tersebut akan mantap,
sebab belajar dengan cara itu merupakan belajar yang wajar sesuai dengan naluri
anak. Penggunaan pendekatan atau metode dan media dalam pembelajaran akan
membantu pengembangan nalar siswa (Tim PK Matematika, 1986). Hali ini
dilakukan oleh guru dalam preses pembelajar, penggunaan alat bantu/peraga
model-model konkrit dalam proses pembelajaran pada penelitian adalah alat
bantu/peraga batang bilangan yang diyakini dapat meningkatkan kualitas hasil
pembelajaran.
1. Media pembelajaran
a. Secara Umum
Jika ditinjau dari pihak guru atau tenaga pengajar , media pengajaran lazim
dibuat alat-alat belajar atau mengajar. Pembelajaran yang disertai dengan media
yang tepat, selain memudahkan siswa dalam mengalami, memahami, mengerti,
dan melakukan, juga menimbulkan motivasi yang lebih kuat disbanding jika
hanya menggunakan kalimat abstrak
30
b. Secara Khusus
Alat bantu batang bilangan yang akan diterapkan peneliti sebagai media
pembelajaran pada pokok bahasan bilangan bulat ini, terdapat kelebihan dan
kelemahan.
Kelebihan :
1. Mempremudah siswa dalam memahami konsep operasi hitung
dalam bentuk penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
2. Melatih siswa untuk telaten dalam menyelesaikan suatu
permasalahan matematika pada operasi hitung dalam bentuk
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Kelemahan :
Bilangan bulat yang besarnya ratusan atau lebih, sulit untuk diperagakan
menggunakan batang bilangan.
Pada dasarnya secara individual manusia itu berbada-beda, dengan
demikian pula dalam memahami konsep-konsep abstrak dicapai melalui tingkat-
tingkat belajar yang berbeda. Namun satu keyakinan bahwa anak belajar melalui
dunia nyata dan dengan memanipulasi benda-benda nyata sebagai perantaranya.
Bahkan tidak sedikit pula orang dimasa yang umumnya menguasai konsep
abstrak, tetapi pada situasi-situasi tertentu masih memerlukan benda-benda
perantara.
(Rusffendi : 1993) berpendapat bahwa siswa yang tahap berfikirnya masih
ada pada operasi konkrit ( sebaran umur dari 7 s/d 13 tahun bahkan lebih ) yaitu
tahapan umur anak-anak SD tidak akan dapat memahami operasi (logis) dalam
31
konsep matematika tanpa dibantu oleh alat-alat konkrit. Serta belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan
strukur-struktur yang termuat dlam pokok bahasab yang diajarkan disamping
hubungan yang terkait antara komponen-komponen dan struktur-struktur. Dalam
pokok bahasan siswa sebaiknya diberikan kesempatan untuk memanipulasi benda-
benda (alat peraga), dengan hal yang seperti ini siswa dapat melihat langsung
bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat pada benda yang sedang
diperhatikannya. Keteraturan tersebut oleh siswa dihubungkan dengan keteraturan
intuitif yang telah melekat pada dirinya. Begle (1979 :6-7) berpendapat bahwa
sasaran atau objek telaah matematika tersebut dapat dengan mudah
dikomunikasikan diperlukan simbolisasi. Untuk memahami objek telaah
diperlukan persyaratan pemula yang harus dikuasai sebelum menguasai konsep
yang bersangkutan. Hal ini merupakan landasan untuk pemilihan variabek-
variabel yang berkaitan dengan permasalahan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Kusumah dan suherman (1993) menyebutkan tentang sebuah teori belajar
matematika yang dikemukakan oleh ahli matematika. Diantara teori-teori tersebut
adalah teori Dienes. Secara ringkas dalam teori yang dikemukakan nya,
menyatakan bahwa konsep-konsep matematika akan berhasil bila dipelajari dalam
tahapan-tahapan tertentu. Konsep tersebut terbagi dalam 6 tahapan-tahapan
belajar, yaitu :
1. Permainan Bebas (free play)
2. Permainan yang disetai aturan (games)
3. Permainan kesamaan sifat (suarching for communities)
32
4. Representasi (refresentation)
5. Simbulisasi (symbolization)
6. Formalisasi (formalization)
Permainan bebas merupakan tahapan belajar konsep yang aktivitasnya
tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Aktivitas ini memungkinkan anak
mengadakan percobaan dan mengotak-atik (memanipulasi) benda-benda konkrit
dan abstrak dari unsur-unsur yang sedang dipelajarinya.
Permainan yang disertai peraturan, di sini anak-anak sudah mulai
menelitipola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Anak
yang telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalam konsep akan dapat mulai
melakukan permainan tadi. Dengan melalui permainan yang disertai aturan, anak-
anak diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur
matematika itu.
Permainan kesamaan sifat, di sini anak-anak mulai diarahkan dalam
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk
melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu
mengarahkan mereka dengan menetralisasikan kesamaan struktur dari bentuk
permainan yang satu ke bentuk permainan yang lainnya. Translasi ini tentu tidak
boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
Referensi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi
yang sejenis. Anak-anak menentukan referentasi dari konsep-konsep tertentu,
setelah mereka berhasil menetukan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-
situasi yang dihadapinya itu. Refresentasi yang diperoleh bersifat abstrak. Dengan
33
demikian anak-anak telah mengarahkan pada pengertian struktur matematika yang
bersifat abstrak terdapat dalam konsep yang sedang dipelajarinya.
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan
menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahapan
ini anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan merumuskan sifat-sifat
baru dari konsep tersebut.
Berdasarkan uaian di atas dapat ditarik suatu keseimpulan bahwa
pengajaran matematika adalah sebagai berikut :
1. Tahapan pemahaman konsep
2.Untuk dapat memahami konsep sebaiknya pendidik menggunakan
media atau alat pengajaran dan model penyajian yang bervariasi
sesuai dengan konsep yang diajarkan.
3.Matematika hendaknya disajikan sedemikian rupa sehingga menunjang
kondisi yang diharapkan.
2. Pengertian Matematika Sekolah Dasar
Istilah mathematics (Bahasa Inggris), mathematik (Bahasa Jerman),
mathematique (Bahasa Perancis), matematico (Bahasa Italia), matematiceski
(Bahasa Rusia), atau mathematick/wiskunde (Bahasa Belanda) berasaldari bahasa
latin, mathematica yang diambil dari Bahasa Yunani mathematice yang berarti
34
“relating to learning”, istilah ini mempunyai akar kata mathema yang bearti
pengetahuan atau ilmu (knowledge science).
Berdasarkan etimologis menurut Tinggih (SPMK, Tim 2001 : 18) kata
matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Matematiks
lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Begitu pula menurut
Rusffendi (1980 : 148) matematikan berbentuk sebagai hasil pemikiran manusia
yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.
Arti dan definisi yang tepat dari matematika tidak dapat diterapkan secara
eksak (pasti) dan singkat. Definisi dari matematika makin lama makin sukar
disebut, karena cabang matematika makin lama makin bertambah, dan makin
bercampur satu sama lain (Rusffendi, 1991 : 42).
Yang dimaksud dengan matematika dalam Kurikulum Pendidikan Dasar
dan Menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah
matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan pada
pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah (SMA dan SMK).
Sedangakna pengertian SD adalah matematika yang diajarkan di SD. Materi
matematika SD terdiri dari bagian matematika yang dipilih, disaring dirancang
dari pedoman “disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, dan kebutuhan sekolah.
Siswa SD diharapkan berkembang secara optimal serta tidak terlepas dari
perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang. Selain itu adalah agar
siswa tidak terlalu mendapat kesukaran dalam mengaitkan konsep-konsep
matematika dengan kebutuhan praktis sehari-hari, maupun untuk kebutuhan
melanjutkan pendidikan pada jenjang selanjutnya.
35
3. Fungsi Mata Pelajaran Matematika
Mata pelajaran matematika berfungsi sebagai alat,pola,pikir,dan ilmu
pengetahuan sebagai cara dalam pembelajaran matematika sekolah:
a. Matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu
informasi
b. Matematika merupakan pembentuk pola pikir dalam memahami suatu
pengertian maupun penalaran. Hubungan diantara pengerian dan
penalarannya dikembangkan melalui pola pkir induktif maupun
deduktif.
c. Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, yang selalu mencari
kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang telah diterima bila
ditemukan kebenaran yang terbaru sepanjang kebenaran tersebut
mengikuti pola pikir yang sah (MKBM, Tim, 2001 : 55-56).
3. Operasi Bilangan Bulat di Kelas IV Sekolah Dasar
Salah satu struktur matematika adalah aritmatika yang membicarakan
bilangan dan operasai hitung (Surjanto, 1996 : 2). Bilangan merupakan benda
pikiran. Untuk lebih mudah mengkomunikasikan tentang bilangan dibuatkan
simbol yang sering disebut angka atau digit. Operasi bilangan merupakan ide
abstrak, misalkan operasai penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulatZ
(Herstein, 1964 : 11). Untuk menyederhanakan operasi tersebut dapat
diekspresikan sebagai upaya untuk mencari bilangan bulat baru jika dua bilangan
bulat a dan b diketahui. Bilangan bulat itu ditulis a + b. Ilustrasinya sebagai
36
berikut : jika diketahui dua bilangan 3 dan 4 maka bilangan baru itu adalah 7.
Jadi 7 dapat ditulis 3 + 4 atau 4 + 3 (Sutawijaya dkk,1992:21)
Budi, S.W. (2003) mengatakan tentang sifat aljabar bahwa himpunan
bilangan bulat mempunyai dua operasi + (tambah) x (kali) dengan sifat :
a) Sifat assosiatif untuk penjumlahan
Untuk setiap bilangan a, b, dan c berlaku
(a + b) + c = a + (b + c)
b) Sifat Komunikatif untuk penjumlahan
a + b = b + a
c) Unsur identitas terhadap penjumlahan
Ada bilangan 0 sehingga untuk setiap bilangan bulat berlaku
a + 0 = 0 + a = a
d) Unsur invers terhadap penjumlahan
Untuk setip bilangan bulat a ada bilangan bulat b sehingga
a + b = 0
e) Sifat assosiatif untuk perkalian
Untuk setiap bilangan bulat a, b, dan c berlaku
(a.b).c = a.(b.c)
f ) Sifat komunikatif untuk perkalian
Untuk setiap bilangan bulat a dan b berlaku
a.b = b.a
g) Unsur identitas terhadap perekalian
ada bilangan 1 sehingga untuk setiap bilangan bulat berlaku
37
a.1 = 1.a = a
Bilangan-bilangan yang lebih besar dari nol disebut bilangan positif dan
arahya ke-kanan, sedangkan bilangan-bilangan yang lebih kecil dari nol disebut
bilangan negative dan arahnya ke-kiri. ( Wahyudin, 2002 : 41-42)
Dalam meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan dan pengurangan
dengan menggunakan alat bantu batang bilangan dapat diperlihatkan operasi
penjumlahan dan pengurangan sebagai beriktu :
Contoh 1.
Gambar 2.1 di bawah ini menunjukan operasi penjumlahan
3 + 2 = 5
Teknik : Peneliti menunjukan bilangan 3 ke arah kanan dari titik
pangkal 0 dan berhenti dititik 3. kemudian diteruskan dengan bilangan 2
kearah kanan juga dari titik pangkal 3 dan bewrhenti dititi 5, Karena kedua
bilangan tersebut memiliki arah panah yang sama (ke kanan atau positf),
maka hasilnya dapat ditunjukan oleh garis ke kanan yang bertitik pangkal di
0 dan berhenti dititik 5.
Gambar 2.1 :
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
4 5
Hasilnya 5
38
Contoh 2.2
Gambar 2 di bawah ini menunjukan operasi pengurangan
3 +(-5) =-2
Teknik: peneliti menunjukan bilangan 3 ke arah kanan dari titik pangkal
0 dan berhenti dititik 3. kemudian diteruskan dengan bilangan -5 ke arah kiri
dari titik pangkal 3 dan berhenti dititik -2, Karena kedua bilangan tersebut
memiliki arah panah yang berlawanan, maka hasilnya dapat ditunjukan oleh
garis yang terpanjang yakni kearah kiri (negative) dengan cara mengawali
dari titik pangkal 0 dan berhenti di titik -2.
Gambar 2.2 :
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
4 5
Hasilnya = -2
Contoh 3.
Gambar 2.3 di bawah ini menunjukkan bilangan operasi penjumlahan -4
+ (-5) = -9
Teknik : Peneliti menunjukkan bilangan -4 ke arah kiri dari titik
pangkal 0 dan berhenti di titik -4. Kemudian diteruskan dengan bilangan -5 ke
arah kiri juga dari titik pangkal -4 dan berhenti di titik -9, Karena kedua
bilangan tersebut memiliki arah panah yang sama ( ke kiri atau negatif),
39
maka hasilnya dapat ditunjukkan oleh garis kea rah kiri yang bertitik pangkal
di 0 dan berhenti di titik -9.
Gambar 2.3 :
-10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1
2 3
Hasilnya = -9
C. Penerapan Pendekatan Kontekstual pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat
dalam Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Keterkaitan kehidupan nyata dalam pembelajaran bisa dimulai dari sesuatu
yang dekat dengan siswa, sederhana, dan sesuai dengan kemampuan berpikir
mereka. Pembelajaran bisa dikaitkan dengan permasalahan keluarga, permainan,
lingkungan sekitar, lingkungan teman atau keluarga lain yang terdekat. Pengaitan
pengalaman kehidupan nyata dalam pembelajaran diharapkan dapat menjadikan
pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami oleh siswa, baik struktur
matematika atau aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Keterkaitan ini sesuai
dengan pandangan Freudenthal (Agustin, 2004), bahwa matematika harus
dihubungkan dengan realita dan matematika sebagai aktivitas manusia. Pertama,
matematika harus dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi
kehidupan sehari-hari (kontekstual). Kedua, matematika sebagai aktivitas
40
manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan
aktivitas matematika pada semua topik matematika.
Pembelajaran matematika dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari,
dalam kurikulum 1994 diberikan melalui soal cerita (word problem).
Pembelajaran kontekstual menurut Wilson ( Juwita, 2006) adalah suatu konsep bagi pembelajaran yang menolong guru dalam menghubungkan topik yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sedangkan bagi siswa sebagai motivasi untuk membuat pengaitan antara pengetahuan dengan kehidupannya baik di keluarga, masyarakat dan aktivitas lainnya.
Menurut Howey (Ruswayati, 2004), pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menggunakan pemahaman dan kemampuan akademika mereka dalam berbagai macam konteks, baik di dalam maupun di luar konteks, untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata atau yang disimulasikan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok. Sedangkan aktivitas guru dalam pendekatan ini adalah membantu siswa untuk mengaitkan peran dan tanggungjawab mereka sebagai diri sendiri, anggota keluarga, Warga Negara, dan sebagai pekerja.
Jadi dengan menggunakan pendekatan kontekstual, pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa itu sendiri ketika ia belajar.
Dalam pembelajaran matematika dengan penerapan kontekstual pemilihan
strategi pembelajaran lebih diutamakan dan lebih memberdayakan siswa.
Contekstual Teaching Learning dapat diterapkan di kelas yang jumlah siswanya
banyak. Dalam penerapannya tidak perlu mengubah kurikulum, apalagi saat
sekarang ini sudah mulai dipakai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
kontekstual sangat sesuai dengan KTSP. Selama pembelajaran ini berlangsung
diutamakan kegiatan siswa menemukan sendiri, sebagai contoh siswa
memecahkan soal tentang bilangan bulat.
Untuk melihat kemajuan belajar siswa sebagai sumber data dapat
diperoleh dari jurnal, angket, hasil pembelajaran (penampilan siswa sehari-hari
ketika belajar) hasil tes, observasi, dan wawancara. Dengan pendekatan
41
kontekstual dalam memberdayakan siswa lebih berfokus pada siswa sehingga
kelas menjadi hidup, produktif, dan menyenangkan. Sehingga dalam hal inipun
siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, siswa dapat belajar dari
teman melalui kerja kelompok, diskusi dan saling mengoreksi. Serta
pembelajarannyapun dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang
disimulasikan.
Penerapan kontekstual dalam bilangan bulat dapat berupa bagai mana
manusia bergerak maju dan mundur sehingga konteks bilangan positif dan
negatifnya dapat kelihatan dimana gerakan maju dapat menjadi positif dan
gerakan mundur menjadi negatif, hal ini juga dapat di masukkan dalam konteks
kedalam air, pengukuran suhu tubuh dengan termometer.