s sej 030047 bab i -...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pada hakikatnya pelaksanaan Revolusi Hijau dilaksanakan menyeluruh di wilayah Indonesia, terutama pulau Jawa. Bahkan sampai ke sebagian pelosok pedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan oleh warga masyarakat Sukawening-Garut yang akan dikaji lebih mendetail lagi dalam penelitian ini. Sementara itu juga, terefleksi dalam program Pelita I yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969. Menurut pendapatnya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dijelaskan bahwa tujuan dari Pelita I ialah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya. Pada intinya program Pelita I ini menitikberatkan terhadap peningkatan produksi pangan, sandang, perbaikan sarana, perluasan lapangan kerja dan kesejahteraan rohani. Diharapkan program ini dapat meningkatkan keterpurukan perekonomian Indonesia, serta mewujudkan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia (Poesponegoro & Notosusanto, 1993 : 444). Pelaksanaan Revolusi Hijau ternyata mengalami keberhasilan yang sangat dahsyat, karena hampir di seluruh Pulau Jawa hasil produksi padi meningkat tajam. Hal ini senada dengan pendapatnya Poesponegoro dan Notosusanto ( 1993 : 446), sebagai berikut :

Upload: duongthu

Post on 27-Jun-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

1

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

Pada hakikatnya pelaksanaan Revolusi Hijau dilaksanakan menyeluruh di

wilayah Indonesia, terutama pulau Jawa. Bahkan sampai ke sebagian pelosok

pedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga

dilaksanakan oleh warga masyarakat Sukawening-Garut yang akan dikaji lebih

mendetail lagi dalam penelitian ini. Sementara itu juga, terefleksi dalam program

Pelita I yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969. Menurut pendapatnya

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dijelaskan bahwa

tujuan dari Pelita I ialah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus

meletakan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya. Pada

intinya program Pelita I ini menitikberatkan terhadap peningkatan produksi

pangan, sandang, perbaikan sarana, perluasan lapangan kerja dan kesejahteraan

rohani. Diharapkan program ini dapat meningkatkan keterpurukan perekonomian

Indonesia, serta mewujudkan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia

(Poesponegoro & Notosusanto, 1993 : 444).

Pelaksanaan Revolusi Hijau ternyata mengalami keberhasilan yang sangat

dahsyat, karena hampir di seluruh Pulau Jawa hasil produksi padi meningkat

tajam. Hal ini senada dengan pendapatnya Poesponegoro dan Notosusanto ( 1993

: 446), sebagai berikut :

Page 2: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

2

“Produksi beras naik karena adanya perluasan areal panen dan kenaikan rata-rata hasil per hektar. Areal persawahan meningkat disebabkan oleh bertambah baiknya sarana pengairan, sedangkan kenaikan hasil per hektar disebabkan oleh terlaksananya program intensifikasi melalui Bimas dan Inmas, serta pemakaian bibit unggul, pupuk dan obat pembasmi hama. Sesuai dengan perkembangan itu maka sejak tahun 1970 dibentuk unit-unit desa oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk melayani petani akan kebutuhan kredit. Selain itu dibentuk pula Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang semuanya bertujuan untuk melayani para petani”.

Adapun lokasi yang akan dikaji secara lebih mendetail lagi oleh penulis

yakni Kecamatan Sukawening yang terdapat di Kabupaten Garut. Ternyata

pelaksanaan Revolusi Hijau yang dicanangkan oleh pemerintah tersebut sampai ke

daerah pelosok seperti Sukawening-Garut. Para petani di sana diwajibkan

mengikuti Bimas (Bimbingan Masal) dari Kepala Desa untuk diberikan

penyuluhan tentang metode atau cara meningkatkan produksi padi. Melalui

penyuluhan dan Bimas tersebut, para petani mulai diperkenalkan dengan

teknologi pertanian seperti penggunaan bibit unggul, pupuk buatan, pestisida,

traktor dan alat penggilingan padi (huller).

Pada awalnya pelaksanaan Bimas atau bimbingan masal tersebut sangat

sulit dilaksanakan dan kurang efektif. Hal ini dikarenakan para petani memiliki

kesibukan lain disamping bekerja di sawahnya. Penduduk Sukawening tersebut

ada yang berwiraswasta, bahkan ada yang menjadi pedagang sehingga waktu

untuk mengikuti program Bimas tersebut sangat sedikit. Meskipun Kepala Desa

dengan giatnya melakukan penyuluhan kepada para petani melalui Bimas

tersebut, tetap saja pelaksanaan dan hasilnya kurang efektif. Selain itu juga,

program Bimas ini mengalami hambatan karena tingkat pendidikan dan

pengetahuan masyarakat sangat rendah sehingga kurang memahami program

Page 3: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

3

tersebut. Pada akhirnya para petani melakukan pengelolaan sawah tetap secara

tradisional sesuai dengan pengalamannya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu

dan para petani semakin paham akan program Bimas ini, yang pada akhirnya bisa

dilaksanakan secara efektif di Sukawening-Garut.

Sementara itu juga, wilayah Sukawening ini merupakan daerah kaya akan

sumber air yang berguna untuk mengairi sawah-sawah petani disekitarnya.

Namun terdapat sedikit permasalahan yakni kurangnya pemanfaatan irigasi oleh

penduduk setempat. Khususnya di daerah Sukawening, pemerintah tidak

menyediakan irigasi secara lengkap padahal sangat penting bagi pasokan air untuk

sawah-sawah penduduk. Di Sukawening juga belum memadainya eftaping-

eftaping (irigasi kecil untuk mengalirkan air dari sungai ke sawah), sehingga

ketika musim kemarau tiba sawah penduduk menjadi kering. Hal ini juga

berdampak buruk dengan tidak adanya eftaping-eftaping, maka pada musim

penghujan sawah petani terendam air karena saluran irigasinya kurang lancar.

Perekonomian di Kecamatan Sukawening sebagian kecil dikuasai oleh

para petani kaya yang memiliki tanah atau sawah yang luas. Mereka biasanya

menyuruh buruh tani untuk mengelola sawah tersebut. Para pemilik tanah tidak

turun langsung ke sawah, tetapi mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari

buruh tani. Hal tersebut akan menimbulkan kesenjangan sosial antara petani

miskin dengan petani kaya. Para buruh tani akan sulit untuk menaikan status atau

kedudukannya di masyarakat karena tidak memiliki lahan pertanian yang bisa

digarap sendiri. Hal yang paling mengkhawatirkan yakni ketika gagal panen

terjadi, buruh tanilah yang harus menanggung beban produksi sedangkan pemilik

Page 4: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

4

tanah atau sawah tersebut tidak mau menanggung kerugiannya. Ternyata dengan

dilaksanakannya program Revolusi Hijau tersebut menyebabkan petani kaya

semakin kaya dan petani miskin semakin terpuruk. Hal ini diakibatkan karena

petani kaya memiliki modal yang banyak sehingga bisa membeli lahan yang

dimiliki oleh petani kecil. Tentunya hal ini semakin mempertajam pelapisan sosial

di lingkungan masyarakat Sukawening-Garut.

Penggunaan teknologi pertanian ternyata membawa dampak negatif

terhadap masyarakat Sukawening. Hal ini terbukti bahwa penggunaan tenaga

kerja buruh atau kuli untuk mengolah sawah telah digantikan oleh mesin traktor.

Penggilingan padi pun telah digantikan oleh mesin huller sehingga para petani

wanita tidak lagi dipekerjakan untuk menumbuk padi. Situasi tersebut

menimbulkan permasalahan bagi para petani kecil di Sukawening. Para buruh tani

banyak yang menjadi pengangguran karena tenaga buruh sudah digantikan oleh

mesin seperti traktor dan huller. Namun demikian, untuk tetap mempertahankan

hidupnya mereka akhirnya hijrah ke perkotaan untuk mencari pekerjaan.

Terjadinya urbanisasi ini juga akan membawa dampak negatif baik bagi

perkotaan maupun bagi desa yang ditinggalkan. Di Sukawening tenaga kerja

produktif untuk mengolah lahan pertanian semakin berkurang sedangkan daerah

perkotaan semakin padat dan rawan kejahatan. Para petani di Sukawening yang

nekad pergi merantau ke perkotaan, pada dasarnya tidak memiliki skills atau

keterampilan khusus selain mencangkul. Hal ini tentunya membawa permasalahan

di perkotaan. Mereka bekerja seadanya di perkotaan misalnya menjadi pedagang

asongan, pengamen, pedagang kaki lima, peminta-minta bahkan ada yang

Page 5: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

5

berprofesi sebagai pemulung. Pada intinya daerah perkotaan semakin padat dan

tata letak kota semakin semraut dengan keberadaan mereka.

Pelaksanaan program Revolusi Hijau di Sukawening-Garut ternyata

membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan sosial masyarakat

di sekitarnya. Hal ini terbukti dengan adanya pola konsumtif masyarakat terutama

terhadap kebutuhan sekunder seperti motor, televisi, radio, kulkas, kipas angin

dan peralatan rumah tangga yang lainnya. Para petani di Sukawening ketika hasil

panennya melimpah dan menguntungkan maka penghasilannya dibelikan barang-

barang elektronik.

Namun ternyata membawa dampak positif juga bahwa dengan adanya

pelaksanan Revolusi Hijau di Sukawening-Garut, pola pikir masyarakat semakin

maju sesuai dengan perkembangan zaman. Mereka lebih terbuka dengan

informasi dan komunikasi dari luar sehingga tingkat pendidikan pun semakin

meningkat. Para petani di Sukawening mulai tumbuh kesadaran untuk

menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga hasil keuntungan

dari bertani tersebut tidak semata-mata digunakan untuk kepentingan rumah

tangga saja, melainkan untuk biaya keperluan sekolah anak-anaknya. Selain itu

juga seiring dengan berjalannya waktu, pelaksanaan Program Revolusi Hijau juga

membawa dampak terhadap perubahan budaya para petani di Sukawening yakni

mereka tidak mengenal lagi yang namanya sesajen terhadap Dewi Sri. Sementara

itu juga para petani di Sukawening sudah mengenal sistem jam kerja atau waktu

dalam bertani serta pemikiran mereka lebih terbuka dengan adanya modernisasi

dan globalisasi.

Page 6: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

6

Dari hasil data statistik pada tahun 1983 dan tahun 1987, menunjukkan

bahwa hasil produksi pertanian terutama padi di daerah Sukawening dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 1983, luas panen di Kecamatan

Sukawening mencapai 3.221 per Ha dan produksi padinya mencapai 14.052 ton.

Pada tahun 1987 luas panen di Kecamatan Sukawening mencapai 3.275 per Ha

dan produksi padinya mencapai 15.921 ton. Namun, sayang sekali harga jual

gabah atau padi tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan biaya perawatan

dan produksinya. Masyarakat petani di Sukawening kebanyakan mengeluh karena

pendapatan yang diperoleh tidak seimbang dengan biaya produksi dalam setiap

panennya. Hal ini diakibatkan adanya monopoli penjualan gabah oleh kelompok

atau orang tertentu. Para pemilik modal tersebut yang berhak menentukan harga

pasar dari gabah atau padi.

Intensifikasi pertanian di Sukawening cukup berjalan dengan baik sesuai

keinginan pemerintah. Para petani mencoba untuk menggunakan bibit unggul

yang telah diwajibkan oleh pemerintah. Para petani di Sukawening juga

menggunakan pupuk buatan dan pestisida dalam merawat padi di sawah. Namun

mereka masih kurang paham mengenai dampak yang ditimbulkan oleh pupuk

buatan dan pestisida tersebut. Pupuk buatan yang digunakan oleh petani pada

dasarnya akan merusak struktur tanah. Selain itu juga penggunaan pestisida pada

intinya akan menyebabkan hama padi seperti wereng menjadi resisten atau kebal

terhadap zat kimia. Para petani di Sukawening kurang memahami akan dampak

negatif dari penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, asalkan

penggunaannya praktis serta menghasilkan produksi padi yang melimpah.

Page 7: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

7

Sementara itu, karena kebutuhan pupuk buatan, pestisida dan teknologi

pertanian lainnya semakin meningkat maka pemerintah berinisiatif untuk

mendirikan koperasi simpan pinjam di pedesaan. Hal ini terealisasi dengan

berdirinya Koperasi Unit Desa (KUD) di setiap kecamatan. Di Sukawening juga

terdapat KUD yang bertujuan untuk memasok keperluan pertanian di lingkungan

sekitarnya. Namun, lama kelamaan karena harga pupuk serta pestisida semakin

melonjak mahal sedangkan daya beli masyarakat sangat rendah maka keberadaan

KUD tersebut tidak efektif lagi. Para petani di Sukawening yang kurang mampu,

pada akhirnya menunggak pada KUD. Para petani semakin lama hutangnya

semakin menumpuk serta mereka tidak bisa membayarnya. Mereka dengan

sengaja mengulur-ngulur pembayaran hutangnya agar harga pupuk serta pestisida

berangsur menurun. Keberadaan KUD ini bukannya memberi keuntungan bagi

para petani melainkan menjadikan petani semakin miskin dan banyak tunggakan.

Masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan, pada dasarnya bermata

pencaharian sebagai petani. Hal ini diakibatkan karena wilayah pedesaan

merupakan daerah yang sangat subur serta cocok untuk dijadikan lahan pertanian.

Kebanyakan jenis tanaman pertanian yang dikelola oleh masyarakat berupa padi,

jagung, ketela pohon, berbagai jenis buah-buahan, sayuran dan masih banyak lagi.

Perekonomian pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat di pedesaan masih

sangat sederhana serta bersifat tradisional, sehingga produktivitas hasil

pertaniannya tidak begitu banyak. Hal ini menjadi bahan pemikiran bagi

pemerintah untuk melakukan sebuah program peningkatan hasil produksi

pertanian terutama padi dengan cara penggunaan teknologi pertanian. Ternyata

Page 8: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

8

hal ini terealisasi dalam masyarakat melalui program Revolusi Hijau yang

dikembangkan oleh pemerintah pada tahun 1960-an.

Pulau Jawa merupakan sebuah wilayah yang sangat padat sekali

penduduknya. Jika dibandingkan dengan pulau yang lainnya, banyak sekali

penduduk Indonesia yang berdomisili di Jawa. Hal ini tentunya mengakibatkan

lahan tanah semakin menyempit karena digunakan oleh penduduk sebagai tempat

tinggal. Dalam hal ini mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang

sedangkan kebutuhan akan bahan pangan seperti padi semakin meningkat. Sekitar

tahun 1960-an pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang upaya

peningkatan produktivitas padi melalui program Revolusi Hijau di seluruh

Indonesia. Khususnya untuk Pulau Jawa yang memiliki penduduk sangat padat

serta lahan pertaniannya sempit, maka program Revolusi Hijau ini dilakukan

dengan cara intensifikasi pertanian yang meliputi penggunaan bibit unggul, pupuk

buatan, pestisida dan teknologi pertanian.

Program Revolusi Hijau ini sebenarnya telah diterapkan tahun 1960-an di

negara-negara yang sedang berkembang, khususnya di wilayah Amerika Latin dan

di benua Asia. Pada intinya program ini mengacu kepada intensifikasi pertanian

melalui penggunaan teknologi baru dalam teknik pengolahan lahan. Apabila kita

cermati secara seksama, ternyata di Indonesia sendiri sebenarnya program

intensifikasi pertanian tersebut telah diperkenalkan pada tahun 1937 oleh kolonial

Belanda dengan nama Verbeterde Cultuur Technieken (Tjondronegoro, 1990 : 3).

Apabila kita berbicara mengenai Revolusi Hijau, memang sangat menarik

sekali untuk dikaji secara komprehensif. Mengutip pendapatnya Tjondronegoro,

Page 9: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

9

istilah Revolusi Hijau ini bisa diartikan suatu usaha pemerintah yang mengacu

pada program intensifikasi pertanian tanaman pangan. Pelaksanaan Revolusi

Hijau ini sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1960-an. Program ini bertujuan

untuk meningkatkan produksi tanaman pangan terutama padi sebagai pemenuhan

kebutuhan masyarakat banyak. Adapun istilah revolusi disini memiliki arti

perubahan secara serentak tingkat produksi tanaman hijau seperti padi

(Tjondronegoro, 1990 : 3).

Jika kita kaji secara cermat, terdapat sedikit perbedaan mengenai definisi

Revolusi Hijau tersebut menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 14 (1990 :

194), yang dikutip sebagai berikut :

“Revolusi Hijau adalah perubahan dalam cara bercocok tanam dari cara tradisional ke modern. Revolusi Agraria ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan petani pada cuaca dan alam, digantikan dengan meningkatnya peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan produksi bahan makanan. Agraria disini meliputi bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Terdapat dua metode dalam meningkatkan produksi bahan makanan, yaitu melalui metode ekstensifikasi dan intensifikasi”. Jika kita mengacu terhadap definisi di atas, bisa dijabarkan bahwa

Revolusi Hijau ini merupakan usaha peningkatan produktivitas pertanian melalui

teknologi yang tepat guna. Penjelasan mengenai ekstensifikasi pertanian ialah

usaha peningkatan produksi pertanian melalui perluasaan lahan tanah untuk

ditanami. Perluasan tanah ini bisa dilakukan dengan cara membuka hutan dan

mengubah tanah yang tandus menjadi lahan subur yang bisa ditanami. Tetapi

karena lahan pertanian terbatas sedangkan jumlah penduduk semakin banyak,

maka program Revolusi Hijau lebih menitikberatkan pada intensifikasi pertanian.

Metode intensifikasi pertanian ini lebih cenderung pada pengolahan lahan tersebut

Page 10: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

10

secara intensif dengan menggunakan bibit unggul, pengenalan teknologi baru,

penggunaan pupuk kimiawi, dan penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien

(Hapsari & Suryadi, 2002 : 5).

Pelaksanaan Revolusi Hijau ini merupakan kebijakan pemerintah dari atas

ke bawah. Artinya suatu program baru dalam pertanian yang dikeluarkan oleh

pemerintah serta harus dilaksanakan secara serentak oleh masyarakat seluruh

Indonesia. Kata Revolusi ini memiliki arti suatu perubahan yang terjadi secara

cepat dan menyeluruh. Oleh karena itu masyarakat petani harus tunduk pada

kebijakan pemerintah tentang penggunaan teknologi pertanian seperti pupuk,

pestisida, bibit unggul dan huller untuk meningkatkan produktivitas padi.

Jadi hal ini merupakan suatu kewajiban dari pihak pemerintah agar para

petani di Sukawening-Garut menanam padi dengan bibit unggul yang seragam

dan menggunakan teknologi pertanian. Tetapi ada sebagian petani di Sukawening

yang “nakal” serta tidak menanam padi dengan menggunakan bibit unggul yang

seragam. Para petani beranggapan bahwa bibit padi yang ditanamnya memiliki

kualitas lebih baik jika dibandingkan dengan bibit unggul dari pemerintah. Namun

karena adanya penyuluhan yang intensif dari pihak pemerintah kepada masyarakat

tentang program Revolusi Hijau, para petani pada akhirnya memahami serta

menggunakan bibit unggul yang dianjurkan oleh pemerintah. Program Revolusi

Hijau juga dilaksanakan di daerah-daerah pelosok pedesaan seperti daerah yang

akan dikaji dalam skripsi ini yakni di Sukawening-Garut. Masyarakat Sukawening

pada awalnya merasa kaget dengan dilaksanakannya program Revolusi Hijau

karena mereka tidak memahami teknologi pertanian serta lebih mengenal sistem

Page 11: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

11

pertanian tradisional. Pada hakikatnya karena merupakan suatu kewajiban dari

pemerintah supaya para petani di Sukawening mulai menerapkan teknologi

pertanian, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun begitu, sebagian kecil

dari masyarakat Sukawening ada yang melakukan penolakan terhadap

pelaksanaan program Revolusi Hijau dari pemerintah karena pengetahuan mereka

masih sangat rendah. Adapun mengenai konflik serta bentrokan yang diakibatkan

oleh kebijakan pemerintah tersebut tidak terlihat secara jelas pada petani di

Sukawening karena karakter mereka yang penurut dan tidak bersifat radikal.

Apabila kita berbicara mengenai kajian tentang Revolusi Hijau memang

banyak sekali cakupannya. Tetapi pada dasarnya kajian atau pun karya ilmiah

yang sudah ada tersebut hanya membahas secara garis besar perkembangannya di

Indonesia serta tidak spesifik di lokalitas tertentu. Sementara itu juga, kebanyakan

dari kajian para penulis tersebut tidak membahas mengenai dampak Revolusi

Hijau terhadap perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Selain itu juga

masih jarang kajian para penulis tersebut menggunakan pendekatan ilmu-ilmu

sosial lainnya. Atas dasar semua itulah yang melatar belakangi penulis untuk

mengkaji dan menganalisis secara komprehensif tentang pengaruh Revolusi Hijau

terhadap perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat petani dalam sebuah

skripsi.

Adapun judul skripsi yang dikaji oleh penulis ialah “Pelaksanaan

Revolusi Hijau di Sukawening-Garut (Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-

1990)”

Page 12: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

12

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu

“bagaimana dinamika kehidupan masyarakat Sukawening-Garut ketika

dilaksanakan Revolusi Hijau pada kurun waktu 1970-1990 ?”

Untuk memudahkan pengkajian serta proses analisis selanjutnya, maka

penulis merumuskan permasalahan pokok tersebut dalam kalimat-kalimat

pertanyaan khusus sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi sosial budaya petani di Sukawening-Garut menjelang

pelaksanaan Revolusi Hijau ?

2. Bagaimana proses perkembangan program Revolusi Hijau di Sukawening-

Garut pada kurun waktu 1970-1990 ?

3. Bagaimana dampak Revolusi Hijau terhadap kehidupan sosial, budaya dan

ekonomi masyarakat di Sukawening-Garut pada kurun waktu 1970-1990 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sementara itu, yang menjadi tujuan umum penelitian ini adalah untuk

mengkaji tentang dinamika kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat

Sukawening-Garut ketika dilaksanakan program Revolusi Hijau pada kurun waktu

1970-1990. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut :

1. menjelaskan tentang latar belakang dilaksanakannya program Revolusi

Hijau di Sukawening yang meliputi letak geografis, jumlah penduduk dan

mata pencaharian masyarakat sekitar. Selain itu juga untuk menganalisis

Page 13: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

13

perkembangan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi petani di

Sukawening-Garut menjelang pelaksanaan Revolusi Hijau.

2. menjabarkan secara komprehensif tentang dinamika proses perkembangan

pelaksanaan Revolusi Hijau di Sukawening pada kurun waktu 1970-1990.

Pada intinya mengkaji tentang upaya pemerintah dalam memberikan

penyuluhan pada masyarakat Sukawening mengenai intensifikasi

pertanian. Hal ini mencakup tentang penggunaan bibit unggul, pestisida,

pupuk, traktor dan huller pada masyarakat Sukawening-Garut. Dijelaskan

juga mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi masyarakat ketika

dilaksanakan Revolusi Hijau di Sukawening-Garut.

3. mengkaji mengenai dampak penerapan Revolusi Hijau di Sukawening

terhadap kehidupan sosial, budaya dan ekonomi pada kurun waktu 1970-

1990. Selain itu juga mengkaji tentang perubahan sosial seperti status dan

peran petani, stratifikasi sosial, pola konsumtif, pola pikir, keterbukaan

terhadap informasi dan komunikasi dari luar yang terjadi pada masyarakat

Sukawening-Garut ketika dilaksanakannya program Revolusi Hijau

tersebut.

1.4 Penjelasan Judul

Adapun judul skripsi yang dikaji oleh penulis yaitu “Pelaksanaan

Revolusi Hijau di Sukawening Garut (Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-

1990)”. Agar lebih memahami judul tersebut kiranya perlu dijelaskan secara

terperinci. Maksud dari judul di atas adalah suatu pengkajian secara mendetail

Page 14: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

14

tentang dinamika pelaksanaan Program Revolusi Hijau di lokalitas tertentu yakni

Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut pada kurun waktu 1970-1990. Serta

dikaji secara komprehensif tentang dampak sosial, budaya dan ekonomi terhadap

kehidupan masyarakat Sukawening-Garut ketika dilaksanakannya Program

Revolusi Hijau oleh Pemerintah.

Mengutip pendapatnya Tjondronegoro, istilah Revolusi Hijau ini bisa

diartikan suatu usaha pemerintah yang mengacu pada program intensifikasi

pertanian tanaman pangan. Pelaksanaan Revolusi Hijau ini sebenarnya sudah

dikenal sejak tahun 1960-an. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produksi

tanaman pangan terutama padi sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak.

Adapun istilah revolusi disini memiliki arti perubahan secara serentak tingkat

produksi tanaman hijau seperti padi (Tjondronegoro, 1990 : 3).

Pada dasarnya kajian pada skripsi ini meliputi lokalitas tertentu yakni

Kecamatan Sukawening yang terdiri dari banyak desa. Berikut ini pengertian Desa

menurut UU. No. 22 Tahun 1999 yaitu :

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.

Sementara itu juga lain halnya dengan B.N Marbun (1977), dijelaskan

bahwa pengertian desa sebagai berikut.

Dalam uraian ini kita mendefinisikan desa sebagai satu daerah hukum yang ada sejak beberapa keturunan dan mempunyai ikatan kekeluargaan atau ikatan sosial yang hidup serta tinggal menetap di satu daerah tertentu dengan adat istiadat yang dijadikan landasan hukum dan mempunyai seorang pimpinan formil yaitu Kepala Desa. Kehidupan penduduk desa umumnya tergantung dari usaha pertanian, nelayan dan

Page 15: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

15

diselingi dengan usaha kerajinan tangan dan dagang kecil-kecilan ( Marbun, 1977 : 15).

Adapun penulis mengambil kurun waktu 1970-1990 yakni tahun tersebut

merupakan awal pelaksanaan Program Revolusi Hijau di Indonesia termasuk di

Sukawening-Garut yang mana diwajibkan oleh pemerintah pada saat itu. Selain

itu juga karena pada kurun waktu tersebut terjadi peningkatan produksi padi yang

sangat melimpah dan menguntungkan masyarakat petani di Sukawening-Garut.

Kurun waktu 1970-1990 tersebut dapat menjelaskan dinamika kehidupan sosial,

budaya dan ekonomi masyarakat di Sukawening-Garut.

1.5 Metode Penelitian

Apabila kita melakukan penelitian sejarah hendaknya menggunakan

metode historis, agar bisa menganalisis serta menjabarkan peristiwa sejarah

tersebut secara mendetail dan bermakna. Metode historis ini meliputi empat

langkah yakni heuristik, kritik baik eksternal maupun internal, interpretasi dan

historiografi.

Menurut pendapatnya Gilbert J. Garraghan (dalam Nur, 2001 : 74),

mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah, atau lazim juga disebut metode

sejarah adalah seperangkat aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk

mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis,

dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dipakai dalam bentuk tertulis.

Selanjutnya Garraghan menyatakan bahwa metode sejarah adalah : “a systematic

Page 16: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

16

body of principles and rules designed to aid effectively in gathering the source

materials of history, appraising them critically, and presenting a synthesis

(generally in written form) of the results achieve”. Hal ini berarti metode sejarah

merupakan sebuah alat yang bersifat sistematis dan memiliki aturan dalam

merancang sumber sejarah yang telah ditemukan di lapangan. Sebelum

mengadakan penulisan, maka diadakan terlebih dahulu kritik serta analisis

terhadap data dan fakta sejarah yang telah ditemukan tersebut.

Sedangkan menurut pendapatnya Louis Gottschalk, metode sejarah adalah

suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan

masa lampau. Hal ini bisa dilaksanakan melalui proses rekonstruksi tentang masa

lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan data yang diperoleh atau lebih

sering disebut dengan historiografi atau penulisan sejarah. Memang perlu

kecermatan dan ketelitian seseorang jika menganalisis atau mengkaji data-data

yang telah kita temukan di lapangan (Gottschalk, 1986 : 32).

Mengutip pendapatnya Ernst Bernheim (dalam Nur, 2001 : 75), bahwa

metode historis memiliki empat tahapan diantaranya :

1. Heuristik yakni mencari, menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber

yang berupa jejak-jejak sejarah. Penulis berusaha mengumpulkan literatur

yang berhubungan dengan Revolusi Hijau serta buku-buku Sosiologi

Antropologi di berbagai perpustakaan. Selain itu juga mengumpulkan data

dan dokumen tentang hasil pertanian padi dan jumlah penduduk di kantor

Kecamatan Sukawening.

Page 17: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

17

2. Kritik yakni menganalisis secara kritis sumber-sumber sejarah yang telah

ditemukan. Kritik di sini bisa bersifat eksternal maupun internal. Kritik

eksternal yaitu untuk menilai otentisitas sumber sejarah. Jika sumbernya

berupa buku maka dilihat edisinya, cetakannya, kapan dan siapa

pengarangnya. Pada dasarnya penulis tidak melakukan kritik eskternal

secara ketat karena sudah yakin akan keaslian buku tersebut. Sedangkan

kritik internal adalah untuk menilai kredibilitas sumber dengan

mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatnya, tanggung jawab dan

moral penulisnya. Jadi pada tahapan kritik ini penulis berusaha

menganalisis sumber-sumber yang ditemukan tentang Revolusi Hijau atau

pun buku-buku Sosiologi dan Antropologi.

3. Interpretasi yakni memahami makna yang sebenarnya dari bukti-bukti

sejarah atau kegiatan penanggapan terhadap fakta-fakta yang diperoleh

dari sumber-sumber sejarah tersebut. Penulis berusaha memahami makna

dari berbagai buku tentang konsep-konsep Sosiologi dan Antropologi serta

memahami konsep Revolusi Hijau dari berbagai sumber yang telah

didapatkan.

4. Historiografi yakni kegiatan penulisan dari hasil penelitian atau

interpretasi fakta-fakta sejarah. Pada tahapan ini penulis menjabarkan hasil

temuan di lapangan serta hasil kajian dari berbagai literatur tentang

dampak Revolusi Hijau terhadap kehidupan sosial, budaya dan ekonomi

pada masyarakat Sukawening-Garut dalam sebuah karya ilmiah.

Page 18: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

18

Adapun pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah pendekatan Interdisipliner yaitu pendekatan yang menggunakan satu

disiplin ilmu sosial yang dominan serta ditunjang atau dilengkapi oleh ilmu-ilmu

sosial lainnya sebagai pelengkap. Misalnya untuk memecahkan permasalahan

penelitian maka kita menggunakan konsep-konsep dari disiplin ilmu Sosiologi

yang ditunjang oleh ilmu sosial lainnya seperti Antropologi dan Ekonomi.

Teknik-teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan yaitu mengumpulkan dan menganalisis materi dari

berbagai literatur yang relevan untuk memecahkan permasalahan

penelitian. Penulis juga berusaha membandingkan antara literatur yang

satu dengan yang lainnya supaya mendapatkan data yang akurat. Tentunya

penulis lebih banyak menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan

Sosiologi dan Antropologi, Revolusi Hijau, perekonomian pedesaan,

perubahan sosial serta buku ilmu-ilmu sosial lainnya.

2. Observasi yaitu teknik pengumpulan data secara langsung mengamati ke

lapangan untuk mendapatkan informasi yang kita butuhkan. Penulis

mengobservasi secara langsung objek kajian serta menganalisis data-data

yang ditemukan di lapangan tersebut. Penulis mengadakan pengamatan

secara langsung mengenai perubahan sosial-budaya dan ekonomi

masyarakat di Sukawening dengan dilaksanakannya program Revolusi

Hijau tersebut.

Page 19: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

19

3. Wawancara yaitu teknik pengambilan data dengan cara melakukan

interview secara langsung dengan para petani dan pegawai kecamatan

untuk mendapatkan data yang diperlukan. Adapun mengenai format

wawancara yang berupa pertanyaan serta konsep-konsep yang akan

ditanyakan kepada responden, alangkah lebih baik jika sebelumnya telah

dipersiapkan supaya berjalan dengan lancar. Dalam teknik wawancara ini

diperlukan keahlian kita untuk mengarahkan responden agar jawabannya

tidak menyimpang dari pertanyaan yang diajukan. Mengenai jumlah

responden tidak dibatasi agar data yang ditemukan lebih akurat dan teruji.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini, maka

disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian secara garis

besar beserta pendekatan dan teknik pengumpulan data. Penulis juga tidak lupa

untuk menguraikan mengenai sistematika penulisannya.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dalam bab ini penulis berusaha menguraikan secara lebih komprehensif

tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

Page 20: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

20

Tentunya materi serta berbagai informasi ini diperoleh dari beberapa literatur

yang relevan. Selain itu juga dipaparkan mengenai konsep-konsep ilmu sosial

lainnya yang berhubungan untuk memecahkan permasalahan penelitian.

Dijelaskan juga secara mendetail mengenai alasan penulis menggunakan sumber-

sumber bacaan dan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan pokok

permasalahan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Sementara itu, dalam bab ini diasah kemampuan penulis dalam

menguraikan metode yang digunakan untuk merampungkan rumusan

permasalahan penelitian. Pada bab ini dijelaskan secara lebih komprehensif

mengenai langkah-langkah serta tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan.

Semua prosedur serta tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga

penelitian berakhir diuraikan secara terperinci.

BAB IV PROSES PERKEMBANGAN REVOLUSI HIJAU DI

SUKAWENING-GARUT PADA KURUN WAKTU 1970-1990

Pada hakikatnya dalam bab empat ini, penulis mulai mendeskripsikan hasil

penelitian di lapangan. Hal ini meliputi pengkajian tentang kondisi sosial, budaya

dan ekonomi para petani di Sukawening-Garut menjelang pelaksanaan Revolusi

Hijau. Selain itu juga dijelaskan mengenai letak geografis, jumlah penduduk dan

mata pencaharian masyarakat sekitarnya. Dikaji juga mengenai proses

pelaksanaan Revolusi Hijau yang meliputi kegiatan Bimas dan Intensifikasi

pertanian di Sukawening-Garut.

Page 21: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

21

Pada bab empat ini juga, dikaji secara mendetail tentang upaya pemerintah

dalam memberikan pengarahan pada masyarakat Sukawening mengenai

intensifikasi pertanian. Hal ini meliputi penggunaan bibit unggul, pestisida, pupuk

kimiawi, traktor, alat penggilingan padi (huller) pada masyarakat Sukawening-

Garut.

BAB V DAMPAK REVOLUSI HIJAU TERHADAP KEHIDUPAN

SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT SUKAWENING-

GARUT 1970-1990

Pada bab lima ini, penulis menganalisis dampak pelaksanaan Revolusi

Hijau di Sukawening-Garut terhadap kehidupan sosial, budaya dan ekonomi

masyarakat pada kurun waktu 1970-1990. Selain itu juga dikaji lebih

komprehensif lagi tentang perubahan sosial yang terjadi seperti status dan peran

petani, stratifikasi sosial, pola konsumtif, pola pikir modern pada masyarakat

Sukawening-Garut ketika dilaksanakannya program Revolusi Hijau.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada dasarnya pada bab ini penulis menuangkan interpretasinya setelah

menganalisis hasil penelitian tersebut. Bab kesimpulan ini bukan merupakan

rangkuman penelitian, melainkan hasil pemahaman penulis dalam memecahkan

permasalahan. Dalam menuliskan kesimpulan ini bisa dituangkan dengan cara

butir demi butir atau pun dalam bentuk uraian padat. Di sini juga dituangkan

mengenai rekomendasi atau saran baik untuk pembaca pada umumnya atau pun

untuk instansi tertentu.

Page 22: s sej 030047 BAB I - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_030047_bab_i.pdfpedesaan diseluruh Indonesia. Sebagai bukti nyata program Revolusi Hijau juga dilaksanakan

22

DAFTAR PUSTAKA

Pada bagian ini, dituliskan sumber-sumber bacaan yang digunakan oleh

penulis ketika melakukan penelitian. Sumber disini bisa berupa buku, majalah,

surat kabar, draf atau dokumen dari kecamatan, daftar informan dan masih banyak

lagi. Penulisan daftar pustaka disesuaikan dengan kaidah yang berlaku.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Pada bagian ini berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian

oleh penulis. Setiap lampiran diberi nomor urut serta diberi judul agar

memudahkan pembaca.

RIWAYAT HIDUP

Pada bagian ini penulis menjabarkan mengenai riwayat hidupnya secara

singkat dan jelas. Sementara itu juga dijabarkan mengenai pengalaman

berorganisasi serta prestasi penulis yang pernah diraih.