s2-2014-338328-chapter1
DESCRIPTION
fgTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular
sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil
Riset Kesehatan Dasar yang menunjukkan hipertensi berada pada peringkat
ketiga penyebab kematian di Indonesia, yaitu sebanyak 6,8%. Fakta ini juga
didukung oleh hasil survei Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik yang
dilaksanakan pada tahun 2009, bahwa hipertensi termasuk dalam 10 penyakit
yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak
123.269 kasus, berjajar bersama penyakit menular lainnya seperti infeksi saluran
napas, diare, dan gastroenteritis, dan lain-lain. Jumlah ini meningkat drastis,
mengingat pada tahun 2007 penyakit hipertensi tidak termasuk dalam 10
penyakit yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan (Depkes,
2006). Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara
(apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 persen
tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013 (Kemenkes, 2013).
Hipertensi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau
esensial yang penyebabnya tidak diketahui (90%) dan hipertensi sekunder yang
dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung,
gangguan anak ginjal (Mutschler, 1991). Usia, ras, jenis kelamin, kondisi
psikologis, merokok, konsumsi alkohol, kadar kolesterol serum, intoleran glukosa
dan berat badan dapat mempengaruhi prognosis hipertensi. Hipertensi lebih
-
2
banyak ditemukan pada pria usia 50 tahun, namun setelah menjadi menopause
(biasanya setelah usia 50 tahun), hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih
banyak ditemukan pada wanita (Pemu dan Ofili, 2008).
Pemilihan obat merupakan salah satu masalah yang paling vital di rumah
sakit. Obat yang beredar di rumah sakit sangat banyak walaupun sudah dibatasi
dengan adanya formularium rumah sakit. Semakin banyak obat yang beredar tentu
saja memerlukan perhatian khusus untuk dapat menggunakannya dengan benar.
Medication error atau kesalahan pengobatan merupakan medical error (kesalahan
medis) yang paling sering terjadi (Swandari, 2012). Suatu penelitian kesalahan
pengobatan di bagian Acute Cardiac Care menunjukkan bahwa obat-obatan yang
sering terlibat dalam kesalahan pengobatan meliputi diuretik, nitrat, ACE
inhibitor, dan Calcium Chanel Blockers (Freedman, et al., 2002).
Pengelolaan hipertensi dengan pengobatan berupa obat antihipertensi.
Pemilihan antihipertensi ditentukan oleh keadaan klinis pasien, derajat hipertensi
dan sifat obat antihipertensi tersebut. Faktor yang perlu diperhatikan pada
pemberian obat antihipertensi dari segi klinis pasien adalah kegawatan atau bukan
kegawatan, usia pasien, derajat hipertensi, insufisiensi ginjal, gangguan fungsi
hati, penyakit penyerta, dan penggunaan obat yang rasional (Depkes, 2006).
Rasionalitas penggunaan obat dapat dinilai berdasarkan kriteria yang ditetapkan
oleh World Health Organization (WHO) tahun 1985, yaitu terpenuhinya
4T+1W: tepat pasien, tepat indikasi, tepat dosis dan waktu pemberian, tepat
kondisi pasien, dan waspada efek samping (Depkes, 2008). Secara singkat
pemakaian atau peresepan suatu obat dikatakan tidak rasional apabila
-
3
kemungkinan untuk memberikan manfaat kecil atau tidak ada sama sekali
atau kemungkinan manfaatnya tidak sebanding dengan kemungkinan efek
samping atau biayanya (Hapsari, 2011).
Penilaian rasionalitas penggunaan obat dapat dilakukan oleh farmasis.
Peran farmasis ini penting dalam mencegah terjadinya kesalahan pengobatan.
Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa intervensi farmasis untuk
mencegah kesalahan pengobatan yang mungkin berasal dari peresepan yang tidak
benar. Berdasarkan beberapa bukti terjadinya kesalahan pengobatan diatas, maka
penulis memandang perlu untuk diadakan evaluasi mengenai kerasionalan
penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Pemilihan ini berdasarkan banyaknya kejadian kesalahan pengobatan
yang berkaitan dengan penggunaan obat-obat antihipertensi (Sugiarto dkk.,
2012).
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang hendak dicari jawabannya melalui
penelitian ini dapat dirumuskan dari pertanyaan- pertanyaan berikut:
1. Bagaimana rasionalitas penggunaan obat antihipertensi pada pasien ASKES di
poliklinik penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta?
2. Bagaimana pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien ASKES di
poliklinik penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta?
-
4
3. Apakah terdapat hubungan antara pola pengobatan (tunggal, kombinasi)
terhadap outcome (tercapainya tekanan darah) pada pasien ASKES di
poliklinik penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum mengobservasi penggunaan obat antihipertensi
di poliklinik penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Oktober-
Desember 2013.
Tujuan penelitian ini secara khusus, untuk:
1. Mengetahui rasionalitas penggunaan obat antihipertensi pada pasien ASKES
di poliklinik penyakit dalam RSUD Dr Moewardi.
2. Mengetahui pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien ASKES di
poliklinik penyakit dalam RSUD Dr Moewardi.
3. Melihat hubungan antara pola pengobatan (tunggal, kombinasi) terhadap
outcome terapi (tercapainya target tekanan darah) pada pasien ASKES di
poliklinik penyakit dalam RSUD Dr Moewardi.
D. Manfaat Penelitian
Bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan yang ada, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan penggunaan obat antihipertensi secara rasional. Bagi
farmasi klinis, diharapkan dapat meningkatkan peran aktifnya di rumah sakit
khususnya dalam pemantauan penggunaan obat-obat.
-
5
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai hipertensi telah banyak dilakukan antara lain:
Pada Penelitian Kajian Keamanan Pemakaian Obat Antihipertensi di
Poliklinik Usia Lanjut Instalasi Rawat Jalan RS Dr Sardjito terdapat 22 pasien
(27,5%) menerima obat antihipertensi yang tidak menguntungkan terhadap
kondisi klinis pasien, sehingga diperlukan pengawasan dalam pemakaian obat
antihipertensi, 33 pasien (41,3%) menerima kombinasi obat yang potensial terjadi
interaksi obat dan 7 pasien (8,7%) diantaranya mempunyai gejala klinis yang
diperkirakan berkaitan dengan kemungkinan berkembangnya efek interaksi obat
(Ikawati dkk., 2008).
Kusyono (2004) pada penelitiannya tentang Pola Penggunaan Obat
Antihipertensi pada Penderita Hipertensi Rawat Inap di RS Panti Wilasa Citarum
Semarang Pada Tahun 2003 diperoleh hasil penderita hipertensi rawat inap di
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang dipeloreh hasil penelitian golongan
antihipertensi tunggal yang paling banyak digunakan adalah ACE inhibitor,
sebesar 51,06% dari total penggunaan anti hipertensi tunggal. Sedangkan
golongan anti hipertensi majemuk yang paling banyak digunakan adalah
kombinasi Diuretik dan ACE inhibitor, yaitu sebesar 22,53 % (Kusyono, 2004).
Penelitian mengenai Pengaruh Rasionalitas Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi dengan Penyerta Diabetes Mellitus
Terhadap Keberhasilan Terapi Hipertensi Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
periode Juli 2011-Juni 2012 mendapatkan hasil penelitian jumlah pengobatan
hipertensi yang memenuhi kriteria rasional tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien,
-
6
tepat dosis sebanyak 67% sedangkan yang tidak rasional sebesar 33% dan yang
mencapai keberhasilan terapi sebesar 44%. Hasil analisis statistik menunjukkan
tidak terdapat hubungan rasionalitas penggunaan obat antihipertensi dengan
keberhasilan terapi hipertensi (p=0,737; OR 1,167; 95% CI 0,459-2,963)
(Rahayu dan Muhlis, 2013).
Penelitian terkait dengan Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada
Pasien Geriatri Rawat Inap Di RSUP Dr. Sardjito Periode Januari - Desember
2006. Hasil penelitian dari 90 pasien yang mendapat terapi obat antihipertensi
menunjukkan bahwa antihipertensi yang paling banyak digunakan pada kasus
hipertensi geriatri di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito periode Januari-
Desember 2006 adalah penghambat ACE sebanyak 71 pasien (78,89%) kemudian
diuretik sebanyak 47 pasien (52,22%), dan antagonis kalsium sebanyak 19 pasien
(21,11%). Dan hasil evaluasi penggunaan antihipertensi untuk tepat indikasi
sebanyak 90 kasus (91,84%), tepat obat sebanyak 74 kasus (84,09%), tepat dosis
sebanyak 79 kasus (89,77%) dan tepat pasien sebanyak 83 kasus (94,32%)
(Setiawardani dkk., 2007).
Penelitian mengenai Pola Peresepan dan Kerasionalan Penggunaan
Antihipertensi pada Pasien dengan Hipertensi di Rawat Jalan Puskesmas Simpur
Periode Januari-Juni 2013 Bandar Lampung diperoleh hasil pasien hipertensi
sebanyak 67,7 % perempuan dan laki-laki sebanyak 32,3%; sebanyak 2,1%
usia 26-35 tahun, 17,7% usia 36-45 tahun, 39,6% usia 46-55 tahun, 40,6%
usia 56-65 tahun; terapi tunggal sebanyak 88,5% dan lebih banyak
dibandingkan terapi kombinasi 11,5%; obat antihipertensi yang paling banyak
-
7
digunakan adalah captopril 60,1%; resep antihipertensi sesuai berdasarkan dosis
sebanyak 97,92%; resep antihipertensi sesuai berdasarkan frekuensi sebanyak
81,25%; resep antihipertensi dilihat kerasionalannya berdasarkan dosis dan
frekuensi pemberian sebanyak 81,25% (Tarigan dkk., 2014).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal waktu,
tempat, dan metode. Penelitian ini dilakukan dalam waktu yang lebih baru
(periode Oktober-Desember 2013) di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr
Moewardi Surakarta dengan metode deskriptif analitik dengan pengambilan data
secara prospektif. Penelitian ini juga melihat outcome terapi pada pasien
hipertensi.