sajadah cinta-mu

99

Upload: meidi-chandra

Post on 23-Jul-2016

254 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Seorang Bambang Sadono pernah menyatakan, "sajak (puisi) merupakan ekspresi total dari seorang penyair. Ia tidak hanya bertulangpunggungkan logika, etika, dan estetika seperti dalam cerita pendek, novel, atau prosa yang lain. Ia tidak hanya mengabadikan hal-hal yang kasat mata. Tetapi mempertaruhkan dunia batin, ia menggarap intuisi, ia memaparkan semangat jiwa. Sajak tidak bermain-main, tidak memanipulasi fakta seperti cerita rekaan, tetapi ia memotret kejujuran, kesungguhan, dan kehidupan secara total." Kiranya, itulah yang ingin dihadirkan dalam catatan kecil buku ini. Semoga bisa menggugah sekaligus memberi warna lain dalam bingkai kreatifitas tanpa batas. Pujian tak pernah saya harapkan, karena ia muslihat yang menenggelamkan. Kritikan adalah sebaik-baik masukan, sebab ia sungguh mencerahkan. Selamat membaca!

TRANSCRIPT

Page 1: Sajadah Cinta-Mu
Page 2: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra

Antologi Puisi

Sajadah Cinta-Mu

Page 3: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra

Antologi Puisi

Sajadah Cinta-Mu

Jagat Tempurung

Page 4: Sajadah Cinta-Mu

Sajadah Cinta-MuAntologi Puisi

© Hak cipta dilindungi undang-undangAll right reserved

ISBN .......................................

Juli 2013

Diterbitkan oleh Shell - Jagat TempurungKompleks Mutiara Indah No.29

Padangbesi - Padang 2523308880 745 8663

email: [email protected]

Desain Sampul - Tata Letak: Creative Shell Team

Page 5: Sajadah Cinta-Mu
Page 6: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu v

Kata Pengantar

Setiap orang tentu punya akal dan jiwa, terlebih hati nurani. Ya, itulah kiranya yang menandakan manusia sebagai makhluk berbeda dari makhluk ciptaan lainnya. Itu pula yang menjadikan manusia sebagai ciptaan Tuhan paling paripurna, paling sempurna. Manusia dibekali hati untuk merasa, manusia diberkahi rasa untuk menilai. Manusia berguna, adalah ia yang mampu memaksimalkan ciptaan Tuhan yang melekat padanya. Mampu menghadirkan sesuatu yang memiliki nilai tak sama, berbeda, bermakna.

Dalam dunia literasi, sastra khususnya, puisi masih menjadi bagian penting tak terpisahkan dari semangat berkarya dan menanamkan eksistensi diri. Berkarya melahirkan gagasan ke dalam tulisan. Menulis menegaskan ada-nya si penulis dalam eksistensi tulisan-tulisan yang ia tuang. Tak jarang, puisi terlahir dari pusaran jiwa yang tak lagi mampu tertampung dalam kubangan dialektika nurani. Tak lagi sanggup menahan ledakkan emosi yang dikerangkeng kuat oleh rasionalitas sikap dalam diam. Pun oleh sekadar letupan dimensi kemanusiaan yang mengharuskan puisi menjadi serdadu diplomatis di garda terdepan dalam tindakan dan pembelaan atas nama kemanusiaan, ketidakadilan, atau keengganan untuk mendustai hati nurani.

Puisi, sejatinya akan selalu tetap menjadi karya sastra yang suci. Merdeka dari kotornya kepura-puraan, terbebas dari kungkungan sihir kekuasaan, dan mampu menerabas lekuk-lekuk kejumudan karena tumpulnya suara wakil Tuhan. Puisipun, akan selalu eksis mendampingi lengking nurani, meramunya menjadi mahakarya penuh pesona.

Seorang Steve Borne pernah berkata: “Puisi itu seperti seseorang yang sedang kerasukan, tetapi kata-kata indah yang dilontarkan”. Kiranya, inilah yang menjadikan puisi memiliki daya pikat, sihir, sekaligus daya ledak berbeda dari karya sastra lain umumnya. Sewaktu-waktu puisi mampu menjelma harimau buas yang memangsa keserakahan, kesewenang-wenangan, dan kekejian yang tidak bisa ditolerir oleh akal pun secuil santunan maaf. Sewaktu-waktu puisi bisa menjelma dewa cinta yang bersikap mesra, romantis, mengharu biru, dan menancap di qalbu. Dan sewaktu-waktu puisi bisa lunglai tak bertulang menjelma hamba Tuhan yang tersungkur pasrah mengutuki khilaf dan dosa masa lalu.

Page 7: Sajadah Cinta-Mu

Sebagai seorang pemula, tentu saya sangat sadar akan segala kekurangan dan pembekalan apa yang harus mulai dicari untuk membenahi karya-karya tulis saya kelak. Sebab manusia tak akan pernah sampai pada titik sempurna, namun tetap wajib menjadi insan yang berguna. Melalui sajak-sajak sederhana ini, saya berharap dapat menemukan seteguk kepuasan dan seluas koreksian dalam sudut pandang penilaian pembaca sekalian yang budiman. Kumpulan puisi dalam buku ini hanyalah sebuah pergulatan jiwa yang mampu saya tuangkan ke dalam tulisan, sebuah tumpahan nurani yang mampu saya muntahkan menjadi guratan-guratan kecil peristiwa ke dalam kata. Puisi-puisi dalam buku ini, adalah sekelumit refleksi dan kontemplasi dari kepingan peristiwa yang berhasil terekam dalam kurun 3 tahun terakhir. Memotret dimensi cinta, pendidikan, relasi ketuhanan, politik, kemanusiaan, kerinduan, bahkan penyesalan.

Pembaca adalah raja yang paling jujur dan bijaksana. Maka, segala bentuk kebenaran dan penilaian, biarlah menjadi tafsiran sekalian pembaca. Tentu itu akan jauh lebih arif. Seorang Paul Natorp pernah mengatakan: "Segala kebenaran maunya diketahui dan dinyatakan, juga dibenarkan; kebenaran itu sendiri tidak memerlukan hal itu, karena dialah yang menunjukkan apa yang diakui benar dan harus berlaku".

Akhirnya, saya pun harus mengucapkan terima kasih kepada penerbit Shell, Jagat Tempurung yang berkenan menghimpun puisi-puisi saya yang lama terserak dalam hilir mudik selaksa peristiwa. Kelak, ini bukanlah akhir dari magnum opus kumpulan karya yang bisa saya hadirkan. Akan ada puisi-puisi berikutnya yang siap melukis langit-langit mimpi. Dan itu semua, tak lebih dari sekadar hasrat kecil agar menjadi manusia yang memiliki nilai tak sama, berbeda, bermakna.

Salam SastraSalam Fastabiqul Khairat

Meidi Chandra

Tangerang, 2013

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Muvi

Page 8: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu vii

Daftar Isi

Kata PengantarDaftar Isi

1. Mengapa Kembali Kau Curi Dari Mereka?2. Aku Adalah Si Tua Bangka3. Hanya Setitik Semu4. Yang Kumengerti Hanya Kita5. Sudah Kutegaskan Aku Tak Lagi Peduli6. Biarlah Maafku Mengutuk Gulita7. Aku Menemukan-Mu8. Sepenggal Sajak Yang Baru Saja Kita Awali Sebentuk Koma9. Sajadah Cinta-Mu10. 9 Summers 10 Autumns : Sebuah Sajak11. Tunggulah Aku Di Sana12. Tentangmu Disebuah Temu13. Terpana14. Selia kasih-Mu15. Melewati Mimpi Di Seuntas Tambang16. Jas Merah, Saatnya Bergerak Menembus Riak17. Bukankah Kita Pemuda Bangsa?18. Ingin Kurengkuh Safa Cinta-Mu19. Tentangmu, Tentangku20. Setapak Legam Matahari21. Bara Itu Kembali Menyala22. Lengkung Senyum di Bibirmu23. Kutemukan Tuhan Di Selembar Daun Gugur24. Sekoci Rindu25. Kembalilah di Pelukan Bilik-Bilik Bambu26. Banjir Ibu Kota27. Di Balik Hujan28. Tuhan Semesta Cinta29. Rindu, Semoga Eangkau Tak Lantas Berlalu30. Di Relungku31. Seperti Engkau32. Tahu Dan Tempe

................................................................................................ v.......................................................................................................... vii

................................................ 2........................................................................ 3

................................................................................... 4..................................................................... 5

.................................................... 6.............................................................. 7

................................................................................ 8................... 9

...................................................................................... 10.................................................... 11

............................................................................ 12....................................................................... 13

....................................................................................................... 14........................................................................................... 15

...................................................... 16.......................................... 17

................................................................ 19............................................................... 21

.............................................................................. 22........................................................................... 23

......................................................................... 24................................................................... 25

........................................... 26.............................................................................................. 27

.................................................. 28........................................................................................... 29........................................................................................... 30

................................................................................. 31............................................. 32

............................................................................................... 33........................................................................................... 34

........................................................................................ 35

Page 9: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Muviii

33. Syahadat Di Bumi Palestina34. Sekolah Kandang Kambing35. Sekepul Nikmat Dunia36. November Rain37. Tentangku, Tentangmu38. Tak Pernah Ada Untuk Tak Saling Mencinta39. Kita Hanya Sedikit Peristiwa40. Menuliskan Seteguk Cinta41. Si Tua Renta42. Gelisah Si Licik43. Berilah Aku44. Seperti Engkau Dan Aku45. KPK VS POLRI46. Tak Bertepi47. Penggalan Kecil Ayat-Ayat Tuhanku48. Bukankah Mereka Harapan Bangsa?49. Dibuai Rindu50. Larut Bersama Rindu51. Mengingat-Mu52. Memeluk Cintamu53. Merindu Pagi54. Apa Kabar Meja Kerjaku?55. Manusia Gerobak56. Melerai Hari57. Memetik Sahda Cinta-Mu58. Dengan Sajak Apa Lagi?59. Masihkah Engkau Menungguku?60. Lelapku61. Dalam Dekapan Ilahi Robbi62. Serahkan Saja Pada KPK63. Sepucuk Kabar Tak Biasa Dari Negeri Somalia64. Bait-Bait Karunia-Mu65. Benam Kerinduan66. Rohingya67. Lagi-Lagi Kita Mulai Bertanya-Tanya68. Tanpa Titik dan Koma69. Semesta Pagi

...................................................................... 36....................................................................... 37

.............................................................................. 38.......................................................................................... 39

............................................................................. 40........................................... 41

.................................................................... 42........................................................................ 43

.............................................................................................. 44.......................................................................................... 45

............................................................................................... 46.......................................................................... 47

......................................................................................... 48................................................................................................ 49

........................................................ 50

........................................................ 51............................................................................................. 52

................................................................................ 53........................................................................................... 54

.................................................................................... 55............................................................................................. 56

......................................................................... 57...................................................................................... 58

.............................................................................................. 59........................................................................ 60

............................................................................ 61.............................................................. 62

...................................................................................................... 63...................................................................... 64

.......................................................................... 65........................................ 66

................................................................................ 67...................................................................................... 68

.................................................................................................... 69........................................................ 70

............................................................................... 71.............................................................................................. 72

Page 10: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu vii

70. Masih Kulihat Resah71. Hanya Lembaran Bisu72. Difable73. Sebatang Rokok74. Pada Kuasa-Nya75. Sandal Jepit dan Hukum Berkelit76. Bilik Malam Dan Rasa Kantuk77. Pengamen Jalanan78. Jakarta Malam Ini80. Sedikit Kubertanya81. Selamat Datang Mentari82. Sebelum Aku Pergi83. Hanya Merindu84. Karam Jiwa85. Mengetuk Nurani86. Tak Pernah Sama87. Cukup Malam Ini Saja

................................................................................. 73............................................................................... 74

........................................................................................................ 75......................................................................................... 76......................................................................................... 77

.............................................................. 78.................................................................. 79

...................................................................................... 80

...................................................................................... 81.................................................................................... 82

........................................................................... 83.................................................................................... 84

.......................................................................................... 85................................................................................................. 86

...................................................................................... 87....................................................................................... 88

............................................................................... 89

Page 11: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu2

Mengapa Kembali Kau Curi Dari Mereka?

Aku titipkan laraPada lapuk jendela dan tembok-tembok di sanaYang tiba-tiba runtuh menggulung nyawaMeninggalkan isak menikam jiwa

Aku sematkan dukaPada tanah dan lautan di sanaYang tiba-tiba guncang melumat seisi desaMeninggalkan tubuh-tubuh mati dihantam petaka

Aku labuhkan senduPada air mata dan lautan darah ituYang lekas membanjiri bumi rencong dengan lautan piluMenyisakan trauma kelam Tsunami di tengah sendalu

Aku nyalakan api tanyaMengapa harus kembali Kau curi dari mereka?Durja ceria dan senyum mungil yang baru saja melukis senjaMengubur luka lama ditelan waktu tanpa secuil jeda

Aku taburkan doaPada laras sunyi di atas sajadah temaraMengabarkan enigma semesta hanyalah kuasa-Mu semataMenyemai hikmah butiran kecil tazkirah dari-Mu Sang Maha Perkasa

Tangerang, 5 juli 2013

Page 12: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 3

Aku Adalah Si Tua Bangka

Aku adalah senjaMengembara hingga musnah dilumat gulitaKembali tersungkur di tepian dengkur kotaBila waktu selesai membunuh raung lapar mengibaSebab hidup telah buatku lupa nisbi dunia

Aku adalah pagiDiletup sunyi raga ini lekas berlariMemintal debu karunia menyemai pasir-pasi rizkiBila nafas terbenam rayuan delusiCukuplah doa-doa kecil lelapkanku di pelukan ilahi

Aku adalah si tua bangkaMenyulut nanar matamu penuh prasangkaDi kolong-kolong kotor jembatan tuaDi persimpangan jalan riuhnya kotaDi sesaknya peluh bus-bus raksasaKubagi lantunan sumbang gitar menyapaMenawarkan seteguk jujur tanpa dusta

Aku adalah merekaYang mudah saja kau tikam dengan ludahmu tuanYang mudah saja kau bunuh dengan angkuhmu nyonya

Aku adalah merekaSebait sajak yang biasa kau lupa

Tangerang, 29 Juni 2013

Page 13: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu4

Hanya Setitik Semu

Sekuntum rinduMeracun sukmakuTerpenjara selia cintamu

Dan kutahu ituHanyalah setitik semuDi antara cinta-Nya Yang Maha Satu

Tangerang, 28 Juni 2013

Page 14: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 5

Yang Kumengerti Hanya Kita

Aku tak mengerti cintaBila makna kutuang dalam kataAda sebilah tanya menjadi dugaKembali kudapati sebait enigma

Aku tak mengerti rinduBila rasa kulebur dalam temuAda secarik kenangan menjadi canduKembali kutelan secawan madu

Aku tak mengerti engkauTak pula aku

Yang kumengerti hanya kitaTerbenam dalam nafas cinta dan rindu yang samaNamun diam selalu saja mendusta

Tangerang, 22 Juni 2013

Page 15: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu6

Sudah Kutegaskan Aku Tak Lagi Peduli

Sudah kukatakan mereka hanya berpura-puraMenipu kita dengan manis janji di tengah-tengah desaKetika kampanye mengemis suara bertandang bak dewaKetika setelan jas dan dasi mereka masih bisa kita mintaKetika dengkur lapar kita masih menjadi santapan ibaWakil rakyat, yang kini sulit ditemui di lengang pos-pos ronda

Sudah kubilang mereka hanya manusia tuliTak hiraukan amuk pasar menguliti urat nadiTak pedulikan harga-harga merangkak tinggiTak acuhkan lantang suaramu menolak kompromiPada kebijakan-kebijakan nakal yang bisa dikorupsiMeski harus takluk pada voting ketuk palu paripurna banci

Sudah kuingatkan mereka hanya manusia pelupaLupa kalimat sumpah pada Tuhan Yang Maha EsaDi hadapan kitab suci dan jutaan saksi mataJiwa raga hanya untuk mengabdikan bakti setiaPada pertiwi dan lengking tangis kaum jelataHarga mati yang lantas ternoda oleh dustaSubsidi BBM dan BLSM yang katanya peduli bangsa

Sudah kuucapkan mereka hanya manusia butaTak lagi sudi melongoki isi dapurmu tersisa apaTak lagi sudi melihat anakmu putus sekolah dipancung biayaTak lagi sudi menyambangi kematianmu dipenggal nelangsaTak lagi kudapati selain murka

Sudah kutegaskan aku tak lagi peduliPada selaksa dusta janji-janjiBiarlah Tuhanku saja yang menjadi Pengadil Sejati

Sudah kutegaskan aku tak lagi peduliYang kupeduli hanya suara hati nurani

Tangerang, 20 juni 2013

Page 16: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 7

Biarlah Maafku Mengutuk Gulita

NenekkuLama sudah tak mencium tanganmuMenyapa seperti salam masa kecilku dahuluRupanya engkau tak pernah lupa sayup suarakuMeski 1 abad kian menghampiri laju usiamuMeski gigi-gigi itu kini hanya tersisa satu

Malam iniBaru saja kita melepas rindu dalam temuDengan setoples ranginang kau suguhkan di hadapkuSembari kau kunyah berbagi kisahKau selipkan sepenggal petuah bekalku melangkah

Terima kasihku teruntuk cintaBiarlah maafku mengutuk gulitaKarena tak sering menemuimu diusia senjaSemoga Tuhan masih akan menitipkan sang suryaPadamu yang telah lama mengecap pahit dunia

Tangerang, 9 Juni 2013

Page 17: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu8

Aku Menemukan-Mu

Aku menemukan-MuTerserak di antara ritmis gerimisTerapung di balik awan tiba-tiba mendungMerapal-Mu dalam segumpal anugerahMendaras tanya jiwa memusnah resahMencari siluet cinta-Mu yang lama teracuh gundahTentang dosa dan alpa lacuri setiap aliran darah

Dan aku merindukan-MuMenjamu sisa nafasku di dermaga ramadhan-MuMengetuk qalbuku di antara pintu-pintu pagiMenyemai bulir ampunan-Mu di atas sajadah malamBersama sahur dan senandung tilawah setia menyapaHingga sore membawa seulas senyum di penghujung senja

Dan aku melabuhkan doa pada-MuSemoga sahda cinta-MuKembali terukir suci di antara lisan maaf dan salam dihari nan fitri

Tangerang, 8 Juni 2013

Page 18: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 9

Sepenggal Sajak Yang Baru Saja Kita Awali Sebentuk Koma

Engkau yang telah lama mengecap raudhah surgaKembali aku terluka oleh sebilah kenangan tentang kitaTentang detik-detik terakhir yang tak sempat aku musnahkan di penghujung senjaMencegah remuk di tubuhmu, melawan sakit tanpa kutahu mengapaMerampas kisah yang baru saja kita awali sebentuk koma

Kala itu pagi seperti menderas menabur larasMengabarkan nafasmu tak lagi setia melukis kanvasMenuliskan bait-bait puisi yang lekas menjadi timpasLepasBebas

Engkau yang kini mengutuk malamku labuhkan terbis sunyiLetih sudah jiwa ini lesap mencari tembuni waktu untuk kembaliMenguntai maaf yang tak sempat tersampaikan desau anginMerenda langsir duka ketika semua hanya meninggalkan sesalMenikam bisuMengantarku pada sendu

Dan bila waktu tak pernah bisa menungguMembunuh detik merenggut separuh piluSemoga doa-doa kecil ini selalu bisa mendamaikanmuDalam sepenggal sajak yang baru saja kita awali sebentuk koma

Tangerang, 30 mei 2013

Page 19: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu10

Sajadah Cinta-Mu Seindah pagi merangkul asaMenapak langkah berjalan bersamaSandarkan jiwa merangkai doa Sedalam cinta sejenak tafakurMelukis butiran kasih-Nya tak terukurDalam sujudku pada-Mu ucapkan syukur Tuntun langkahku meski gontaiRedam gelombang gemuruh badaiAgar tak jengah kalbu merangkaiSisa nafasku yang lunglai Terima kasihku pada-MuMungkin tak cukup mengganti waktuMengubur khilaf dan dosa ituMenjemput ampunan sajadah cinta-Mu

Tangerang, 07 Maret 2010

Page 20: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 11

9 Summers 10 Autumns : Sebuah Sajak

9 Summers 10 Autumns

Kota BatuSepenggal narasi coba menerjang kilasan waktuMenerabas tembok-tembok keterbatasanRobohkan delik-delik cibir kemiskinan

ImpianMenuntun jejak melawan takdirMelucuti teks-teks kolot cekal pun apkirMeski harus mengurai tanyaMasihkah impian pantas dibela?Sementara denyut keluarga memanggil jiwa

Doa-doa kecilMerenda bait-bait biru nasihat bundaBeranjak pergi tinggalkan bingar desaBerbekal tekad mengepak sayap-sayap asaMeski harus menjual angkot harta tersisa

New YorkTiba di negeri mimpi terpenggal sepiMenyeret rindu pertaruhkan harga diriLewati bentas menakluk samudera luasBergulat membunuh bilur takdir culasNamun sebait senyum di beranda keluargaRemukkan letup-letup mimpi di sanaMemanggil rindu ke pangkuan wajah-wajah tercintaKeluarga,Harta tak terukur dunia

Tangerang, 20 mei 2013

Page 21: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu12

Tunggulah Aku Di Sana

Semburat malamDi jalan cikokol beranjak kelamMemapah laju roda-roda menembus temaram

Detik demi detikpun lesapBersama kepul rokok mengasapTiba-tiba resah kian menyergapPikirku seraya acuh pun lindapHanya berontak dalam sengap

Rindu ini terlalu berhargaUntuk kutukar muram durjaSeperti damai langit di sanaBerbagi kecup rembulan meronaSembunyi di antara bias bintang meraja

IbuTunggulah aku di sanaDi bait-bait cerita yang kubawaDi beranda kerinduan yang sama

Tangerang, 4 Mei 2013

Page 22: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 13

Tentangmu Disebuah Temu

RinduTentangmu disebuah temuAngka-angka bisuTak henti menari-nari di kepalakuMemecah selaksa harap tergilas pongah sang waktuTerngiang aroma sayur asam dan tempe-tahuTersaji hangat di hadapkuSemoga kasihmu tak letih menungguku

Ibu

Tangerang, 3 Mei 2013

Page 23: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu14

Terpana

Desau pagiMenampar perdu basah menyingkap hariKetika embun membuka gontai tatap mentariSelepas gulita temani bisik jangkrik di malam sunyi

Dan EngkauSelalu saja memukau sajak-sajak bumi

Dan akuTerpana menikmati

Tangerang, 3 Mei 2013

Page 24: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 15

Selia kasih-Mu

Hujan iniMembunuhku dalam gigilMenyuling lengang jalan-jalan kecilMembaca pesan rintik-rintik mungilMenikmati gemericik di atas hangatnya katil

Gerimis iniMeredam jam dalam diamMencekal menit dalam rumitMenindih detik malam berbisikMenggerutu geram tiada rembulan sudi menyilikMenemani sunyi mengejar pijar tak jua mendelik

Rahmat iniMengajari jiwa mengayuh enigmaMerapal pendulum waktu terus berpacuMenuliskan ijmal sahda cinta-NyaDi lembar-lembar asmaraloka titik duniaDan selia kasih-Mu, tak akan pernah purba

Tangerang, 18 April 2013

Page 25: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu16

Melewati Mimpi Di Seuntas Tambang

Di atas riak sungaiMenderas nyali kabarkan ironiPada pemilik kelakar negeriPada si tuan-tuan tuliPada si tuan-tuan matiDalam dengkur di tengah rapat terhormatDalam pejam matamu rekatAnggota dewan yang katanya peduli rakyat

Inilah negeri kepura-puraanDengan segudang tragedi pendidikanMelewati mimpi di seuntas tambangMengejar ilmu di tengah maut terbentangInikah negeri yang katanya mulai berdiri?Berpijak kuat untuk berlariNyatanya detik ini,Masih ada tangis pertiwi

Tangerang, 13 April 2013

Page 26: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 17

Jas Merah, Saatnya Bergerak Menembus Riak

MahasiswaKala itu kita pernah bersuaDi beranda ruang-ruang kotaKerontang daksa itu meringis mirisKoyak nurani menohok ulu hatiMerapal sketsa buram wajah negeriTerbunuh sengap diracun bulir mimpiNyatanya kosong tak berisiSecangkir kopi lebih nikmat di antara selaksa ironiDan engkau, jadi senja pelipur lara

MahasiswaKala itu kita pernah bersumpahDi depan nisan yang kini menjadi sampahDirajam peluru bedil-bedil serakahMati dan hening dipenggal wajah-wajah pongahGuratkan bilur yang menjadi dengkuran kuburTiada saksi senyum pun terasa lacurDan engkau, jadi meriam robohkan diam

Jas MerahBukankah itu masa lalumu?Lenyap digerus acuh dan culasKini tersisa geliatmu yang malasTak peduli bisik keluh semakin mengeras Di antara denyut umat warna perjuangan ituMenanti selembar naungan kabarAtau secawan telaga redakan dahaga mereka

Jas merahBukankah usia mudamu isyaratkan asa?Meredah durja air mata di sanaTerangi suram langit-langit kelamLedakkan gelora redupkan bara angkara

Page 27: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu18

Bukan tentang siapa kitaSaatnya bergerak menembus riakMenantang gemuruh kobarkan panji-panji ikatanDi bentang nafas jihad Fastabiqul Khairat

Ciputat, 23 April 2012

Page 28: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 19

Bukankah Kita Pemuda Bangsa?

Pendulum waktu kini telah matiTerbunuh langsir noktah legam negeri iniIndonesia,dan enigma di balik efusi tangis pertiwiMencabik lara kaum tak beralas kakiDi sana,Di balik tembok-tembok kekar membui mimpiDi sini,Di balik sayup-sayup layuh pemuda bangsa kini

Mereka yang berdasiNyatanya sungguh tak berbudiMereka yang korupsiTak ayal dipenggal tajam delusiMereka yang berwajah suciHanya dusta pun lupa tembuni ibu pertiwi

Episode kelam kini tak lagi asingTerbiasa bertahta di tengah carut-marut negeri tak bergemingTerkesiap menatap tingkah polah pejabat-pejabat malingTersandera perut-perut buncit si tebal kupingHukum, Sosial, Politik,Seperti dagelan catur menggelitik instingMenerka-nerka ke mana lagi dosa-dosa itu menggelinding

Bukankah kita pemuda bangsa?Lantas mengapa masih tertawa di tempurung yang sama?Di lingkaran gulita kebodohan dan kemiskinan mengangaSementara kepal dan lantang suaramu tak lagi menggemaMembakar kepura-puraan, meneriakkan isak-isak jelataSembunyi di bilik-bilik letupan celoteh desaTak kuasa menggapai dan runtuhkan beton-beton kota

Bukankah kita harapan negeri?Lantas apa yang telah sanggup engkau beri?

Page 29: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu20

Sebongkah nisan prestasipun seperti jadi ilusiKembali terkubur geliatmu yang malas menggurat mimpiMenuliskan prasasti hebat Akulah Harapan Negeri iniIndonesia,dan sejarah harum yang tak akan pernah mati

Tangerang, 6 Februari 2013

Page 30: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 21

Ingin Kurengkuh Safa Cinta-Mu

Di lekuk malam aku terdiamDi antara selia rembulan menatap muramDan malam kian berlari mendekap pagiBerteman laras jangkrik mengusik sunyiLesap bersama desau mencumbu labium bumi

Di epilog hari jiwaku menepiKembali mengiba petuah-petuah kecil Ilahi RobbiMencari tembuni bait-bait efusiDalam sepenggal doa,Sungguh ingin kurengkuh safa cinta-Mu

Tangerang, 10 April 2013

Page 31: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu22

Tentangmu, Tentangku

Dan kini kumengertiLengkung manja senyum di bibirmuAdalah butiran embun di rekah bunga cinta

Aku,Dan bait rindu yang kini menjadi sajak-sajak bisu

TentangkuTentangmuTentang cinta yang tak musnah dicabik taring waktu

Tangerang, 31 Maret 2013

Page 32: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 23

Setapak Legam Matahari

Gurat di wajahmuAdalah setapak legam matahari

Menampar keras liku hidupMengoyak duka muda usiamu

Meski awan terkadang meludahimu lewat irama hujanMeski mentari tak letih mengabarimu Tuhan yang tak pernah tidur

Senja kini telah lengkung di bahu dan punggungmuMerampas kekar geliat raga muda ituMelawan himpitan getir nelangsa dunia

Dan waktuMeleleh di keringat dahimu

Tangerang, 19 Maret 2013

Page 33: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu24

Bara Itu Kembali Menyala

OKU, Sumatera Selatan Bara ituKembali mengoyak nisan-nisan tuaKembali menyulut letup-letup murkaMembuka luka lama, diberangus dendam serupaKonflik yang melucuti hukum tak berdayaDilahap penguasa kecil hukum rimba

TNIPasang dada bawakan kafan warna dukaDan segurat darah masih menjadi saksi mataTentara muda gugur diterjang panas peluruMeski lakumu tak pantas ditiruMenerobos lalu lintas merah kuning hijauHingga tersungkur dibekuk oknum polantas itu

POLISIMeredam amarah taring-taring runcingPasrahkan markas dirusak dibakar tiada gemingMenumpas noktah hitam belumlah redaDitimpa aib petinggi-petinggi rakus hartaSimulator SIM dan ironi yang tak jemu menghias media masa

TNI VS POLISIMasihkah negeri ini sanggup bermimpi?Tentang rasa aman kini mulai sulit dicariTentang hukum kini mulai ditelanjangiTentang sikap kini mulai abaikan nuraniTentang kita masih merangkak mencari tembuni pertiwi

Tangerang, 9 Maret 2013

Page 34: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 25

Lengkung Senyum di Bibirmu

Duri-duri rinduKini menikam mengoyak qalbuMelucuti hari tiada temuMembenam hasrat terkubur waktu

Dan kiniSungguh kurindu lengkung senyum di bibirmu

Tangerang, 2 Maret 2013

Page 35: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu26

Kutemukan Tuhan Di Selembar Daun Gugur

Di selembar daun gugur Kutemukan Tuhan di semayam qalbu penuh syukur Atas segenap cinta-Nya tak terukurMelukis raut senja, melumat detik dunia

Tangerang, 21 Februari 2013

Page 36: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 27

Sekoci Rindu

Duhai kasihBerilah aku sekoci rinduUntuk kukayuh hingga dermaga cintamuMelintasi riak telaga hatimu

Tangerang, 15 Februari 2013

Page 37: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu28

Kembalilah di Pelukan Bilik-Bilik Bambu

Menikmati seteguk malamSelintas tembang mengayun diamDi antara petikan gitarnya yang karamDan nyanyian asing menumpas peluh asam

Suaranya beradu raung mesin mini busMemaksa letih mencuri dahaga kian rakusSepanjang hari menyemai serpihan tekadmu tulusTergurat di garis-garis hitam wajahmu yang tirus

Kembalilah engkau di pelukan bilik-bilik bambuBersama episode malam telah lama menungguSekelebat mimpi dalam dengkuran kecil tidurmuDan celoteh jangkrik mengusik rindu

Tangerang, 2 Februari 2013

Page 38: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 29

Banjir Ibu Kota

Banjir ituMenggenang di sekujur ibu kotaMelahap tangis jalanan bising mesin tak bersuaraMelumat sorak jelata terbujur di tenda-tenda dukaAtau sungai hantarkan tiba-tiba ombak bencanaDimalam buta, dipagi gulita, disore merayap pun melata

Hujan ituMenampar Jakarta lumpuhkan selaksa bingarTertinggal tubuh-tubuh gigil kian terkaparAtau mayat-mayat si kecil dan si tua hanyut terdamparTergurat di halaman depan surat kabarMenghapus titik berganti koma di lembaran putih kanvas sabar

Nestafa ituMungkin sedikit saja Tuhan hendak mengujiMenegur sapa jiwa-jiwa suciDi antara uluran tangan redakan lengking tangis meninggiAtau syukur dan sabar dilebur enigma hari

DoakuSemoga lekas nelangsa itu pergiKembali tersenyum menatap detik waktu berganti

Tangerang, 17 januari 20013

Page 39: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu30

Di Balik Hujan

Hujan kembali menangisMengiris malam di lesap gelap tertawa sinisMeski rinai itu memercik ritmisMemeluk basah sekujur tubuh melawan tiris

Dan raungan mesin kembali berontakTak sabar menunggu kedipan lampu hijauTercekal macet merayap menikam sabarAtau banjir membungkam gigil celoteh knalpotTak berdaya menerjang isyarat alam yang murka

Bukankah di balik hujan terselip azam tak pernah karam?Di antara doa tatkala terpanjat dan menghujamPada Tuhan Yang tak pernah tuli pun terdiamMenjawab untaian harap dan tanya di tepian malamKarena Ia, Tuhan semesta alam

Atau berkah yang terlupa terbakar geramTertinggal gerutu semakin beringas bersemayamDalam belukar jiwa penuh dosa kian terbenam

Tangerang, 15 Januari 2013

Page 40: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 31

Tuhan Semesta Cinta

Rinai hujanMenderai di pelukan rumput-rumput liarBersama angin menikam resah paru-paruTerhampar basah gigil jalanan tak berbajuKabarkan riang pada tanah dan kuncup bunga-bunga itu

Langit murungTerbunuh pekat awan menggantungBersama kilatan cekam tak berujungMemaksa riuh kembali ke pangkuan gubuk senandung

Seperti cinta yang Tuhan tata terbagi rataSemoga tak lupa terbalas doa dan syukur pada-NyaTuhan semesta cinta

Tangerang, 8 Januari 2013

Page 41: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu32

Rindu, Semoga Eangkau Tak Lantas Berlalu

RembulanRupamu tak nampak di lesung langitTak jua hadir di busung bumiTerbias pekat labuhkan kesumatDi antara petir memecah tabirMenuntun awan di tepian lamunan

GemintangPijarmu sembunyi di balik kelabuSeperti enggan berbagi seteguk sayuTerbunuh gigil malam kian memburuDi antara gerimis terjatuh ritmisMencuri canda di secarik kisah tertinggal tanya

RinduSemoga engkau tak lantas berlaluBersemayam lekat di bilik kalbuBiarlah malam melumat gerigi waktuAgar lekas kucumbu pagi setia menungguKembali memetik detik irama degup cintaku

Tangerang, 5 Januari 2013

Page 42: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 33

Di Relungku

RinduKini menjadi butiran debuTertinggal senyum di lembaran waktuKetika degup rasa menyiksa kalbuKetika hati tak henti berkisah tentangmu

CintaKini menjadi serpihan canduTertinggal sepi di rekah jiwa tanpamuKetika sajak-sajak rindu ditelan detik bisuKetika rekah cintamu bersemayam manja di relungku

Tangerang, 26 Desember 2012

Page 43: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu34

Seperti Engkau

Seperti jinggaLuluhkan terik di bentang sore merajaMelumat pelita berganti malam dan lilin-lilin butaTerangi dawai jiwa dilebur mimpi dusta

Seperti embunMenetes resap ke pusara telagaBerbagi sejuk menumpas cekik dahagaMenyemai kasidah Tuhan di sepanjang sajadah duniaMemetik hikmah butir-butir rahmat-Nya

Seperti ibuMemapah langkah menapak gita citaMengenyam petuah bijak merapal senandung asaTak henti menggema langit-langit jenaka

Seperti engkauBersemayam di relung hati dan cintaTentang bakti tak pernah tuntas diterjang batas usiaTentang jasa tak terbalas darah pun lautan airmataTentangmu yang menjadi bidadari titipan surga

Tangerang, 22 Desember 2012

Page 44: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 35

Tahu Dan Tempe

Tahu dan TempeLenyap sudah hadirmu di sanaDi sudut-sudut warung nasi yang tak lengkapDi atas sajian meja sahur dan buka puasa yang ratapAtau di ramai pasar tradisional yang tiba-tiba lesapTerkubur bersama riuh aksi protesAtas kebijakan tuan-tuan pejabat yang tak beres

Tahu dan TempeAneh rasanya nasi tanpa lezatmuTerbiasa bangsaku melahap nikmat puasi hasratMeski hanya asin dan gurih yang terlewatDiantara kunyah tak berkuahCukuplah buat mereka kenyang di atas resahKembali lupakan getir tegar melangkah

Tahu dan TempeMungkin hanya sedikit risauTerlukis di wajah mereka yang bilauTerbunuh oleh mandulnya taring pemerintah yang kacauTak mampu suguhkan damai bagi negeriNegeri tanpa bakti pada pertiwiDan esok pastilah jadi hidangan basiBerita hangat yang lantas tak pernah jadi arti

Page 45: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu36

Syahadat Di Bumi Palestina

Tangis ituMemecah bumi di antara langit kelabuDi bumi syuhada PalestinaDi bentang darah Jalur GazaKini tersisa rintih kepal membaraMenggurat legam duka di antara epitaf pun bandusa

Tubuh ituSeperti buih berhamburanLayuh diberangus ledakan kematianGugur diregang malam yang menjadi terbanIsrael dan ironi terkubur matiDi antara air mata yang menjadi api

Nyawa ituMengabarkan luka-luka bisuBalita, remaja, dan wanita diterjang panas mesiuDi reruntuhan tembok-tembok berdebuDi jalan-jalan petaka melumat piluDan dunia, masih saja bungkam dan gagu

Laskar ituTak akan pernah hentikan langkahTak surut nyali melawan matiDemi berkibar kalimat-kalimat suciDi bentang panji-panji jihad ilahi RobbiSyahadat di bumi Palestina

Ciledug, 19 November 2012

Page 46: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 37

Sekolah Kandang Kambing

Sekolah ituMenganga tak berpintuDi tepian negeri tak beribuDi tengah desa tertinggal bisuTentang mereka, si pejuang kecil penimba ilmu

Berteman dua meja berbagi jenakaBerbagi dua bangku berdesak-desak nelangsaTiada tembok beton perkasa menjagaTiada atap sejuk setia siagaTiada lantai berbagi getir sahajaHanya bilik bambu mencambuk maluHanya papan tulis-kapur menggurat piluHanya merindu tangan-tangan dermawan datang dan bantu

Kandang kambing pun jadi sebutanMencibir keras pejabat karbitanDuduk manis nimati culas jabatanLupa warna tanah, lupa bait sumpah atas nama Tuhan

Inilah negeri pesakitanMasih saja pendidikan sekadar lalapanMasih saja kebodohan sebatas tontonanSementara kantong-kantong tuan semakin terisiSementara tangis kian nyaring mencekik kaum tak beralas kaki

Tangerang, 9 November 2012

Page 47: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu38

Sekepul Nikmat Dunia

Asap ituMengurung segenap amarah paru-paruMembunuh setiap jengkal kanan-kirikuDi antara kelakar mengiris waktuDi antara himpitan jemari beraduDi sela istirahat wajah-wajah abai itu

Rokok, racun, badzir, kematianBukankah detik terlalu berharga?Untuk kau tukar sebatang nikmat kepulan asapBukankah tubuh teramat kau lupa?Untuk kau jaga amanat dari-NyaBukankah rupiah keliru kau buang percuma?Untuk kau bakar serupa racun-racun kertas merajaDan bukankah nisan masih bersuara?Tentang nyawa lekas dipenggal pisau gunting operasiHanya tersisa tangis yang menjadi api

Sebatang itu, sebungkus ituMungkin hanya sekepul nikmat dunia

Tangerang, 7 November 2012

Page 48: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 39

November rain

Rintik itu kembali memercikMemeluk semesta menghitung detikTersaji bumi dingin mencekik

Dan hujan perlahan mengintaiDi antara desau daun yang melambaiMencekal riuh jalanan kian gontaiDan jiwaku semakin takjubMenikmati syair-syair Tuhan di sanaDi pekat awan yang menghitamDi rinai hujan membasuh alamAtau di lengkung pelangi yang menghujamMenabur berkah rahmat ilahiMengunyah bait-bait elegiDan kasih-Mu, tak pernah jemu Engkau beri

November Rain

Tangerang, 3 November 2012

Page 49: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu40

Tiada Batas di Antara Kita

Tiada batas di antara kitaHanya rindu kini mulai terbataTecekat rasa, liar mencari jawabnyaDan bisu kian membatuMenanti sebait kalimat yang kau tungguSeirama lelah degup jantungmu

Tentangku, Tentangmu

Tangerang, 2 November 2012

Page 50: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 41

Tak Pernah Ada Untuk Tak Saling Mencinta

Detik waktuMengeja cinta di tepian hatimu

Seperti debuTerhempas keliru mengendap di relungmu

Seperti kitaHanya tertinggal sebongkah tanyaMasihkah cinta selalu kau baca?Dari sudut rasa penuh dustaBahwa kita tak pernah ada untuk tak saling mencinta

Selamanya

Tangerang, 2 November 2012

Page 51: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu42

Kita Hanya Sedikit Peristiwa

Dan hujan pun mengertiResah bumi lelah menantiSeribu laksa rinai hujan basuh jalananDi hamparan tanah-tanah berdebuDi jalan becek yang mengusik rindu

Ada riang kembali di sanaDi rerumputan basah kini tertawaDi antara nyanyian burung yang bermanjaAtau di lengkung pelangi yang lekas tiadaSejenak saja hadirkan pesona Tuhan di langit senja

Dan kita pun terkadang lupaAda sabar yang hilang ditelan lidah-lidah kelakarHanya tersisa ludah-ludah si penjamah laparDi hutan-hutan tak lagi kekarDi parit-parit desa tak lagi pugarDi bilik-bilik rumah tak berdamar

Dan kita pun terkadang angkuhAda syukur yang tak lagi hinggap di antara tafakurMenyelinapi sepenggal pagi dan malam sejenak tersungkurPanjatkan bait-bait doa yang lama terkuburTergilas laju waktu dan irama dunia penuh lacur

Dan kitaHanya sedikit peristiwa Ada, niscaya tiada

Tangerang, 19 Oktober 2012

Page 52: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 43

Menuliskan Seteguk Cinta

Pada sajak yang tak henti beranjakMenukil ayat-ayat kecil Tuhan yang terserakPada bait-bait puisi yang menjadi saksiSenandung renung ketukan lirih ilahiPada duka peristiwa jalananPada rinai hujan tak bertuanPada embun pagi di dedaunanPada celoteh kepodang menanti siangPada senja menggulung mentariPada malam menutup hari

Biarkan tinta ini menariMenuliskan seteguk cinta di hatiMengabarkan setetes lautan kasih ilahi robbi

Tangerang, 17 Oktober 2012

Page 53: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu44

Si Tua Renta

Angin malam

Melucuti tubuhMencabik paru-parunya yang layuhRenta oleh leret usia kian menuaTerpahat jelas di keningmuBenturan dan hempas kerikil-kerikil cobaanTergurat sudah di hitam legam bahumuTerik mentari yang menjadi harga diriMenyengat sabar dan syukurmuBerjuang taklukkan getir menumpas riak-riak takdir

Dan tubuhnya adalah karangTerkikis riak waktuTergilas noktah kelabuTerhempas ke tepian abai mata tertuju

Di bawah daun rindang ia tertidurDi selasar kotor ia terbujurDi lelapnya malam ia tersungkurTercekat letih tak jemu menindihMendekap sekotak jualan tak habis dijaja seharian

Hingga celoteh pagi mengetuk hariSeirama kepodang mulai bernyanyiSadarkan kantuk sudahi ringkukKembali menantang dunia sekuat ragaMeski gontai berlari diterabas laju usia

Dan esok,Semoga engkau tak lagi jelataSebelum sajak ini berhenti berceritaTentangmu di sana,di sudut-sudut kota tak terbaca

Tangerang, 11 Oktober 2012

Page 54: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 45

Gelisah Si Licik

Pada riuh malam tak henti bergerakPada gelap awan lekas berarakPada daun-daun jatuh berserakBiarlah kupahat bait-bait sajak

Di sela deru mesin yang meracauDi helai peluh yang menetesDi bawah atap sekolah yang melapukDi lengking lambung yang meraungDi letup amarah yang mendidihDan di lembar kotor tubuh-tubuh jalanan

Di sanalah taring-taring korupsi menghujam negeriMenjamah rupiah dengan serakahMenguras kantong si miskin melahap anginMencandu getir tak jua menyingkir

Lantas KPK pun diberondongDiserang POLRI dan pejabat-pejabat berdasiCoba lumpuhkan sendi-sendi anti korupsiAneka intrik pun dibuatnya jadi taktikMeski rakyat tahu itu semua gelisah si licik

KPK dan RakyatBersiaplah koruptor-koruptor hebatSaatnya dikerangkeng di sel-sel baja penuh cengengNikmati hari tua di balik beton-beton jelataTak akan ada lagi BMW-Ferrari datang menghinaMencaci maki kaum tak punyaTak akan ada lagi kelakar tawaDari mulutmu yang menelan tangis mereka di sana

Tangerang, 7 Oktober 2012

Page 55: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu46

Berilah Aku

Duhai cintaBerilah aku seteguk maduAgar tak pahit kutelan racun rindu

Tangerang, 4 Oktober 2012

Page 56: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 47

Seperti Engkau Dan Aku

Seperti cintaSeperti engkau dan akuMemeluknya dalam kerinduan yang samaKita,Dan rasa yang tak perlu ada dalam sebuah tanyaKarena semua rasaku rasamu adalah anugerah cinta-Nya

Tangerang, 3 Oktober 2012

Page 57: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu48

KPK VS POLRI

KPK-ku digembosiOleh tangan-tangan kuasa tak tahu diriPemangku negeri dan para politisi banciDemi terjaga praktik-praktik korupsiBerbagi peran amankan saku agar tetap penuh terisi

KPK-ku dikebiriPenyidik-penyidik kepolisian menarik diriKarena tercium aroma busuk pejabat POLRILantas dipaksa tutupi aib para petinggiMencari celah kecil untuk berlari

KPK-ku dilemahkanUndang-Undang Korupsi kini dipermasalahkanDibuatnya tumpul di rapat-rapat anggota dewanSementara Presiden bungkam tak mau masuk ke dalam kubanganJadi penonton di tengah pelik pertikaianBerdiam diri di antara sengketa kepentingan

Lantas apa guna slogan "Katakan Tidak Pada Korupsi"Bila semua hanya semanis janjiKembali lukai pertiwi dan ikrar suci pada ilahi

Tangerang, 3 Oktober 2012

Page 58: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 49

Tak Bertepi

Sepasang kepodang itu bernyanyiDi sela pagi menunggu hangat pelukan mentariDan di sini aku mengertiRinduku rindumu menjadi artiCinta tak bertepi

Tangerang, 1 Oktober 2012

Page 59: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu50

Penggalan Kecil Ayat-Ayat Tuhanku

TanahkuKerontang dilahap gerigi siangMenyengat sawah dan sekujur ladangTelaga mengering rumput mengerangDan bangsaku, semakin lelah tuk meradangMenanti tangis hujan lama tak jua datang

TuhankuMungkin Engkau sedikit bergurauMenggoda sabar hamba-Mu yang galauKau labuhkan sepotong kemarauDengan secuil pesan-Mu pada desau daun-daunTerjatuh berai di pelukan bumi yang damai

AirkuSurut beringsut tinggalkan kalutDi sumur-sumur timba kaum jelataDi sungai-sungai kotor tak bicara Tak mampu jelaskan alam yang murkaMenelanjangi dosa tingkah manusiaHutan dan pohon tak pernah lagi dimanja dicinta

Cianjur, Karawang, Madura, Trenggalek, BlitarSedikit nelangsa tergurat berita di surat kabarTentang hidup tak lagi nikmat berbagi kelakarSementara tawa kian terkikis terasa hambar

Tanahku, airku Di sanalah ku dapati penggalan kecil ayat-ayat Tuhanku

Tangerang, 29 November 2012

Page 60: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 51

Bukankah Mereka Harapan Bangsa?

LagiTawuran!!Korban!!Kematian!!Tangisan!!Pendidikan!!

Darah itu berhamburanTubuh itu berserakanDiregang nyawa bara kebencianDi tengah kota jadi tontonanBatu, cerulit, samurai, seperti tak lagi menakutkanMengintai sudut-sudut detik kematian

Bukankah mereka harapan bangsa?Meretas bait-bait asa di sanaDi antara guratan kapur dan papan tulis etikaDi antara kesantunan menggapai cita-cita

Ironis1 minggu 2 jam saja agama jadi asupanMendidik moral jiwa-jiwa pesakitanLantas nilai matematis instan jadi prestasi acuanSementara budi pekerti mudah saja diabaikanSementara akhlak tak lagi jadi kebanggaan

Deny JanuarHaruskah ada korban selanjutnya?Setelah darah belumlah reda menyeka airmataDi antara tangisan kerabat dan orang tuaDi antara nisan kubur anak manusiaTerbunuh sia-sia

Tangerang, 27 September 2012

Page 61: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu52

Dibuai Rindu

Menatap langit biruBerbagi rekah dedaunan ituPendar mentari pun tampak maluTemani pagiku dibuai rindu

Padamu,Separuh jiwaku

Tangerang, 25 September 2012

Page 62: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 53

Larut Bersama Rindu

Sepucuk rinduKini rekah di relung hatimuMenanti kepak cupid bawa ragaku ke dermaga temuMenatap langit senja di tepian sore ituNikmati detik mengunyah waktuHanya engkau dan akuLarut bersama rindu

Tangerang, 11 September 2012

Page 63: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu54

Mengingat-Mu

Rinai HujanMenderai tanah jalanan berdebuMembasuh dahaga rerumputan lama merinduMenanti seteguk telaga kasih Tuhan yang maluMenatap wajah sendu dan sebait doa mengetuk langit ituTuhan, dan sedikit sentilan coba merayuMenguji sabar dan syukur luruhkan dosa-dustamu ituLukai bumi hujamkan taring-taring nafsuDan muslihat dunia, rupanya kini menjadi canduMemburu langkah ke manapun kau tuju

Luka ituDitertawakan mereka sesuka harta dan kuasaMenjamah hijau hutanku yang asriKini tersisa punah dilahap bara apiAtau illegal Loging ulah oknum tak tau budiMonyet gajah pun tersesat di tepian kota rumah wargaMencari setenggak air yang menjadi sihir

TuhankuTerima kasih telah Kau tiupkan sekepul awan hitamUntuk Kau turunkan sebanyak hujan menyeka kegelisahanPada ilalang rayakan kegembiraanPada petani tanami sawah dan perkebunanPada celoteh burung nyanyikan kesuka-citaanMeski terkadang, kami lupa di mana letak bait-bait kesyukuran ituMengingat-Mu atas segala rahmat dan karunia-MuTuhan segenap alam semesta

Tangerang, 10 September 2012

Page 64: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 55

Memeluk Cintamu

Ingin ku pahat sajak tentangmuPada tebing-tebing kerinduan ituMembui jarak dan waktu sejenak temuDan ingin ku hancurkan angkuh tebing-tebing ituAgar tak lagi rindu menikam tajam di hatiku

Di siniDikesendirianku memeluk cintamu tak bertepi

Tangerang, 4 September 2012

Page 65: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu56

Merindu Pagi

MalamBawa jiwaku merindu pagiKembali mencumbu hariSemburat gelap,Pergilah engkau bersama asapLesap, senyapHingga kelakar nyamuk dan jangkrik tak lagi mengusik

Biarkan kantuk ini terbunuh,Oleh waktu kembali utuhBerputar damai seirama detak jantungku yang rimpuh

Tangerang, 28 Agustus 2012

Page 66: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 57

Apa Kabar Meja Kerjaku?

Apa kabar celoteh pagi?Semoga pelukan mentari lekas meninggiRekah bersama riang di hatiku mencumbu hariNikmati tarikan nafas memugar silaturahmiKembali bersua sahabat enyahkan tembok-tembok sepi

Apa kabar meja kerjaku?Cukup sudah kau terbunuh waktuBersama debu penuhi ketidak-sibukanmuTak akan lagi engkau diam membisuTemani jemari habisi kertas-kertas kerja di depan komputerkuDan alunan lagu kembali syahdu di telingaku

Apa kabar surau Tuhanku?Tunggulah ragaku di peraduan ituKembali bersujud di barisan abdi setia-MuDalam jeda singkat jam-jam istirahatkuMencandu ridho-Mu taburi peluh dengan secuil ibadahku kepada-Mu

Tangerang, 27 Agustus 2012

Page 67: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu58

Manusia Gerobak

Manusia Gerobak

Tiba hanya berbekal nekatLumpuhkan beton dengan sekepal bara tekadDi persimpangan tembok-tembok kekar ibu kotaDi bilik-bilik kumuh parit mengangaAtau di jalan becek biasa menyapa

Manusia Gerobak

Mencari hidup di tumpukan sampah-sampahMenumpas lapar di kolong jembatan yang gagahMelepas kantuk di selasar gedung kosong sudahi lelahBersama anak istri lewati api takdir enggan mengalah

Manusia Gerobak

Potret hitam yang tak usai dipenggal zamanMenjadi cermin hadirkan nurani beri jawabanKemiskinan mengetuk hati di tengah kecukupanKelaparan menerabas angkuh di tengah keserakahan

Manusia Gerobak

Masihkah terselip iba di hati dan mata mereka?Di antara dasi dan jas hitam terhormatDi antara BMW dan isi dompet mengkilatAtau di antara proyek gelap jadi budak nafsu sesat

Tangerang, 24 Agustus 2012

Page 68: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 59

Melerai Hari

LangitkuLesap bersama embun sudahi gelapKembali bersua perdu basah dan tatap mentari

Seiring ituKu yakin Tuhan tak pernah bosan mengetuk hatiSyukuri nikmat-Mu hingga senja melerai hari

Tangerang, 14 Agustus 2012

Page 69: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu60

Memetik Sahda Cinta-Mu

Sepenggal pagiLabuhkan adzan menggema fajarDi langit Ramadhan hamba-hamba-Mu yang sabarLewati kerikil titah meraih hakikat taqwa

Sekeping celoteh sahurMerajam dusi sempurnakan eksamen baktiPada-Nya Sang Tuhan Pemilik enigma hariMeramu ikhlas di antara ketidaksempurnaan hatiKembali memetik detik sahda Cinta-Mu

Tangerang, 14 Agustus 2012

Page 70: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 61

Dengan Sajak Apa Lagi?

Hening pagiMasih tertata elok di raudhoh kasih ilahiDi serambi masjid dan lantunan ayat suciDi rekah semesta cinta kudapatiMemuai isi qalbu, lelehkan relung hati

Dan dengan sajak apa lagi?Ku ukir ke-Agungan-Mu di bilik hati iniDi leret karunia-Mu tak bertepi

Tangerang, 14 Agustus 2012

Page 71: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu62

Masihkah Engkau Menungguku?

RamadhankuGontai beranjak tanggalkan sepucuk resahDi antara tektum langit yang melapukMasihkah engkau menjamu usiaku dihari itu?Diesok yang masih misteri di balik elegiMembui jiwa mencandu serpihan rahmat-NyaDi dinding malam yang menjadi nikmatBersama sahur dan ayat-ayat suci memecah sunyi

Semakin lesap hadirmu mengikis harapTak ingin lekas pesonamu luruh pun lepasBersama legam jiwa dan khilaf merajaHingga suci sungguh kuraih dihari nan fitri

RamadhankuMasihkah kelak engkau menungguku?Kembali bersua diperjamuan singkat itu

Tangerang, 17 Agustus 2012

Page 72: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 63

Lelapku

Mendekap malamBerteman bisik jangkrik mengusikHantar lelapku menatap langit-langit kamar

Langsir rembulan dan bintangGontai melerai riuh pandangRuyupRedup

Semoga udara pagi,kelak bawaku bersua mawar kuncup

Tangerang, 11 Agustus 2012

Page 73: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu64

Dalam Dekapan Ilahi Robbi

Pada pagi yang mengetuk tirai mentariPada celoteh riang burung-burung kenariPada embun basah di atas rumput membasuh hariPada Tuhan Yang Perkasa merahmati seisi bumiPada semua cinta itu ingin kembali kuresapiSegala kasih dan sayang-Mu tak henti ingin kusyukuriSepanjang ramadhan yang terlalu singkat beranjak pergiSepanjang sujud malam itu ingin kukembaliDalam dekapan damai cinta dan kasih Ilahi Robbi

Tangerang, 8 Agustus 2012

Page 74: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 65

Serahkan Saja Pada KPK

KAPOLRI VS KPKMengaku sama berkuasaBerhak mengkudeta kasus lama menjadi targetSimulator SIM dan dagelan cerdik selimuti dosaAtas nama institusi tanpa celaMeski buruan utama bukanlah sekelas ikan tuna

KAPOLRI VS KPKPasang dada pasang telingaAbaikan kritik dan cuap-cuap penikmat beritaMaju terus mendulang simpatik massaAdu undang-undang siapa layak bicaraAdu pakar hukum siapa pantas berdiri di pentas laga

Sudahlah wahai pemilik senapanDan tegap tubuhmu yang membuat ciut nyali para tahananBukankah sengketa lahan itu masih sekadar catatan?Bukankah tawuran massa itu masih saja menghambur di jalanan?Dan bukankah peluru nyasar itu masih hadirkan petaka kematian?Menenggak ajal di balik kain putih kain kafanPada tubuh-tubuh jelata tak berdosa

Serahkan saja pada KPKPengadil korupsi tak kenal warna pemilik dasiPenegak hukum tak kenal kebal tembok institusiCukup sudah hukum negeri ini dikebiriOleh tangan-tangan kotor lupa siapa diriSemakin tumpul dibuatnya tak lagi mampu tegak berdiri

Serahkan saja pada KPKPadanya kita masih percaya hukum itu ada

Tangerang, 6 Agustus 2012

Page 75: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu66

Sepucuk Kabar Tak Biasa Dari Negeri Somalia

RamadhanNafas itu bias di tengah terikTubuh itu lenguh dihunus lapar dan haus mencekikMencari ruh Tuhan dibelantara pengabdianDi negeri Somalia dan harap tak berkesudahan

Konflik yang menyandera kedamaianMusim yang merampas ketenanganLengkapi isak enggan beranjakMemapah langkah menghantam riakDan gusar semakin liar berontak

Hari ini dahaga dan protes lambung terdiamNamun esok kembali bungkam mengunyah geramEndapi ibadah tersungkur pasrahSahur dan berbuka rasanya hanya meleja resahTak ada hidangan mengawal puasa dan amarahDetik iniDetik esokPanas mentariMalam meninggiHanya jadi lalapan baktiKembali melahap enigma kematian

SomaliaDan sepucuk kabar tak biasaSemoga deritamu adalah pahala tak bertepiDari Tuhan Yang tak pernah mendustaiAtas hamba-Nya ikhlas berbaktiMengayuh kerikil duka menuju hari nan fitriKembali bersimpuh dalam dekapan kasih ilahi robbi

Tangerang, 4 Agustus 2012

Page 76: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 67

Bait-Bait Karunia-Mu

Beraja itu menghilangKembali direnggut serpihan mentari kian meninggiDan pagi semakin elok bersimbah sejukDi hamparan basah perdu dan angin merasuk

Lantas dengan apa lagi?Dengan sajak tak bertepiKu terjemahkan bait-bait karunia-Mu di semayam hatiKembali mensyukuri dekapan cinta-Mu sepanjang hari

Tangerang, 4 Agustus 2012

Page 77: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu68

Benam Kerinduan

BayangmuLuruh bersama pendar rembulanMelintas semesta malam di peraduanDan aku terdiam diketerasinganMenghanyut diri dibenam kerinduan

Dalamdan tak sanggup kujelaskan

Tangerang, 4 Agustus 2012

Page 78: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 69

Rohingya

RohingyaTragedi yang luput dari jepretan mataDi negeri tak kenal saudara pun bedaKonflik penuh darah dan airmataDibentang sejarah kelam kembali mengangaTentang golongan, rumah Tuhan, bahkan agamaTerbungkam media sedikit bicarakan fakta

Simpangsiur lantas beringsut menjadi lunturSemakin tersiar tubuh-tubuh hangus dan hancurTerbakar bara benci menebas lintas ideologiSemakin tegaskan HAM telah dikebiriOleh penguasa tutup telingaPenuh kepura-puraan dan malas berkataSuu Kyi dan alibi yang dikubur mati

RohingyaBukankah masjid-masjid itu dihancurkan?Bukankah jasad-jasad itu dibinasakan?Dan bukankah muslim di sana mengemis perlindungan?Dari hukum tumpul tak bermataTak beri damai bagi segenap pemuja Tuhan Yang EsaBeribadah tanpa trauma mengintai kekhusyu'an

Rohingya6000 jiwa sudah mayat berserakanDi dusun-dusun keterbatasan makananDi teras-teras rumah peribadatanAtau di hamparan luas tanah pembantaianKembali mengiris denyut nadi kepedulian

Rohingya, MyanmarMasihkah itu semua jadi sekadar berita tak bertuan?

Tangerang, 29 Juli 2012

Page 79: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu70

Lagi-Lagi Kita Mulai Bertanya-Tanya

LagiLuka itu menikam tajamDihantam amarah dan prajurit kaum serakahKembali letuskan bedil muntahkan peluruMenyasar tubuh si kecil tersungkur hancurDitembus peluru tak tahu siapa pelakuAtas nama sengketa lahanNyawapun murah jadi tontonanBerhamburan di atas tanah merahBersama anyir darah membaui aroma resah

Seperti inikah laku sang abdi masyarakat?Dengan mudah mengoyak nadi kaum sekaratSembunyi dosa di balik ketiak pemilik kuasa laknatBisik nuranipun tak lagi jadi benteng keramat

Sengketa lahanOgan ilir, Riau, SulawesiSedikit saja ironi itu kini tersajiDi antara pelik politik, pejabat korupsi, miris pendidikanAtau tahu-tempe hangatkan opini dan rubrik koran-koranTegaskan pemangku negeri semakin tak berdayaLupa warna usang kaum jelataLupa di mana sumpah dahulu kau baca

Lagi-lagi kita mulai bertanya-tanyaBenarkah nurani pertiwi kini telah mati?

Tangerang, 29 Juli 2012

Page 80: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 71

Tanpa Titik dan Koma Pasar Kebayoran LamaLewati ramai penjaja sayur dan buahAtau sekilas lalu lalang pejalan kakiRiuh menyemai rizki di tengah dengkuran gelap malamBeradu kantuk digoda desiran suntuk Laju langkah ini tiba-tiba terhentiKala kulihat pepaya berbaris rapih di bawah tembok kekar fly over Merayu hasrat coba mendekat lekatDisambut hangat senyuman ringanHampiri tanyaku menawar hargaRp.3000 per-kilo gram,dengan berat 3 kilo pasTak pikir panjang lekas kukekangBungkuslah satu untuk kubawa pulangBersama seulas senyum terkembang Dalam diam ku resapi malamMasih ku dapati selaksa deret peristiwa haruMenatap takjub hikayat cita yang menjadi deruBergemuruh menggelitik kalbu menyemai hakikat temuDi ruang-ruang sempit negeri tercintaDiantara himpitan peluh yang menjadi deraian candaKarena aku, engkau, dan mereka di sanaAdalah lembaran kisah yang terukir di tebing-tebing nusantaraTak pernah henti menjadi bangsa yang mencintaIndonesia tanpa titik dan koma Terimakasihku teruntuk Engkau Sang Maha PengasihMasih akan kutulis bait-bait syukur ini pada sajak-sajak yang tak rapih

Tangerang, 26 Juni 2012

Page 81: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu72

Semesta Pagi

Pada semesta pagi diujung sunyiMeninggalkan malam mengetuk hariBersama embun nantikan sapa hangat mentariRekah di antara perdu basah dan gulita gontai berlari

Pada Sang Penguasa langit subuhSeiring fajar lambat memudarDirenggut celoteh ayam dan riuh pedagang pasarRamaikan sudut-sudut tembok kekarMengais rizki di antara temaram cahaya damar

Pada Tuhanku yang tak henti mengetuk pintu kalbuLirih berbisik diperjamuan singkat dunia palsuKembali kurenungi setiap bait ayat-ayat ituAjari nurani memetik hikmah di antara laku dan tubuh yang lelahTetap bersyukur pada-Mu Yang Maha PemurahDalam bingkisan kecil sepotong doaSempurnakan pagiku bertawajuh dihadap-Mu

Tangerang, 26 Juni 2012

Page 82: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 73

Masih Kulihat Resah

Masih kulihat setangkup resahLingkari takdirmu melahap kerikil-kerikil lelahPada setenggak hari yang tak pernah bedaKembali bersua diredup tektum langit gontai merayapMencacah selaksa doa diantara serpihan harapSudahi geliatmu patahkan duri-duri yang menancap

Guratan garis tangan itu tak lagi lembutMenampar kasar getir hidup yang berkaratTerpahat di kening dan legam bahumuNikmati seteguk makna mengejar mimpi

Yakinlah esok tak serupa awan kelabuLekas berarak bawa pergi asamu ke langit biruBersama bait-bait doa yang terpanjat di malam sunyiDan langkah kaki yang tak henti taklukkan terik mentariDan sajak-sajak ini tak akan henti kabarkan tentang hikayatmu

Tangerang, 23 Juni 2012

Page 83: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu74

Hanya Lembaran Bisu

Al-Qur'anKitab suci itu kini hanya lembaran bisuDitawan taring-taring serakah dan nafsuBenam di dalam gumpalan daging pejabat tak tahu maluYang katanya terhormat, terdidik, bahkan tepandang itu

Lagi-lagi mengoyak nurani kitaLagi-lagi menikam luka belumlah redaOleh lakumu yang jadi lalapan koran dan beritaTancapkan lara di wajah-wajah mereka

Di kolong-kolong kumuh jembatan pesakitanDi bilik-bilik dengkur desa kelaparanDi parit-parit kotor kebanjiranDi lapuk langit-langit gedung pendidikanAtau di sawah kampungku yang terabaikan

Masihkah itu semua buatmu serakah dan lupa?Pada Tuhan yang mungkin tak pernah engkau punyaMasihkah itu semua tak henti buatmu tertawa?Kotori sumpah suci dan janji yang tak pernah kau tepati

Seperti inikah pejabat terhormat itu?Cukuplah Dia yang Maha Tahu dimana letak Keadilan itu

Tangerang, 3 Juli 2012

Page 84: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 75

Difable

Kaum difableBergulat getir diantara cabik bisik-bisik cibirLewati eksamen hidup dengan sebait doa pada Sang PenciptaDi malam sunyi berbagi letupan relung hatiMeski terbiasa melahap suram nasibmu yang buram

Di sudut-sudut kekar tembok keterasinganDi lereng-lereng nurani yang terabaikanMasihkah ada seteguk acuh?Pada tubuh-tubuh tak sempurnaPada tatapan rikuh merayu secuil ibaDi balik senyuman tak biasa

Mungkin hanya akan tersisa enigmaPada laju usia genapi ketukan masaHingga ajal kelak tak akan lagi jadi catatan kisahPada lembar nisan kuburmu yang basahOleh tangis yang tak sempat membunuh tulah

Mungkin kita selalu saja berlari dan sembunyiDi balik tebing-tebing sinis sombongkan diriMeski hidup hanyalah sepenggal titipan karunia ilahi

Tangerang, 19 Juni 2012

Page 85: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu76

Sebatang Rokok

Jam istirahatSadarkan pikirku diam tercekatMenatap bias dua gadis di hadapanku lekatDi tangannya terselip sebatang rokokLapat-lapat dihisapnya penuh nikmatDiskusi rutinitas kerja kian basiJemu beradu luapan temuDi basement CBD Ciledug kudapati itu

Tampaknya dunia mulai acuhTak peduli garis wilayah hakikatAtau semua orang miliki hakLakumu lakuku tak perlu dicekal hasratCukuplah Tuhan Pemilik laknat

Tangerang, 6 Maret 2012

Page 86: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 77

Pada Kuasa-Nya

Langsam mentari mengusik bumiMelindap elok fajar digulita hariLapat-lapat digugah kicau burung menyapa pagiLindanglah hening pagi tak bertuanTersisa lindai basah sejuk limbubu

Awali hari tikam sunyiSemburat langit biru coba merayuTaklukkan lancung duniaUkir linggam angkasa senjaKembali bersimpuh pada kuasa-Nya

Tangerang, 14 Februari 2012

Page 87: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu78

Sandal Jepit dan Hukum Berkelit

Sandal JepitLagi-lagi hukum berkelitTak berpihak pada si lemah bocah cilikMeski usia belumlah cukup dikerangkeng dinginnya teralis

Pantas saja aparat bergelar keparatBermain hukum hanya karena sepasang alas kakiEntah siapa pencuri pastiRasanya tak penting ditelusuri

Semakin tersasar tegasmu palu sidangSemakin terbakar rakyatmu meradangBukan karena sandal yang hilangTapi karena hukum lumpuh di ketiak pemilik uang

Tangerang, 7 Januari 2012

Page 88: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 79

Bilik Malam Dan Rasa Kantuk

Melintasi bilik malam di pasar kebayoran lamaBerteman air mata gerimis jatuh mengirisTiada sepi meski telah berganti pagiPenuh sesak penjaja sayur dan buah segarTersuguh acak di antara himpitan pemilik lapak

Rasanya kantuk semakin membujukSudahi letih sisakan suntukSemoga istirahatku lelap dilebur mimpiAntar jiwa ini bersua embun pagiAtau sekadar hangatnya rona mentari

Tangerang, 28 Desember 2012

Page 89: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu80

Pengamen Jalanan

Matamu sayuRedup tak berbinar meski nyanyianmu merayuMelagu ringan ditengah deretan bangkuMetromini 69 buatku terpaku

Dagu dan kupingmu penuh tindikSemakin jelas rupamu identikTerpisah dunia hadirmu mengusikDihantam kerasnya kota sajikan intrik

Pengamen jalananSedikit potret sedikit gejalaDi rimba hidup semesta bangsaTiada palsu apalagi dustaSejujur kisah tentang mereka

Page 90: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 81

Jakarta Malam Ini

Jakarta malam iniTak ada macetTak perlu risau waktu terpepetMeski terbiasa dibuat jengkel jam karet

Mungkin karena ini hari mingguTak banyak bising berpacu deruPenuhi jalanan tiupkan debuGelisah jiwa dibuatnya babibu

Esok hari pastilah samaKembali tergopoh hiruk pikuk ibu kotaTerkikis gontai laju usiaTak sadar mulai dilahap keriput tua

Jakarta malam iniSemoga lekas potret burammu pergi berarak

Page 91: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu82

Sedikit Kubertanya

Dunia kadang terasa tak bergerakTak bergemingMeski ombak selalu riakMeski awan tak henti berarakAntar sisa usia membaui aroma rumput jalak

Dunia kadang terasa tak adilTak berontakMeski si miskin teriak memanggilMeski tubuh ditumpas peluru bedil

Dunia kadang tak bernyawaTak bernafasMeski koruptor gerogoti brankas istanaMeski cukong habisi nyawa merekaInikah isi dunia?Sedikit saja kubertanya

Page 92: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 83

Selamat Datang Mentari

Selamat tinggal langit fajarTerima kasihku teriring sunyi menepiTinggalkan embun sudahi dahaga bumi

Selamat datang mentari pagiDoaku menyertai hari telah meninggiKembali bergelut dirimba belukar misteri ilahiSepenggal kisah penuh tuah kuharap menderapBersama kasih-Mu tak henti mendekap

Page 93: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu84

Sebelum Aku Pergi

Tatap aku sepuas hatimuTemui kejujuran disinar matakuSebelum kau sesali kepergiankuSelami aku sedamai jiwamuSeperti kasih kuberikan hanya untukmuSebelum derai airmata basahi pipimu

Dekap aku sehangat pelukan ituSetulus ragaku mendekap dan menjagamu eratSebelum tangan ini tak lagi mampu kauraih meski sesaatKarena cinta ini, tak pernah lengkap bila kusendiri

Page 94: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 85

Hanya Merindu

Pada hening tak berbising,di ruang malam tanpa bintangDetaknya beradu,kudapati sepucuk rinduMenelan bara harap temu,hanya nikmati irama syahdu

Bayang itu mengusik,redalah jiwa terbawa hujan rintikPada daun-daun basah,di ruang hati yang resahTetesnya mengalir,sepanjang tepi riak pesisir

Adakah aku mulai melangut,menatap rembulan di samar kabutAtau rinduku telah larut,pada cintamu tak pernah surut

Page 95: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu86

Karam Jiwa

Separuh rupa rembulan itu sembunyiMenepi di balik sunyi belahan jiwaTak ada purnama, tak pula jenakaRomansa cinta biarkan bernada, beri sedikit sisa cahayaMungkin luka pernah ada, sejenak riang lalu berbungaSeperti rindu menjga kalbu, tak ada beda antara kita

Benarkah sepi tiupkan temaram?Sajikan kelam di kaki malamAgar aku tak lupakan esok, merangkai makna harap tenggelamDemi cinta, demi separuh jiwaku yang karam

Page 96: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 87

Mengetuk Nurani

Mentariku BerangMenyengat jagad tak henti meradangPagi teramat terangSore tak surut benderang Bumiku MarahMenghukum dosa manusia serakahSedikit isyarat Tuhan yang PemurahStop sakiti bumi dengan tangan-tangan sampah Bumiku MurkaJengah telan getir nelangsa duniaDibajak nafsu perut dan kuasaIkuti setan berbisik manja Hutan tak lagi hijau perkasaUdara tak lagi sejuk menembus ragaSemoga Tuhan tak pernah lupaMengetuk nurani hamba-hamba-Nya

Page 97: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu88

Tak Pernah Sama

Tak sekali kulihat hujan menangisTerlarut duka berbagi rasaTak sekali kulihat embun meratap senduSembunyi luka endapi isi duniaMenatap mereka tergilas roda takdirMengais rizki demi terjaga denyutan nadiNanar menantang gelora apiSabar merengkuh kasih ilahi

Mungkin kita tak pernah samaSetinggi angkuh masih bertahtaMungkin kita selalu terlupaMendustai hadir merekaYang tak letih melukis warna senja

Page 98: Sajadah Cinta-Mu

Meidi Chandra | Sajadah Cinta-Mu 89

Cukup Malam Ini Saja

Rintik hujan malam iniMelerai bising beranjak heningMenepi langkah menuju rebahRentangkan raga punahkan lelah

Andai bintang tak malu menyapaAndai rembulan mengerti rindu rasaCukup malam ini saja ingin kujumpaSejenak hadir peri kecilkuAgar tak lagi melangut diamBerbagi pekat habiskan malam

Page 99: Sajadah Cinta-Mu