salmonelosis kel 11
DESCRIPTION
salmonelosisTRANSCRIPT
SalmoneLlosis
Presented By :
Isep Muhamad Irfan
Siti Andini Mariam
Sri Rahayu Kurniawati
Widya Septiany
Pendahuluan
Salmonellos
is
Gastroentritis
Demam Tifoid
Bakterimia
Carrier
Demam Tifoid
Anatomi dan Fisiologi
Sistem Pencernaan dalam manusia
yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan
energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam
aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari
tubuh.
Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah
bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus
besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula dan lemak.
Duodenum (Usus Dua Belas Jari)
Usus dua belas jari atau duodenum
adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong
(jejenum).
Secara histologis , terdapat kelenjar
Brunner yang menghasilkan lendir. Dinding
usus dua belas jari tersusun atas lapisan-
lapisan sel yang sangat tipis yang
membentuk mukosa otot.
Usus dua belas jari bertanggung
jawab untuk menyalurkan makanan ke
usus halus.
Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong adalah bagian
dari usus halus, diantara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong.
Permukaan dalam usus kosong
berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus.
Lapisan jejunum berfungsi
khusus untuk penyerapan
karbohidrat dan protein.
Usus Penyerapan (Ileum)
Usus penyerapan atau ileum
adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ini memiliki panjang sekitar
2 - 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral
atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam
anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air
dari feses.
Banyaknya bakteri yang
terdapat didalam usus besar
berfungsi mencerna makanan
beberapa bahan dan membantu
penyerapan zat-zat gizi. Bakteri
didalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K.
Usus Buntu dan Umbai Cacing
Usus buntu atau sekum dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung
yang terhubung pada usus penyerapan
serta bagian kolon menanjak dari usus
besar.
umbai cacing adalah ujung buntu
tabung yang menyambung dengan
caecum (Usus buntu). umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa
bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Rektum dan AnusRektum adalah sebuah ruangan yang
berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, Sebagian besar anus terbentuk
dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan
anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar
– BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Definisi
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus
halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyphosa atau
Salmonella parathypi A, B, dan C. Demam tifoid dan paratifoid
disebut juga typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan
paratifus abdominalis. Demam tifoid mempunyai karakteritik
demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung
lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut
pembesaran limpa dan erupsi kulit.
Prevalensi
Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian.
Prevalensi demam tifoid dapat diklasifikasikan berdasarkan atas :
1. Distribusi dan Frekuensi
Orang
penderita demam tifoid terjadi pada umur 3 – 19 tahun dan insiden tertinggi terjadi
pada umur 10 -15 tahun .
Tempat dan Waktu
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam
tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per
100.000 penduduk. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di
Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk
dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.
Usia (Tahun) Prevalensi (%)
12 – 30 70 – 80
31 – 40 10 – 20
> 40 5 – 10
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi (Determinan)
Faktor Host
Faktor Agent
Faktor Environment
Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah
Salmonella typhi. Sedangkan
demam paratifoid disebabkan oleh
organisme termasuk dalam
spesies Salmonella enteriditis
bioserotipe paratyphi A,
Salmonella enteriditis bioserotipe
paratyphi B, Salmonella enteriditis
bioserotipe paratyphi C. Kuman –
kuman ini lebih dikenal dengan
nama S.paratyphi A, S.paratyphi B,
S.paratyphi C.
MorfologiSalmonella typhi
merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora. ukuran 1 –
3,5 um x 0,5 – 0,8 um, besar koloni rata – rata 2 – 4 mm, mempunyai flagel.
Struktur Antigen- Antigen O, antigen ini
terletak pada lapisan luar dari tubuh bakteri.
- Antigen flagel (H) , antigen yang terdapat pada
flagela .- Antigen K , Pada
salmonella, antigen K dikenal juga sebagai
virulence antigen (antigen Vi). Antigen Vi bersifat
asam, terdapat pada bagian yang paling luar dari badan
kuman.
Faktor resiko
1. Mempunyai kebiasaan kurang bersih dalam
mengkonsumsi makanan.
2. Kontak dengan pasien penderita demam tifoid.
3. Tidak mencuci tangan dengan sabun.
4. Lingkungan yang buruk dan infeksi sebelumnya.
Klasifikasi1. Demam Tifoid Akut Non Komplikasi
Demam tifoid akut non komplikasi, demam
berkepanjangan, gangguan pencernaan, sakit kepala, malaise
dan anoreksia. Batuk bronkhitis terjadi pada fase awal penyakit
selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan
adanya rose spot pada dada, abdomen dan punggung.
2. Demam Tifoid dengan Komplikasi
Demam tifoid dengan komplikasi, bergantung pada kualitas
pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat
mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi dan
ketidaknyamanan abdomen.
Patogenesis
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung 10 – 20 hari. patogenesis
demam tifoid secara garis besar terdiri dari tiga proses, yaitu proses
invasi bakteri Salmonella typhi ke dinding sel epitel usus, proses
kemampuan hidup dalam makrofag, dan proses berkembang biaknya
bakteri dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa
mekanisme pertahanan untuk melawan dan membunuh bakteri patogen
ini, yaitu dengan adanya mekanisme pertahanan non spesifik di saluran
pencernaan baik secara kimiawi maupun fisik dan mekanisme
pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular.
Patogenesis
Gejala KlinikMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39°C hingga 40°C
suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Suhu tubuh berangsur – angsur turun dan normal kembali di akhir minggu
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dijumpai sisa gejala yang terjadi sebelumnya.
pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis
Gejala toksemia gejala – gejala akan berkurang
dengan nadi antara 80 – 100 kali permenit, denyut lemah
Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun
Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda – tana khas berupa otot – otot yang bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
sedangkan diare dan sembelit silih berganti
diare menjadi lebih sering yang kadang – kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan
limpa menjadi teraba pada abdomen mengalami distensi.
Perbesaran hati dan limpa
perut kembung dan merasa tak enak
Perut kembung dan sering berbunyi
sakit kepala, pusing, pegal – pegal, anoreksia, mual, muntah, batukbercak – bercak ros (roseola)berlangsung 3 – 5 hari, tenggorokan terasa kering dan beradang, Lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tremor
Gangguan kesadaran, Mengantuk terus menerus
DiagnosisTatalaksana Diagnosis untuk demam tifoid terdiri dari tiga, yaitu : (1)
Anamnesis; (2) Pemeriksaan fisik; dan (3) Pemeriksaan penunjang. (1). Anamnesis
- Keluhan utama- Riwayat penyakit sekarang- Riwayat penyakit dahulu- Riwayat penyakit keluarga- Riwayat psikososial dan spiritual- Pola-pola fungsi kesehatan
(2). Pemeriksaan Fisik-Keadaan umum-Tingkat kesadaran-Sistem respirasi-Sistem kardiovaskuler- Sistem integumen- Sistem gastrointestinal- Sistem muskuloskeletal-Sistem abdomen
(3) Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit
normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia
dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin
didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.
Adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis
demam tifoid.
2. Diagnosis Mikrobiologik / Pembiakan Kuman
Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan
darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain :
a. Jumlah Darah yang Diambil
b. Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit
c. Vaksinasi di Masa Lampau
3. Uji SerologisUji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :
1. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan Salmonella dan para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) Salmonella yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid.
Adapun faktor – gaktor yang mempengaruhi Uji widal, yaitu :
a.Faktor – faktor yang berhubungan dengan pasien
b. Faktor – faktor Teknis
Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O → 1 : 320 atau titer antibodi H → 1 : 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.
2. Tes TUBEX®
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
3. Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOTUji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik
IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi.
Pada metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap IgM spesifik.
4. Metode Enzyme – Linked Immunosorbent Assay (ELISA)Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk
melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi.
5. Pemeriksaan DipstikUji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.
4. Identifikasi Kuman Secara Molekuler
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam
darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA
dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi
antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi.
KomplikasiKomplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan ususb. Perforasi usus
2. Komplikasi ekstra – intestinala. Komplikasi kardiovaskular : Miokarditis.b. Komplikasi darah : thrombositopenia, koagulasi
intravaskular diseminata (KID).c. Komplikasi paru – paru : Pneumonia, Empisema.d. Komplikasi hati : hepatitis.e. Komplikasi neuropsikiatrik
Terapi
Terapi
Terapi Non Farmakologi
Terapi Farmakologi
Terapi Non FarmakologiTerapi secara non farmakologi bagi pasien yang terkena demam
tifoid yaitu dengan management atau penatalaksanaan secara umum, asuhan keperawatan yang baik serta asupan gizi yang baik merupakan aspek penting dalam pengobatan demam tifoid dan juga terapi menggunakan obat tradisional. Terapi non farmakologi tersebut meliputi : 1. Istirahat dan Perawatan
Titah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Titah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur, seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
2. DietDi masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus;
3. Penggunaan obat tradisionalBerikut adalah obat tradisional yang digunakan dalam
terapi non farmakologi demam tifoid :
1. Cacing
Cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. Kedua cacing tanah tersebut telah dipercaya oleh masyarakat dalam mengobati penyakit diantaranya penyakit tifus.
2. Meniran (Phyllanthus nirur L.)
3. Daun Salam (Syzygium polyanthum)
Meniran (Phyllanthus niruri L.) secara tradisional digunakan sebagai penurun demam pada demam tifoid. Peran Phyllanthus niruri L. Yaitu sebagai imunomodulator. Imunomodulator digunakan untuk memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) pada kondisi defisiensi imun dan menekan (imunosupresan) atau menormalkannya pada saat reaksi imun berlebihan.
Salah satu tanaman yang mempunyai efek anti mikroba terhadap Salmonella typhi adalah Syzygium polyanthum, yang mengandung senyawa minyak atsiri (sitral dan eugenol), tannin, flavonoid, dan metachavicol.
4. Rendaman Batang Brotowali (Tinospora crispa L.Miers.)
Rendaman batang brotowali secara tradisional dapat menghambat bakteri Salmonella typhi karena kandungan berberin yang terdapat dalam batang brotowali tersebut. Adapun penggunaannya secara tradisional yaitu 1 jari batang brotowali dicuci bersih kemudian direbus dengan 3 gelas. Setelah dingin saring kemudian tambahkan madu secukupnya minum dua kali sehari masing – masing ¾ gelas.
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi pada penderita demam tifoid bervariasi
tergantung gejala klinik, status pasien dan sensitivitas antimikroba
terhadap kuman.
Terapi simtomatik
Terapi suportif Terapi spesifik
Terapi simtomatik
• Antiemetik• Antipiretik• Kortikosteroid
Hari ke 1 : Kortison 3 x 100 mg i.m atau Prednison 3 x 10 mg oral.Hari ke 2 : Kortison 2 x 100 mg i.m atau prednison 2 x 10 mg oral.Hari ke 3 : Kortison 3 x 50 mg i.m atau Prednison 3 x 5 mg oral.Hari ke 4 : Kortison 2 x 50 mg i.m atau Prednison 2 x 5 mg oral.Hari ke 5 : Kortison 1 x 50 mg i.m atau Prednison 1 x 5 mg oral.
Terapi suportif
• Vitamin
• Terapi cairan, kadang makanan diberikan melalui infus
sampai penderita dapat mencerna makanan.
• Jika terjadi perforasi usus mungkin perlu dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki bagian usus yang
mengalami perforasi.
Terapi spesifik
Terapi spesifik untuk pengobatan demam tifoid adalah pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tepat, dapat menyembuhkan 99% penderita dengan cara menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan pada penderita tifoid adalah:1. Kloramfenikol
Kloramfenikol Efektif terhadap organisme Gram-positif dan Gram-negatif dan juga efektif terhadap beberapa virus. merupakan pilihan utama untuk pengobatan penyakit typus dan tipe lain dari infeksi sistemik oleh Salmonella. Mekanisme kerja obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman dengan cara berikatan pada ribosom 50S sehingga menghambat pembentukan rantai peptida.
Kloramfenikol mempunyai ketersediaan biologik 80% pada pemberian iv. Waktu paruh plasmanya 3 jam pada bayi baru lahir. Dosis yang diberikan secara per oral pada dewasa adalah 20-30 (40) mg/kg/hari. Pada anak berumur 6-12 tahun membutuhkan dosis 40-50 mg/kg/hari. Pada anak berumur 1-3 tahunmembutuhkan dosis 50 - 100 mg/kg/hari. efek samping yang mungkin timbul pada pemberian kloramfenikol adalah mual, muntah, mencret, mulut kering, stomatitis, pruritus ani, penghambatan eritropoiesis, Gray-Syndrom pada bayi baru lahir.
Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan
kloramfenikol. Dosis tiamfenikol untuk orang dewasa adalah 500 mg
tiap 8 jam, dan untuk anak 30-50mg/kg/hari yang dibagi menjadi 4 kali
pemberian sehari. Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul
500 mg. Beberapa efek samping yang mungkin timbul pada pemberian
tiamfenikol adalah mual, muntah, diare, depresi sumsum tulang yang
bersifat reversibel, neuritis optis dan perifer, serta dapat menyebabkan
Gray baby sindrom.
Tiamfenikol
3. Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin merupakan derivat penisilin spektrum luas yang
digunakan pada pengobatan demam tifoid, terutama pada kasus
resistensi terhadap kloramfenikol. efektivitas ampisilin dan
amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Ampisillin
dan amoksisilin diberikan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis perhari baik secara oral, intramuskular, intravena. Mekanisme
kerja obat bergabung dengan penicillin binding protein (PBPs) pada
kuman. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses
transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian
terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel. Beberapa efek
samping yang mungkin muncul adalah sakit, thrombophlebitis,
mencret, mual, muntah, lambung terasa terbakar, sakit epigastrium,
iritasi neuromuskular, halusinasi, neutropenia toksik, anemia
hemolitik, eksantema makula, dan beberapa manifestasi alergi.
Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk
kombinasi karena sifat sinergisnya. Mekanisme kerja sulfametoksazol
dengan mengganggu sintesa asam folat bakteri dan pertumbuhan
lewat penghambat pembentukan asam dihidrofolat dari asam para-
aminobenzoat. Dan mekanisme kerja trimetoprim adalah menghambat
reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Beberapa efek
samping yang mungkin timbul adalah sakit, thromboplebitis, mual,
muntah, sakit perut, thrombopenia, anemia megaloblastik.
4. Trimetropim-Sulfametoksazol (ko-trimoksazol)
5. Quinolon
Quinolon memilki aktivitas tinggi terhadap Salmonella dengan
efektif penetrasi terhadap makrofag, mencapai konsentrasi tinggi
usus dan lumen empedu, dan memiliki potensi yang tinggi diantara
antibiotik lain dalam terapi demam tifoid. Fluorokuinolon adalah
antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan demam tifoid untuk
orang dewasa, karena relatif murah, lebih toleran dan lebih cepat
menyembuhkan dari pada antibiotik lini pertama. Antibiotik golongan
ini antara lain ialah siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin,
norfloksasin dan fleroksasin. Mekanisme kerja obat dengan
menghambat DNA gyrase sehingga sintesa DNA kuman terganggu.
Mekanisme kerja obat berdasarkan penghambatan sintesis
peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan
dindingnya. spektrum kerja yang luas dan aktif terhadap kuman
gram positif dan negatif tetapi spektrum masing-masing derivat
bervariasi. Cefotaxim, cefriaxon dan cefoperazon telah digunakan
untuk mengobati demam tifoid dengan pemberian selama 3 hari
memberikan efek terapi sama dengan regimen obat yang
diberikan 10-14 hari.
6. Sefalosporin generasi III
7. Azitromisin
Azitromisin adalah makrolida yang aktivitasnya
terhadap bakteri Gram negatif lebih aktif dibanding
terhadap bakteri Gram positif. Azitromisin dengan dosis
500 mg (10 mg/kg) diberikan setiap hari selama 7 hari
terbukti efektif untuk mengobati demam tifoid untuk
pasien dewasa dan anak-anak, efektifitas azitromisin
mirip dengan kloramfenikol. Mekanisme kerja obat
melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman,
sehingga sintesa proteinnya dirintangi.
Panduan Terapi
Demam tetap
edukasi obati atasi Kultur dan resisten (7 hari)
Hari ke-14 ganti antibiotika
Diet dan mobilisasi baik, infeksi sekunder tidak ada,
telah diobati kloramfenikol/antibiotika sesuai resistensi, masih demam, stop obat 2 hari.
Diet mobilisassi
Infeksi sekunder
komplikasi resisten
Demam turun
Masalah selesai
Diagnosis drug fever
FUO
Masalah selesai FUO Tetap tifoid
Cari sebab demam tidak turun
Diagnosis demam tifoid
BMP kultur
Masalah selesai
Demam tetapDemam turun Demam turunDemam tetap
Keduanya negatif
Diagnosis tifoid Diagnosis demam tifoid
Salah satu atau keduanya positif
Biakan empedu dan widal
Dugaan demam tifoid
Manajemen atau penatalaksanaan secara umum, asuhan
keperawatan yang baik dan asupan gizi yang baik
merupakan aspek penting dalam pengobatan demam tifoid
selain pemberian antibiotik. Sampai saat ini dianut trilogi
penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
1. Istirahat atau Perawatan
2. Diet
3. Pemberian Antibiotik
Istirahat atau Perawatan
Asuhan keperawatan pada demam tifoid didasarkan pada
gangguan akibat proses patofisiologi, yaitu :
a. Mempertahankan suhu dalam batas normal
• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertemia
• Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
• Beri minum yang cukup
• Berikan kompres air biasa
• Lakukan seka keringat
• Pakaian(baju) yang tipis dan menyerap keringat
• Pemberian obat antipireksia
• Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
b. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan• Menilai status nutrisi pasien• Ijinkan pasien untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi pasien,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan meningkat.• Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi• Menganjurkan kepada orang tua/ penunggu pasien untuk memberikan makanan
dengan teknik porsi kecil tetapi sering• Mempertahankan kebersihan mulut • Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit• Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian
makanan malalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak.
c. Mencegah berkurangnya volume cairan• Mengobservasi tanda-tanda vital(suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam • Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis,
ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah.
• Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
• Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam• Memberikan antibiotik sesuai program
d. Discharge planning
• Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah
defekasi
• Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola
makanan
• Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman
• Penderita memerlukan istirahat
• Diet lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
• Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
• Jelaskan terapi yang diberikan (dosis dan efek samping)
• Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
• Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
DietPenderita penyakit demam tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti
petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk dikonsumsi.• Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, protein• Tidak mengandung banyak serat• Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas• Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Syarat-syarat diet sisa rendah adalah :• Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitas• Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total• Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total• Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total• Menghindari makanan beserat tinggi dan sedang sehingga asupan serat maksimal
8 gr/hari. Pemabatasan ini disesuaikan dengan toleransi perorangan• Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat) sesuai dengan toleransi
perorangan• Menghindari makana yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan
berbumbu tajam• Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu panas dan
dingin• Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan khusus, diet perlu
disertai suplemen vitamin dan mineral, makanan formula, atau makanan parenteral.
Diet terbagi 2 yaitu : diet sisa rendah 1 dan diet sisa rendah 2
a. Diet sisa rendah 1
Diet sisa rendah 1 adalah makanan yang diberikan dalam
bentuk disaring atau diblender. Makanan ini menghindari
makanan berserat tinggi dan sedang, bumbu yang tajam,
susu, daging berserat kasar (liat), dan membatasi
penggunaan gula dan lemak. Kandungan serat maksimal 4
gram. Diet ini rendah energi dan sebagian zat gizi.
Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan
Sumber karbohidrat
Bubur saring, roti bakar,
kentang dipure,makroni,
bihun rebus, biskuit, krakers,
tepung-tepungan di pudding
atau di bubur
Beras tumbuk, beras ketan,
roti whole wheat, jagung, ubi,
singkong, talas, cake, dodol,
tepung-tepungan yang dibuat
kue manis
Sumber protein
hewni
Daging empuk, hati, ayam,
ikan giling halus, telur direbus,
ditim,
Daging berserat kasar, ayam dan
ikan yang diawet,
digoreng,dikering, telor diceplok,
udang dan kerang, susu dan
produk susu
Sayuran Sari sayuran Sayuran dalam keadaan utuh
Buah-buahan Sari buah Buah dalam keadaan utuh
minuman
Teh, sirup, kopi encer Teh dan kopi kental, minuman
beralkohol dan mengandung
soda.
Bumbu
Garam, vetsin, gula Bawang, cabe, jahe, merica,
ketumbar, cuka dan bumbu
lain yang tajam.
Diet sisa rendah 1
b. Diet sisa rendah II
Diet sisa rendah II merupakan makanan peralihan dari diet sisa
rendah I ke makanan biasa. Diet ini diberikan bila penyakit mulai
membaik atau bila penyakit bersifat kronis. Makanan diberikan
dalam bentuk cincang atau lunak. Makanan berserat tinggi tidak
diperbolehkan. Susu maksimal diberikan 2 gelas sehari. Lemak dan
gula diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Bumbu kecuali cabe,
merica dan cuka, boleh diberikan dalam jumlah terbatas.
Kandungan serat diet ini adalah 4-8 gram.
Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan
Sumber karbohidrat
Beras dibubur/ditim, roti bakar,
kentang rebus, krakers, tepung-
tepungan di bubur atau dipudding
Beras tumbuk, beras ketan, roti
whole wheat, jagung, ubi, singkong,
talas, cake, dodol, tepung-tepungan
yang dibuat kue manis
Sumber protein hewani
Daging empuk, hati, ayam, ikan
direbus, ditumis, dikkukus, diungkep
dan di panggang, telur direbus, ditim,
diceplok air atau sebagai campuran
dalam makanan dan minuman, sus
maksimal 2 gelas perhari.
Daging berserat kasar, ayam dan
ikan yang diawetkan, telur
dadar/ceplok.
Sumber protein nabatiTahu ditim/direbus, ditumis, susu
kedelai
Kacang-kacangan
Sayuran
Sayuran yang berserat rendah dan
sedang, seperti kacang panjang,
buncis muda, bayam, labu siam, tomat
masak, wortel rebus, kukus, dan
ditumis.
Sayuran yang berserat tinggi seperti
daun singkong, daun katuk, daun
pepaya, daun dan buah melinjo,
oyong, pare sreta semua sayuran
yang dimakan mentah.
Buah-buahan
Sari buah; buah segar yang
matang(tanpa kulit dan biji) dan tidak
banyak menimbulkan gas seperti
pepaya, pisang, jeruk, alpukat dan
nanas.
Buah yag dimakan dengan kulit,
seperti apel, jambu biji dan [ir serta
jeruk yang dimakan dengan kulit ari;
buah yang menimbulkan gas seperti
durian dan nangka.
LemakMargarin, mentega dan minyak dalam
jumlah terbatas untuk menumis
Minyak untuk menggoreng, lemak
hewani, kelapa dan santan.
MinumanTeh, kopi encer, sirup. Teh dan kopi kental, minuman
beralkohol dan mengandung soda.
BumbuGaram, vetsin, gula, cuka, salam, laos,
kunyit.
Cabe, merica.
3. Pemberian AntibiotikObat dan dosis antibiotik untuk demam tifoid
Obat Dosis Rute
First-line antibiotik
kloramfenikol 500 mg 4X sehari Oral, IV
Trimetoprim-
sulfametoksazol
160/800 mg 2X sehari, 4-20 mg/kg
bagi 2 dosis
Oral, IV
Ampicilin/amoksisilin 1000-2000 mg 4X oral sehari, 50-
100 mg/kg bagi 4 dosis
Oral, IM,IV
Second-line antibiotik (fluoroquinolon)
ciprofloksasin 500 mg 2x sehari/200 mg 2x sehari
selama 10-14 hari
Oral,IV
norfloksasin 400 mg, 2x sehari selama 10 hari Oral
Perfloksasin 400 mg, 2x sehari selama 10 hari Oral,IV
Ofloksasin 400 mg, 2x sehari selama 14 hari Oral
levofloksasin 500 mg, 2x sehari selama 14 hari
Cephalosporin
Cefriakson 1-2 gr 2x sehari, 50-75 mg/kg dibagi
1-2 dosis selama 7-10 hari
IM, IV
Cefotaxim 1-2 gr 2x sehari 40-80 mg/kg dibagi
2-3 dosis selama 14 hari
IM, IV
cefoperazon 1-2 gr 2x sehari 50-100 mg/kg dibagi
2 dosis selama 14 hari
IM, IV
Cefixim 200-400 mg sehari sekali 2x sehari
10 mg/kg bagi 1-2 dosis selama 14
hari
Oral
Antibiotik lainnyaAztreonam 1 gr/2-4 x sehari, 50-70 mg/kg IM
azithromycin 1 gr sekali sehari, 5-10 mg/kg Oral
Antibiotik Dosis
First line Ciprofloksasin 500mg peroral 2 kali sehari
selama 10 hari
Cefriakson 1-2 gr IV/IM selama 10-14
hari
Alternatif
NARST(nalidixic
acid resistant
S.typhi)
Azitromicin 1 gr peroral sekali sehari
selama 5 hari
ciprofloksasin 10 mg/kg peroral 2 kali
sehari selama 10 hari
Pilihan antibiotik untuk demam tifoid menurutHorrison’s
Menurut Persatuan Ahli Dalam Indonesia dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran FKUI, pilihan utama antibiotik pada demam tifoid adalah golongan Quinolon
antibiotik Dosis
norfloksasin 400 mg 2 kali sehari selama 14 hari
ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 6 hari
ofloksasin 400 mg 2 kali sehari selama 7 hari
perfloksasin 400 mg sehari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg sehari selama 7 hari
Pemilihan antibiotik untuk demam tifoid tanpa komplikasi dan dengan komplikasi menurut WHO adalah sebagai berikut :
Selain obat antimikroba yang digunakan FKUI (1996) menyatakan
pada kondisi tertentu perlu digunakan obat-obat simptomatik seperti
Antipiretik di berikan untuk menurunkan gejala demam, kortikosteroid
diberikan pada pasien toksik. Pemberian antibiotik merupakan hal
yang sangat penting untuk menangani penyakit infeksi. Dengan
tingginya angka kejadian infeksi, khususnya yang disebabkan oleh
bakteri, penggunaan antibiotik pun semakin meluas. Untuk itu
diperlukan pemahaman mengenai dasar-dasar pemilihan antibiotik
yang rasional sehingga penggunaannya dapat lebih efektif dan efisien.
Terapi pada Keadaan khusus
1. Terapi pada anak-anak
Obat pilihan lini pertama (first drug of choice) untuk pengobatan demam tifoid
pada anak. Klorampenikol : 50-100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari
bebas panas / minimal 14 hari. Pada bayi < 2 minggu : 25 mg/kg BB/hari dalam 4
dosis. Bila dalam 4 hari panas tidak turun obat dapat diganti dengan antibiotika lain :
Kotrimoksasol : 8-20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas /
minimal 10 hari. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Kloramfenikol diterapi
dengan Ampisilin 100 mg/ kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis. Bila
dengan upaya-upaya tersebut panas tidak turun juga, rujuk ke RSUD. Disamping
chloramphenicol, antibiotik lain yang dipergunakan untuk mengobati demam tifoid
pada anak adalah kotrimoksazol dan ceftriaxone. . Dalam menghadapi kasus
resistensi terhadap Salmonella typhi dengan mortalitas yang cenderung lebih tinggi
daripada non-MDRST, maka akan diperlukan antibiotik yang lebih poten seperti
golongan sefalosporin injeksi atau aztreonam. Pada kasus dewasa kasus MDRST telah
berhasil diobati kuinolon, namun sampai sekarang FDA tidak merekomendasikan
pemakaian kuinolon pada anak mengingat efek samping artropati pada tulang rawan.
2. Terapi pada ibu hamil
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trisemester ke-3 kehamilan karena
dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey
syndrome pada neonatus.
Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan karena
memungkinkan efek teratogenik terhadap fetus. Pada kehamilan lebih lanjut
tiamfenikol dapat digunakan. Demikian pula pada obat golongan fluorokuinolon dan
kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid pada ibu hamil.
Sedangkan obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin dan cefriakson, kecuali
bila pasien hipersensitif terhadap obat tersebut.
3. Terapi Infeksi campuran Tifoid
a. Tifoid dengan infeksi sendi
Peradangan sendi sering terjadi pada pasien demam tifoid. Meskipun basil tifoid
pada cairan sendi ditemukan pada sedikit kasus, karena hanya sedikit pencatatan
pemeriksaan bakteriologis pada cairan sendi. . Terapi yang dapat diberikan antara
lain kompres dingin, untuk peradanagan masive dapat dilakukan aspirasi cairan
sendi.
b. Tifoid dengan malaria
Infeksi campuran ini ditegakan bila dari gejala klinis dan laboratorium
didapat khas tifoid dan klinis malaria bersamaan. Juga di laboratorium di
dapat widal masing-masing infeksi. Malaria dapat diobati dengan
primakuin 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk P.falciparum, sedangkan
untuk P.vivax dengan dosis 15 mg/hari selama 14 hari. Kina dosis yang
dianjurkan 3x10mg/kgBB selama 7 hari (1 tablet 220 mg) atau dengan
preparat kina ataupun artemisin. Sedangkan untuk tifoid dapat diberikan
ciprofloksasin 500 mg selama 7-10 hari.
c. Tifoid dengan demam berdarah
Pada kasus dengan tifoid disertai dengan tromboksitopenia dan IgG dan
IgM dengue positif, diberikan terapi antibiotik untuk tifoid. Untuk infeksi
dengue, diberikan cairan yang adekuat dan pemantauan perdarahan yang
terjadi.
KesimpulanSalmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi
oleh kuman Salmonella. Manifestasi klinik Salmonellosis pada
manusia dapat dibagi dalam 4 sindrom klinik yakni : gastroentritis,
demam tifoid, bakterimia-septicemia, tifoid karier.
Dema tifoid atau tipes/thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada
usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyphosa atau
Salmonella parathypi A, B, dan C.
Tatalaksana Diagnosis untuk demam tifoid terdiri dari tiga, yaitu :
Anamnesis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang. Sedangkan
untuk terapinya diantaranya terapi non farmakologi dan terapi
farmakologi. Terapi non farmakologi pada demam tifoid yaitu istirahat
dan perawatan, diet dan terapi menggunakan bahan tradisional yang
dipercaya masyarakat untuk mengatasi demam tifoid .
Pada terapi secara farmakologi digunakan obat-obatan untuk
mengatasi, meringankan nyeri maupun membunuh bakteri penyebab
penyakit tersebut. Terapi secara farmakologi tersebut terbagi menjadi 3
yaitu terapi simtomatik, terapi suportif dan terapi spesifik. Terapi
simtomatik lebih mengatasi pada gejala yang timbul akibat penyakit
tersebut yaitu antiemetik, antipiretik, kortikosteroid. Terapi suportif
adalah terapi penunjang seperti multivitamin, sedangkan terapi spesifik
lebih mengatasi pada penyebab demam tifoid yaitu antibiotik yang
bekerja menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri. Antibiotik
yang digunakan untuk membunuh Salmonella thypi penyebab demam
tifoid yaitu kloramfenikol, ampisilin, amoksilin, kotrimoksazol, golongan
kuinolon, azitromisin, aztreonam, dimana semua antibiotik tersebut
memiliki mekanisme yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan
bakteri.
Adapun manajemen atau penatalaksanaan secara umum, asuhan
keperawatan yang baik dan asupan gizi yang baik merupakan aspek
penting dalam pengobatan demam tifoid selain pemberian antibiotik.
Sampai saat ini dianut trilogi penetalaksanaan demam tifoid, yaitu
istirahat dan perawatan, diet, pemberian antibiotik.
Thanks For YourAttention