salmonelosis kel 11

67
SalmoneLlosis Presented By : Isep Muhamad Irfan Siti Andini Mariam Sri Rahayu Kurniawati Widya Septiany

Upload: widhie-widya-septiany

Post on 27-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

salmonelosis

TRANSCRIPT

Page 1: Salmonelosis Kel 11

SalmoneLlosis

Presented By :

Isep Muhamad Irfan

Siti Andini Mariam

Sri Rahayu Kurniawati

Widya Septiany

Page 2: Salmonelosis Kel 11

Pendahuluan

Salmonellos

is

Gastroentritis

Demam Tifoid

Bakterimia

Carrier

Page 3: Salmonelosis Kel 11

Demam Tifoid

Page 4: Salmonelosis Kel 11

Anatomi dan Fisiologi

Sistem Pencernaan dalam manusia

yang berfungsi untuk menerima makanan,

mencernanya menjadi zat-zat gizi dan

energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam

aliran darah serta membuang bagian

makanan yang tidak dapat dicerna atau

merupakan sisa proses tersebut dari

tubuh.

Page 5: Salmonelosis Kel 11

Usus Halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah

bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus

besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat-zat yang

diserap ke hati melalui vena porta.

Dinding usus melepaskan lendir (yang

melumasi isi usus) dan air (yang

membantu melarutkan pecahan-pecahan

makanan yang dicerna). Dinding usus

juga melepaskan sejumlah kecil enzim

yang mencerna protein, gula dan lemak.

Page 6: Salmonelosis Kel 11

Duodenum (Usus Dua Belas Jari)

Usus dua belas jari atau duodenum

adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan

menghubungkannya ke usus kosong

(jejenum).

Secara histologis , terdapat kelenjar

Brunner yang menghasilkan lendir. Dinding

usus dua belas jari tersusun atas lapisan-

lapisan sel yang sangat tipis yang

membentuk mukosa otot.

Usus dua belas jari bertanggung

jawab untuk menyalurkan makanan ke

usus halus.

Page 7: Salmonelosis Kel 11

Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong adalah bagian

dari usus halus, diantara usus dua

belas jari (duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Pada manusia

dewasa, panjang seluruh usus

halus antara 2-8 meter, 1-2 meter

adalah bagian usus kosong.

Permukaan dalam usus kosong

berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang

memperluas permukaan dari usus.

Lapisan jejunum berfungsi

khusus untuk penyerapan

karbohidrat dan protein.

Page 8: Salmonelosis Kel 11

Usus Penyerapan (Ileum)

Usus penyerapan atau ileum

adalah bagian terakhir dari usus

halus. Pada sistem pencernaan

manusia, ini memiliki panjang sekitar

2 - 4 m dan terletak setelah

duodenum dan jejunum, dan

dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum

memiliki pH antara 7 dan 8 (netral

atau sedikit basa) dan berfungsi

menyerap vitamin B12 dan garam-

garam empedu.

Page 9: Salmonelosis Kel 11

Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam

anatomi adalah bagian usus antara

usus buntu dan rektum. Fungsi

utama organ ini adalah menyerap air

dari feses.

Banyaknya bakteri yang

terdapat didalam usus besar

berfungsi mencerna makanan

beberapa bahan dan membantu

penyerapan zat-zat gizi. Bakteri

didalam usus besar juga berfungsi

membuat zat-zat penting, seperti

vitamin K.

Page 10: Salmonelosis Kel 11

Usus Buntu dan Umbai Cacing

Usus buntu atau sekum dalam

istilah anatomi adalah suatu kantung

yang terhubung pada usus penyerapan

serta bagian kolon menanjak dari usus

besar.

umbai cacing adalah ujung buntu

tabung yang menyambung dengan

caecum (Usus buntu). umbai cacing

berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa

bervariasi dari 2 sampai 20 cm.

Page 11: Salmonelosis Kel 11

Rektum dan AnusRektum adalah sebuah ruangan yang

berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid)

dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi

sebagai tempat penyimpanan sementara feses.

Biasanya rektum ini kosong karena tinja

disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu

pada kolon desendens. Jika kolon desendens

penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka

timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Anus merupakan lubang di ujung saluran

pencernaan, Sebagian besar anus terbentuk

dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian

lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan

anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari

tubuh melalui proses defekasi (buang air besar

– BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

Page 12: Salmonelosis Kel 11

Definisi

Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus

halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyphosa atau

Salmonella parathypi A, B, dan C. Demam tifoid dan paratifoid

disebut juga typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan

paratifus abdominalis. Demam tifoid mempunyai karakteritik

demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung

lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut

pembesaran limpa dan erupsi kulit.

Page 13: Salmonelosis Kel 11

Prevalensi

Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian.

Page 14: Salmonelosis Kel 11

Prevalensi demam tifoid dapat diklasifikasikan berdasarkan atas :

1. Distribusi dan Frekuensi

Orang

penderita demam tifoid terjadi pada umur 3 – 19 tahun dan insiden tertinggi terjadi

pada umur 10 -15 tahun .

Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam

tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per

100.000 penduduk. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di

Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk

dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.

Usia (Tahun) Prevalensi (%)

12 – 30 70 – 80

31 – 40 10 – 20

> 40 5 – 10

Page 15: Salmonelosis Kel 11

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi (Determinan)

Faktor Host

Faktor Agent

Faktor Environment

Page 16: Salmonelosis Kel 11

Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah

Salmonella typhi. Sedangkan

demam paratifoid disebabkan oleh

organisme termasuk dalam

spesies Salmonella enteriditis

bioserotipe paratyphi A,

Salmonella enteriditis bioserotipe

paratyphi B, Salmonella enteriditis

bioserotipe paratyphi C. Kuman –

kuman ini lebih dikenal dengan

nama S.paratyphi A, S.paratyphi B,

S.paratyphi C.

Page 17: Salmonelosis Kel 11

MorfologiSalmonella typhi

merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora. ukuran 1 –

3,5 um x 0,5 – 0,8 um, besar koloni rata – rata 2 – 4 mm, mempunyai flagel.

Struktur Antigen- Antigen O, antigen ini

terletak pada lapisan luar dari tubuh bakteri.

- Antigen flagel (H) , antigen yang terdapat pada

flagela .- Antigen K , Pada

salmonella, antigen K dikenal juga sebagai

virulence antigen (antigen Vi). Antigen Vi bersifat

asam, terdapat pada bagian yang paling luar dari badan

kuman.

Page 18: Salmonelosis Kel 11

Faktor resiko

1. Mempunyai kebiasaan kurang bersih dalam

mengkonsumsi makanan.

2. Kontak dengan pasien penderita demam tifoid.

3. Tidak mencuci tangan dengan sabun.

4. Lingkungan yang buruk dan infeksi sebelumnya.

Page 19: Salmonelosis Kel 11

Klasifikasi1. Demam Tifoid Akut Non Komplikasi

Demam tifoid akut non komplikasi, demam

berkepanjangan, gangguan pencernaan, sakit kepala, malaise

dan anoreksia. Batuk bronkhitis terjadi pada fase awal penyakit

selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan

adanya rose spot pada dada, abdomen dan punggung.

2. Demam Tifoid dengan Komplikasi

Demam tifoid dengan komplikasi, bergantung pada kualitas

pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat

mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi dan

ketidaknyamanan abdomen.

Page 20: Salmonelosis Kel 11

Patogenesis

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung 10 – 20 hari. patogenesis

demam tifoid secara garis besar terdiri dari tiga proses, yaitu proses

invasi bakteri Salmonella typhi ke dinding sel epitel usus, proses

kemampuan hidup dalam makrofag, dan proses berkembang biaknya

bakteri dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa

mekanisme pertahanan untuk melawan dan membunuh bakteri patogen

ini, yaitu dengan adanya mekanisme pertahanan non spesifik di saluran

pencernaan baik secara kimiawi maupun fisik dan mekanisme

pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular.

Page 21: Salmonelosis Kel 11

Patogenesis

Page 22: Salmonelosis Kel 11
Page 23: Salmonelosis Kel 11

Gejala KlinikMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39°C hingga 40°C

suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.

Suhu tubuh berangsur – angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dijumpai sisa gejala yang terjadi sebelumnya.

pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis

Gejala toksemia gejala – gejala akan berkurang

dengan nadi antara 80 – 100 kali permenit, denyut lemah

Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun

Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda – tana khas berupa otot – otot yang bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

sedangkan diare dan sembelit silih berganti

diare menjadi lebih sering yang kadang – kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan

limpa menjadi teraba pada abdomen mengalami distensi.

Perbesaran hati dan limpa

perut kembung dan merasa tak enak

Perut kembung dan sering berbunyi

sakit kepala, pusing, pegal – pegal, anoreksia, mual, muntah, batukbercak – bercak ros (roseola)berlangsung 3 – 5 hari, tenggorokan terasa kering dan beradang, Lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tremor

Gangguan kesadaran, Mengantuk terus menerus

Page 24: Salmonelosis Kel 11

DiagnosisTatalaksana Diagnosis untuk demam tifoid terdiri dari tiga, yaitu : (1)

Anamnesis; (2) Pemeriksaan fisik; dan (3) Pemeriksaan penunjang. (1). Anamnesis

- Keluhan utama- Riwayat penyakit sekarang- Riwayat penyakit dahulu- Riwayat penyakit keluarga- Riwayat psikososial dan spiritual- Pola-pola fungsi kesehatan

(2). Pemeriksaan Fisik-Keadaan umum-Tingkat kesadaran-Sistem respirasi-Sistem kardiovaskuler- Sistem integumen- Sistem gastrointestinal- Sistem muskuloskeletal-Sistem abdomen

Page 25: Salmonelosis Kel 11

(3) Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

1. Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit

normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia

dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin

didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.

Adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis

demam tifoid.

2. Diagnosis Mikrobiologik / Pembiakan Kuman

Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif

tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan

darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain :

a. Jumlah Darah yang Diambil

b. Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit

c. Vaksinasi di Masa Lampau

Page 26: Salmonelosis Kel 11

3. Uji SerologisUji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis

demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :

1. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan Salmonella dan para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) Salmonella yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid.

Adapun faktor – gaktor yang mempengaruhi Uji widal, yaitu :

a.Faktor – faktor yang berhubungan dengan pasien

b. Faktor – faktor Teknis

Page 27: Salmonelosis Kel 11

Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O → 1 : 320 atau titer antibodi H → 1 : 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.

2. Tes TUBEX®

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.

3. Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOTUji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik

IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi.

Pada metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap IgM spesifik.

Page 28: Salmonelosis Kel 11

4. Metode Enzyme – Linked Immunosorbent Assay (ELISA)Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk

melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi.

5. Pemeriksaan DipstikUji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda

dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.

Page 29: Salmonelosis Kel 11

4. Identifikasi Kuman Secara Molekuler

Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah

mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam

darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA

dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi

antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi.

Page 30: Salmonelosis Kel 11

KomplikasiKomplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :1. Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan ususb. Perforasi usus

2. Komplikasi ekstra – intestinala. Komplikasi kardiovaskular : Miokarditis.b. Komplikasi darah : thrombositopenia, koagulasi

intravaskular diseminata (KID).c. Komplikasi paru – paru : Pneumonia, Empisema.d. Komplikasi hati : hepatitis.e. Komplikasi neuropsikiatrik

Page 31: Salmonelosis Kel 11

Terapi

Terapi

Terapi Non Farmakologi

Terapi Farmakologi

Page 32: Salmonelosis Kel 11

Terapi Non FarmakologiTerapi secara non farmakologi bagi pasien yang terkena demam

tifoid yaitu dengan management atau penatalaksanaan secara umum, asuhan keperawatan yang baik serta asupan gizi yang baik merupakan aspek penting dalam pengobatan demam tifoid dan juga terapi menggunakan obat tradisional. Terapi non farmakologi tersebut meliputi : 1. Istirahat dan Perawatan

Titah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Titah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur, seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.

Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.

2. DietDi masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring,

kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus;

Page 33: Salmonelosis Kel 11

3. Penggunaan obat tradisionalBerikut adalah obat tradisional yang digunakan dalam

terapi non farmakologi demam tifoid :

1. Cacing

Cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. Kedua cacing tanah tersebut telah dipercaya oleh masyarakat dalam mengobati penyakit diantaranya penyakit tifus. 

Page 34: Salmonelosis Kel 11

2. Meniran (Phyllanthus nirur L.)

3. Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Meniran (Phyllanthus niruri L.) secara tradisional digunakan sebagai penurun demam pada demam tifoid. Peran Phyllanthus niruri L. Yaitu sebagai imunomodulator. Imunomodulator digunakan untuk memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) pada kondisi defisiensi imun dan menekan (imunosupresan) atau menormalkannya pada saat reaksi imun berlebihan.

Salah satu tanaman yang mempunyai efek anti mikroba terhadap Salmonella typhi adalah Syzygium polyanthum, yang mengandung senyawa minyak atsiri (sitral dan eugenol), tannin, flavonoid, dan metachavicol.

Page 35: Salmonelosis Kel 11

4. Rendaman Batang Brotowali (Tinospora crispa L.Miers.)

Rendaman batang brotowali secara tradisional dapat menghambat bakteri Salmonella typhi karena kandungan berberin yang terdapat dalam batang brotowali tersebut. Adapun penggunaannya secara tradisional yaitu 1 jari batang brotowali dicuci bersih kemudian direbus dengan 3 gelas. Setelah dingin saring kemudian tambahkan madu secukupnya minum dua kali sehari masing – masing ¾ gelas.

Page 36: Salmonelosis Kel 11

Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi pada penderita demam tifoid bervariasi

tergantung gejala klinik, status pasien dan sensitivitas antimikroba

terhadap kuman.

Terapi simtomatik

Terapi suportif Terapi spesifik

Page 37: Salmonelosis Kel 11

Terapi simtomatik

• Antiemetik• Antipiretik• Kortikosteroid

Hari ke 1 : Kortison 3 x 100 mg i.m atau Prednison 3 x 10 mg oral.Hari ke 2 : Kortison 2 x 100 mg i.m atau prednison 2 x 10 mg oral.Hari ke 3 : Kortison 3 x 50 mg i.m atau Prednison 3 x 5 mg oral.Hari ke 4 : Kortison 2 x 50 mg i.m atau Prednison 2 x 5 mg oral.Hari ke 5 : Kortison 1 x 50 mg i.m atau Prednison 1 x 5 mg oral.

Page 38: Salmonelosis Kel 11

Terapi suportif

• Vitamin

• Terapi cairan, kadang makanan diberikan melalui infus

sampai penderita dapat mencerna makanan.

• Jika terjadi perforasi usus mungkin perlu dilakukan

pembedahan untuk memperbaiki bagian usus yang

mengalami perforasi.

Page 39: Salmonelosis Kel 11

Terapi spesifik

Terapi spesifik untuk pengobatan demam tifoid adalah pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tepat, dapat menyembuhkan 99% penderita dengan cara menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan pada penderita tifoid adalah:1. Kloramfenikol

Kloramfenikol Efektif terhadap organisme Gram-positif dan Gram-negatif dan juga efektif terhadap beberapa virus. merupakan pilihan utama untuk pengobatan penyakit typus dan tipe lain dari infeksi sistemik oleh Salmonella. Mekanisme kerja obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman dengan cara berikatan pada ribosom 50S sehingga menghambat pembentukan rantai peptida.

Kloramfenikol mempunyai ketersediaan biologik 80% pada pemberian iv. Waktu paruh plasmanya 3 jam pada bayi baru lahir. Dosis yang diberikan secara per oral pada dewasa adalah 20-30 (40) mg/kg/hari. Pada anak berumur 6-12 tahun membutuhkan dosis 40-50 mg/kg/hari. Pada anak berumur 1-3 tahunmembutuhkan dosis 50 - 100 mg/kg/hari. efek samping yang mungkin timbul pada pemberian kloramfenikol adalah mual, muntah, mencret, mulut kering, stomatitis, pruritus ani, penghambatan eritropoiesis, Gray-Syndrom pada bayi baru lahir.

Page 40: Salmonelosis Kel 11

Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan

kloramfenikol. Dosis tiamfenikol untuk orang dewasa adalah 500 mg

tiap 8 jam, dan untuk anak 30-50mg/kg/hari yang dibagi menjadi 4 kali

pemberian sehari. Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul

500 mg. Beberapa efek samping yang mungkin timbul pada pemberian

tiamfenikol adalah mual, muntah, diare, depresi sumsum tulang yang

bersifat reversibel, neuritis optis dan perifer, serta dapat menyebabkan

Gray baby sindrom.

Tiamfenikol

Page 41: Salmonelosis Kel 11

3. Ampisilin dan Amoksilin

Ampisilin merupakan derivat penisilin spektrum luas yang

digunakan pada pengobatan demam tifoid, terutama pada kasus

resistensi terhadap kloramfenikol. efektivitas ampisilin dan

amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Ampisillin

dan amoksisilin diberikan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4

dosis perhari baik secara oral, intramuskular, intravena. Mekanisme

kerja obat bergabung dengan penicillin binding protein (PBPs) pada

kuman. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses

transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian

terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel. Beberapa efek

samping yang mungkin muncul adalah sakit, thrombophlebitis,

mencret, mual, muntah, lambung terasa terbakar, sakit epigastrium,

iritasi neuromuskular, halusinasi, neutropenia toksik, anemia

hemolitik, eksantema makula, dan beberapa manifestasi alergi.

Page 42: Salmonelosis Kel 11

Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk

kombinasi karena sifat sinergisnya. Mekanisme kerja sulfametoksazol

dengan mengganggu sintesa asam folat bakteri dan pertumbuhan

lewat penghambat pembentukan asam dihidrofolat dari asam para-

aminobenzoat. Dan mekanisme kerja trimetoprim adalah menghambat

reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Beberapa efek

samping yang mungkin timbul adalah sakit, thromboplebitis, mual,

muntah, sakit perut, thrombopenia, anemia megaloblastik.

4. Trimetropim-Sulfametoksazol (ko-trimoksazol)

Page 43: Salmonelosis Kel 11

5. Quinolon

Quinolon memilki aktivitas tinggi terhadap Salmonella dengan

efektif penetrasi terhadap makrofag, mencapai konsentrasi tinggi

usus dan lumen empedu, dan memiliki potensi yang tinggi diantara

antibiotik lain dalam terapi demam tifoid. Fluorokuinolon adalah

antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan demam tifoid untuk

orang dewasa, karena relatif murah, lebih toleran dan lebih cepat

menyembuhkan dari pada antibiotik lini pertama. Antibiotik golongan

ini antara lain ialah siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin,

norfloksasin dan fleroksasin. Mekanisme kerja obat dengan

menghambat DNA gyrase sehingga sintesa DNA kuman terganggu.

Page 44: Salmonelosis Kel 11

Mekanisme kerja obat berdasarkan penghambatan sintesis

peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan

dindingnya. spektrum kerja yang luas dan aktif terhadap kuman

gram positif dan negatif tetapi spektrum masing-masing derivat

bervariasi. Cefotaxim, cefriaxon dan cefoperazon telah digunakan

untuk mengobati demam tifoid dengan pemberian selama 3 hari

memberikan efek terapi sama dengan regimen obat yang

diberikan 10-14 hari.

6. Sefalosporin generasi III

Page 45: Salmonelosis Kel 11

7. Azitromisin

Azitromisin adalah makrolida yang aktivitasnya

terhadap bakteri Gram negatif lebih aktif dibanding

terhadap bakteri Gram positif. Azitromisin dengan dosis

500 mg (10 mg/kg) diberikan setiap hari selama 7 hari

terbukti efektif untuk mengobati demam tifoid untuk

pasien dewasa dan anak-anak, efektifitas azitromisin

mirip dengan kloramfenikol. Mekanisme kerja obat

melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman,

sehingga sintesa proteinnya dirintangi.

Page 46: Salmonelosis Kel 11

Panduan Terapi

Demam tetap

edukasi obati atasi Kultur dan resisten (7 hari)

Hari ke-14 ganti antibiotika

Diet dan mobilisasi baik, infeksi sekunder tidak ada,

telah diobati kloramfenikol/antibiotika sesuai resistensi, masih demam, stop obat 2 hari.

Diet mobilisassi

Infeksi sekunder

komplikasi resisten

Demam turun

Masalah selesai

Diagnosis drug fever

FUO

Masalah selesai FUO Tetap tifoid

Cari sebab demam tidak turun

Diagnosis demam tifoid

BMP kultur

Masalah selesai

Demam tetapDemam turun Demam turunDemam tetap

Keduanya negatif

Diagnosis tifoid Diagnosis demam tifoid

Salah satu atau keduanya positif

Biakan empedu dan widal

Dugaan demam tifoid

Page 47: Salmonelosis Kel 11

Manajemen atau penatalaksanaan secara umum, asuhan

keperawatan yang baik dan asupan gizi yang baik

merupakan aspek penting dalam pengobatan demam tifoid

selain pemberian antibiotik. Sampai saat ini dianut trilogi

penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :

1. Istirahat atau Perawatan

2. Diet

3. Pemberian Antibiotik

Page 48: Salmonelosis Kel 11

Istirahat atau Perawatan

Asuhan keperawatan pada demam tifoid didasarkan pada

gangguan akibat proses patofisiologi, yaitu :

a. Mempertahankan suhu dalam batas normal

• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertemia

• Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan

• Beri minum yang cukup

• Berikan kompres air biasa

• Lakukan seka keringat

• Pakaian(baju) yang tipis dan menyerap keringat

• Pemberian obat antipireksia

• Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

Page 49: Salmonelosis Kel 11

b. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan• Menilai status nutrisi pasien• Ijinkan pasien untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi pasien,

rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan meningkat.• Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan

kualitas intake nutrisi• Menganjurkan kepada orang tua/ penunggu pasien untuk memberikan makanan

dengan teknik porsi kecil tetapi sering• Mempertahankan kebersihan mulut • Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan

penyakit• Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian

makanan malalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak.

c. Mencegah berkurangnya volume cairan• Mengobservasi tanda-tanda vital(suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam • Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis,

ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah.

• Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama

• Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam• Memberikan antibiotik sesuai program

Page 50: Salmonelosis Kel 11

d. Discharge planning

• Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah

defekasi

• Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola

makanan

• Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman

• Penderita memerlukan istirahat

• Diet lunak yang tidak merangsang dan rendah serat

• Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan

tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak

• Jelaskan terapi yang diberikan (dosis dan efek samping)

• Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus

dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut

• Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

Page 51: Salmonelosis Kel 11

DietPenderita penyakit demam tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti

petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk dikonsumsi.• Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, protein• Tidak mengandung banyak serat• Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas• Makanan lunak diberikan selama istirahat.

Syarat-syarat diet sisa rendah adalah :• Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitas• Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total• Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total• Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total• Menghindari makanan beserat tinggi dan sedang sehingga asupan serat maksimal

8 gr/hari. Pemabatasan ini disesuaikan dengan toleransi perorangan• Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat) sesuai dengan toleransi

perorangan• Menghindari makana yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan

berbumbu tajam• Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu panas dan

dingin• Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan khusus, diet perlu

disertai suplemen vitamin dan mineral, makanan formula, atau makanan parenteral.

Page 52: Salmonelosis Kel 11

Diet terbagi 2 yaitu : diet sisa rendah 1 dan diet sisa rendah 2

a. Diet sisa rendah 1

Diet sisa rendah 1 adalah makanan yang diberikan dalam

bentuk disaring atau diblender. Makanan ini menghindari

makanan berserat tinggi dan sedang, bumbu yang tajam,

susu, daging berserat kasar (liat), dan membatasi

penggunaan gula dan lemak. Kandungan serat maksimal 4

gram. Diet ini rendah energi dan sebagian zat gizi.

Page 53: Salmonelosis Kel 11

Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan

Sumber karbohidrat

Bubur saring, roti bakar,

kentang dipure,makroni,

bihun rebus, biskuit, krakers,

tepung-tepungan di pudding

atau di bubur

Beras tumbuk, beras ketan,

roti whole wheat, jagung, ubi,

singkong, talas, cake, dodol,

tepung-tepungan yang dibuat

kue manis

Sumber protein

hewni

Daging empuk, hati, ayam,

ikan giling halus, telur direbus,

ditim,

Daging berserat kasar, ayam dan

ikan yang diawet,

digoreng,dikering, telor diceplok,

udang dan kerang, susu dan

produk susu

Sayuran Sari sayuran Sayuran dalam keadaan utuh

Buah-buahan Sari buah Buah dalam keadaan utuh

minuman

Teh, sirup, kopi encer Teh dan kopi kental, minuman

beralkohol dan mengandung

soda.

Bumbu

Garam, vetsin, gula Bawang, cabe, jahe, merica,

ketumbar, cuka dan bumbu

lain yang tajam.

Diet sisa rendah 1

Page 54: Salmonelosis Kel 11

b. Diet sisa rendah II

Diet sisa rendah II merupakan makanan peralihan dari diet sisa

rendah I ke makanan biasa. Diet ini diberikan bila penyakit mulai

membaik atau bila penyakit bersifat kronis. Makanan diberikan

dalam bentuk cincang atau lunak. Makanan berserat tinggi tidak

diperbolehkan. Susu maksimal diberikan 2 gelas sehari. Lemak dan

gula diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Bumbu kecuali cabe,

merica dan cuka, boleh diberikan dalam jumlah terbatas.

Kandungan serat diet ini adalah 4-8 gram.

Page 55: Salmonelosis Kel 11

Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan

Sumber karbohidrat

Beras dibubur/ditim, roti bakar,

kentang rebus, krakers, tepung-

tepungan di bubur atau dipudding

Beras tumbuk, beras ketan, roti

whole wheat, jagung, ubi, singkong,

talas, cake, dodol, tepung-tepungan

yang dibuat kue manis

Sumber protein hewani

Daging empuk, hati, ayam, ikan

direbus, ditumis, dikkukus, diungkep

dan di panggang, telur direbus, ditim,

diceplok air atau sebagai campuran

dalam makanan dan minuman, sus

maksimal 2 gelas perhari.

Daging berserat kasar, ayam dan

ikan yang diawetkan, telur

dadar/ceplok.

Sumber protein nabatiTahu ditim/direbus, ditumis, susu

kedelai

Kacang-kacangan

Sayuran

Sayuran yang berserat rendah dan

sedang, seperti kacang panjang,

buncis muda, bayam, labu siam, tomat

masak, wortel rebus, kukus, dan

ditumis.

Sayuran yang berserat tinggi seperti

daun singkong, daun katuk, daun

pepaya, daun dan buah melinjo,

oyong, pare sreta semua sayuran

yang dimakan mentah.

Buah-buahan

Sari buah; buah segar yang

matang(tanpa kulit dan biji) dan tidak

banyak menimbulkan gas seperti

pepaya, pisang, jeruk, alpukat dan

nanas.

Buah yag dimakan dengan kulit,

seperti apel, jambu biji dan [ir serta

jeruk yang dimakan dengan kulit ari;

buah yang menimbulkan gas seperti

durian dan nangka.

LemakMargarin, mentega dan minyak dalam

jumlah terbatas untuk menumis

Minyak untuk menggoreng, lemak

hewani, kelapa dan santan.

MinumanTeh, kopi encer, sirup. Teh dan kopi kental, minuman

beralkohol dan mengandung soda.

BumbuGaram, vetsin, gula, cuka, salam, laos,

kunyit.

Cabe, merica.

Page 56: Salmonelosis Kel 11

3. Pemberian AntibiotikObat dan dosis antibiotik untuk demam tifoid

Obat Dosis Rute

First-line antibiotik

kloramfenikol 500 mg 4X sehari Oral, IV

Trimetoprim-

sulfametoksazol

160/800 mg 2X sehari, 4-20 mg/kg

bagi 2 dosis

Oral, IV

Ampicilin/amoksisilin 1000-2000 mg 4X oral sehari, 50-

100 mg/kg bagi 4 dosis

Oral, IM,IV

Second-line antibiotik (fluoroquinolon)

ciprofloksasin 500 mg 2x sehari/200 mg 2x sehari

selama 10-14 hari

Oral,IV

norfloksasin 400 mg, 2x sehari selama 10 hari Oral

Perfloksasin 400 mg, 2x sehari selama 10 hari Oral,IV

Ofloksasin 400 mg, 2x sehari selama 14 hari Oral

levofloksasin 500 mg, 2x sehari selama 14 hari

Cephalosporin

Cefriakson 1-2 gr 2x sehari, 50-75 mg/kg dibagi

1-2 dosis selama 7-10 hari

IM, IV

Cefotaxim 1-2 gr 2x sehari 40-80 mg/kg dibagi

2-3 dosis selama 14 hari

IM, IV

cefoperazon 1-2 gr 2x sehari 50-100 mg/kg dibagi

2 dosis selama 14 hari

IM, IV

Cefixim 200-400 mg sehari sekali 2x sehari

10 mg/kg bagi 1-2 dosis selama 14

hari

Oral

Antibiotik lainnyaAztreonam 1 gr/2-4 x sehari, 50-70 mg/kg IM

azithromycin 1 gr sekali sehari, 5-10 mg/kg Oral

Page 57: Salmonelosis Kel 11

Antibiotik Dosis

First line Ciprofloksasin 500mg peroral 2 kali sehari

selama 10 hari

Cefriakson 1-2 gr IV/IM selama 10-14

hari

Alternatif

NARST(nalidixic

acid resistant

S.typhi)

Azitromicin 1 gr peroral sekali sehari

selama 5 hari

ciprofloksasin 10 mg/kg peroral 2 kali

sehari selama 10 hari

Pilihan antibiotik untuk demam tifoid menurutHorrison’s

Page 58: Salmonelosis Kel 11

Menurut Persatuan Ahli Dalam Indonesia dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran FKUI, pilihan utama antibiotik pada demam tifoid adalah golongan Quinolon

antibiotik Dosis

norfloksasin 400 mg 2 kali sehari selama 14 hari

ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 6 hari

ofloksasin 400 mg 2 kali sehari selama 7 hari

perfloksasin 400 mg sehari selama 7 hari

Fleroksasin 400 mg sehari selama 7 hari

Page 59: Salmonelosis Kel 11

Pemilihan antibiotik untuk demam tifoid tanpa komplikasi dan dengan komplikasi menurut WHO adalah sebagai berikut :

Page 60: Salmonelosis Kel 11
Page 61: Salmonelosis Kel 11

Selain obat antimikroba yang digunakan FKUI (1996) menyatakan

pada kondisi tertentu perlu digunakan obat-obat simptomatik seperti

Antipiretik di berikan untuk menurunkan gejala demam, kortikosteroid

diberikan pada pasien toksik. Pemberian antibiotik merupakan hal

yang sangat penting untuk menangani penyakit infeksi. Dengan

tingginya angka kejadian infeksi, khususnya yang disebabkan oleh

bakteri, penggunaan antibiotik pun semakin meluas. Untuk itu

diperlukan pemahaman mengenai dasar-dasar pemilihan antibiotik

yang rasional sehingga penggunaannya dapat lebih efektif dan efisien.

Page 62: Salmonelosis Kel 11

Terapi pada Keadaan khusus

1. Terapi pada anak-anak

Obat pilihan lini pertama (first drug of choice) untuk pengobatan demam tifoid

pada anak. Klorampenikol : 50-100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari

bebas panas / minimal 14 hari. Pada bayi < 2 minggu : 25 mg/kg BB/hari dalam 4

dosis. Bila dalam 4 hari panas tidak turun obat dapat diganti dengan antibiotika lain :

Kotrimoksasol : 8-20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas /

minimal 10 hari. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Kloramfenikol diterapi

dengan Ampisilin 100 mg/ kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis. Bila

dengan upaya-upaya tersebut panas tidak turun juga, rujuk ke RSUD. Disamping

chloramphenicol, antibiotik lain yang dipergunakan untuk mengobati demam tifoid

pada anak adalah kotrimoksazol dan ceftriaxone. . Dalam menghadapi kasus

resistensi terhadap Salmonella typhi dengan mortalitas yang cenderung lebih tinggi

daripada non-MDRST, maka akan diperlukan antibiotik yang lebih poten seperti

golongan sefalosporin injeksi atau aztreonam. Pada kasus dewasa kasus MDRST telah

berhasil diobati kuinolon, namun sampai sekarang FDA tidak merekomendasikan

pemakaian kuinolon pada anak mengingat efek samping artropati pada tulang rawan.

Page 63: Salmonelosis Kel 11

2. Terapi pada ibu hamil

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trisemester ke-3 kehamilan karena

dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey

syndrome pada neonatus.

Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan karena

memungkinkan efek teratogenik terhadap fetus. Pada kehamilan lebih lanjut

tiamfenikol dapat digunakan. Demikian pula pada obat golongan fluorokuinolon dan

kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid pada ibu hamil.

Sedangkan obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin dan cefriakson, kecuali

bila pasien hipersensitif terhadap obat tersebut.

3. Terapi Infeksi campuran Tifoid

a. Tifoid dengan infeksi sendi

Peradangan sendi sering terjadi pada pasien demam tifoid. Meskipun basil tifoid

pada cairan sendi ditemukan pada sedikit kasus, karena hanya sedikit pencatatan

pemeriksaan bakteriologis pada cairan sendi. . Terapi yang dapat diberikan antara

lain kompres dingin, untuk peradanagan masive dapat dilakukan aspirasi cairan

sendi.

Page 64: Salmonelosis Kel 11

b. Tifoid dengan malaria

Infeksi campuran ini ditegakan bila dari gejala klinis dan laboratorium

didapat khas tifoid dan klinis malaria bersamaan. Juga di laboratorium di

dapat widal masing-masing infeksi. Malaria dapat diobati dengan

primakuin 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk P.falciparum, sedangkan

untuk P.vivax dengan dosis 15 mg/hari selama 14 hari. Kina dosis yang

dianjurkan 3x10mg/kgBB selama 7 hari (1 tablet 220 mg) atau dengan

preparat kina ataupun artemisin. Sedangkan untuk tifoid dapat diberikan

ciprofloksasin 500 mg selama 7-10 hari.

c. Tifoid dengan demam berdarah

Pada kasus dengan tifoid disertai dengan tromboksitopenia dan IgG dan

IgM dengue positif, diberikan terapi antibiotik untuk tifoid. Untuk infeksi

dengue, diberikan cairan yang adekuat dan pemantauan perdarahan yang

terjadi.

Page 65: Salmonelosis Kel 11

KesimpulanSalmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi

oleh kuman Salmonella. Manifestasi klinik Salmonellosis pada

manusia dapat dibagi dalam 4 sindrom klinik yakni : gastroentritis,

demam tifoid, bakterimia-septicemia, tifoid karier.

Dema tifoid atau tipes/thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada

usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyphosa atau

Salmonella parathypi A, B, dan C.

Tatalaksana Diagnosis untuk demam tifoid terdiri dari tiga, yaitu :

Anamnesis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang. Sedangkan

untuk terapinya diantaranya terapi non farmakologi dan terapi

farmakologi. Terapi non farmakologi pada demam tifoid yaitu istirahat

dan perawatan, diet dan terapi menggunakan bahan tradisional yang

dipercaya masyarakat untuk mengatasi demam tifoid .

Page 66: Salmonelosis Kel 11

Pada terapi secara farmakologi digunakan obat-obatan untuk

mengatasi, meringankan nyeri maupun membunuh bakteri penyebab

penyakit tersebut. Terapi secara farmakologi tersebut terbagi menjadi 3

yaitu terapi simtomatik, terapi suportif dan terapi spesifik. Terapi

simtomatik lebih mengatasi pada gejala yang timbul akibat penyakit

tersebut yaitu antiemetik, antipiretik, kortikosteroid. Terapi suportif

adalah terapi penunjang seperti multivitamin, sedangkan terapi spesifik

lebih mengatasi pada penyebab demam tifoid yaitu antibiotik yang

bekerja menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri. Antibiotik

yang digunakan untuk membunuh Salmonella thypi penyebab demam

tifoid yaitu kloramfenikol, ampisilin, amoksilin, kotrimoksazol, golongan

kuinolon, azitromisin, aztreonam, dimana semua antibiotik tersebut

memiliki mekanisme yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan

bakteri.

Adapun manajemen atau penatalaksanaan secara umum, asuhan

keperawatan yang baik dan asupan gizi yang baik merupakan aspek

penting dalam pengobatan demam tifoid selain pemberian antibiotik.

Sampai saat ini dianut trilogi penetalaksanaan demam tifoid, yaitu

istirahat dan perawatan, diet, pemberian antibiotik.

Page 67: Salmonelosis Kel 11

Thanks For YourAttention