sanju hiden sho · 2017. 6. 14. · kutipan dalam kalimat akhir dari ki ke 4 tertulis : “ kennon...
TRANSCRIPT
SANJU HIDEN SHO
Ditulis kembali oleh : GD (22 January 2015)
SANJU HIDEN SHO
BAB I
MENERANGKAN BETAPA SULITNYA UNTUK DAPAT MENDENGARKAN
HUKUM ICHINEN SANZEN
Menerangkan betapa sulitnya untuk dapat mendengar Hukum Ichinen Sanzen berarti :
Dalam sutra tertulis : “Perihal munculnya seluruh Budha di dunia ini tergantung
pada masa yang jauh, sehingga sulit untuk berjumpa, meskipun muncul di dunia, namun
adalah sulit untuk memberi palajaran Hukum ini. Biarpun melewati Ko (waktu) yang tak
terhitung panjangnya (Muryo Mushuko) adalah begitu sulit untuk dapat mendengarkan
hukum ini, Orang yang dapat mendengar dan mengerti hukum ini adalah begitu sulit.
Sehinga misalnya bagai Bunga Udonge yang digemari dan disukai oleh seluruh umat
manusia dan tenin, akan berbunga pada waktu yang jarang sekali. Kalau mendengar
hukum memuji dengan rasa gembira biar mengucap satu kata, maka berarti telah
menyumbang seluruh Budha – Budha ketiga masa “ dan lain-lain. Harus mengetahui
dengan seksama, bahwa huruf “Hukum” yang terdapat disini sekaligus berarti Ichinen
Sanzen.
1 Ko = 8 juta tahun.
Penjelasan :
Kalau menjelaskan makna kalimat Kaimokusho maka akan terbagi menjadi
sepuluh Bab dan Bab yang pertama adalah menerangkan betapa sulitnya untuk dapat
mendengar maupun bertemu dengan Hukum Ichinen Sanzen. Kalimat Bab Hoben ini
menyatakan bahwa Hukum Ichinen Sanzen adalah sesuatu yang sulit untuk dapat di
dengar. Pertama – tama marilah meterjemahkan kutipan kalimat tersebut sebagai
berikut : Budha yang dapat muncul ke dunia adalah sesuatu yang jarang sekali. Walau
dapat dilahirkan pada waktu itu, namun amat sulit untuk bertemu dengan Budha. Walau
Budha dapat muncul di dunia ini, namun untuk dapat menjelaskan Hukum Ichinen
Sanzen, adalah suatu hal yang sangat sulit.
Begitupun selama jangka waktu Ko yang tak terhitung panjangnya, walau Buddha
kebetulan muncul pada waktu itu maupun menjelaskan Hukum Ichinen Sanzen, namun
untuk dapat mendengar Hukum ini adalah sangat sulit. Terlebih lagi yang dapat
mendengar hukum ini dan menganutnya adalah suatu hal yang amat sulit yang tak
terlukiskan. Itu sama seperti bunga Udonge, walau diidamkan oleh seluruh umat
manusia, begitupun umat manusia dari dunia kemanusian dan surga sangat
menyayanginya, namun bunga ini jarang berbuga dimana hanya 3000 tahun sekali
berbunga.
Oleh karena itu setelah mendengar ajaran Budha dan langsung percaya
menganutnya, dimana jika dapat dengan gembira menyebut walau satu perkataan yang
memuji keagungan dari Budha, maka itu berarti telah memiliki karunia agung yang
menyumbang seluruh Budha ketiga masa. “Hukun” yang di jelaskan Nikkan Shonin yang
muncul dari kalimat Bab Hoben adalah Hukum Ichinen Sanzen. Namun dalam kalimat ini
terbagi atas tiga bagian yaitu :
Menjelaskan Hukum,
Mendengarkan Hukum, dan
Percaya dan menerima Hukum.
Agar supaya Hukum yang dijelaskan oleh Buddha dapat diterima leh umat manusia, maka
pasti akan melalui ketiga macam proses ini.
Sekarang kita dapat percaya Hukum Agama Budha Agung Niciren Daishonin pun
melalui proses demikian. Kiranya kalau kita dilahirkan pada negri Budha lain, atau
dilahirkan pada waktu yang tidak berhubungan dengan Nichiren Daishonin, pasti tidak
akan bertemu dengan pengkotbahan dari Budha Masa Mappo.
Kalau meninjau lebih dalam, dimana pada waktu yang panjang yang berlangsung
tak berawal dan berakhir kekal abadi, dan berkembang di dalam alam semesta yang tak
terhingga, dapat berjumpa dengan pengkotbah dari Budha masa Mappo dan dapat
percaya dan menerimanya, adalah karunia yang tak terlukiskan. Apalagi setelah
mendengar ajaran Hukum dari Budha dan langsung percaya serta menganutnya, dimana
jika dapat dengan gembira menyebut walau satu perkataaan yang memuji keagungan
dari Budha, berarti pelaksanaan kita setiap hari yang berdasarkan kepada kepercayaan
dari Jigyo dan Keta yaitu tidak lain pelaksaaan dialog Hukum Agama Buddha.
Oleh karena walau satu perkataan pun telah menyumbang Budha – Budha dari
ketiga masa, maka didalam pelaksanaan dialog Hukum Agama Budha yang
menyelamatkan seluruh umat manusia itu , telah memiliki karunia agung yang tak
terkirakan. Oleh karena itu kita harus mengobarkan kabanggaan ini untuk lebih giat
menjalankan dialog Hukum Agama Buddha.
Kutipan
Dalam kalimat akhir dari Ki ke 4 tertulis : “ Kennon dan lain-lain. Kalau
berdasarkan Ko berarti 6, 4, 2 puluh ribu, jika berdasarkan arti dari “Kosho” berarti pada
waktu berkurangnya dari masa Juko ke 9. Pada waktu usia wajar manusia 60.000 tahun
muncul Budha Kuruson, pada waktu usia wajar manusia 40.000 tahun muncul Budha
Kunagon, pada waktu usia wajar manusia 20.000 tahun muncul Budha Kasho, pada waktu
usia wajar manusia 100 tahun muncul Budha Sakyamuni dan lain – lain.
Yaitu mulai dari usia wajar manusia 80.000 tahun setiap 100 tahun usia manusia
berkurang satu tahun atau setiap 1000 tahunnya usia manusia berkurang 10 tahun, hingga
menjadi 6, 4, 2 puluh ribu tahun, ini bukanlah Kennon (abadi yang sangat jauh).
Penjelasan
Kalimat ini adalah sumbangan dari kalimat Hoben dimuka, dimana dengan
menarik penjelasan dari Myoraku Daishi didalam Hokke Monguki yang menjelaskan
kedua perkataan “Kennon” dari bab Hoben.
Didalam Hokke Monguki dari Myoraku Daishi berkata : “Kennon” dan sebagainya
yang dijelaskan dalam Bab Hoben jika di pandang dengan Ko maka itu adalah enam puluh
ribu, empat puluh ribu, dua puluh ribu. Nikkan Jonin mengenai enam puluh ribu, empat
puluh ribu, dua puluh ribu ini, menjelaskannya berdasarkan Kosho yaitu makna yang
dijelaskan didalam buku “Yogaronkushoju”, karangan Jion Daishi.
Juko dari “Juko kesembilan yang berkurang” dan sebagainya adalah salah satu dari
4 Ko (Joko, Juko, Eko, dan Kuko). Dalam proses pembentukan alam semesta terbagi atas 4
cara pemikiran, yaitu masa hingga terbentuknya satu dunia dinamakan Joko, masa
mempertahankan dinamakan Juko, masa pengrusakan dinamakna Eko dan masa yang tak
terbentuk dinamakan Kuko. Kita yang tinggal di dunia ini pun sewajarnya akan tumbuh
dan berkembang berdasarkan ke 4 proses Ko ini. Sekarang ini tepat berada pada masa
Juko.
Dalam Kosho tertulis : “Satu tambah satu kurang menjadi satu Ko, setelah penuh
terhitung 20 dimana Juko berakhir” Dimana akhir dari Juko adalah dimulai dengan usia
manusia yang tak terhingga dan setiap seratus tahunnya usia manusia dikurangi 1 tahun
terus menerus hingga usia wajar manusia menjadi 10 tahun, ini dimanakan Juko
berkurang. Kemudian dimulai dari usia wajar 10 tahun dimana setiap 100 tahun
bertambah 1 tahun terus menerus hingga usia wajar manusia menjadi 80 ribu tahun, ini
dinamakan Juko bertambah pertama. Selanjutnya berulang lagi, dimana setiap 100 tahun
usia wajar manusia manjadi 10 tahun, dinamakan Juko berkurang kedua. Dengan
demikian ini berulang – ulang hingga 20 kali bertambah dan berkurang.
Dan pada akhirnya dimulai dari usia wajar manusia 10 tahun, bertambah terus
hinga Ko bertambah dari usia wajar manusia menjadi usia tak terhingga. Setelah
memasuki Juko berkurang yang ke 9 ini, dimana ketika usia wajar manusia 60.000 tahun
terdapat Budha Kuruson, ketika usia wajar manusia 40.000 tahun terdapat Budha
Kunagon dan ketika usia wajar manusia 20.000 tahun terdapat Budha Kasho, sehingga
ketika usia wajar manusia 100 tahun Buddha Sakyamuni lahir di dunia ini. Dengan
demikian Budha yang dapat muncul di dunia adalah sedemikian jarang dan sukarnya, ini
dinamakan Kennon.
Namun dari usia wajar manusia 60.000 tahun hingga 40.000 tahun, 20.000 tahun
dan 100 tahun saja pun sudah sedemikian panjang. Itu pun masih berada dalam
lingkungan Juko ke 9 yang berkurang. Dengan demikian berulang – ulang 20 kali dari
berkurang dan bertambah. Kemudian diperkembangkan 4 Ko (Jo, Ju, E, Ku). Disamping
itu ke 4 Ko ini tidak berakhir sekali saja dimana kalau Jo Ju E Ku yang pertama berakhir,
akan dimulai Jo ju E ku yang berikutnya. Arus perputaran ini akan berulang – ulang
berputar untuk selamanya. Bertapa pun Juko ke 9 yang berkurang ini adalah berdiri pada
pandangan kekal abadi yang tak berawal dan tak berakhir.
Skala pandangan waktu yang dijelaskan dalam Hukum Agama Budha adalah
sedemikian luas dan besar yang mana dengan satu hal diatas dengan jelas dapat
diperkirakan. Biar bagaimana pun , pada bagian ini diantara penjelasan Hukum,
mendengar Hukum dan menerima Hukum yang dijelaskan diatas, petama – tama
menyatakan penjelasan Hukum (Seppo) yaitu penjelasan Hukum itu pun yang mana
pertama – tama harus munculnya Buddha di dunia ini, hal itu sendiri merupakan suatu
hal yang betapa hebatnya.
Kutipan
Meski muncul di dunia pun, bagaikan Budha Shusenda, Budha Taho hingga akhir
hayatnya pun tidak menerangkan Ichinen Sanzen. Bagimana Budha Daitsu pun selama
20.000 Ko tidak pernah menerangkannya. Dan sekarang bagaikan Budha Sakyamuni
merahasiakan selama 40 tahun lebih pun tidak menjelaskan ini. Bukankan begitu sukar
untuk menerangkan Hukum ini? Kemunculanya sudah begitu abadi yang jauh (Kennon)
sehingga untuk menerangkan Hukum pun begitu sulit. Bukankah tidak mudah untuk
mendengarkan ini? Biar pun lahir pada masa hidupnya Budha Sakyamuni, bagaikan
manusia – manusia dari negri Shae, pun tidak pernah jumpa dan mendengar Hukum ini,
apalagi manusia pada masa Mappo dan tempat buruk.
Penjelasan
Disini menjelaskan, walau Budha muncul di dunia pun namun belum tentu
menjelaskan Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen dan dapat menjelaskan Hukum Agama
Budha, ini adalah suatu hal yang hebat sekali. Budha Shusenda yang dijelaskan dalam
Sutra Daibon Hannya dan Budha Taho yang muncul untuk membuktikan kebenaran Sutra
Bunga Teratai yang dijelaskan oleh Budha Sakyamuni, sampai akhirnya tidak
menjelaskan satu kata pun mengenai Hukum Ichinen Sanzen. Begitu pula Budha
Daitsuchisho yang muncul 3000 Jintengo lampau, yang dijelaskan dalam Bab Kejoyu
Sutra Bunga Teratai dimana selama 20.000 Ko tidak menjelaskan Hukum Ichinen Sanzen.
Terlebih lagi, Budha Sakyamuni yang muncul di India pun dimana selama 42
tahun yaitu sejak umur 30 tahun mencapai kesadaran hingga umur 72 tahun, sama sekali
tidak menjelaskan Hukum Ichinen Sanzen, yaitu Sutra Bunga teratai. Kalau demikian
dapatlah diketahui bahwa Budha itu, betapa sedikitnya menjelaskan Hukum Ichinen
Sanzen. Dengan demikian, sebagaimana dalam Bab Hoben diatas yang mengatakan :
Kemunculannya sudah begitu abadi yang jauh (Kennon) dan sebagainya, menjelaskan
Budha tidak mudah untuk muncul di dunia, walau muncul di dunia pun namun tidak
menjelaskan Hukum Ichinen Sanzen adalah sedemikian sulit.
Oleh karena itu umat manusia tidak mudah untuk dapat mendengar ajaran Hukum
dari Budha. Sebagi umpama : Walau dilahirkan pada waktu masa hidup Budha
Sakyamuni dimana sepertiga dari jumlah penduduk rakyat negri Shae yang berjumlah 9
Oku (900.000) yaitu 3 Oku (300.000) orang – orang tidah pernah berjumpa Budha
Sakyamuni, apalagi dapat mendengar pembabaran Budha Sakyamuni. Pada akhir kutipan
kalimat “ Apalagi manusia pada masa Mappo dan tempat buruk” berarti perkataan masa
Mappo menyimpulkan waktu. Dan tempat yang buruk menyimpulkan Negara/Tempat,
yaitu Negara Jepang. Negara Jepang ini kalau dipandang dari India dimana Buddha
Sakyamuni dilahirkan, maka arah timur adalah tempat terpencil yang terpisah
sedemikian jauh yaitu pulau kecil bagaikan butir jagung yang terletak terpencil.
Begitu pun kalau dipandang berdasarkan waktu, maka setelah wafatnya Budha
Sakyamuni, masa Shoho dan Zoho telah berlalu dan sedang menyambut kedatangan masa
Mappo yang bakat manusianya sedemikian buruk. Di India saja merupakan pusat Agama
Budha seperti masih terdapat 3 Oku penduduk dari negri Shae yang belum pernah
melihat wajah maupun mendengar ajaran Budha Sakyamuni, apalagi pada Negara Jepang
yang terpencil di masa Mappo ini, bagaimana mempunyai kesempatan untuk berjumpa
dengan Hukum Budha Ini. Pada negeri masa Mappo yang kotor ini, kita yang percaya dan
melaksanakan ajaran dari Budha masa Mappo adalah betapa Agungnya. Ini dapat
dikatakan bahwa dalam kutipan pendek Nikkan Jonin ini telah mewujudkan makna
tersebut dengan tegas.
Kutipan
Oleh karena dalam Bab Anrakugyo (dari Sutra Bunga Teratai) tertulis : “ Dalam
negri – negri yang tak terhitung banyaknya, biar namanya dari Hukum ini pun tidak dapat
didengar “ dan lain – lain. Bukankah memang sulit untuk mendengan Hukum, untuk
mendengar Hukum saja sedemikian sulitnya, apalagi untuk percaya dan menerimanya.
Harus mengetahui dengan seksama bahwa mendengar dengan sunguh – sungguh ini,
bermakna percaya dan menerima. Kalau kita dapat percaya dan menerima apakah dapat
dikatakan telah mendengar dengan sungguh – sungguh ? Oleh karena itu dengan
mengumpamakan bunga Udonge, bunga ini hanya berbungan sekali dalam 3000 tahun.
Penjelasan
Disini dengan menarik kalimat dari bab Anrakugyo untuk menjelaskan bahwa
dapat mendengar pembabaran dari Budha adalah suatu hal yang luar biasa. Selanjutnya
menjelaskan, bahwa karena dapat mendengar Hukum ini sedemikian sulitnya, sehingga
untuk dapat percaya dan menganut pun sangat sulit.
Dalam Bab Anrakugyo ke 14 Sutra Bunga teratai dimana Budha Sakyamuni
menjelaskan kepada Boddhisatva Monjushiri dengan berkata : “ Pada Negara yang tak
terhinggga, walau hanya nama dari Sutra Bunga Teratai pun tidak dapat di dengar”. Dan
selanjutnya kalimat berikutnya dari Bab Anrakugyo berbunyi : “ Apalagi dapat melihat,
menerima, menganut, membaca, membaca dengan suara.”
Dengan demikian, prihal mendengar Hukum saja sudah sedemikian sulit, apalagi
dapat percaya dan menerimanya. Tentu suatu hal yang sangat sulit sekali. Oleh karena
itu, disini Nikkan Jonin menjelaskan kalimat “Dapat mendengar” dari “dapat mendengar
Hukum ini” dari kutipan Bab Hoben berarti percaya dan menerima. “Mendengar dengan
sunguh – sungguh” adalah berlainan dengan “dengar” dimana tidak hanya mendengar
permukaannya saja namun berarti dengan seksama mendengar, mengikuti dan
menganalisa dengan tepat. Makna “mendengar” disinilah berarti percaya dan menerima.
Dalam Bab Hoben menjelaskan prihal sulitnya untuk percaya dan menerima, ini
diumpamakan sebagai bunga Udonge yang berbunga sekali dalam 3000 tahun.
Kutipan
Namun sekarang berdasarkan welas asih Agung dari leluhur Budha (Nichiren
Daisyonin) dapat mendengar Hukum Ichinen Sanzen, kalau dapat memuji rasa gembira ini
biar mengucap satu kata pun maka berarti telah menyumbang seluruh Budha – Budha
ketiga masa.
Penjelasan
Ini adalah kesimpulan pertama.
Sekarang kita semua karena welas asih agung Nichiren Daisyonin sehingga dapat
percaya dan menganut Hukum Ichinen Sanzen yaitu Dai Gohonzon.
Walau begitu saja pun sudah begitu berkarunia agung apalagi kita sekarang siang dan
malam dengan giat menjalankan dialog Hukum Agama Budha.
“dengan rasa gembira” ini adalah kutipan kalimat yang menjelaskan sikap pelaksanaan
orang dengan pertapaan Jigyo dan Keta. Prihal karunia agung dalam perjuangan kita yang
ulet ini, terlihat sekali, lebih jelas daripada melihat api.
Betapa besarnya karunia yang telah menyumbang seluruh Budha dari ketiga
masa. Marilah kita yang telah menerima dan menganut Hukum Ichinen Sanzen yang sulit
didengar yaitu Dai Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, untuk mejalankan
dengan mantap dialog Hukum Agama Budha dengan gembira dan tak terkalahkan oleh
iblis apapun juga.
Harus yakin bahwa itu merupakan tenaga pendorong perombakan sifat jiwa diri sendiri,
perombakan masyarakat dan perombakan perdamaian seluruh umat manusia.
BAB II
MENERANGKAN GARIS BESAR ISI KALIMAT
Kutipan
Menerangkan garis besar isi kalimat berarti :
Kalimat terdiri dari tiga tahap (bagian). Pertama – tama kalimat Hukum Agama Budha
Ichinen Sanzen berarti tujuan (Hyo), hanya Sutra Bunga Teratai dan seterusnya berarti
penjelasan (Shaku), dan ketiga, walau Ryuju dan seterusnya berarti Kesimpulan (Ketsu).
Perjelasan
Disini menjelaskan garis besar keseluruhan dari kalimat yang terpendam didasar
kalimat yang dirahasiakan sambil memperbandingkan ketiga wajah ajaran dari Tien Tai
dan memunculkan Hukum dari Sanjuhiden.
Kalimat Kaimokusho dapat terbagi dari tiga bagian dari Tujuan (Hyo), Penjelasan
(Shaku), dan Kesimpulan (Ketsu). Pertama – tama “Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen”
adalah : tujuan (Hyo) kemudian “Hanya terdapat terpendam didasar kalimat yang
dirahasiakan dari Honmon Juryobon Sutra Bunga Teratai” adalah penjelasan (Shaku) dan
“walau Ryuju, Tenjin telah mengetahuinya, namun belum disebarkan hanya arief bijaksana
Tien Tai menyimpannya dalam hati” adalah Kesimpulan (Ketsu). Pada umumnya ketika
hendak mejelaskan sesuatu hal, selalu didasarkan pada suatu urutan pertama harus
dikeluarkan, dimunculkan judul temanya. Selanjutnya dijelaskan judul temanya dan
akhirnya menarik suatu kesimpulan sebagai penutupan.
Kutipan
Dalam kalimat penjelasan (Shaku) mengandung tiga makna yaitu, pertama – tama adalah
perbandingan ajaran sementara dan sesungguhnya (Gonjitsu Sotai) yaitu yang dikatakan
keempat kata Sutra Bunga Teratai. Kedua adalah perbandingan antara ajaran bayangan
dengan ajaran sebenarnya (Honshaku Sotai) yaitu yang dikatakan kelima kata (Huruf
Kanji) Honmon Juryobon. Ketiga adalah perbandingan pembibitan dan pemanenan
(Shudatsu Sotai) yaitu yang dikatakan keempat kata dasar kalimat yang dirahasiakan
(Montie Hichin). Yakni menegaskan dengan urutan dimulai dari yang dangkal menuju
yang dalam, misalnya bagaikan mendaki ketempat tinggi pasti dimulai dari yang rendah,
dan menuju keperjalanan yang jauh harus dimulai dari yang dekat dan lain – lain.
Penjelasan
Pada bagian kalimat penjelasan (Shaku) terkandung ketiga makna dari
perbandingan antara ajaran sementara dan sesungguhnya (Gojitsu Sotai), Perbandingan
atara ajaran bayangan dan badan sesungguhnya (Honshaku Sotai) dan perbandingan
ajaran pembibitan dan pemanenan (Shudatsu Sotai).
Pertama – tama keempat kata dari perbandingan ajaran sementara dan sesungguhnya
menjelaskan bahwa Hukum Ichinen Sanzen tidak terdapat pada ajaran sementara dari
sutra – sutra selama 42 tahun (Nizen), melainkan hanya terdapat pada Sutra Bunga
Teratai. Selanjutnya kelima kata Honmon Juryobon mewujudkan perbandingan ajaran
bayangan dan ajaran badan sesungguhnya (Honshaku Sotai). Hukum Ichinen Sanzen
walau terdapat pada ke 28 Bab Sutra Bunga Teratai, namun tidak terdapat pada ajaran
bayangan (Shakumon) melainkan terdapat pada Bab Nyorai Juryobon ke 16, yang
merupakan titik penting dari Honmon Sutra Bunga Teratai dan ketiga “terpendam didasar
kalimat yang dirahasiakan” adalah perbandingan ajaran pemanenan dan pembibitan
(Shudatsu Sotai). Yaitu menjelaskan bahwa Hukum Ichinen Sanzen tidak terdapat diatas
kalimat Bab Juryo yang panen, namun terdapat terpendam didasar kalimat yang di
rahasiakan.
Dengan demikian, penilaian wajah ajaran (Kyoso) dari Hukum yang dangkal
berturut – turut menuju Hukum Agama Budha yang mendalam sama seperti ketika
hendak mendaki ke tempat yang lebih tinggi, harus dimulai dari tempat yang rendah.
Begitupun bagai menuju pada tempat yang jauh harus dimulai dari tempat yang dekat. Ini
adalah urutan yang wajar dalam menganalisa sesuatu persoalan.
Kutipan
Pada bagian ketiga Ryuju dan seterusnya kesimpulan (Ketsu) berarti menegaskan tidak
tersebar pada masa Shoho dan Zoho (Shozomigu) yang maknanya menerangkan
penyebaran pada masa Mappo (Mappo Rufu). Disamping itu juga terdapat dua makna.
Yang pertama dengan menerangkan belum tersebar pada masa Shoho (Shohomigu) yang
menyimpulkan ketiga tahap, seterusnya belum tersebar. Kedua dengan menerangkan pada
masa Zoho menyimpannya dalam hati (Zoho Zaikai) sehingga menyimpulkan tahap ketiga
belum tersebar.
Penjelasan
Ini adalah penjelasan dari bagian kesimpulan. Walau kaliamatnya menjelaskan
bahwa Hukum Ichinen Sanzen belum tersebar selama 2000 tahun masa Shoho dan Zoho
namun makna sesungguhnya dari kalimat adalah manarik kesimpulan bahwa Hukum
Ichinen Sanzen merupakan Hukum Agung yang pasti tersebar pada masa Mappo.
Dan kalimat dari kesimpulan ini terbagi atas 2 bagian yaitu : kalimat yang
terdahulu “Walau Ryuju, Tenjin telah mengetahuinya, namun belum disebarkan”.
Menunjukkan bahwa belum tersebar pada masa Shohodimana dengan melalui
perbandingan Gonjitsu Sotai, Honshaku Sotai dan Shudatsu Sotai untuk menerima
keseluruhanya pada masa Shoho dengan jelas ketiga perbandingan itu sama sekali belum
dijelaskan, sehingga menarik kesimpulan bahwa Hukum Ichinen Sanzen sama sekali
belum tersebarluaskan.
Selanjutnya kalimat “Hanya arief bijaksana Tien Tai menyimpanya dalan hati”
berarti walau Tien Tai dikatakan telah menjelaskan perbandingan - perbandingan
Gonjitsu Sotai dan Honshaku Sotai, namum perbandingan Shudatsu Sotai yang ketiga
disimpannya dalam hati dan belum disebarluaskan, sehingga menerima perbandingan
pembibitan dan pemanenan. Sehingga dengan berdasarkan kedua kalimat diatas,
menarik kesimpulan bahwa Hukum Ichinen Sanzen pasti tersebar luas pada masa Mappo.
Pada kenyataannya, Ryuju, Tenjin menyebarluaskan Hukum Agama Budha dengan
menjadikan ajaran Mahayana sementara sebagai permukaannya dan tidak pernah
menjelaskan Hukum ajaran sesungguhnya yang lebih mendalam kepada umat manusia.
Namun mereka mengetahui inti hakekat Hukum Agama Budha adalah Ichinen Sanzen
dimana kiranya dapat dimengerti dengan kutipan kalimat berikut ini : Dalam buku maka
Shikan rol ke 5 tertulis : “Ryuju, Tenjin menyimpan dalam hati dan menyesuaikan dengan
keadaan waktu sehingga masing – masing memiliki ajaran sementara”.
Begitupun mengenai pada masa Zoho menyimpan dalam hati dimana dalam Totai
Gisho berkata : “Nangaku Daishi adalah penitisan dari Bodhisatva Kannon, Tien Tai Daishi
adalah penitisan dari Bodhisatva Yakuo dan sebagainya”. Seandainya walau mereka
memperoleh pembuktian ketika mendengar pembabaran Bab juryo Honmon di Ryojusen,
namun dilahirkan pada waktu yang tidak tepat pada waktu penyebaran Myoho, sehingga
menggantikan nama Myoho dengan menjuliki nama Shikan dan menyempurnakan
Ichinen Sanzen, Ishin Sankan. Namun prihal Tien Tai Daishi dan lain – lain pun menyebut
Nammyohorengekyo, dianggap sebagai pembuktian dalam jiwa sesungguhnya dari
pelaksanaan diri sendiri (Jigyo).
Kutipan
Harus mengetahui dengan seksama bahwa biarpun huruf “Hanya” dari “Hanya Sutra
Bunga Teratai” berbentuk satu huruf, namun artinya dihiasi dengan tiga tahap, yaitu
Hukum Ichinen Sanzen adalah sutra –sutra selam 50 tahun dari Budha Sakyamuni hanya
terdapat pada Sutra Bunga Teratai. Dan didalam Sutra Bunga Teratai hanya terdapat
pada Bab Honmon Juryo, dan di dalam Bab Hormon Juryo hanya terdapat di dasar kalimat
yang dirahasiakan (Montei Hichin) dan lain – lain. Oleh karena itu ketiga perbandingan
dengan jelas terdapat pada kalimat.
Penjelasan
Dan perkataan hanya dari “ Hanya Sutra Bunga Teratai…….” Walau hanya satu
perkataan namun maknanya dihiasi dengan tiga tahap. Yaitu Hukum Agama Budha
Ichinen Sanzen didalam seluruh ajaran seumur hidup Buddha Sakyamuni hanya terdapat
di dalam Sutra Bunga Teratai dan didalam Sutra Bunga Teratai terdapat didalam Bab
Juryo Honmon dan begitupun didalam Bab Juryo Honmon hanya terdapat terpendam
didasar kalimat yang dirahasiakan. Kiranya penjelasan ini akan lebih mempermudah
pengertian mengenai ketiga permandingan.
Penjelasan diatas dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :
TUJUAN (HYO) = Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen
= (Hanya) Sutra Bunga Teratai …. Perbandingan atara ajaran
sementara dan ajaran sesungguhnya (Hukum Pertama)
PENJELASAN (SHAKU)= (Hanya) Bab Juryo Honmon….. Perbandingan Honmon dan
Shakumon (Hukum kedua)
= (Hanya) terpendam didasar kalimat … Perbandingan
ajaran pembibitan dan pemanenan (Hukum ketiga)
KESIMPULAN (KETSU)= Ryuju Tenji - Pada masa Shoho
belum tersebar -menyimpulkan
ketiga tahap belum tersebar
Menunjukan
pasti
tersebar
pada masa
Mappo
= Arif Bijaksana Tien Tai – Pada masa Zoho
menyimpan dalam hati –
menyimpulkan tahap ketiga belum tersebar.
Kutipan
Pertanyaan : Perbandingan ajaran sementara dan sesungguhnya (Gojitsu), ajaran
banyangan dengan sesungguhnya (honshaku) selalu dibicarakan, namun bagaimana teori
kalimat dari perbandingan ketiga yakni perbandingan pembibitan dan pemanenan
(Shudatsu).
Jawab : Hal ini memang adalah makna kelahiran di dunia dari leluhur Budha
Nichiren Daisyonin. Kalau hal ini dapat di mengerti dengan jelas maka tidak akan tersesat
oleh kalimat Sutra – Sutra lainnya. Oleh karena itu , untuk sementara dengan menarik satu
kalimat dalam Hongonsho 31 untuk membahas garis pokoknya tertulis : Dalam
permandingan Sutra Bungan Teratai dengan Sutra – Sutra sebelum Sutra Bunga Teratai
(Sutra selama 42 tahun) untuk menimbang keunggulan dan kekurangannya atau dangkal
dan dalamnya terdapat tiga keadaan dalam hal kenyataan sementara (Tobun) dan garis
peloncatannya (kasetsu). Hukum Agama Budha Nichiren adalah Hukum tahap yang ketiga.
Biarpun didalam masyarakat umum telah di jelaskan tahap ke 1 dan tahap ke 2 seperti
bermimpi namun Hukum Tahap ke 3 itu tidak pernah dijelaskan dan lain – lain.
Penjelasan
Penjelasan mengenai perbandingan antara ajaran pembibitan dan pemanennan
adalah makna pokok dari Sanjuhidensho. Oleh karena itu pertama – tama disini
menjelaskan bukti tertulis dan bukti teori dari perbandingan antara ajaran pembibitan
dan pemanenan.
Pertanyaan : Perbandingan antara ajaran sementara dan sesungguhnya, perbandingan
Honmon dan Shakumon selalu sering didiskusikan secara umum, namun perbandingan
ajaran pembibitan dan pemanenan yang ketiga sama sekali belum pernah didiskusikan
sehingga bagaimanakah bentuk bukti tertulis dan bukti teori dari perbandingan ajaran
pembibitan dan pemanenan itu ?
Jawab : Justru yang menjelaskan dengan jelas perbandingan ajaran pembibitan
dan pemanenan merupakan tujuan pokok dari kelahiran leluhur Budha Nichiren
Daisyonin ke dunia ini. Kalau mengerti dengan jelas mengenai hal ini, maka dapat
mengerti dengan tepat berbagai Gosyo dari Nichiren Daisyonin. Sedikit pun tidak ada
yang meragu – ragukan. Selanjutnya marilah kita menarik kutipan kalimat bukti tertulis
yang menunjukan garis besar dari perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan.
Dalam Joninsho (Nama lain dari Hongonshutsukaisho hal.981) tertulis : “Ketika
memperbandingkan Sutra Bunga Teratai dengan Sutra Nizen untuk mempertimbangkan
keunggulan dan kelemahan maupun tinggi rendahnya ajaran maka terdapat perihal
kenyataan sementara (Tobun) dan garis peloncatannya (Kasetsu), yang mana terdapat
ketiga tahap dan perbedaan”. Hukum Agama Budha yang dijelaskan Nichiren adalah
Hukum dari kenyataan sementara (Tobun) dan garis peloncatanya (Kasetsu) yang ketiga.
Yakni perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan (Shudatsu Sotai). Walau didalam
masyarakat bagai mimpi telah dengan secara garis besar menjelaskan Hukum Agama
Budha yang ke satu dan ke dua, namun Hukum Agama Budha yang ketiga sama sekali
belum dijelaskan.
Disini, kenyataan sementara (Tobun) berarti mendiskusikan sesuatu terbatas dalam
lingkungan tertentu, sedangkan garis besar peloncatannya (Kasetsu) berarti
mendiskusikan sesuatu setahap lebih mendalam yang melampaui lingkungan tersebut.
Dan kenyataan sementara (Tobun) adalah ICHIYO (pada umumnya) dan garis peloncatan
(Kasetsu) adalah pada khususnya (SAIYO) begitupun dapat dikatakan bahwa kenyataan
sementara (Tobun) adalah pandangan sebagian dan garis peloncatan (kasetsu) adalah
pandangan keseluruhan. Mengenai ketiga macam kenyataan sementara dan garis
pelontannya akan dijelaskan berikut ini.
Kutipan
Sekarang dengan ikhlas hati merenungkan dan berkata : Kesatu, ajaran selama 42
tahun(Nizen) adalah ajaran sementara dan ajaran bayangan (Shakumon dari Sutra Bunga
Teratai) menjadi peloncatan. Inilah perbandingan ajaran sementara dan ajaran
sesungguhnya (Gonjitsu Sotai) menjadi Hukum tahap pertama. Kedua, ajaran bayangan
(Shakumon) dari Sutra Bunga Teratai adalah sementara dan ajaran badan sesungguhnya
(Honmon) menjadi peloncatan. Inilah perbandingan ajaran bayangan dengan ajaran
sesungguhnya (Honshaku Sotai) menjadi hukum tahap ke dua. Ketiga, ajaran pemanenan
adalah sementara dan ajaran pembibitan menjadi pelocatan. Inilah perbandingan atara
ajaran pemanenan dan pembibitan (Shudatsu Sotai) menjadi Hukum tahap ke tiga. Yakin,
ini menjadi maksud inti hakekat dari kelahiran di dunia dari leluhur Budha Nichiren
Daisyonin oleh karena itu dinamakan Hukum Budha Nichiren. Sekarang disinilah terdapat
makna yang dikatan Hukum Ichinen Sanzen hanya terdapat didalam dasar kalimat yang
dirahasiakan (Montei Hichin). Harap para sarjana renungkanlah dengan baik – baik.
Penjelasan
“Perihal kenyataan sementara dan garis peloncatannya terdapat tiga macam”
berarti : Kesatu, ajaran selama 42 tahun (Nizenkyo) adalah kenyataan sementara,
sedangkan Sutra Bunga teratai adalah garis peloncatannya. Ini adalah perbandingan
ajaran sementara dan sesungguhnya yang mana merupakan Hukum Agama Budha yang
kesatu dari Nichiren Daisyonin. Kedua, Shakumon adalah kenyataan sementara
sedangkan Honmon adalah garis peloncatannya. Ini adalah perbandingan ajaran
bayangan dan badan sesungguhnya yaitu Hukum Agama Budha yang ke dua. Ketiga
adalah Hukum Agama Budha pemanenan dari Budha Sakyamuni adalah kenyataan
sementara sedangkan Hukum Agama Budha pembibitan dari Nichiren Daisyonin adalah
garis peloncatannya. Ini adalah perbandingan ajaran pembibitan dan ajaran pemanenan,
yaitu Hukum Agama Budha yang ketiga dari Nichiren Daisyonin maka dinamakan Hukum
Agama Budha Nichiren.
Oleh karena dengan menjelaskan perbandingan ajaran pembibitan dan
pemanenan sehingga diwujudkannya Hukum Putih Agung dari penyebarluasan dimasa
Mappo merupakan maksud sesungguhnya dari Nichiren Daisyonin, maka dinamakan
Hukum Budha Nichiren. Terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan dari Kaimokusho
berarti hal perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan ini. Harap para sarjana
Hukum Agama Budha merenungkan secara mendalam pentingnya perbandingan ajaran
pembibitan dan pemanenan.
Kutipan
Pertanyaan : Para Guru – guru dan sarjana – sarjana dari aliran lain, semuanya
menganggap bahwa Kyoso yang ke tiga sebagai Hukum Tahap ketiga, namun sekarang
perbandingan ajaran pemanenan dengan ajaran pembibitan (Shudatsu Sotai) dinamakan
sebagi Hukum tahap ke Tiga. Dan hal ini pada masa – masa yang lampau belum pernah
didengar kalau tidak ada kalimat Sutra yang terang siapakah yang akan mempercayai hal
ini?
Penjelasan
Pertanyaan : Nichijin dari kuil Hoyoshi yang muncul dari sekte Fujimon dan para
sarjana yang dinamakan sebagai sekte kedua Nichiren Shu yang mana wajah hubungan
guru dan murid yang jauh dekat dan tidak jauh dekat dari ketiga wajah ajaran dari Tien
Tai yang ketiga dianggap sama dengan Hukum Agama Budha ketiga dari Nichiren yang di
jelaskan di dalam Joninsho.
Namun Nikkan Jonin menganggap perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan
sebagai Hukum Agama Budha yang ketiga yang mana hal ini sama sekali belum pernah
didengar hingga sekarang ini. Kalau tidak menjelaskan bukti tertulisnya, maka siapakah
yang dapat mempercayainya ?
Perihal salah menafsirkan wajah ajaranyang ke tiga dari Tien Tai sebagai Hukum Agama
Buddha yang ketiga dari Nichiren Daisyonin, walau ini disebabkan karena tidak
diturunkan namun kiranya dapat dimengerti bahwa ajaran filsafat dari sekte Tien Tai
adalah sedemikian maju dan makmur.
KETIGA JENIS WAJAH AJARAN DARI TIEN TAI
Tien Tai memperbandingkan ajaran Sutra Bunga Teratai, ajaran Sutra Nizen selama 42
tahun dengan menjelaskan keunggulan dan kelemahannya dari tiga pandangan.
Yaitu dalam buku Hokke Gengi Rol ke I tertulis:
“Wajah ajaran terbagi atas tiga jenis : Kesatu, wajah ajaran dari bakat manusia yang
mencair dan tidak mencair. Kedua, wajah ajaran dari bimbingan yang berawal akhir dan
tidak berawal akhir. Ketiga, wajah ajaran dari hubungan Guru dan Murid yang jauh dekat
dan tidak jauh dekat. Ajaran adalah ajaran – ajaran yang diajarkan oleh arif bijaksana,
wajah berarti membedakan perbedaan dan persamaan. “
I. Wajah ajaran dari bakat yang mencair dan tidak mencair.
Kesatu adalah wajah ajaran yang menjelaskan keunggulan dan kelemahan dengan
berdasarkan bakat dari umat manusia. Bakat umat manusia yang menerima
bimbingan pada Sutra Nizen adalah tidak sama, sedangkan pada Sutra Bunga Teratai
dicairkan kedalam bakat Dunia Budha dari Sutra Bunga Teratai. Oleh karena itu, Sutra
Nizen adalah tidak mencair, sedangkan Sutra Bunga Teratai adalah mencair.
Tidak mencair adalah prinsip yang terputus – putus, mencair adalah filsafat yang adil,
atau tidak mencair adalah pandangan sebagian, sehingga mencair dapat dikatakan
pandangan keseluruhan.
Dimana didalam Sutra selama 42 tahun, Kutai, Ketai maupun Chudo dijelaskan
terpisah – pisah. Walau Santai adalah filsafat yang dapat dengan tepat mengenal Jisso
dari Shoho, namun setelah measuki Sutra Bunga Teratai baru Santai menjadi
sempurna. Kalau menjelaskan wajah mencair dan tidak mencairnya bakat manusia
berdasarkan pandangan jaman sekarang, dimana seperti ideologi materialisme dan
spirituialisme dengan berpandangan sebagai untuk memandang keseluruhan adalah
filsafat yang tidak mencair.
Kalau ideologi materialism dipandang berdasarkan Santai, maka tidak lain hanya
menjelaskan sesuatu dari Ketai (Jasmaniah) begitupun ideology spiritualisme hanya
menjelaskan sebagian dari Kutai (Spiritualisme).
Namun sebaliknya Hukum Agama Budha yang didirikan oleh Nichiren Daisyonin
adalah Myoho dari Santai yang sempurna, karena memiliki kekuatan yang dapat
membimbing ideology materialism, spiritualisme maupun seluruh ideology filsafat
lainya, sehingga merupakan filsafat yang mencair (Yu). Oleh karena percaya terhadap
Myoho ini, maka seluruh umat manusia dapat denga tepat membina kehidupan dan
penghidupan yang bahagia.
II. Wajah bimbingan yang berawal akhir dan tidak berawal akhir
Kedua, menjelaskan wajah ajaran dari bimbingan yang berawal akhir dan tidak
berawal akhir. Bimbingan itu dimulai dengan pembibitan hingga berakhir pada
pemanenan. Wajah ajaran yang ditetapkan setelah Bab Kejuyo ke 7 Sutra Bunga
Teratai, dengan menerima pembibitan Budha Daitsuchisho pada 3000 jintengo,
selanjutnya pada waktu Budha Sakyamuni lahir di India, memperoleh pematangan
pada ajaran Nizen selama 42 tahun, dan Shakumon dari Sutra Bunga Teratai dimana
akan memperoleh kesadaran di masa akan datang. Adalah keadaan penyempurnaan
dari bimbingan yang berawal akhir Sutra Nizen, menjelaskan bahwa Sakyamuni pada
umur 19 tahun meninggalkan istana dan pada umur 30 tahun mencapai kesadaran
Budha (Shijo Shokaku) dan sebagainya, namun tidak menjelaskan pembibitan dari
umat manusia, begitupun tidak mendapat kesadaran Budha.
Oleh karena itu awal akhir dari Sutra Nizen tidak sempurna, maka wajah ajaranya
tidak berawal akhir. Mengenai pembibitan, pematangan dan pemanenan (Shu, Juku,
Datsu) ini terlebih setelah memasuki Honmon Sutra Bunga Teratai dan didasar
kalimat yang dirahasiakan dari Honmon, akan dijelaskan lebih mendalam. Namun hal
ini akan dijelaskan secara terperinci pada Bab ke 7.
Wajah ajaran ini adalah menjelaskan awal dan akhir dari suatu bimbingan, Walau
Sutra Nizen pernah menjelaskan masa lampau, sekarang dan akan datang, namun
sekarang umat manusia yang mendengar pengkotbahan dari Budha Sakyamuni, tidak
menjelaskan bahwa bilamana mereka mulai mendengar pengkotbahan dari Budha
Sakyamuni, begitu pun tidak mengetahui harus memerlukan jangka waktu berapa
lama untuk melaksanakan pertapaan selanjutnya.
Dalam Juhokaiji menjelaskan wajah Sutra Nizen yang tidak mencair sebagai
berikut : “kelima larangan manusia dan langit, 10 kebaikan, Shintai dari Nijo,
duabelas, Rokudo dari Boddhisatva, Sangi, seratus Ko atu Doyujinko atau
Muryoasogiko. Dan ketika Boddhisatva dari Enkyo mulai bertekad hati, segera
memperoleh kesadaran.
Oleh karena mengetahui bakatnya berlainan sehingga menjelaskan ajaran yang
berlainan pula, karena ajaranya berbeda, maka pelaksanaan pun berlainan, dan
karena pelaksanaannya berbeda maka akibatnya pun berlainan, sehingga masing –
masing memperoleh manfaatnya pun berlainan. Yakni, dalam ajaran Zokyo adalah
ajaran yang mengajarkan dimana manusia dan surga memegang larangan dari 5
larangan dan sepuluh kebaikan dan sebagainya.
Pengetahuan (Shomon) adalah Hukum dari Shitai dalam penyerapan (Engaku)
dijelaskan untuk melaksanakan duabelas sebab jodoh (In En) sedangkan pada
Boddhisatva diajarkan bahwa kalau menjalankan 6 Haramitsu selama tiga Gi seratus
Daiko akan mencapai kesadaran Budha.
Dalam ajaran Tsukyo menjelaskan bahwa kalau Boddhisatva melaksanakan
pertapaan Doyujinko akan mencapai kesadaran Budha. Dalam ajaran Bekkyo
menjelaskan dengan menimbun karunia yang tak terbatas akan mencapai kesadaran
Budha dan sebagainya. Dengan demikian isi ajaran pun berbeda berdasarkan umat
manusianya, dimana umat manusia dari dunia surga dan dunia dan dunia kemanusian
hanya meneruskan pertapaan adan memperoleh akibat dari dunia surga dan dunia
kemanusiaan. Dan dunia pengetahuan dan penyerapan hanya meneruskan pertapaan
dan memperoleh akibat dari pengetahuan dan penyerapan. Sehingga sepuluh dunia
dijelaskan terpisah – pisah yang tak berhubungan satu dengan yang lainnya.
Begitu pun dunia pengetahuan dan penyerapan tidak mencapai kesadaran Budha
(Nijo Fusabutsu), wanita tidak dapat mencapai kesadaran Budha, dan orang – orang
jahat tidak dapat mencapai kesadaran Budha dan sebagainya itu, dapat dikatakan
sebagai bakat yang tidak mencair (Gonjo No Fuyu). Namun pada Syakumon Sutra
Bunga Teratai bakat umat manusia telah matang, dimana pada Bab Hoben ke 2
menjelaskan bahwa : “Didalam sepuluh penjuru tanah Budha hanya terdapat satu
Hukum Tunggal Agung dan tidak terdapat dua maupun tiga” yang mana telah
memecahkan ajaran 42 tahun yang sempit.
Kalau meninjau leluhur Budha (kyoshu) maka pada ajaran selama 42 tahun
(Nizen) dimana Hosshin dan Ojin terpisah – pisah dengan menyesuaikan bakat dari
umat manusia. Namun setelah memasuki Sutra Bunga Teratai dimana dengan kalimat
sepuluh Nyoze dari Bab Hoben telah mewujudkan Budha dari satu badan adalah tiga
badan (Isshin Soku Sanjin) dan tiga badan adalah satu badan (Sanjin Soku Isshin).
Begitupun kalau dipandang dari Santai, maka seperti yang dijelaskan dalam Onggi
Kuden bagian atas berkata : “Satu adalah Bunga Teratai, besar (Dai) adalah Sutra
Kegon, hal (Ji) adalah Sanmai diantara waktu itu. Walau sebelum Sutra Bunga Teratai
terdapat Santai, namun itu adalah mutiara yang hancur, bukan pusaka”. Pada Bab
Kejoyu dari Shakumon menjelaskan sebab jodoh yang terjalin sejak 3000 Jintengo
yang lampau dan menerangkan bahwa umat manusia yang telah berjodoh dengan
Budha Sakyamuni, harus dilahirkan kembali bersamaan denga Budha Sakyamuni
untuk melaksanakan pertapaan Hukum Agama Budha.
III. Wajah ajaran dari jauh dekat dan tidak jauh dekatnya hubungan Guru dan Murid
Ketiga, adalah ajaran yang menjelaskan hubungan yang mendalam dari Guru dan
Murid dalam Bab Juryo menjelaskan bahwa seluruh masyarakat dari dunia surga,
manusi dan asura mengira bahwa Budha Sakyamuni mencapai kesadaran Budha pada
dunia ini untuk menunjukan hubungan Guru dan Murid yang dekat, namun
menjelaskan bahwa Budha Sakyamuni telah mencapai kesadaran Budha sejak 500
Jintengo yang lampau, untuk menunjukan hubungan Guru dan Murid yang jauh.
Inipun pandangan jiwa kekal abadi dari sepuluh dunia yang kekal.
Yaitu setelah memasuki Honmon Sutra Bunga Teratai baru dengan tegas menunjukan
wajah dari jauh dekat. Namun pada tahap Sutra Nizen dan Shakumon masih
berpandangan pada Shijo Shokaku yang mana tidak jelas dengan wajah jauh dekat.
Inilah yang disebut sebagai tidak jauh dekat.
Kalau memandang pembibitan, pematangan dan pemanenan ini, maka 500
Jintengo dijadikan sebagai pembibitan, waktu pertengahan Budha Daitsu sebagai
pematangan, dari masa hidup Budha Sakyamuni sampai sekarang ini, hingga
menjelaskan Bab Juryo sehingga mencapai pemanenan, dimana wajah ajaran ini lebih
mendalam dari wajah ajaran yang kedua dari bimbingan yang berawal akhir dan tidak
berawal akhir.
Kutipan
Jawaban : Bagai Kyoso ketiga masih termasuk didalam Hukum Budha Tien Tai
maka bukan Hukum Budha Nichiren. Harus mengetahui dengan seksama. Tahap Kyoso
kesatu dan kedua dari Tien Tai kedua duanya termasuk dalah Hukum Tahap Kesatu dalam
Hukum Agama Budha Nichiren dan Tahap Kyoso ketiga dari Tien Tai termasuk dalam
Hukum Tahap Kedua Agama Budha Nichiren. Oleh karena itu kalau memandang ketiga
tahap Kyoso berdasarkan Agama Budha Nichiren yakni menjadi kedua tahap Kyoso.
Dengan demikian Myoraku berkata : “Kedua makna yang terdahulu berarti ajaran
bayangan (Shakumon) dan satu makna yang terakhir berarti ajaran sesungguhnya
(Honmon). Selanjutnya ditambah dengan satu bagian lagi dari perbandingan ajaran panen
dan ajaran penanaman bibit (Shudatsu Sotai) sehingga menjadi Hukum tahap ketiga, oleh
karena itu dikatakan sebagi Hukum dari Budha Nichiren.
Sekarang dengan menarik kalimat yang jelas dimana akan membuktikan makna ini. Dalam
Juhokaisho tertulis : “Shijukokai” dan lain – lain dalam Kechimyakusho tertulis : “Empat
susunan dangkal dan dalam (Shiju Senzin) dan lain – lain berkata : “Ketiga macam Kyoso
dari penanaman bibit (Genshu Sanshu No Kyoso)” dan lain – lain. Dalam Honzon Sho
tertulis : Beliau adalah panen, saya adalah penanaman bibit dan lain – lain. Rahasiakanlah,
rahasiakanlah dan lain – lain.
Penjelasan
Disini dengan menarik bukti tertulis untuk memecahkan pandangan tersesat yang
menjadikan wajah ajaran yang ke tiga dari Tien Tai sebagai Hukum Agama Budha
Nichiren Daisyonin yang ke 2. Yaitu wajah ajaran yang ketiga dari Tien Tai menjelaskan
keunggulan dan kelemahan Honmon Shakumon didalam Hukum Agama Budha
Sakyamuni, sehingga betapapun masih merupakan Hukum dari Tien tai, dan tidak dapat
melampaui Hukum Agama Budha pembibitan dari Nichiren Daisyonin.
Kalau disini saling memperbandingkan , maka Hukum wajah ajaran dari bakat
yang mencair dan tidak mencair yang pertama maupun wajah ajaran dari bimbingan
yang berawal akhir dan yang tidak berawal akhir yang kedua dari Tien Tai, kedua-duanya
menjadi Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin yang pertama yaitu termasuk
perbandingan ajaran sementara dan ajaran sesungguhnya (Ginjitsu Sotai). Oleh karena
wajah ajaran yang pertama dan kedua dari Tien Tai betapapun hanya menjelaskan
perbandingan keunggulan dan kelemahan dari Sutra Nizen selama 42 tahun dengan
Shakumon dari Sutra Bunga Teratai.
Selanjutnya wajah ajaran yang ketiga dari Tien Tai, termasuk Hukum Agama
Budha Nichiren Daisyonin yang kedua, dimana karena wajah ajaran dari jauh dekat dan
tidak jauh dekatnya hubungan Guru dan Murid menjelaskan perbandingan keunggulan
dan kelemahan antara Honmon Sutra Bunga Teratai dan Nizen Shakumon maka
termasuk didalam perbandingan Honmon dan Shakumon (Honshaku Sotai). Myoraku
pun dalam Hokke Gengi Yakusen menjelaskan bahwa : “Kedua makna yang dimuka
(wajah ajaran dari bakat yang mencair dan tidak mencair yang pertama, dan wajah ajaran
dari bimbingan yang berawal akhir dan tak berawal akhir yang ke dua) menyimpulkan
Shakumon sedangkan satu makna yang terakhir (wajah ajaran dari jauh dekat dan taidak
jauh dekatnya hubungan Guru dan Murid yang ke tiga) menyimpulkan Honmon”.
Hukum pertama dan kedua ini ditambah dengan perbandingan ajaran pembibitan
dan pemanenan ini dijadikan sebagai Hukum Agama Budha yang ketiga. Oleh karena itu,
Hukum Agama Budha yang ketiga ini merupakan Hukum Agama Budha yang tersendiri
dari Nichiren Daisyonin. Oleh karena tidak dapat dijangkau oleh Tien Tai maka
dinamakan “Hukum Agama Budha Nichiren”.
Selanjutnya marilah kita menarik kalimat yang jelas untuk membuktikan makna
Hukum Agama Budha yang ketiga, yakni perbandingan ajaran pembibitan dan ajaran
pemanenan. Dalam Juhokaiji tertulis : “Dengan makna Kanjin Honmon Sutra Bunga
Teratai memandang seluruh ajaran suci seumur hidup Budha Sakyamuni adalah sama
seperti mengambil buah anra ditangan, mengapa demikian ? Karena jika ajaran Agung
Shakumon bangkit maka ajaran Nizen selama 42 tahun runtuh. Jika ajaran Agung Honmon
bangkit, maka ajaran Shakumon dan Nizen runtuh. Jika ajaran agung Kanjin bangkit, maka
keseluruhan dari Honmon, Shakumon dan Nizen menjadi runtuh. Ini adalah ajaran suci
yang dijelaskan oleh Budha yang dimulai dari dangkal menuju yang dalam dan semangkin
menyesatkan”. Inilah yang dikatakan sebagai keempat susun bangkit dan runtuh.
Jika diperbandingkan dengan kelima perbandingan (Goju No Sotai) adalah sperti berikut :
Keempat Susun Bangkit dan Runtuh : Kelima Perbandingan :
1. Jika ajaran agung Nizen bangkit maka 1. Perbandingan Hukum Agama Budha
filsafat – filsafat lainya runtuh. Dengan filsafat lainya (Naige Sotai)
2. Jika ajaran agung Shakumon bangkit maka 2. Perbandingan ajaran sementara dan
Ajaran Nizen runtuh. Sesungguhnya (Gonjitsu Sotai)
Perbandingan Mahayana dan Hinayana
3. Jika ajaran agung Honmon bangkit maka 3. Perbandingan ajaran Honmon dan
Shakumon , Nizen runtuh. Shakumon(Honshaku Sotai)
4. Jika ajaran agung Kanjin bangkit maka 4. Perbandingan ajaran Pembibitan dan
Shakumon dan Nizen seluruhnya runtuh. Pemanenan (Shudatsu Sotai)
Ajaran agung Kanjin sepintas lalu berarti ajaran Kannen Kanpo dari sekte Tien Tai,
namun makna sesungguhnya berarti Nammyohorengekyo karunia pembibitan dari
penyebarluasan di masa Mappo.
Selanjutnya dalam Hon In Myo Sho tertulis : “Ketiga, empat susun dangkal dan dalam.
Terdapat nama empat susun, kesatu adalah nama dan badan yang tidak kekal, yaitu
berbagai Sutra dan sekte dari Nizen. Kedua adalah nama palsu dan badan sesungguhnya
yaitu Shakumon Shikaku yang tidak kekal”.
Ketiga adalah nama dan badan yang sesungguhnya yaitu Honmon Honkaku yang
kekal abadi. Keempat adalah nama dan badan ajaib yaitu Nammyohorengekyo yang
langsung mencapai Kanjin dan sebagainya, yaitu dengan mempergunakan kelima susun
gaib dari nama, badan, pokok, fungsi, dan ajaran untuk menjelaskan berbagai keempat
susun dangkal dan dalam “ .
Dan juga dalam Gosyo Hyakurokkasho tertulis : “Honmon Shakumon dari ketiga jenis
wajah ajaran pemanenan Shakumon. Kedua macam adalah Shakumon Mukaie satu macam
adalah Kaie yang dimiliki sejak asal mula. Kesatu jenis adalah Kaigen dan kedua jenis
adalah Fukaie yang mana menjadi wajah ajaran dari Shoju Kensoku dan sebagainya”. Dan
dalam Gosyo yang sama tertulis : “Honmon Shakumon dari ketiga jenis wajah ajaran
pembibitan, dua jenis adalah Shakumon, kesatu jenis adalah Honmon, wajah ajaran dari
Honmon adalah majikan dari wajar ajaran. Dua jenis adalah 28 Bab. Satu jenis adalah
Daimoku, Daimoku adalah wajah ajaran yang berdasarkan Kanjin”. Terlebih lagi dalam
Kanjin No Honzonsho tertulis : “Honmon masa hidupnya Budha Sakyamuni dan awal masa
Mappo bersama – sama adalah sempurna. Namun beliau adalah panen sedangkan saya
adalah pembibitan, beliau adalah satu bab dan dua kali setengah bab (Ippon Nihan)
namun saya hanya kelima huruf Daimoku”.
Dari kalimat – kalimat ini, dapat dilihat bahwa perbandingan ajaran pembibitan
pemanenan (Shudatsu Sotai) merupakan Hukum Agama Budha yang tersendiri dari
Nichiren Daisyonin. Kiranya dapat dimengerti bahwa Hukum ini hanya dapat diturunkan
dengan rahasia dan mendalam oleh Nichiren Shoshu saja.
Pada akhirnya kalau dibuat skema hubungan antara ketiga jenis wajah ajaran dan ketiga
Hukum Agama Budha adalah sebagai berikut :
Ketiga jenis wajah ajaran Tien tai Hukum Nichiren Daisyonin
(masa hidup Buddha Sakyamuni) masa Mappo
1 Wajah ajaran dari
Nizen - tidak
mencair
bakat mencair dan
dan tidak mencair
Shakumon dari
Sutra
Nizen - Tobun
Bunga Teratai Hukum pertama
Kenyataan
sementara
Mencair
perbandingan
ajaran
sementara dan
Shakumon-
Kasetsu
Nizen tidak berawal sesungguhnya Garis peloncatan akhir
2 Wajah ajaran dari
bimbingan yang Shakumon - Sutra
berawal akhir dan Bunga Teratai
Tidak berawal
akhir Berawal akhir
3 Wajah dari jauh
Nizen Shakumon
Hukum kedua
dekat dan tidak tidak jauh dekat perbandingan Shakumon Tobun
jauh dekatnya
kenyataan
sementara
hubungan Guru Honmon Sutra
Honmon
Shakumon
dan murid Bunga Teratai Honmon Kasetsu
Jauh dekat Garis peloncatan
Masa Zoho (Disimpan dalam hati……………………………….. Hukum ketiga
Honmon
pemanenan
perbandingan
ajaran
Kenyataan
sementara
pembibitan dan
pemanenan Honmon Tunggal
pembibitan garis
Peloncatan
BAB III
MENERANGKAN JUMLAH ANGKA DARI ICHINEN SANZEN
Ketiga, yang dikatakan menerangkan angka dari Ichinen Sanzen adalah kalau ingin
mengentahui jumlah angka dari Ichinen Sanzen dengan jelas, maka terlebih dahulu harus
memahami sepuluh dunia (Jukkai), Ketiga perbedaan (San Seken) dan wajah kesepuluh
unsur (Junyoze).
Dari kehidupan sehari – hari yang mencakupi politik, ekonomi, kemasyarakatan,
kebudayaan dan lain – lain maupun yang mencakupi seluruh alam semesta, yang mana
pokok dasar seluruh gejala itu adalah jiwa. Namun dalm Hukum Agama Budha inti
hakekat dan wujud sesungguhnya dari jiwa ini diterangkan dengan jelas sebagi “Hukum
Ichinen Sanzen”. Justru Hukum Ichinen Sanzen adalah inti Hakekat Hukum Agama Budha.
Kalau tidak mengetahui hal ini, walau diperbincangkan bagaimana pun, tidak dapat
menangkap makna inti hakekat gejala jiwa yang sesungguhnya.
Ichinen Sanzen berarti Ichinen (jiwa sekejap mata) mencakupi sepuluh dunia
saling mencakupi sehingga menjadi saeratus dunia, dalam seratus dunia mencakupi
sepuluh Nyoze sehingga menjadi seribu Nyoze dan seribu Nyoze mencakupi ketiga
perbedaan (San Seken) sehingga 3000 seken. Yang menjelaskan bahwa dalam jiwa
sekejap telah mencakupi 3000 ini adalah Ichinen Sanzen. Jadi kalau ingin menyelidiki
jumlah angka 3000 yaitu wujud sesungguhnya dari jiwa, maka pertama – tama harus
mengetahui keadaan jiwa dari sepuluh dunia, ketiga perbedaan maupun sepuluh Nyoze.
Nikkan Jonin dalam Shanjuhiden Sho ini, walaupun menjelaskan Hukum Ichinen
Sanzen dengan perbandingan ajaran sementara dan ajaran sesungguhnya (Gonjitsu
Sotai), perbandingan Honmon dan Shakumon dan perbandingan ajaran pembibitan dan
pemanenan yang dikatakan tiga susun yang dirahasiakan, namun untuk menerangkan hal
itu, maka pertama – tama dalam bab ke tiga akan menjelaskan isi dari Hukum Ichinen
Sanzen dalam jumlah angka secara umum dan teoritis.
Kesepuluh dunia (Jukkai) seperti yang diketahui pada umumnya. Dalam tiap – tiap
Negara besar dari kedelapan neraka besar, masing – masing terdapat pada 16 tempat yang
tersendiri sehingga menjadi 136 dan semuanya dinamakan neraka. Dunia kelaparan dalam
Shohonenkyo diterangkan terdapat 36 macam, dan dalam Shoriron diterangkan terdapat 3
macam dan 9 macam. Binatang dalam ikan terdapat 6400 macam, dalam burung terdapat
4500 macam, dalam hewan terdapat 2400 macam jumlahnya 13.300 macam, dan
semuanya dinamakan dunia kebinatangan. Kemarahan (Shura) tinggi badannya 84.000
Yujun dan air keempat samudra besarpun tidak sampai dengkulnya. Umat manusia di
keempat benua besar, surga yaitu keenam surga dari dunia keinginan dan kedelapan belas
surga dari dunia jasmani dan keempat surga dari dunia rohani. Nijo adalah bagaikan
Shinshi, Moruken dan lain – lain. Boddhisatva adalah bagaikan Honge dan Shake, dunia
Budha adalah sama seperti Sakyamuni, Taho dan lain – lain.
Disini dalam menjelaskan angka dari Ichinen Sanzen pertama – tama menjelaskan
sepuluh dunia yang merupakan inti pokok Ichinen Sanzen. Mengenai setiap sepuluh
dunia akan dijelaskan sebagai berikut :
MAKNA TEORI SEPULUH DUNIA
Sepuluh dunia yang terbagi atas Neraka, Kelaparan, Kebinatangan,
Kemarahan, Kemanusiaan, Surga, Pengetahuan, Penyerapan, Boddhisatva, Buddha,
namun betapun merupakan keadaan jiwa dari jiwa sekejap kita dan sama sekali tidak
terdapat diluar yang terpisah dari sekejap jiwa kita. Dalam surat balasan Ueno Dono
Gokeama Gohenji tertulis sebagai berikut : “Yang dikatakan tanah suci maupun neraka,
sama sekali tidak terdapat diluar jiwa kita, namun hanya terdapat pada dada kita, dimana
yang menyadari hal ini dinamakan Budha, sedangkan yang tersesat mengenai hal ini
dinamakan manusia biasa”. Seperti yang dijelaskan dalam kutipan kalimat ini, dimana
tanah suci (Dunia Budha) maupun Neraka, tidak lain hanya terdapat di dalam suasana
jiwa diri sendiri. Yang dapat menyadari hal ini dengan tepat dinamakan Budha sedangkan
yang tidak mengetahui hal ini dan menganggap terdapat disuatu dunia luar dinamakan
manusia biasa.
Marilah kita meninjau makna yang dijelaskan teori sepuluh dunia ini. Makna dari
teori sepuluh dunia dengan singkat dikatakan sebagai ukuran yang mengukur keadaan
dan isi dari kebahagiaan. Mengenai beberapa pertanyaan - pertanyaan yang sedemikian
sulit yang selalu dipikirkan secara mendalam oleh para arif bijaksana masa lampau yang
hingga saat sekarang pun ini belum terjawabkan antara lain : Dengan bagaimanakah
manusia harus Hidup ? Apakah tujuan dari kehidupan manusia ? Dan sebagainya. Namun
terdapat pandangan yang sepaham yang mengatakan bahwa tujuan dari kehidupan
manusia adalah mencari kebahagian. Namun kesemuanya itu sama sekali tidak
memikirkan dan tidak memahami apakah sesungguhnya isi dari kebahagiaan ini.
Pada setiap manusia terdapat pandangan yang berlainan terhadap kebahagian ini,
antara lain kebahagian itu adalah “menjadi kaya, yang dapat hidup selayaknya sebagai
seorang manusia, yang dapat menghidupkan kepribadian, dan dapat hidup dengan puas,
maupun dapat mencurahkan seluruh jiwa demi kesenian dan sebagainya”. Walau tujuan
kehidupan yang demikian, mencari kebahagian namun karena belum ditegaskan dengan
jelas isi dari kebahagian sehingga selama belum ditetapkan cara menuju kebahagian itu
maka akan sia – sia belaka.
Dalam Hukum Agama Budha menjelaskan bahwa dasar pokok kebahagian
terdapat pada masalah suasana jiwa manusia, sedangkan suasana jiwa itu terbagi atas
sepuluh bagian. Suasana jiwa berarti sesuatu yang mengatur keseluruhan dari keadaan
jiwa rohani dan jasmani yang tak terpisahkan (Shiki Shin Funi). Dan justru dijelaskan
bahwa pencapaian kesadara Budha (pemunculan Dunia Buddha) merupakan tujuan
hakekat dari kehidupan. Dan disinilah dijelaskan dengan terang wujud sesungguhnya
dari kebahagian yang berdasarkan pada filsafat jiwa rohani dan jasmani yang tak
terpisahkan (Shiki Shin Funi) dan terlebih lagi dijelaskan cara menuju penegakkan
suasana kebahagian yang mutlak.
PENJELASAN TERPERINCI DARI SEPULUH DUNIA
Selanjutnya marilah kita memikirkan apakah sesungguhnya keadaan jiwa dari
setiap dunia dari sepuluh dunia sebagai berikut :
1. Dunia Neraka
Ji dari Neraka (Jigoku) berarti yang terbawah. Goku berarti keadaan jiwa yang
tidak bebas dan terikat. Jadi seluruh keadaan jiwa yang malapetaka yang dipenuhi
penderitaan dan kesulitan yang berat dapat dikatakan sebagai dunia neraka. Yaitu
suasana jiwa yang terpuruk dan terendah dari sepuluh dunia. Penderitaan dan
kesulitan yang dialami karena malapetaka peperangan, peristiwa lalulintas,
bencana, penyakit, kegagalan dalam usaha, rumah tangga yang kacau, perpisahan
karena kematian sanak saudara, dapat dianggap sebagai perumpamaan dari dunia
neraka.
Dalam dunia neraka pun dapat berbagai macam, dimana Nikkan Jonin
menjelaskan bahwa : “Dalam kedelapan Neraka besar yang masing – masing
terdapat 16 tempat yang berbeda sehingga menjadi 136 neraka dan seluruhnya
dinamakan neraka”. Yakni kedelapan neraka besar Tokatsu, Kokujo, Shugo
Kyokan, Daikyokan, Shonetsu, Daishonetsu dan Dai Abi yang masing – masing
terdapat pada ke 16 tempat yang berbeda sehingga 8 x 16 = 128 dan ditambah
kedelapan neraka besar dan menjadi 136 neraka. Di dalam kedelapan neraka
besar pun neraka Dai Abi lah yang terburuk (neraka yang tak terputus – putus
penderitaannya).
Begitu pun Budha menjelaskan bahwa jika penderitaan dari neraka yang tak
terputus – putus penderitaan, dijelaskan dengan terperinci maka orang yang
hanya mendengar pun akan mati dengan muntah darah, maka Budha tidak
menjelaskannya secara jelas.
2. Dunia Kelaparan
Kelaparan adalah keserakahan yang dikuasi oleh nafsu – nafsu. Di dalam Sutra
Shohonenkyo menjelaskan terdapat 36 jenis dan dimana Sutra Shoriron
menjelaskan terdapat 3 jenis dan 9 jenis. Walau disini tidak akan menjelaskan
kelaparan secara terperinci namun pada pokoknya hawa nafsu naluri yang tidak
puas terhadap permintaan terhadap benda seperti makanan, pakaian, rumah,
kendaraan, televisi berwarna dan lain – lain.
Begitu pun dalam hal waktu, tidak pernah terasakan waktu yang luang. Kaum kaya
yang egois dan hanya semata –mata mencari keuntungan diri sendiri saja, maupun
kaum politik yang harus menuntut kekuasaan dan keuntungan dan nama baik
yang sungguh merupakan keadaan dunia kelaparan. Dan juga arif bijaksana dan
orang yang bagaimana pun kalau tidak memakan sesuatu makanan maka sudah
pasti akan lapar.
3. Dunia Kebinatangan
Binatang seperti yang dikatakan bahwa binatang dalam ikan terdapat 6400 jenis,
burung terdapat 4500 jenis, hewan terdapat 2400 jenis, seluruhnya berjumlah
13.300 jenis dan dinamakan dunia binatang, yang mana keadaan seperti ikan,
burung dan hewan. Jadi pada hakekatnya tidak ada akal sehat maupun moral
dimana jiwanya hanya menuruti kehendak naluri dan nafsu pada waktu itu saja.
Dan keadaan jiwa yang sangat bodoh dimana jiwanya hanya terpaku pada hal
yang didepan mata dan lupa akan hal – hal yang sangat penting. Disamping itu
takut pada yang kuat dan menindas pada yang lemah.
4. Dunia Kemarahan
Kemarahan adalah keadaan jiwa yang bertentangan, yaitu kemarahan yang
menganggap orang lain menjelekan dirinya. Contoh – contoh dari kemarahan
antara lain percekcokan, peperangan, pertentangan golongan dan sebagainya.
Seperti yang dikatakan “Panjang badan kemarahan 84.000 Yujun, dimana air dari
keempat lautan besar pun tidak melampaui dengkulnya”. Dimana jiwa kemarahan
merasakan diri besar dan sebaliknya orang lain kecil adanya. Keadaan tinggi
badan kemarahan yang dikatakan 84.000 Yujun maupun air keempat lautan tidak
melampaui dengkulnya menjelaskan kemarahan yang sedemikian hebatnya.
Kalau sudah terjadi kemarahan dengan keadaan demikian maka hal – hal dalam
keadaan biasa yang betapa pun tidak mungkin di perbuat, dapat diperbuatnya.
Dimana orang kecil hati pun dapat seketika membunuh orang, begitupun seorang
pemuda yang baik jika pada suatu waktu ditugaskan menuju ke medan perang
maka dapat timbul dunia kemarahan yang ingin membunuh rakyat yang tak
berdosa maupun membakar rumah dan sebagainya. Begitu pun peperangan yang
timbul karena pertentangan ideologi dan suku bangsa dan sebagainya dapat
dikatakan sebagai dunia kemarahan.
Keempat dunia dari neraka, kelaparan, kebinatangan dan kemarahan adalah
keempat dunia buruk atau keempat kecenderungan buruk. Kehidupan orang yang
malang adalah orang yang kuat memiliki keadaan jiwa keempat dunia buruk.
5. Dunia Kemanusiaan
Dunia kemanusiaan berarti, seperti yang tertulis dalam Kanjin Honzonsho bahwa :
“Yang tenang adalah manusia” yaitu jiwa yang tenang. Contoh – contoh dari dunia
kemanusiaan antara lain memikirkan keadaan saudara, kawan mau pun dengan
kuatir memikirkan keadaan mereka dan sebagainya.
Walau dikatakan “tempat tinggal manusia pada keempat benua”, namun keempat
benua berdasarkan pandangan keduniaan Hindia Kuno berarti bumi luas dimana
umat manusia tinggal. Begitu pun dunia kemanusiaan ini dapat diumpamakan
sebagai keadaan yang datar dari dan tenang bagai bumi besar.
6. Dunia Surga
Dunia surga adalah jiwa bergembira. Sebagai umpama , ketika memperoleh
barang yang diinginkan, ketika suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana, ketika memakan makanan enak, ketika mendengar alunan musik yang
merdu dan melihat gambar yang indah mau pun ketika dapat lulus dalam ujian
yang sangat sulit. Namun ciri khas kegembiraan dari dunia surga bersifat
sementara dan tidak bertahan lama, dimana akan menghilang bersamaan dengan
berlalunya waktu.
Walau mencapai dunia surga yang puas setelah makan makanan yang enak namun
itu hanya bertahan untuk sementara waktu saja, dengan berlalunya waktu akan
menjadi lapar kembali sehingga kembali pada dunia kelaparan. Walau
kegembiraan setelah lulus dalam suatu ujian, namun ketika menghadapi ujian
berikutnya dimana akan terasa berat hati. Begitu pun sekarang sehat namun
apakah kesehatan itu akan bertahan selama – lamanya ? Sekarang walau
mempunyai banyak kekayaan namun tidak mungkin selamanya kaya. Memang
kegembiraan dari dunia surga tidak dapat mengetahui hal – hal yang akan terjadi
esok hari. Dalam dunia surga pun terdapat berbagai jenis, dimana didalam dunia
keinginan terdapat 6 surga : didalam dunia jasmani terdapat 18 surga, didalam
dunia rohani terdapat 4 surga, sehingga keseluruhannya berjumlah 28 surga.
Dari dunia neraka hingga ke dunia surga yang diterangkan diatas dinamakan
keenam dunia, dimana pada umumnya manusia berulang – ulang pada kehidupan
setiap harinya dalam suasana hidup keenam dunia ini.
Namun kehidupan manusia itu tidak akan puas dengan kehidupan yang berulang –
ulang pada keenam dunia itu dimana menuntut kehidupan yang lebih tinggi dengan
berusaha sekuat tenaga pada ilmu pengetahuan dan sopan santun. Keempat dunia
lainya dalam yakni dunia pengetahuan, penyerapan, boddhisatva dan Buddha
dinamakan keempat dunia suci yaitu setiap dunianya merupakan suasana yang
telah terlepas dari keenam dunia yang berulang –ulang.
7. Dunia Pengetahuan
Dunia pengetahuan (Shomon) berarti mendengar suara ajaran dari Budha. Dunia
pengetahuan dalam ajaran Theravada berarti memusnakan jiwa dan hikmat diri
sendiri untuk memperoleh kesadaran teori yang kosong.
Pada masa sekarang berarti keadaan kegembiraan ketika dapat meluaskan
pandangan kehidupan diri dan masyarakat maupun alam semesta dengan
berdasarkan membaca, memikir dan belajar. Kegembiraan dunia pengetahuan ini
berlainan dengan kegembiraan dunia surga dimana disitu terdapat sesuatu
kesadaraan dan kegembiraan yang berkelangsungan. Yaitu keadaan jiwa yang
dipengaruhi. Ketika membaca buku maupun keadaan jiwa dari orang – orang yang
yang dikatakan sarjana dan cerdik pandai. Namun kesadaran dari dunia
pengetahuan betapa pun masih berada pada pandangan sementara dan bukan
padangan keseluruhan.
8. Dunia Penyerapan (Engaku)
Penyerapan (Engaku) dapat diartikan sebagi kesadaran sendiri. Namun makna
sesungguhnya berarti, orang yang lahir pada dunia yang telah musnah Hukum
Agama Budha nya dan berdasarkan sebab jodoh masa lampau memandang
ketidak kekalan dari keadaaan alam dan memperoleh kesadaran diri sendiri pada
teori yang kosong.
Kalau dipandang dari filsafat jiwa berarti keadaan kesadaran sebagian yang
diperoleh berdasarkan munculnya jodoh. Walau kelihatanya mirip dengan dunia
pengetahuan (Shomon) namun kesadaran dunia pengetahuan adalah kesadaran
yang diperoleh dengan memahami sesuatu ajaran yang telah dijelaskan oleh
seseorang, sedangkan dunia penyerapan diperoleh diri sendiri dengan melalui
munculnya jodoh sehingga dapatlah dikatakan dunia penyerapan memiliki sifat
mencipta dan kepribadian yang kuat. Contoh – contoh dalam dunia penyerapan
antara lain, seniman, orang kenamaan, ahli ilmu pengetahuan, dan ahli penemuan
yang terdahulu. Newton menemukan hokum gravitasi dengan melihat gerakan
jatuhnya buah apel dan sebagainya.
Dunia pengetahuan dan penyerapan ini dinamakan Nijo. Walau kedua dunia ini
masing – masing telah memperoleh kesadaran sesuatu sehingga terlepas dari
gerakan berulang – ulang dari keenam dunia. Namun kesadaran mereka masih
merupakan kesadaran sebagian saja, sehingga dengan keadaan demikian betapa
pun tidak mungkin menegakkan suasana hidup bahagia yang kekal abadi.
Namun betapun kemanusiaan dari dunia penyerapan dan pengetahuan masih
berupa orang – orang yang egois dimana memiliki pandangan salah yang
menganggap tidak ada seorang pun yang lebih hebat dari dirinya, dimana banyak
yang tidak dapat menerima ajaran dari Hukum Agama Budha. Oleh karena itu
Budha Sakyamuni pada Sutra – Sutra selama 42 tahun menandaskan bahwa orang
– orang dari dunia pengetahuan dan penyerapan betapapun tidak dapat mencapai
kesadaran Budha.
9. Dunia Boddhisatva
Boddhisatva pada umumnya berarti keadaan yang memperkembangkan
kepribadian sendiri untuk dibaktikan kepada orang lain dan masyarakat.
Boddhisatva Monju Shiri merupakan fungsi yang memberikan keuntungan kepada
masyarakat dengan hikmat yang dimilikinya.
Boddhisatva Miroku adalah welas asih, Fugen adalah ilmu pengetahuan, Yakuo
adalah kedokteran, Kanseon berarti memandang suara rakyat, yaitu fungsi yang
menghadapi arah gerak masyarakat.
Myo On berarti berfungsi yang memberi kegembiraan kepada umat manusia
dengan keahlian musik indah yang dimilikinya.
Namun Boddhisatva – Boddhisatva demikian adalah Boddhisatva bayangan
dimana hanya berfungsi yang bergerak pada kegiatan masyarakat ilmu
pengetahuan, kesenian, teknik, pendidikan dan sebagainya yang mana dikatan
Boddhisatva Shakumon.
Sedangkan Boddhisatva Honge adalah berdasarkan Nammyohorengekyo dari
Ketiga Hukum Rahasia Agung, gerakan memberi kebahagian dan menyelamatkan
seluruh umat manusia dari dasar jiwa berdasarkan Nammyohorengekyo dari
Ketiga Hukum Rahasia Agung. Jadi justru hanya penyebarluasan Dialog Hukum
Agama Budha merupakan pelaksanaan Boddhisatva sesungguhnya.
Betapapun Boddhisatva Honge yang muncul dari bumi, pada inti hakekatnya
merupakan anak dari keluarga langsung Nichiren Daisyonin, Budha Jijuyu Hoshin
dari Kuon Ganjo. Walaupun masing – masing mempunyai pendirian yang
berlainan. Namun justru orang yang aktif memajukan penyebarluasan dialog
Hukum Agama Budha untuk menyelamatkan umat manusia dalam segala bidang,
dapat dikatakan sebagai Boddhisatva yang muncul dari bumi sesungguhnya.
10. Dunia Budha
Dunia Budha berarti menyadari jiwa kekal abadi keadaan hidup yang memiliki
kehidupan yang berhikmat jiwa tak terhingga dan dapat melihat denga tepat
segala sesuatu pada pandangan bahwa alam semesta adalah saya, saya adalah
alam semesta. Karena berdiri pada pandangan jiwa yang kekal abadi maka tidak
akan terpengeruhi oleh perubahan waktu dan oleh karena berada pada suasana
alam semesta adalah saya, maka tidak akan dipengaruhi oleh ruang dimana
berada pada suasana kebahagian mutlak.
Dengan berteguh pada dasar pendirian diri sendiri yang tak akan terrusakkan
bagai intan dapat menghadapi berbagai masalah dengan tepat walau menghadapi
kesulitan yang bagaimana pun dapat diatasi dengan kekuatan jiwa yang kuat.
Keadaan ini tidak mungkin dimengerti oleh hikmah seorang manusia biasa. Begitu
pun tidak akan tercapai dengan suatu usaha maupun sopan santun. Namun hanya
percaya terhada Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung dan berjuang
segenap jiwa raga demi menyelamatkan umat manusia, dapat menyadari dasar
dari jiwa. Dimana Inti hakekat tujuan dari kehidupan tidak lain hanya untuk
memunculkan dunia Budha yaitu Pencapaian Kesadaran Budha.
PEMUNCULAN JIWA SEPULUH DUNIA
Dengan demikian setiap dunia dari setiap sepuluh dunia telah dijelaskan, namun
selanjutnya marilah kita memikirkan proses pemunculan yang nyata dari jiwa sepuluh
dunia itu. Dalam Hukum Agama Budha menjelaskan bahwa sepuluh dunia ini seluruhnya
telah dicakupi dalam sumber pokok jiwa, dan hal ini dinamakan sebagai sebab. Akan
tetapi jika hanya sebab saja, maka sepuluh dunia tidak akan terwujud pada permukaan
jiwa.
Untuk memunculkan sepuluh dunia pada permukaan jiwa secara nyata, maka harus
diperoleh pemunculan jodoh – jodoh dari setiap dunia. Dan sebab jiwa sepuluh dunia
yang muncul karena jodoh secara nyata dikatakan sebagai akibat.
Sebagai umpama, dunia kemarahan yakni walau setiap orang memiliki dasar
pokok jiwa kemarahan (sebab), namun kalau tidak ada sesuatu apapun maka tidak
mungkin dapat marah. Namun kalau dicaci – maki dan dihina oleh seseorang yang
dijadikan sebagai jodoh maka orang itu dapat marah dengan sesungguhnya (akibat).
Begitupun barang siapa saja memiliki dasar pokok jiwa Budha (sebab), namun jika hanya
dengan berusaha dan sopan santun saja betapapun tidak dapat memunculkan dunia
Budha.
Betapa pun hanya berdasarkan percaya dan penyebutan Daimoku terhadap
Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung (jodoh) dan sebagi akibat akan
memunculkan dunia Budha (akibat). Dengan demikian , jiwa sepuluh dunia berdasarkan
definisi sebab, jodoh dan akibat akan memunculkan jiwa dari Ichinen dan sekejab mata.
Misalnya berdasarkan tehnik permainan atau jiwa sepuluh dunia dihiasi dengan
bagaimana pun itu masih merupakan tehnik permainan dan bukan pergerakan dari Inti
Hakekat jiwa. Dan segala gejala dengan keadaan demikian, merupakan wujud
sesungguhnya dimana dihadapan Hukum Agama Budha, segala perhiasan diri tidak
berlaku. Dengan demikian walau hanya memandang teori sepuluh dunia saja pun dapat
diperkirakan betapa menajubkan penjelasan dasar pokok inti hakekat jiwa yang
sedemikian mendalam.
MENGENAL SEPULUH DUNIA YANG MEMILIKI SEPULUH DUNIA (JUKKAI GOGU)
Nikkan Jonin ketika menjelaskan sepuluh dunia ini, hanya terhenti pada disini
saja, dan tidak menjelaskan teori sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia. Namun
karena untuk mengetahui Ichinen Sanzen ini betapun teori sepuluh dunia yang memiliki
sepuluh dunia merupakan sesuatu yang amat penting sekali.
Sepuluh dunia yang saling mencakupi sehingga menjadi seratus dunia. Yaitu setiap
dunia dari dunia Neraka sampai dengan dunia Budha, dimana masing – masing dunia
mencakupi sepuluh dunia. Teori sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia adalah tidak
hanya merupakan gerakan jiwa kita, namun dapat dikatakan sebagai penjelasan secara
mendalam seluruh wujud sesungguhnya dari jiwa. Walau dikatakan sebagai sepuluh
dunia yang memiliki sepuluh dunia.
Sebagai umpama didalam dunia Neraka, tidak akan terdapat dunia neraka yang
berdampingan dengan dunia surga. Kalau memandang jiwa sekejab maka akan muncul
salah satu dunia dari sepuluh dunia. Walau jiwa berada dalam keadaan salah satu dari
sepuluh dunia, namun keadaan itu tidak akan berada dalam keadaan statis saja,
malainkan kalau muncul jodoh maka langsung berubah pada keadaan dunia lain.
Namun, walau pegas yang bergetar pun pasti pada suatu saat akan kembali pada
suatu tempat tertentu, dan walupun pada suatu saat, setiap keadaan dunia dari sepuluh
dunia bermunculan, namun pada akhirnya harus kembali pada dasar pokok dunianya. Itu
tidak lain merupakan keadaan jiwa yang mendasari kehidupan dan penghidupan orang
tersebut. Walau itu akan berlainan, tergantung pada orangnya. Jadi kalau dasar pokok
kehidupannya adalah dunia neraka, maka orang itu adalah manusia dunia neraka. Namun
kalau itu adalah dunia surga maka orang itu adalah manusia dunia surga.
Pencapaian kesadaran Budha seumur hidup (Issho Jobutsu) berarti Dunia Budha
telah mendasari kehidupan, penghidupan dan kegiatan jiwa orang itu, dimana
menunjukan bagai dunia Budha mendiami rumah jiwanya sendiri, sehingga berada dalam
keadaan yang membantu kesembilan dunia lainnya, bermain – main dengan gembira
pada kehidupan orang itu. Tujuan dijelaskan sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia,
sama sekali bukan berarti jumlah angka seperti 10 x 10 = 100, melaikan walau manusia
Sembilan dunia yang lain selain dunia Budha yang bagaimana pun, jika percaya terhadap
Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung dan menyebut Nammyohorengekyo pasti
dapat memunculkan dunia Budha. Dunia Budha dalam keadaan itu, dimana manusia
yang bagaimana pun sama sekali tidak mempunyai perbedaan.
Jadi teori sepuluh dunia memiliki sepuluh dunia mengajarkan prinsip dasar bahwa seluruh
umat manusia dengan berdasarkan kepercayaan terhadapa Gohonzon dari Ketiga Hukum
Rahasia Agung pasti dapat mencapai kesadaran Budha.
TIGA PERBEDAAN BERARTI LIMA UNSUR (GO ON)
MANUSIA (SHUJO) DAN TEMPAT (KOKUDO)
Tiga perbedaaan berarti perbedaan lima unsur, perbedaan manusia dan
perbedaan tempat. Teori sepuluh dunia menjelaskan keadaan jiwa dari pandangan
ukuran kebahagian yang membagi dalam lingkungan sepuluh dunia. Terlebih lagi dalam
teori sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia , menjelaskan wajah perbedaan jiwa
sepuluh dunia. Namun dalam teori tiga perbedaan dijelaskan dengan terang, tempat
kegiatan dan kehadiran yang nyata dari sepuluh dunia yang menjelaskan keadaan jiwa
tersebut diatas.
Walaupun sepuluh dunia, sama sekali bukan sesuatu yang abstrak namun
dengan tegas kehadiran didalam kegiatan jiwa yang nyata. Justru tempat kegiatan dan
kehadiran sepuluh dunia merupakan ketiga perbedaan dari Go On, Shujo dan Kokudo.
Kalau ketiga perbedaan ini diartikan dalam pengertian masa sekarang dapat dikatakan
sebagai berikut :
- Perbedaan lima unsur (Go On) yakni gejala jiwa perseorangan
- Perbedaan manusia adalah gejala masyarakat
- Perbedaan tempat adalah gejala alam semesta
Makna Hakekat sesungguhnya dari teori ketiga perbedaan adalah Ichinen yang
berdasar pada Myoho dimana perseorangan, masyarakat maupun alam semesta dapat
dirobah menjadi dunia yang penuh perdamaian dan kebahagian.
MAKNA DARI PERBEDAAN (SEKEN)
Nikkan Jonin menjelaskan bahwa : “Seken” berarti perbedaan. Namun perbedaan
yang dijelaskan disini sama sekali tidak berarti perbedaan tidak adil yang terbentuk
dalam kehidupan manusia maupun masyarakat (misalnya perbedaan : suku bangsa,
tingkat kedudukan dan sebagainya), melainkan perbedaan timbul karena sifat khas dan
kepribadian yang dimiliki sejak asal mula dari jiwa itu sendiri, atau pun bermakna
perbedaan yang timbul karena sebab, jodoh akibat dan imbalan yang dijelaskan dalam
Hukum Agama Budha. Perbedaan tersebut akan dihidupkan dalam keadaan demikian,
yang merupakan sikap sesungguhnya untuk memperkembangkan sifat dan kepribadian
semaksimal mungkin.
Perbedaan yang dimiliki sejak asal mula dalam jiwa manusia pun harus
dihidupkan dalam keadaan demikian, dengan mengutamakan setiap manusia sebagai
badan sesungguhnya dari keagungan jiwa yang tiada taranya. Terlebih lagi ketika
memperkembangkan kepribadian dan sifat khas setiap manusia akan terdapat kebebasan
dan keadilan sejati.
Seperti dalam Onggi Kuden (hal.784) mengajarkan “Obaitori” masing – masing
tidak perlu mengubah badan sesungguhnya, yang mana akan memperkembangkan Sanjin
yang tidak dibuat – buat. “Yaitu berarti sakura adalah sakura, pearl adalah pearl, masing -
masing memperkembangkan kepribadian dan sifat khas yang dimilikinya semaksimal
mungkin.” Dengan demikian seluruh umat manusia menikmati kebahagian dari jiwanya,
justru inilah cara pemikiran dasar dari Idiologi Demokrasi Hukum Agama Budha.
Oleh karena tidak mengetahui pandangan perbedaan yang sesungguhnya yang
dijelaskan dengan terang dalam Hukum Agama Budha, maka pada satu pihak akan terjadi
perbedaan yang tidak adil sperti perbedaan suku bangsa, kedudukan dan
kewarganegaraan, disamping itu akan keadilan jahat, mekanis yang mematikan
kepribadian dan sifat khas dari seluruh umat manusia.
Sungguh, justru tidak ada yang lebih menakutkan daripada penguasa diri. Ideologi yang
tersesat mengenai tanggapan terhadap inti hakekat jiwa.
Lima unsur berarti badan (Shiki), Menerima (Ju), memikir (so), gerakan (Gyo) dan
kesadaran/hikmat (Shiki). On yang disebut diatas, karena dengan tepat berdasarkan 9
dunia menutupi hukum yang luhur (Zempo) dengan kesembilan dunia sehingga dinamakan
On (menutupi) yakni mendapat nama ini, berdasarkan sebab. Dan juga On berarti
tertimbun, karena berulang – ulang dengan timbunan hidup dan mati, maka dinamakan On
yakni mendapat nama ini berdasarkan Akibat. Kalau berdasarkan dunia Budha karena
berulang – ulang dengan timbunan kebahagian yang kekal (Juraku) maka menutup
terbalik dengan welas asih (Jihi).
Bagian ini pertama – tama menjelaskan perbedaan kelima unsur dari ketiga
perbedaan. Lima unsur adalah ; Badan (Shiki), Menerima (Ju), Memikir (So), Gerakan
(Gyo), kesadaran dan hikmat (Shiki). Kelima unsur ini menganalisa bentuk kegiatan jiwa
yang berlainan dari seorang manusia maupun suatu benda. Dan sebagi umpama
penjelasan kelima unsur dari saudara A dan saudara B merupakan perbedaan kelima
unsur.
Kalau meninjau bentuk kegiatan jiwa seseorang, maka langkah atau kegiatan jiwa
yang nyata, pertama – tama harus memiliki badan. Inilah yang dinamakan Badan (Shiki)
dan badan ini selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga dengan melalui badan ini,
jiwa menerima segala rangsangan, keadaan, udara, makanan dari luar, inilah yang
dinamakan Menerima(Ju). Setelah menerima rangsangan dari luar maka jiwa akan
menimbulkan suatu pengenalan terhadap rangsangan yang diberikan terhadap jiwa
tersebut dan inilah Memikir (So), selanjutnya sesuatu reaksi gerakan yang timbul
berdasarkan pengenalan tersebut dinamakan Gerakan (Gyo). Keadaan reaksi jiwa timbul
berdasarkan pada definisi menerima, memikir, gerakan yang menetapkan isi, arah dan
waktu reaksi dan sebagainya, merupakan dasar pokok yang menimbulkan gerakan
adalah Shiki. Perasaan dan Hikmat dan sebagainya termasuk dalam Shiki. Dengan
demikian kalau menganalisa gerakan jiwa, pasti tercakupi dengan Shiki (badan), Ju
(menerima), So (memikir), Gyo (gerakan) dan Shiki (perasaan dan hikmat) yang
dinamakan sebagai kelima unsur (Go On).
Untuk memahami sifat kelima unsur, marilah memikirkannya secara nyata.
Misalnya kita ingin mendengar musik, mendengar lagu, pertama –tama kita memerlukan
indera tubuh dari telinga, syaraf, dan otak. Inilah yang dinamakan Shiki (Badan),
kemudian musik yang tersusun rapih dari gelombang suara yang ruwet memasuki telinga
adalah Ju (menerima), setelah memasuki telinga selanjutnya memalui syaraf dan otak,
baru mengenal musik itu, inilah So (memikir).
Kalau musiknya indah, akan terharu dimana tekanan darah pun meninggi atau pun
dengan bercucuran air mata, namun kalau musiknya membosankan maka akan mencaci
maki atau pun tidak mau mendengarkan musik itu lagi. Inilah yang dinamakan Gyo
(gerakan), perasaan yang timbul dari dasar jiwa atas hal tersebut diatas dinamakan Shiki
(perasaan dan Hikmat).
Selanjutnya kalau menjelaskan On dari Go On maka kalau memandang On dari
sebab berarti menutupi, sedangkan kalau memandang dari akibat maka berarti
tertimbun. Kalau berdasarkan kesembilan dunia, maka akan menitupi Hukum Suci
(Zenpo) yakni jiwa Myohorengekyo, sehingga dengan sebab itu akan berulang – ulang
pada penderitaan hidup mati. Yang mana akan mengakibatkan akibat yang disebut
timbunan. Akan tetapi kalau berdasarkan pada dunia Budha, maka Hukum Suci yang
tertutup akan terbalik ditutupi oleh welas asih, dimana sebagai akibatnya akan
merombak akibat penderitaan yang berulang – ulang dengan hidup mati menjadi
kebahagian sesungguhnya yang kekal.
Seluruh umat manusia sejak asal mulanya memiliki jiwa Myohorengekyo yang
kuat suci dan tak ternodakan, namun karena panca indera manusia digerakan oleh
gerakan yang salah (badan), menerima pikiran yang salah (penerimaan), menimbulkan
berbagai pikiran yang jahat (memikir) selanjutnya berulang – ulang menimbun gerakan
yang salah (gerakan) sehingga memiliki pikiran dan kemauan yang jahat, yang mana
menutupi dan membungkus jiwa Myohorengekyo yang sejak asal mulanya sudah
sedemikian suci dan luhur. Akan tetapi jika disinari dengan Myoho, maka akan
memunculkan jiwa kuat dan suci yang tak ternodakan, disamping itu gerakan badan
maupun hati orang itu merupakan perwujudan dari Myohorengekyo yang mana akan
menutupi jiwa badaniah maupun rohaniah dengan welas asih.
Dari kelima unsur : badan, menerima, memikir, gerakan, perasaan dan hikmat dari
jiwa kita, akan menjadi pusaka yang tak ternilai Agungnya. Oleh karena sedemikian
agungnya maka akan memperoleh kehidupan bahagia yang sesuai dengan irama alam
semesta, dan akan merasakan kehidupan kebahagian yang tertinggi dengan
memperkembangkan kepribadian masing – masing.
Selanjutnya perbedaan manusia (Shuju Seken) berarti sepuluh dunia seluruhnya
dinamakan manusia. Dengan perpaduan dari kelima unsur (Go On) maka dinamakan
manusia (Shoju). Dunia Budha adalah umat manusia yang maha mulia, oleh karena itu
dalam Dairon tertulis : “Umat manusia yang maha mulia adalah Budha”. Mengapa sama
dengan manusia biasa dan sebagainya ?
Disini menjelaskan perbedaan manusia dari ketiga perbedaan. Manusia diartikan
sebagai jiwa , yakni perpaduan sementara dari kelima unsur. Namun sepuluh dunia dari
dunia neraka hingga dunia Budha dinamakan manusia. Perbedaan antara perbedaan
kelima unsur dengan perbedaan manusia adalah perbedaan cara memandang yang
neanggapi setiap jiwa.
Perbedaan kelima unsur adalah menganalisa setiap jiwa dengan membaginya
dalam kelima bagian dari badan, menerima, memikir, gerakan, perasaan dan hikmat
untuk membedakan jiwa orang lain, dan menguasai kepribadian dan sifat khas jiwa itu
yang muncul.
Perbedaan manusia berarti mananggapi setiap jiwa dengan keseluruan dan
kesatuan, dan didalam badan keseluruhan yang manakah ? Dan tugas apakah yang harus
ditunaikan ? begitupun menjelaskan hubungan yang organik sesama jiwa lainnya
berdasarkan pendirian setiap jiwa. Sebagai umpama, terdapat manusia A dan B yang
mana walau masing – masing memiliki kelima unsur yang sama sekali berlainan, namun
kalau kedua – duanya berada pada keadaan penderitaan dari dunia neraka sehingga
kalau dipandang dengan perbedaan manusia maka kedua – duanya adalah manusia dari
dunia neraka.
Dan juga perbedaan kelima unsur mengajarkan untuk menghormati dan
mengagungkan kepribadian dan sifat khas setiap manusia, sedangkan perbedaan
manusia mengajarkan bahwa setiap manusia harus berdiri pada pandangan keseluruhan
yang saling bantu membantu dan harmonis. Memang mengenai hubungan perorangan
dan masyarakat telah didiskusikan banyak sekali sehingga telah melahirkan ideologi.
Namun bagi ideologi yang bagaimana pun dimana selalu terdapat kepincangan yang
menitik berat sepihak pada perseorangan atau masyarakat. Ada yang mementingkan
perseorangan dan akibatnya egoisme merajalela. Sehingga terjadi ketidakadilan dalam
sesama manusia dan memburuknya pertentangan antara golongan maupun bahaya
kehancuran masyarakat. Begitupun terdapat yang hanya mementingkan masyarakat, dan
akibatnya akan terjerumus kedalam ideologi keseluruhan yang mana menindas
prikemanusiaan dan kepribadian maupun sifat khas setiap manusia.
Haruslah diketahui bahwa pokoknya kesatuan antara kebahagian perseorangan
dan kemakmuran masyarakat adalah seperti dikatakan perbedaan kelima unsur, dan
perbedaan manusia dimana hanya dapat dibina dengan berdasarkan kepada filsafat jiwa
Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin, yang menjelaskan dengan tepat sumber dasar
dan keadaan kehadiran sesungguhnya manusia. Juga pengamatan terhadap hubungan
masyarakat demikian dengan perseorangan akan memberi pertanda besar bagi berbagai
pengetahuan masyarakat untuk sekarang dan akan datang.
Selanjutnya mengenai manusia yang dikatakan sebagai perpaduan sementara dari
kelima unsur, sesungguhnya hal ini sudah sedemikian jelas diterangkan. Jiwa kita
terbentuk dari kelima unsur: Badan, menerima, memikir, grekan, kesadaran dan hikmat,
namun betapapun masih satu jiwa yang tersendiri. Dan jiwa yang tersendiri itu
dipandang dengan jiwa keseluruhan berdasarkan sepuluh dunia merupakan perbedaan
manusia.
Kalau memandang manusia berdasarkan sepuluh dunia, maka bukankah pada
dunia Budha pun terdapat manusia ? Namun dunia Budha adalah manusia teragung.
Didalam Dairon dari Ryuju tertulis : “Manusia yang sangat agung adalah Buddha”.
Mengapa manusia biasa sama dengan Buddha ? Dengan demikian manusia dunia neraka,
manusia dunia kelaparan hingga manusia dunia Budha terdapat perbedaan, sehingga
dinamakan perbedaan manusia.
Namun kalau hanya pandangan perbedaan perbandingan demikian, masih berada dalam
batas – batas ajaran sementara Sutra – Sutra 42 tahun, sebaliknya kalau dipandang
berdasarkan inti hakekat dari jiwa, maka walau dikatakan dunia Budha pun tidak akan
melampaui Ichinen dari manusia biasa, begitu pun yang menjelaskan dengan terang
bahwa dalam jiwa Budha yang sangat agung pun terdapat dunia neraka, tidak lain adalah
filsafat Ichinen Sanzen, sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia dan Shoho Jisso dari
Sutra Bunga Teratai.
Dalam Shoho Jisso tertulis ; “Yang dikatakan Jisso (wujud sesungguhnya) adalah
Myohorengekyo, dimana neraka memperlihatkan keadaan dari neraka yang mana
merupakan wujud sesungguhnya, kalau berubah kelaparan maka tidak mewujudkan
keadaan sesungguhnya dari neraka. Budha adalah bentuk wujud Budha, manusia biasa
adalah manusia biasa. Wujud badan sesungguhnya dari alam semesta adalah Budha
sesungguhnya dari Myohorengekyo. Inilah yang dinamakan Shoho Jisso”.
Kalau dasar pokoknya adalah Myohorengekyo, maka seluruh dari neraka maupun
kelaparan akan disinari oleh kelima huruf Myoho, dan akan menjadi bentuk agung yang
dimiliki sejak asal mula. Itulah bentuk sesungguhnya dari perbedaan manusia (Shujo
Seken). Begitupun kalau tidak perlu menghilangkan dunia neraka, sehingga tidak perlu
memusnakan dunia kelaparan. Kalau tidak demikian maka dapat dikatakan badan jiwa
itu tidak terbentuk.
Sesungguhnya akan menjadi kehadiran yang kosong belaka. Harus diketahui bahwa
ketika berdasarkan kepada Myoho dan disinari oleh Myoho, maka seluruh dari sepuluh
dunia akan menjadi sumber kebahagian yang sesungguhnya. Dan merupakan kekuatan
pendorong dari kehidupan penciptaan nilai yang agung. Keadaan demikianlah yang
dikatakan “tempat dimana manusia bahagia (Shujo Shoyuraku)”.
Ketiga : Yang dikatakan Kokudo Seken yakni tempat kediaman dari kesepuluh
dunia. Neraka tinggal pada besi yang terbakar merah. Kelaparan tinggal pada 500 Yuju
dibawah dunia. Binatang tinggal di air, darat dan langit. Kemarahan tinggal di pantai laut
dan dasar laut. Manusia tinggal di bumi besar. Surga tinggal di istana. Nijo (pengetahuan
dan penyerapan) tinggal ditanah sementara (Hobendo). Boddhisatva tinggal di dunia Jippo
(dunia yang nyata dan wajar). Dan Budha tinggal di tanah kesadaran (jakkodo) dan lain
lain.
Perbedaan tempat (Kokudo Seken) berarti tempat tinggal manusia dari kesepuluh
dunia. Dalam Zuiso Gosho tertulis : “Sepuluh penjuru adalah lingkungan (Eho), dan
manusia adalah subjek (Shoho) sebagi umpama lingkungan sama seperti bayangan, subjek
(Shoho) adalah sama seperti badan, kalau tidak ada badan maka tidak ada bayangan.”
Jadi kalau tidak ada subjek, maka tidak ada lingkungan (Eho) serta subjek (Shoho)
mencakupi dan terbentuk dari seluruh lingkungan.
Jika manusia dari kesepuluh dunia dengan tempat tinggal umat manusia, adalah
satu badan yang tak terpisahkan, dimana pada jiwa dari dunia neraka terdapat tempat
sesuai dengan jiwa neraka tersebut, sehingga dunia kelaparan sampai dunia Budha
masing – masing terdapat tempat – tempat yang tersendiri.
Jiwa yang sangat menderita (neraka) terdapat pada besi yang terbakar menjadi merah
padam, jiwa yang tidak puas – puas (kelaparan) terpendam didasar tanah yang dalam.
Jiwa kemarahan bertempat tinggal pada karang – karang yang dideburi oleh taufan yang
dasyat, mungkin hal ini sulit dipercaya, namun jika dicamkan lebih mendalam maka tiada
satupun yang tidak dapat dipahami.
Namun harus diperkirakan bahwa kota Hirosima dan Nagasaki yang pernah
menjadi korban bom atom adalah dunia neraka yang sangat panas. Dan terpendam dalam
lorong – lorong tambang yang longsor, begitupun ombak taufan yang memukul pantai.
Dan orang berrejeki bagai orang surga jelas bertempat tinggal di surga tempat sementara
(Hobendo) dari dunia Shamon Engaku, kalau dipandang dari kehidupan sehari – hari
adalah tempat tinggal sarjana dan seniman yaitu laboratorium atau sanggar seni. Tempat
Jippodo dari Boddhisatva adalah sama dengan pertemuan dari golongan yang memberi
tugas kepada pemimpin dunia. Namun pokoknya tempat tinggal tersebut diatas, tidak
dapat menghindari keadaan yang tidak kekal abadi, dan justru hanya tempat tinggal
kesadaran (jakko) dari dunia Budha merupakan tempat kekal abadi sejak asal mula.
Walau demikian penjelasan diatas masih berada pada tahap Nizen Shakumon,
dimana masih dijelaskan tempat tinggal masing – masing masih berada di dunia lain yang
sama sekali terpisah dari dunia yang kotor ini.
Namun setelah memasuki Bab Juryo Hanmon dijelaskan bahwa dunia biasa adalah
tempat tinggal kesadaran (Jakkodo) dari Buddha, yang mana menjelaskan dengan tegas
bahwa dunia yang nyata ini adalah tempat tinggal Budha.
Kalau hal ini dipandang setahap lebih menadalam berdasarkan filsafat jiwa, maka
pohon dan rumput yang tak berperasaan dan tanah air pun mempunyai sifat Buddha.
Dan disini barulah terdapat perbedaan tempat yang sempurna. Kebahagian sama sekali
tidak terdapat pada dunia lain dan dunia angan – angan. Sekarang kita yang hidup dalam
masyarakat yang nyata dimana kebahagian hanya dapat dibina dalam tempat dan dunia
nyata ini. Dengan demikian kekutan pendorong apakah dapat merubah dunia ini bisa
menjadi tempat tinggal Budha.
Dalam Issho Jobutsu Sho tertulis : “Kalau jiwa umat manusia kotor, maka tempat ini pun
menjadi kotor, kalau jiwanya bersih maka tempat ini pun bersih, sehingga dikatakan tanah
suci mau pun tanah kotor kedua – duanya tidak pada tempat berlainan, namun keduanya
itu hanya tergantung pada hati yang baik maupun jahat dari jiwa kita”.
Disini mengajarkan bahwa untuk menjadikan dunia ini sebagai tanah suci maupun tanah
kotor semuanya tergantung dan ditetapkan berdasarkan Ichinen kita. Jadi kalau Ichinen
dasar jiwa neraka, maka dunia yang kita tinggal adalah neraka. Dimana walau suatu hal
harus diterima dengan gembira, namun selama dasar Ichinennya tidak berubah, maka
tidak lain hanya akan menambah penderitaan orang itu.
Kalau dasar Ichinen adalah dunia kemarahan, maka dunia disekeliling kita
seluruhnya dunia kemarahan. Kalau Ichinen kita dunia surga, maka tempatnya dunia
surga. Kalau pada Ichinen kita bermunculan dunia Budha, maka tempat dimana kita
berada disitulah tempat Budha (Jakkodo).
Sesungguhnya pokok kebahagian dan malapetaka terdapat pada Ichinen kita yang
merupakan subjek (Shoho), sedangkan lingkungan (Eho) adalah bayangan. Oleh karena
itu ketika meneguhkan badan pokok yang sungguh kuat dan suci akan dapat merubah
segala suasana maupun dunia menjadi tempat tinggal Budha (Jakko). Namun harus
diketahui bahwa sekarang setelah memasuki masa Mappo, selain Hukum Agama Budha
Honmon Tunggal dari Nichiren Daishonin sama sekali tidak terdapat filsafat agung yang
kuat yang dapat merubah segala dunia menjadi dunia yang bahagia.
Dan juga Seken yakni bermakna perbedaan, karena kesepuluh macam Go On tidak
sama, maka dinamakan Go On Seken, karena kesepuluh macam manusia tidak sama maka
dinamakan Shujo Seken, karena kesepuluh macam tempat manusia tidak sama maka
dinamakan Kokudo Seken.
Selanjutnya, ketiga perbedaan yang dijelaskan diatas menjelaskan bahwa
perbedaan kalimat unsur (Go On Seken). Karena perbedaan manusia dari sepuluh dunia
sehingga dinamakan perbedaan manusia (Shujo Seken). Karena perbedaan tempat
tinggal manusia berlainan dari sepuluh dunia berlainan sehingga dinamakan perbedaan
tempat (Kokudo Seken). Jadi perbedaan kelima unsur analisa setiap jiwa dengan
membagi dalam kelima unsur. Yang membedakan jiwa lainnya dengan memunculkan
dengan nyata kepribadian dan sifat – sifat khas masing – masing. Dan perbedaan manusia
itu membedakan letak jiwa tersebut di dalam badan keseluruhan dari masyarakat.
Selanjutnya perbedaan tempat (Kokudo Seken) menjelaskan perbedaan tempat tinggal
dari jiwa tersebut.
SEPULUH NYOZE
Kalimat Gosyo : “ Kesepuluh Nyoze adalah SO (jasmani, SHO (Rohani), TAI (Jiwa),
Riki (Tenaga), SA (Perbuatan), EN (jodoh), Ka (Akibat), HO (Nyata) dan lain – lain”.
Sepuluh Nyoze adalah kesepuluh dari : Nyoze So, Nyoze Sho, Nyoze Tai, Nyoze
Riki, Nyoze Sa, Nyoze In, Nyoze En, Nyoze Ho, Nyoze Honmak –kukyo To. Kesepuluh
Nyoze ini tidak hanya terdapat dalam jiwa kita saja melainkan mencakupi seluruh gejala
alam semesta serta lingkungannya. Teori sepuluh Nyoze ini adalah sama dengan teori
sepuluh dunia yang menjelaskan wujud sesungguhnya dari jiwa, namun teori sepuluh
dunia menanggapi wujud sesungguhnya dari jiwa secara keseluruhan sebagi suasana
hidup, sebaliknya teori kesepuluh Nyoze itu menganalisa keadaan sepuluh dunia lebih
terperinci dengan menjelaskan wujud sesungguhnya.
Sebagai umpama walau dikatakan keadaan dunia surga namun masih merupakan
pandangan wujud sesungguhnya yang mejelaskan secara umum dan keseluruhan. Jika
setahap lebih mendalam memperhatikan hal tersebut diatas, maka keadaan itu masih
dapat dianalisa dalam 10 segi pandangan. Dengan demikian setiap keadaan dari dunia
neraka hingga dunia Buddha dimana seluruhnya dalam sekejap waktu dapat dibagi
dalam kesepuluh wujud sesungguhnya dari jiwa. Kesepuluh jenis pandangan jiwa inilah
yang dinamakan sepuluh Nyoze.
Kalimat Gosyo : “ Nyoze So adalah misalnya bagaikan kalau wajah (jasmani) mayat
hitam adalah wajah dari neraka dan kalau wajah putih adalah wajah dari surge, Nyoso Sho
adalah sifat (rohani) baik dan jahat dari sepuluh dunia. Yang terdapat tetap didalam jiwa
dan tidak berubah – ubah hingga masa akan datang dinamakan sifat.
Nyoze Tai adalah corak dan sifat dari kesepuluh dunia. Nyoze riki adalah fungsi yang
diperbuat oleh masing –masing dari sepuluh dunia. Nyoze Sa adalah menjalankan gerakan
kebaikan atau kejahatan dengan menggerakan Sango (Badan, mulut, hati) dalam kebaikan
dan kejahatan meliputi Shuin (sebab perbuatan) dan Shuka (akibat dari perbuatan)
,pikiran dahulu adalah Shuin, pikiran terakhir adalah Shuka. Yaitu pikiran yang memburuk
menimbulkan keburukan, pikiran yang baik menimbulkan kebaikan, pikiran baik atau
buruk timbul dikemudian hari adalah tergantung pikiran baik dan buruk terdahulu. Oleh
karena itu pikiran terdahulu adalah Shuin yaitu Nyoze In, pikiran kemudian adalah Shuka
yaitu Nyoze Ka.
Jodoh bantuan yang melancarkan tubuh karma baik dan buruk adalah Nyoze En, yang
menerima dengan kenyataan kebaikan atau kejahatan secara tepat yang membalas sebab
– sebab karma (Goin) dari Shuin Shuka dan lain – lain adalah Nyoze Ho. Wajah jasmani
(So) dari awal menjadi pokok dan kenyataan (Ho) yang terakhir menjadi akhir. Badan itu
yang menelaah dari awal hingga akhir menjadi Chudo Jisso dan dinamakan Honmak –
kokyo To dan lain – lain”
Pertama – tama akan menjelaskan setiap keadaan dari kesepuluh Nyoze :
1. Nyoze So : Badan yang terlihat dari luar yaitu badaniah jasmaniah misalnya
warna wajah hitam ketika meninggal adalah merupakan wjah dunia neraka. Dan
warna wajah yang putih mewujudkan dunia surga.
2. Nyoze Sho : Sifat dari segi dalam semangat, perasaan, hikmat dan sebagainya.
Sifat baik dan buruk dari sepuluh dunia telah tercakupi dari sumber pokok jiwa
itu sendiri dan tidak berubah untuk selama - lamanya.
3. Nyoze Tai : Bukan badaniah begitupun rohaniah, namun merupakan suatu
badan sesungguhnya yang terwujudkan atas badaniah maupun rohaniah, yakni
jiwa itu sendiri. Sifat warna dari sepuluh dunia adalah sepuluh dunia jiwa itu
sendiri.
4. Nyoze Riki : Fungsi kekuatan yang terdapat didalam jiwa, jiwa sepuluh dunia
mewujudkan fungsinya masing – masing.
5. Nyoze Sa : Memunculkan gerakan yang nyata atas kekutan yang terdapat
didalam jiwa. Kita digerakan oleh ketiga karma dari badan, mulut dan hati yang
menimbulkan fungsi kebaikan dan kejahatan.
6. Nyoze In : Sebab yang dicakupi oleh jiwa itu sendiri. Timbulnya suatu
kebaikan dan kejahatan pasti terdapat sebab dan akibat dalam badan jiwa itu
sendiri. Ichinen (pikiran terdahulu) dasar pokok yang menimbulkan kabaikan dan
kejahatan adalah sebab kabiasaan (Shuin) yakni Nyoze In. Ichinen (pikiran
kemudian) yang merasakan kebaikan dan kejahatan yang telah dilaksanakan
sebelumnya adalah Akibat kebiasaan (Shuka) yakni Nyoze Ka.
7. Nyoze En : Jodoh bantuan yang memperlancar hubungan antara Nyozer In dan
Nyoze Ka.
8. Nyoze Ka : Akibat yang telah dimiliki oleh jiwa itu sendiri. Hubunganya
dengan Nyoze In telah dijelaskan pada penjelasan dari Nyoze In. dan hubungan
dari sebab – jodoh – akibat telah dijelaskan pada Bab pemunculan sepuluh dunia
dari teori sepuluh dunia.
9. Nyoze Ho : Nyoze Ka yang terdapat di dalam jiwa muncul keluar secara nyata.
10. Nyoze Honmak Kukyo To : Dari Nyoze so yang pertama hingga Nyoze Ho yang
terakhir keseluruhanya dimiliki dalam jiwa Ichinen Sanzen, dan merupakan
kegitan dan keadaan yang berkelangsungan. Sebagai umpama, jika dunia neraka
maka keseluruhan Nyoze So hingga Nyoze Ho adalah dunia neraka.
HUBUNGAN SEPULUH NYOZE DENGAN SHIKI SHIN FUNI
Tien Tai daisin membagi kesepuluh Nyoze dalam segi jasmani (Shiki) dan rohani
(Shin) dengan menjelaskan bahwa : “Wajah (So) hanya terdapar pada jasmaniah, sifat
(Sho) hanya terdapat pada rohaniah, jiwa (Tai), kekuatan (Riki), Fungsi (Sa), jodoh (En),
mencakupi kedua segi jasmaniah dan rohaniah, sebab (In), akibat (Ka), adalah hanya
terdapat pada rohaniah, dan kenyataan (Ho) hanya terdapat pada badan jasmaniah”.
Dengan demikian, yang hanya mencakupi jasmaniah adalah wajah dan kenyataan
saja, dan yang mencakupi rohaniah adalah sifat dan sebab akibat (Inka). Dan selanjutnya,
jiwa (Tai), kekuatan (Riki), fungsi (Sa), jodoh (En) tidak hanya terbatas dalam jasmaniah
mau pun rohaniah, namun mempunyai hubungan dari kedua segi dari jasmaniah dan
rohaniah. Kiranya wajah hanya dapat diterangkan dengan Shiki saja. Karena kenyataan
(Ho), adalah perwujudan yang nyata pada tubuh jasmaniah dan bentuk luarnya, maka
tidak lain terdapat pada jasmaniah (Shiki). Namun mengapa sebab akibat hanya terdapat
pada rohaniah saja ? Itu disebabkan, karena sebab akibat adalah sebab akibat yang
terdapat di dalam jiwa itu sendiri, yang tak terlihat oleh mata.
Jadi walau bentuk luar berbentuk bagaimanapun atau dihias dengan apa pun,
namun didalam dasar Ichinen jiwa yang telah mencakupi sebab akibat. Keinginan ini dan
itu di dalam diri sendiri adalah sebab, dan bersama dengan didalamnya tercakupi akibat,
sehingga secara nyata akan diwujudkan dengan nyata dalam bentuk luar sebagai
kenyataan (Ho). Selanjutnya bagaimanakah makna dari badan, kekuatan fungsi dan jodoh
yang bersamaan mencakupi jasmani dan rohani (Shiki Shin) ? “Badan” dalam Genki ke 2
menjelaskan : “sifat pokok dinamakan badan” yaitu berarti inti hakekat dari jiwa yang
bersamaan mencakupi jasmani dan rohani (Shiki Shin). Jadi berarti bersamaan
mencakupi jasmani dan rohani (Shiki Shin).
Nyoze Riki berarti dalam Shikan menjelaskan : “Kekuatan adalah fungsi yang
dapat bertahan”. Sebagai umpama ketika ingin memegang sesuatu dimana akan
diwujudkan besar kekuatan yang sesuai dengan ketahanan dan lamanya.
Sesungguhnya, kekuatan itu sendiri adalah sesuatu yang tidak hanya tidak terlihat
dengan mata, melaikan sesuatu yang terkandung didalamnya. Namun sebagai keadaan
yang nyata terlihat dengan mata adalah yang terwujudkan dalam gerakan, seperti
memegang sesuatu benda yang berat menggerakan sesuatu, atau menjatuhkan orang
dengan pukulan.
Sejanjutnya “fungsi (Sa)”, didalam Shikan menjelasakan : “Membangun dinamakan
fungsi (Sa)” yakni bagaimanakah pengaruh yang nyata atas perkembangan dari kekuatan
? inilah yang dikatakan fungsi (Sa).
Sebagai umpama, pada bom atom terkandung kekuatan yang hebat sekali. Namun apakah
ia akan berbakti atau menghancurkan bagi kehidupan manusia ? itulah yang dinamakan
“Nyoze Sa”. Walau mempunyai kekuatan yang bagaimana pun, namun ada yang
mempunyai pengaruh terhadap keadaan sekeliling, begitu pun ada yang tidak
mempunyai pengaruh terhadap keadaan sekeliling. Itulah perbedaan dari Nyoze Sa.
Nyoze Sa ini yakni fungsi pada khususnya adalah sesuatu yang tidak terlihat dengan
mata, namun disamping itu dapat mewujudkan sesuatu dengan nyata, sebagai umpama
terbangunnya suatu rumah, terbuatnya TV dan didirikannya suatu pabrik. Oleh karena
itu, fungsi ini bersamaan mencakupi jasmani dan rohani. Dan juga kegiatan jiwa yang
selalu berubah yang selalu bergerak sesuai dengan jodoh merupakan suatu kenyataan.
Jadi, lingkungan mempengaruhi badan pokok, dan badan pokok menerima
pengaruh tersebut, sehingga terkembang sebab yang terkandung didalam jiwa. Pengaruh
serentan ini dinamakan jodoh. Fungsi adalah badan pokok yang menggerakan dan
mempengaruhi suasana, sebaliknya jodoh adalah keadaan bagaimanakah badan pokok
menerima dari reaksi terhadap suasana.
Dengan demikian, setelah memikirkan setiap Nyoze dari ke sepuluh Nyoze, maka dapat
dikatakan disini adalah : Ketiga Nyoze yang pertama (wajah,sifat dan badan) adalah
badan sesungguhnya dari jiwa. Dan ketujuh Nyoze yang berikutnya (kekuatan fungsi,
sebab, jodoh, akibat, kenyataan dan awal akhir yang sama) adalah gerakan dari jiwa.
HUBUNGAN KESEPULUH NYOZE DENGAN SANJIN
Selanjutnya Nichiren Daisyonin dalam Gosyo Junyoze No Koto mengajarkan
sebagai berikut : Pertama – tama, Nyoze So (wajah) itu berarti wajah yang terwujud
dengan warna dari jiwa sendiri. Ini dapat dikatakan sebagai Ojin Nyorai, atau Gedatsu
maupun Ketai. Selanjutnya Nyoze Sho (sifat) berarti sifat jiwa diri sendiri dan ini dapat
dikatakan sebagai Hoshin Nyorai atau Hannya maupun Kutai, dan ketiga Nyoze Tai berarti
badan itu sendiri dan itu dapat dikatakan sebagai Hosshin Nyorai, Chuudo atau Hossho
maupun Jakumetsu. Dengan demikian ketiga Nyoze dikatakan sebagai Sanjin Nyorai.
Ketiga Nyoze ini adalah Sanjin Nyorai yang sebelumnya dikira berada diluar badan
sendiri, namun sebenarnya terdapat didalam badan sendiri. Orang yang mengetahui hal
demikian dinamakan orang yang menyadari Sutra Bunga Teratai. Dengan berdasarkan
ketiga Nyoze sebagai pokok dan memunculkan ketujuh Nyoze lainnya sehingga menjadi
kesepuluh Nyoze.
Wajah, sifat dan badan dari ketiga Nyoze adalah badan sesungguhnya dari jiwa
namun dengan bagaimanakah menggerakan jiwa itu adalah ketujuh Nyoze dari kekuatan,
fungsi, sebab, jodoh, dan sebagainya. Jadi dasar pokok kegiatan dari badan jiwa itu
sendiri adalah ketujuh Nyoze.
Apakah dapat membina kehidupan yang bahagia maupun menyerah pada kehidupan
yang malang ? kesemua itu tidak lain tergantung pada apakah dapat menegakkan jiwa itu
sendiri sebagai badan kesadaran dari Sanjin yang tidak dibuat – buat (Musa Sanjin),
namun kalau dapat percaya dan menyebut Nammyohorengekyo pada Gohonzon,
sehingga bersatu padu dengan Dai Gohonzon, dimana dapat mewujudkan bahwa diri
sendiri pun adalah Budha Sanjin yang tidak dibuat – buat, dan memunculkan hikmat
Budha dalam kehidupan yang nyata dan dapat melalui kehidupan yang tenang dan
bahagia.
Jadi kalau ketiga Nyoze dari wajah, sifat dan badan kita manusia biasa dapat
bersatu padu dengan jiwa agung Nichiren Daisyonin sehingga mewujudkan Sanjin yang
tidak dibuat – buat (Musa Sanjin), dimana akan mewujudkan kekuatan dan fungsi dari
Budha, dan dengan sendirinya akan menjadi gerakan dan kegiatan Budha.
Disamping itu dapat mengumpulkan rejeki yang tak terhingga dan suasana apapun dapat
dirubah sesuai dengan prinsip merubah racun menjadi obat. Dan sebagai sumber
kebahagiaan diri sendiri yang akan dapat berkembang tak terbatas pada masa akan
datang. Kesemuanya ini merupakan akibat yang menunjukan sikap dari perombakan sifat
jiwa keseluruhan. Dan justru definisi dari serentetan perombakan sifat jiwa ini
mempunyai makna awal dan akhir yang sama (Homak Kukyo To).
MENGENAL AWAL DAN AKHIR YANG SAMA
(HONMAK KUKYO TO)
Mengenai awal dan akhir yang sama (Homak Kukyo To), Nikkan Jonin
menjelaskan bahwa : “Wajah yang pertama menjadi awal dan nyata (Ho) yang etrakhir
menjadi akhir, maka awal dan akhir ini merupakan inti hakekat jiwa Chuudo Jisso
dinamakan awal akhir yang sama (Honmak Kukyo To). “ Jadi Honmak Kukyo To berarti
dari Nyoze So yang pertama hingga berakhir dengan Nyoze Ho yang terakhir merupakan
inti hakekat jiwa yang berkelangsungan yaitu wujud sesungguhnya dari jiwa.
“Inti hakekat jiwa “ adalah badan sesungguhnya. Chuudo Jisso berarti keseluruhan
dari jiwa yang sama yakni seluruh wujud sesungguhnya.
Wajah, sifat, badan maupun sebab akibat begitupun kekuatan, fungsi, jodoh dan nyata
pun kesemuanya adalah wujud sesungguhnya dari jiwa sekejap, dan sama sekali bukan
sesuatu yang terpisahkan berantakan, yaitu sama sekali bukan yang terpisah – pisah
seperti wajahnya dunia neraka, namun sifatnya dunia surga, atau badannya dunia
kemarahan sedangkan kekuatan dan fungsinya dunia Buddha dan sebagainya. Namun
kalau badan jiwa itu sendiri adalah dunia neraka, maka wujud sesungguhnya dari jiwa
sekejap yakni, dari wajah hingga kenyataan (Ho), kesemuanya itu adalah dunia neraka.
Kesembilan Nyoze dari wajah hingga kenyataan merupakan berbagai bagian yang
terpisah – pisah dari jiwa, sedangkan awal akhir yang sama (Honmak Kukyo To) adalah
keseluruhan jiwa yang menembus dan menyambung bagian – bagian yang terpisah dari
jiwa itu. Dengan berdasarkan prinsip awal dan akhir yang sama (Honmak Kukyo To)
sehingga sebab dan akibat pun terjadi serentak, sifat dan badan pun menjadi satu badan
(Isshin) dan Kutai Kuyu. Sungguh seluruhnya bersatu padu menjadi satu badan yang tak
terpisahkan dan mencair dengan sempurna dalam lautan yang disebut jiwa.
Yang dimaksud dengan menerangkan jumlah angka dari Ichinen Sanzen yang
tepat adalah harus mengetahuidengan seksama bahwa buku – buku Gen (Hokke Gengi)
dan Mon (Hokke Mongu) kedua – duanya belum menerangkan lambang Ichinen Sanzen,
dan hanya menerangkan Hyakkai (sertus dunia), Sennyo (seribu Nyoze) saja, sesudah
tiba pada Shikan (Maka Shikan) Rol ke 5 dengan resmi baru menerangkan Ichinen
Sanzen.
Dan disini terdapat dua makna, kesatu menerangkan jumlah angka dengan berdasarkan
Nyoze yaitu yang dikatakan sebagai Hyakkai (seratus dunia) 300 perbedaan (300 Seken)
dan 3000 Nyoze.
Kedua menerangkan jumlah angka dengan bersadarkan Seken (perbedaan) yaitu yang
dikatakan sebagai Hyakkai (100 dunia), seribu Nyoze dan 3000 perbedaan.
Meskipun cara penyusunannya berlainan namun keduanya sama dengan Ichinen Sanzen.
Dengan demikian, dibagian atas telah menjelaskan sepuluh dunia, sepuluh dunia yang
memiliki sepuluh dunia, tiga perbedaan dan kesepuluh Nyoze, namun karena
kesemuanya itu menyimpulkan Ichinen Sanzen.
Jadi dalam Ichinen (jiwa sekejap) mencakupi sepuluh dunia, sepuluh dunia yang
memiliki sepuluh dunia sehingga menjadi seratus dunia, dalam seratus dunia mencakupi
tiga perbedaan (Sepuluh Nyoze) sehingga menjadi 300 perbedaan (seribu Nyoze), dalam
300 perbedaan (seribu Nyoze) mencakupi sepuluh Nyoze (3 perbedaan) sehinga menjadi
3000 Nyoze (3000 perbedaan) dan menjadi Ichinen Sanzen. Walau penyusunan 100
dunia, 300 perbedaan, 3000 Nyozed berbeda dengan penyusunan 100 dunia, 1000
Nyoze, 3000 perbedaan dalam cara membuka dan perpaduannya, namun sama sekali
tidak merubah Ichinen Sanzen.
Falsafah Ichinen Sanzen itu pada mulanya merupakan tujuan kelahiran dari Budha
Sakyamuni yang dijelaskan dalam 28 Bab Sutra Bunga Teratai. Namun angka dari 3000
dijelaskan dengan terang maupun hukum prinsip Ichinen Sanzen disusun secara
sistimatis adalah terdapat didalam Maka Shikan ke 5 dari Tien Tai Daishi dari masa Zoho.
Didalam Hokke Gengi dan Hokke Mongu dari Tien tai menjelaskan seratus dunia dan
seribu Nyoze, namun belum menjelaskan Ichinen Sanzen.
Nichiren Daisyonin dilahirkan pada masa Mappo dimana tidak menjelaskan
Ichinen Sanzen dari segi teorinya saja, melainkan menjelaskan Nammyohorengekyo dari
Ketiga Hukum Rahasia Agung yang terpendam dan dirahasiakan di dasar kalimat Bab
Juyo Sutra Bunga Teratai dengan menciptakan Dai Gohonzon.
Dalam Kanjin No Honzon Sho berbunyi : “Untuk umat manusia yang tidak mengetahui
Ichinen Sanzen, dimana Buddha telah mengeluarkan welas asih agung beliau untuk
memberikan dan menggantungkan kelima huruf yang terbungkus pada permata dileher
manusia yang masih bodoh dari masa Mappo Ini”.
BAB IV
MENERANGKAN WAJAH 3000 YANG DICAKUPI DALAM ICHINEN
Kutipan
Keempat, menerangkan wajah 3000 yang dicakup dalam Ichinen yang berarti :
Pertanyaan, Dalam Shikan ke 5 berkata : “3000 ini berada pada hati dari Ichinen” dan lain
– lain, sedangkan Ichinen adalah sedemikian kecil mengapa mencakupi 300 ? Jawab : “Kira
– kira makna Sutra ini menerangkan pencakupan dan penyeluruhaan (Kuhen) karena
seluruh Hokkai (alam semesta) dicakupi dalam Ichinen, dan seluruh Ichinen tersebar
menyeluruh keseluruh Hokkai (alam semesta), misalnya bagaikan sebutir debu mencakupi
tanah dari seluruh penjuru (alam semesta) dan bagaikan setes air tersebar menyeluruh
kelautan besar dan lain – lain.
Penjelasan
Pertanyaan ini adalah menanyakan mengenai kalimat pada masa Shikan ke 5 dari
Tien Tai yang berbunyi : “3000 perbedaan (Seken) ini tedapat didalm hati Ichinen. Namun
Ichinen ini berarti jiwa sekejap mata mengapa dikatakan mencakupi 3000 perbedaan ?”
Nikkan jonin menjawab : “Pada umumnya makna darin Sutra Bunga Teratai menjelaskan
kedua segi dari mencakupi dan tersebar menyeluruh “
Oleh karena itu seluruh alam semesta telah dicakupi dalam Ichinen jiwa sekejap ini.
Sebaliknya Ichinen ini tersebar luas diseluruh alam semesta. Sebagai umpama. Didalam
butir debu kecil yang tak terlihat denagn mata pun memiliki unsur tanah dari sepuluh
penjuru alam semesta, begitu pun satu butir air pun tersebar menyeluruh keseluruh
lautan besar.
Sebelumnya dalam bab ke 3 menerangkan jumlah angka dari Ichinen Sanzen telah
menjelaskan secara teoritis mengenai kehadiran 3000 keadaan dalam jiwa Ichinen.
Namun pada Bab IV ini menjelaskan secara nyata 3000 keadaan bentuk sesungguhnya
yang dicakup dalam jiwa sekejap yang disebut Ichinen.
Disini marilah kita meninjau mengenai Ichinen yang merupakan topic pertanyaan ini.
M E N G E N A I I C H I N E N
Pada umumnya yang dikatakan Ichinen mempunyai arti :
1. Merenungkan secara mendalam
2. Percaya dengan kuat
3. Sesuatu yang teringat sekonyong – konyong
4. Waktu yang pendek
Namun kata itu sesungguhnya muncul dari Hukum Agama Budha. Dalam Hukum
Agama Budha yang telas menjelaskan dasar mendalam dari jiwa, dimana masalah Ichinen
ini merupakan masalah yang sangat penting, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
seluruh arif bijaksana telah mencurahkan jiwa raga mereka demi untuk penyelesaian
maslah tersebut.
Teori filsafat Ichinen Sanzen pun telah menjelaskan Ichinen dalam sepuluh dunia yang
memiliki sepuluh dunia, seratus dunia, seribu Nyoze dan 3000 perbedaan, begitu pun Inti
Hakekat Sutra Bunga Teratai tidak lain telah menjelaskan secara terperinci masalah
tersebut. Disini ingin menyelidiki maslah Ichinen berdasarkan yang dijelaskan dalam
Hukum Agama Budha.
Makna Ichinen yang dijelaskan dalam Hukum Agama Budha, pada umumnya
dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama menunjukan waktu yang sedemikian singkat.
Kedua menujukan jiwa sekejap. Disini yang kita pikirkan adalah mengenai jiwa sekejap.
Tien Tai Daishi mengatakan ISSHIN (satu hati) sebagai Ichinen, sedangkan Myoraku
mengatakan sebagai ISHHINPO. Tientai Daishi dalam Maka Shikan ke 5 menjelaskan
Ichinen Sanzen sebagai berikut : “Dalam Isshin (satu hati) mencakupi sepuluh hokum
Dunia (Juhokkai), dan kalau dalam satu dunia mencakupi sepuluh dunia lagi maka akan
menjadi seratus dunia. Kalau dalam satu dunia mencakupi 3000 perbedaan, maka pada
seratus dunia mencakupi 3000 sehingga oleh karena itu mengandung makna dari suasana
Gaib”.
Ichinen didalam kalimat mempunyai arti hati yang memikirkan suatu hal. Namun,
“hati” ini sama sekali tidak berarti yang bersifat spiritualisme, namun wujud
sesungguhnya dari inti hakekat didasar jiwa. Tien Tai menangggapi jiwa sekejap dengan
menjelaskan secara pengamatan terperinci dimana didlam jiwa sejap itu mencakupi
sepuluh dunia, seratus dunia, seribu Nyoze dan 3000 perbedaan. Dan juga Myoraku
dalam Hokkemonguki ke 8 yang menjelaskan Ichinen dari Ichinen Zuiki. “Pada yang
pertama waktu sedemikian singkat yang menunjukan jiwa sehingga dinamakan Ichinen “.
Yaitu Ichinen tidak hanya berarti waktu yang singkat, namun menunjukan jiwa sekejap.
Dalam Ichinen ini mengandung berbagai makna, antara lain :
1. Menyeluruh keseluruh alam semesta
2. Ichinen keseluruhan dari rohani dan jasmani
3. Ichinen yang menimbulkan kebaikan maupun kejahatan
4. Ichinen Esho Funi
5. Ichinen sebab akibat yang terjadi serentak.
Dengan demikian jiwa itu tidak lain merupakan kelangsungan dari waktu sekejap,
sehingga diluar waktu sekejap ini tidak terdapat keadaan sesungguhnya dari jiwa. Justru
jiwa sekejap ini yang berkehadiran sesungguhnya dimana didalam Hukum Agama Budha
dinamakan Chudo Hoso.
Sekarang, sekejap yang memikirkan waktu sekejap itu telah menjadi sekarang dan akan
berlalu menjadi lampau, sekejap yang memikirkan masa akan datang itu telah menajdi
sekarang dan akan berlalu menjadi masa lampau. Sehingga merupakan keadaan
sesungguhnya melintasi pandangan “ruang (Ku) “ yang dikatan kalau ada namun tidak
ada, namun kalau ada, tidak ada. Disamping itu pun dalam waktu sekejap itu akan
merasakan kegembiraan, ketidak bahagiaan, memiliki harapan maupun keputusan yang
mana akan mengakhiri kehidupan kita. Jadi waktu sekejap ini dapat dikatakan sebagai
seluruh jiwa itu sendiri. Justru jiwa sekejap ini pada melintangnya mencakupi masa
lampau, sekarang dan akan datang dan pada membujurnya mencakupi seluruh 3000
Hukum Alam Semesta.
ICHINEN DARI HATI KEPERCAYAAN
Namun Nichiren Daisyonin tidak hanya menjelaskan ini saja, namun terlebih
daripada itu, mejelaskan bahwa Ichinen dari Ichinen Sanzen adalah Ichinen dari hati
kepercayaaan. Kalau dipandang secara teoritis maka seluruh umat manusia seakan –
akan mencakupi ketiga ribu, namun kalau dipandang secara kenyataan maka bagi yang
tidak ada hati kepercayaan sama sekali tidak mencakupi ketiga ribu, dimana dijelaskan
bahwa hanya pada Ichinen dari kepercayaan dari orang yang menyebut
Nammyohorengekyo dan percaya terhadap Dai Gohonzon yang mencakupi ketiga ribu
Hukum Alam Semesta. Menganai kalimat dari Shikan ke 5 yang ditarik diatas pun
terdapat segi dari kalimat tambahan dan segi dari makna sesungguhnya. Kalau dibaca
dari segi kalimat tambahan, maka hanya tidak lain berupa pembuktian jumlah angka dari
Ichinen Sanzen, namun kalau dibaca dari segi makna sesungguhnya, maka akan
menunjukan wajah bentuk sesungguhnya Dai Gohonzon dari Ichinen Sanzen pelaksanaan
dan kenyataan.
Ini tebagi atas pertama adalah kalimat dari Honzon dan kedua adalah kalimat dari
Kanjin. Pertama Isshin (satu hati) dari “satu hati ini” pada kalimat Honzon berarti Shinpo
dari Ichinen dari Budha Jijuyushin dari Kuan Ganjo yaitu Nammyohorengekyo yang
terdapat di tengah – tengah dari Dai Gohonzon. Yang dimaksud dengan “mencakupi
sepuluh Hukum Dunia” adalah diwujudkan dalam sepuluh dunia memiliki sepuluh dunia,
seratus dunia, seribu Nyoze, dan 3000 perbedaan.
Oleh seluruh Budha, seluruh Boddhisatva, Bonten Taishaku, Kishibojin yang tertulis
disamping kanan kiri Nammyohorengekyo yang terletak ditengah – tengah Dai
Gohonzon. Oleh karena itu Dai Gohonzon ini adalah bentuk wajah dari 3000, sepuluh
dunia yang mencakupi dalam jiwa Nichiren Daisyonin Budha Jijuyushin dari Kuan Ganjo.
Kedua adalah kalimat Kanjin yang berbunyi : “ketiga ribu ini terdapat dalam hati
Ichinen “ Berarti Dai Gohonzon dari Ichinen Sanzen ini sama sekali tidak terdapat pada
tempat yang lain, namun terdapat didalam hati kepercayaan (Shinjin) dari kita, umat
manusia. Kalau tidak ada hati kepercayaan maka dalam jiwa kita tidak akan mencakupi
Honzon dari Ichinen Sanzen.
“Kalau sedikit pun terdapat dalam“ berarti kalau mempunyai hati kepercayaan
sedikitpun, maka Dai Gohonzon dapat mencakupi dalam jiwa kita. Oleh karena itu justru
dalam Ichinen dari hati kepercayaan mencakupi seluruh 3000 Hukum Alam Semesta,
begitu pun seluruh Budha dan Boddhisatva dari 3 masa 10 penjuru menjadi milik jiwa itu
sendiri dan dapat hidup dengan perjalanan kehidupan yang cerah dan bahagia.
Dalam Gosyo Jimyo Hokke Mondosho berkata : “Kalau jiwa sudah tidak lain dari
Ichinen sehingga Budha menjelaskan karunia dari Ichinen Zuiki. Kalau dikatakan
mengharapkan dua hati (Ninen) dan tiga hati (Sannen) maka tidak dapat dikatakan
Hukum yang memberikan kesadaran Budha yang tunggal, maupun sumpah sesungguhnya
dari hikmat agung yang adil (gosyo hal 466)”. Ichinen yang disebut disini pun sama sekali
bukan Ichinen dari hati kepercayaan yang dengan sungguh – sungguh menyebut
Daimoku dan doa terhadap Gohonzon. Pokoknya Ichinen dari dasar jiwa akan
menetapkan segala apapun juga.
Dalam Gosyo Kashuka Hobo Metsu Zai Sho berkata : “Dalam dunia yang
bagaimanapun kacaunya harap masing – masing mengeluarkan kepercayaaan yang kuat
bagai mengeluarkan api dari kayu yang basah, mengeluarkan air dari tanah yang gersang
terhadap Sutra Bunga Teratai Jurasetsu yang dapat melindungi anda” (Gosyo hal 1132).
Dalam Kito Sho berkata : “Oleh karena itu doa yang didoakan oleh Pelaksan Sutra Bunga
Teratai, pasti akan tercapai dengan bukti nyata. Itu sama seperti gema dalam pantulan
dari suara, bagai bayangan mengikuti badannya, bagai air yang bersih akan mencermikan
bulan. Bagai kaca akan menarik keluar air. Bagai batu magnit akan menarik batu besi.
Bagai Konhaku (fosil amber) akan mengumpulkan debu, dan bagai cermin yang bersih
akan mencerminkan warna dari barang itu”.
Seperti dijelaskan pada kalimat kutipan - kutipan diataspun pada akhirnya justru Ichinen
yang berdoa dengan kuat dan murni merupakan dasar pokok yang menghasilkan segala
sesuatu apa pun.
Begitupun mengenai kalimat Gengi yang berbunyi : “Seluruh Hukum dan gejala alam
semesta mencakupi dalam Ichinen, seluruh Ichinen tersebar menyeluruh keseluruh Hukum
dan gejala alam semesta”. Dimana Myoraku dalam Kuketsu menjelaskan : “Oleh karena itu
ketika mencapai kesadaran yang sesuai dengan teori pokok maka Ichinen dari seluruh jiwa
akan tersebar menyeluruh keseluruh Hukum dan gejala alam semesta”.
Jadi dikatakan Ichinen Sanzen berarti seluruh Hukum dan gejala alam semesta
tercakupi dalam Ichinen.
Dalam Issho Jobutsu berkata : “Makna dari satu hati seluruh alam semesta berarti jasmani
dan rohani (Shiki Shin) dan subjek dan lingkungan (Esho) dari 10 dunia, 3000 perbedaan,
rumput, pohon yang tak berperasaan maupun langit dan bumi tak terkecualikan dan debu
tak ketinggalan, semuanya tercakup dalam hati tersebar menyeluruh keseluruh Hukum dan
Gejala alam semesta, sehingga dikatakan seluruh Hukum (Man Po)”.
Kutipan
Dalam Sutra Kegon berkata : “Hati jiwa bagaikan pelukis ahli yang dapat berbuat
bermacam – macam Go On, dalam seluruh dunia ini tidak ada sesuatu yang diciptakan
tanpa berdasarkan Hukum” dan sebagainya.
Penjelasan
Kalimat ini adalah perkataan dalam Syair Boddhisatva Kudokurin dari Sutra
Kegon yang berbunyi : “Hati jiwa bagaikan pelukis ahli”. Merupakan perumpamaan yang
dipergunakan untuk menjelaskan kegaiban daripada jiwa. Dengan demikian hati jiwa
sama dengan pelukis ahli dengan kuas dapat melukis bermacam – macam Go (Shiki, Ju,
So, Gyo, Shiki), maupun sifat keistimewaan dari jiwa manusia, yang mana dapat
menciptakan segala sesuatu dari alam semesta. Dengan perumpamaan ini kiranya dapat
dimengerti bahwa hati (Ichinen) merupakan badan pokok dari seluruh hokum alam
semesta dan mencakupi 3000 keadaan jiwa.
Kutipan
Pertanyaan : Pelukis hanya menggambarkan satu segi jasmani (Isshiki) saja, namun
mengapakah dapat menggambarkan ke 4 rohani (Shishin) ?
Jawab : Oleh karena melukiskan jasmani dan rohani secara bersamaan, maka
dikatakan menciptakan bermacam – macam Go On, maka dalam Shikan (Makashikan) ke 5
– 21 berkata : “Lukisan yang baik dapt melukiskan keadaan gambar yang tepat dengan
keadaan sebenarnya, sehingga bagaikan hidup dan semangat rohani dan jasmani yang
bergerak, dan lain – lain. Siapakah yang melihat Shoki dengan mengatakan dengan rasa
gembira dan siapakah yang melihat Hotei dengan mengatakan merasa marah. Oleh karena
itu diketahuilah rohani dengan tepat dapat dilukis dan mengenai hal ini pun dalam Shikan
dijelaskan dalam tiga perumpamaan”.
Penjelasan
Pertanyaan ini menanyakan kalimat dari Sutra Kegon yang berbunyi : “Pelukis hanya
menggambarkan satu segi jasmani (Isshiki) saja, namun mengapakah dapat
menggambarkan ke 4 rohani (Shishin), yaitu dapat melukis fungsi rohani Ju, So, Gyo, Shiki
dari Go On ?” Jawab : Justru karena bersamaan melukis rohani dan jasmani, sehingga
dikatakan menciptakan Go On yakni dengan warna merah dan biru membentuk wajah
jasmani yang mana akan mencerminkan perasaan hati hingga 4 hati 7 perasaan. Oleh
karena itu dalam Shikan (Makashikan) ke 5 berkata : “Lukisan yang dilukis oleh pelukis
ahli dapat melukiskan keadaan gambar yang tepat dengan keadaan yaitu segi rohani
maupun jasmani dari jiwa itu dapat terlukiskan dalam lukisan bagai berada dalam
keadaan hidup, dimana orang tidak menyadari bahwa itu lukisan”. Siapakah yang melihat
lukisan Shoki yang berkumis menakutkan itu merasakan gembira? Begitupun siapakah
yang melihat lukisan Hotei yang berwajah gemuk dan menarik merasa marah ? kiranya
dapat dimengerti kalau melihat gambar patung yang baik dan lukisan Shoki dan Hotei
tidak hanya melukiskan segi jasmaninya. Namun segi rohaninya pun terlukiskan.
Begitupun dalam Makashikan dengan 3 perumpamaan akan menerangkan hal ini.
TIGA PERUMPAMAAN DARI MAKASHIKAN
Tien Tai untuk menjelaskan mengapa satu hati yang sedemikian kecil itu dapat
mencakupi 3000 perbedaan maupun mengapa dapat mengetahui mencakupi 3000
perbedaan ? Dimana dalam Makashikan telah mempergunakan 3 perumpamaan untuk
menjelaskan hal ini.
Pertama adalah : Pusaka yang dapat mengabulkan segala permintaan (Nyoi Hoju),
Pusaka itu adalah pusaka tertinggi dari dewa yang mencakupi segala pusaka apapun.
Disamping itu, pusaka ini bukanlah sesuatu yang tersimpan didalam, begitupun bukanlah
sesuatu yang dimasukkan dari luar. Walau bentuknya kecil bagai debu dan abu pun
namun dapat melahirkan segala sesuatu sekehendak hati. Pusaka Nyoi Hoju dari
kebendaan pun dapat mencakupi segala sesuatu, apabila dalam satu hati jiwa yang gaib
sewajarnya mencakupi 3000 perbedaan.
Kedua adalah : Perumpamaan dari ketiga racun. Hati tersesat dari ketiga racun
terdapat 88 penghubung dan 84.000 kenafsuan. Kalau ketiga racun ini dimiliki sejak asal
mula, namun mengapa tidak muncul kenafsuan tersebut jika tidak berhadapan dengan
jodohnya. Akan tetapi, kalau tidak dimiliki sejal asal mula namun mengapa muncul ketika
bertemu jodohnya. Yang menganggap ada maupun tidak, kedua –duanya salah namun
merupakan suatu kehadiran “ada maupun tidak ada” , “tidak ada maupun ada” .
kesesatan hati dari ketiga racun saja sudah sedemikian. Apalagi satu hati jiwa yang gaib
sewajarnya mencakupi ketiga ribu perbedaan.
Ketiga adalah : Perumpamaan dari mimpi. Yaitu suatu cerita yang menceritakan
bahwa pada masa Tiongkok purba terdapat seorang bernama Sooshu dimana didalam
mimpinya, ia menjadi kupu – kupu dan melewati masa 100 tahun, selama itu, lebih
banyak mengalami penderitaan daripada kegembiraan sehingga bercucuran dengan
keringat dan kaget terbangun. Namun semuanya adalah mimpi dan berupa khayalan
belaka. Karena satu hati jiwa dari mimpi dapat berkembang dalam berbagai hati,
sehingga satu hati jiwa dapat diperkembangkan dalam seluruh hati.
Kalau sudah sadar dari mimpi yang mana terdapat satu hati jiwa diri sendiri. Dimana
seluruh hati jiwa telah tercakupi dalam satu hati jiwa. Dengan demikian dalam mimpi
saja sudah demikian gaib dan mencakupi segala sesuatu. Oleh karena itu sewajarnya
dalam satu hati mencakupi 3000 perbedaaan.
Tien Tai dengan melalui ketiga perumpamaan yang tersebut diatas telah
menjelaskan hubungan yang peka dimana di dalam Ichinen mencakupi 3000 perbedaan
yaitu Seluruh Hukum Alam Semesta. Dengan demikian kiranya dapat dimengerti bahwa
dalam lukisan saja pun dapat bersamaan melukiskan jasmani dan rohani, sehingga dalam
jiwa yang gaib tentu mencakupi 3000 perbedaan.
Kutipan
Begitupun dalam cermin sebesar 2-3cm dapat mencerminkan benda yang 10 Jo (100 kaki),
100 Jo (1000 kaki) maupun gunung dan sungai. Apalagi siapakah yang meragukan api
dalam batu, Bungan didalam kayu.
Penjelasan
Kalimat ini mempergunakan perumpamaan untuk menerangkan kalimat “ Hati
yang merenungkan sunguh – sungguh” yang berarti dalam Ichinen mencakupi 3000
keadaan jiwa. Yaitu dalam cermin yang besarnya sekecil 2 cm atau 3cm dapat
mencerminkan benda yang panjangnya 100 m dan 1000 m maupun gunung dan sungai.
Sama halnya dengan perumpamaan ini, dimana didalam jiwa yang kecil dan halus yang
disebut Ichinen mencakupi segala Hukum yang disebut 3000 perbedaan.
Begitupun dalam jiwa siapa pun dengan tegas terdapat jiwa sepuluh dunia dari
dunia neraka hingga dunia Budha. Sehingga tidak diragukan lagi masing – masing dunia
saling mencakupi selamanya. Itu sama seperti api dalam batu yaitu sama seperti kalau
memukul batu berapi dimana tidak disangka pada permukaan batu yang dingin itu akan
memunculkan percikan api. Begitu pun Bunga yang berkembang pada pohon yaitu pada
dahan pohon yang tak berbuah apapun, namun tiba saatnya disitu akan berkembang
bunga yang indah. Mengenai perumpamaan ini apakah mungkin ada orang yang ragu –
ragu terhadapnya ?
Begitupun sama halnya jiwa manusia biasa tercakupi dunia Budda merupakan suatu hal
yang sulit dipercaya, namun merupakan suatu kenyataan yang mutlak.
Kutipan
Dalam Gu Bab 5 dengan menarik perkataan dari Shinron mengatakan anak gadis
Jido Choja bersama pengikutnya bermaksud masuk ke dalam laut untuk mengambil pusaka
dan datang pada ibu untuk meminta pamit. Maka ibu berkata : “Saya hanya mempunyai
engkau saja, mengapa engkau mau meninggalkan saya”. Karena ibu khawatir anaknya
pergi meninggalkannya, memegang kaki anaknya. Lalu anaknya menjambak rambut
ibunya sehingga sepotong rabut terjatuh, ibu pun melepaskan anaknya pergi. Ketika tiba di
pulau terlihat roda besi yang membara dari langit menghampiri kepalanya. Maka dengan
bersumpah berkata : “Semoga seluruh penderitaan alam semesta terkumpul pada diri
saya”. Karena kuatnya sumpah sehingga roda besi terbakar itu (membara) akhirnya jatuh
(diatas anak gadis tersebut). Disini mengorbankan jiwa dan lahir di dunia surga. Yang
menetang ibu dan melukai rambut menimbulkan hati neraka, mengangkat doa sumpah itu
termasuk dunia Budha dan lain – lain. Hati dlam dari Ichinen sebelumnnya sudah
mencakupi Neraka dan Budha. Dapat diketahui bahwa saling pengcakupan dari dunia –
dunia pertengahan lainya dapat ditafsirkan demikian.
Penjelasan
Menarik thesis Bodai Shinron dari Kuketsu ke 5 bagian atas yang dikarang oleh
Myoraku dan dengan mengambil perumpamaan anak gadis Chido Choza untuk
menjelaskan sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia.
Gadis Chido Choza bersama pengikutnya bermaksud masuk kedalam laut untuk
mengambil pusaka dan datang kepada ibunya untul berpamitan, maka pada waktu itu
sang ibu berkata: “Saya hanya mempunyai engkau saja, mengapa engkau mau
meninggalkan saya ? Oleh karena ibu khawatir anaknya pergi meninggalkannya,
memegang kaki sang anak, lalu anak menjambak rambut ibu, sehingga sepotong rambut
sang ibu terlepas jatuh, sehingga sang ibu terpaksa melepaskan anaknya pergi. Ketika sang
anak tiba di pulau terlihat roda besi yang terbakar merah (membara) dari langit
menghampiri kepalanya. Melihat keadaan demikian, sang anak dengan bersumpah berkata
: “semoga seluruh penderitaan dari alam semesta yakni dunia ini terkumpul pada saya”.
Karena kekuatan sumpah sang anak itu sehingga besi yang terbakar merah akhirnya
jatuh mengenai diri anak gadis tersebut dan meninggal dunia, kemudian dilahirkan pada
dunia surga. Yang menentang ibu hingga lari keluar dari rumah dan disamping itu
melukai rambut sang ibu adalah fungsi dari dunia neraka.
Mengangkat sumpah dengan ketekadan untuk menyelamatkan umat manusia
adalah fungsi dari dunia Budha. Jadi Ichinen dari gadis Chido Choza mencakupi dan
memiliki Ichinen terdahulu dari dunia neraka yang menentang dan melukai rambut sang
ibu dan kemudian menjadi Ichinen dari dunia Budha yang mengangkat sumpah untuk
menyelamatkan jiwa manusia. Ini berarti dunia Budha dimiliki oleh dunia neraka.
Haruslah diketahui bahwa oleh karena dalam dunia neraka pun mencakupi dunia Budha
dengan ini dapat diperkirakan bahwa pada dunia – dunia kebinatangan dan kemanusiaan
yang terdapat diantaranya itupun mencakupi dunia Budha.
Kutipan
Dalam Honzo Sho dikatakan : “Sering terlihat wajah orang lain, dimana suatu saat
bergembira, suatu saat marah, suatu saat tenang, suatu saat timbul keserakahan, suatu
saat timbul kebodohan, suatu saat marah (Tengoku). Kemarahan adalah dunia neraka,
keserakahan dan dunia kelaparan. Kebodohan adalah binatang, kemarahan (tengoku)
adalah dunia kemarahan (Shura), bergembira adalah dunia surga, tenang adalah manusia,
sehingga pada dunia tidak tetap (Mujo) yang terlihat didepan mata ini apakah dunia Nijo
tidak terdapat didalam dunia manusia. Orang jahat sama sekali tidak memperhatikan
orang lain, pun masih menyayangi anak istrinya yaitu sebagian dari dunia Boddhisatva.
Begitupun umat manusia yang lahir pada masa Mappo dan percaya pada Sutra Bunga
Teratai disebabkan karena di dunia manusia terdapat dunia Budha. Kalimat dari percaya
pada Sutra Bunga Teratai dan lain – lain harus direnungkan sedalam – dalamnya dan lain
– lain “ .
Penjelasan
Selanjutnya dengan menarik kalimat dari Kanjin Honzon Sho (Gosyo, hal 241)
untuk menjelaskan bahwa dalam dunia kemanusiaan mencakupi sepuluh dunia. Sering
ketika melihat wajah orang lain dimana pada suatu saat bergembira, marah, tenang, pada
suatu saat muncul wajah keserakahannya, namun pada saat lain timbul kebodohannya
dan pada suatu waktu berhati bengkok. Itu semua adalah perkisaraan keenam dunia.
Marah adalah dunia neraka, keserakahan adalah dunia kelaparan, kebodohan
adalah dunia kebinatangan, berhati bengkok adalah dunia kemarahan, bergembira adalah
dunia surge, tenang adalah dunia kemanusiaan. Pertautan mengenai pencakupan sepuluh
dunia dalam dunia kemanusiaan kiranya melalui kehidupan sehari – hari dapat
dimengerti dengan jelas.
Seperti yang dijelaskan dalam kalimat Kanjin Honzo Sho bahwa kehidupan kita sehari –
hari selalu berulang – ulang dengan keenam dunia dimana pada suatu waktu marah, pada
lain waktu keserakahan atau tenang maupun bergembira dan sebagainya. Seungguh
merupakan suatu kehidupan yang berkisaran pada keenam dunia.
Dan selanjutnya, dengan melihat keadaan masyarakat yang demikian sehingga
terlihat dihadapan mata suatu keadaan yang berubah – ubah tidak menentu. Kita yang
melihat setiap hari keadaan yang tidak menentu itu, merupakan suatu bukti dimana
dalam dunia kemanusiaan terdapat dunia pengetahuan dan penyerapan. Begitupun orang
jahat yang sama sekali tidak mempedulikan orang lain namun masih memiliki rasa cinta
kasih terhadap anak istrinya.
Ini tidak lain merupakan bukti bahwa didalam dunia manusia memiliki dunia
Boddhisatva dan pada akhirnya menyimpulkan bahwa tentu umat manusia biasa masa
Mappo yang dilahirkan sebagai manusia yang dapat percaya Sutra Bunga Teratai, dapat
mempercayai bahwa dunia manusia sejak asal mula telah memiliki dunia Budha. Umat
manusia yang lahir pada masa Mappo dan percaya Sutra Bunga Teratai berarti menganut
dan percaya Dai Gohonzon dari Honmon. Kita manusia biasa dapat percaya Gohonzon,
karena dalam dunia manusia mencakupi dunia Budha.
Kutipan
Myoraku berkata : “Yang kuat hati dunia Buddha dinamakan dunia Buddha, yang berat
akibat perbuatan jahat dinamakan Neraka, dan lain – lain. Jika yang kuat hati percaya
terhadap Sutra Bunga Teratai dinamakan dunia Buddha, oleh karena itu, ketahuilah hati
kuat yang mengejek Sutra Bunga Teratai disebit sebagai yang berat akibat perbuatan
jahat yang dinamakan dunia neraka. Oleh karena itu, ketahuilah dengan jelas 3000 yang
dicakup dalam Ichinen”.
Penjelasan
Myoraku berkata : “Yang kuat hati dunia Budha, yakni jiwa yang dikuasi dunia
Budha dinamakan dunia Budha. Sedangkan yang berat karena jahat dinamakan dunia
neraka”. Hati kepercayaan yang kuat terhadap Dai Gohonzon dari Ketiga Hukum
Rahasia Agung dan kuat dalam pelaksanaan dinamakan dunia Budha. Sebaliknya hati
yang menfitnah Sutra Bunga Teratai, yakni hati yang kuat menentang Dai Gohonzon
dinamakan dunia neraka.
Seperti tertulis dalam Gosyo Ueno Dono Goze Ama Gohenji berkata : “Yang dikatakan
dunia suci maupun neraka sama sekali tidak terdapat diluar. Namun hanya terdapat
didalam dada kita umat manusia biasa”. Yaitu dengan Ichinen kepercayaan kita yang kuat
akan memunculkan dunia Budha. Kiranya dengan penjelasan diatas dapat memahami
bahwa dalam Ichinen mencakupi 3000 perbedaan.
Pada pokoknya walau dikatakan dunia Budha maupun dunia Neraka, tidak lain
merupakan Ichinen dalam dasar jiwa. Jika Ichinen dalam dasar jiwa adalah Ichinen dari
kepercayaan maka itu adalah Dunia Budha. Namun jika itu adalah Ichinen yang
menfitnah Sutra Bunga Teratai, maka itu adalah Dunia Neraka. Walau dikata Budha
namun itu bukanlah sesuatu yang terdapat nun jauh disana. Begitupun walau dikatakan
neraka sama sekali tidak terdapat didasar tanah yang dalam. Namun seluruhnya
merupakan wujud sesungguhnya dari jiwa. Keadaan sesungguhnya dari sumber pokok
jiwa. Dengan demikian kesadaran masa Mappo tidak lain hanya Hati kepercayaan yakni
Hati kepercayaan adalah Dunia Budha, jiwa dari Sanjin yang tidak dibuat – buat.
Dalam Onggi Kuden jilid bawah terdapat kalimat sebagai berikut : “Kalau
mengatakan Sanjin yang tidak dibuat – buat (Musa Sanjin) dalam satu kata, maka itu tidak
lain berupa satu perkataan dari percaya”. Justru tidak ada sesuatu yang lebih kuat
daripada hati kepercayaan. Begitupun tidak ada sesuatu yang lebih besar dan luas
daripada Hati kepercayaan. Perwujudan diri sendiri seluas alam semesta dapat
diperkembangkan berdasarkan hati kepercayaan. Justru hati kepercayaan dapat
dikatakan sebagai irama Agung dari Jiwa atua Irama Agung dari alam semesta.
Dalam Gosyo Ueno Dono Gohe Ama Gohenji yang berbunyi : “Pada waktu hidup
adalah Budha Hidup. Sekarang adalah Budha Mati. Inilah Hukum Agama Budha yang
sangat penting yang dikatakan sebagai mencapai kesadaran dalam keadaan demikian
(Shoku Shin Jobutsu)”. Orang yang maju pada jalan raya kepercayaan dimana biar hidup
maupun mati akan hidup bermain – main dalam dunia ke Budha an. Sebaliknya kalau
terlepas dari kepercayaan dimana langsung jatuh ke neraka.
Dalam Gosyo Ueno Dono Gohe Ama Gohenji yang sama berbunyi : “Seandainya kata
selama waktu Ko yang tak terhitung melaksanakan ajaran sementara pun, namun kalau
terlepas dari Sutra Bunga Teratai, hanya selalu berada dalam dunia neraka”.
BAB V
DENGAN MENERANGKAN PERBANDINGAN ANTARA AJARAN
SEMENTARA DAN SESUNGGUHNYA (GONJITSU) UNTUK MENJELASKAN
ICHINEN SANZEN
Dalam kalimat berikut ini berkata : “Didalam Sutra – Sutra ini terdapat dua
kekurangan, kesatu karena terdapat perbedaan (Gyofu), maka belum membuka pelajaran
sementara (Gon) sehingga menyembunyikan Ichinen Sanzen dari Shakumon. Kedua karena
menyatakan Shijo(Shijoshokaku = mencapai kesadaran Budha ketika umur 30 tahun
dibawah pohon Boddhi), maka belum membuka pelajaran bayangan (Shaku) sehingga
menyembunyikan Kuon dari Honmon. Dalam Bab Hoben dari Shakumon menjelaskan
Ichinen Sanzen dan Jobutsu dari Nijo sehingga salah satu dari kedua kekurangan dari
Nizen dapat terpenuhi. Yang dikatakan “Sutra – Sutra ini” berarti sutra – sutra selama 40
tahun lebih, “Gyofu” berarti perbedaan. Oleh karena sutra – sutra terdahulu terdapat
perbedaan dari sepuluh dunia, maka masih belum membuka pelajaran sementara (Gon)
dari Sembilan dunia, oleh karena itu tidak menpunyai makna Jukai Gogu (sepuluh dunia
yang memiliki sepuluh dunia), oleh karena itu dikatakan “menyembunyikan Ichinen Sanzen
dari Shakumon”.
Penjelasan
Bagian ini mendiskusikan hubungan Ichinen Sanzen dengan Jobutsu dari Nijo,
dimana memecahkan filsafat dari yang lain yang mengatakan bahwa dalam Sutra kegon
dan Dainichi terdapat makna Jobutsu dari Nijo dan kemudian menjelaskan bahwa dalam
ajaran sementara sama sekali tidak menjelaskan Ichinen Sanzen.
Dalam Kaimoku Sho bagian atas menjelaskan kekurangan – kekurangan ajaran
sementara selama 42 tahun sebagai berikut : “Tidak hanya Sutra Kegon, begitupun Sutra
Hanya dan Sutra Dainichi dan sebagainya, Sutra – sutra selama 42 tahun terdapat ke dua
jenis kekurangan”.
Yang pertama, kerena manusia dari sepuluh dunia terdapat perbedaan – perbedaan
sehingga seluruh dunia tidak memiliki sepuluh dunia sebagai akibatnya dimana menutup
Ichinen Sanzen yang dijelaskan dalam Shakumon Sutra Bunga Teratai.
Kedua masih berpandangan mencapai kesadaran pada usia 30 tahun di India (Shijo
Shokaku). Sehingga tidak menanggalkan pandangan sementara dan menegakkan
pandangan sesungguhnya. Yang mana menutupi pencapaiaan kesadaran Budha pada 500
Jintengo yang dijelaskan dalam Honmon Sutra Bunga Teratai. Dalam Bab Hoben
Shakumon Sutra Bunga Teratai menjelaskan Ichinen Sanzen, Jobutsu dari Nijo sehingga
salah satu kekurangan dari sutra – sutra selama 42 tahun terpenuhi.
Gyo Fu berarti perbedaan. Sutra – sutra yang dijelaskan sebelum Sutra Bunga
Teratai yakni sutra – sutra selama 42 tahun terdapat perbedaan dalam sepuluh dunia dan
karena hanya menjelaskan keadaan sementara dari kesembilan dunia, sehingga tidak
melengkapi makna dari sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia. Karena sepuluh
dunia yang memiliki sepuluh dunia baru dijelaskan pada kalimat Shoho Jisso dari Bab
Hoben Shakumon Sutra Bunga Teratai, maka dalam Kaimoku Sho menandaskan bahwa
sutra – sutra selama 42 tahun telah menutupi Incinen Sanzen dari Shakumon.
MENGENAL GYOFU
Gyofu pada umumnya berarti perbedaan, namun pada makna sempitnya berarti
bahwa tahap pertapaan dari Boddhisatva dibedakan dalam barisan yang teratur dari 51
tahap. Sedangkan makna secara luasnya berarti perbedaan dari sepuluh dunia yang
terdapat dalam sutra – sutra selama 42 tahun. Disni sudah barang tentu Gyofu dalam
makna luas.
Sepuluh dunia yang dijelaskan dalam sutra – sutra selama 42 tahun, dimana setiap
dunia dijelaskan terpisah – pisah tak berhubungan bagai dikotak yang tertutup.
Bagitupun diatur tahap – tahap seperti dunia neraka yang terletak paling bawah, dunia
kelaparan dan binatang terletak diatasnya. Kehidupan manusia pada umumnya hanya
berkisar pada keenam dunia saja, dan dunia pengetahuan dan penyerapan yang terlepas
dari suasana keenam dunia ini dianggap sebagai kesadaran arif bijaksana, dimana
merupakan suasana yang betapapun tidak dapat dicapai oleh manusia biasa pada
umumnya. Begitupun Boddhisatva, Budha dan sebagainya dianggap sebagai suatu
suasana yang secara mutlak tidak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang. Dan hanya
orang yang luar biasa dengan melaksanakan pertapaan yang melalui Koo yang tak
terhingga baru dapat mencapai suasana yang gaib itu.
Terutama antara Budha dengan kesembilan dunia lainnya terdapat jurang
pemisah yang hebat sekali, sebagi umpama orang yang dikatakan Nijo dikecam dan
dihancurkan dengan tandas untuk selama – lamanya tidak dapat mencapai kesadaran
Budha (E Fujobutsu). Selain daripada itu terdapat berbagai jurang pemisahan seperti
orang jahat tidak dapat mencapai kesadaran, wanita tidak dapat mencapai kesadaran
Budha dan sebagainya. Dalam Gosyo Ichidai Seikyo Dai I (Gosyo hal 403) berkata : “kalau
sutra – sutra sebelum Sutra Bunga Teratai tidak menjelaskan sepuluh dunia yang memiliki
sepuluh dunia, maka untuk mendoakan pencapaian kesadaran Budha pasti akan membenci
kesembilan dunia, karena dalam kesembilan dunia tidak mencakupi dunia Budha”.
Dengan demikian pada badan manusia biasa tidak mencakupi dunia Budha,
sehingga kalau ingin mencapai kesadaran Buddha harus memusnakan kejahatan dan
memutuskan kenafsuan. Maka itu dikatakan, maka dengan demikian menghilangkan
badan manusia surga, orang jahat baru dapat mancapai kesadaran Budha. Kalau ini
dijelaskan oleh Myoraku dengan menamakan Budha yang membenci dan terpustus
dengan kesembilan dunia (Hon Ri Dan Kyu). Oleh karena itu orang – orang dari ajaran
sutra selama 42 tahun mewujudkan bentuk Budha dari 9 dunia, yang dikira sebagai
penjelmaan Budha yang gaib, namun tidak menjelaskan bahwa pada badan Budha sejak
asal mulanya terdapat sembilan dunia yang dapat diwujudkan. Selanjutnya ditambahkan
: “kalau ingin mencapai kesadaran Budha dengan memutuskan kenafsuan dan membenci
sembilan dunia, maka sesungguhnya tidak ada Budha yang terlepas dari Sembilan dunia”.
Oleh karena itu tidak ada bukti nyata manusia biasa yang mencapai kesadaran Budha.
Hanya dalam Sutra Bunga Teratai yang menghapuskan dinding pemisah yang
memisahkan setiap dunia dari sepuluh dunia dari sepuluh dunia dan menjelaskan bahwa
dalam jiwa Nijo pun terdapat kehadiran dari dunia Budha maupun dunia neraka. Jadi,
berdasarkan Sutra Bunga Teratai maka seluruh umat manusia dari Sembilan dunia dapat
mencapai kesadaran Budha. Dan bukti nyatanya adalah Nijo dapat mencapai kesadaran
Budha, wanita dapat mencapai kesadaran Budha, maupun orang jahat dapat mencapai
kesadaran Budha. Pokok Sutra Bunga Teratai telah menghapuskan dinding pemisah yang
tidak adil dan dari sinilah terwujud filsafat jiwa yang sesungguhnya. Betapapun
merupakan ajaran sementara yang menuntun menuju Sutra Bunga Teratai, seandainya
kalau dengan keras kepala mempertahan ini yang mana tidak lain hanya akan
menyesatkan kemanusiaan sesungguhnya dan terjerumus dalam arus ketidak bahagiaan.
Dan setelah memasuki Shakumon Sutra Bunga Teratai baru disangkal ajaran yang
dijelaskan sebelumnya. Kemudian ditambahkan : “Disamping inipun telah menjelaskan
pencapaian kesadaran Buddha dari Nijo, wanita maupun orang jahat, begitupun disini
dijelaskan dengan jelas sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia. Dan juga dijelaskan
Shoho Jisso dengan menunjukan bahwa segala gejala alam semesta adalah wujud
sesungguhnya dari Myoho.”
Dengan demikian jelas dapat diketahui bahwa segala gejala alam semesta adalah
seratus dunia, seribu Nyoze Ichinen Sanzen. Begitupun Ichinen dalam jiwa kita dengan
jelas mencakupi keadaan dan gerakan jiwa dunia neraka hingga dunia Budha. Disini
disamping terwujud keadaan sesungguhnya dari jiwa, begitu pun telah terbuka jalan
pencapaian kesadaran Budha bagi seluruh umat manusia dan terbentuk teori prinsip
untuk mencapai kebahagian seluruh umat manusia. Hukum Agama Budha sama sekali
tidak memasalahkan hal – hal yang berbentuk permukaan, melainkan menyelidiki
Ichinen yang terdapat didasar jiwa manusia. Justru tidak ada hikmat manusia yang
tertinggi dari suatu filsafat agung yang menjelaskan secara sistematik bahwa pada setiap
manusia telah terrahasiakan jiwa Budha yang sedemikian Agung, suci dan kuat.
Kutipan
Petanyaan : Memang di dalam Bab Hoben Shakumon menjelaskan Ichinen Sanzen
sehingga salah satu dari kedua kekurangan dari Nizen dapat terpenuhi. Namun mengapa
dikatakan Jobutsu dari Nijo (Nijo Sabutsu) ?
Jawab : Ichinen Sanzen adalah Shozen (kesimpulan) dan Jobutsu dari Nijo (Nijo
Sabutsu) menjadi Nozen (yang menjelaskan). Sekarang karena secara bersamaan
menyebut No dan Sho sehingga dikatakan Ichinen Sanzen dan Jobutsu dari Nijo (Nijo
Sabutsu). Yaitu kalau tidak menjelaskan Jobutsu dari Nijo (Nijo Sabutsu), maka
Boddhisatva dan manusia biasa tidak dapat mencapai Jobutsu. Hal ini yakni kalau pada
Boddhisatva yang mencakupi Nijo dan Nijo yang mencakupinya tidak dapat mencapai
Jobutsu, maka Boddhisatva yang mencakupi (Nogu) bagaimanakah dapat mencapai
Jobutsu?
Karena itu dalam Juho Kaisho berkata : “Akan tetapi para Boddhisatva mencakupi Nijo
sehingga jika Nijo menjadi Chinkujim Metsu. Sehingga akan menjadi Chinkujim Metsu dari
Boddhisatva “ dan lain – lain. Boddhisatva saja sudah demikian, apalagi manusia biasa
tentu sama halnya demikian, oleh karena itu kesembilan dunia sama halnya tidak dapat
mencapai Jobutsu. Maka tidak mempunyai makna kesembilan dunia adalah dunia Buddha
(Kyu Kai Soku Bukkai). Oleh karena itu Ichinen Sanzen pun pada akhirnya tidak dapat
diwujudkan. Jika menerangkan Jobutsu dari Nijo (Nijo Sabutsu) maka Nijo yang tidak
dapat Jobutsu untuk selama – lamanya (Yufu Jobutsu) masih dapat mencapai Jobutsu.
Apalagi Boddhisatva dan umat biasa. Oleh karena itu dengan kesembilan dunia adalah
dunia Budha (Kyukai Soku Bukkai) sehingga makna sepuluh dunia yang mencakupi sepuluh
dunia (Jukkai Gogu) dan Ichinen Sanzen menjadi jelas. Maka sekarang dikatakan Ichinen
Sanzen dan Jobutsu dari Nijo. Didalam Hopo dari Shuin berkata : “Sanzen adalah suatu
suasana gaib yang sakti dimana dengan hanya melalui membuka dan mewujudkan Sutra
Bunga Teratai sehingga tercapai Jobutsu dari Nijo dan sepuluh dunia mencakupi sepuluh
dunia (Jukkai Gogu). Oleh karena itu Hukum dari Sanzen (3000) dengan sempurna
terdapat dalam Ichinen, yang menjadi kegaiban tunggal dari Sutra Bunga Teratai.
Penjelasan
Disini mendiskusikan hubungan Ichinen Sanzen dengan pencapaian kesadaran
Budha dari Nijo.
Pertanyaan : Kalau berdasarkan kutipan kalimat Kaimokusho dimana karena dijelaskan
bahwa pada Hobenbon Shakumon dijelaskan Ichinen Sanzen, sehingga salah satu dari
kedua kekurangan ajaran selama 42 tahun yang dikatakan menyembunyikan Ichinen
Sanzen dan Kuon Jistujo dapat terpenuhi. Kalau demikian sudah cukup kalau dikatakan :
dalam Hobenbon Shakumon menjelaskan Ichinen Sanzen , namun mengapa dikatakan :
“Dalam Hobenbon Shakumon menjelaskan Ichinen Sanzen dan pencapaian kesadaran
Buddha dari Nijo”.
Jawab : Karena dengan dijelaskannya pencapaian kesadaran Budha dari Nijo
sehingga prinsip Ichinen Sanzen menjadi jelas adanya, maka Ichinen Sanzen adalah
Shozen. Pencapaian kesadaran Budha adalah Nozen. Dalam Kaimokusho karena
kebersamaan untuk mengajukan Nozen dan Shozen sehingga dikatakan Ichinen Sanzen
dan jobutsu dari Nijo. Memang wujud sesungguhnya dari inti hakekat jiwa adalah Ichinen
Sanzen, namun itu sewajarnya sepuluh dunia yang harus memiliki sepuluh dunia.
Jadi dalam dunia Budha mencakupi Sembilan dunia. Begitupun manusia dari dunia
neraka memiliki kesembilan dunia dari kelaparan hingga dunia Budha. Maka kalau tidak
menjelaskan Jobutsu dari Nijo sehingga gerakan jiwa Nijo yang tercakupi dalam badan
Boddhisatva maupun manusia biasa tidak dapat menjadi Budha. Walau dikatakan
manusia dari dunia Boddhisatva namun karena mencakupi jiwa Nijo, maka walau jiwa
Nijo itu tidak dapat dirombak menjadi Budha, maka pada akhirnya manusia dari dunia
Boddhisatva betapapun tidak dapat menjadi Budha.
Prinsip ini dalam Juhokkaisho dijelaskan sebagai berikut : “Karena dalam
Boddhisatva tercakupi dunia Nijo, maka jika Nijo yang dikatakan Chinkujim Metsu yang
tersesat pada kesesatan Kenji Waku dan tenggelam pada teori kosong. Begitupun karena
menghancurkan diri dan memusnakan hikmat, sehingga tidak dapat hidup pada ketiga
dunia ini, maka Boddhisatva yang memiliki Nijo pun menjadi Chinkujim Metsu”.
Karena Boddhisatva yang menempatkan kedudukan tertinggi dari kesembilan dunia
tidak dapat mencapai kesadaran Budha. Maka manusia biasa pun tidak dapat mencapai
kesadaran Budha. Oleh karena itu seluruh dari kesembilan dunia tidak dapat mencapai
kesadaran Budha. Maka kalau tidak dijelaskan Jobutsu dari Nijo, sehingga makna dari
“Sembilan dunia adalah Dunia Budha” pun tidak ada, yang mana tidak akan dapat
mewujudkan teori filsafat Ichinen Sanzen. Jadi sepuluh dunia yang memiliki sepuluh
dunia adalah dengan dijelaskan definisi Sembilan dunia adalah dunia Budha baru
mempunyai makna sebenarnya dan dengan menjelaskan segala kemungkinan dari
perubahan jiwa sepuluh dunia barulah dapat menyelesaikan tugas agung yang
menyempurnakan pandangan jiwa Ichinen Sanzen.
Dalam Shakumon Sutra Bunga Teratai dijelaskan Jobutsu dari Nijo, sehingga Nijo
yang dikatakan selama –lamanya tidak dapat mencapai kesadaran pun dapat mencapai
kesadaran Budha. Dengan demikian barang tentu Boddhisatva maupun seluruh umat
manusia dapat mencapai kesadaran Budha. Jadi, kesembilan dunia adalah dunia Budha
dan karena sepuluh dunia memiliki sepuluh dunia, sehingga makna dari Ichinen Sanzen
menjadi jelas. Oleh karena itu dalam Kaimokusho bersamaan menjelaskan “Ichinen
Sanzen dan Jobutsu dari Nijo”.
Sho In Bhikku sekte Tien Tai di Tiongkok dalam karangannya yang berjudul “Hotsubo
Kyogi” mengagumi Hukum Ichinen Sanzen sebagai berikut : “Walau mengetahui makna
teori Ichinen Sanzen, namun merupakan suasana gaib yang tak terlukiskan dengan
perkataan. Karena pada Sutra Bunga Teratai baru dijelaskan Jobutsu dari Nijo dan sepuluh
dunia yang memiliki sepuluh dunia, sehingga ketiga ribu hukum dan gejala tercakupi
dengan sempurna dalam hati Ichinen. Dengan demikian hanya Sutra Bunga Teratai yang
menjelaskan Myoho yang merupakan ajaran tertinggi”.
NOZEN DAN SHOZEN
Kalau dengan singkat menjelaskan Nozen dan Shozen, maka : Zen berarti
menjelaskan dengan terang kenyataan dan teori. No berarti pihak yang menimbulkan
gerakan yang aktif. Sho berarti pihak yang menerima gerakan tersebut dan bersifat pasif.
Jadi Nozen adalah pihak yang menjelaskan. Shozen adalah teori prinsip yang dijelaskan.
Disini menjadikan Jobutsu dari Nijo (Nijo Sabutsu) sebagai Nozen dan Ichinen Sanzen
sebagai Shozen. Karena Nijo Sabutsu dengan bukti nyata menjelaskan keadaan sepuluh
dunia yang memiliki sepuluh dunia, yang mana telah menjelaskan prinsip dari Ichinen
Sanzen dengan jelas.
MENGENAI NIJO SABUTSU
Dalam Sutra – sutra selama 42 tahun dimana Shomon dan Engaku (Nijo) dikecam
habis – habisan untuk selama – lamanya tidak dapat mencapai kesadaran Budha. Dan
mengapa Budha Sakyamuni mengecam hingga demikian?
Pertama – tama karena Nijo tertutup dalam kepompong kesadaran diri sendiri yang kecil
dan puas dengan keadaan kehidupannya.
Kedua Nijo tidak ada gerakan yang menguntungkan orang lain dan hidup tenang dalam
keadaan dunia yang egois. Budha Sakyamuni meneruskan kecaman yang pedas untuk
memecahkan egois dan kesombongan diri Nijo dan menyadarkan mereka pada jalan
pencapaian kesadaran Budha yang sesungguhnya.
Petama – tama mengenai hati kesombongan Nojo Gohenji tertulis : “Terdapat
Hukum Agama Budha yang dinamakan duabelas sebab dan jodoh, artinya pada jiwa kita
terdapat berbagai penderitaan. Dengan demikian karena pada masa lampau telah
membuat karma, maka akan menerima berbagai penderitaan masa lampau. Begitupun
penumpukan karma masa lampau dan nafsu – nafsu akan memanggil berbagai
penderitaan”.
Kemudian ditambahkan : “Nijo pada masa hidup Budha Sakyamuni karena bermaksud
menghilangkan berbagai penderitaan, sehingga tenggelam dalam filsafat kosong dan
melaksanakan menghancurkan diri dan memusnakan hikmat dan lupa terhadap semangat
menjalankan Gongyo dan pertapaan dari Boddhisatva dan memikirkan untuk
membuktikan filsafat kosong itu yang dikiranya sebagai inti hakekat Hukum Agama Budha
sesungguhnya. Budha pada masa Hoto telah menuntut dan mengecam Nijo yang memiliki
pemikiran demikian”.
Dan juga perbedaan pertapaan manghancurkan diri dan memusnakan hikmat
(Keshin Metchi) itu jauh berbeda dengan pencapaian kesadaran Budha, dimana dalam
Gosho Otadono Nyobo Gohenji tertulis : “Mereka yang dinamakan orang orang Nijo
adalah orang – orang yang telah memutuskan kesesatan pikiran dan pandangan (kenji
Waku) dan kesesatan jiwa (Mumyo Waku), namun karena sudah membersihkan segala
nafsu, sehingga memasuki keadaan tertinggi (Muyo) dari Nijo dan menjadi orang yang
menghancurkan diri dan memusnakan hikmat (Keshin Metchi). Namun kalau
penghancuran diri (Keshin) bukan Soku Shin maka memusnakan hikmat pun tidak
bermakna pencapaian kesadaran Budha”.
Sekarang yang dimaksud dengan Kenshin Metchi maupun Chinkujim Metsu mempunyai
arti tenggelam pada teori filsafat kosong dan memusnakan badan maupun hikmat.Ku
bukan berarti Kutai dari Enyu No Santai melainkan Ku dari Henshin, dari Theravada. Ri
(teori) yang betapapun tidak dapat dilaksanakan.
Dalam keadaan sekarang dapat dikatakan sebagai sikap para sarjana yang tertutup dalam
menara gading dan tenggelam dalam dunia teoritis yang terputus dalam masyarakat
nyata.
Selanjutnya mengenai egoism dari Nijo, dalam Kaimokusho dengan manarik
kalimat dari Sutra Taishukyo tertulis : “Terdapat dua macam orang yang pasti mati tidak
dapat hidup, dimana walau mengetahui budi dan tidak dapat membalas budi. Yaitu kesatu
Shomon dan kedua Engaku”.
Misalnya ada orang yang jatuh kelubang yang dalam, dimana tidak dapat menguntungkan
orang lain dan hanya menguntungkan diri sendiri, begitupun sama halnya dengan
Shamon dan Engaku dimana terjatuh dalam lubang Gedatsu yang mana tidak dapat
menguntungkan diri sendiri maupun orang lain.
Dan dalam Juhokkai Mei Inga Sho tertulis : “Pantangan yang tidak membunuh mahluk
bernyawa dari Nijo adalah selama – lamanya tidak berfikir untuk kembali keenam dunia.
Oleh karena itu tidak mempunyai hati untuk membimbing, begitu pun tidak terpikirkan
menjadi Budha dan Boddhisatva, namun hanya berfikir untuk menghancurkan badan dan
memusnakan hikmat (Kenshin Metchi)”. Gosho hal 434.
Jadi sikap egois dari Nijo yang melarikan diri dari kenyataan, dengan membuang budi
dari ibu ayah, guru,ketiga pusaka (Budha, Hukum dan Shangha) dan masyarakat, adalah
sama sekali bertentangan dengan Hukum Agama Budha yang berdasarkan pada welas
asih.
Namun sebagian besar murid dari Buddha Sakyamuni adalah Nijo terutama
disebut kaum Shomon. Kalau tidak dapat menyelamatkan orang – orang Shomon ini
bagaimanakah dapat dikatakan sebagai Hukum Agama Buddha yang dapat
menyelamatkan seluruh umat manusia ? Oleh karena itu, jika tidak menjelaskan Sutra
Bunga Teratai dan hanya terhenti pada ajaran selama 42 tahun saja, maka Hukum Agama
Buddha Sakyamuni tidak mempunyai arti apa pun juga. Setelah memasuki Sutra Bunga
Teratai baru membuka pandangan tujuan agung untuk muridnya sendiri dan
memberikan tugas agung sehingga bersamaan dengan itu telah menyelesaikan filsafat
jiwa yang agung. Dalam masa sekarang pun orang – orang Nijo dapat dikatakan sama
dengan sarjana, seniman dan lain – lain. Kalau orang – orang ini merasakan kepuasan
dalam kesadaran diri yang kecil dan tertutup dalam kepompong egois dan terlepas dari
rakyat jelata, maka itu sama yang dituntut oleh Budha Sakyamuni bahwa mereka sama
sekali terpisah dari semangat Hukum Agama Budha.
Walau dikatakan sebagai sarjana dan seniman yang betapa hebat pun, namun
kalau tidak dapat membuka pusaka jiwa sendiri dengan menegakkan pandangan agung
dan rasa tugas, maka betapa pun tidak dapat membangun kehidupan yang kuat dan
agung. Namun untuk mencapai tujuan tersebut tidak lain hanya dapat dicapai dengan
Myoho.
Kutipan
Pertanyaan : Jika didalam sutra – sutra dahulu (Nizen) tidak menjelaskan Ichinen
Sanzen, mengapa Tien Tai mengutip kalimat “Kegon Shinzo” untuk membuktikan Ichinen
Sanzen ?
Jawab : Didalam sutra beliau belum menjelaskan Ki Sho Kujo, sehingga
bagaimanakah dapat mejelaskan Ichinen Sanzen. Namun makna pengitipan dari Tien Tai
Daishin adalah seperti yang dikatakan oleh Jokaku : “Pengutipan sekarang ini adalah
setelah Enyu dapat dipergunakan” dan lain –lain. Oleh karena perjalanan sementara
(Tobun) dari sutra – sutra beliau adalah hanya terdapat nama dan tidak mempunyai
kenyataan (Umyo Mujitsu), maka dikatakan Hukum yang mati.
Rokuten berkata : “Meskipun tanah diatas padang Ryumon menguburkan kerangka mayat,
namun namanya tidak akan terkuburkan”. Dan Izumi Shikibu berkata : “Bersama –sama
tidak akan musnah dibawah lumut dan berasa sedih dengan mendengar nama yang tak
terkuburkan itu”. Dan lain – lain. Jika Enyu masih dapat hidup kembali (Sosei) maka dapat
dikatakan Hukum yang hidup.
Penjelasan
Kalau dalam sutra selama 42 tahun tidak menjelaskan Ichinen Sanzen, mengapa
Tien Tai menarik satu kalimat salah satu Sutra selama 42 tahun, yakni Sutra Kegon Shizo,
yang dijadikan sebagai bukti tertulis dari Ichinen Sanzen?
Dalam menjawab pertanyaaan ini, dimana dikatakan bahwa misalnya walau kalimat
sutra selama 42 tahun pun kalau sudah berpendirian berdasarkan (Enyu) dengan Sutra
Bunga Teratai, maka kalimat itu dapat dipergunakan. Kalimat Kegon Shinzo ini adalah
kalimat yang dipergunakan dalam bab IV yang berbunyi : “Hati jiwa bagaikan pelukis ahli
yang dapat membuat bermacam – macam Go On, dalam seluruh dunia ini tidak ada sesuatu
yang diciptakan tanpa berdasarkan Hukum.” Memang didalam Sutra Kegon tidak terdapat
penganugrahan kesadaran Budha dari Nijo maupun menjelaskan Kuon Jitsujo. Oleh
karena itu tidak menerangkan Ichinen Sanzen. Namun Tien Tai menjelaskan bahwa
setelah berdiri pada pandangan (Enyu) dengan Sutra Bunga Teratai, sehingga dapat
dipergunakan adalah sesuai seperti yang dijelaskan oleh Jokaku yang berbunyi : “Kalau
sudah Enyu maka dapat dipergunakan.”
Pada masa lampau Bhikku yang berkebajikan mengatakan bahwa : “Sutra Kegon
adalah Hukum yang mati, Sutra Bunga Teratai adalah Hukum yang Hidup”. Kalau menarik
dan mendiskusikan Sutra Kegon dalam lingkungannya saja, maka walau dalam Sutra
Kegon terdapat kalimat yang berlaku dalam Ichinen Sanzen pun, namun karena tidak
menjelaskan badan sesungguhnya dari Ichinen Sanzen yaitu “Mempunyai nama dan tidak
mempunyai wujud sesungguhnya (Umyo Mujitsu)”, maka dikatakan sebagai Hukum yang
Mati.
Nikkan Jonin dengan menarik Syair – Syair untuk menjelaskan Hukum Mati yang disebut
sebagai Umyo Mujitsu ini dengan mengambil Syair Hakurakuten yang berbunyi : “Walau
mayat dikubur pada tanah sekitar gerbang naga (Ryumon) namun namanya tak
terkuburkan” dan juga syair Izumi Shikibu berkata : “bersama –sama tidak akan musna
dibawah lumut dan berasa sedih dengan mendengar nama yang tak terkuburkan itu”
dimana kedua syair ini menjelaskan hal –hal mengenai kematian, yang mewujudkan
mempunyai nama namun tidak mempunyai wujud sesungguhnya (Umyo Mujitsu).
Walaupun demikian, kalau dipergunakan setelah Enyu berdasarkan Sutra Bunga Teratai,
yang dikatakan sebagai puncak seluruh ajaran Buddha Sakyamuni, maka jiwa Sutra
Kegon yang mati pun dapat dipergunakan untuk membuktikan Sutra Bunga Teratai. Oleh
karena itu Sutra Bunga teratai yang dapat menghidupkan segala sesuatu dinamakan
hukum yang hidup.
MENGENAI ENYU
E dari Enyu adalah kai E Nyu berarti masuk dan menerima. Jadi Enyu berarti
masuk dan diterima. Kai E berarti penjelasan dari maksud sesungguhnya Sutra – Sutra 42
tahun dibuka dan diwujudkan dengan makna sesungguhnya dari Sutra Bunga Teratai.
Penjelasan itu dipergunakan untuk membuktikan filsafat Sutra Bunga Teratai dan inilah
yang dikatakan Enyu.
Sesungguhnya mengapa Budha Sakyamuni menjelaskan sutra – sutra selama 42
tahun dan kemudian ditinggalkan sebagai ajaran persiapan dan sementara ? Secara
umum kalihatanya setiap Sutra memang bermaksud menyelamatkan umat manusia.
Namun kalau dipandang secara mendalam , maka sutra – sutra tersebut dijelaskan demi
untuk membimbing menuju ajaran Sutra Bunga Teratai.
Kalau selama masih bersikap keras untuk menganggap setiap Sutra sebagai ajaran yang
tertinggi, maka betapa pun tidak akan dapat mengerti makna sesungguhnya dari Sutra
itu. Setelah dijelaskan Sutra Bunga Teratai yang merupakan ajaran Mahayana
sesungguhnya, maka ketika melihat sutra lainnya, baru akan terbuka makna
sesungguhnya maupun kedudukan dari sutra – sutra tersebut.
Jadi Sutra Bunga Teratai dapat diumpamakan sebagai lautan besar, sedangkan
sutra sutra selama 42 tahun dapat diumpamakan sebagai sungai sungai kecil yang
mengalir kelautan besar.
Tanpa mengetahui sungai akan mengalir ke lautan besar dan hanya melihat sungai itu sja
adalah sama seperti sutra –sutra selama 42 tahun yang belum Kai E. sebaliknya dengan
mengetahui bahwa sungai akan mengalir menuju kelautan besar adalah Kai E.
Jadi sungai sekarang ini adalah sutra sutra selama 42 tahun yang telah Kai E. dan kalau
dikatakan berdasarkan kegaiban relatip (Sotai Myo) dan kegaiban (Zettai Myo), maka
karena kegaiban relative belum membahas Kai E, sehingga memperbandingkan sutra –
sutra selama 42 tahun dengan Sutra Bunga Teratai akan mengambil Sutra Bunga Teratai
dan membuang sutra –sutra selama 42 tahun, namun karena kegaiban mutlak telah
membahas Kai E sehingga dapat mempergunakan sutra – sutra selama 42 tahun
berdasarkan pendirian Sutra Bunga teratai. Jadi Tien Tai dengan pendirian kegaiban
mutlak mempergunakan kalimat dari Kegon Shinzo ini.
HUKUM HIDUP DAN HUKUM MATI
Hukum yang hidup adalah filsafat hidup yang dapat memberikan kebahagian
kepada umat manusia secara nyata. Hukum yang mati adalah filsafat yang tidak dapat
memberikan kebahagian kepada umat manusia dalam kehidupan yang nyata.
1. Hukum hidup dan Hukum mati dalam Hukum Agama Budha Sakyamuni.
Kalau meninjau dari seluruh ajaran Budha Sakyamuni maka Sutra Bunga teratai
adalah Hukum Hidup, sedangkan sutra –sutra selama 42 tahun adalah Hukum
mati.
Dalam Sutra Bunga Teratai menjelaskan filsafat jiwa Ichinen Sanzen dan
pandangan jiwa sesungguhnya dan mendirikan pandangan alam semesta.
Sedangkan sutra – sutra sebelum Sutra Bunga Teratai hanya menjelaskan
sebagian dari wujud sesungguhnya dari jiwa dan tidak menjelaskan cara yang
berkekuatan menuju kebahagian. Namun kalau berdasarkan Enyu dengan
menjelaskan Sutra Bunga Teratai, maka sutra – sutra selama 42 tahun yang
dikatakan Hukum Mati itu dapat dipulihkan dengan menghidupkan kembali
kekuatan yang dimiliki sejak asal mula.
Oleh karena itu Sutra Bunga Teratai yang dapat menghidupkan kembali segala
sesuatu , dikatakan sebagai Hukum yang hidup.
Hati yang dijelaskan dalam Sutra kegon hanya berupa Kutai dari Ku, Ke, Chu –
Santai. Sehingga berlainan sama sekali dengan Ichinen dari Ichinen Sanzen yang
menjelaskan Santai secara sempurna dan lengkap.
Kalau membicarakan hanya terbatas dalam lingkungan Sutra Kegon, maka Sutra
Kegon termasuk sementara (Tobun), dengan demikian walau terdapat nama hati
namun tidak mempunyai wujud sesungguhnya dari Ichinen Sanzen, sehingga
dikatakan sebagai mempunyai nama namun tidak mempunyai wujud
sesungguhnya (Umyo Mujitsu). Oleh karena itu , dikatakan sebagai hukum yang
mati. Namun Tien Tai menterjemahkan hati ini sama dengan hati dari Sutra Bunga
Teratai sebagai Ichinen dari Ichinen Sanzen dan menjadikan sebagai bukti
pegangan dari Ichinen Sanzen.
Dengan demikian, walau sutra Kegon jika setelah Enyu akan dihidupkan sebagai
penjelasaan dari Filsafat Ichinen Sanzen dan berubah menjadi Hukum Yang Hidup.
2. Hukum yang hidup dan Hukum yang mati dalam masa sekarang.
Namun sekarang setelah memasuki masa Mappo Hukum yang Hidup adalah
Nammyohorengekyo dan wujud sesungguhnya diwujudkan sebagai Dai Gohonzon
dari Ketiga Hukum Rahasia Agung.
Sesuai dengan ramalan dalam Sutra Taishitsu yang berbunyi : “Hukum putih akan
terbenam”, dimana 80.000 Sutra – Sutra sekarang telah menjadi Hukum yang mati.
Dan filsafat – filsafat yang telah ada sama sekali terlepas dan terpisah dari
kehidupan rakyat dimana semata – mata merupakan sesuatu yang hanya untuk
upacara kematian saja dan ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
disangkal.
Sebaliknya sekarang Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin merupakan arus
peradaban ketiga yang menyongsong penyelamatan umat manusia yang
sesungguhnya, dimana dari Jepang telah menggelorakan kegembiraan jiwa
keseluruh dunia.
Bukankah ini sesuai dengan kalimat Gosho Ueno Dono Gohenji dimana Nichiren
Daisyonin mengajarkan ; “Sekarang kalau telah memasuki masa Mappo maka
selain Nammyohorengekyo dimana seluruh Sutra lainnya maupun Sutra Bunga
Teratai tidak mempunyai kekuatan lagi”.
Namun walau Hukum Agama Budha telah musnah dimana kalau telah Enyu
dengan Hukum Agama Budha Nichiren Daishonin maka 80.000 sutra akan hidup
kembali sebagai pembuktian filsafat Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin.
Misalnya, dalam Risho Ankokuron dengan menarik Sutra Konkomyo, Sutra
Taishitsu, Sutra Nino dan Sutra Yakushi sebagai pembuktian Rissho Ankoku.
Kalau menarik perumpamaan dari kalimat Sutra Konkomyo yang berbunyi :
“Walau dalam Negara itu terdapat sutra ini, namun belum pernah
menyebarluaskan dan karena timbul hati yang ingin membuang dan
melepaskannya sehingga tidak senang mendengar sutra ini”
Dan kalau kita membaca kalimat ini begitu saja, pada suatu Negara dimana Sutra
Konkomyo tidak tersebar luas begitu timbul hati yang ingin membuang dan
melepaskannya, maka tidak mempunyai makna apa pun juga.
Namun kalau kalimat didalam Negara itu diartikan sebagai Negara Jepang dan
sutra ini diterjemahkan menjadi Dai Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung,
maka kalimat sutra Konkomyo akan menjadi cermin terang yang akan
mencerminkan dengan jelas wajah masyarakat Mappo yang jahat dan kotor.
MENGENAL SYAIR HAKURAKUTEN DAN IZUMI SHIKIBU
Hakurakuten (772-842) memberikan judul syair yang dikarang oleh sahabat
karibnya Genshin (779-831) yang berbunyi sebagai berikut :
Syair peninggalan terdapat 30 rol
Dimana setiap rolnya terdapat
Suara emas dan permata
Walau jenazahnya terkubur dalam
Tanah sekitar Ryumon, namun
Namanya tak terkuburkan
Genshin adalah salah satu pujangga yang tersohor bersama – sama Ryosugen pada
masa kerajaan To, dimana beliau sangat berhubungan akrab dengan Hakurakuten begitu
pun dalam kesusasteraan, mereka keduanya banyak titik persamaaan sehingga mereka
mendapat julukan “Genpaku” dan karena Genshin lebih dahulu meninggal dan di
makamkan dekat daerah pegunungan Ryumon sebelah barat daya ibukota Rakuyo,
sehingga walau jenazanya terkuburkan, namun nama baik kesusastraannya tidak akan
termusnakan seluas dunia, begitu pun nama baiknya akan tertinggal bagai emas dan
permata, untuk selama – lamanya.
Izumi Shikibu adalah seorang satrawati istana yang muncul pada masa jayanya
kebudayaan Fujiwara dan berbakti kepada permaisuri Jotomonin Shoshi (Permaisuri
Kaisar Ichijo) dan dikatakan sebagai orang yang memiliki kepandaian dan kecantikan
begitupun berperasaan halus dan penuh dengan emosi.
Dalam pengantar dalam syair Shikibu yang berbunyi : “Pada bulan tujuh setelah
satu tahun Naishi (anak gadis Shikibu) meninggal, dimana dalam pakaian yang diberikan
pada upacara tahunan tertulis nama Naishi”.
Yaitu pada bulan tujuh setelah satu tahun anaknya Shikibu meninggal. Shikibu diberi
pakaian dari permaisuri dimana ketika melihat pakaian yang tertulis nama anaknya yang
sudah meninggal sehingga teringat kesedihan kematian anaknya dan meciptakan syair,
dengan berkata alahkah bainya kalau badan yang sudah meninggal dapat bersama – sama
musna dengan namanya.
Kutipan
Pertanyaan : Dalam Kegonsho 80 – 83 dari Chokan berkata : “Didalam Sutra – Sutra
beliau menjelaskan Kisho Kujo dan sebagainya”.
Jawab : Tinjaulah pada penjelasan tambahan dari kitab Jugi yang telah menyangkal
kesalahanya.
Penjelasan :
Bhikku Chokan dari sekte Kegon masa kerajaan To (738 – 839) yang menerangkan
berbagai pandangan yang tersesat, bahwa Sutra Kegon menjelaskan Jobutsu dari Nijo dan
Kuon Jitsujo.Sebaliknya dimana dalam karangan Fuchu dari Bhikku Jugi dari Sekte Tien
Tai masa kerajaan Shu (1042 – 1091) telah menyangkal kesalahanya dari Bhikku Chokan.
Disini akan dijelaskan garis besar dari karangan Fuchu tersebut. Chokan berdasarkan
kutipan kalimat ; “Pencapaian kesadaran Budda pada Ko yang gaib (Jodo Fushigiko)” dari
Sutra Kegon dijadikan sebagai bukti kalimat yang menerangkan Kuon Jitsujo. Begitupun
dalam Sutra Kegon menjelaskan ajaran yang terpisah – pisah kepada Nijo dan
Boddhisatva karena bakatnya berlainan, dimana sama seperti sutra lainnya tidak
menjelaskan hal – hal yang menolak dan membuang Nijo. Bukan kah ini merupakan bukti
nyata bahwa Nijo diijinkan untuk mencapai kesadaran Budha ?
Sebaliknya dalam Jugi menjelaskan sebagai berikut : mengenai pencapaian
kesadaran Buddha dari Nijo dimana Nijo tidak pernah hadir dalam pengkotbahan Sutra
Kegon, begitupun tidak pernah mendengar apalagi tidak pernah percaya maupun
menerima, sehingga sama seprti orang yang tuli dan buta. Seandai kata Nijo telah
menerima Juki untuk pencapaiaan kesadaran Buddha, maka apakah nama Budhanya, Ko
(waktunya) maupun dimanakah tempat (Koku) nya? Dan mengapa Sutra – sutra sebelum
Sutra Bunga Teratai tidak menjelaskan pencapaian kesadaran Budha dari Nijo, begitu
pun kalau tidak menjelaskan bahwa dalam seluruh umat manusia mencakupi dunia
Budha, yang mana merupakan keinginan Budha dengan sengaja untuk memisakhan Sutra
– sutra selama 42 tahun (Nizen) dengan Sutra Bunga Teratai, namun pada tahap sutra –
sutra selama 42 tahun belum tiba waktunya untuk menjelaskan prihal tersebut diatas.
Walau Chokan mempelajari Hukum ajaran dari Tien Tai namun tidak mengetahui
makna tesebut. Dalam sekema kelima waktu dari seluruh ajaran Budha Sakyamuni
menjelaskan Sutra Kegon sebagai berikut : “Sutra Kegon (Tonsetsu) tidak dijelaskan untuk
ajaran Theravada, dimana pada mulanya tidak terdapat Shomon, begitupun walau pada
akhirnya terdapat Shomon duduk pada upacara tersebut, namun itu sama seperti orang
tuli dan bisu”. Jadi Chokan telah mempelajari Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen Tien
Tai dari Myoraku, namun kemudian ia mencuri ajaran Tien Tai untuk dimasukan
kedalam sekte Kegon.
Kutipan
Pertanyaan : Dalam Sutra Dainichikyo yang diutarakan oleh Sekte Shigon telah
menjelaskan Ichinen Sanzen. Oleh karena itu, didalam Gishaku 1 – 41 berkata : “Budha
Sakyamuni sebelumnya telah menjelaskan dengan luas wujud sesungguhnya (Jisso) dari
hati, dimana didalam Sutra itu mengatakan Shoho Jisso, yakni merupakan wujud
sesunguhnya (Jisso) dari hari Sutra ini” dan lain – lain.
Jawab : Dalam Sutra Dainichiko tidak menjelaskan Kisho Kujo, sehingga
bagaimanakah bisa menjelaskan Ichinen Sanzen, sehingga yang dikatakan wujud
sesungguhnya (Jisso) dari hati Sutra beliau adalah hanya merupakan wujud sesungguhnya
(Jisso) dari Sutra Theravada, bagaimanakah dapat disamakan dengan Shoho Jisso dari
Sutra Bunga Teratai ? Dalam Gu 1 – 5 berkata : “Dalam kitab Basha dimana - mana saja
sering dikatakan perkataan wujud sesungguhnya (Jisso), namun perkataan – perkataan ini
sama seperti Mahayana, namun harus menilai dengan seksama pada maknanya” dan lain –
lain. Dalam Shugosho 13 berkata : “Biarpun terdapat nama wujud sesungguhnya (Jisso),
namun merupakan wujud sesungguhnya (Jisso) dari tiruan (Hen Shin), oleh karena itu
menjadi nama yang sama dan bermakna yang berlainan” dan sebagainya.
Leluhur Budha (Nichiren Daisyonin) berkata : “Sedangkan Enkyo dari Shakumon dan Nizen
saja masih bukan sebab Jobutsu (Butsu In), apalagi pelajaran Theravada seperti Sutra
Dainichikyo dan lain – lain “ oleh karena itu ketahuilah bahwa wujud sesungguhnya (Jisso)
dari hati sutra Dainichikyo merupakan wujud sesungguhnya (Jisso) dari tiruan (Hen Shin).
Penjelasan
Filsafat Shingon yang menjadikan sutra Dainichi dari Sutra Mahayana sementara
sebagai bukti kalimat pegangan, dimana beranggapan bahwa dalam sutra Dainichi
terdapat Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen.
Dalam salah satu bagian dari Dainichikyo Gishaku yang ditulis oleh Ichigyo berkata :
“Budha Sakyamuni telah secara luas menjelaskan arti dari Jisso. Yang dikatakan Shoho
Jisso dalam Sutra itu adalah hati dari Jisso yang dijalaskan dalam sutra ini”.
Dimana beranggapan bahwa Shoho Jisso dari sutra itu (Sutra Bunga Teratai) adalah sama
dengan hati dari Jisso Sutra ini (Dainichi). Kalau seandainya pendirian dari filsafat Shigon
tepat, maka makna dari pertanyaan yang menyatakan bahwa Ichinen Sanzen itu tidak
hanya terbatas pada Sutra Bunga Teratai.
Sebagai jawaban pertanyaan tersebut diatas, dimana karena Sutra Dainichi tidak
menjelaskan Kisho Kujo maka tidak menjelaskan Ichinen Sanzen. Oleh karena itu, walau
huruf Jisso yang sama pun, namun hati Jisso dari Sutra Dainichi adalah tiruan (Hen Shin)
yang tidak berdasarkan pada Ichinen Sanzen. Kalau diperbandingkan Shoho Jisso dari
Sutra Bunga Teratai yang menjelaskan secara sempurna teori Hukum Ichinen Sanzen,
maka merupakan ajaran yang sedemikian rendah yang tidak dapat diperbincangkan.
Oleh karena itu Myoraku dalam Guketsu I menjelaskan :
“Walau Juju Bibasharon karangan Ryuju banyak mempergunakan perkataan Jisso, namun
Jisso ini sama seprti dalam Mahayana terdapat Mahayana sementara dan Mahayana
sesungguhnya dimana perbedaannya sama seprti perbedaan langit dan bumi, air dan api
sehingga harus ditetapkan berdasarkan pada makna dari Jisso dari Sutra yang
bagaimanakah ? “
Disamping itu Dengyo Daishi dalam Shugo Koku Kaisho berkata :
“Walau dalam sekte Hososhu terdapat nama Jisso, namun tidak lain merupakan Jisso tiruan
(Hen Shin). Walau namanya sama dengan Shoho Jisso dari Sutra Bunga Teratai namun
makna yang terkandung didalamnya adalah berlainan sama sekali”.
Begitupun Nichiren Daisyonin dalam Kanjin No Honzonsho menjelaskan :
“Walau ajaran sempurna (Enkyo) dari sutra – sutra selama 42 tahun dan Shakumon pun
masih belum menjadi sebab pencapaian kesadaran Budha, apalagi sutra – sutra Dainichi
dan sebagainya”. Dengan demikian hati Jisso yang diterjemahkan Sutra Dainichi tidak lain
merupakan Jisso tiruan (Hen Shin).
SHOHO JISSO DARI SUTRA BUNGA TERATAI
Shoho adalah segala hukum, Hukum tidak hanya berarti hukum atau peraturan,
namun menanggapi segala gejala maupun kehadiran. Kalau hukum ini dibagi maka akan
terbagi atas jasmani dan rohani, gerakan dan keadaan nyata, yang berperasaan dan tak
berperasaan, masa lampau dan masa akan datang.
Jadi Shoho (segala hukum) itu mencakupi seluruh kejadian yang berupa evolusi dari alam
semesta, gerakan dari tata surya maupun segala gerakan alam, begitupun gerakan
masyarakat seluruh kehidupan kita maupun hingga perubahan hati jiwa kita yang
sedemikian halus dan peka itu. Wujud sesungguhnya (Jisso) adalah keadaan/maupun
wujud sesungguhnya yang mencakupi keseluruhan dari segala hukum (Shoho) ini.
Terlebih lagi mempunyai makna sebagi Hukum Inti Hakekat yang mendasari segala
hukum (Shoho) ini. Dan dapat dikatakan tujuan dari Hukum Agama Budha adalah untuk
menjelaskan apakah sesungguhnya dari wajah sesungguhnya yang merupakan inti
hakekat dari segala sesuatu itu.
Dalam Shoho Jisso Sho Nichiren Daisyonin menerangkan : “Yang dikatakan wujud
sesungguhnya (Jisso) adalah nama lain dari Myohorengekyo. Shoho adalah
Myohorengekyo. Neraka akan terlihat wajah neraka yang merupakan wujud sesungguhnya
dari neraka. Budha akan terwujud dengan wujud Budha, manusia dengan wujud manusia.
Yang menjadikan wujud badan puluhan ribu Hukum sebagai badan Myohorengkyo, disebut
Shoho Jisso”.
Shoho Jisso berarti, pokoknya segala sesuatu dari segala hukum yang tidak lain
merupakan Myoho begitupun manusia, binatang, pohon, rumput dan tanah semuanya
badan pokok dari Myoho. Namun yang dijelaskan diatas tadi betapapun masih
merupakan teori, yang tidak dapat mewujudkan Myoho yang agung dalam kenyataan.
Dan gohonzonlah yang merupakan sesuatu yang mewujudkan dalam kenyataan filsafat
teori Shoho Jisso ini.
Dengan demikian, teori Shoho Jisso tidak lain merupakan penjelasan dari
Gohonzon. Jadi kalau Shoho Jisso dibaca berdasarkan pada dasar kalimat yang
dirahasiakan, maka yang tepat harus diartikan sebagai Gohonzon.Ketika kita berdasarkan
dan bersatu padu dengan Gohonzon ini dimana mutiara Myoho dala jiwa kita akan
bersinar dengan cemerlang. Shingga segala hukum (Shoho) dari seluruh kehidupan kita
pun akan menjadi segala Hukum (Shoho) yang disinari dengan cahaya Myoho.
Pokok kehidupan kita seluruhnya adalah Shoho Jisso. Dan segala sesuatu merupakan
cermin dari Ichinen dan perwujudan dari Ichinen. Betapapun harus berkeyakinan bahwa
ketika Ichinen ini menetap pada Myoho, dimana akan terbuka kehidupan yang sangat
agung.
JISSO TIRUAN (HENSHIN NO JISSO)
Dalam cara menjelaskan Jisso dari Shoho terdapat Santai dari Ku Ke Chu. Dimana
hukum itu sendiri pada hakekatnya melengkapi ketiga sifat dari Ku Ke Chu yang akan
selalu berubah – ubah.
Ketai adalah pandangan yang memandang bahwa segala sesuatu dari seluruh Hukum
bersatu padu sementara berdasarkan sebab dan jodoh.
Kutai adalah sesuatu yang tidak menentu diantara ada maupun tiada.
Chudo adalah mencakupi Hukum yang berpadu sementara dengan tegas dalam ku.
Dalam sutra – sutra selama 42 tahun tidak menjelaskan Santai secara terpisah – pisah,
sehingga dinamakan Kyaku Rayakuno Santai.
Pada mulanya ajaran Zokyo menegaskan pandangan hidup, kosong, tidak kekal dan
kenihilan diri dan mengajarkan bahwa kalau menganalisa segala sesuatu, maka tiada satu
pun yang memiliki tubuh sesungguhnya. Jadi dengan pendirian “Gaku Ho U” yang
menjelaskan bahwa manusia bukanlah sesuatu yang kekal tidak berubah – ubah,
melainkan tidak dapat terlepas dari ketidak kekalan, namun hanya hukum saja yang
kekal dan pandangan kosong ini dinamakan Shatsu Kukan.
Selanjutnya dalam tahap ajaran Tsukyo menjelaskan Gahoniku yakni bukan hanya
manusia saja, melainkan badan seluruh hukum pun adalah kosong (Ku). Inilah yang
disebut pandangan Taikukan.
Pada ajaran Bekkyo menerangkan Chudo yang dijelaskan sebagi sesuatu kehadiran yang
terlepas dari ada dan kosong (Ku) yaitu bukan ada maupun kosong (Ku). Ini hanyalah
berupa teori belaka dan sama sekali bukan Chudo yang sesungguhnya.
Sebaliknya karena dalam Sutra Bunga Teratai menjelaskan Santai secara
sempurna, maka dinamakan Santai yang sempurna (Enyu No Santai).
Misalnya walau dalam Sutra Dainichi dari sutra – sutra Mahayana sementara
menjelaskan wujud sesungguhnya pun, namun kalau dipandang dari Santai, maka hanya
sebagian dari Santai, oleh karena itu dikatakan tiruan (Hen Shin).
Harus diketahui dengan seksama bahwa yang dikatakan Theravada, kalimat pokok diatas
bukan hanya Theravada dari Sutra Agon yang terdapat dalam kelima waktu (Goji),
namun disini terkadung Sutra – sutra selama 42 tahun maupun Shakumon dari Sutra
Bunga Teratai.
Dalam Gosyo Shojo Fubetsusho tertulis : “Dalam Bab Juryo Sutra Bunga Teratai
terdapat kalimat Gyo O Shoho Taku Hakkujusha dimana Tien Tai Daishin menjelaskan
bahwa, yang dikatakan Theravada (Shoho) ini bukan hanya terbatas pada Sutra – sutra
Theravada, maupun berbagai sutra – sutra Mahayana, namun termasuk Sutra Kegon yang
tidak menerangkan Kuon Jistujo hingga Sutra Hoto, Hannya maupun Hukum Agung Enton
dari keempatbelas Bab Shakumon Sutra Bunga Teratai, merupakan hukum dari
Theravada….”
Begitupun dalan Kanjin No Honzon Sho tertulis : “Selain hanya satu Bab Nyorai Juryo ke
16 dan dua kali setengah Bab dari setengah bagian akhir Bab Yujippon ke 15 dan setengah
awal Bab Funbetsu Kudoku ke 17 (Ippon Nihan) ini, yang lain dinamakan ajaran
Theravada, ajaran belum mencapai kesadaran dan ajaran tertutup”.
Pokoknya Mahayana dan Theravada itu tergantung pada masalah dari perbandingan.
Kutipan
Pertanyaan : Dalam sekte mereka berkata : “Dalam Sutra Dainichikyo telah menjelaskan
Jobutsu dari Nijo dan Kuon Jitsujo, oleh karena itu dalam Tanya jawab 17 dari Kobo Daishi
berkata : “Pertanyaan, apakah maknanya Naraenriki, Dainaraenriki dan Shakumon
didalam Kongo “ dan lain –lain.
Jawab : Ada maknanya. Naraenriki yang pertama menyelamatkan umat manusia
dengan kekuatan agung (Dai Sei Riki) dan Dai Naraen Riki yang selanjutnya berarti tidak
ada kekuatan yang dapat menandinginya. Yakni orang Issendai yang sakit pasti tak
terselamatkan dan Nijo yang telah meninggal karena jiwa Budha nya telah putus dan tak
terselamatkan oleh pelajaran lainnya, namun hanya dapat diselamatkan oleh kekuatan
gaib yang rahasia (Himitsu Jintsu), dengan demikian untuk mewujudkan yang tiada
bandinganya dimana dibedakan dengan huruf “Agung” (Dai) dan lain –lain. Dalam Gisaku
9 – 45 berkata : “Gassai Honjo berarti pada waktu Daiinichi Nyorai mengutarakan kotbah
sakti, terlebih dahulu memuji kebajikan diri sendiri, Honjo yakni berarti Juryo” dan lain –
lain.
Penjelasan
Pertanyaan ini melanjutkan kalimat diatas yang menunjukan makna filsafat
Shigon yang salah. Kobo leluhur dari sekte Shigon dalam Tanya jawab mereka
menjelaskan : “Pertanyaan, diatara berbagai kongo yang hadir dalam upacara Sutra
Dainichi terdapat Naraen Riki Shukongo dan Dai Naraen Riki Shukongo, makan apakah
yang terkandung didalamnya ? Jawab : Naraen Riki Shokongo memiliki kekuatan agung
untuk menyelamatkan umat manusia, namun Dai Naraen Riki Shukongo yang berikutnya
memiliki kekuatan agung yang tak ada bandingnya dimana orang Isshidai yang dikatakan
sebagai orang sakit tak terselamatkan mati, maupun orang Nijo yang telah mati karena
terputus jiwa Buddha yang memusnakan diri dan hikmat (Kenshin Metchi).dimana selain
Sutra Dainichi tidak dapat diselamatkan.”
Hanya kekuatan gaib dari Dai Naraen yang dapat menyelamatkan dan
menyembuhkan. Karena untuk mewujudkan kekuatan agung yang berlainan dengan
kekuatan biasa maka dihiasi dengan kata – kata agung (Dai).
Dan dalam Dainichikyo Gishaku berkata : “Yang dikatakan Sutra Dainichi adalah
perkataan yang memuji diri sendiri, dimana ketika Dainichi Nyorai mulai menjelaskan
Hukum yang tersimpan rahasia dimana makna dari kata Honjo berarti Juryo” dan
sebagainya. Dengan demikian dalam filsafat Shigon walau dijelaskan bahwa dalam Sutra
Dainichi menjelaskan pencapaian kesadaran Buddha dan Kuon Jitsujo, namun apakah
sesungguhnya demikian ?
Naraenriki, Dainaraenriki Shukongo semuanya tidak lain nama Dewa yang
dijelaskan dalam Bab Jushin yang menjadi Bab pengantar (Jobon) dari Sutra Dainichi
Shukongo adalah panggilan dari orang yang memegang palu baja (Kongo) dan selalu
melindungi Budha, dimana dikatakan sebagai dewa pelindung yang menghukum orang
yang melanggar hukum.
Ukiran gambar dewa raja Nino yang terdapat pada pintu gerbang kuil adalah dewa ini.
Ketika seluruh Shukongo berkumpul pad upacara istana Kongohokai dari Dainichi Nyorai
dimana Naraeb maupun Dai Naraen maupun Dai Naraen hadir dalam upacara tersebut
sebagai seorang Shukongo.
Naraen berarti kokoh, kekuatan yang kuat dengan demikian kalau berdoa dan
menyumbang dewa ini akan memperoleh kekuatan gaib yang besar, sedangkan Bhikku
Kobo mengutip kalimat ini sebagai dasar bahwa dalam sutra Dainichi terdapat
pencapaian kesadaran Budha dari Nijo.
Pokoknya tidak mungkin satu dewa pelindung mempunyai kekuatan yang dapat
menghidupkan Nijo yang telah mati terbakar bibit Buddha nya. Kira – kira kalimat yang
di tarik dari Kobo adalah aneh sekali bukan?
Kutipan :
Jawaban : Kobo dengan Dai Naraen yang hadir diantara rakyat dengan paksa
mewujudkan Jobutsu dari Nijo sungguh suatu bukti kutipan yang jahat. Dalam sutranya
dari awal hingga akhir tida makna Jobutsu dari Nijo. Kalau dikatakan ada, bagaimanakah
tepatnya waktu (Ko), tempat (Koku), Nama (Myogo) dan lain – lain. Apalagi dengan
menyembunyikan Jobutsu dari Nijo yang dijelaskan dalam Sutra Bunga Teratai dengan
mengaitkan pelajaran lainya tidak dapat menyelamatkan umat, bukankah ini orang Hobo
besar ? Selanjutnya Gaissai Honjo berarti berdasarkan pada teori Hosshin Honnu (Yang
sudah ada sebelumnya).
Mengapa dikatakan sama denga Kuon Jitsujo dari Sutra Bunga Teratai, Shishin berkata :
“Dalam sutra Himitsu berkata Gaissai Honjo berarti berdasarkan pada teori yang sudah
sejak asal mula (Honnu) oleh karena itu disebut Honjo” dan lain – lain.
Penjelasan
Disini adalah jawaban yang menyangkal pertanyaan diatas yang tersesat
mengenai pencapaian kesadaran Budha dari Nijo dan Kuon Jitsujo dari filsafat Shigon.
Kobo berpendapat bahwa Dai Naraen yang berada diantara halayak ramai pada upacara
Sutra Dainichi mempunyai kekuatan untuk membuat Nijo mencapai kesadaran Budha,
namun itu semuanya merupakan suatu pandangan sesat yang tidak masuk akal, karena
walau diselidiki dari seluruh Sutra Dainichi pun tidak pernah menjelaskan makna
pencapaian kesadaran Budha dari Nijo, sehingga itu tidak lain hanya merupakan
pandangan Kobo yang picik.
Seandainya kalau dalam sutra Dainichi terdapat makna dari pencapaian kesadaran Budha
dari Nijo. Maka sesungguhnya dengan bagaimanakah mencapai kesadaran Budha
ataupun bilamana, dimana dan dengan nama Budha apakah mencapai kesadaran Budha ?
Semua orang memperoleh izin untuk mencapai kesadaran Budha adalah
dikatakan JUKI, yang dijelaskan mengenai nama, tempat dan waktu pencapaian
kesadaran Budha itu. Sebagai umpama Sharihotysu diantara Nijo yang pertama – tama
memperoleh Kibetsu, dimana dalam Bab Hiyu Sutra Bunga Teratai dijelaskan akan
menjadi Keiko Nyorai setelah melewati Ko yang gaib yang tak terbatas dimasa
mendatang.
Dan tempatnya dimanakah Riku dan waktunya (Ko) dinamakan Daihosongo, sehinggga
waktu, tempat dan nama dari pencapaian kesadaran Budha menjadi jelas adanya. Kalau
tidak ada waktu, tempat dan nama dari pencapaian kesadaran Budha maka walau
dikatakan mencapai kesadaran Budha pun itu hanya merupakan mempunyai nama dan
tidak ada wujud sesungguhnya (Umyo Mujistu).
Apalagi Kobo yang mengatakan selain sutra Dainichi tidak dapat menyelamatkan Nijo,
bukankah ia membengkokkan dan menfitnah ajaran Budha Sakyamuni, yang justru
menjelaskan pencapaian kesadaran Budha dari Nijo dalam Sutra Bunga Teratai.
Selanjutnya yang mengartikan “Gaissai Honjo” sebagai Kuon Jutsujo adalah berdasarkan
teori dari Hosshin yang dimiliki sejak asal mula (Hosshi Honnu), sehingga sama sekali
berlainan dengan Kuon Jutsujo dari Sutra Bunga Teratai.
Sebagai bukti Shoshin Bhikku pengajar dari sekte Tien tai di Jepang pun
menjelaskan dalam Hokke Gengi Shiki menjelaskan : “Walau dalam Sutra Himitsu
menjelaskan Gaissai Honjo, namun itu dijelaskan teori dari Honnu, sehingga dikatakan
Honjo”. Gaissai Honjo adalah kalimat yang terdapat dalam Tenjirin Mandarava Gyobon ke
VIII dari Sutra Dainichi dan Gaissai Honjo berarti : “Saya sebagai pokok asal mula dari
segala sesuatu”.
Dimana “Saya” adalah Dainichi Nyorai leluhur dari Sutra Dainichi dan pendiri
sesungguhnya Hosshin. “Pokok asal mula” menunjukan Honnu Joju dari Hosshin, namun
Bhikku Ichigyo (683 -727) dalam buku penjelasan makna Sutra Dainichi (Dainichi
Gishaku) berkata : “Pokok asal mula (Honjo) mempunyai makna Juryo” sehingga
menanyakan Kuon Jitsu dari Sutra Bunga Teratai. Akan tetapi Dainichi Nyorai bukan
Hosshin dari Sanjin Soku Isshin, melainkan Hosshin yang dijelaskan dalam tahap Sanjin
yang kacau balau.
Oleh karena itu menyamakan Kuon Jistu Bab Juryo dari Sutra Bunga Teratai merupakan
suatu kesalahan yang besar.
Kutipan
Dalam Kuketsu 6 dari Myoraku Daishi berkata : “Kalau meninjau sutra – sutra sebelum
Sutra Bunga Taratai, maka sesunguhnya tidak terdapat kalimat yang menjelaskan Jobutsu
dari Nijo maupun Jiwa Budha dari Kuon” dan lain – lain. Myoraku Daishi adalah Orang
yang dilahirkan pada tahun Tenpo dari masa kerajaan To, oleh karena itu telah
mempelajari pelajaran Shingon dengan seksama. Sehinga dapat mengetahui bahwa dalam
ajaran Shingon sama sekali tidak terdapat Kisho Kujo, maka bagaimanakah dapat
dikatakan telah menjelaskan Ichinen Sanzen? Terlebih lagi leluhur sekte mereka karena
mencuri permata dari Sutra Bunga Teratai dengan menjadikanya sebagai harta benda
sendiri, sehingga menerima tuntutan dari Raja neraka Enma.
Leluhur Budha Nichiren Daisyonin berkata : “Dalam sutra – sutra seumur hidup Budha
Sakayamuni hanya dalam Sutra Bunga Teratai ini yang mengandung permata Ichinen
Sanzen dan teori sutra – sutra lainnya hanya batu kuning belaka yang mirip permata dan
bagaikan memeras pasir yang tidak akan mengeluarkan minyak dan wanita mandul yang
tidak dapat melahirkan anak. Sutra lainya walau arif bijaksana pun tidak dapat mencapai
kesadaran Budha, sedangkan Sutra Bunga Teratai meskipun orang yang bodoh sekali pun
dapat menanam bibit kesadaran Budha” dan lain – lain.
Penjelasan
Myoraku Daishi dalam bagian akhir Kuketsu 6 menjelaskan : “Walau menyelidiki
dan meninjau seluruh Sutra sebelum Sutra Bunga Teratai, maka sama sekali tidak terdapat
kalimat yang menjelaskan pencapaian kesadaran Buddha dari Nijo maupun usia Kuon dari
Buddha Sakyamuni.”
Myoraku adalah orang yang aktif semasa Raja Tenpo pada akhir kerajaan To di
Tiongkok dan beliau dilahirkan sesudah sekte Shingon didirikan oleh Zen Mui Sanjo. Oleh
karena itu perkataan Myoraku ini merupan kesimpulan atas peninjauan dan penyelidikan
terhadap ajaran filsafat Shingon maupun sutra – sutra Dainichi, Kongoco, Soshichi yang
merupakan sutra pegangan dari filsafat Shingon.
Maka kiranya dapat dimengerti bahwa dalam filsafat Shingon sama sekali tidak terdapat
Kisho Kujo, mengapa dengan licik mengatakan telah menerangkan Ichinen Sanzen ?
Zen Mui Sanjo leluhur sekte Shingon telah mencuri permata Kuon Jitsujo dan Ichinen
Sanzen dari Sutra Bunga Teratai untuk dijadikan sebagai harta dirinya, yang mana
merupakan perbuatan penfitnahan terhadap Hukum Agama Budha, maka telah
menerima hukuman dari raja neraka Enma dan jatuh kedalam neraka.
Dalam Kaimokusho leluhur Nichiren Daisyonin berkata : “Dalam sutra – sutra
seumur hidup Budha Sakayamuni hanya dalam Sutra Bunga Teratai ini yang mengandung
permata Ichinen Sanzen dan teori sutra – sutra lainnya hanya batu kuning belaka yang
mirip permata dan bagaikan memeras pasir yang tidak akan mengeluarkan minyak dan
wanita mandul yang tidak dapat melahirkan anak. Sutra lainya walau arif bijaksana pun
tidak dapat mencapai kesadaran Budha, sedangkan Sutra Bunga Teratai meskipun orang
yang bodoh sekali pun dapat menanam bibit kesadaran Budha.”
HUKUMAN RAJA ENMA TERHADAP ZEN MUI SANJO
Zen Mui Sanjo dilahirkan sebagai Putra Mahkota dari kerajaan Uchona di India,
dan telah meninggalkan kedudukan raja dimana pada tahun 716 masehi datang di
Tiongkok untuk menyebarkan filsafat Singon.
Dan karena mencuri permata Ichinen Sanzen dari sekte Tien Tai yang dijadikan sebagai
Hukum Rahasia dari filsafat Singon dengan mendirikan filsafat yang salah dari Ridojisho,
sehingga jatuh kedalam neraka dengan menerima tuntutan hukum dari raja Enma.
Dalam Gosho Zen Mui Sho, Niciren Daisyonin berkata ; “ Walau orang ini yang
sedemikian unggul pun pada suatu waktu mati mendadak, ketika hidup kembali berkata,
ketika saya mati penjaga neraka datang mengikat dan memukul saya dengan tali besi dan
tongkat besi dengan keji untuk dibawa ke istana raja Enma. Dimana pada watu itu saya
tidak teringat satu kata patah pun diantara 80.000 Sutra – Sutra, namun hanya teringat
judul dari Sutra Bunga Teratai, dimana ikatan tali besi semangkin mengendor, sehingga
dapat menyebut dengan suara tinggi.”
Kutipan Bab Hiyu berbunyi : “Sekarang seluruh alam semesta ini adalah milik saya dan
seluruh manusia yang ada di dalamnya adalah anak saya, walau disini banyak penderitaan,
namun hanya saya seorang diri yang dapat menyelamatkannya dan sebagainya.” Maka
pada waktu ketujuh tali besi itu terputus dan hancur kesepuluh penjuru, dan raja neraka
Enma dengan tergesah – gesah melepaskan mahkota lalu turun ketaman selatan dengan
berkata ; kali ini n yawa anda masih belum berakhir.” Kutipan Bab Hiyu tadi yang telah
menjelaskan ketiga kebajikan dari majikan , guru dan orang tua.
Dalam Gosho Shin Koku O , Nichiren Daisyonin berkata : “Oleh karena itu Zen Mui Sanjo
disiksa oleh raja neraka Enma dengan diikat oleh tujuh tali besi, walau pada waktu itu
dapat hidup kembali namun wajah Zen Mui Sanjo ketika meninggal wajahnya menjadi
hitam, dan tulangnya muncul keluar yang mana merupakan wajah dari penderitaan
neraka yang tak terputus – putus. Orang yang meninggal dengan wajah menghitam adalah
bukti nyata jatuh kedalam neraka. Hal ini telah ditetapkan dalam ajaran seumur hidup
Budha Sakyamuni.”
Pokok kutiopan kalimat Gosyo diatas menjelaskan keadaan jatuh kedalam neraka, Bhikku
Kukai yang menyebarkan filsafat Shingon dari Tiongkok ke Jepang telah meninggal
dengan penyakit kusta. Mengenai wajah akhir hayat dari Guru, yang tidak menjalankan
sesuai ajaran Budha, dimana dalam Gosyo Kyo Gyo Sho Nichiren Daisyonin menjelaskan :
“Segala sesuatu tidak ada yang melebihi daripada bukti kenyataan. Kemalangan hidup
maupun kematian yang konyol dari Ichigyo dan Zen Mui Sanjo, begitupun kematian yang
buruk dari Kobo dan Jikaku. Sesungguhnya apakah dapat terjadi pada pelaksana Hukum
Agama Budha yang sesungguhnya.”
SUTRA – SUTRA LAINNYA WALAU ORANG ARIEF BIJAKSANA TIDAK DAPAT
MENCAPAI KESADARAN BUDHA
Kebahagian tak dapat dihancurkan oleh apapun merupakan keinginan yang
didoakan oleh seluruh umat manusia, namun kalau tidak dapat memahami dengan tepat
isi dari kebahagian bagaimana dapat memperoleh kebahagian ? Mengenai hal ini
siapakah yang dapat menjawabnya ? Justru Hukum Agama Budha memberi jawaban yang
tepat dan jelas terhadap masalh yang penting ini.
Yakni Budha Sakyamuni mewujudkan isi kebahagian dengan perkataan
pencapaian kesadaran Budha, disamping itu menunjukan cara yang nyata untuk
mencapai kesadaran Budha. Namun dalam tahap sutra – sutra selama 42 tahun
menjelaskan cara tersebut secara tidak sempurna. Sehingga Sariputra yang dikatakan
sebagai yang memiliki hikmat utama pun tidak dapat mencapai kesadaran Budha.
Justru dengan dimulainya penjelasan Sutra Bunga Teratai dan percaya
terhadapnya baru dapat mencapai kesadaraan Budha. Dan hal ini sama sekali tidak
berhubungan pandai, bodohnya seseorang, pendidikan, kedudukan maupun kekayaan.
Tidak terbatas pada laki – laki dan wanita, namun terbuka untuk kebahagian seluruh
umat manusia.
Begitupun Devadatta yang jahat maupun Ryunyo (anak Naga Wanita) dapat
mencapai Sokushin Jobutsu, akan tetapi itu hanya terbatas pada umat manusia yang
berjodoh dengan Budha.
Sebaliknya pada masa Mappo sekarang ini berdasarkan Hukum Agama Budha
Nichiren Daisyonin yang mana akan menjadi jelas dengan perbandingan Honmon dan
Shakumon dan perbandingan Hukum Agama Budha pembibitan dan pemanenan.
BAB VI
DENGAN MENERANGKAN PERBANDINGAN ANTARA AJARAN
BAYANGAN DENGAN BADAN SEBENARNYA (HONMON DAN
SYAKUMON) UNTUK MENJELASKAN ICHINEN SANZEN
Kutipan
Dalam berbagai Gosyo terdapat 2 kalimat, kesatu yakni Shakumon dan Honmon.
Kedua – duanya dinamakan Ichinen Sanzen. Kedua yakni, Shakumon dinamakan Hyakkai
Sennyo (seratus dunia seribu aspek), Honmon dinamakan Ichinen Sanzen. Kalau menyebut
kalimat pertama dan seterusnya adalah sebagai bukti : “Meskipun demikian kalau belum
Honshaku Kempon, maka Ichinen Sanzen sesungguhnya pun belum terwujud, begitu pun
Jobutsu dari Nijo belum ditetapkan. Bagaikan melihat bulan di dalam air dan sama seperti
rumput tak berakar yang terapung diatas ombak” dan lain – lain. Dalam kalimat terdapat
perumpamaan Hukum Agama Budha, Ichinen Sanzen dari Hukum Agama Budha itu
menjadi Shozen, Jobutsu dari Nijo menjadi Nozen. Perkataan “bulan didalam air” dalam
perumpamaan itu mengumpamakan tidak terwujudnya Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya. Perkataan “rumput tak berakar” itu mengumpamakan belum
ditetapkannya Jobutsu dari Nijo. Keempat kalimat dari perumpamaan Hukum Agama
Budha bersamaan dengan kedua kekurangan dari Honmu Konnu (tak berdasar pokok
namun sekarang ada) dan Umyo Mujitsu (hanya mempunyai nama namun tidak ada wujud
sebenarnya) akan menilai hal ini.
Penjelasan
Bagian ini dengan perbandingan Honmon dan Shakumon menjelsaskan justru
dalam Honmon menjelaskan Ichinen Sanzen sesungguhnya. Ketika mendiskusikan
Ichinen Sanzen dengan perbandingan Honmon dan Shakumon dimana kalau meninjau
berbagai Gosyo dari Nichiren Daisyonin maka dijelaskan dalam 2 pendirian.
Yang pertama adalah pendirian yang beranggapan bahwa Shakumon dan Honmon
kedua – duanya merupakan Hukum Ichinen Sanzen. Yaitu Shakumon adalah Ichinen
Sanzen Teoritis dan Honmon adalah Ichinen Sanzen yang sesungguhnya. Hal ini
dijelaskan bahwa didalam Sutra Bunga Teratai yang merupakan ajaran sesungguhnya
terdapat Ichinen Sanzen dengan berdasarkan pada perbandingan ajaran sementara dan
sesungguhnya. Namun sekarang memperbandingkan Ichinen Sanzen dari Shakumon dan
Ichinen Sanzen dari Honmon.
Betapa pun ini merupakan sesuatu yang dijelaskan secara umum. Sebaliknya yang
kedua menjelaskan bahwa pada tahap Shakumon belum keluar dari lingkungan seratus
dunia seribu nyoze (Hyakkai Sennyo) melainkan setela memasuki Honmon, baru Ichinen
Sanzen dijelaskan secara sempurna. Pandangan kedua ini merupakan pandangan yang
menyangkal pandangan pertama diatas.
Petama – tama, kalau meninjau pandangan yang pertama maka dalam kalimat
berikutnya dari kalimat “Hukum Icinen Sanzen hanya terdapat dalam Sutra Bunga
Teratai”. Dalam Kaimokusho yang merupakan kalimat pokok dari Sajuhidensho ini, yang
berbunyi : “Walau demikian kalau masih belum menanggalkan pandangan sementara dan
mewujudkan pendirian sesungguhnya (Honsyaku Kempon), maka Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya belum diwujudkan, begitupun pencapaian kesadaran Budha dari Nijo belum
ditetapkan”.
Makna dari kalimat tersebut menjelaskan bahwa dalam Shakumon karena belum
melepaskan pendirian sementara dari Shijoshokaku, sehingga tidak menjelaskan
pendirian sesungguhnya dari Kuon Jitsujo maupun mewujudkan Incinen Sanzen yang
sesungguhnya. Jadi pencapaian kesadaran dari Shomon Engaku (Nijo) sama sekali
belum ditetapkan. Itupun sama seperti tidak melihat bulan yang berada di bulan dan
hanya melihat bulan yang berada di kolam, namun dikiranya itu sebagai bulan yang
sesungguhnya, begitupun sama seperti rumput tak berakar yang terombang – ambikan
oleh ombak.
Sekarang kalau membagi kalimat Kaimokusho ini maka akan terbagi atas badan
Hukum dan perumpamaan yang menjelaskan dengan nyata banda hukum itu. Pertama –
tama badan Hukum adalah kalimat bagian depan, yang berbunyi “Ichinen Sanzen pun
belum di wujudkan begitupun pencapaian kesadaran Budha dari Nijo belum ditetapkan”.
Sehingga perumpamaan dari “bulan yang berada didalam air” merupakan perumpamaan
yang mejelaskan dengan nyata Hukum tersebut diatas.
Selanjutnya kalau meninjau Hukum ini, maka “Ichinen Sanzen” yang terdapat
dalam kalimat Kaimokusho berarti kesimpulan (Shozen), “pencapaian kesadaran Budha
dari Nijo” berarti Nozen. Shozen dan Nozen seperti diterangkan dengan jelas dalam Bab V
yakni pembandingan ajaran sementara dan sesungguhnya, sehinga Shozen berarti
prinsip Hukum dasar pokok. Nozen berarti dasar pokok yang mejelaskan dan
membuktikan prinsip tersebut diatas.
Disini karena Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen dapat dijelaskan berdasarkan
pencapaian kesadaran Budha dari Nijo, sehingga Ichinen Sanzen adalah Shozen
pencapaian kesadaran Budha dari Nijo adalah Nozen. Begitupun mengenai kalimat
perumpamaan yang sesuai dengan Hukum diatas dimana perumpamaan “bulan di dalam
air” merupakan perumpamaan yang sesuai dengan kalimat Hukum diatas dimana “bulan
di dalam air” merupakan perumpamaan yang menjelaskan bahwa Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya belum dijelaskan. Dan kalimat “rumput tak berakar” merupakan
perumpamaan yang menjelaskan bahwa pencapaian keasdaran Budha dari Nijo belum
ditetapkan.
Keempat kalimat dari Badan Hukum dan perumpamaan ini yang mengecam
bahwa dalam Shakumon terdapat kedua kesalahan dari “Honmu Konnu” (tidak ada dasar
pokoknya namun sekarang ada) dan “Umyo Mujitsu” (hanya mempunyai nama namun
tidak ada wujud sesungguhnya) dimana didalam bagian ini didiskusikan perbandingan
Honmon dan Shakumon. Sekarang kalau menyimpulkan kalimat Kaimokusho ini dalam
skematik menjadi sebagai berikut :
Ichinen Sanzen sesungguhnya Hukum
Shozen
belum terwujud
Meskipun demikian kalau
belum menanggalkan pendirian
Begitupun belum
menetapkan Hukum Nozen
sementara dan mewujudkan
menetapkan pencapaian
pendirian sesungguhnya
kesadaran Budha dari Nijo
(Honsaku Kempon)
Bagaikan melihat bulan Perumpamaan
didalam air
Sama seperti rumput tak Perumpamaan
berakar yang terapung
diatas ombak
Kutipan
Pertanyaan : Ichinen Sanzen dari Shakumon itu mengapa Honmu Konnu ?
Jawab : Karena sebelumnya belum menanggalkan pendirian sementara (Honshaku), maka
sekarang ada (konnu), begitupun belum mewujudkan pendirian sejati (Kempon) bukankah
sebetulnya tak berdasarkan pokok (honmu). Dunia Budha sebelumnya sudah demikian,
maka Sembilan dunia pun demikian pula halnya, oleh karena itu dalam Jippo Kaisho
berkata : “Dalam Shakumon hanya menjelaskan Jikkai Gogu (10 dunia yang memiliki 10
dunia) dari Shikaku (Shijo Shokaku) dan belum mewujudkan Jikkai Gogu (10 dunia yang
memiliki 10 dunia) dari Hongaku Honmu, oleh karena itu rakyat yang dibimbing Budha
(Ebutsu) yang membimbing semuanya sama sekali adalah Shikaku, kalau demikian denagn
bagaimanakah dapat menghindari kekurangan dari Honmu Konnu ? “ dan lain – lain.
Penjelasan
Dalam mendiskusikan mengapa Ichinen Sanzen dari Shakumon bukan Ichinen
Sanzen yang sesungguhnya maka pertama – tama dijelaskan, mengapa Ichinen Sanzen
dari Shakumon mempunyai wujud sesungguhnya namun sekarang ada (Honnu Konnu).
Pertama – tama sebelum memasuki kalimat pokok ini marilah kita menyinggung sedikit
mengenai Honmu Konnu. Dimana menurut kata – katanya berarti tidak mempunyai
wujud sesungguhnya namun sekarang ada. Karena dalam Shakumon belum menjelaskan
Kuon Jitsujo, maka seandainya walau dalam Shakumon diizinkan untuk mencapai
kesadaran Budha pun masih belum jelas tentang hakekat sesungguhnya dari Budha. Yaitu
masih berada dalam keadaan – tidak ada wujud sesungguhnya dan hanya menjelaskan
pencapaian kesadaran Budha saja. Dijelaskannya Kuon Jitsujo yang merupakan hakekat
sesungguhnya (Honchi) dari Budha dijelaskan setelah memasuki Honmon, sehingga
dalam Shakumon betapun hanya menjelaskan pencapaian kesadaran Budha dalam
keadaan tidak ada wujud sesungguhnya. Setelah memasuki kalimat pokok dimana
didalam jawaban dijelaskan bahwa sebelumnya belum menanggalkan pendiriaan
sementara dan hanya terdapat wujud Shijo Shokaku maka dikatakan sekarang ada.
Begitu pun belum mewujudkan pendirian sesungguhnya maka bukankah ini tidak ada
wujud sesungguhnya.
Buddha Sakyamuni lahir di India ketika pada usia 19 tahun meninggalkan istana
dan mencapai kesadaran pada usia 30 tahun dan menjelaskan banyak ajaran untuk
membimbing rakyat jelata, namun dari sutra selama 42 tahun hingga Shakumon dari
Sutra Bunga Teratai hanya menjelaskan pencapaian kesadaraan Budha diri Sakyamuni
sendiri yang lahir di India dengan melaksanakan pertapaan hingga mencapai kesadaran.
Jadi hanya menjelaskan Shijo Shokaku, namun sesungguhnya Budha Sakyamuni adalah
Budha yang mencapai kesadaran Budha yang pertama sejak Kuon 500 Jintengo dan
munculnya di India adalah bentuk sementara demi untuk penyelamatan kebahagian
umat manusia. Dan setelah memasuki Bab Juryo dengan menanggalkan wajah sementara
dari Shijo Shokaku ini sehingga mewujudkan Kuon Jitsujo yang merupakan inti hakekat
sesungguhnya (Honchi). Inilah yang dikatakan sebagai Honshaku Kempon. Dalam
Shakumon Budha Sakyamuni masih belum menanggalkan pendirian sementara yang
mana masih merupakan Honmu Konnu. Begitupun sama halnya dengan manusia dari 9
dunia merupakan Honmu Konnu. Jadi oleh karena 10 dunia seluruhnya Honmu Konnu
maka Ichinen Sanzen pun Honmu Konnu.
Nikkan Jonin telah menarik kalimat Gosho Jippo Kaisho dari Nichiren Daisyonin
untuk menjelaskan Ichinen Sanzen dari Shakumon merupakan Honmu Konnu. Dalam
Shakumon hanya menjelaskan Jukkai Gogu dari Shiji Shokaku. Jadi masih merupakan
teori Ichinen Sanzen dan tidak menjelaskan Jukkai Gogu yang dimiliki sejak asal mula
yang kekal abadi. Jadi dalam Shakumon umat manusia 9 dunia maupun Budha yang
membimbingnya yaitu ke 9 dunia maupun Budha yang membimbingnya yakni dunia
Budha. Keduanya tidak keluar dari batas – batas Shijo Shokaku, sehingga tidak dapat
menghindari kekurangan dari Honmu Konnu.
Namun Jukkai Gogu yang dimiliki sejak asal mula yang diwujudkan dalam Bab
Juryo, dimana seperti yang terdapat dalam Kanjin No Honzonsho berkata : “Karena Budha
tidak pernah musna sejak masa lampau, begitupun tidak dilahirkan pada masa mendatang
yang merupakan Budha kekal yang tak termusnahkan, sehingga murid – murid yang
dibimbingnya pun merupakan satu tubuh yang tak terpisahkan.” Sehingga Budha yang
membimbing mau pun umat manusia yang dibimbing adalah kekal abadi yang dimiliki
sejak asal mula yang mana merupakan pandangan jiwa yang kekal abadi. Pandangan jiwa
yang kekal abadi ini dalam Shakumon tidak dijelaskan sama sekali maka tidak dapat
menghindari kekurangan dari Honmu Konnu.
Kutipan
Pertanyaan : Mengapa Ichinen Sanzen dari Shakumon dikatakan hanya mempunyai nama
maupun tidak ada wujud sebenarnya (Umyo Mujitsu) ?
Jawab : Sebelumnya telah dikatakan bahwa : “Ichinen Sanzen sesungguhnya pun belum
terwujud”. Bukankah itu hanya mempunyai nama namun tidak ada wujud sebenarnya
(Umyo Mujitsu). Oleh karena itu dalam Jissho Sho berkata : “Sumber lahirnya Ichinen
Sanzen adalah Jumyo Jissho dari membuka sedikit ketiga dunia Shomon, Engaku, dan
Boddhistva (Ryakkai San), namun inti maknanya hanya terdapat dalan Honmon, Nizen
adalah berdasarakan makna dari Shakumon untuk menilai isi kalimatnya (Egi Honmon)
dan Shakumon adalah berdasarkan makna dari Honmon untuk menilai isi kalimat dari
Shakumon” dan lain – lain. Shakumon hanya terdapat kalimat, namun tidak terdapat inti
maknanya. Bukankah itu hanya mempunyai nama namun tidak wujud sebenarnya (Umyo
Mujitsu). Myoraku berkata : “Filsafat selain Hukum Agama Budha (Ge), Hinayana (Sho),
Mahayana sementara (Gon), Shakumon, kalau dihadapkan dengan Hukum Agama Budha
(Nai), Mahayana (Dai), Mahayana sesungguhnya (Jitsu), Honmon yaitu akan menjadi
hanya mempunyai nama namun tidak ada wujud sebenarnya (umyo Mujitsu.” dan lain –
lain.
Penjelasan :
Dalam kalimat Kaimokusho menjelaskan bahwa dalam Shakumon tidak
menjelaskan Ichinen Sanzen yang sesungguhnya, sehingga betul – betul hanya
mempunyai nama namun tidak mempunyai wujud sesungguhnya. Selanjutnya dalam
Jissho Sho (Gosho hal 1247) Nichiren Daisyonin menjelaskan sebagai berikut : “Asal usul
tempat pemunculannya Ichinen Sanzen adalah Junyo Jisso dari Ryakkai San (membuka
sedikit ketiga dunia Shomon, Engaku, Bosatsu)”. Namun yang dijelaskan disini masih
berupa teoritis dan makna sesungguhnya baru dijelaskan setelah memasuki Bab Juryo
dari Honmon.
Sekarang Tien Tai mengambil kalimat Junyo Jisso dari Ryakkai San sebagai tempat
pemunculan Ichinen Sanzen adalah dijelaskan berdasarkan makna sesungguhnya Bab
Juryo Honmon, sehingga menilai kalimat Shakumon berdasarkan makna Honmon. Nizen
adalah berdasarkan makna Shakumon menilai isi kalimatnya berarti walau kalimat Nizen
dan ajaran sementara salahpun kalau dinilai berdasarkan makan Honmon , maka dapat
dipergunakan sebagai kalimat pegangan dari Ichinen Sanzen. Hal ini sama seperti yang
diterangkan dalam bagian perbandingan antara ajaran sementara dan ajaran
sesungguhnya yang dijelaskan diatas.
Prinsip menilai kalimat berdasarkan makna (Egi Hanmon) ini merupakan masalah
yang sangat penting, maka kalau menilai segala filsafat dan idiologi berdasarkan Dai
Gohonzon dari ke tiga Hukum Rahasia Agung secara luas, maka segala filsafat apapun
dapat dipergunakan sebagai prinsip teori yang menjelaskan keagungan (Tainai) dari
Hukum Agama Budha Agung ini. Namun dalam Shakumon hanya terdapat kalimat dari
Ichinen Sanzen dan makna sesungguhnya terdapat dalan Honmon sehingga dalam
Shakumon tidak menjelaskan Ichinen Sanzen. Sungguh Shakumon masih merupakan
hanya mempunyai nama namun tidak ada wujud sesungguhnya.
Myoraku dengan perbandingan 5 susun menjelaskan bahwa kalau filsafat – filsafat
lain (gedo), filsafat Theravada, ajaran sementara (Gonkyo) dan Shakumon dibandingkan
dengan filsafat Hukum Agama Budha (naido), Mahayana, ajaran sesungguhnya dan
Honmon akan mempunyai nama dan tidak ada wujud sesungguhnya (Umyo Mujitsu). Jadi
perbandingan Gedo dan Naido, Gedo adalah Umyo Mujitsu dan dengan perbandingan
antara Theravada dan Mahayana maka Theravada adalah Umyo Mujitsu. Kalau
membandingkan ajaran sementara dan sesungguhnya maka ajaran sementara adalah
Umyo Mujitsu, begitupun kalau membandingkan Honmon dan Shakumon maka
Shakumon adalah Umyo Mujitsu.
Kutipan
Selanjutnya Jobutsu dari nijo pun belum ditetapkan juga terdapat dua kekurangan.
Pertanyaan : Jobutsu dari Nijo dari Shakumon mengapa menjadi tidak ada wujud
sesungguhnya , namun sekarang ada (Honmu Konnu) ?
Jawab : Kesadaran atas benih itu dinamakan menjadi Budha (Shabutsu). Namun oleh
karena belum menyadari benih sumber pokok sehingga dikatakan demikian dalam
Honzonsho 8 – 20 tertulis : “Dengan menjadikan kekal abadi (Kuon) sebagai pembibitan
(Geshu) dan menjadikan Daitsu, Zenshimi, Shakumon semagai pematangan (Juku) setelah
tiba pada Honmon dan meningkat pada Tomyo dijadikan sebagai panen (Datsu) dan lain –
lain. Namun dalam Shakumon belum menjelaskan pembibitan pada kekal abadi (Kuon),
maka bukankah tidak ada wujud sesungguhnya (honmu) namun dikatakan Jobutsu dari
Nijo malah bukankah sekarang ada (konnu) ?
Penjelasan
Mulai dari sini mendiskusikan kedua kekurangan dari pencapaian kesadaran
Budha dari Shakumon. Diantara kedua kekurangan ini, terutama dalam bagian ini
menjelaskan mengapa pencapaian kesadaran Budha dari Nijo dalam Shakumon tidak ada
wujud sesungguhnya namun sekarang ada.
Mengenai hal ini, yang dikatakan pencapaian kesadaran Budha adalah telah
menerima pembibitan dimasa lampau, sehingga menyadari kembali bibit Budha tersebut.
Disamping itu didalam Shakumon karena belum menjelaskan wujud sesungguhnya dari
Kuon sehingga tidak dapat menyadari kembali penerimaan pembibitan sejak masa Kuon.
Jadi dikatakan tidak ada wujud sesungguhnya namun sekarang ada.
Dalam kanjin No Honzonsho dikatakan : “menanamkan bibit dari Kuon” Maksud
kalimatnya berarti bahwa pembibitan dengan bibit Budha dari Kuon 500 Jintengo dan
pematangan dari Budha Daitsu selama 3000 Jintengo hingga Sutra – Sutra selama 42
tahun maupun Shakumon masa hidupnya Budha Sakyamuni dimana akhirnya mencapai
penen setelah memasuki Honmon Sutra Bunga Teratai dengan mencapai tingkat Tokaku
dan Myokaku.
Dengan demikian dalam Shakumon masih belum menjelaskan pembibitan dari
Kuon yang mana bukankah ini berarti tidak ada wujud sesungguhnya, namun pencapaian
kesadaran Budha yang dijelaskan dalam Shakumon bukankah sekarang ada.
Kutipan
Pertanyaaan : mengapa kalimat dari Honzonsho yang mana menyimpulkan satu golongan
pembibitan dari Kuon, harus memasukan orang – orang dari Nijo ?
Jawab : Ketiga golongan Shomon yang mencapai kesadaran ketika pada bimbingan Daishi
adalah orang – orang yang memperoleh pembibitan pada Budha Daitsu. Seandainya kalu
berakhir dengan terwujudnya hubungan jauh dan dekatnya Guru dan Murid yang ke tiga,
dari ketiga wajah ajaran Tien Tain, maka semuanya akan menjadi orang yang memperoleh
pembibitan pada kekal abadi (Kuon).
Penjelasan
Bagian dimuka “mengenai mengapakah pencapaian kesadaran Budha dari Nijo
dikatakan wujud sesungguhnya tidak ada namun sekarang ada (honmu Konnu)” yang
dijelaskan dengan menarik satu kalimat dari Kanjin No Honzonsho, namun disini
mengajukan pertanyaan yang menyangkut kalimat yang terdapat dalam Kajin No
Honzosho tersebut. Jadi maksud pertanyaan disini beranggapan bahwa kalimat Kanjin No
Honzon Sho ini hanya mendiskusikan orang – orang yang menerima pembibitan dari
masa Kuon 500 Jintengo. Namun Nijo dari masa hidup Budha Sakyamuni bukankah orang
– orang yang telah menerima pem,bibitan sejak masa Budha Daistu 3000 Jintengo yang
lampau, maka penggunaan kalimat Kanzin No Honzonsho disini adalah tidak tepat.
Jawaban : Diantara ketiga macam wajah ajaran yang dijelaskan oleh Tien Tai
Daishi dimana bimbingan yang berawal akhir dan tak berawal akhir yang ke II yaitu
ketiga golongan Shomon yang memperoleh kesadaran pada tahap Shakumon, walau
dikatakan sebagai orang yang menerima pambibitan pada 3000 Jintengo. Namun kalau
dengan dijelasakannya hubungan jauh dekat dari guru dan murid selama masuk Bab
Honmon Juryo, maka orang – orang yang telah menerima pembibitan pada Buddha
Daitsu 3000 tahun lampau pun semuannya menerima pembibitan sejak Kuon 500
Jintengo.
Bimbingan Budha terhadap muridnya betapapun dimulai dengan penurunan bibit
Budha pada muridnya. Selanjutnya dimatangkan dan akhirnya menjadi panen dengan
demikian bimbingan Budha baru berakhir. Namun proses ini baru dijelaskan dengan
terang dengan pembibitan Budha Daitsu pada 3000 Jintengo yang lampau dalam Bab
Kejoyu Shakumon. Pada masa lampau 3000 Jintengo yang lalu, Budha Sakyamuni telah
muncul sebagai pangeran ke 16 dari Budha Daitsu Chisho dimana telah mengulangi
pengkotbahan Sutra Bunga teratai yang dijelaskan oleh ayahnya Budha Daitsu Chisho
kepada umat manusia.
Orang yang menerima bibit Budha dari Sakyamuni pada waktu itu dengan diatur
sedemikian rupa sehingga telah dilahirkan kembali ketika masa hidupnya Budha
Sakyamuni dan dengan mendengarkan penjelasan Sutra Bunga Teratai sehingga
mancapai kesadaran Budha. Itulah yang dikatakan murid – murid Shomon dan disinilah
diterangkan bimbingan yang berawal akhir.
Namun wajah ajaran yang kedua ini setelah memasuki Honmon yakni wajah
ajaran ketiga yang telah menjelaskan wujud sesungguhnya dari 500 Jintengo yang
lampau. Jadi hubungan Budha Sakyamuni dengan muridnya (termasuk murid – murid
dari Nijo) telah mempunyai hubungan sejak Kuon 500 Jintengo yang lampau dan sama
sekali tidak terbatas pada pembibitan Budha Daitsu 3000 Jintengo yang lampau.
Hal ini berarti dalam tahap Shakumon Sutra Bunga Teratai masa pembibitan
mendengar Hukum (Manpo Geshu) namun pada tahap Honmon Sutra Bunga Teratai
masa Kuon 500 Jintengo adalah pembibitan mendengar Hukun (manpo Geshu),
sedangkan masa Budha Daistu Chisho adalah masa pembibitan kesadaran (Hossin
Geshu).
Kutipan
Untuk sementara bagi orang – orang dari Nijo Budha Daitsu memberi khotbah ulangan
Sutra Bunga Teratai terdapat dua golongan yakni golongan yang sadar (Hosshin) dan
golongan yang tidak sadar (Mishoshin), kalau orang tidak lupa terhadap pembibitan pada
kekal abadi (Kuon) maka dengan mendengarkan Sutra Bunga Teratai langsung
mempercayainya. Jika mudah lupa terhadap pembibitan pada kekal abadi (Kuon) maka
meskipun mendengar Myoho , namun masih belum mau menaruh kepercayaan. Oleh
karena itu dalam Gen 6 tertulis : “Orang yang tidak hilang kesadaranya dengan diberinya
obat dan langsung meminumnya sehingga memperoleh hubungan ayah dan anak, orang
yang hilang kesadaranya meskipun diberikan obat, namun tidak mau meminumnya” dan
lain – lain. Didalan Sen 6 - 54 tertulis : “Oleh karena lupa penerimaan pokok dasar maka
dikatakan hilang kesadaran” dan lain – lain.
Penjelasan
Orang – orang Nijo masa hidup Budha Sakyamuni dengan menerima pembibitan
di Kuon dan pada waktu Budha Daitsu mendengar pengkhotbahan Sutra Bunga Teratai
dari pangeran ke 16 yang merupakan jiwa lampau Budha Sakyamuni, namun pada waktu
itu terbagi atas orang – orang yang sadar dan tidak sadar. Jadi orang yang tidak lupa
terhadap pembibitan dimasa Kuon , bisa mendapat kesadaran, sedangkan orang – orang
yang telah lupa pembibitan dimasa Kuon, walau mendengar Myoho pun tidak dapat
memperoleh kesadaran.
Mengenai hal ini Tien Tai daishi dalam Hokke Gengi menjelaskan sebagai berikut :
“Orang - orang yang tidak lupa pembibitan dimasa Kuon langsung dapat mempercayai
obat yakni mendengar pengkhotbahan Sutra Bunga teratai, sehingga dapat menyambung
hubungan Guru dan Murid dengan Budha, namun orang yang telah lupa pembibitan Kuon
walau diberi obatpun namun tidak meminumnya sehingga tidak dapat menyambung
hubungan Guru dan muri”. Dan juga dalam kitab Hokke Gengi Shaklusen dari Myoraku
menjelaskan sebagai berikut : “penerimaan dari pokok yakni karena lupa terhadap
penerimaan pembibitan dimasa Kuon sehinga dikatakan hilang kesadarannya
(Shipponshin)”.
Kutipan
Diantara yang sadar pun terdapat dua golongan yaitu ke I tidak mundur (Futai), ke
II mundur pada pertengahan jalan (Tai Dai) dan orang yang tidak sadar (Mihosshin) yaitu
golongan ke III. Namun Nijo yang memeperoleh kesadaran Budha sekarang ini kebanyakan
termasuk didalam golongan ke II (Tai Dai) dan sebagian kecil termasuk dalam golongan ke
III, Bukankah mereka adalah orang – orang dari pembibitan Kuon namun sarjana –
sarjana dari dahulu kala tidak mengetahuinya ? dan lain – lain.
Penjelasan
Selanjutnya dalam pengkhotbahan ulangan dari Budha Daistu dimana orang –
orang yang sadar dan tidak lupa terhadap pembibitan Kuon pun terdapat dua macam
golongan. Jadi yang pertama adalah orang – orang yang tidak mundur dan kemudian giat
menjalakan kepercayaan. Yang kedua adaalah orang – orang yang mundur, walau pada
mulanya telah berkesadaran namun pada pertengahan jalan mundur. Dan yang tersebut
diatas dikatakan sebagai golongan ke I dan golongan ke II. Dan bagi orang – orang yang
sama sekali tidak berkesadaran disebut sebagai golongan ke III.
Orang – Orang Nijo yang mencapai kesadaran Budha pada masa hidup Budha
Sakyamuni kebanyakan termasuk golongan ke II diatara ketiga golongan tersebut diatas
dan hanya sebagian termasuk golongan ke III. Jadi Sharihotsu, Kasho Ananda, dan
sebagainya dari ketiga golongan Shomon ini tidak lain termasuk dalam orang – orang dari
golongan ke II. Dan orang – orang yang tidak berkesadaran dari golongan ketiga ini tidak
dapat mencapai kesadaran Budha pada masa hidup Budha Sakyamuni kemudian muncul
pada masa Shoho, Zoho dan kemudian mencapai kesadaran Budha. Orang – orang dari
golongan ke II dank e III pun justru menerima pembibitan dimasa Kuon dan kemudian
memperoleh pematangan hingga akhirnya mencapai kesadaran Budha, sehingga
betapapun dengan jelas menyadari dirinya sebagai orang – orang yang memperoleh
pembibitan dimasa Kuon.
Disini Nikkan Jonin mengecam keras bahwa sarjana sejak masa lampau sama
sekali tidak mengerti makna mendalam ini. Dibahwa ini digambarkan Ichtisar yang
menjelaskan hubungan tersebut.
500 JINTENGO 3000 JINTENGO Masa Hidup Sakyamuni
= Yang berkesadaran terbagi atas :
* Tidak mundur = Golongan pertama
Pembibitan
dimasa Kuon * Mundur = Golongan Kedua
Pada umumnya mencakupi
Orang - orang dari Nijo
= Yang tidak berkesadaran = Golongan ketiga
Sebagian kecil dari Nijo
Termasuk didalamnya
Kutipan
Pertanyaan : Kalimat dari Gesen yang dikutip diatas adalah kalimat dari Shakumon ke 9
yang membahas berkenaan dengan makna hubungan keluarga (Kenzokumyo). Mengapa
dalam makna ajaran Shakumon dapat menjelaskan prihal Honmon?
Jawab : Ini adalah penjelasan yang menarik kesimpulan maknanya, Tien tai Daishi
pernah berkata : “Biarpun masih belum memasuki Honmon, namun disini dijelaskan
dengan menarik kesimpulan maknanya” dan lain – lain. Kalau tidak demikian,
bagaimanakah menjelaskan makna dari NITAI yang terdapat didalam Kyomyo dari
Shakumyo ke I masih menjelaskan dengan mengitup kalimat “pada waktu saya
menjalankan pertapaan Boddhistva”.
Penjelasan
Bagian ini adalah penjelasan tambahan dari bagian kalimat Hokke Gengi dan Gengi
Shakusen yang dipergunakan diatas. Pertanyaan, sekarang kalimat Hokke Gengi dan
Gengi Shakusen yang dipergunakan diatas bukankah termasuk dalam kalimat
Kenzokumyo ke 9 dari Shakumon yang terdapat didalam sepuluh Myo dari Shakumon
dan sepuluh Myo dari Honmon yang dijelaskan oleh Tien Tai ? Mengapa didalam Myo
dari Shakumon dapat menjelaskan hal – hal dari Honmon.
Dalam Hokke Gengi Tien Tai Daishi menjelaskan sepuluh Myo dari Shakumon dan
sepuluh Myo dari Honmon. Sepuloh Myo dari Shakumon berarti Kyo (lingkungan), Chi
(hikmat), Gyo (pelaksanaan), I (kedudukan), Sanpo (ketiga hukum), Kanno (induksi),
Jinzu (gaib), Seppo (pengkhotbahan hukum), Kenzoku (keluarga), dan Riyaku
(keuntungan) sedangkan Kenzoku Myo yang kesembilan adalah kutipan kalimat yang
dipergunakan diatas. Jadi kutipan kalimat yang mendiskusikan prihal Shakumon, dimana
Nikkan Jonin mempergunakannya untuk mejelaskan prihal Honmon, yang mana
menimbulkan pertanyaan yang menyatakan kesalahan atas penggunaan kalimat tersebut
diatas. Jawaban Nikkan Jonin dalam menanggapi hal ini menjelaskan bahwa penggunaan
kalimat tersebut diatas adalah penjelasan yang berdasarkan makna kalimat dari Bab
Juryo Honmon walau kalimat tersebut merupakan bagian penjelasan dari Shakumon.
Didalam perkataan dari Tien Tai Daishi dikatakan : “Dan juga, sebagai suatu
perumpamaan lainya, dimana dalam menjelaskan kedu hakekat (Nitai) dari Shinzoku telah
dijelaskan dengan Kyomyo yang dijelaskan dalam Hokke Gengi yang sama dengan
penjelasan yang berdasarkan makana kalimata “Hongyo Bosatsudoji” dari Bab Juryo
Honmon.” Jadi dari ajaran bagian Agon yang dijelaskan di Rokuyaon, sehingga ajaran
bagian Hannya.
Jadi “Apakah semua ajaran – ajaran dari ajaran bagian Agon yang di jelaskan di Rokuyaon
hingga ajaran bagian Hannya dari Budha Sakyamuni merupakan ajaran – ajaran
sementara dari Sutra Bunga Teratai ? “ Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut :
“Pencapaiaan kesadaran Budha pada usia 30 tahun yang dimulai dengan pengkhotbahan
Sutra Kegon di Yakumetsu Tojo hingga Sutra Hannya seluruhnya merupakan ajaran
sementara dari Sutra Bunga Teratai, namun tidak berakhir disitu saja dimana sejak Budha
Daistu dari 3000 Jintengo keseluruhannya merupakan ajaran sementara dari Sutra Bunga
Teratai. Terlebih lagi sejak mencapai kesadaran yang pertama di masa Kuon…. Hingga
pada akhir dari masa menjalankan pelaksanaan Boddhisatva sebelum menjadi Budha telah
menjelaskan bermacam – macam ke dua Tai (Nitai) dari Shinzoku sebagai ajaran
sementara dari Sutra Bunga Teratai demi untuk umat manusia.”
Dengan demikian pada bagian Kyomo yang pertama dari Shakumon memberi
penjelasan berdasarkan makna dari Bab Juryo Honmon. Jadi dengan penjelasan dalam
Kenzokumyo dipergunakan sebagai kalimat yang menjelaskan prihal Honmon sama
sekali tidak ada satu yang tidak wajar.
Kutipan
Pertanyaan : Mengapakah Jobutsu dari Nijo dikatakan hanya mempunyai nama, namun
tidak ada wujud sesungguhnya (Umyo Mu jitsu) ?
Jawab : Yang dapat memutuskan ketiga kesesatan jiwa (San Waku) dinamakan menjadi
Budha (Jobutsu). Namun dalam Shakumon dimana Nijo (Shomon dan Engaku) masih belum
dapat memutuskan kesesatan pandangan (Ken Waku). Sehinggga bagaimana dapat
memutuskan kesesatan kecenderungan jiwa (Myumyo Waku). Dalam Mon ke 9 – 32
berkata : “Dalam kehidupan sekarang ini baru memperoleh kesadaran Mushonin, adapun
yang tidak mencapai kesadaran tersebut, semua mempunyai pandangan seperti ini “ dan
lain – lain. Karena sudah terikat dengan kepercayaan Gonjo maka menjadi kesesatan
pikiran (Shin Waku). Dan karena belum mengetahui sebab dasar pokok (Hon In), akibat
dasar pokok (Hon Ga) yakni itu merupakan pandangan tersesat ( Jaken), maka bukan kah
merupakan kesesatan pandangan (Ken Waku). Dan dalam Jippo Kaisho tertulis : “Nijo
dari Shakumon belum memutuskan kesesatan pandangan (Ken Waku), Boddhisatva dari
Shakumon belum memutuskan kecenderungan jiwa (Mumyo Waku), dan kalau umat
manusia dari 6 dunia belum menetap di dalam 6 dunia sebenarnya (honnu) maka menjadi
hanya mempunyai nama namun tidak ada wujud sebenarnya (Umyo Mojitsu). Oleh karena
itu setelah tiba pada Bab Jujippon dimana Bodddhisatva yang belum memutuskan Mumyo
dari Shakumon dan Nizen (Sutra – sutra sebelum Sutra Bunga Teratai), dikatakan bahwa
dikiranya waktu 50 Ko kecil sebagai kejadian setengah hari” dan lain – lain. Karena sudah
terdapat dua kekurangan maka dikatakan tidak tetap.
Penjelasan
Diantara kedua kekurangan dari pencapaian kesadran dari Nijo dalam Shakumon,
disini menjelaskan mengapa pencapaian kesadaran dari Nijo dikatakan mempunyai nama
namun tidak ada wujud sesungguhnya. Mengenai masalah ini, menunjukan bahwa yang
telah memutuskan ketiga kesesatan dinamakan mencapai kesadaran Budha, namun Nijo
dari Shakumon masih belum memutuskan ketiga kesesatan jiwa ini. Ketiga kesesatan
jiwa berarti kesesatan pandangan (Kainai Kenji Waku), kesesatan kenafsuan yang
berhubungan dengan luar (Kaige Kedosho Jinsha Waku) dan kesesatan dalam dasar jiwa
(Chudosho Mumyo Waku).
Dalam Hukum Agama Budha Sakyamuni pertapaan Boddhisatva terdapat 52 tingkat,
dimana melaksanakan pertapaan yang meningkat ke tingkat yang lebih tinggi dengan
memutuskan persatuan dari kesesatan tersebut diatas. Disamping itu didalam Shakumon
karena kesesatan pertama dari ketiga kesesatan jiwa (San Waku) saja masih belum
diputuskan maka sudah tentu belum memutuskan kesesatan kecenderungan jiwa
(Mumyo Waku) yang terakhir.
Tien Tai Daishi dalam Hokke Mongu berkata : “Walau pada masa sekarang ini
dilahirkan di dunia ini yang mencapai tingkat Mushonin maupun yang belum mencapai
tingkat tersebut semuanya percaya bahwa Budha Sakyamuni adalah Budha Sinjo Shokaku
yang mencapai kesadaran Budha pada usia 30 tahun dalam kehidupan sekarang ini”. Hal
ini disebabkan karena tidak mengetahui Budha Kuon Jitsujo dan masih mempertahankan
pikiran Shijo Shokaku. Sehingga itu sendiri merupakan kesesatan pikiran (Shin Waku)
dari ketiga kesesatan. Hal ini berarti tidak mengetahui sebab pokok (Hon In) dan akibat
pokok (Hon Ga) yang dijelaskan dalam Bab Juryo Sutra Bunga Teratai bahwa Buddha
Sakyamuni sejak masa lampau Kuon dengan berdasarkan pertapaan Hukum Sakti
(Myoho) mencapai kesadaran Budha yang pertama. Justru ini sendiri merupakan
pandangan jahat, yang merupakan kesesatan pandangan (Ken Waku).
Selanjutnya Nikkan Jonin dengan menarik kalimat dari Jippokaisho menjelaskan
sebagai berikut : “Nijo dari Shakumon masih belum memutuskan kesesatan pandangan
(Ken Waku), Boddhisatva dari Shakumon masih belum memutuskan kesesatan
kecenderungan jiwa (Mumyo Waku). Begitupun manusia biasa keenam dunia dari
Shakumon karena belum dijelaskna pandangan jiwa kekal abadi yang dimiliki sejak asal
mula, maka masih belum menetap pada keenam dunia yang dimiliki sejak asal mula.
Sehingga dikatakan mempunyai nama namun tidak mempunyai wujud sesungguhnya
(umyo Mujitsu)”.
Oleh karena itu, ketika Budha Sakyamuni menjelaskan Bab Juryo, sebelumnya
pada Bab Yujippon ke 15 telah memanggil keluar Boddhisatva yang muncul dari bumi.
Dimana Boddhisatva – Boddhisatva Nizen Shakumon yang menghadiri upacara tersebut
telah keliru memandang, bahwa waktu 50 Ko kecil yang panjang itu dikiranya kejadian
selama setengah hari.
Jadi dalam tahap Nizen Shakumon Boddhisatva yang telah mengira memutuskan
kesesatan kecenderungan jiwa pun, kalau dipandang dari tahap Honmon masih berada
dalam lingkungan orang – orang yang tersesat, dimana masih belum mengetahui sifat
jiwa yang sesungguhnya. Mengenai hal ini dalam gosho Totaigisho dengen jelas
menjelaskan sebagai berikut : “Oleh karena itu Boddhisatva besar dari Nizen dan
Shakumon mencapai bukti sebab akibat (renge) dari Budha ketika memasuki Honmon. Dan
memutuskan kesesatan yang sesungguhnya adalah ketika mendengar satu Bab dari Juryo.”
Tien Tai Daishi dengan menguraikan 50 Ko kecil dari Bab Yujippon dimana karena
kekuatan gaib dari Budha, sehingga seluruh umat manusia mengiranya seakan – akan
hanya setengah hari, dengan berkata : “Orang yang sadar melihat yang pendek menjadi
panjang . Namun orang yang tersesat melihat waktu 50 Ko kecil menganggap yang
panjang menjadi pendek, dimana dikiranya setengah hari.” Myoraku menjelaskan hal ini
dengan berkata : “Boddhisatva yang telah memecahkan kesesatan dinamakan sadar.
Sedangkan umat manusia masih berada pada keadaan kebijaksanaan , sehingga
dinamakan tersesat.”
Dengan demikian Boddhisatva dari Shakumon masih belum mengetahui Kuon
Jitsujo, apalagi bagaimanakah mengetahui jiwa kekal abadi. Hubungan Budha Sakyamuni
dengan Boddhisatva yang muncul dari bumi dikiranya seperti kejadian seperti setengah
hari dari upacara di tengah langit (Kokue). Dimana tersesat dengan keragu – raguan dan
kaget melihat sikap Boddhisatva yang muncul dari bumi, yang dengan bagaimanakah
telah melaksanakan pertapaan yang sedemikian sehinga menjadi Boddhisatva besar.
ORANG YANG SADAR DAN ORANG YANG TERSESAT
Diantara orang – orang dalam masyarakat zaman sekarang pun, banyak yang
terpengaruh oleh suasana kenyataan yang berubah – ubah setiap saatnya. Dimana
terlihat banyak yang terjerumus dengan arus tersebut. Orang – orang demikian sama
sekali tidak tahu jalan untuk mengatasi ketidak bahagian diri sendiri sekarang ini. Dan
hanya dengan gugup dan mencoba memperoleh ketenangan dengan menyerahkan
terhadapnya. Itu semuanya karena tidak mengetahui jiwa kekal abadi dan mengira
bahwa semuanya sama seperti kejadian setengah hari, itu adalah orang –orang yang
tersesat.
Namun kalau berdiri pada pandangan jiwa kekal abadi yang sesungguhnya dari
Hukum Agama Budha, maka kemalangan selama ini dapat diketahui bahwa terdapat
sebab – sebab karma sejak masa lamanya yang tak terbatas lamanya. Dimana mencari
jalan perombakan nasib, dengen menganut Hukum Sakti.
Walau kelihatanya seperti kejadian setengah hari, namun kenyataan yang
terkandung didalamnya terdapat sebab – sebab masa lampau yang tak terhingga jauhnya.
Orang yang menyadari hal ini adalah orang sadar. Sebab masa lampau yang tak terhingga
jauhnya yakni orang yang memperhatikan sebab sumber pokok dan mencari jalan
pengatasannya, dimana melihat setengah hari itu sebagai waktu 50 Ko kecil adalah orang
– orang yang sadar.
Dalam masa Mappo sekarang ini orang yang maju berjuang demi penyelamatan
kebahagian umat manusia dengan menjalakan dialog Hukum Agama Budha, berdasarkan
kepercayaan terhadap Dai Gohonzon dapat dikatakan sebagai orang yang sadar yang
melangkah pada perjalanan perombakan nasib dengan mewujudkan tugas sejak masa
Kuon dan berdiri pada pandangan jiwa yang kekal abadi. Dan juga pada umumnya ketika
meninjau kembali kehidupan yang penuh dengan keberisian, dimana akan terasakan
bahwa waktu setahun pun akan terasa seperti sudah berlalu hingga sepuluh tahun lebih.
Kehidupan yang kosong, adalah seperti impian, diamana dirasakan seperti kejadian
sekejap mata saja. Inipun sesuai dengan prinsip waktu “50 Ko kecil dikiranya seperti
setengah hari”.
Nah, dengan pembahasan tersebut diatas, dimana dalam pencapaian kesadaran
Budha dari Nijo dalam Shakumon terdapat dua kekurangan “Tidak ada wujud
sesungguhnya, namun sekarang ada (Honmu Konnu)” dan “Mempunyai nama namun tidak
ada wujud sesungguhnya (Umyo Mojitsu)” menjadi jelas adanya.
Jadi pencapaian kesadaran Budha dari Nijo dalam Shakumon bukanlah
pencapaian kesadaran Buddha yang sesungguhnya, melaikan sesuatu yang tidak tetap.
Kutipan
Yang dikatakan “Bagaikan masih melihat bulan didalam air” adalah bukan bulan
sesungguhnya. Oleh karena itu, ketahuilah bahwa sebelum terwujud Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya semuanya masih merupakan perumpamaan. Namum mewujudkan dua
kekurangan dari badan Hukumnya (Hottai). Yakni, kesatu adalah mewujudkan kekurangan
dari tidak ada dasar pokoknya sekarang ada (Honmu Konnu). Dalam Gen ke 7 tertulis :
“Tidak mengetahui bulan di langit dimana hanya memandang bulan di kolam” dan lain –
lain. Yang dikatakan tidak mengetahui bulan di langit bukankah memang tidak ada dasar
pokoknya (Honmu)? Dan Hanya memandang bulan di kolam bukankah sekarang sudah ada
(konnu)? Kedua adalah mewujudkan kekurangan “Hanya mempunyai nama namun tidak
ada wujud sesungguhnya (Umyo Mujitsu).” Dalam nyanyian anak – anak dari Bhikku Eshin
Sozu berkata : “Sama seperti bayangan bulan yang terbayang pada air, yang terdapat
diatas kedua telapak tangan, dimana merupakan suatu kehidupan yang sia – sia belaka”
dan lain - lain.
Penjelasan
Bagian ini dan bagian selanjutnya menjelaskan kalimat perumpamaan untuk
mewujudkan ketidak tetapan dari pencapaian kesadaran Budha dari Nijo dan kedua
kekurangan dari badan Hukum (Hottai). Pertama – tama bagian ini mengenai kutipan
“Bagaikan melihat bulan didalam air”, yang mana menjelaskan kedua kekurangan “tidak
ada wujud sesungguhnya, namun sekarang ada (Honmu Konnu)” dan “mempunyai nama
namun tidak ada wujud sesungguhnya (Umyo Mujitsu)”.
Pada awal bagian ini Nikan Jonin mengajarkan bahwa kalimat “Bulan didalam air”
merupakan perumpamaan bahwa dalam Shakumon masih belum mewujudkan Ichinen
Sanzen yang sesungguhnya, namun disini mengenai hal ini menjelaskan bahwa bulan
didalam air adalah bayangan dari bulan di langit. Oleh karena buklan bulan
sesungguhnya, sehingga mengumpamakan bukan Ichinen Sanzen yang sesungguhnya.
Namun mengenai kalimat ini kalau mewujudkan kedua kekurangan dari badan
Hukum, maka petama – tama “tidak ada dasar pokoknya namun sekarang ada” (Honmu
Kannu), dimana Tien Tai daishi dalam Hokke Gengi berkata ; “ TIdak mengetahui bulan di
langit dan hanya melihat bulan yang terbayang dalam kolam”. Dan kalimat “tidak
mengetahui bulan dilangit” tidak lain berarti tidak ada dasar pokoknya (Honmu). Hanya
melihat bulan yang terbayang dalam kolam “berarti” sekarang ada (konnu).
Kemudian mengenai kekurangan dari dari Umyo Mujitsu dimana dalam nyanyian
anak – anak dari Bhikku Eshin Sozu berkata : “Sama seperti bayangan bulan yang
terbayang pada air, yang terdapat diatas kedua telapak tangan, dimana merupakan suatu
kehidupan yang sia – sia belaka”. Makna dari lagu ini adalah seluruh kehidupan manusia
berulang – ulang dari arus hidup-mati, sama seperti bayangan bulan yang terbayang pada
air diatas kedua telapak tangan dan sungguh tiada arti apapun juga. “Bayangan bulan”
dalam nyanyian ini sungguh merupakan bayangan bulan yang terbayang dalam air,
dimana hanya terdapat nama saja dan bukan wujud sesungguhnya dari bulan itu sendiri.
Jadi justru bulan diatas langit adalah Honmon. Bulan dikolam maupun bayangan bulan
yang terbayang di dalam air diatas kedua telapak tangan adalah Shakumon dan didalam
Shakumon ini tidak dijelaskan Incinen Sanzen yang sesungguhnya.
Kutipan
Yang dikatakan “sama seperti rumput tak berakar yang terapung diatas ombak” adalah
mengumpamakan belum ditetapkanya Jobutsu dari Nijo. Yang diartikan rumput tak
berakar adalah rumput terapung. Dalam syair dari Onono Komachi berkata : “Karena
berasa amat sepi, maka sama seperti rumput terapung yang tak berakar. Kalau terbawa
arus air maka akan terbawa kemana pun” dan lain – lain. Dan juga mewujudkan kedua
kekurangan dari Badan Hukum (Hottai), kesatu adalah mewujudkan kekurangan dari
tidak ada dasar pokoknya namun sekarang ada. Dan juga didalam syair Onono Komachi
berkata : “Dengan tanpa penurunan benih, dimana rumput terapung itu akan hidup subur
di dalam ombak” dan lain – lain. Kalimat terdahulu dari syair diatas berarti tidak ada
dasar pokoknya (Honmu) dan kalimat terakhir dari syair diatas berarti sekarang ada
(Konnu). Harap para sarjana merenungkan hal ini, kedua adalah mewujudkan kekurangan
dari hanya mempunyai nama namun tidak ada wujud sesungguhnya (Umyo Mujitsu).
Dalam Shijitsugan tertulis ; “Terapung itu sama seperti barang yang terapung diatas air,
namun tidak menetap pada suatu benda yang tetap” dan lain – lain. Biarpun sudah ada
rumput namun tidak ada ketetapannya bukankah diartikan hanya mempunyai nama
namun tidak ada wujud sesungguhnya, kedua kalimat dari perumpamaan Hukum ini tepat
dengannya” dan lain – lain.
Penjelasan
Kalimat sama seperti rumput tak berakar yang terapung diatas ombak yang
terdapat dibagian dari kalimat Hiyu adalah mengumpamakan bahwa dalam Shakumon
masih belum menetapkan Jobutsu dari Nijo. “Rumput tak berakar ini” berarti rumput
yang terapung diatas air dimana dalam Onono Komachi berkata ; “ Kalau badan merasa
kesepian adalah rumput tanpa akar…” maksud dari pantun ini adalah : “karena merasakan
terlalu sepi, sehingga sama seperti rumput terapung yang tak berakar, dimana kalau
terdapat arus air akan terbawa oleh arus kemana pun.” Begitu kalimat ini mewujudkan
kedua kekurangan dari Badan Hukum (Hottai).
Yang pertama adalah kekurangan dari Honmu Konnu. Mengenai hal ini sama
seperti yang terdapat dalam pantun Onono Komachi yang berkata : “Dengan tanpa
penurunan benih….” Ini berarti “Rumput terapung ini tidak diturunkan benih oleh siapa
pun, namun mengapakah tumbuh dengan subur diantara arus ombak,” dimana bagian atas
dari pantun ini, yang berbunyi : “Dengan tanpa dituruni benih” adalah tidak ada dasar
pokoknya (Honmu) dan bagian bawahnya “Tumbuh dengan subur … “ adalah sekarang
ada (konnu).
Kedua, kekurangan dari mempunyai nama namun tidak ada wujud sesungguhnya.
Didalam buku Shijitsugan yang dikarang oleh Shibako dari kerajaan Shu di Tiongkok
menjelaskan sebagai berikut : “Yang dikatakan terapung adalah barang yang terapung
diatas air, dimana barang tersebut tidak menetap pada suatu benda yang kokoh”. Jadi
walaupun terdapat rumput terapung namun tidak ada kenyataan sesungguhnya, ini
merupakan “Umyo Mujitsu”. Dengan demikian kedua kalimat dari Hukum dan
perumpamaan dari “Ichinen Sanzen yang sesungguhnya belum diwujudkan……..bulan di
dalam air………..dan pencapaian kesadaran Budda dari Nijo belum ditetapkan…….rumput
tak berakar” terlihat denagn cocok seperti irama yang harmonis.
Kutipan
Pertanyaan : Didalam Keimo ke 5 – 28 tertulis perkataan “sebelum” dari “sebelum
menanggalkan pendirian sementara dan menegakkan pandangan sesungguhnya”
(Mihosshaku Kenpon) adalah bukti bahwea Honmon dan Shakumon berpadu menajdi satu.
Kalau sudah menanggalkan pendirian sementara dan menegakakan pendirian
sesungguhnya (Hosshaku Kenpon), maka pandangan sementara (Shaku) adalah
pandangan sesungguhnya (Hon), dan lain – lain. Bagaimanakah arti dari makna ini? Kalau
demikian halnya, perkataan “sebelum” dari sebelum mewujudkan kebenaran (Miken
Shijitsu) apakah akan menjadi bukti bahwa ajaran sementara (gonkyo) dan ajaran
sesungguhnya (Sutra Bunga Teratai) berpadu menjadi satu. Dan oleh karena itu, kalau
telah mewujudkan kebenaran itu dimana ajaran sementara akan menjadi ajaran
sesungguhnya (Sutra Bunga Teratai).
Penjelasan
Terhadap kalimat “Kalau belum menanggalkan pendirian sementara dan
mewujudkan pendirian sesungguhnya, maka Ichinen Sanzen yang sesungguhnya pun belum
di wujudkan……..” Yang didiskusikan hingga saat ini, dimana Nichiko menentang dengan
makna yang sesat. Sedangkan disini Nikkan Jonin meluruskan pandangan yang tersesat
dengan tegas. Pertama – tama, kalau kita menyinggung sedikit mengenai Keimo yang
dikarang oleh Nichiko (1626 – 1698) dari sekte Fuju Fuseko, dimana merupakan
karangan ceramah yang menguraikan Gosho Nichiren Daishonin dengan makna tersesat
yang beranggapan bahwa Honmon dan Shakumon menjadi satu kesatuan. Karena apa
yang diucapkan oleh Nichiko adalah “Kalau belum menanggalkan pendirian sementara
dan mewujudkan pendirian sesungguhnya, maka Ichinen Sanzen pun belum
diwujudkan……”
Dimana sebaliknya dapat dikatakan bahwa sesudah menanggalkan pendirian
sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya, maka pandangan sesungguhnya,
sehingga sementara dan sesungguhnya menjadi satu kesatuan. Jadi justru perkataan
“Belum” dari belum menanggalkan pendirian sementara merupakan bukti perkataan
bahwa “Kalau sudah Honssaku Kempon maka Honshaku menjadi satu kesatuan.” Terhadap
hal ini Nikkan Jonin telah dengan singkat dan dengan tegas meluruskan pandangan yang
tersesat tersebut. Seandainya kalau perkataan “belum” dari belum Hosshaku menjadi
bukti tertulis bahwa Hosshaku menjadi satu kesatuan. Maka perkataan “belum” dari
“belum mewujudkan kebenaran yang sesungguhnya” (Migen Shinjitsu) yang terdapat
dalam Sutra Muryogi (sutra pembukaan dari Sutra Bunga Teratai) merupakan bukti
tertulis bahwa “ajaran sementara dengan ajaran sesungguhnya (gojitsu) menjadi satu
kesatuan.”
Sebab, kalau sesuai dengan cara pembahasan dalam Keimo, maka setelah
memasuki Sutra Bunga Teratai yang menjelaskan kebenaran. Dimana ajaran
sesungguhnya adalah sama apa boleh demikian?
Kutipan
Nichiko berulang kali mengajukan pertanyaan dengan mengatakan, bahwa perumpamaan
dari Gonjitsu merupakan suatu kekeliruan. Jika dapat mempergunakan dengan suatu
perumpamaan (gojitsu) yang sama, ,maka mengapa leluhur Nichiren Daisyonin hanya
membaca Hobenbon dengan menamakan Shaku yang saya baca dan tidak membaca Sutra
Amida dengan menamakan Gon yang saya baca, dan lain – lain. Pertanyaan ini
sesungguhnya merupakan suatu pertanyaan yang tidak wajar. Oleh karena itu Gonjitsu dan
Hosshaku bersamaan menjelaskan berdasarkan Badan Hukum (Hottai), maka dapat
mempergunakan satu perumpamaan yang sama. Sedangkan pembacaan sutra adalah
berdasarkan pada pertapaan, oleh karena itu berbeda tergantung pada waktu. Sedangkan
Nichiko masih mencapur adukan pertapaan dengan Badan Hukum (Hottai) apalagi,
bagaimanakah mengetahui Sutra dari ketiga masa?
Penjelasan
Disini berulang kali Nichiko mengajukan pertanyaan dengan berkata, sekarang
disini ketika mendiskusikan prihal Honmon dan Shakumon mengapa diambil contoh dari
Gojitsu. Bukankah ini merupakan suatu kesalahan? Seandainya kalau ketikan Honshaku
dapat mengambil contoh Gonjitsu sebagai contoh yang sama, maka mengapa ketika
Nichiren Daisyonin hanya membaca Bab Hopen dengan menamakan “Shakumon yang
saya baca” dan tidak membaca Sutra Amida dengan menamakan “Gon yang saya baca”.
Pertanyaan disini sama sekali merupakan pertanyaan yang bodoh sekali.
Nikkan Jonin dengan wajah tersenyum menjawab pertanyaan ini. Dimana
pertanyaan penyangkalan dari Nichiko ini sama sekali tidak tepat mengenai sasaran. Oleh
karena itu dikatakan Gon dengan Jitsu, Honmon dengan Shakumon adalah masalah dari
Badan Hukum, sedangkan pembacaan Bab Hoben maupun Sutra Amida merupakan
masalah pertapaan. Jadi dalam masalah Badan Hukum yang sama untuk menjelaskan
Honmon Shakumon dengan menarik perumpamaan dari Gojitsu tida ada suatu
pertentangan apapun. Sekarang yang dikatakan pertapaan itu akan berubah bentuknya,
sesuai dengan waktu. Oleh karena itu kedua hal ini pertapaan dan Badan Hukum sama
sekali tidak boleh dicampur adukan, maka itu harus di diskusikan dengan tegas
memisahkan kedua hal tersebut.
Akan tetapi, Nichiko dalam mendiskusikan mengenai Badan Hukum yakni
Honmon Shakumon, Gonjitsu telah menarik masalah pertapaan atas pembacaan Sutra
yang mana merupakan suatu kesalahan yang menentukan. Dengan demikian Nikkan
Jonin dengan keras mengecam bahwa orang buta tidak dapat mengerti hal – hal yang
dasar ini, bagaimanakah dapat mengerti urutan dari penyebarluasan Sutra selama tiga
masa?
Kutipan
Sekarang dengan menarik kalimat yang jelas untuk menyatakan pandangan – pandangan
yang keliru dari beliau dan lain – lain. Dalam Hokke Gengi 7 – 33 berkata : “Pertanyaan
mengatakan bahwa ketika semua Budha – Budha dari ketiga masa, kalau menyatakan
pendirian jiwa sejati (Kempon), apakah pendirian jiwa sejati dinyatakan ketika mencapai
kesadaran jiwa Budha yang pertama? Jawaban betapapun tidak semuanya menyatakan
pendirian jiwa sejati. Pertanyaan jika bagi Budha terdapat Shijo dan kujo juga Honshaku
dan Fuhoshaku, maka apakah terdapat Kaisan Kenichi dan Fukaisan Kenichi” dan lain –
lain.
Penjelasan
Nikkan Jonin ketika hendak meluruskan pandangan bahwa Honmon dan
Shakumon adalah suatu kesatuan telah menarik perumpamaan dari perbandingan
Gonjitsu. Namun Nichiko membantah dengan mengatakan bahwa perumpamaan dari
Gonjitsu merupakan sesuatu kekeliruan. Menjawab hal ini Nikkan Jonin telah menarik
bukti tertulis masa lampau bahwa dalam mendiskusikan perbedaan Honmon dan
Shakumon telah dipergunakan perumpamaan Gonjitsu.
Pertama – tama dalam Hokke Gengi Tien Tai Daishi berkata : “Menanya dengan
berkata bahwa semua Budha – Budha dari ketiga masa, kalau menyatakan pendirian sejati
(Kempon) apakah pendirian jiwa sejati diwujudkan ketika mencapai kesadaran jiwa Budha
yang pertama? “
Jawaban, betapapun tidak semuanya menyatakan pendirian jiwa sejati. Selanjutnya
menanyakan dengan berkata Budha terdapat Budha Shijo Shokaku dan Budha Kuon
Jitsujo dan juga kalau Budha terdapat Hosshaku dan Fuhoshaku, maka apakah terdapat
Kaisan Kenichi dan Fukaisan Kenichi? Dalam Hokke Gengi ini dengan tegas menjelaskan
bahwa Budha terdapat Hosshaku dan Fuhosshaku sehingga Honmon dan Shakumon
terbagi dengan jelas. Begitupun makna Honmon dan Shakumon terbagi dengan jelas,
bukankah terdapat Kaisan Kenichi dan Fukaisan Kenichi? Jadi dengan satu perumpamaan
dari Gojitsu pun dapat dipergunakan sebagai perumpamaan dari Honmon dan
Shakumon.
Kutipan
Dalam Hokke Mongu 9 – 18 berkata : “Dalam Sutra Bunga Teratai setelah membuka
jiwa kekal abadi (Kuon) namun meskipun dalam Jufugyo yang berikutnya menjelaskan
Kanjo, tentu tidak akan menutup jiwa kekal abadi (kuon). Kalau sesudah Esan Kiitsu
(Kaisan Kenichi) sudah tentu tidak perlu mengadakan Esan Kiitsu lagi “ dan lain – lain.
Dalam Hokke Mongu 62 berkata : “Ada orang yang berkata bahwa bab ini adalah
Shakumon, karena Budha telah mencapai kesadaran Budha sejak masa lampau yang jauh
sehingga Hukum Budha yang dijelaskan selama Budha muncul pada masa pertengahan
pun merupakan Shakumon, mengenai hal ini saya (Tien Tai Daishi) berpikir, meskipun
makna teorinya demikian, namun pembahasannya tidak tepat, karena pada tahap
pengkhotbahan bab ini dimana Budha Sakyamuni masih belum menjelaskan Honmon dan
Shakumon, maka tidak mungkin dapat mengetahui sebelumnya, bahwa bab ini merupakan
Shakumon.
Penjelasan
Melanjutkan kalimat Hokke Gengi diatas disini dengan menarik dua kalimat Hokke
Mongu sebagi bukti perumpamaan. Dalam Hokke Mongu Tien Tai Daishi berkata: “Setelah
memasukin Honmon Sutra Bunga Teratai berakhir dengan dijelaskannya mengenai jiwa
kekal abadi. Walau dalam Bab Fugyo yang berikutnya menjelaskan Konjo dari Boddhisatva
Fugyo, namun sama sekali tidak menutupi Kuon yang dijelaskan dalam Bab Juryo. Sama
halnya setelah memasuki Sutra Bunga Teratai dengan mengadakan Kaisan Kenichi maka
tidak perlu diadakan Kaisan Kenichi lagi.”
Disini yang dikatakan jauh atau dekat adalah perbedaan antara Honmon dan
Shakumon. Kutipan kalimat : “Setelah memasuki Honmon Sutra Bunga Teratai berakhir
dengan dijelaskan mengenai jiwa kekal abadi”, berarti mendiskusikan perihal Honmon
dan Shakumon. Sedangkan kutipan kalimat : “Setelah memasuki Sutra Bunga Teratai
dengan mengadakan Kaisan Kenichi maka tidak perlu diadakan Kaisan Kenichi lagi”,
berarti menjelaskan perihal Gonjitsu. Jadi dalam kalimat Hokke Mongu pun ketika
mendiskusikan perihal Honmon dan Shakumon telah menarik perumpamaan dari
Gonjitsu.
Dalam Hokke Mongu yang sama berkata: “Ada orang yang mengatakan bahwa Bab
ini (bab Shinge) adalah Shakumon karena Budha telah mencapai kesadaran sejak masa
lampau yang jauh yaitu sumber pokok dari Budha yang masa lampaunya sedemikian jauh
yang disebut 500 Jintengo……….. Jadi Hukum Agama Budha yang dijelaskan selama Budha
muncul pada masa pertengahan merupakan Shakumon. Mengenai hal ini saya (Tien Tai
Daishi) berpikir, “meskipun makna teorinya demikian, namum pembahasannya tidak tepat
karena pada tahap pengkhotbahan Bab ini (Bab Shinge) dimana Budha Sakyamuni masih
belum menjelaskan Honmon dan Shakumon, maka tidak mungkin dapat mengetahui
sebelumnya, bahwa Bab ini (Bab Shinge) merupakan Shakumon. Jika terjadi hal demikian,
maka sama seperti dalam tahap ajaran sementara (Gonkyo) yang masih belum menyadari
Sanjo (Shomon, Engaku dan Boddhisatva), namun telah menyadari kesadaran Budha dari
Sutra Bunga Teratai. Hal ini pasti tidak mungkin terjadi.”
Jadi setelah dijelaskan Honmon baru Shakumon yang dijelaskan sebelumnya
menjadi terang bahwa bahwa yang dijelaskan itu adalah Shakumon. Selama Honmon
masih belum dijelaskan, dimana Bab ini (Bab Shinge) adalah Shakumon sama sekali tidak
dapat diketahui. Jadi justru penjelasan Honmon akan menjelaskan dengan terang
perbedaan antara Honmon dan Shakumon. Dan setelah dijelaskan Honmon dimana
beranggapan bahwa Honmon dan Shakumon adalah satu kesatuan merupakan
pandangan yang salah sama sekali. Dalam kalimat ini pun untuk mendiskusikan
perbedaan Honmon dan Shakumon telah mengambil perumpamaan dari Gonjitsu.
Jadi Kutipan kalimat “Sebelum menjelaskan Honmon dan Shakumon bagaimanakah
dapat menyadari Bab Shinge adalah Shakumon,” merupakan penjelasan mengenai
Honmon dan Shakumon. Untuk membuktikan diskusi tersebut telah ditarik
perumpamaan Gonjitsu yang berbunyi : “Sebelum menyadari Sanjo (Shomon,Engaku dan
Boddhisatva), namun telah menyadari kesadaran Budha dari Sutra Bunga Teratai.”
Kutipan
Dalam Ki (Hokke Monguki dari Myoraku Daishin) 9 – 34 tertulis : “Setelah Honmon dari
Sutra Bunga Teratai diwujudkan, kalau masih ada yang menganut Kanjo yakni Shakumon,
maka sama halnya pada Shakumon yang telah menyadari Sanjo (Shomon, Engaku,
Boddhisatva)” dan lain – lain. Dalam Jibyosho tertulis : “Didalam Sutra Bunga Teratai
masih terdapat dua Sutra yakni Shakumon dan Honmon. Perbedaan atara Honmon dan
Shakumon adalah bagaikan perbedaan air dan api, langit dan bumi. Dan perbedaan ini
jauh melebihi perbedaan antara Sutra Bunga Teratai dan ajaran sebelum Sutra Bunga
Teratai (Nizen)” dan lain – lain. Apakah Tien Tai, Shoan, Myoraku dan leluhur Nichiren
kesemuanya bersalah? Bagaimanakah Nichiko?
Penjelasan
Disini terlebih lagi Nikkan Jonin menarik kalimat dari Myoraku dan Jibyosho dari
Nichiren Daisyonin untuk meluruskan kesesatan dari Nichiko. Dalam Hokke Monguki
Myoraku Daishin berkata : “Setelah menjelaskan Honmon dari Sutra Bunga Teratai, kalau
masih berkecimpung dengan pencapaian kesadaran Budha yang dekat(Konjo) yakni
didalam Shakumon dimana seperti Shakumon yang telah menyadari Sanjo, namun masih
berkecimpung dalam ajaran sementara yang belum menyadari Sanjo (Shomon, Engaku dan
Boddhisatva)” Disinipin kutipan kalimat : “setelah menjelaskan Honmon dari Sutra Bunga
Teratai kalau masih berkecimpung dengan pencapaian kesadaran Budha yang dekat
(Konjo)” mendiskusikan Honmon Dan Shakumon.
Sedangkan kutipan kalimat “dalam Shakumon dimana seperti Shakumon yang telah
menyadari Sanjo, namun masih berkecimpung dalam ajaran sementara yang belum
menyadari Sanjo” mendiskusikan ajaran sesungguhnya (Jikkyo). Dimana dalam
mendiskusikan masalah Honmon dan Shakumon telah menarik bukti perumpamaan dari
Gonjitsu.
Dalam Gosho Jobyosho, Nichiren Daishonin berkata : “Dalam Sutra Bunga Teratai
terdapat dua Sutra yaitu Shakumon dan Honmon. Perbedaan Honmon Shakumon ini
adalah perbedaan bagai air dan api, lagit dan bumi, perbedaannya melebihi perbedaan
antara Sutra Bunga Teratai dengan Sutra Nizen”.
Begitupun perbedaan Honmon Shakumon dikatakan bagai perbedaan air dan api, bumi
dan langit. Sedangkan keunggulan anatara Honmon dan Shakumon dijelaskan dengan
menarik perumpamaan perbedaan dari Gonjitsu dengan kutipan kalimat yang berbunyi
sebagai berikut : “Perbedaan ini jauh melebihi perbedaan antara Sutra Bunga Teratai
dengan Sutra Nizen.” Dengan demikian Nichiren Daisyonin dan arif bijaksana lainnya
seperti Tien Tai, Shoan, Myoraku dan sebagainya selalu membagi dengan tegas Honmon
Dan Shakumon. Selanjutnya untuk mendiskusikan hal itu menarik perumpamaan dari
Gonjitsu.
Kalau pandangan yang tersesat dari Nichiko yang mengatakan : “Kalau perkataan
sebelum dari sebelum menanggalkan pendirian sementara (Mihosshaku) merupakan bukti
kesatuan Honmon dan Shakumon.” Maka Nikkan Jonin dengan menarik perumpamaan
dari Gonjitsu untuk meluruskan pandangan yang salah antara Honmon dan Shakumon
dengan berkata : “Kalau demikian apakah perkataan sebelum dari sebelum mewujudkan
ajaran sesungguhnya (Miken Shinjitsu) merupakan bukti kesatuan antara Gonjitsu.” Kalau
ini merupakan suatu kesalahan apakah makna yang diutarakan oleh arif bijaksana masa
lampau merupakan suatu kesalahan.
Kutipan
Begitupun kalau menunjukan satu perumpamaan berdasarkan pertapaan. Maka leluhur
Nichiren Daisyonin adalah Guru pimpinan Honmon masa mappo. Maka pertapaan pokok
adalah Honmon, pertapaan tambahan (sampingan) adalah Shakumon. Oleh karena itu
dengan membaca Bab Hoben dengan menamakan Shakumon yang saya baca. Begitupun
Tien Tai adalah Guru pimpinan dari Shakumon masa Zoho, maka pertapaan pokok adalah
Sutra Bunga Teratai dan pertapaan tambahan (sampingan) adalah Sutra – Sutra sebelum
Sutra Bunga Teratai (Nizen). Oleh karena itupun Tien Tai membaca Sutra Mida, biarpun
orang lain membaca Sutra Mida dan lain – lain, namun mempunyai pembacaan yang
berlainan. Yaitu “Walau dimulut mengutarakan ajaran sementara (Gonkyo), namun hati
dalamnya sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran sesunguhnya (Mahayana)” dan
lain – lain. Sedangkan bukankah berarti membaca Sutra Mida dengan menamakan Gon
yang saya baca. Bagiamanakah Nichiko?
Penjelasan
Oleh karena Nichiko mencapuradukan hal Badan Hukum dan pertapaan, maka
dengan selesainya dijelaskan mengenai Badan Hukum , marilah setahap lebih mendalam
membicarakan mengenai masalah pertapaan. Hal yang penting dalam masalah pertapaan
adalah memperhatikan bahwa sekarang adalah masa yang bagaimanakah? Dimana
pertapaan dimasa Hidupnya Budha Sakyamuni, pertapaan masa Shoho dan Zoho,
begitupun pertapaan dimasa Mappo semuanya berbeda isi dan cara pertapaan
berdasarkan waktu.
Kalau berdasarkan pendirian Nichiren Daisyonin, maka Nichiren Daisyonin adalah
Guru pembimbing Honmon masa Mappo. Jadi pertapaan pokok mempergunakan
Honmon dan pertapaan tambahan dipergunakan Shakumon. Oleh karena itu, Nichiren
Daisyonin membaca Bab Hoben dengan menamakan “Shakumon yang saya baca”, namun
hal ini dibaca dengan Shoha (pengingkaran) dan Shakumon (peminjaman kalimat). Jadi
Shoha berarti Bab Hoben bagi masa Mappo sekarang ini tidak bermanfaat, sedangkan
Shakumon (peminjaman kalimat) berarti meminjam kalimat Bab Hoben untuk
mewujudkan Nammyohorengekyo dari ketiga Hukum Rahasia Agung.
Selanjutnya menurut Tien Tai Daishi yang berpendirian sebagi Guru pembimbing
Shakumon masa Zoho, maka pertapaan pokok adalah Sutra Bungan Teratai, sedangkan
pertapaan tambahan mempergunakan Sutra Nizen. Oleh karena itu Tien Tai Daishi pun
sama seperti orang lainnya membaca Sutra Mida, namun sama sekali berlainan dalam
pembacaannya dimana mereka percaya bahwa Sutra tersebut adalah yang tertinggi.
Jadi walau Tien Tai Daishi menyebut ajaran sementara yang mana tidak lain karena
menyesuaikan dengan keadaan diluar namun sesungguhnya hatinya berdasarkan Sutra
Bunga Teratai. Sama seperti Nichiren Daisyonin membaca Bab Hoben (Shakumon)
dengan menamakan Shakumon yang saya baca, begitupun sama halnya Tien Tai Daishi
membaca Sutra Nizen dan ajaran sementara sebagai Gon (ajaran sementara) yang saya
baca. Jadi pandangan yang tersesat dari Nichiko baik dari segi Badan Hukum (Hottai)
maupun pertapaan telah seluruhnya diluruskan oleh Nikkan Jonin.
Kutipan
Pertanyaan begitupun dalam Keimo tertulis : “Mengenai pencapaian kesadaran Budha dari
Shamon dan Engaku yang telah diutarakan dalam tahap Shakumon, dimana dalam Bab
Kenhoto ke 11 Sutra Bunga Teratai Budha Taho dan Budha – Budha lainya telah
menghadiri upacara Bunga teratai, untuk menyaksikan kebenaran dari Sutra Bunga
Teratai. Oleh karena itu walaupun masih belum menanggalkan pendirian sementara dan
menegakkan pendirian sesungguhnya, namun Ichinen Sanzen yang sesungguhnya telah
dijelaskan, sehingga kesadaran Budha dari Shomon dan Engaku pun telah ditetapkan.
Walaupun demikian, dikatakan bahwa pada Shakumon dimana Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya belum terwujudkan. Begitupun pencapaian kesadaran Budha dari Shomon,
Engaku belum di tetapkan sehingga tidak lain berarti dengan pendirian Kuon Jitsujo dari
Honmon untuk menangggalkan Shijo Shokaku dari Shakumon. Dengan demikian maksud
sesungguhnya dari penanggalan Shinjo Shokaku dengan Kuon Jojitsu adalah untuk
menanggalkan Shakumon Sutra Bunga Teratai yang dianut oleh Tien Tai dan lain – lain.
Bagaimanakah maknanya?
Penjelasan
Inipun pertanyaan yang terdapat dalam Kaimo dari Nichiko. Kalau kutipan Kaimo
ini diterjemahakan adalah sebagai berikut : Mengenai pencapaian kesadaran Budha dari
Shomon dan Engaku yang telah dijelaskan dalam tahap Shakumon, dimana dalam Bab 11
Kenhoto Sutra Bunga Teratai Budha Taho dan seluruh Budha – Budha lainnya telah
menghadiri upacara Sutra Bunga Teratai untuk menyaksikan kebenaran Sutra Bunga
Teratai dimana berkata : “semua yang diutarakan adalah benar” . Jadi walau belum
menanggalkan pandangan sementara dan mewujudkan pandangan sesungguhnya
(Hosshaku Kempon) namun Ichinen Sanzen telah dijelaskan. Begitupun kesadaran Budha
dari Nijo telah ditetapkan. Walaupun demikian Nichiren Daisyonin dalam Kaimokusho
mengatakan bahwa dalam Shakumon masih belum mewujudkan Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya, begitupun pencapaian kesadaran Budha dari Nijo belum ditetapkan.
Bukankah ini merupakan perkataan berdasarkan pandangan Kuon Jitsujo dari Honmon
untuk menanggalkan Shinjo Shokaku. Dengan demikian makna sesungguhnya dari
penanggalan Shinjo Shokaku dengan berdasarkan Kuon Jitsujo adalah untuk
menanggalkan Shakumon Sutra Bunga Teratai yang dianut oleh Tien Tai.
Maksud sesungguhnya dari Nichiko betapapun ingin menyatakan Honmon dan
Shakumon merupakan satu kesatuan. Oleh karena Shakumon telah dibuktikan oleh
Budha Taho dan seluruh Budha – Budha lainnya didalam Bab Kenhoto Sutra Bunga
Teratai, maka apakah sesudah menanggalkan pendirian sementara (Mihosshaku) sama
sekali tidak mempunyai masalah, melainkan dalam Shakumon telah dijelaskan Ichinen
Sanzen yang sesungguhnya.
Begitu pun telah ditetapkan pencapaian kesadaran Budha dari Nijo. Oleh karena Nichiko
tidak mengetahui apa yang dikatakan “Tujuan perbandingannya tidak sama (Shotai
Fudo)”, sehingga terjadi kesalahan demikian. Mengenai hal ini Nikkan jonin
meluruskannya dengan tegas memuaskan.
Kutipan
Nikkan Jonin berkata dengan menyangkal : “Nichiko,anda bodoh sekali! Pencuripun masih
mempunyai dasar kewajaran untuk menuntut keuntungan dari sandang pangan.
Keuntungan apakah yang anda tuntut, sehingga menyelewengkan kalimat yang luhur
berdasarkan kehendak diri sendiri yang jahat. Dimana Myoraku berkata, berbagai Hukum
Budha tidak tetap maknanya, dimana tergantung pada apakah yang diperbandingkan.
Dengan demikian pula leluhur Budha Nichiren Daisyonin berkata: “Pada hakekatnya
tergatung pada Sutra – Sutra bagaimanakah yang diperbandingkan dan harus menilai
keunggulan dan kekurangan dari berbagai Sutra – Sutra“ dan lain – lain. Kalimat diatas
yang menerangkan dimana Budha Taho dan Budha lainnya telah menghadiri upacara
Sutra Bunga Teratai untuk menyaksikan kebenaran Shakumon Sutra Bunga teratai adalah
karena membandingkan ajaran Nizen dan ajaran Mahayana. Oleh karena itu dalam
kalimat kesimpulanya tertulis: “Hukum ini adalah untuk membandingkan Shakumon dan
Nizen” dan lain – lain.
Sekarang dikatakan “Ichinen Sanzen sesungguhnya belum terwujudkan” adalah karena
memperbandingkanya terhadap Honmon. Oleh karena itu dikatakan “Kalau masih belum
menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pandangan sesungguhnya. Sehingga
walaupun pada Shakumon yang sama, namun tergantung pada perbandingan yang
bagaimanakah sehingga terjadi kenyataan maupun kekosongan dan menimbulkan
perbedaan bagai lagit dan bumi. Oleh karena itu dikatakan bahwa : “Karena masih belum
mewujudkan penanggalan pendirian sementara dan menegakkan pendirian sesungguhnya
(Hosshaku Kempon)” dan lain – lain. Kalau masih tetap menyangkal hal ini, apakah seluruh
kehidupan Budha Sakyamuni dapat dikatakan benar? Dalam Kalimat Kaimokusho yang
tersebut diatas berkata : “Ajaran seluruh kehidupan Budha Sakyamuni selama 50 tahun
kalau dibandingkan dengan ajaran dan filsafat selain Hukum Agama Budha akan manjadi
ajaran Mahayana. Ini adalah perkataan sunguh – sungguh dari orang dewasa” dan lain –
lain. Bagaimanakah Nichiko?
Penjelasan
Kalimat diatas adalah jawaban dari Nikkan Jonin yang meluruskan pandangan
tersesat. Pencuripun masih mempunyai dasar kewajaran untuk menuntut keuntuingan
dari sandang pangan. Keuntungan apakah yang anda tuntut sehingga anda
menyelewengkan kalimat yang luhur berdasarkan kehendak sendiri yang jahat. Myoraku
Daishi berkata : “Berbagai Hukum Agama Budha tidak tetap maknanya, dimana
tergantung dengan apakah ia diperbandingkan”.
Dalam Hokke Shoyu Sho, Nichiren Daisyonin berkata : “Pada hakekatnya
berdasarkan penjelasan yang diperbandingkan terhadap Sutra yang bagaimanakah
sehinga menentukan keunggulan dan kelemahan dari berbagai Sutra.” Dalam Kaimokusho
dengan menarik pembuktian dari Budha Taho dan seluruh Budha – Budha lainnya,
sehingga ditetapkan kebenaran dari Shakumon adalah karena diperbandingkan dengan
Sutra – Sutra Nizen dan ajaran sementara lainnya.
Jadi dalam Kaimokusho yang menyimpulkan bagian ini tertulis bahwa “Hukum ini
adalah perbandingan antara Shakumon dan Nizen”. Jadi mengenai Shakumon Sutra Bunga
Teratai dimana dalam Kaimokusho dikatakan bahwa “Belum diwujudkan Ichinen Sanzen
sesungguhnya” adalah dikatakan demikian, karena diperbandingkan dengan Honmon.
Oleh karena itu pada mulanya dikatakan “Oleh karena masih belum menanggalkan
pendirian sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya”. Jadi walau Shakumon
yang sama pun akan menjadi nyata maupun tidak nyata berdasarkan dengan apakah
diperbandingkanya. Yang mana akan mengakibatkan perbedaan bagi langit dan bumi.
Selanjutnya kalau masih tetap menyangkal hal ini, apakah ajaran seluruh kehidupan
Budha Sakyamuni dapat dikatakan benar?
Maka dalam Kaimokusho diajarkan “seluruh ajaran selama 50 tahun kalau
diperbandingkan dengan ajaran selain Hukum Agama Budha merupakan ajaran
Mahayana. Ini merupakan suatu kenyataan yang wajar”. Dengan demikian Nikkan Jonin
menunjukan prinsip tujuan perbandingan tidak sama (Shotai Fudo) yang sangat penting
dalam Hukum Agama Budha untuk meluruskan pandanmgan yang tersesat dari Nichiko.
Dalam Sutra Nizen pun terdapat berbagai Sutra yang menunjuk dirinya sebagai raja dari
segala Sutra ataupun dikatakan sebagai Sutra yang terunggul. Sebagi umpama “raja dari
segala Sutra” yang terdapat dalam Sutra Konkomyo. Terunggul dari seluruh Sutra yang
terdapat dalam Sutra Mitsugon ataupun “terunggul dari segala sesuatu” yang terdapat
dalam Sutra Rokuharamitsu dan yang masih terdapat banyak contoh – contoh nyata.
Namun dalam Hokkeshuyosho Nichiren Daisyonin menjelaskan : “Kutipan –kutipan
kalimat itu adalah mirip dengan ketiga huruf Ikoto yang lalu, sekarang dan akan datang
dari Sutra Bunga Teratai.”
Walaupun demikian kalau diperbandingkan dengan Sutra – Sutra Bontai, Shiten
dan sebagainya, maka akan menjadi raja dari seluruh Sutra ataupun kalau
diperbandingkan dengan Sutra – Sutra Theravada akan menjadi raja dari segala sutra.
Begitupun kalau diperbandingkan dengan Sutra – Sutra Kegon, Shoman dan sebagainya
akan menjadi yang terunggul dari segala Sutra. Sungguh dengan memperbandingkan
Sutra – Sutra selama 50 tahun lebih, antara Mahayana dan Theravada, ajaran sementara
dan ajaran sesungguhnya, ajaran nyata dan rahasia (Kenmitsu) tidak lain akan
mewujudkan maharaja dari raja berbagai Sutra.
Jadi disini Nichiren Daisyonin mengajarkan bahwa lemah unggulnya segala Sutra
ditetapkan berdasarkan dengan Sutra apakah Sutra itu diperbandingkan. Seandainya
kalau tidak mengetahui prinsip “tujuan perbandingan yang tidak sama” maka akan
tersesatkan oleh kalimat sperti “raja dari berbagai Sutra” maupun “terunggul dari segala
sutra”. Yang mana akan selalu terjerumus kedalam ajaran Nizen yang terendah. Sama
halnya selalu mempertahankan Shakumon dengan pandangan yang tersesat dan tidak
memasuki Honmon. Begitupun makna diatas kalimat dari Sutra Bunga Teratai dan tidak
mau percaya makna didasar kalimat Bab Juryo adalah disebabkan karena tidak
mengetahui prinsip tujuan perbandingan yang tidak sama, namun kalau menyelidiki dari
berbagai sudut Sutra – Sutra maka ajaran yang tertinggi satu – satunya tidak lain adalah
Nammyohorengekyo.
Kutipan
Apalagi dengan berdasarkan Kuon Jitsujo menanggalkan Shinjo Shokaku sehingga
menjelaskan bahwa Ichine Sanzen dari Shakumon itu bukankah Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya. Anda pun mengetahui hal ini. Kalau unggul dan rendahnya Honmon dan
Shakumon tidak benar, bagaimanakah leluhur Budha Nichiren Daisyonin dapat
meluruskan Hukum Ichinen Sanzen secara teori dari Shakumon yang diterangkan oleh Tien
Tai Daishin dari jaman Zoho tanpa pegangan apapun? Dalam Kaimokusho hal 197 berkata
: “Setelah memasuki ajaran Honmon. Kalau Shinjo Shokaku dapat ditanggalkan maka
akibat dari ke 4 ajaran (sebelum Honmon) semuanya dapat ditanggalkan. Kalau akibat ke
4 ajaran (sebelum Honmon) semuanya dapat ditanggalkan , maka sebab dari ke 4 ajaran
dapat ditanggalkan. Dengan menanggalkan sebab akibat sepuluh dunia dari Nizen dan
Shakumon sehingga mewujudkan sebab akibat dari Honmon, justru inilah Hukum Agama
Budha dari Hon In Honga. Sembilan dunia pun mencakupi dunia Budha yang tak berawal,
sehingga sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia (Jukkai Gogu). Seratus dunia seribu
aspek (Hyakai Sennyo) dan Ichinen Sanzen yang sesungguhnya” dan lain – lain.
Penjelasan
Disini Nikkan Jonin mendiskusikan secara lebih mendalam mengenai kutipan
dalam Keimo dari Nichiko yang diterangkan pada Bab sebelumnya berbunyi : “Dengan
pendirian Kuon Jitsujo dari Honmon untuk menanggalkan Shinjo Shokaku dari Shakumon.”
Dalam Keimo terdapat kutipan kalimat yang berbunyi : “Dikatakan bahwa pada
Shakumon dimana Ichinen Sanzen yang sesungguhnya belum terwujudkan. Begitupun
pencapaian kesadaran Budha dari Shomon dan Engaku belum ditetapkan sehingga tidak
lain berati dengan pendirian Kuon Jitsujo dari Honmon untuk menanggalkan Shinjo
Shokaku dari Shakumon….”
Memang tepat demikian dimana Nichiren Daisyonin dengan jelas memperbandingkan
Honmon dan Shakumon dengan pendirian Kuon Jitsujo dari Honmon telah menanggalkan
Shijo Shokaku dari Shakumon.
Oleh karena itu, dengan jelas dapat diketahui bahwa Ichinen Sanzen dari Shakumon
bukan Ichinen Sanzen yang sesungguhnya.
Seandainya, kalau lemah unggulnya Honmon Shakumon bukan sesuatu yang
sesungguhnya, maka mengapa Nichiren Daisyonin dapat menanggalkan teori Hukum
Ichinen Sanzen dari Shakumon Sutra Bunga Teratai masa Zoho. Justru karena terdapat
ungul lemahnya Honmon Shakumon, begitupun justru karena Shakumon dari Zoho yang
telah lewat jaman, tidak berguna bagi masa Mappo sekarang ini, sehingga Nichiren
Daisyonin dapat meluruskan teori Shakumon dari Tien Tai Daishi.
Mengenai hal ini Nichiren Daisyonin dalam Kaimokusho menjelaskan “Setelah memasuki
Honmon, kalau dapat menanggalkan Shijo Shokaku maka akan menanggalkan akibat dari
keempat ajaran” Maksud kalimat ini berarti bahwa setelah memasuki Honmon Sutra
Bunga Teratai dimana Budha Sakyamuni telah menanggalkan pendirian Shijo Shokaku
dengan menjelaskan pencapaian kesadaran Buddha pada masa 500 Jintengo yang
lampau.
Sebagai akibat telah menanggalkan badan Budha yang dijelaskan dalam berbagai ajaran
dari Zo Tsu, Betsu dan En. Kalau akibatnya ditanggalkan maka dengan sendirinya
menanggalkan sebab – sebab pertapaan yang dilaksanakan hingga sekarang.
Terlebih lagi, Budha Sakyamuni setelah memasuki ajaran Honmon langsung
menanggalkan sebab akibat sepuluh dunia yang dijelaskan dalam Nizen Shakumon
dengan menerangkan wujud sesungguhnya dari Kuon dan sebab akibat sepuluh dunia
dari Honmon. Ini adalah Hukum Hon in (Sebab Pokok) dan Hon Ga (Akibat Pokok).
Hukum Hon In dan Hon Ga berarti bahwa kesembilan dunia pun sejak masa yang tak
berawal yaitu telah memiliki dunia Budha sejak Kuon Ganjo.
Begitupun dunia Budha memiliki kesembilan dunia tak berawal, sehingga merupakan
sepuluh dunia, seribu Nyoze dan Hukum Ichinen Sanzen yang sesungguhnya.
Kutipan
Kutipan kalimat “Kalau Shijo Shokaku dapat ditanggalkan” berarti dalam Sutra Bunga
Teratai Bab Juryo berkata : “ Sesungguhnya saya menyadari jiwa Budha ini sejak masa
yang tak terhingga lamanya (Ga Jitsu Jobutsu Irai Muryomuhen)” dan lain – lain. Yakni
kalimat ini yang menangglakan Shinjo Shokaku dari Nizen Shakumon ini menjadi satu
perkataan “bualan besar”. Tien tai berkata dan lain – lain …… Leluhur Budha Nichiren
Daisyonin berkata dan lain – lain : “ Kalau akibat dari ke 4 ajaran sebelum Hanmon
semuanya dapat ditanggalkan, maka begitupun sebab dari ke 4 ajaran sebelum Honmon
semuanya dapat ditanggalkan” dan lain – lain, berarti dalam Hokke Gengi Roll ke 7 yang
dengan jelas menerangkan sepuluh Myo dari Honmon. Didalam sebab akibat dari sepuluh
dunia tidak berarti sebab akibat yang dimiliki oleh masing – masing sepuluh dunia,
melainkan berarti sebab adalah Sembilan dunia, akibat adalah dunia Budha. Oleh karena
itu dikatakan sebagai sebab akibat dari sepuluh dunia. Bersama ini dengan
mengkhotbahkan sebab pelaksanaan Budha Sakyamuni sehingga menampung ke 9 dunia
kedalamnya.
Penjelasan
Disini menjelaskan lebih mendalam mengenai kutipan kalimat Kaimokusho yang
disebut diatas. Dalam kutipan kalimat “Kalau menanggalkan Shijo Shokaku” dari
Kaimokusho ini menunjukan kalimat yang dijelaskan dalam Bab Juryo yang berbunyi :
“Sejak saya mencapai kesadaran Budha telah berlalu waktu yang tak terhitung dan tak
terhingga”. Jadi Budha Sakyamuni belum memasuki Bab Juryo ini meneruskan penjelasan
pencapaian kesadaran Budha dengan pertapaan masa sekarang ini, namun setelah
memasuki Bab Juryo menjelaskan Kuon bahwa beliau telah mencapai kesadaran Budha
pada masa 500 Jintengo yang lampau. Dan kalimat Juryo ini merupakan proklamasi yang
membatalkan dari dasarnya ajaran Nizen Shakumon. Mengenai hal ini Tien Tai Daishi
maupun Nichiren Daisyonin menjelaskan dengan terang dalam berbagai karangannya.
Selanjutnya mengenai kutipan kalimat : “Kalau akibat keempat ajaran dapat
ditanggalkan” dimana dalam Bab ke 7 Hokke Gengi yang menjelaskan sepuluh Myo dari
Honmon menjelaskan hal ini dengan terang. Sebab akibat dari sepuluh dunia yang
terdapat dalam Kaimokusho ini bukan sebab akibat yang mencakupi dari masing –
masing dunia neraka hingga dunia Budha, melainkan hubungan sebab akibat yang
menjadikan kesembilan dunia sebagai sebab dan dunia Budha sebagai akibatnya.
Seperti yang sebelumnya, dimana kalau akibat dari keempat ajaran yaitu dunia Budha
Shijo Shokaku dapat ditangggalkan maka sebab keempat ajaran yaitu kesembilan
duniapun dapat ditanggalkan. Dengan menangggalkan kesepuluh dunia dari Nizen
Shakumon ini dimana setelah memasuki Honmon maka inti hakekat dan kekekalan dari
Dunia Budha menjadi jelas adanya. Begitupun bersamaan dengan itu dijelaskan
“Gahongyo Bosatsudo (sayapun pada dasarnya menjalankan pertapaan Boddhisatva)”
yang mencakupi seluruh kesembilan dunia yang merupakan sebab pelaksanaan
pertapaan Budha Sakyamuni.
Kutipan
“Yakin inilah Hukum Agama Budha Ho In Hon Ga” berarti disinilah terdapat wasiat sakti
yang mendalam sekali yang disebut berdasarkan makna diatas kalimat dan makna didasar
kalimat. Sekarang disini akan menjelaskan berdasarkan makna diatas kalimat. Sebab
pokok dasar (Hon In) yakni kesembilan dunia yang tak berawal.
Oleh karena itu dalam Sutra berkata ; “Jiwa sejati saya yang tercapai dalam pertapaan
Boddhisatva sampai sekarang pun masih belum berakhir hingga masa yang tak terhingga”
dan lain – lain. Tien Tai berkata : “Ketika meningkat pada Syoju telah menyadari jiwa yang
kekal” dan lain – lain.
Karena sudah kekal abadi pada sebab pokok dasar (Hon In), maka disebut Sembilan dunia
yang tak berawal. Kalau sebab dasar pokok (Hon In) sudah kekal abadi, maka sewajarnya
akibat pokok dasar (Hon Ga) pun kekal abadi. Oleh karena itu dalam sutra berkata :
“Sesungguhnya saya telah mencapai kesadaran Budha sejak masa Kuon kekal abadi yang
sangat jauh serta panjang usianya adalah Asogiko yang tak terhingga dan
kekekalabadiannnya yang tak pernah berkurang untuk selama – lamanya” dan lain – lain.
Karena sudah kekal abadi pada akibat pokok dasar (Hon Ga), maka disebut dunia Budha
yang tak berawal. Inilah Ichinen Sanzen yang sudah terdapat sejak kekal abadi (Honnu
Joju), nama dan badan sesungguhnya terkandung bersama – sama (Myo Tai Gujitsu),
sehingga dinamakan sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia (Jukkai Gogu), seratus
dunia seribu aspek (Hyakkai Sennyo) dan Ichinen Sanzen yang sesungguhnya.
Penjelasan
Disini merupakan bagian yang menjelaskan dengan jelas mengenai kalimat
“Hukum sebab pokok dan akibat pokok” dari kutipan kalimat Kaimokusho diatas.
Mengenai kutipan kalimat “Ini adalah Hukum sebab pokok dan akibat pokok” dari
Kaimokusho dimana pada sekte Nichiren Shoshu terdapat wasiat yang mendalam dan
rahasia yang membagi kalimat tersebut berdasarkan di atas kalimat dan di dasar kalimat.
Kalau sekarang disini dijelaskan berdasarkan di atas kalimat maka sebab pokok (Hon In)
ini tidak berawal, yakni kesembilan dunia dari Kuon Ganjo. Dalam Bab Juryo terdapat
kalimat yang berbunyi “Saya pada dasar pokoknya melaksanakan pertapaan Boddhisatva
dimana usia jiwa Budha yang telah dicapai hingga sekarang masih belum berakhir
(Gahongyo Bosatsu Shoju Yumyo Konjumijin)” yang mana menjelaskan pertapaan
kesembilan dunia yang tak berawal dan menerangkan kekekalan dari kesembilan dunia.
Dalam Hokke Mongu Tien tai Daishi berkata : “Ketika meningkat pada Shoju, sudah
memperoleh usia yang kekal abadi” jadi dalam melaksanakan pertapaan Boddhisatva
Kuon Ganjo ketika meningkat pada tingkat Shoju sudah menyadari jiwa kekal abadi yang
tak berawal akhir.
Dengan demikian, dalam tahap pertapaan sebab pokok kesembilan dunia kalau
sudah terdapat akibat pokok kekekal abadiannya maka sewajarnya dunia Budha pun tak
berawal akhir dan kekal abadi. Oleh karena dalam Bab Juryo terdapat kalimat yang
berbunyi : “Sesungguhnya setelah saya mencapai kesadaran Budha sejak masa Kuon kekal
abadi yang sangat jauh serta panjangnya usianya adalah Asogiko yang tak terhingga dan
kekekal abadiannya yang tak pernah berkurang untuk selama – lamanya” dimana
dijelaskan kekekalan akibat pokok (Hon Ga Joju) dan dunia Budha yang tak berawal.
Dengan demikian Ichinen Sanzen dari Honmon menjelaskan sebab pokok dan
akibat pokok. Dan oleh karena menjelaskan dasar pokok kekekal abadian dari Kuon maka
merupakan Ichinen Sanzen yang dimiliki sejak asal mula dan kekal abadi maupun nama
dan badan yang sesungguhnya (Myo Tai Gujitsu) dan justru inilah Jukkai Gogu, Hyakkai
Senyo dan Ichinen Sanzen yang sesungguhnya.
Kutipan
Selanjutnya kalimat “Seratus dunia seribu Nyo Ze (Hyakkai Sennyo) berarti dalam
Honzonsho 8 – 18 berkata “Shakumon adalah Budha dari Shijo Shokaku yang menjalankan
seratus dunia seribu Nyo Ze (Hyakkai Sennyo) yang tidak ada dasar pokoknya namun
sekarang ada (Honmu Konnu) dan Honmon adalah sepuluh dunia yang berdasarkan pada
Kuon dan telah mewujudkan Kokudo Seken” dan lain – lain. Dalam Shakumon karena
belum menjelaskan Kokudo Seken sehingga terbatas pada seratus dunia seribu Nyo ze
(Hyakkai Sennyo). Meskipun demikian penjelasan Ichinen Sanzen dalam Bab Hoben
Shakumon adalah tepat, yaitu pasti terdapat sesuatu pegangan, sehingga dijelaskan
Ichinen Sanzen. Namun kalau ini dijelaskan dengan pemecahan yang lebih mendalam,
maka Shakumon hanya menjelaskan seratus dunia seribu Nyo ze (Hyakkai Sennyo) saja.
Dalam Honzonsho berkata : “Apakah perbedaan antara seratus dunia serubu aspek
(Hyakkai Sennyo) dengan Ichinen Sanzen? Menjawab dengan berkata, seratus dunia seribu
Nyo Ze (Hyakkai Sennyo) hanya terbatas pada yang berperasaan saja (Ujo) sedangkan
Ichinen Sanzen mencakupi yang berperasaan dan yang tak berperasaan (Hijo)” dan lain –
lain.
Penjelasan
Ini adalah bagian terakhir yang mendiskusikan Ichinen Sanzen dengan
memperbandingkan Honmon dan Shakumon . sebelum bagian ini dijelaskan semua
berpendirian pada pendirian yang dinamakan Shakumon Honmon kedua – duanya
merupakan Ichinen Sanzen. Jadi tidak lain berdasarkan pandangan sementara.
Sedangkan bagian terakhir ini dijelaskan pandangan yang lebih mendalam, jadi
dalam tahapan Shakumon masih belum melampaui batas Hyakkai Sennyo. Namun
Ichinen Sanzen baru disimpulkan dengan sempurna setelah memasuki Honmon.
Mengenai Shakumon yang berakhir pada Hyakkai Sennyo dimana dalam Kanjin
Honzonsho berkata ; “Shakumon adalah Budha dari Shijo Shokaku dan menjelaskan
Hyakkai Sennyo yang tidak mempunyai wujud sesungguhnya namun sekarang ada (Honmu
Konnu)”. Makna kalaimat ini berarti Shakumon adalah Budha Shijo Shokaku.
Shakumon adalah Budha Shijo Shokaku yang menjelaskan Hyakkai Sennyo yang
tidak mempunyai wujud sesungguhnya namun sekarang ada (Honnu Konnu). Sebaliknya,
dalam Honmon dijelaskan berdasarkan kekekalabadian Kuon dari sepuluh dunia,
sehingga mewujudkan Kokudo Seken yang mana Ichinen Sanzen menjadi sempurna
adanya.
Oleh karena dalam Shakumon masih belum menjelaskan Kukodo Seken sehingga belum
mewujudkan Hyakkai Sennyo yang sempurna. Disamping itu hingga kini dikatakan
bahwa dalam Bab Hoben Shakumon menjelaskan Ichinen Sanzen, karena terdapat dasar
pokok yang seksama. Jadi dengan berdasarkan Honmon mengadakan penilaian kalimat
berdasarkan maknanya dapat dikatakan telah dijelaskan Ichinen Sanzen.
Namun kalau hal ini ditinjau secara seksama maka bagian yang dijelaskan dalam Bab
Hoben Shakumon hanya sampai Hyakkai Sennyo saja dan belum menjelaskan Ichinen
Sanzen.
Dalam Kanzin No Honzonsho berkata : “Apakah perbedaan antara Hyakkai Sennyo
dengan Ichinen Sanzen? Jawaban, Hyakkai Sennyo terbatas pada dunia perasaan saja,
namun Ichinen Sanzen mencakupi dunia perasaan dan tak berperasaan”. Hyakkai Sennyo
yang dijelaskan dalam Bab Hoben Sutra Bunga Teratai betapapun masih berada dalam
lingkungan dunia berperasaan, namun setelah memasuki Honmon karena dengan
dijelaskannya Kokudo Seken, sehingga mencakupi dunia tak berperasaan.
Jadi Ichinen Sanzen mencakupi yang berperasaan dan yang tak berperasaan.
Setelah memasuki Bab Juryo Budha Sakyamuni menjelaskan bahwa dirinya sejak masa
lampau Kuon yang jauh telah menetap secara kekal abadi didunia yang kotor ini dan
selalu memberi khotbah dan bimbingan kepada umat manusia.
Dalam tahap Nizen Shakumon menjelaskan bahwa Budha tidak berada pada dunia ini
(Shaba Sekai) melainkan berada didunia yang sama sekali berlainan yang disebut
Jakkodo, justru setelah memasuki Bab Juryo ini baru menegakkan prinsip Shaba Soku
Jakko.
Jadi dalam Bab Juryo baru menunjukkan bahwa tanah air dan pohon, rumput yang tak
berperasaan pun memiliki sifat Budha. Hal ini sungguh merupakan suatu hal yang sangat
dramatis.
Disini dijelaskan Kokudo Seken, Honkokudomyo, sehingga Ichinen Sanzen dari
Honmon dapat didirikan. Selanjutnya, terlebih lagi bahwa keagungan dari Hukum Agama
Budha adalah walau dikatakan Hukum Ichinen Sanzen maupun 3000 Seken namun
semuanya tercakupi dalam Ichinen Jiwa kita. Kita selalu terjerumus dan terpengaruhi
kedalam dunia yang beraneka ragam dari sekeliling kita yang mana seakan – akan
berhadapan secara langsung dengan diri sendiri.
Namun seluruh gejala alam semesta sama sekali tidak berada diluar diri kita namun
seluruhnya tercakupi dalam jiwa kita. Dimana tanah air maupun pohon rumput yang tak
berperasaan semuanya terdapat dalam jiwa kita. Justru, tergantung pada Ichinen kita
yang dapat merubahnya menjadi bagaimanapun juga.
Dimana jiwa kita adalah segala Hukum (Issai Ho). Segala Hukum adalah Jiwa kita. Seperti
dalam petuah yang terdapat didalam Gosho Nichiren Daisyonin mengajarkan bahwa
“Segala hukum sama sekali tidak terdapat diluar jiwa kita” yang mana merupakan seluruh
hukum dari jiwa kita. Jadi berdasarkan Nammyohorengekyo dapat merubah dan
memperkembangkan tanah air (Kokudo Seken) menjadi keadaan bagaimanapun juga.
Secara systematis dapat di gambarkan sebagai berikut :
BAB VII
MENUNJUKAN DAN MENERANGKAN ICHINEN SANZEN DENGAN
MEMPERBANDINGKAN HUKUM AGAMA BUDHA PEMBIBITAN DENGAN
HUKUM AGAMA BUDHA PEMANENAN
Kutipan
Yang dikatakan menunjukan, menerangkan Ichinen Sanzen dengan memperbandingkan
Hukum Agama Budha pembibitan dan pemanenan. Sekarang yang dikatakan terpendam
didasar kalimat yang dirahasiakan adalah bahwa Ichinen Sanzen yang didiskusikan pada
bab – bab sebelumnya masih merupakan Ichinen Sanzen karunia pemanenan dan bukan
Ichinen Sanzen karunia pembibitan. Seandainya kalau itu adalah Ichinen Sanzen
pembibitan maka harus terdapat didasar kalimat yang dirahasiakan.
Penjelasan
Ichinen Sanzen yang didiskusikan hingga saat sekarang ini dalam Bab Hoben
Shakumon, maupun Bab Juryo Honmon masih merukan Ichinen Sanzen dari karunia
pemanenan dan bukan Ichinen Sanzen dari karunia pembibitan. Ichinen Sanzen dari
karunia pembibitan hanya terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan dari Bab Juryo.
Disini kiranya harus dijelaskan mengenai perbandingan pembibitan dan
pemanenan. Dimana perbandingan pembibitan dan pemanenan adalah berada dalam
tahap perbandingan yang kelima dalam kelima susun perbandingan, dan tahap
perbandingan ketiga dalam Sanju Hiden yang memperbandingkan Hukum Agama Budha
Pembibitan dari Nichiren Daisyonin dengan Hukum Agama Budha Pemanenan. Dengan
demikian Bab Juryo diatas kalimat dari Honmon Sutra Bunga Teratai yang merupakan
inti dari seluruh ajaran Budha adalah karunia pemanenan, sedangkan didasar kalimat
yang dirahasiakan adalah Ketiga Hukum Rahasia Agung dari karunia pembibitan.
PEMBIBITAN, PEMATANGAN DAN PEMANENAN
Dalam Hukum Agama Budha yang dikatakan Pembibitan, pematangan dan
pemanenan merupakan Hukum yang terpenting, dimana itu dijelaskan dalam Shakumon,
Honmon dan didasar kalimat yang dirahasiakan (Montai) dari Sutra Bunga Teratai.
Pertama – tama pembibitan adalah menurukan bibit sebab pokok dasar untuk
mencapai kesadaran Budha dalam jiwa umat manusia. Pematangan adalah mematangkan
dan memupuk bibit pada masa lampau. Pemanenan adalah bibit Budha yang diturunkan
telah matang dan panen, selanjutnya memperoleh kesadaran yang sama dengan Budha.
Mengenai hal ini walau dijelaskan dalam bebagai Gosho, kalau menarik salah satu
Gosho – Gosho tersebut maka dalam Kanjin No Honsonsho berkata : “Seandainya walau
Hukumnya betapa mendalam pun, namun kalau belum mendiskusikan pembibitan,
pematangan dan pemanenan, dimana sebaliknya akan kembali sama dengan ajaran Nizen
yang mana bimbingannya tidak berawal akhir.” Dan dalam Akimoto Gosho berkata ;
“Hukum pembibitan, pematangan dan pemanenan merupakan inti sari Sutra Bunga
teratai, dimana seluruh Budha dari ketiga masa dan sepuluh penjuru pasti melalui
pembibitan dengan kelima huruf Myohorengekyo sebagai bibit sehingga mencapai
kesadaran Budha.”
Begitupun dalam Soya Dono Gohenji berkata : “Sutra Bunga Teratai adalah sama
seperti bibit, Budha adalah sama seperti petani sedangkan umat manusia adalah sama
seperti ladang.”
Dengan demikian, dalam kutipan kalimat Kanjin No Honzonsho menjelaskan
bahwa dalam Sutra Nizen karena belum menjelaskan pembibitan, pematangan dan
pemenenan, sehingga walau menjelaskan Hukum yang betapa mendalampun akan sama
dengan memutuskan dan menghancurkan jiwa sendiri.
Memutuskan jiwa sendiri berarti dalam timbunan pertapaan dari Shakumon dan
Engaku yang mana pada akhirnya harus memutuskan kenafsuan dirinya, sehingga
mengakibatkan untuk memutuskan dan menghancurkan jiwa sendiri. Dan dalam kutipan
Akimoto Gosho menjelaskan bahwa menjadikan kelimat huruf Myoho sebagai bibit.
Selanjutnya dalam Soya Dono Gohenji dikatakan Sutra Bunga Teratai adalah sama
seperti bibit. Dengan demikian disitu terdapat keadaan pendirian Shakumon Sutra Bunga
Teratai sebagai pembibitannya, keadaan pendirian Honmon Sutra Bungan Teratai
sebagai pembibitanya dan keadaan pendirian kelima huruf Myoho yang terpendam
didasar kalimat Bab Juryo sebagai pembibitanya.
Jika mensistemmatiskan pembibitan, pematangan dan pemanenan dari Shakumon
, Honmon dan Motei akan terbentuk sebagai berikut :
Shakumon Honmon Montei
Pembibitan Pembibitan pada waktu Pembibitan pada waktu
Shu 3000 Jintengo 500 Jintengo.
Pematangan Masa diatara pematangan Pemupukan dan pematangan Pembibitan pada Kuon Ganjo.
Juku dan pemupukan pada waktu Budha Daitsu Kuon Soku Mappo
dan sebagainya.
Memberi izin (juki) untuk Terdapat dalam Bab Juryo Dengan langsung mencapai
Pemanenan mencapai kesadaran Budha sekarang ini. kesadaran Budha.
Datsu pada masa mendatang yang Jikitatsu Shokan
tak terhingga.
Hal – hal tersebut diatas, petama – tama mengenai Shakumon dalan Kanjin No
Honzonsho berkata : “Kalau menyelidiki hubungan jodoh pada masa lampau, maka mereka
telah mengadakan pembibitan akibat Budha dengan Budha Sakyamuni yang pada waktu
itu dilahirkan sebagai pangeran ke 16 dari Budha Datsu Chisho…”. Kemudian dalam
Syakumon Sutra Bunga Teratai dimana Budha memberi izin (Juki) untuk mencapai
kesadaran Budha kepada Shomon dan Engaku dengan berkata : “Sharihotsu, anda akan
dilahirkan pada masa mendatang tak terhingga yang gaib … sesungguhnya harus
memperoleh kesadaran Budha”. Oleh karena masa diantara pemupukan dan pematangan
akan mencapai pemenenan dimasa mendatang yang tak terhingga.
Mengenai Honmon Sutra Bunga Teratai dimana dalam Honzonsho dikatakan :
“Dengan menjadikan bibit Budha Kuon sebagai pembibitan dan menjadikan masa diantara
Budha Datsu hingga ajaran Nizen dan Shakumon sebagai pematangan. Dan telah
memasuki Honmon langsung mencapai tingkat Tokaku dan Myokaku, sehingga seluruh
umat manusia dapat memperoleh pemanenan kesadaran Budha. Walau disini dijelaskan
pembibitan, pematangan dan pemanenan maupun yang dimaksud dengan bibit Budha
Kuon berarti pembibitan 500 Jintengo”.
Jadi umat manusia yang menerima pembibitan pada masa lampau 500 Jintengo
telah bergiat menjalankan pertapaan Hukum Agama Budha dalam masa yang lama,
sehingga memupuk banyak sifat – sifat kebaikan. Umat manusia yang demikian
dinamakan umat manusia yang pada asal mulanya telah memiliki kebaikan (Hon I Uzen).
Terhadap umat manusia yang demikian, Budha Shikisosogon menentukan dengan
urutan pengkotbahan kelima waktu dan delapan ajaran, pada akhirnya memperoleh
kesadaran Budha pada Bab Juryo. Pada waktu itu walau Budha dikatakan sebagai
Jijuyushin, namun Jijuyushin ini adalah Jijuyushin dari Obutsu Sho Shin dan berbeda
dengan Jujuyushin dari Kuon Ganjo. Karena Jijuyushin kuon Ganjo walaupun muncul
pada masa mappo, namun tidak menuntut umat manusia dengan ajaran kelima waktu
dan kedelapan ajaran. Begitupun sama sekali tidak Shikisosogon namun dengan
kedudukan kesadaran manusia biasa (Myoji Bonpu I) menjelaskan Hukum ajaran Budha
pembibitan.
Hukum ajaran Budha pembibitan ini Ketiga Hukum Rahasia Agung yang
terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan, yaitu Nammyohorengekyo dari Ichinen
Sanzen pelaksanaan dan sesungguhnya.
Dalam Bab Juryo Honmon Sutra Bunga Teratai yang menjelaskan bahwa Budha
Sakyamuni telah menjalankan pertapaan Boddhisatva pada masa 500 Jintengo yang
lampau pun melaksanakan pertapaan berdasarkan Myohorengekyo pelaksanaan dan
sesungguhnya. Oleh karena itu, wujud sesungguhnya pembibitan yang hakiki tidak lain
merupakan Ketiga Hukum Rahasia Agung yang terpendam didasar kalimat yang
dirahasiakan.
Selanjutnya, bagaimanakah keadaan pembibitan, pematangan dan pemanenan
dari masa Mappo? Mengenai hal ini walau tertulis dalam berbagai Gosho, namun kalau
menarik beberapa Gosho diantaranya, maka seperti dalam Totaigisho berkata ; “Orang
yang dengan tulus dan jujur membuang ajaran sementara dimana hanya percaya kepada
Sutra Bunga Teratai dengan menyebut Nammyohorengekyo, dapat merubah kenafsuan
(Bonno). Karma (Go) dan penderitaan (Ku) menjadi ketiga kebajikan dari Hosshin, Hanmyo
dan Gedatsu dan ketiga pandangan (San Kan) ketiga Hakekat (San Tai) diwujudkan dalam
jiwa (Isshin)…. Budha dari Totairenge yang Musa Sanjin dari Bab Juryo Honmon adalah
berada didalam Nichiren dan murid murid “
Dan didalam Onggi Kuden berkata: “Myohorengekyo adalah puncak tertinggi dari
sepuluh dunia atau hakekat Hukum dan Kenafsuan adalah kesadaran (Bonno Soku Bodai),
hidup mati adalah Nirwana (Shoji Soku Nehan)”.
Begitupun dalam Honin Myo Sho berkata : “Didasar kalimat berarti dengan
langsung mencapai kesadaran Budha (Jikitatsu Sho Kan) yang tanpa melaksanakan
pertapaan lainya langsung melaksanakan Myoho Myoji dari Kuon Jitsujo tidak lain adalah
Myohorengekyo dari Ichinen sanzen pelaksanaan dan sesungguhnya”.
Pokoknya, umat manusia masa Mappo yang tidak memiliki kebaikan pada asal
mulanya (Hon Mi Uzen), dimana kalau berusaha dengan kekuatan pelaksanaan dan
kepercayaan dengan menerima Hukum pembibitan dari Ketiga Hukum Rahasia Agung.
Maka dengan kekuatan Hukum dan kekuatan Budha dari Dai Gohonzon akan dapat
mencapai kesadaran Budha dalam keadaan demikian (Soku Shin Jobutsu). Dan sama
sekali tidak perlu melaksanakan pertapaan yang memerlukan beberapa Jintengo yang tak
terhitung dan juga tanpa melaksanakan pertapaan lainya berarti selain pertapaan Myoho
dimana pertapaan lainnya tidak diperlukan.
PEMBIBITAN MENDENGAR HUKUM (MONPO GESHU) dan PEMBIBITAN
MEMBANGKITKAN HATI KEPERCAYAAN (HOSSHIN GESHU)
Dalam pembibitan terdapat pembibitan mendengar Hukum dan pembibitan
membangkitkan hati kepercayaan. Pembibitan mendengar Hukum tidak mempedulikan
seseorang percaya atau tidak, dimana hanya memperdengarkan Sutra Bunga Teratai.
Pembibitan membangkitkan hati kepercayaan, berarti setelah mendengar Hukum
sehingga timbul kesadaran untuk memulai pertapaan kepercayaan.
Dalam Kajin No Honzon Sho berkata : “Apakah ini pembibitan mendengar Hukum
atau pembibitan membangkitkan hati kepercayaan? Seandainya ini dikatakan sebagai
pembibitan mendengar Hukum, maka karena manusia dari Shakumon telah menerima
pembibitan dari Budha Daitsu pada 3000 Jintengo yang lampau maka sama sekali bukan
sekarang baru menerima pembibitan mendengar Hukum. Sebaliknya kalau dikatakan
membangkitkan hati kepercayaan , namun mengapa demikian dikatakan “setelah
mendengar kedelapan Bab Sutra Bunga Teratai”.
Mengenai hal ini Nikan Jonin dalam Kanjin No Honzon Sho, Bundan mengatakan
“Ini adalah pembibitan membangkitkan hati kepercayaan,” karena walau pada masa
Budha Daitsu telah menerima pembibitan Sutra Bunga Teratai namun karena tidak
percaya sehingga sama seperti tidak pernah mendengar. Oleh karena itu dikatakan
“Setelah mendengar kedelapan Bab dari Sutra Bunga Teratai”.
Dalam Soya Nyudo Gosho dan sebaginya berkata ; “Selama 2000 tahun lebih dari
masa Shoho dan Zoho masih terdapat orang yang pembibitan misalnya selama masa
hidupnya Budha Sakyamuni…..Namun sekarang telah memasuki masa Mappo. Dimana
orang yang berjodoh pada masa hidup Budha semakin berkurang, sehingga orang – orang
yang berbakat Gon dan Jitsu semuanya telah habis. Sekarang merupakan waktunya masa
Mappo dimana Boddhisatva Fugyo muncul di dunia ini untuk menurunkan pembibitan
dengan memperdengarkan Sutra Bunga Teratai (Dokku).”
Mengenai hal ini Nikkan Jonin dalam Egihanmonsho menjelaskan : “Selama 2000
tahun lebih dari masa Shoho dan Zoho masih terdapat pembibitan masa lampau dan yang
berjodoh pada masa hidupnya Budha . Namun sekarang telah memasuki masa Mappo
dimana orang – orang yang memperoleh pembibitan masa lampau dan yang berjodoh pada
masa hidupnya Budha semakin berkurang, sehingga orang – orang yang berbakat dengan
karunia pematangan dan pemanenan semuanya telah habis”.
Dalam hal inipun, oleh karena pembibitan masa hidup Budha Sakyamuni
merupakan pembibitan yang membangkitkan hati kepercayaan, maka pembibitan
mendengar Hukum dilaksanakan pada masa lampau. Mengenai hal ini ada yang
beranggapan bahwa pembibitan mendengar Hukum terjadi pada masa hidupnya Budha
Sakyamuni. Namun Nikkan Jonin menjelaskan bahwa karena semuanya mencapai
kesadaran dengan melalui 3000 Jitengo dalam Shakumon dan 500 Jintengo dalam
Honmon, maka orang – oarng yang baru menerima pembibitan mendengar Hukum pada
masa hidup Budha Sakyamuni bagaimanakah dalam waktu 2000 tahun dari Shoho dan
Zoho yang demikian pendek dapat mencapai pemanenan kesadaraan Budha?
Begitupun juga dalam Kanjin No Honzon Sho Bundan menjelaskan Sanju Hiden
dari “mendengarkan Hukum” dan “membangkitkan hati kepercayaan” sebagai berikut :
1. Perbandingan ajaran sementara dan ajaran sesungguhnya (Gonjitsu Sotai). Dalam
Shoshigen Shiki ke I berkata, pembibitan mendengar Hukum yang pertama pasti
adalah ajaran Sutra Bunga Teratai (Enkyo). Namun, kalau mendiskusikan
mengenai pembibitan membangkitkan hati kepercayaan maka Sutra – Sutra Nizen
menjadi tidak menetap dan sebagainya. Makna kalimatnya berarti bahwa
pembibitan mendengar Hukum yang pertama pasti adalah Sutra Bunga Teratai
yang sempurna dan sebagainya. Myoraku berkata bahwa Sutra lainnya tidak
dijadikan sebagai bibit. Jadi ini adalah wajah ajaran (Kyoso) ke I yang didirikan
sekte kita.
2. Perbandingan Honmon dan Shakumon (Honshaku Sotai). Dikatakan bahwa
pembibitan mendengar Hukum yang pertama pasti adalah Honmon. Namun kalau
disiskusikan pembibitan pembangkitan hati kepercayaan, maka ajaran Nizen dan
Shakumon menjadi tidak menetap dan lain – lain. Jadi inilah wajah ajaran (Kyoso)
yang ke II yang didirikan oleh sekte kita.
3. Perbandingan Hukum pembibitan dan pemanenan. Dikatakan pembibitan
mendengar Hukum pasti adalah terpendam didasar kalimat (Montei), namun
kalau disiskusikan pembibitan membangkitkan hati kepercayaan maka Shakumon
dan Honmon menjadi tidak menentu. Jadi inilah wajah ajaran (Kyoso) ke III yang
didirikan sekte kita.
Seperti tersebut diatas, pembibitan membangkitkan hati kepercayaan, mencakupi
Honmon, Shakumon dan ajaran sementara, namun pembibitan mendengar Hukum pasti
adalah Sutra Bunga Teratai. Begitupun dalam Sutra Bunga Teratai pasti harus merupakan
kelima huruf Myoho yang terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan dalam Bab Juryo.
Dan banyak sekali Gosho – Gosho yang menjelaskan hal ini, maka kalau menarik
beberapa Gosho diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, kalimat yang menerangkan bibit Budha terbatas dalam Sutra Bunga Teratai.
Dalam Kaimokusho berkata : “Boddhisatva Tenjin dengan bibit Sutra Bunga Teratai untuk
menegaskan bibit Unggul, yang menjadi Ichinen Sanzen dari Tien Tai. Dan berbagai bibit
agung dari Sutra Kegon maupun seluruh Sutra – Sutra Mahayana dan Sutra Dainichi
semuanya merupakan Ichinen Sanzen”.
Dan dalam Kaimokusho yang sama berkata : “Justru hanya Ichinen Sanzen dari Tien Tai
yang dapat dianggap sebagai jalan untuk mencapai kesadaran Budha dan juga kita
sedikitpun tidak mempunyai pengertian Ichinen Sanzen. Walaupun demikian, namun
diantara seluruh Sutra – Sutra seumur hidup Sakyamuni hanya Sutra ini yang mengandung
permata Ichinen Sanzen”.
Dan dalam Kanjin No Honzonsho berkata : “Justru hanya Ichinen Sanzen dari Tien Tai
dapat dianggap sebagai jalan untuk mencapai kesadaran Budha dan juga kita sedikitpun
tidak mempunyai pengertian Ichinen Sanzen. Walaupun demikian namun diantara seluruh
Sutra – Sutra seumur hidup Sakyamuni hanya Sutra ini yang mengandung permata Ichinen
Sanzen”.
Dan dalam Kanjin No Honzonsho berkata : “Kalau tidak ada bibit Budha dari Ichinen
Sanzen, maka pencapaian kesadaran Budha untuk benda yang berperasaan dan pokok
pujaan dari gambar dan kayu sama sekali tidak ada gunanya dimana hanya mempunyai
nama, namun tidak ada wujud sesungguhnya (Umyo Mujitsu)”.
Dalam Gosho Incinen Sanzen Homon berkata : “Apakah yang merupakan keunggulan dari
Sutra Bunga Teratai terhadap Sutra – Sutra lainnya, yang tidak lain didalam Sutra ini
terdapat Isshin Sankan, Ichinen Sanzen.”
Dalam Gosho Mukue Nize Kaigan No Koto berkata : “Kalau Sutra Bunga Terarati dijadikan
Bathin (Shinpo) yang tertulis dalam patung kayu dari ke 31 wajah, maka seluruh tubuh
dari kedua patung kayu akan menjadi Budha yang hidup….. dimana Myoraku
menertawakan seseorang yang tidak mengetahui hal pencapaian kesadaran Budha dari
pohon dan rumput (Somoku Jobutsu) dan inti hakekat dari Ichinen Sanzen.”
Kedua, bibit Budha yang sesungguhnya adalah kelima huruf dari Myoho. Dalam
Kaimokusho tertulis : “Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen hanya terdapat terpendam
didasar kalimat yang dirahasiakan dari Bab Juryo Sutra Bunga Teratai.”
Dalam Kanjin No Honzonsho berkata : “Beliau adalah pemanenan sedangkan saya adalah
pembibitan. Beliau adalah satu Bab dua setengah Bab (Ippon Nihan) sedangkan saya
adalah hanya kelima huruf dari Daimoku” dan seterusnya dikatakan “Budha masa Mappo
Nichiren Daisyonin telah membangkitkan welas asih agung kepada umat manusia masa
Mappo yang tidak mengetahui Ichinen Sanzen dengan menggantungkan mutiara Ichinen
Sanzen dari kelima huruf ini pada leher umat manusia masa Mappo yang masih kasar”.
Dan dalam Aikimoto Gosho dikatakan : “Seluruh Budha dari ketiga masa dan seluruh
penjuru pasti melalui pembibitan dengan kelima huruf Myohorengekyo sebagai bibit,
sehingga mencapai kesadaran Budha”. Dan dalam Somoku Jobutsu Guketsu berkata ;
“Yang mencuci Hukum Ichinen Sanzen adalah manusia Agung, yang merupakan Hukum
yang walau mimpi pun tidak dapat diketahui oleh sarjana yang kurang belajar”.
Dengan demikian sebagai kesimpulan dari pembibitan mendengar Hukum dan
pembibitan membangkitkan hati kepercayaan, dimana bibit Buddha adalah Dai
Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung. Pada masa Mappo yang usaha dan giat
menjalankan dialog Hukum Agama Budha, dengan percaya dan mempertahankan Dai
Gohonzon ini merupakan jalan besar langsung menuju perombakan nasib sendiri dan
perombakan sifat jiwa, maupun satu - satunya jalan menuju pencapaian perdamaian
dunia dan penyelamatan kebahagian umat manusia.
Namun orang yang langsung menganut dengan pembibitan membangkitkan hati
kepercayaan, begitupun sebaliknya ada orang yang belum menganut merupakan
pembibitan mendengar Hukum. Jika sekali bibit di tanah pasti akan tumbuh dengan
kecambah, maka orang yang belum mau menganut pun kemudian akan membangkitkan
hati kepercayaannya. Jadi walau dikatakan mendengar Hukum dan membangkitkan hati
kepercayaan, namun keduanya merupakan pembibitan dari Myoho sehingga orang yang
menjalankan dialog Hukum Agama Budha bersama akan menerima karunia yang agung.
PEMBIBITAN YANG UNGGUL, PEMANENAN YANG LEMAH
Kalau memperbandingkan Hukum pemanenan, maka Ketiga Hukum Rahasia
Agung dari pembibitan di dasar kalimat akan lebih unggul, perbedaannya bagaikan langit
dan bumi. Untuk menerangkan hali ini, pertama, marilah kita menarik beberapa Gosho
yang menerangkan bahwa Hukum Agama Budha pemanenan tidak mempunyai karunia
untuk umat manusia masa Mappo.
Dalam Onggi Kuden berkata : “Pada umumnya Boddhisatva Shakke bukanlah
orangnya yang dapat memegang Bab ini, ia adalah dengan Shakumon sebagai permukaan
dan Honmon sebagai dalamnya, sedangkan saya adalah dengan Honmon sebagai
permukaan untuk menutupi Shakumon sebagai dalamnya. Namun, begitupun Bab ini
bukan Hukum Pokok dari masa Mappo. Oleh karena itu Bab ini merupakan karunia
pemanenan dimasa hidup Budha dan hanya kelima huruf Daimoku merupakan Hukum
pembibitan sekarang ini. Dengan demikian, masa hidup Budha adalah karunia pemanenan.
Setelah wafatnya Budha adalah pembibitan, oleh karena pembibitan merupakan inti
hakekat dari masa mappo”.
Kutipan kalimat ini dengan tegas menjelaskan bahwa pada masa Mappo harus
dengan Hukum Agama Budha pembibitan sehingga hanya kelima huruf Daimoku
merupakan Hukum Pokok dari masa Mappo. Dan juga dalam Takahashi Nyudo Dono
Gohenji berkata : “Setelah memasuki masa Mappo, Sutra Nizen maupun Sutra Bunga
Teratai yang diwarisi oleh Boddhisatva Shakke, walau terdapat tulisanya namun tidak
akan menjadi obat bagi umat manusia masa Mappo yang sedemikian buruk. Seperti apa
yang dikatakan penyakitnya berat namun obatnya ringan, dimana pada waktu itu akan
muncul Boddhisatva Jogyo dengan menganugrahi seluruh umat manusia dengan kelima
huruf Myohorengekyo.”
Begitupun dalam Hokke Shoshin Jobutsusho dikatakan : “Boddhisatva Shakke
adalah utusan masa Shoho dan Zoho selama 2000 tahun, tidak dapat memberi karunia
seperti masa lalu. Oleh karena itu doa mereka sekarang ini tidak terkabul, giliran tugas
sekarang ini masa Mappo adalah Boddhisatva Jogyo, Muhengyo dan sebagainya.”
Dengan demikian akan timbul keragu – raguan bahwa Nichiren Daisyonin adalah
Boddhisatva Jogyo dan bukan Budha? Namun sesungguhnya Boddhistva Jogyo yang
muncul dalam upacara Boddhistava yang muncul dari bumi yang terdapat dalam upacara
Sutra Bunga Teratai, dimana wujud sesungguhnya adalah Buddha Kuon Ganjo, Budha
masa Mappo yang menjelaskan Ketiga Hukum Rahasia Agung untuk umat manusia masa
Mappo. Oleh karena kutipan kalimat ini terdapat didalam berbagai Gosho, namun
sekarang dengan singkat akan ditarik beberapa diantaranya. Dan dalam Onggo Kuden
dikatakan : “Musa Sanjin berarti pelaksanaan Sutra Bunga Teratai dan nama mulia dari
Musa Sanjin dinamakan Nammyohorengekyo.”
Dan dalam Gosho yang sama berkata : “Budha Totai Renge dari Musa Sanjin adalah
murid dan penganut dari Nichiren Daisyonin, karena menganut nama mulia dari
Nammyohorengekyo” selanjutnya dikatakan : “Budha masa Mappo adalah manusia biasa,
Bhikku manusia biasa. Hukumnya adalah Daimoku, Bhikkunya adalah kita pelaksana.
(Pertapaan Sutra Bunga Teratai). Begitupun dapat dikatakan sebagai Budha maupun
Bhikku manusia biasa.” Dalam Totaigisho dikatakan : “Budha Totai Renge dari Juryo
Honmon Musa Sanjin adalah mengenai murid – murid dari Nichiren.” Dan lainya disingkat
disini.
Dalam Kaimokusho dikatakan : “Walaupun pengertian Nichiren tentang Sutra
Bunga Teratai tidak melebihi sepersepuluh juta daripada pengertian Tien Tai dan Dengyo,
namun ketabahan untuk menahan penganiayaan dan keunggulan welas asih Nichiren
tidak kalah terhadap mereka.” Ini sama sekali tidak berarti bahwa Sutra Bunga Teratai
dari Nichiren Daisyonin tidak dapat melebihi sepersepuluh juta dari Tien Tai dan Dengyo.
Menyelenggarakan penjelasan Sutra Bunga teratai adalah tugas dari Tien Tai dan Dengyo,
dimana tidak mungkin melebihi penjelasan dari Tien Tai dalam segi teori maupun filsafat.
Oleh karena itu, Nichiren Daisyonin menghormati dan menghargai pendirian Tien Tai
dan Dengyo dengan mengatakan tidak dapat melebihi sepersepuluh juta. Dengan
demikian kalau dikatakan apakah sesungguhnya pendirian dari Nichiren Daisyonin, maka
ketabahan menahan penganiayaan dan keunggulan welas asih agung yang mana tidak
dapat ditandingi oleh Tien Tai dan Dengyo. Pelaksanaan penyelamatan kebahagian umat
manusia dan welas asih agung Budha masa Mappo sama sekali tidak dapat dilaksanakan
oleh siapa pun terkecuali Budha masa Mappo Nichiren Daisyonin saja.
Dan juga dalam kalimat Ho On Sho yang berbunyi : “Dari Jepang hingga seluruh
dunia, semuanya bersama – sama menjadikan leluhur Budha dari Honmon sebagai
Honzon.” Begitupun leluhur Budha yang terdapat dalam kalimat Sandai Hiho Sho yang
berbunyi : “Honzon yang didirikan didalam Bab juryo adalah leluhur Budha Musa Sanjin
yang dimiliki sejak asal mula, pada tanah air ini yang mempunyai jodoh yang sangat tebal
dan mendalam sejak awal permulaan dari 500 Jintengo.” Berarti Honzon manusia, leluhur
dari Nammyohorengekyo yaitu Nichiren Daisyonin. Dalam Honzon terdapat manusia
(Nin) dan Hukum (Ho), manusianya adalah Nichiren Daisyonin, Hukumnya adalah
Nammyohorengekyo. Walaupun demikian manusia dan hukum adalah satu kesatuan
yang tak terpisahkan.
Selanjutnya mengenai unggul lemahnya dari pembibitan dan pemanenan, dimana
dalam Kangyo Hachiman Sho dikatakan : “Negeri Hindia (Tenjiku) dinamakan negeri
bulan (Gashikoku), berarti nama yang diberikan berhubungan munculnya Budha. Negeri
Fuso dinamakan negeri Jepang (negeri Matahari) apakah mungkin tidak memunculkan
orang arif bijaksana. Perputaran bulan beredar dari barat menuju ke timur, sehingga
wajah Hukum Agama Budha negeri bulan harus tersebar menuju ke arah timur. Matahari
muncul di arah Timur sehingga Hukum Agama Budha di Jepang harus mengembalikan
penyebaran menuju negeri bulan. Sinar bulan tidaklah sedemikian terang, dimana hanya 8
tahun selama masa hidup, sedangkan sinar matahari akan menerangi kegelapan selama
500 tahun yang ke 5. Budha tidak menyembuhkan pengfitnah Sutra Bunga Teratai karena
pada masa hidup tidak terdapat pengfitnahan terhadap Hukum Agama Budha. Walau pada
masa Mappo penuh dengan pengfinahan terhadap Hukum Ichijo, yang mana merupakan
karuni dari Boddhisatva Fogyo.” Justru inilah merupakan kalimat yang dengan jelas
menjelaskan keunggulan pembibitan dan kelemahan pemanenan.
Dalam Totai Gyojisho dimana Nikkan Jonin dengan menarik kalimat ini mulai
menjelaskan unggul lemahnya pembibitan dan pemanenan, dengan mengumpamakan
matahari dan bulan terdapat tiga makna :
1. Mengenai nama dari negara. Justru negeri bulan dan negeri matahari.
2. Menganai selaras dan bertentangan. Jadi peredaran bulan dari barat menuju ke
timur adalah jalan kidal yang bertentangan, sebaliknya peredaran matahari
dari timur menuju barat adalah perputaran kanan yang selaras. Dengan
demikian pertentangan akan menjadi jelas unggul lemahnya.
3. Mengenai panjang pendeknya waktu, yang mana sinar bulan yang lemah hanya
selama 8 tahun masa hidup, namun sinar matahari yang kuat akan menerangi
kegelapan masa Mappo hingga kekal abadi.
Selanjutnya untuk menjelaskan pembibitan dan pemanenan dimana Budha merupakan
karunia pemanenan yang tidak dapat menyembuhkan orang pengfitnah terhadap Sutra
Bunga Teratai, namun masa Mappo adalah Budha pembibitan yang bersamaan
menyelamatkan kebahagian seluruh umat manusia yang menganut maupun yang
mengfitnah sekalipun.
Dalam Ueno Dono Gohenji (Gosho hal 1546) berkata : “Sekarang setelah memasuki masa
Mappo tidak dapat dengan Sutra lainnya, maupun dengan Sutra Bunga Teratai namun
hanyalah dapat dengan Nammyohorengekyo.” Dan juga dalam Honzon Mondosho (Gosho
hal 356) berkata : “Menanya dengan berkata, manusia masa Mappo yang buruk ini harus
menjadikan apakah sebagai Honzon? Menjawab dengan berkata, Daimoku dari Sutra
Bunga Teratai harus dijadikan sebagai Honzon.” Dengan demikian pada masa Mappo
betapapun harus dengan Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung.
Pada kesimpulan dimana Hukum Agama Budha diatas kalimat (Monjo) hanya
menyelamatkan kebahagian umat manusia yang telah diberi pembibitan dimasa lampau.
Sedangkan terhadap umat manusia kasar yang sama sekali tidak memiliki kebaikan
apapun hanya dapat diselamatkan dengan Hukum Agama Budha yang terpendam didasar
kalimat yang dirahasiakan dari Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung
Nichiren Daisyonin.
Kutipan
Terdapat didasar kalimat yang manakah?
Penjelasan
Didalam surat – surat yang dahulu terdapat berbagai makna. Ada yang
mengatakan bahwa “Itu terdapat didasar kalimat Nyorai Myojitsu Chiken. Walau kalimat
ini menjelaskan bahwa Budha mengetahui dengan jelas (No Chiken)” dan lain – lain. Ada
yang mengatakan bahwa : “itu terdapat didasar kalimat Zekoroyaku, yaitu karena badan
dari obat manjur (Royaku) adalah Ichinen Sanzen dari Myoho” dan lain – lain. Ada yang
mengatakan bahwa : “Itu terdapat dikalimat Nyorai Himitsu Jinzushiriki yakni walaupun
pada permukaan kalimat mengandung badan Hukum dari Ichine Sanzen” dan lain – lain.
Ada yang mengatakan bahwa : “Karena hanya Myoho dari Bab Juryo yang
membungkus mutiara dari Ichinen Sanzen.” Ada yang mengatakan bahwa: “Menunjukan
seluruh kalimat dari satu Bab Juryo, yakni karena berdasarkan penanggalan pendirian
sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya (Hosshaku Kempo), sehingga
mewujudkan Ichinen Sanzen.” Ada yang mengatakan bahwa: “Itu adalah kalimat Nen
Gajitsu Jobutsu Irai, yakni dalam Sandaihiho Sho dengan menarik kalimat ini sehingga
dapat membuktikan Ichinen Sanzen dengan tepat. Dan dalam Onggi Kuden, dengan
berdasar Ichinen Sanzen yang sesungguhnya menjelaskan kalimat ini” dan lain – lain.
Ada guru yang berkata : “Untuk menjelaskan Hon In Myo hanya menerangkan Tiga
Myo, yang dikatakan Gahongyo adalah kesaktian pelaksanaan (Gyo Myo), Bosatstu adalah
kesaktian kedudukan (I Myo), Shoju Yumyo adalah kesaktian Hikmat (Chi Myo).” Oleh
karena itu Tien Tai berkata : “Satu kutipan kalimat dapat membuktikan ketiga kesaktian
(San Myo)” dan sebagianya. Walaupun demikian Myoraku Daishi berkata : “Selanjutnya
dari satu kutipan kalimat menyimpulkan keempat makna dari Hon In Myo “ dan lain – lain.
Jadi karena didalam kalimat hikmat (Chi/Subjek) pasti terdapat lingkungan (Kyo), oleh
karena itu ketahuilah bahwa walaupun pada permukaan dari kalimat yang terbaca ketiga
Myo dari hikmat pelaksanaan dan kedudukan (Chi Kyo I). Namun didasar kalimat
terpendam mutiara kesaktian lingkungan (Kyo Myo). Oleh karena Kyo Myo adalah
Ichinen Sanzen.
Walau Ichinen Sanzen terpendam didasar kalimat Bab Juryo dan kemudian
ditanyakan bahwa terpendam dibagian manakah dari kalimat Bab Juryo? Mengenai
masalah ini, sejak masa lampau terdapat banyak penjelasan – penjelasan dan disini
mengajukan keenam dari ketujuh pertanyaan “ada yang berkata” terdapat dalam Keimo
dari Nichiko.
Dan yang keenam ini langsung dikatakan oleh Nichiko sendiri yaitu :
1. Ada yang mengatakan bahwa itu terdapat didasar kalimat “Nyorai Nyo Jitsui
Chiken”, karena kalimat ini menjelaskan bahwa Budha mengetahui mengetahui
dengan jelas, sehingga didalam dasar kalimat tentu terdapat wujud
sesungguhnya yang diketahui dengan jelas. Itulah yang dikatakan Ichinen
Sanzen.
2. Ada yang mengatakan bahwa itu terdapat didasar kalimat “Zekoroyaku”
dimana walau dalam kalimat Sutra Bunga Teratai dikatakan : “Obat majur
(Royaku),” namun kalau itu dipandang berdasarkan “di dasar kalimat” akan
mewujudkan Ichinen Sanzen dari Myoho.
3. Ada yang mengatakan bahwa itu terdapat didasar kalimat “Nyorai Himitsu
Jinzushiriki.” Kalimat ini, walau pada permukaan kalimatnya menjelaskan
Sanjin Soku Isshin dari Honchi, namun berdasarkan didasar kalimat
mencakupi Ichinen Sanzen yang badan Hukumnya.
4. Ada yang mengatakan terdapat pada kalimat “Myohorengekyo judul dari Bab
Juryo.” Itu terdapat dalam Kajin Honzonsho yang menjelaskan di dalam
bungkusan kelima huruf Myoho telah terbungkus mutiara Ichinen Sanzen.
5. Ada yang mengatakan terdapat pada seluruh kalimat satu Bab Juryo, karena
pengkotbahan penanggalan pendirian sementara dan menegakkan pendirian
sesungguhnya (Hosshaku Kempo). Itu sendiri mewujudkan Ichinen Sanzen.
6. Selajutnya ada yang mengatakan bahwa Nichiko pengarang buku Keimo
mengatakan terdapat dalam kalimat “Nen Gajitsu Jobutsu Irai” yang dikatakan
disini adalah menjelaskan bahwa dalam Sandaihiho Sho dengan menarik
kalimat ini untuk membuktikan Ichinen Sanzen. Dan juga dalam Onggi Kuden
berdasarkan pada Ichine Sanzen yang sesungguhnya untuk menjelaskan
kalimat ini.
7. Ada suatu pendapat yang tidak jel;as dasarnya. Berkata bahwa dalam kalimat
“Gahongyo Bosatsudo” yang menjelaskan Hon In Myo terdapat ketiga Myo dari
pelaksanaan (Gyo), kedudukan (I) dan hikmat (Chi). Jadi “Gahongyo” dijadikan
sebagai “kesaktian pelaksanan” (Gyo Myo), “ Bosatsudo ” dijadikan sebagai
“kesaktian pelaksanaan” (I Myo) dan Shoju Yumyo dijadikan sebagai “kesaktian
hikmat” (Chi Myo). Mengenai ini karena Tien Tai mengatakan bahwa dari satu
kalamat menjelaskan “ketiga kesaktian (San Myo) namun Myoraku mengatakan
bahwa selanjutnya dari satu kalimat menjelaskan keempat makna dari Hon In”
Alasan karena pada hikmat (Chin) pasti terdapat lingkungan (Kyo) jadi walau
diatas permukaan kalimat terdapat ketiga kesaktian dari pelaksanaan,
kedudukan dan hikmat namun didasar kalimat terpendam kesaktian
lingkungan (Kyo Myo) yang mana kesaktian lingkungan ini adalah Ichinen
Sanzen.
Penjelasan diatas terkecuali penjelan ke 7 semuanya terdapat dalam Keimo dari
Nichiko, namun sekarang sebagai bahan perbandingan kita akan menarik pandangan
pembaca Kaimokusho dari Gyogakuin Nissho (14252-1500) dari Minobu. Nissho adalah
Bhiku yang lahir 200 tahun sebelum Nichiko. Nissho menyebut makna pertama adalah
Nyorai Himitsu Jinzu Shiriki, kedua adalah Zekoroyaku, ketiga adalah Bab Juryo dan
kemudian menegaskan bahwa yang ketiga dari satu Bab Juryo adalah tepat.
Betapapun penjelasan yang disebut disini semuanya sama sekali terlepas dari
makna sesungguhnya dari Nichiren Daisyonin, dengan demikian kalimat yang terpendam
dirahasiakan di dasar kalimat dari Kaimokusho, walau di selidiki selama ratusan tahun
pun hanya meraba – raba dalam kegelapan. Tidak dapat mengetahui makna yang
sesungguhnya sekarang pun sama halnya demikian.
Kutipan
Kini Saya (Nikan Jonin) menguraikan bahwa karena penjelasan pendapat yang disebut
diatas semuanya merupakan pandangan permukaan kalimat (mojo), apakah orang –
orang yang tidak memperolah serah terima wasiat dapat mengetahui makna kalimat dasar
? kalau tidak mengetahui makna kalimat didasar kalimat bagaimanakah dapat dikatakan
murid dari leluhur Budha Nichiren Daisyonin ?
Pertanyaan : Apakah makna dari aliran kita?
Jawab : karena hal ini adalah sangat penting dan agung sehingga tidak dijelaskan
kepada orang – orang. Berulang – ulang mengajukan pertanyaan bagaimanakah
maknanya ? dan lain – lain.
Jawab : Dengarlah dan percayalah dengan sungguh – sungguh karena ini bukan
perkiraan dan dugaan saya, dimana sang guru berkata : “Didasar kalimat Hon In Shoju
terpendam dengan rahasia Ichinen Sanzen yang sesungguhnya, Myoho dari Kuon Myoji”
dan lain – lain. Ketahuilah dengan baik –baik peningkatan kedudukan selanjutnya adalah
disebabkan pada pertapaan yang lampau dan lain – lain.
Penjelasan
Nikkan Jonin berkata bahwa betapapun ketujuh makna yang disebut diatas
merupakan penjelasan yang bersikeras pada pandangan permukaan kalimat dari Bab
Juryo. Semua yang tidak memperoleh warisan wasiat dari Nichiren Daisyonin
bagaimanakah dapat mengetahui makna di dasar kalimat dari Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya?
Kalau tidak dapat mengetahui makana didasar kalimat, bagaimanakah dapat dikatakan
sebagai murid Nichiren Daisyonin?
Pertanyaan : Dengan demikian bangaimanakah makna sesungguhnya ?
Jawab : Karena hal ini merupakan hal penting dan agung maka tidak dijelaskan
kepada orang – orang . berulang – ulang bertanya untuk memohon dijelaskan dengan
terang.
Jawab: Kalau begitu karena saya akan mengajarkannya, maka setelah mendengar,
percayalah dengan baik – baik. Dan ini sama sekali bukan perkiraan saya. Dalam wasiat
suci Nichiren Daisyonin berkata : “ Ichinen Sanzen yang sesungguhnya, Myoho dari Myoji
Kuon terpendam dirahasiakan didalam dasar kalimat Hon In Syoju. Harus mengetahui
dengan baik bahwa peningkatan pada tingkatan – tingkatan selanjutnya adalah
tergantung pada pertapaan – pertapaaan masa lampau. Yaitu, dari tingkat Syoju
meningkat menuju ke Niju Sanju …….. Jugyo, Jueko adalah tergantung pada pertapaan yang
ditimbun sebelum meningkat pada Shoju.”
DIDASAR KALIMAT DARI HON IN SHOJU
Apakah artinya yang dikatakan Ichinen Sanzen yang sesungguhnya, Myoho dari
Kuon Myoji terpendam dirahasiakan di dasar kalimat Hon In Shoju. Hon In adalah Hon In
dari Hon In, Hon ga dan Hon Kokudo yang merupakan sebab dasar pokok terpenting bagi
Sakyamuni untuk mencapai akibat kesadaran Budha. Hal ini dalam Bab Juryo dijelaskan
dengan “ Gahongyo Bosatsudo”.
Namun sebab pelaksanaan yang dikatakan “ Bosatsudo “ ini terdapat 52 tingkat,
dimana kalau menyelusupi sumber pokok pencapaian kesadaran Budha, bertingkat pada
tingkat Shoju. Dengan demikian tingkat Jushin sebelumnya masih berada dalam keadaan
tidak stabil, sehingga mungkin pada suatu waktu akan mundur. Setelah mencapai tingkat
Shoju, tidak akan mundur lagi. Jadi disitu telah dengan tegas menetapkan sebab
pencapaian kesadaran Budha.
Kekuatan sumber pokok yang meningkat hingga ketingkatan Hon In Shoju ini,
dengan kata lain apakah wujud sesungguhnya kekuatan yang tidak akan mundur ? Maka
itu tidak lain adalah Nammyohorengekyo Ichinen Sanzen sesungguhnya Myoho dari
Kuon Myoji. Pada umumnya dalam lingkungan pandangan permukaan kalimat Honmon
dimana mengenai Hon In mencapai kesadaran Budha hanya dapat dibaca terbatas hingga
tingkat Shoju dari “ Ganongyo Bosatsudo.” Kemudian apakah kekuatan sumber pokok
untuk meningkat hingga ketingkat Shoju, betapapun tidak dapat diselesaikan dalam
lingkungan permukaan kalimat ( Monjo). Dan Nichiren Daisyonin mengajarkan bahwa
hal itu adalah Nammyohorengekyo yang terpendam dirahasiakan didasar kalimat.
Ajaran dan bimbingan Nichiren Daisyonin sebagai Budha masa Mappo,
menganugrahkan Nammyohorengkyo Hukum Agung yang terpendam rahasia di dasar
kalimat ini langsung kepada umat manusia masa Mappo. Inilah, makna pokok dari Kuon
Soku Mappo. Dalam Sandahiho Sho berkata : “Dalam Hopenpon berkata : Shoho Jisso Shoi
Shoho Nyozeso Naishi Yokuryo Shojukai Butsu Chiken” dan lain sebagainya.
Apakah Ichinen Sanzen yang dimiliki dalam dasar manusia biasa ? Bab juryo
berkata: “ Nen Gajitsu Jobutsu Irai Muryo Muhen “ dan sebagainya, merupakan Ichinen
Sanzen pembibitan semula dari Kuon Jitsujo Daigaku Seson. Sekarang Nichiren Daisyonin
menyadari waktunya untuk menyebarluaskan Hukum ini. Juga dalam Honinmyosho
berkata : “ Pertapaan diri dari Budha Sakyamuni tingkat Kuon Myoji Soku dimana pada
masa Mappo sekarang ini telah dipindahkan pada diri Myoji Soku dari Nichiren.”
Tingkat Myoji Soku berarti tingkat kedudukan yang menyadari bahwa seluruh
Hukum adalah Hukum Agama Buddha, yang mana menunjukan bahwa Nichiren
Daisyonin sebagai kelahiran kembali dari Budha Myoji Kukyo. Terlebih lagi sekarang
kita yang dapat percaya dan melaksanakan Hukum Agama Budha ajaran Nichiren
Daisyonin dari Ketiga Hukum Rahasia Agung tidak lain dengan seadanya
memindahkan gerakan Kuon Myoji Soku kedalam masa Mappo.
Kutipan kalimat Sandaihiho berbunyi : “ Awal dari Kuon Jitsujo “ berarti Kuon
Ganjo. Kuon Ganjo berarti kembali pada dasar sumber pokok jiwa. Namun Shoju kalau
berdasarkan pertapaan kepercayaan berarti ketekadan hati dari dasar jiwa. Ketekadan
hati untuk tidak mundur sepanjang hidup adalah Shoju, justru kekuatan sumber pokok
yang membulatkan ketekadan hati itu adalah Ichinen dari kepercayaan dasar jiwa yaitu
Nammyohorengekyo.
Kutipan
Pertanyaan : Bagaimanakah Ichinen Sanzen dari perbandingan Hukum Pembibitan
dengan Hukum pemanenan yang sesungguhnya ?
Jawab : Ini merupakan maksud kelahiran leluhur Budha Nichiren Daisyonin dan
wasiat turun temurun yang sangat mendalam dan rahasia dari sekte kita. Oleh karena itu
bagaimanakah dapat mewujudkannya dengan tulisan, walapun demikian namun masa
terakhir ini dalam catatan sekte – sekte lain telah dengan sembunyi mempergunakan ini,
maka pada akhirnya hal ini tidak dapat dirahasiakan lagi sehingga sekarangpun akan
menariknya untuk diterangkan. Haruslah dipercayai dengan mendalam dan sesunguh –
sungguhnya bagaikan kembang Undonge dari Raja rin dan buah dari kebun Saiobo.
Dalam Hinon Myosho berkata : “Ppertanyaan, apakah yang dikatakan Hukum
Rahasia yang maha penting dari dasar kalimat Bab Juryo ? Jawab : Karena ini adalah
Hukum Sakti yang sangat dirahasiakan maka harus dirahasiakan. Kalau Budha seumur
hidup yang meningkatkan derajat masih merupakan wajah Hukum dari teori, maka
seluruh bagian semuanya adalah Ichinen Sanzen dari teori. Makna yang diperoleh dalam
Honmon Juryo yang berdasarkan Shaku ini dikatakan sebagai karunia pemanenan dari
atas kalimat Sutra. Di dasar kalimat Sutra yang dirahasiakan berarti Myoho dari Myoji
Kuon Jitsujo yang tanpa melalui pelaksanaan pertapaan lain langsung mencapai kesadaran
yang tepat ( Jikitatsu Shokan ) inilah yang dikatakan Nammyohorengekyo dari Ichinen
Sanzen pelaksanaan dan yang sesungguhnya.
Partanyaan : Bagaimanakah bentuk tubuh dari Myoho Kuon Myoji ?
Jawab : Pelajarilah dan renungkanlah Totai Gisho dan Kanmonsho dan lain – lain,
sekarang untuk sememntara hal ini dirahasiakan dahulu.
Penjelasan
Pertanyaan : Bangaimakah sesungguhnya perbandingan pembibitan dan pemanenan
dari Ichinen Sanzen ?
Jawab : Ini adalah maksud kelahiran Nichiren Daisyonin di dunia ini dan
merupakan wasiat turun – menurun yang sangat dirahasiakan dalam Nichiren Shoshu.
Sehingga bagaimanakah dapat dengan mudah mewujudkannya dalam kata – kata.
Walaupun demikian, setelah memasuki masa akhir – akhir ini banyak filsafat –
filsafat mempergunakan wasiat turun menurun dari Nichiren Daisyonin yang sangat
dirahasiakan secara umum. Oleh karena itu, pada akhirnya hal ini tidak dapat
dirahasiakan lagi, karena orang – orang yang tidak mengetahui dengan tepat makna
ajaran Nichiren Daishonin yang sesungguhnya telah menarik dan mempergunakan
wasiat turun temurun Nichiren Daisyonin dengan pandangan dan pengertian yang salah
yang disebarluaskan ke dalam masyarakat umum. Sekarang karena hal ini diterangkan
dengan tepat, maka haruslah percaya dan yakin dengan mendalam kalau kita sekarang
dapat dengan gaib bertemu dengan Hukum Sakti yang sulit ditemui. Begitupun hal ini
seperti Raja Kinrin yang muncul hanya untuk bertemu dengan kembang Udonge yang
berbunga sekali dalam 3000 tahun, atau bertemu ketika buah peer dalam kebun Saiobo
berbuah yang mana ia akan berbuah sekali dalam 3000 tahun. Sungguh Hukum Agama
Budha yang sesungguhnya sulit dijumpai.
Dalam Honnin Myosho berbunyi : “Bertanya dengan berkata, apakah Hukum
Rahasia yang dikatakan sebagai satu hal penting dari dasar kalimat Bab Juryo. Menjawab
dengan berkata, karena ini adalah Hukum Sakti yang sangat rahasia, maka harus
dirahasiakan secara mendalam.” Pengkhotbahan seluruh ajaran Budha Sakyamuni selama
50 tahun adalah Zokyo, Tsukyo, Bekyo, Shakumon dan Honmon masing – masing
dijelaskan dengan berbagai Budha – Budha yang berlainan dan Sanjin (ketiga badan)
nyapun berlainan. Yang mana tidak lain merupakan Budha Ojin yang meningkat setahap
demi setahap. Jadi dengan demikian batas lingkungan pengkhotbahan Budha Ojin masih
merupakan Wajah Hukum dari teori, oleh karena itu seluruh bagian Sutra Bunga Teratai,
Honmon maupun Shakumon kedua – duanya merupakan Ichinen Sanzen dari teori. Kalau
Bab Juryo Honmon yang berdasarkan Shakumon maka pengertian yang diperoleh adalah
kurnia pemanenan diatas kalimat Sutra. Sedangkan di dasar kalimat Sutra adalah Myoho
dari Myoji Kuon Jitsujo tidak melalui pelaksanaan pertapaan lainya dan hanya
melaksanakan penyebutan Daimoku dapat memperoleh pandangan tepat secara
langsung merupakan Nammyohorengekyo dari Ichinen Sanzen pelaksanaan dan yang
sesungguhnya.
Pertanyaan : Bagaimanakah bentuk tubuh dari Hukum Sakti Kuon Myoji ?
Jawab : Karena hal ini tertera dengan jelas dalam Gosho Totaigisho dan
Sokanmonsho, maka pelajarilah dan renungkanlah secara mendalam sekarang hal ini
tidak akan dijelaskan disini.
BATAS LINGKUNGAN DARI SELURUH KEHIDUPAN BUDHA
Disini yang disebut seluruh kehidupan Budha, tidak hanya berarti Budha Ojin saja.
Dalam hukum Agama Budha Skayamuni di mulai dari Budha Retsu Ojin dari Sutra Agon
dan dijelaskan seterusnya pada sutra Hoto, Hannya dimana bentuk Budha pun berubah
menjadi Sho Ojin dan Hosshin. Sanmi Nichijun dalam Hon in Myo Kuketsu menjelaskan
sebagai berikut : “ Isshin Sankan, Ichinen Sanzen Jijuyuhoshin dari Budha Obutsu Shoshin.
Berarti Budha Sakyamuni sekarang ini yang merupakan leluhur dari ketiga ajaran Zokyo
dan meningkat setahap dari Tsukyo, Benkyo, Enkyo hingga keempatbelas Bab Shakumon”.
Dimana hingga Bab Hosshin masih merupakan Budha Retsu Ojin dan mulai Bab Hoto
menjadi Budha Tajuyuhoshin kemudian setelah memasuki Bab Juryo menjadi
Jijuyuhoshin begitupun Hukum yang dijelaskan adalah Shakumon dari sebab menuju
akibat (Juin Shika). Walau dikatakan Honmon, namun masih merupakan Honmon yang
terdapat didalam Shakumon.
Pokoknya dalam Bab juryo menjelaskan Isshin Soku Sanjin dari Kuon Jitsujo.
Dalam bab ke 9 Monguki, Tien Tai Daishi menjelaskan “Jumlah Usia (Juryo) berarti jumlah
sesungguhnya. Kalau sekarang mengukur jumlah usia kurnia sesungguhnya dari ketiga
Budha Honchi yang tepat, oleh karena itu dikatakan Bab Nyorai Juryo. “ Dan juga jumlah
sesungguhnya dari Bab ini, secara keseluruhannya menjelaskan ketiga badan (Sanjin),
namun kalau berdasarkan makna lainnya maka sesungguhnya terdapat dalam Hosshin.
Kemudian “ Tertutup rapat (Himitsu/Rahasia) berarti Isshin Soku Sanjin dinamakan
tertutup (Hi) dan Sanjin Soku Isshin dinamakan (Mitsu).” Dan juga bagian yang dijelaskan
pada masa lampau dinamakan tertutup (Hi), yang hanya diketahui oleh Budha sendiri
dinamakan rapat (Mitsu). Namun Budha sesungguhnya dari Bab Juryo tidak lain hanya
berupa Budha Jijuyushin yang meningkat diri sendiri sesuai keadaan (Obutsu Shoshin)
yang merupakan Budha Shaku. Ini tidak lain merupakan Budha Retsu O yang meningkat
hingga mewujudkan Budha Jijuyushin. Budha Jijuyushin yang sesungguhnya adalah
Budha Jijuyushin dari Kon Ganjo. Walau dikatakan Jijuyushin yang sama pun , namun
perbedaannnya adalah bagai langit dan bumi. Dalam Mappo Soosho (Gosho, hal 186)
berkata : “ Pertanyaan apakah perbedaan Jijuyishin dari Kuon Ganjo dengan Jijuyushin dari
Budha peningkatan sesuai keadaan (Obutsu Shoshin). Jawab , walau terdapat perbedaan –
perbedaannya, namun disini akan menjelaskan beberapa diantaranya.
Kesatu adalah sumber pokok (Honshi) dan bayangan (Suijaku).
Kedua adalah Jigyo dan keta.
Ketiga adalah, Kesadaran Budha dalam bentuk manusia biasa (Myoji Bonpu) dan
kesadaran yang dihias – hias (Shikisosogon).
Keempat adalah, kesatua antara manusia dan Hukum (ninpo Taiichi) dan perbedaan
keunggulan dan kelemahan atara manusia dan Hukum (Ninpo Shoretsu).
Kelima adalah, leluhur dan ajaran pembibitan dan pemanenan dan lain – lain sebagainya. “
Pokoknya Hukum Agama Budha pemanenan hanya terbatas untuk orang – orang
yang telah memperoleh pembibitan di masa lampau, namun orang yang tidak pernah
melanggar dosa pengfitnahan terhadap Hukum Agama Budha. Jadi terhadap orang yang
sekali melanggar dosa pengfitnahan terhadap Hukum Agama Budha dan jatuh kedalam
neraka penderitaan yang tak terputus – putus, yaitu umat manusia yang berjodoh yang
bertentangan (Gyakuen) tidak dapat diselamatkan. Oleh karena itu Hukum Agama Budha
pemanenan selalu harus memikirkan dan memperhatikan agar supaya umat manusia
tidak menimbulkan pengfitnahan terhadap Hukum. Jadi dalam hal ini masih belum keluar
dari batas lingkungan Budha yang menyesuaikan dengan keadaan (Obutsu).
Disamping itupun Hukum Agama Budha Nichiren Daishonin, walau terhadap manusia
yang berjodoh bertentangan (Gyakuen) maupun yang berjodoh searah (Jun – en)
semuanya dapat diselamatkan. Maka Nichiren Daisyonin sebagai Jijuyishin yang
sesungguhnya dapat bergerak bebas dan leluasa sekehendak hati untuk
menyebarluaskan Hukum ini seadanya. Begitupun Hukum Agama Budha pemanenan
adalah Agama Budha Bangsawan yaitu ajaran yang dijelaskan kepada lapisan elit dan
kaum cendikiawan. Oleh karena itu bentuk Budha yang dijelaskan Hukum ini harus
menghiasi wajahnya agar supaya dapat menimbulkan rasa hormat terhadapnya. Namun
Hukum Agama Budha nichiren Daishonin adalah Hukum Agama Budha rakyat dimana
berjuang menyelamatkan kebahagian umat manusia bersama – sama rakyat tanpa
menghiaskan diri dengan kekuasaan, kedudukan dalam masyarakat. Inilah bentuk
Jujuyusin yang sesungguhnya.
ICHINEN SANZEN PEMBIBITAN DIDASAR KALIMAT
Ichinen Sanzen dari perbandingan pembibitan dan pemanenan yang tepat adalah
Ichinen Sanzen pelaksanaan dan yang sesungguhnya dari pembibitan di dasar kalimat.
Yaitu Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung. Sekarang kalimat
Honinmyosho yang ditarik dalam kalimat pokok menjelaskan bahwa Budha dari seluruh
kehidupan Budha Sakyamuni adalah penjelasan dari Budha peningkatan sesuai keadaan
dan merahasiakan Myoho dari Myoji Kuon didasar kalimat Sutra. Tidak belebihan jika
dikatakan bahwa “ Kuon Jitsujo “ yang diajarkan disini sama sekali tidak berarti
pencapaian kesadaran Budha pada 500 Jintengo yang terdapat diatas kalimat Sutra.
Dalam Ongi Kuden diajarkan bahwa “ Yang dikatakan Kuon mempunyai makna tidak
dibuat, tidak dihias, keadaan seadanya sejak asal mula. Kuon pada hakekatnya adalah
Nammyohorengekyo sendiri “. Dimana mempunyai makna Kuon Ganjo. Mengenai Jitsujo
ini dalam Onggi Kuden dikatakan : “ Jitsu ditetapkan sebagai Budha dari Musa Sanjin, jutru
ini adalah Jitsu yang sesungguhnya dan selain ini pada hakekatnya tidak ada Jitsu lainnya.
Dan juga, Jo berarti “Dapat menjadi” (Nojo/sembilan dunia) dan “sudah menjadi”
(Shojo/dunia Budha) dan Jo mempunyai makna membuka, membuka seluruh alam semesta
sebagai Budha dari Musa Sanjin “. (Gosho, Hal.753).
Jadi Kuon Jitsujo berarti dengan bentuk “tidak dibuat-buat,tidak dihias-hias,
keadaan seada-adanya sejak asal mula dalam Kuon Ganjo membuka kesadaran Budha
Musa Sanjin.” Hanya menerima dan mempertahankan dengan setulusnya pada “Myoho
dari Myoji” yang dimiliki oleh Budha Jijuyushin dari Kuon Ganjo yaitu
Nammyohorengekyo saja akan mencapai Sokushin Jobutsu. Inilah Hukum Agama Budha
yang merupakan satu hal penting yang terdapat di dasar kalimat Bab Juryo. “Myoho dari
Myoji” adalah Myoho yang disadari dan berkedudukan Myoi Soku. Myoji Soku adalah
seperti yang dikatakan dalam Sokanmosho berkata : “Myoji Soku adalah menyadari dan
memahami bahwa seluruh Hukum semuanya adalah Hukum Agama Budha”. Dimana
menyadari bahwa segala Hukum adalah Myoho, begitupun gerakan diri sendiri dapat
diselaraskan dengan Myoho, Hukum Alam Semesta. Kalau ini dejelaskan berdasarkan
kehidupan sehari – hari, maka itu berarti kepercayaan adalah kehidupan, kehidupan
adalah kepercayaan. Dimana dalam kehidupan sebagi seorang masyarakat telah dapat
hidup dengan suasana hidup yang penuh dengan kurnia kebajikan kepercayaan dan
menikmati kegembiraan hidup.
Tidak melalui pertapaan lainya, adalah sama seperti yang dikatakan dalam Totai
Gisho (Gosho, Hal.512) berkata : “ Dengan tulus dan jujur membuang ajaran sementara
dan hanya percaya pada Sutra Bunga teratai, yaitu meneruskan pelaksanaan kepercayaan
yang suci dan murni dan yakin bahwa hanya Myoho dari Myoji sajalah yang merupakan
satu – satunya jalan untuk mencapai kesadaran Budha.” Dengan langsung mencapai
pandangan yang tepat (Jikitastu Shokan) yaitu menerima dan mempertahankan Myoho
akan mencapai kesadaran Budha dalam keadaan seadanya sekarang ini (Sokushin
Jobutsu). Dan juga hal ini menyangkal keadaan pencapaian kesadaran Budha yang
terlepas dari keadaan kehidupan yang nyata. Harap diketahui dengan seksama bahwa
kalau menuntut pencapaian kesadaran Budha maupun kebahagian yang mutlak di dunia
yang lain dengan terlepas dari kehidupan yang nyata dan melupakan penderitaan umat
manusia sama sekali bukan Hukum Agama Budha yang sesungguhnya.
BAB VIII
MENUNJUKKAN ICHINEN SANZEN YANG SESUNGGUHNYA DAN
TEORI
Kutipan
Pertanyaan : Apakah perbedaan Sanzen dari Ji dengan Ri itu?
Jawab : Shakumon dinamakan Ichinen Sanzen teoritis karena menerangkan berdasarkan
Shoho Jisso, Honmon dinamakan Jino Ichinen karena menerangkan berdasarkan sebab (in),
Akibat (Ga), Tempat (Koku). Menurut Nichiren Shoshu kedua bagian dari Shakumon dan
Honmon, kedua – duanya dinamakan Ichinen Sanzen teoritis. Hanya Honmon Tunggal yang
terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan dinamakan Ichinen Sanzen pelaksanaan.
Inilah rahasia sekte yang tidak boleh dibocorkan.
Penjelasan
Dalam Ichinen Sanzen terdapat Ichinen Sanzen sesunguhnya dan teoritis.
Shakumon Saddharma Pundarika Sutra adalah Ichinen Sanzen teoritis, sedangkan
Honmon adalah Ichinen Sanzen pelaksanaan. Namun, betapapun ini masih dibahas dalam
batas – batas Hukum Agama Budha Sakyamuni. Sedangkan kalau dipandang berdasarkan
Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin, maka kedua bagian Shakumon dan Honmon
Saddharma Pundarika sutra merupakan Ichinen Sanzen Teoritis. Dalam bagian ini
menjelaskan bahwa hanya Honmon Tunggal yang dirahasiakan di dasar kalimat dari
Budha Nichiren Daisyonin yang merupakan Ichinen Sanzen sesunguhnya.
SANJUHIDEN DAN ICHINEN SANZEN YANG SESUNGGUHNYA DAN TEORITIS
Nikan Jonin dalam penjelasan dari Bab 5, ke 6 dan ke 7 masing – masing
menjelaskan bahwa dalam Hukum Ichinen Sanzen pun terdapat ketiga susun yang
dirahasiakan (Sanjuhiden) dari perbandingan ajaran sementara dan sesungguhnya (Gon
Jitsu Sotai), perbadingan dari Honmon dan Shakumon (Honshaku Sotai), dan
perbandingan Hukum pembibitan dan pemenenan (Shudatsu Sotai). Akan tetapi justru
Nammyohorengekyo dari Ichinen Sanzen pelaksanaan yang sesungguhnya yang
terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan dari Bab Juryo Honmon Saddharma
Pundarika Sutra, merupakan badan sesungguhnya dari inti Hakekat Hukum Ichinen
Sanzen.
Namun dalam Bab ke 8 ini Nikan Jonin dengan pandangan yang agak berbeda
dengan Bab – bab sebelumnya, dimana mendiskusikan Ichinen Sanzen berdasarkan
pelaksanaan yang sesungguhnya dan teoritis. Pada umumnya yang dikatakan
pelaksanaan yang sesungguhnya berarti wujud, kehidupan, pelaksanaan, kenyataan,
bentuk sesungguhnya dan sebagainya.
Ketika mendiskusikan untuk memperbandingkan pelaksanaan dan teoritis ini,
dimana terdapat kedua pandangan yang beranggapan pelaksanaan yang sesungguhnya
lebih unggul dari teoritis, sebaliknya terdapat pandangan yang beranggapan teoritis lebih
unggul dari pelaksanaan yang sesungguhnya. Budha Sakyamuni dalam ajaran Nizen,
sebelum menjelaskan Saddharma Pundarika Sutra menjelaskan bahwa untuk menyelami
dan menyadari Hukum alam semesta ini merupakan tujuan dari kehidupan manusia.
Dan kemudian menetapkan pelaksanaan yang sesungguhnya dengan keenam
Paramitha sebagai tujuan tersebut. Jadi disini menegaskan bahwa karena melalui
pelaksanaan yang sesungguhnya dapat menyadari teori merupakan sesuatu yang
terpenting, maka teori lebih unggul dari pelaksanaan yang sesungguhnya.
Dan Hukum Agama Budha Tien Tai pada masa Zoho karena mementingkan
Kannen Kanpo, sehingga teori lebih unggul dari pelaksanaan sesungguhnya, namum
Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin masa Mappo, dimana Gohonzon merupakan
wujud sesungguhnya dari Saddharma (Myoho), teori adalah teori filsafat dari Saddharma
(Myoho). Jadi karena dalam pelaksanaan yang sesungguhnya lebih unggul dari teori.
Sebagai umpama, gambar rencana suatu bangunan rumah merupakan teori,
sedangkan keadaan rumah yang dibangun sesungguhnya merupakan pelaksanaan yang
sesungguhnya. Walau merencanakan betapa baiknya suatu bangunan rumah dalam
gambar rencana bangunan, namun hanya gambar rencana tersebut, betapapun tidak
dapat terlindung dari hujan dan angin maupun menikmati kehidupan yang nyaman.
Sebaliknya membangun rumah sesungguhnya berdasarkan gambar rencana tersebut
dapat dihuni dan dari situ baru dapat menghidupkan nilai dari hubungan rumah dengan
manusia yang menghuni rumah tersebut. Dan juga teori adalah sesuatu yang berdiri pada
pandangan kebenaran, sedangkan pelaksanaan yang sesungguhnya dapat dikatakan
berdiri pada pandangan nilai.
Nikan Jonin membahas Ichinen Sanzen dari sudut pandang pelaksanaan yang
sesungguhnya dan teori. Dan selanjutnya menyimpulkan bahwa justru
Nammyohorengekyo Honmon Tunggal yang terpendam di dasar kalimat yang
dirahasiakan merupakan Ichinen Sanzen pelaksanaan sesungguhnya maupun bentuk
sesungguhnya dari inti hakekat dan sumber pokok yang memberi pencapaian kesadaran
Budha kepada seluruh umat manusia.
ICHINEN SANZEN TEORI DARI SHAKUMON
Mengenai Ichinen Sanzen pelaksanaan yang sesungguhnya dan teori yang
terdapat di dalam kalimat Saddharma Pundarika Sutra, Guru Ikeda membahasnya dalam
ceramah Onggi Kuden sebagai berikut. Dalam sutra Nizen, Sravaka dan Pratekya Budha
(Nijo) sama sekali tidak dapat mencapai kesadaran Budha, wanita dan orang jahat tidak
dapat mencapai kesadaran Budha dan sebagainya. Dimana kesepuluh dunia dijelaskan
dengan banyak perbedaan dan sama sekali tidak menjelaskan Ichinen Sanzen, sehingga
merupakan pandangan jiwa yang rendah dan sempit. Akan tetapi setelah memasuki
Shakumon Saddharma pundarika Sutra telah meninggalkan seluruh ajaran yang
dijelaskan sebelumnya. Sesungguhnya dalam Sutra Muryogi begian pengantar dari
Saddharma Pundarika Sutra mengatakan : “Selama 40 tahun lebih masih belum
mewujudkan ajaran sesungguhnya.” Dan dalam Bab Hoben memaklumkan : “ Budha demi
mengabadikan Hukum, pasti akan menjelaskan ajaran kebenaran yang sesungguhnya.”
Bersamaan dengan itu menjelaskan pencapaian kesadaran Budha dari Sravaka dan
Pratekya Budha, wanita dan orang jahat dan disinilah dijelaskan perinsip 10 dunia yang
memiliki 10 dunia. Juga dalam Bab Hoben dijelaskan : “ Dari Shoho Jisso hingga sampai
Honmatsu Kukyoto “ dimana dengan berdasarkan pada kalimat dari Junyo Jisso untuk
mejelaskan segala sesuatu yang terdapat dalam alam semesta, merupakan badan
sesungguhnya dari Saddharma (Myoho). Terlebih lagi, segala gejala apapun dengan jelas
merupakan gerakan dari seratus dunia, seribu Nyoze dan Ichinen Sanzen dan juga dalam
jiwa Ichinen kita dengan jelas tercakupi dengan nyata seluruh keadaan dan gerakan jiwa
yang mencakupi dari Dunia neraka hingga dunia Budha.
Disini, bersamaaan dengan terwujudnya keadaan sesungguhnya dari jiwa akan
membuka jalan menuju pencapaian kesadaran Budha dari seluruh umat manusia dan
meneguhkan teori prinsip kebahagian dari seluruh umat manusia. Namun, dalam tahap
Shakumon Saddharma Pundarika Sutra masih belum sempurna, karena belum terlepas
dari batas lingkungan teori dan pengamatan filsafat dari jiwa. Betapapun walau dengan
teoritis dapat memahami bahwa diri kita merupakan badan sesungguhnya dari
Saddharma (Myoho) maupun dalam jiwa telah mencakupi dunia Budha, namun kalau
tidak dapat mewujudkan dunia Budha dalam jiwa kita sebagai badan sesungguhnya dari
Myoho yang mencemerlangkan jiwa yang hidup dalam kehidupan maka sama sekali tidak
ada gunanya. Walau betapa dijelaskan bahwa kita manusia pada hakekatnya merupakan
badan sesungguhnya dari Saddharma (Myoho), kepada umat manusia yang mengalami
malapetaka, namun kalau pada kenyataannya tidak dapat merombak nasib dan
melangkah pada jalan agung menuju kebahagian, sama sekali tidak ada makna apapun
juga.
Memang, kehadiran Hukum Agama Budha dijelaskan demi membuktikan
kebahagian yang nyata kepada seluruh umat manusia. Namun itu tidak semata – mata
hanya diperkembangkan dalam teori maupun pengetahuan. Jadi kalau bukan merupakan
suatu ajaran yang memiliki kekuatan yang kuat demi pencapaian kesadaran Budha
kepada seluruh umat manusia dalam kenyataan. Maka sama sekali tidak ada arti apapun
juga. Oleh karena itu Shakumon dinamakan Ichinen Sanzen teoritis dan lebih rendah dari
ajaran Honmon, yakni Ichinen Sanzen pelaksanaan sesungguhnya yang menjelaskan
pencapaian kesadaran Budha yang sesungguhnya. Jadi, Shakumon seperti yang dijelaskan
diatas, yang mana tidak lain semata – mata hanya menjelaskan segi teoritis dan
kemungkinan untuk dapat mencapai kesadaran Budha bagi seluruh umat manusia. Dan
Budha Sakyamuni adalah Budha yang mewujudkan Dunia Budha dalam bentuk nyata.
Maka umat manusia pada waktu itu untuk mewujudkan dunia Budha pada dirinya harus
menjadikan Budha Sakyamuni sebagai teladan. Budha Sakyamuni diri sendiri
menjelaskan bilamana, dimana dan dengan berdasarkan sebab apakah sehingga
mencapai kesadaran Budha, begitupun menjelaskan hubungan Budha Sakyamuni dengan
umat manusia pada waktu itu. Kalau selama ini tidak dapat diatasi, maka umat manusia
tidak dapat mencapai kesadaran Budha.
ICHINEN SANZEN PELAKSANAAN YANG SESUNGGUHNYA DARI HONMON
Tetapi, Budha Sakyamuni setelah memasuki ajaran Honmon Saddharma
Pundarika Sutra menjelaskan sebab pokok (Hon In), akibat pokok (Hon Ga), dan tanah air
pokok (Hon Kokudo) dari pencapaian kesadaran diri sendiri, sehingga dengan nyata
membuktikan seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Budha.
Pertama–tama,kutipan Bab Juryo ke 16 Saddharma Pundarika Sutra yang
berbunyi : “ Sesungguhnya sejak saya mencapai kesadaran Budha, telah berlalu waktu
yang tak terhingga “ yang mana menjelaskan Kuon Jitsujo dan menanggalkan pandangan
Shijo Shokaku. Jadi pandangan yang beranggapan bahwa Budha Sakyamuni lahir di India
dan ketika berusia 30 tahun, baru mencapai kesadaran Budha dibawah pohon Bodhi
dekat Gayajo (Shinjo Shokaku) ditanggalkan, dengan menjelaskan bahwa sesungguhnya
beliau telah mencapai kesadaran Budha dari masa lampau yang tak terhingga yang
dikatakan sebagai 500 Jintengo. Inilah yang dikatakan Honga Myo.
Bersamaan dengan dijelaskannnya Kuon Jitsujo ini, Budha Sakayamuni pun
menjelaskan sebab pokok (Hon In) untuk mencapai kesadaran Budha dengan berkata :
“Sesungguhnya saya menjalankan pertapaan Boddhisatva dan usia jiwa yang tercapai
hingga sekarang pun masih belum berakhir malah berlipat ganda dengan angka tersebut
di atas.” Dunia Boddhisatva mewakili kesembilan dunia. Dan jiwa kesembilan dunia
walau sejak mencapai kesadaran Budha pun, malah “hingga sampai saat sekarang masih
belum berakhir”. Jadi Budha Sakyamuni menjelaskan dengan terang bahwa beliau, sejak
masa tak berawal adalah badan sesungguhnya yang merupakan jiwa dari Dunia Budha
adalah kesembilan dunia, kesembilan dunia adalah Dunia Budha. Inilah yang dikatakan
Honin Myo.
Selanjutnya Budha Sakayamuni menjelaskan dimanakah beliau mencapai
kesadaran Budha, yang mana dikatakan sebagai Hon Kokudo. Dan itu dijelaskan dalam
kutipan kalimat yang berbunyi : “Sejak itu hingga sekarang, saya selalu berada di dunia
yang fana ini (Shaba sekai). Untuk menjelaskannya dan mengenal Hukum.” Sebelumnya
dunia yang fana ini tidak disukai dengan menamakannya sebagai tanah najis dan
beranggapan bahwa tempat tinggal Budha (Jakkado) berada di dunia yang lain. Akan
tetapi,setelah memasuki Bab Juryo, Budha Sakayamuni mempermaklumkan bahwa justru
dunia yang fana ini merupakan dunia Jakkado, tempat tinggal kekal abadi dari Budha.
Begitupun, sebelumnya tanah Budha yang dijelaskan berbagai Sutra adalah Negara –
Negara yang pernah Budha Sakyamuni mengamal disitu, dengan demikian jelas alam
semesta itu sendiri merupakan dunia dari Saddharma (Myoho). Seandainya, kalau tidak
dijelaskan bahwa dunia fana ini adalah Jakkado, maka dengan bagaimanakah sehingga
dapat dengan jelas menjelaskan tanah air Budha (Jakkado) pun merupakan badan
sesungguhnya dari Saddharma (Myoho). Dan juga, dengan dijelaskannya prinsip dunia
yang fana ini adalah tanah air Budha (Shaba Soku Jakkado), maka kebahagian itu sama
sekali tidak terdapat pada suatu dunia yang jauh, begitupun pencapaian kesadaran Budha
dengan jelas dapat dikatakan tidak pada dunia yang lain. Inilah HonKokudomyo.
Dengan demikian, karena dalam Bab Juryo Honmon Saddharma Pundarika Sutra
menjelaskan Sanmyo dari Honin Myo, Honga Myo, dan Honkokudomyo yang mana
dikatakan sebagai San Myo Go Ron. Dan justru terdapat San Myo Go Ron ini hingga
Honmon Saddharma Pundarika Sutra dikatakan sebagai Ichinen Sanzen pelaksanaan
yang sesungguhnya. Perbedaan antara Honmon dan Shakumon dari Saddharma
Pundarika Sutra sebagai langit dan bumi. Akan tetapi kalau berdasarkan Hukum Budha
Nichiren Daisyonin, Honmon Saddharma Pundarika Sutra ini menjadi Ichinen Sanzen
teoritis, mengenai hal ini Nikan Jonin menjelaskan : “Kalau berdasarkan makna dari sekte
Nichiren kedua bagian Shakumon dan Honmon dinamakan Ichinen Sanzen teoritis, hanya
Honmon tunggal yang terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan dinamakan Ichinen
Sanzen pelaksanaan yang sesungguhnya.”
Kutipan
Pertanyaan : Mengapa Ichinen Sanzen dari Shakumon dan Homon kedua – duanya
dinamakan Ichinen Sanzen teoritis ?
Jawab : Disini terdapat dua makna :
1. Kedua – duanya berwajah Hukum berdasarkan teori (Ri).
2. Karena kedua – duanya dari Honmon dan Shakumon berada dalam Shakumon,
dalam Honinmyosho berkata : “Yang terbatas dalam Budha Oojin seumur hidup itu
dari Sakyamuni 50 tahun, karena wajah Hukum berdasarkan Ri maka Saddharma
Pundarika Sutra (Shakumon dari Honmon) kedua – duanya adalah Rino Ichinen
Sanzen” dan lain – lain. Dan juga berkata : :Shakumon dinamakan Rino Ichinen
Sanzen Saddharma Pundarika Sutra dari Geshu (pembibitan) adalah Honmon
Tunggal” dan lain – lain. Dalam Hon Zon Sho berkata : “Ichinen Sanzen terpisah
dengan hanya sehelai selaput.” Dan lain – lain. Meskipun Ichinen Sanzen dari
Shakumon , Honmon, Ji, Ri berbeda, karena semuanya dikatakan Rino Ichinen
Sanzen, maka dikatakan terpisah dengan selaput bambu, hal ini karena berhadapan
dengan Jino Ichinen Sanzen Honmon Tunggal yang terpendam di dasar kalimat.
Penjelasan
Mengapa kedua bagian Ichinen Sanzen dari Honmon dan Shakumon
dinamakan Ichinen Sanzen teoritis ? Disini Nikkan Jonin mengutarakan dua hal
sebagai berikut :
Yang pertama, oleh karena keduanya masih merupakan wajah hukum teoritis.
Seperti yang tertulis dalam Honinmyosho berkata : “ Kalau penjelasan ajaran seluruh
kehidupan Budha merupakan wajah Hukum teoritis, maka seluruh bagian (Saddharma
Pundarika Sutra ke 28 Bab) keseluruhanya merupakan Ichinen Sanzen teoritis” yang
mana walaupun betapa membahas lemah unggul dan mendebatkannya dengan
sedemikian baik dalam lingkungan Hukum Agama Budha, namun karena pada
hakekatnya tidak menjelaskan Nammyohorengekyo dan tidak terdapat badan
sesungguhnya dari bibit sumber pokok pencapaian kesadaran Budha, maka tidak lain
merupakan wajah hukum teoritis.
Yang kedua, oleh karena merupakan Honmon dan Shakumon yang terdapat didalam
Shakumon. Seperti yang tertulis dalm Hininmyosho berkata : “ Shakumon dikatakan
Ichinen Sanzen teoritis karena Saddharma Pundarika Sutra pemanenan kedua –
duanya Honmon dan Shakumon menjadi Shakumon. Honmon dikatakan Ichinen Sanzen
pelaksanaan yang sesungguhnya karena Saddharma Pundarika Sutra Pembibitan
adalah Honmon Tunggal.” Yang mana kalau dipandang berdasarkan
Nammyohorengekyo pembibitan di dasar kalimat yang dirahasiakan, maka keduan
Honmon dan Shakumon dari Saddharma Pundarika sutra akan menjadi Shakumon.
Pandangan pertama membahas berdasar pada pandangan Hukum.
Pandangan kedua membahas berdasar pandangan Budha yakni manusia. Namun
betapapun kalau kedua bagian Honmon, Shakumon yang terdapat diatas kalimat dari
Saddharma Pundarika Sutra, kalau dibandingkan dengan Honmon Tunggal yang
terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan, maka kedua – duanya Honmon dan
Shakumon akan menjadi Ichinen Sanzen teoritis. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa
Bab Juryo yang terdapat diatas kalimat Sutra nya menjelaskan keadaan Budha yakni,
bilamana, dimana, dan dengan bagaimanakah sehingga dapat mencapai kesadaran
Budha. Dan dengan demikian Budha menjelaskan bahwa jiwa kekal abadi pada jiwa
beliau. Namun beliau menetapkan suatu waktu yang dikatakan sebagai 500 Jintengo,
sehingga sebelum 500 Jintengo beliau masih belum menyadari kesadaran Budha dan
dikatakan masih melaksanakan pertapaan Boddhisatva. Disamping itupun Budha nya
pun Budha ideal dari Shikisosogon yang memulai ajaranya denagn 5 waktu dan 8
ajaran. Jadi Budha 500 Jintengo adalah Budha yang dicapai bukan Budha yang tak
berawal dan akhir. Dengan demikian kalau tidak ada sumber pokok pencapain
kesadaran Budha maka tidak akan terdapat badan sesungguhnya dari pencapaian
kesadaran Budha.
Budha sesungguhnya yang tak berawal akhir, terpendam di dasar kalimat
yang dirahasiakan. Kuon Ganjo sama sekali bukan suatu waktu tertentu seperti 500
Jintengo. Kalau berdasarkan waktu maka itu tidak berawal akhir. Kalau berdasarkan
ruang maka itu alam semesta itu sendiri. Dan badan sesungguhnya tidak lain adalah
Nammyohorengekyo, yang merupakan sumber pokok segala Hukum, dan kekuatan
sumber pokok yang merubah dan menggerakan segala sesuatu di alam semesta, maka
dalam Onggi Kuden dikatakan : “ Kuon berarti tidak dibuat – buat , tidak dihias – hias
dan keadaan seadanya” dan menyimpulkan “Kuon berarti Nammyohorengekyo. “
Jadi Budha itu bukan Budha Shikisosogon yang terlengkapi dengan 32
wajah dan 80 kepribadian. Hanya dalam badan manusia biasa dan keadaan seadanya
yang mana merupakan hakekat Budha sesungguhnya. Nichiren Daisyonin muncul
sebagai kelahiran kembali dari Budha Jijuyushin Kuon Ganjo dan dengan keadaan
seadanya sebagai badan manusia biasa telah berjuang diantara seluruh umat
manusia, di samping itu telah mewujudkan satu helai Gohonzon. Nammyohorengekyo
yang merupakan Saddharma (Myoho) Kuon Ganjo, adalah sumber pokok segala
Hukum dan kekuatan sumber pokok yang menggerakan dan merubah seluruh alam
semesta ini dan diberikan kepada seluruh umat manusia. Justru inilah Ichinen Sanzen
pelaksanaan yang sesungguhnya, Honmon tunggal yang terpendam diu dasar kalimat
yang dirahasiakan, yang mana merupakan Hukum penting dari Mappo dan Hukum
yang memberi kesadaran Budha kepada seluruh umat manusia.
Dengan demikian kalau memandang Ichinen Sanzen pelaksanaan, Honmon
tunggal yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan, maka perbedaan dari
Honmon dan Shakumon yang terpisah bagai langit dan bumi pun hanya akan berbeda
bagai selaput bambu dan hampir tidak ada perbedaan. Sebagai umpama, rumput yang
tinggi 10 cm dengan pohon yang tingginya 10 meter, kalau dilihat dari atas tanah
akan berbeda bagai langit dan bumi, namun kalau dilihat dari atas langit maka
perbedaan dari rumput dan pohon sama seperti terpisah dalam selaput bambu.
Kutipan
Pertanyaan : Bagaimanakah maknanya sehingga Honmon tunggal yang
terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan dinamakan Ichinen Sanzen pelaksanaan
sesungguhnya?
Jawab : Walau hal ini merupakan makna rahasia satu – satunya, namun
sekarang kalau dijelaskan dengan suatu perkataan maka itu merupakan kesatuan
manusia dan hukum yang tak terpisahkan. (Ninpo Taiitsu).
Penjelasan
Bagian ini walau pendek kalimatnya, namun menunjukan makna yang mendalam
sekali. Jadi Honmon tunggal yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan
dikatakan sebagai Ichinen Sanzen pelaksanaan yang sesungguhnya, karena Honmon
tunggal yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan merupakan satu badan
kesatuan dari manusia dan hukum yang tak terpisahkan. Karena teori manusia dan
Hukum diterangkan dengan jelas pada Montei Hichinsho ke 2, maka disini akan
dijelaskan dengan singkat mengenai makna badan kesatuan dari manusia dan Hukum,
yang tak terpisahkan.
Filsafat yang bagaimanapun pasti menjelaskan suatu Hukum (prinsip yang tak
berubah – ubah), sedangkan manusianya yang mewujudkan Hukum tersebut dan
dilaksanakan dalam kehidupan sehari – hari yang nyata. Oleh karena itu, seandainya
Hukumnya rendah dan terdapat kontradiksi, hal mana kalau tidak sesuai hakekat dari
kemanusiaan. Maka, walau manusia ingin dengan tulus melaksanakan Hukum
tersebut namun karena terdapat perbedaan yang besar diantara cita – cita dan
kenyataannya, sehingga terjadi pertentangan antara filsafat dengan pelaksanaannya,
yang mana menyebabkan timbulnya penderitaan atas kontradiksi dan ketidak
sesuaian.
Banyak filsafat yang membentuk kepribadian berdua wajah. Sehingga timbul
perang yang bengis dan timbulnya ras diskriminasi dan menekan sifat kemanusian
berdasarkan penguasaan secara total. Dan sebab pokok yang mengakibatkan
terjadinya hal meremehkan keagungan jiwa, karena hakekat dari manusia dan Hukum
tidak manjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Jadi sesungguhnya jiwa manusia
yang terdiri dari raga, dan rohani yang tak terpisahkan (Shiki Shin Funi) dibatasi
dengan pandangan jiwa yang sempit, hal mana merupakan sebab pokok dari tragedi
tersebut.
Terlebih lagi dalam Hukum Agama Budha pun terdapat lemah unggul dari
manusia dan Hukum (Ninpo Shoretsu). Yaitu Hukum lebih unggul dari manusianya.
Dalam Sutra Fungenkyo dijelaskan : “Sutra – Sutra Mahayana ini merupak bibit yang
melahirkan seluruh Tathagata (Nyorai) dari ketiga masa.” Hukum yang dimaksud
disini adalah “Sutra – Sutra Mahayana ini,” tidak lain Nammyohorengekyo dari
Honmon Tunggal yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan. Sebaliknya
Daisyonin merupakan Budha Jijuyushin dari Kuon Ganjo, yang mana merupakan
kesatuan manusia dan Hukum yang tak terpisahkan. (Nippo Ikka). Oleh karena itu
sama sekali tidak perlu menghias – hiasi dirinya dan dengan keadaan seadanya telah
membimbing umat manusia.
Justru kesatuan manusia dan Hukum yang tak terpisahkan (Ninpo Taiitsu dan
Ninpo Ikka) merupakan syarat pokok yang dapat menyelamatkan seluruh umat
manusia. Dan justru Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin yang telah
membuktikan dengan gerakan beliau dengan menjelaskan seluruh hakekat jiwa,
bahwa hanya Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin yang mempunyai kesatuan
manusia dan Hukum yang tak terpisahkan. Jika tidak demikian maka sama sekali
tidak dapat dikatakan filsafat agung yang dapat menyelamatkan umat manusia.
Olah karena Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin merupakan satu kesatuan
dari manusia dan Hukum yang tak terpisahkan, maka dapat memunculkan kekuatan
agung untuk selama – lamanya tidak akan timbul kemacetan dan tidak akan
menimbulkan pertentangan dan dapat mewujudkan cita – cita secara nyata. Dan
hingga masa yang tak berakhir yang kekal abadi, di mana walau berada dalam zaman
dan negeri yang bagaimana pun dapat merombak dari dasar jiwa setiap jiwa umat
manusia hingga merombak nasibnya. Terlebih lagi dapat merombak nasib suatu
negara maupun dunia. Oleh karena itu Honmon Tunggal yang terpendam di dasar
kalimat yang dirahasiakan dinamakan Ichinen Sanzen pelaksanaan yang
sesungguhnya.
Kutipan
Pertanyaan : Bagaimanakah bukti kalimat sutranya?
Jawab : Untuk sementara menarik satu kalimat, maka harap percayalah
dengan menjungjung tinggi kalimat tersebut. Dalam Onggi Kuden berkata : “ Jijuyushin
adalah Ichinen Sanzen, Dengyo Daishi berkata : Ichinen Sanzen adalah Jijuyushin.” Dan
sebagainya. Dalam Gosoden berkata : “ Kalau melihat bintang di dalam kolam, maka
bayangan Nichiren adalah Mandala Agung “ dan lain – lain. Dalam Honzonsho berkata :
“ Ichinen Sanzen adalah Jijuyushin” dan lain – lain. Dalam Hon On Sho berkata : “
Jijuyushin adalah Ichinen Sanzen “ dan lain – lain.
Penjelasan
Dalam kalimat sebelumnya Nikkan Jonin menjelaskan sebab Honmon tunggal
yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan dinamakan Ichinen Sanzen
pelaksanaan sesungguhnya, adalah disebabkan karena kesatuan manusia dan Hukum
yang tak terpisahkan. Namun dalam bagian ini merupakan jawaban atas pertanyaan
yang menanyakan mengenai bukti kalimat kesatuan manusia dan hukum yang tak
terpisahkan (Ninpo Taiitsu). Dalam Onggi Kuden terdapat kalimat : “Jijuyushin adalah
Icinen Sanzen” atau “ Ichinen Sanzen adalah Jijuyushin.”
Disini Jijuyushin mempunyai makna sebagi Honzon dalam bentuk manusia
sedangkan Ichinen Sanzen mempunyai makna sebagai Honzon dalam bentuk Dharma.
Namun perkataan Soku (Adalah) mempunyai makna sebagai kesatuan Hukum dan
manusia yang tak terpisahkan. Dengan bukti kalimat tersebut diatas pun dengan
terang dan tegas menunjukan bahwa Nichiren Daisyonin Budha masa Mappo dengan
Nammyohorengekyo yang merupakan sumber pokok seluruh Hukum dan Saddharma
dari kuon Ganjo merupakan satu kesatuan manusia dan Hukum yang tak terpisahkan.
Kutipan
Pertanyaan : mengapa dalam kedua Gosho dari Honzon Sho dan Ho On Sho masih
belum terlihat kalimat ini?
Jawab : Ini adalah kesalahan orang buta dan bukan kesalahan matahari dan
bulan. Haruslah diketahui bahwa seluruh Sutra dari seluruh kehidupan Budha
Sakyamuni hanya terdapat keempat susun, yakni yang dikatakan sebagai Sutra – Sutra
sebelum Saddharma Pundarika Sutra (Nizen Kyo) Shakumon, Honmon dan di dasar
kalimat yang dirahasiakan (Montei). Dalam keempat susun ini terdapat ketiga susun
yang dirahasiakan, yaitu yang dikatakan karena dalam ajaran Sutra – Sutra sebelum
Saddharma Pundarika Sutra belum membabarkan Ichinen Sanzen, maka dinamakan
sementara (Tobun), namun dalam Shakumon telah membabarkan Ichinen Sanzen maka
dinamakan peningkatan (Kasetsu). Ini merupakan Hukum pertama dari perbandingan
antara ajaran sementara dan sesungguhnya (Gonjitsu). Dalam Shakumon walaupun
telah membabarkan Ichinen Sanzen namun masih belum menanggalkan pendirian
sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya (Hoshaku Kempon), maka masih
belum merupakan Ichinen Sanzen sesungguhnya sehingga dinamakan sementara
(Tobun).
Karena dalam ajaran Honmon sesungguhnya telah membabarkan sepuluh dunia yang
memiliki sepuluh dunia dan seribu Nyoze dan Ichinen Sanzen sehingga dinamakan
Kasetsu (peningkatan). Ini adalah Hukum ke 2 dari perbandingan Honmon dan
Shakumon. Walau Honmon pemanenan telah membabarkan Ichinen Sanzen
sesunguhnya di atas kalimat , namun merupakan wajah hukum teoritis maupun
Honmon yang berada di dalam Shakumon yang mana masih merupakan Ichinen Sanzen
teoritis, sehingga dinamakan sementara (Tobun). Hanya Honmon tunggal pembibitan
yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan merupakan Ichinen Sanzen
pelaksanaan yang sesungguhnya, sehingga dinamakan peningkatan. Kalau para
sarjana memahami makna ini, maka unggul lemahnya dari seluruh kehidupan Budha
Sakyamuni dan inti hakekat dari ke 40 rol Gosho Nichiren Daisyonin akan menjadi jelas
seperti melihat buah di atas telapak tangan.
Penjelasan
Disini Nikkan Jonin pertama – tama meluruskan pandangan yang tersesat terhadap
orang – orang yang bersikeras bahwa dalam Kanjin No Honzonsho dan Honzonsho
tidak terdapat kalimat tersebut diatas, dengan mengatakan ini adalah kesalahan
orang yang buta dan bukan kesalahan matahari dan bulan. Betapapun dalam
Honzonsho membabarkan bahwa Hukum adalah manusia dan Hukum merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan, begitupun dalam Honzonsho membabarkan
bahwa manusia adalah Hukum dan menyimpulkan seluruh diskusi, membabarkan
makna mendalam dari Sanjuhiden.
KETIGA SUSUN YANG DIRAHASIAKAN (SANJUHIDEN)
Seluruh ajaran dari seluruh kehidupan Budha Sakyamuni dengan kelima susun
perbandingan (Goju No Sotai) telah terbagi atas keempat susun sebagai ajaran –
ajaran sebelum Saddharma Pundarika Sutra (Nizen), Shakumon , Honmon dan di
dasar kalimat (Montei). Namun selanjutnya mengenai bagaimanakah keempat susun
ini dapat membabarkan Ichinen Sanzen maka dijelaskan ketiga susun yang
dirahasiakan.
Karena mengenai ketiga susun yang dirahasiakan telah dijelaskan dengan jelas dalam
asal usul Gosho ini dan telah dijelaskan dengan berbagai bagian, maka harap
menjadikan pegangan.
1. Hukum pertama, perbandingan ajaran sementara dan sesungguhnya (Gonjitsu
Sotai).
Dalam ajaran sebelum Saddharma Pundarika Sutra masih belum membabarkan
Hukum Ichinen Sanzen, maka ajaran – ajaran sementara dinamakan Sementara
(Pandangan Sebagian). Namun karena Shakumon Saddharma Pundarika Sutra,
membabarkan Ichinen Sanzen, maka dinamakan peningkatan (Pandangan
Keseluruhan), perbandingan ajaran sebelum Saddharma Pundarika Sutra,
Shakumon Saddharma Pundarika Sutra dinamakan Hukum Gonjitsu Sotai.
2. Hukum kedua, perbandingan Honmon dan Shakumon (Honshaku Sotai).
Dalam Shakumon, walaupun telah membabarkan Ichinen Sanzen karena masih
belum menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pendirian
sesungguhnya (Hosshaku Kempon) sehingga bukan Ichinen Sanzen yang
sesungguhnya maka dinamakan sementara. Dalam Honmon telah dibabarkan
sepuluh dunia yang memiliki sepuluh dunia, seratus dunia, seribu Nyoze. Ichinen
Sanzen maka dinamakan peningkatan. Perbandingan Honmon dan Shakumon ini
adalah Hukum ke dua.
3. Hukum ketiga, perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan (Shudatsu
Sotai).
Walaupun Honmon pemanenan menjelaskan Ichinen Sanzen sesungguhnya diatas
kalimat Sutra, namun masih merupakan Wajah Hukum teoritis dan Honmon yang
berada di dalam Shakumon yang terdapat diatas kalimat Sutra Saddharma
Pundarika Sutra, keduanya merupakan Ichinen Sanzen teoritis, jadi Honmon
diatas kalimat Sutra dinamakan sementara.
Dan hanya Hukum Ichinen Sanzen sesungguhnya dari Honmon tunggal yang
terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan dinamakan peningkatan yang
sesungguhnya. Perbandingan Honmon pemenenan diatas kalimat dengan Honmon
Ichinen Sanzen pelaksanaan sesungguhnya dari pembibitan di dasar kalimat yang
dirahasiakan dinamakan Hukum ketiga.
Ketika mengetahui dengan tepat ketiga susun yang dirahasiakan, maka unggul
lemahnya seluruh ajaran kehidupan Budha Sakyamuni maupun Inti hakekat dari
Gosho nichiren Daisyonin dapat dipahami bagai buah yang dapat dilihat diatas
telapak tangan.
Jadi sebagai kesimpulanya bahwa : Justru Nammyohorengekyo dari Ichinen
Sanzen pelaksanaan yang sesungguhnya dari Honmon tunggal yang terpendam di
dasar kalimat yang dirahasiakan, merupakan inti hakekat dari Nichiren Daisyonin
dan pingkatan dari peningkatan yang dapat menyelamatkan seluruh umat
manusia.
BAB IX
MENJELASKAN ALASAN MENGAPA BELUM TERSEBARNYA PADA
MASA SHOHO DAN ZOHO
Kutipan
Kalau Bab ke IX menerangkan alasan mengapa belum tersebarnya pada masa Shoho dan
Zoho. Maka dalam kutipan kalimat Kaimoku Sho tertulis : “Walau Nagarjuna (Ryuju) dan
Vasubandhu (Tenjin) telah mengetahuinya, namun belum disebarkan, hanya arief
bijaksana Tien Tai menyimpannya dalam hati,” kalimat ini tebagi dalam dua bagian
dimana yang pertama pada umumnya menerangkan belum tersebarnya pada masa Shoho
dengan menyimpulkan ketiga tahap belum tersebar, kedua pada khususnya menerangkan
pada masa Zoho menyimpan dalam hati dengan menyimpulkan tahan ketiga belum
tersebar.
Penjelasan
Kutipan kalimat yang ditarik disini adalah kalimat kesimpulan yang terdapat di
dalam kalimat pokok Kaimoku Sho dari Sanjuhiden Sho yang berbunyi : “Hukum Agama
Budha Ichinen Sanzen hanya terdapat dan terpendam didasar kalimat yang dirahasiakan
dari Honmon Bab Juryo dari Saddharma Pundarika Sutra. Walau Nagarjuna dan
Vasubandhu telah mengetahuinya, namun belum disebarkan hanya arif bijaksana Tien Tai
menyimpanya dalam hati.”
Kesimpulan berarti menyimpulkan belum tersebarnya pada masa Shoho dan Zoho.
Terlebih lagi mewujudkan bahwa Ichinen Sanzen pelaksanaan sesungguhnya yang
terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan, yakni Dai Gohonzon dari Ketiga Hukum
Rahasia Agung akan tersebar pada masa mutakhir Dharma.
Pertama – tama makna kalimatnya menunjukan bahwa walaupun Boddhisatva
Nagarjuna dan Boddhisatva Vasubandhu mengetahui Hukum Ichinen Sanzen , namun
belum dikeluarkan dari Saddharma Pundarika Sutra. Hanya arief bijaksana Tien Tai
Daishi menyadarinya dan menyimpanya dalam hati. Mengenai perbedaan
“mengetahuinya namun belum di sebar” dengan “menyimpanya dalam hati” akan
dijelaskan pada Bab selanjutnya.
Kalau mambagi kalimat ini menjadi dua bagian : Maka pertama – tama menerangkan
belum tersebarnya pada masa Shoho dan menyimpulkan keseluruhannya dari ajaran
Gonjitsu, Honshaku dan Shudatsu belum tersebar. Kedua menerangkan masa Zoho
menyimpanya dalam hati. Khususnya walau Tien Tai telah membabarkan Ichinen Sanzen,
namun masih menyimpanya dalam hati karena hingga sekarang masih belum
mewujudkan dengan nyata makna pelaksanaan sesungguhnya.
Kutipan
Pertama pada umumnya menerangkan belum tersebarnya pada masa Shoho
menyimpulkan ketiga tahap belum tersebar berarti Nagarjuna, Vasubandhu Naikan
Reinen. Walaupun memandang dan menyimpan dalam hati (Naikan Reinen) namun
sesungguhnya menyesuaikan keadaan dan waktu luar, oleh karena itu selama seribu tahun
pada masa Shoho ketiga tahap semuanya tidak disebarluaskan. Maka, dalam Honzonsho
berkata : “ Pertanyaan : Bagaimanakah dengan Nagarjuna , Vasubandhu ? Jawab : Para
arief bijaksana walau mengetahui hal ini namun tidak dibabarkan begitupun hanya
sebagian dari Shakumon dibabarkan, namun Honmon dan Kanjin tidak dibabarkan “ dan
lain – lain. Karena Nagarjuna dan Vasubandhu tidak menyebarluaskan ketiga tahap
bersamaan sehingga dikatakan tidak dibabarkan. Dengan demikian seandainya walaupun
tidak membabarkan Ichinen Sanzen dalam Shakumon namun karena membabarkan
sebagian dari Shakumon. Jika karena seluruh bagian dari Honmon dan Kajin tidak
dibabarkan maka dikatakan “tidak dibabarkan” yang dikatakan Honmon yakni Hukum
Agama Budha yang kedua yang dikatakan Kanjin adalah Hukum Agama Budha yang
ketiga. Oleh karena di dasar kalimat itu sesungguhnya mencapai kesadaran secara
langsung (Jikitatsushokan).
Penjelasan
Pertama pada umumnya menerangkan pada masa Shoho, menyimpulkan bahwa
Nagarjuna dan Vasubandhu mengetahui dalam hati dengan jelas (Naikan Reinen). Jadi
walau mengetahui dengan jelas dalam hati bahwa di dalam seluruh ajaran Budha
Sakyamuni yang terutama adalah Saddharma Pundarika Sutra dan inti hakekatnya adalah
Hukum ichinen Sanzen, namun karena menyesuaikan keadaan dan waktu di luar, waktu
itu adalah masa Shoho sehingga menyebarluaskan ajaran bermakna semi Mahayana
untuk menyesuaikan waktu dan bakat umat manusia.
PENYEBARLUASAN NAGARJUNA DAN VASUBANDHU
Kalau memandang waktu munculnya Nagarjuna dan Vasubandhu, maka itu adalah
700 tahun dan 900 tahun setelah wafatnya Budha Sakyamuni. Yaitu kelima ratus tahun
yang terakhir dari masa Shoho, yang mana merupakan masa yang mementingkan
pertapaan dan meditasi (Zenjo Kengo). Dengan demikian Nagarjuna, Vasubandhu hanya
menjelaskan seperti yang dibabarkan oleh Budha, namun sesuai dengan catatan dari
Budha dan disebarluaskan pada masa Shoho yang sesuai dengan waktunya.
Ajaran yang tersebarluas adalah Semi Mahayana, yang berdasarkan pada Sutra
Jodo, Sutra Kan, Sutra Nino, Sutra Kegon yang memusatkan pada Sutra Hanya. Akan
tetapi walau membabarkan ajaran Semi Mahayana, namun dasar untuk mencapai
kesadaran Budha adalah Saddharma Pundarika Sutra.
Nagarjuna dalam tesis Daichidoron berkata : “Sutra lainya tidak mempunyai rahasia,
namun Saddarma Pundarika Sutra adalah Rahasia.” Dan juga berkata : “Sutra Hanya tidak
mempunyai di mana kaum Sravaka dan Pratekya Budha tidak dapat mencapai kesadaran
Budha, namun Saddharma Pundarika Sutra rahasia yang juga Shravaka Pratekya Budha
dapat mencapai kesadaran Budha.”
Begitupun sama halnya dengan Vasubandhu dimana seperti yang tertulis dalam Kaimoku
Sho berkata : “Berdasarkan pada bibit Saddharma Pundarika Sutra sehingga Bodhisatva
Vashubandu dapat mendirikan bibit yang unggul.”
Berarti berdasarkan pada Hukum yang berdasarkan Saddharma Pundarika Sutra.
Akan tetapi dalam Gonin Shoha Sho (Gosho Hal.1612) berkata : “Nagarjuna,
Vasubandhu adalah walau dengan pokok Shin E membabarkan jalan tengah dari Eton
Ichijitsu, akan tetapi karena menjadikan ajaran sementara sebagi permukaan untuk
membungkus ajaran sesungguhnya yang terpendam.”
Sehingga betapapun Nagarjuna, Vasubandhu telah menyembunyikan Ichinen Sanzen
yang merupakan makna sesungguhnya dari Saddharma Pundarika Sutra dan
menyebarluaskan ajaran Semi Mahayana dengan menjadikan Sutra Hannya dan
Hafuchudo sebagi permukaan.
SEBAB – SEBAB DARI MENGETAHUI DALAM HATI DAN MENYESUAIKAN WAKTU
DAN KEADAAN LUAR DARI NAGARJUNA, VASHUBANDHU
Dengan demikian mengapa Nagarjuna dan Vashubandhu dalam hati
mengetahuinya namun tidak membabarkan keluar? Mengenai hal ini dalam Senji Sho
berkata : “Menanya dengan berkata apakah ajaran dari Guru Agung Nagarjuna,
Vasubandhu dan lain – lain tidak terdapat makna ini. Menjawab dengan berkata, walau
Nagarjuna, Vashubandhu mengetahuinya dengan jelas dalam hati, namun tidak
membabarkan makna ini. Menanyakan lebih lanjut karena sebab apakah sehingga tidak
dibabarkan? Menjawab dengan berkata, terdapat banyak sekali sebab – sebab
diantaranya:
1. Pada waktu itu bakat manusia tidak sesuai.
2. Bukan waktunya
3. Karena tidak diserah terimakan tugas penyebar kepada Boddhisatva Shakke.”
Dan juga dalam Totaigisho menjelaskan kedua makna yakni :
1. Karena bukan waktunya.
2. Tidak diserah terimakan tugas.
Begitupun dalam Soyanyudo Gosho (Gosho Hal.1028) dijelaskan keempat makna yakni :
1. karena dirinya tidakl dapat menahan penderitaan.
2. Karena bakatnya.
3. Tidak diserat terimakan tugas penyebaran
4. Karena bukan waktunya.
Disini marilah kita bersama – sama memperhatikan ketiga makna yang
dibabarkan dalam Senjisho.
1. Pada waktu itu tidak sesuai dengan bakatnya berarti waktu itu bukan bagi orang
berbakat yang sejak asal mulanya tidak memiliki kebaikan (Honmi Uzen). Secara garis
besarnya Hukum Agung yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan
merupakan Hukum Sakti pembibitan Honin. Oleh karena itu, kalau mendiskusikan
bakat tersebut, maka itu adalah manusia yang sejak asal mula tidak memiliki
kebaikan atau orang – orang Hobo yang tidak mencapai kesadaran Budha (Issendai).
Begitupun masa selama 2000 tahun Shoho dan Zoho, umat manusia merupakan orang
– orang yang berjodoh pada masa hidup Budha, dan bukan orang – orang Hobo yang
tidak dapat mencapai kesadaran (Issendai). Maka mengajarkan Sutra – Sutra dari
Semi Mahayana dan tidak mengajarkan Hukum penting dari pembibitan.
2. Bukan waktunya, berarti bukan waktu melenyapnya Hukum Putih. Secara garis
besarnya Hukum Agung yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan berarti
ketika Hukum Agama Budha mulai terbenam di situ akan tersebar luas Hukum Agung
untuk menyelamatkan manusia. 2000 tahun dari masa Shoho dan Zoho ini adalah ke
empat lima ratus tahun yang kelima dimana Hukum Putih terbenam. Jadi bukan masa
dari penyebarluasan Hukum Agung yang terpendam di dasar kalimat yang
dirahasiakan.
3. Karena tidak diserah terimakan tugas penyebaran kepada Boddhisatva Shakke, berarti
Boddhisatva Shakke tidak diserahkan kelima huruf Myoho terdapat ketiga alasan
sebagai berikut :
1. Karena Shakke bukan murid kesadaran pertama dari Budha Sakyamuni.
2. Boddhisatva Shakke bukan orang yang menganut Myoho.
3. Karena Boddhisatva Shakke masih sangat dangkal Kurnia yang ditimbunnya.
Sebaliknya Boddhisatva Honge terdapat ketiga alasan yakni :
1. Karena bakatnya.
2. Karena waktunya.
3. Karena menerima serah terima penyebaran.
Oleh karena itu Ketiga Hukum Rahasi Agung akan tersebar luas pada masa Mappo.
Dengan demikian, makna sesungguhnya untuk menjelaskan sebab – sebab tidak
tersebarluasnya pada masa Shoho dan Zoho adalah untuk menandaskan bahwa pasti
akan tersebar luas pada masa Mappo. Dalam masa Mappo menjelaskan perdamaian dunia
dan penyebarluasan yang selaras. Dengan alasan – alasan tersebut diatas, Nagarjuna dan
Vasubandhu selama seribu tahun Shoho tidak menyebarluaskan Hukum Gonjitsu,
Honshaku dan Shudatsu.
MENGENAI HUKUM LAINNYA
Nichiren Daisyonin dalam Kanjin No Honzon Sho menjelaskan prihal Nagarjuna
dan Vasubandhu yang belum menyebarluaskan pada masa Shoho sebagai berikut :
“Pertanyaan bagaimanakah dengan Nagarjuna, Vasubandhu ? Jawab, arief bijaksana ini
walau mengetahui hal ini namun tidak dibabarkan.” Maksud kalimat ini berarti bahwa arif
bijaksana seperti Vasubandhu dan walaupun dalam hati mengetahui Hukum Ichinen
Sanzen namun tidak diucapkan dalam mulut. Akan tetapi, “Hanya sebagian yang
dibabarkan” berarti walau tidak dibabarkan Hukum Ichinen Sanzen, namun mengenai hal
ini hanya sedikit dijelaskan bahwa Saddharma Pundarika Sutra lebih unggul dari Sutra –
Sutra lainnya. Sebagai umpama, dalam Daichidoron berbunyi : “Misalnya sama seperti
Dokter Agung yang dapat menjadikan racun sebagai obat” kalimat ini merupakan
perkataan yang mengagungkan keagungan Saddharma Pundarika Sutra.
Tien Tai dengan mempergunakan kalimat Dairon ini menjelaskan bahwa :
“Misalnya sama seperti dokter yang mahir dapat merubah racun untuk dijadikan sebagai
obat. Sehingga izin pencapaian kesadaran Budha pada Sutra sekarang ini (Saddharma
Pundarika Sutra) tidak lain merupakan merubah racun menjadi obat” (Otayudo Dono
Gohenji, hal.1009). dan juga dalam Hokekyo Daimokusho tertulis : “Kalimat ini adalah
kalimat dalam Dairon yang membahas kebijakan Myo dari Saddharma Pundarika Sutra.
Dalam penjelasan Myoraku Daishi berkata : “Karena dapat menyembuhkan sesuatu yang
sulit disembuhkan maka dinamakan Myo,” dan lain – lain. Selain daripada itu sama seperti
perumpamaan – perumpamaan kalimat yang pernah dijelaskan dimuka, “bibit terunggul”
dalam Hokkeron dari Boddhisatva Vasubandhu dan juga “Sutra Hannya tidak merupakan
ajaran rahasia, Saddharma Pundarika Sutra adalah rahasia” dalam Dairon karangan
Boddhisatva Nagarjuna. Dengan demikian, walau Nagarjuna, Vasubandhu mengetahui
dalam hati namun sama sekali tidak pernah mengeluarkan sepatah katapun mengenai
ketiga tahap Hukum dari Gonjitsu, Honshaku, dan Shudatsu. Oleh karena itu dikatakan
“tidak dibabarkan.” Akan tetapi, seperti yang dijelaskan Hukum Honmon dan Kajin
namun dalam Hukum lainya, yakni Hukum selain Ichinen Sanzen, karena telah
menjelaskan sebagian dari Shakumon.
Dalam Hokkegyoja Onanji berkata : “Nagarjuna, Vasubandhu kedua – duanya
adalah Guru dari ribuan thesis, namun hanya menjelaskan ajaran Semi Mahayana, adan
menyimpan ajaran Saddharma Pundarika Sutra dalam hati serta tidak dibabarkan keluar
(disini terdapat warisan lisan)”. Tien Tai, Dengyo membabarkan hal ini dan meninggalkan
Honmon No Honzon, keempat Boddhisatva, Kaidan dan kelima huruf Nammyohorengkyo.
Seperti yang dijelaskan hingga sekarang ini, dimana munculnya Nagarjuna, Vasubandhu
secara garis besar untuk membuktikan Hukum Agama Budha Sakyamuni. Karena
mengetahui dan menyimpanya dalam hati (Naikan Reinen) sehingga dijelaskan ajaran
Semi Mahayana untuk menyesuaikan waktu di luar. Jadi sepintas lalu, Nagarjuna,
Vasubandhu mempunyai tugas untuk membuktikan Hukum Budha Sakyamuni, atau pun
menunaikan tugas penyambung, perantara dari Tien Tai, Dengyo pada masa Zoho.
Akan tetapi kalau dilihat setahap lebih mendalam maka Nagarjuna, Vasubandhu
mempunyai tugas pembuktian terhadap Nichiren Daisyonin Budha masa muktahir
Dharma, serta perwujudan dalam Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung. Jadi
mereka menunaikan tugas sebagai pengantar. Dalam bahasan kepada Tokinyudo Dono
(Gosho, hal.955) berkata : “Setelah wafatnya Budha 2200 tahun lebih di India, Tingkok,
Jepang maupun seluruh dunia, dimana Nagarjuna, Vasubandhu mengetahui dalam hati dan
tidak mengeluarkan dari mulut yang mana menyesuaikan waktu di luar? Walau Tien Tai,
Dengyo telah membahas secara kasar maka Hukum Rahasia Tunggal yang tertinggal
masih belum tersebar, sekarang baru disebarluaskan dalam negri ini, bukankah justru
orang itu adalah Nichiren?”
Kutipan
Terlebih lagi pada khusunya menyimpulkan, berarti walau Tien Tai hanya
menyebarluaskan Hukum Kesatu dan kedua, namum karena belum menyebarluaskan
Hukum Ketiga sehingga dikatakan menyimpanya dalam hati.
Penjelasan
Selanjutnya pada Khususnya menyimpulkan bahwa Tien Tai Daishi berdasarkan
Ketiga Wajah Ajaran, untuk menjelaskan Ichinen Sanzen teoritis Shakumon, namun kalau
dipandang dari Hukum Ketiga Nichiren Daisyonin maka itu hanya dibabarkan terbatas
pada Hukum Pertama dan Kedua, sedangkan Hukum Ketiga belum dibabarkan. Oleh
karena itu dikatakan “Menyimpanya dalam hati” ketiga macam wajah ajaran seperti
dalam penjelasan Bab II dimana Tien Tai Daishi untuk memperbandingkan unggul
lemahnya ajaran Saddharma Pundarika Sutra dengan ajaran Sutra Nizen yang dipandang
dari ketiga sudut. Jadi kalau dibandingkan ketiga macam wajah ajaran dengan Ketiga
Hukum Agung dari Nichiren Daisyonin, maka wajah ajaran yang kesatu dan kedua adalah
perbandingan Gonjitsu, Hukum kesatu dari Nichiren Daisyonin dan juga wajah ajaran
ketiga adalah perbandingan Honshaku, Hukum kedua dari Nichiren Daisyonin, jadi
perbandingan Shudatsu dari Hukum ketiga Nichiren Daisyonin belum dibabarkan.
Pemanenan dalam perbandingan pemanenan dan pembibitan (Shudatsu) berarti
Hukum pemenenan yang terdapat diatas kalimat Saddharma Pundarika Sutra, sedangkan
pembibitan adalah Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin yakni Nammyohorengekyo
dari pembibitan di dasar kalimat yang dirahasiakan. Dalam Jonin Sho berkata : “Pada
umumnya jika hendak memperhatikan penilaian terhadap rendahnya, dangkal dalamnya
Saddharma Pundarika Sutra dengan Sutra Nizen, maka terdapat ketiga hal dari sementara
dan peningkatan (Tobun Kasetsu). Dimana Hukum Agama Budha yang ketiga, walau
dalam masyarakat seperti berada dalam alam impian telah membabarkan Hukum kesatu
dan kedua, namun Hukum ketiga masih belum dibabarkan sama sekali. Walau Hukum
Agama Budha ketiga, telah ditunjuk oleh Tien Tai, Myoraku dan Dengyo namun masih
belum disempurnakan, jadi pokoknya inilah yang diserah terimakan untuk masa mutakhir
Dharma sekarang ini.”
Dalam Shijukyuin Moshijo berkata : “Walau Budha Daigakuseson (Budha
Sakyamuni) menjelaskan secara habis – habisan ketiga susun Hukum yang dirahasiakan di
gunung Semeru, di atas langit, kedua tempat, ketiga pertemuan, kedua gerbang, selama 8
tahun. Akan tetapi setelah wafatnya sang Budha, selama 2200 tahun lebih, dimana guru –
guru Agung India seperti Kasyapa, Ananda, Nagarjuna, Vasubandhu dan Tien Tai, Myoraku
di Tiongkok maupun Dengyo Daishi di Jepang kesemuanya mengetahui dalam hati tetapi
tidak pernah membabarkan dan menyebarluaskannya, sehingga Hukum Sakti ketiga justru
ditinggalkan untuk sekarang ini.”
Kutipan
Pertanyaan, karena Tien Tai adalah pemimpin dari leluhur Shakumon, maka beliau hanya
menyebarluaskan teori Ichinen Sanzen dari Shakumon. Oleh karena itu di dalam Jibyosho
berkata : “Terdapat dua macam mengenai pandangan Hukum (Kampo) dari Ichinen
Sanzen. Masa dari Tien Tai, Dengyo adalah teoritis, sekarang adalah pelaksanaan
sesungguhnya (Ji), itu adalah Ichinen Sanzen dari Shakumon sedangkan ini adalah Ichinen
Sanzen dari Honmon yang mempunyai perbedaan bagai langit dan bumi” dan lain – lain.
Sebelumnya itu telah dikatakan Ichinen Sanzen teoritis Shakumon. Oleh karena itu
dapatlah diketahui bahwa kalau hanya membabarkan Hukum kesatu dan tidak
,membabarkan Hukum kedua, sehingga bagaimanakah dapat dikatakan membabarkan
Hukum ke satu dan Hukum kedua?
Penjelasan
Menanya dengan berkata, walau Tien Tai Daishi dikatakan telah menyebarluaskan
Saddharma Pundarika Sutra, namun karena beliau adalah Guru pimpinan dari Shakumon
sehingga hanya membabarkan Ichinen Sanzen teoritis dari Shakumon. Makna kalimat
dari Gosho Jibyo Daisho Gonjitsu Imoku yang dikutip tersebut diatas adalah bahwa
terdapat dua macam pandangan Hukum Ichinen Sanzen, yakni, Ichinen Sanzen teoritis
dan Ichinen Sanzen pelaksanaan. Pada masa Zoho dari Tien Tai, Dengyo adalah
pandangan Hukum dari Ichinen Sanzen teoritis. Sedangkan masa muktahir Dharma
(Mappo) adalah pelaksanaan sesungguhnya, Tien Tai Daishi adalah Ichinen Sanzen
Shakumon, Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin Ichinen Sanzen dari Honmon. Seprti
ytang dinyatakan dari kutipan kalimat diatas yang berbunyi bahwa Tien Tai hanya
membabarkan Ichinen Sanzen teoritis dari Shakumon? Yakni membabarkan Hukum
pertama (Perbandingan Gonjitsu) dan tidak membabarkan Hukum kedua (Perbandingan
Honshaku).
Yang dikatakan telah membabarkan Ichinen Sanzen teoritis sebagai guru
pembimbing Shakumon adalah dengan memperbandingkan ajaran sementara untuk
menjelaskan Shakumon, sehingga tidak menjelaskan perbandingan Honshaku. Namun
mengapa diajukan pertanyaan yang menyatakan bersama telah membabarkan Hukum
yang pertama dan hukum yang kedua.
Kutipan
Jawab : Tien Tai Daishi memang menyebarluaskan Hukum kesatu dan kedua, karena kalau
tidak menyebarluaskan Hukum yang kedua maka tidak dapat menerangkan makna
keseluruhan dari Ichinen Sanzen. Dalam Jishosho berkata : “Dalam Shikan terdapat sepuluh
Bab dimana karena susunan yang dimulai dari garis besar hingga Hoben hanya terbatas
pada 4 jilid yang terdahulu. Ini menerangkan arti dari Shakumon Myoge. Bab ke 7 yang
menerangkan Shokan, Jikkyo dan Jujo mengandung arti Honmon Kanpo. Walau munculnya
Ichinen Sanzen adalah Jisso dari sepuluh Nyoze dari Ryakaisan, namun makna
sesungguhnya hanya terbatas dalan Honmon saja.”
Penjelasan
Tanya jawab ini terjadi karena orang yang mengajukan pertanyaan tidak mengerti
dari Shakumen Honri (Shakumon berada dipermukaan, sedangkan Honmon di dalamnya)
dari Tien Tai dari Honmen Shakuri (Honmon terdapat dipermukaan sedangkan
Shakumon di dalamnya) dari Nichiren Daishonin.
Nikkan Jonin dalam jawabannya menjelaskan sebagai berikut, yakni Tien Tai
Daishi menyebarkan Hukum pertama dan Hukum kedua. Seandainya tidak menyebarkan
Hukum kedua maka isi makna Hukum Ichinen Sanzen tidak akan terpenuhi. Disini Nikkan
Jonin dalam Jisshosho dengan mengutip kalimat yang berbunyi : “Dalam Shikan terdapat
10 Bab,” yang membahas mengenai hal ini. Arti dari kalimat tersebut adalah dalam
Makashikan dari Tien Tai terdapat 10 Bab. Dimulai dari garis besar hingga Bab ke 6 dari
Hoben dijelaskan dalam keempat jilid yang terdahulu. Dalam bagian tersebut dijelaskan
prinsip dari Bab Hoben Shakumon, Bab ke 7 yang menjelaskan Shokan terdapat dalam
jilid ke 5 dari Makashikan.
Disini untuk pertama kali menjelaskan Ichinen Sanzen, dimana dengan berdasarkan
Jikkyo dan Jujo hingga menjelaskan prinsip Honmon. Walau munculnya Hukum Ichinen
Sanzen adalah sepuluh Nyoze dari Shohojissho Bab Hoben, namun makna sesungguhnya
terdapat dalam Bab Juryo Honmon dengan menjelaskan ketiga perbedaan (San Seken),
sehingga Ichinen Sanzen mulai terungkapkan dengan sempurna.
Jikkyo dan Jujo dari Shikan keenam jilid dari jilid ke 5 hingga jilid ke 10 dari Makashikan
yang menjelaskan kesepuluh macam obyek/lingkungan dari pertapaan Shikan maupun
Kanpo sehingga dikatakan sebagai Jujo dan Shikan. Dengan dijelaskannya Jikkyo dan Jujo
ini sehingga Ichinen Sanzen, Kannen Kanpo dari Shi Sankan yang merupakan maksud
kelahiran dari Tien Tai Daishi dapat terwujudkan untuk dijelaskan.
Kutipan
Hanya karena menjadi guru bimbingan dari Shakumon masa Zoho sehingga menjadikan ke
satu sebagai permukaan yang kedua sebagai dalamnya. Maka Honzosho berkata : “Pada
masa pertengahan akhir masa Zoho, Boddhisatva Avalokitesvara (Kannon) dan
Boddhisatva Baisajaraga (Yakuo) muncul dengan penjelmaan sebagai Nangaku Daishi dan
Tien Tai Daishi, dimana dengan menjadikan Shakumon sebagai permukaan dan
menjadikan Honmon sebagai dalamnya untuk menjelaskan makna menyeluruh dari seratus
dunia seribu Nyoze, Ichinen Sanzen. Walaupun demikian, namun itu hanya mendiskusikan
yang tercakup dalam teori saja dan masih belum menyebarluaskan kelima dan ketujuh
huruf Nammyohorengekyo maupun Honzon dari Honmon.
Penjelasan
Oleh karena Tien Tai Daishi adalah guru pembimbing dari Shakumon, sehingga
menjelaskan dan menjadikan Hukum pertama, yakni Shakumon sebagai permukaan dan
menjadikan Hukum kedua yakni Honmon sebagai dalamnya. Jadi, ketika Tien Tai Daishi
membabarkan Ichinen Sanzen dengan mencari patokan pada kalimat Jissho sepuluh
Nyoze dari Bab Hoben dan disebutkan 3000, sehingga sewajarnya mempergunakan
Honmon. Walaupun demikian, betapapun selalu meletakan Shakumon dimuka dan sama
sekali tidak mengeluarkan Honmon muncul kepermukaan. Itu disebabkan Tien Tai
adalah guru bimbingan Shakumon, begitupun karena untuk menyempurnakan Ichinen
Sanzen teoritis yang merupakan tujuannya saja.
Disini Nikkan Jonnin mengutip kalimat dari Kanjin No Honzonsho dengan
diberikan penjelasan. Bahwa pada pertengahan hingga akhir masa Zoho, Boddhisatva
Avilokitesvara (Kannon) muncul dengan menjelma sebagai Nangaku Daishi dan
Boddhisatva Baisajaraga (Yakuo) muncul dengan menjelma sebagai Tien Tai Daishi, dan
menjelaskan serubu Nyoze Hukum Ichinen Sanzen dengan menjadikan Shakumon
sebagai permukaan dan Honmon sebagai dalamnya, sehingga dapat menjelaskan makna
keseluruhannya. Namun, itu masih merupakan penjelasan berdasarkan Ichinen Sanzen
dalam teoritis belaka. Sedangkan Nammyohorengekyo pelaksanaan sesungguhnya
maupun Honzon masih belum tersebarluaskan.
Seperti yang dijelaskan dalam Gosho bahwa masa Shoho merupakan masa yang
kuat dan kesadaran (Gedatsu Kengo) dan masa yang kuat dengan meditasi (Zenjo Kengo)
sehingga banyak umat manusia yang berjodoh kuat dengan Budha Sakyamuni sehingga
masih tidak memerlukan obat manjur agung Nammyohorengekyo. Dalam masa Zoho,
karena orang – orang yang berjodoh kuat dengan Budha Sakyamuni semakin berkurang
dan obat – obat dari Sutra Nizen menjadi lemah, sehingga pada masa tersebut
berdasarkan makna wasiat Kunju (Kunju Fuzoku) dari wasiat penyerahan keseluruhan
dalam Bab akhir persamuan (Bab Zokurui) serta Bab Bhaisajaraga (Bab Yakuo) dan
seterusnya dimana Boddhisatva Avalokitesvara dan Boddhisatva Bhaisajaraga telah
muncul dengan penjelmaan sebagai Nangaku Daishi dan Tien Tai Daishi melalui ajaran
Mahayana untuk menyelamatkan umat manusia.
Mengenai Nangaku Daishi adalah kelahiran kembali dari Boddhisatva Avalokitesvara dan
Boddhisatva Bhaisajaraga adalah kelahiran kembali dari Tien Tai Daishi adalah
disebabkan Nangaku Daishi dan Tien Tai Daishi dapat menyadari Saddharma Pundarika
Sutra melalui Bab Avalokitesvara dan Bab Bhaisajaraga.
Jadi, hal ini adalah merupakan kesadaran kedua orang arief bijaksana atas pokok
jiwa tersebut. Dengan demikian Tien Tai dan Dengyo dengan menjadikan Shakumon
sebagai permukaan dan menjadikan Honmon sebagai dalamnya untuk menjelaskan
seratus dunia seribu Nyoze (Nangaku) dan Ichinen Sanzen (Tien Tai). Inilah yang
dinamakan Shakumen Honri (Shakumon permukaan, Honmon di dalamnya). Karena
kalau hanya teori Shakumon tidak dapat dijelaskan makna dengan sempurna dari Ichinen
Sanzen, sehingga memepergunakan teori Honmon dari dalam untuk menyempurnakan
makna dari Ichinen Sanzen.
Kutipan
Seandainya, dalam kalimat Jibyosho dikatakan bahwa kedua Hukum dari Shakomon dan
Honmon sekarang ini walau terdapat perbedaan antara luar dengan dalamnya, namun
kedua – duanya dinamakan Ichinen Sanzen teoritis dari Shakumon. Maka dalam Hon In
Myo Sho dikatakan : “Saddharma Pundarika Sutra dari pemanenan dimana Honmon dan
Shakumon kedua – duanya adalah Shakumon” dan lain – lain. Dan dalam Honzon Sho
dikatakan : “Dengan menjadikan Shakumon sebagai luarnya dan menjadikan Honmon
sebagai dalamnya, walau menjelaskan makna menyeluruh dari Ichinen Sanzen namun itu
hanya mendiskusikan yang tercakup dalam teori saja” dan lain – lain. Harap renungkanlah
dan sesuaikanlah kalimat – kalimat dari : “ Namun itu hanya mendiskusikan yang tercakup
dalam teori saja” dan kalimat “Waktu dari Tien Tai, Dengyo Daishi adalah teoritis”, maka
dapatlah diketahui bahwa yang dikatakan “Ia adalah Ichinen Sanzen Shakumon berarti
Shakumon dan Honmon dari segi luar maupun dalamnya, kedua – duanya dinamakan
Shakumon”, dan lain – lain.
Penjelasan
Disini dijelaskan perbedaan antara kedua Hukum dari Honmon – Shakumon dari
Saddharma Pundarika Sutra dengan Honmon tunggal yang dirahasiakan di dasar kalimat.
Sejak dahulu kala dalam berbagi aliran mengenai masa muktahir Dharma adalah masa
dari Honmon dimana telah mengajarkan ajaran – ajaran yang berlainan dengan Nichiren
Daisyonin. Dengan mengatakan 14 Bab Honmon Saddharma Pundarika sutra dijadikan
sebagai luarnya dan menjadikan ke 14 Bab Shakumon Saddharma Pundarika Sutra
sebagai dalamnya. Ini disebabkan karena hanya mengetahui Hukum pemanenan di atas
kalimat dan tidak mengetahui pembibitan di dasar kalimat yang dirahasiakan.
Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin menjadikan Kedua Hukum dari Honmon
Shakumon pemanenan di atas kalimat Saddharma Pundarika Sutra sebagai Shakumon
dan menjadikan Saddharma Pundarika Sutra dari pembibitan di dasar kalimat yang
dirahasiakan sebagai Honmon.
Dalam Jibyo Daisho Gonjitsu Imoku, Nichiren Daisyonin mengajarkan : “Masa dari Tien
Tai, Dengyo Daishi adalah masa teori, sekarang adalah masa sesungguhnya (Ji)……….. Ia
adalah Ichinen Sanzen dari Shakumon sedangkan ini adalah Ichinen Sanzen dari Honmon,
dimana terdapat perbedaan bagaikan langit dan bumi.”
Makna dari Gosho ini menjelaskan bahwa dalam masa muktahir Dharma walau terdapat
perbedaan luar dan dalam dari Shakumon dan Honmon, namun kalau dipandang
berdasarkan Honmon tunggal di dasar kalimat yang dirahasiakan, maka kedua – duanya
dinamakan Shakumon Ichinen Sanzen teoritis. Maka hanya dalam Hon In Myo Sho
dikatakan : “Dimana Honmon dan Shakumon dari Saddharma Pundarika Sutra pemanenan
adalah Shakumon. Honmon dikatakan sebagi Ichinen Sanzen pelaksanaan sesungguhnya,
yakni Saddharma Pundarika Sutra pembibitan adalah Honmon Tunggal.”
Dan juga kutipan kalimat “Hanya mendiskusikan teori” yang terdapat dalam Kanjin
Honzonsho berarti Ichinen Sanzen yang didirikan berdasarkan kedua Hukum Shakumon
dan Honmon merupakan sesuatu. ”Yang mendiskusikan teori“ Sedangkan Ichinen Sanzen
pelaksanaan sesungguhnya, sesungguhnya adalah kelima huruf Nammyohorengekyo
bersamaan dengan Honzon dari Honmon.
Dan juga, kiranya perlu disesuaikan dengan kutipan kalimat Jibyosho yang berbunyi :
“Masa dari Tien Tai dan Dengyo adalah teori. Oleh karena Ichinen Sanzen Shakumon dan
Honmon dari luar dan dalamnya dinamakan Shakumon. Hal mana merupakan Ichinen
Sanzen Shakumon yang dipandang berdasarkan Honmon tunggal di dasar kalimat yang
dirahasiakan.”
Kutipan
Dengan demikian Tien Tai telah menyebarluaskan Hukum pertama dan kedua, hal mana
jelas terlihat dalam makna kalimat. Namun masih belum menyebarluaskan Hukum ketiga.
Maka dalam Honzonsho dikatakan : “Bahwa kelima, tujuh huruf Nammyohorengekyo dari
pelaksanaan sesungguhnya maupun Honzon dari Honmon sama sekali masih belum
disebarluaskan”
Penjelasan
Seperti yang dijelaskan disini, kiranya jelas bahwa Tien Tai telah menyebarluaskan
Hukum pertama dan kedua, namun masih belum menyebarluaskan Hukum ketiga.
MASIH BELUM DISEBARLUASKAN
Didalam Kanjin No Honzonsho terdapat kalimat yang berbunyi : “….. masih belum
disebarluaskan.” Namun kalau menjelaskan mengenai hal ini maka karena “Hukum
pengkotbahan Saddharma Pundarika Sutra” (Hokke Zanpo) terdapat
Nammyohorengekyo, jadi Tien Tai, sendiri menyebut Nammyohorengekyo. Hanya masa
Zoho adalah Zaise Taigon, maka tidak dapat menyebarluaskan. Dan dalam Sandai Hiho
Sho diajarkan : “Pada masa Zoho, Nangaku dan Tien Tai pun menyebut
Nammyohorengekyo, karena hanya berupa pelaksanaan sendiri (Jigyo) dan tidak
disebarluaskan kepada orang lain maka dinamakan Daimoku dari pelaksanaan teori.”
Jadi Daimoku dari Tien Tai adalah Daimoku pelaksanaan teori, yakni Daimoku
yang disebut untuk diri sendiri dan bukan Nammyohorengekyo pelaksanaan yang
dijelaskan dan disebarluaskan kepada orang lain. Maka secara tegas dapat dikatakan
bahwa ini sama sekali bukan pelaksanaan yang sesungguhnya. Dengan demikian maksud
sesungguhnya yang diajarkan Nichiren Daisyonin dalam kutipan “Masih belum
disebarluaskan” adalah menghendaki penyebarluasan dimasa muktahir Dharma. Jadi
kutipan kalimat ini mempunyai makna kalimat yang sama seperti kalimat yang berbunyi :
“Masa Shoho dan Zoho belum tersebar luas.” Dan ini harus diartikan dengan kalimat yang
diajarkan Nichiren Daisyonin sebagai berikut “ Sama sekali belum pernah disebarluaskan”.
FUNGSI LUAR DAN PEMBUKTIAN DALAM
Selanjutnya mengenai perkataan walau Tien Tai Daishi telah memperoleh
pembuktian dalam Nammyohorengekyo, namun sama sekali tidak diutarakan. Marilah
kita diskusikan hal tersebut. Dalam Risho Kansho dikatakan : “Pertanyaan: Apakah
TienTai Daishi sesungguhnya telah memperoleh pembuktian dari satu kalimat Saddharma?
Jawab : walau telah memperoleh pembuktian dalam, namun masih belum
menyebarluaskan fungsi luarnya. Yang dikatakan dengan merahasiakan bagian dari
pembuktian dalam dan fungsi luar, dinamakan sebagai San Kan (dan diwujudkan dengan
Hukum Ichinen Sanzen). Pertanyaan, bagaimanakah mengetahui bahwa hal tersebut belum
disebarluaskan? Jawab, karena belum tiba waktunya,karena tidak menerima serah terima
tugas penyebarluasan. Oleh karena itu dinamakan tidak sesungguhnya.” Jadi Tien tai pada
segi pembuktian dalam telah memperoleh pembuktian dari Nammyohorengekyo dan
menyadari Saddharma dari Kuon Ganjo, oleh karena itu dapat menegakkan Hukum
Ichinen Sanzen teoritis Saddharma Pundarika Sutra masa Zoho. Ichinen Sanzen teoritis
yang didirikan oleh Tien Tai adalah penjelasan secara teoritis mengenai Saddharma yang
berdasarkan pada Kuon Ganjo.
Dengan demikian dapat dikatakan lebih tandas bahwa dengan menjalakan
pertapaan memandang jiwa sendiri (Kanjin) yang dari Isshin Sankan akan dapat
menyadari Saddharma dari Kuon Ganjo, hal mana merupakan inti pokok terpenting
dalam Hukum Agama Budha Tien Tai. Maka Dengyo mengatakan bahwa “Sekarang
pertapaan dari Shikan adalah akan mencapai akibat gaib dari Saddharma Pundarika
Sutra.”
Dalam Rissho Kansho Nichiren Daisyonin mengatakan: “Hukum terpenting dari hubungan
wasiat dari Tien Tai Daishi adalah satu perkataan dari Saddharma. Isshin Sankan pada
hakekatnya adalah cara pertapaan demi tercapainya Saddharma. Sankan adalah makna
dari sebab, Saddharma adalah makna dari akibat, dalam akibat terdapat sebab. Oleh
karena memandang Saddharma sebab akibat yang menjadi serentak, sehingga dapat
memperoleh fungsi karunia kebajikan yang sesuai.” Dimana pertapaan Isshin Sankan pun,
karena dasar pokok kesadaran ditetapkan oleh Saddharma, maka berdasarkan prinsip
teori sebab akibat yang terjadi serentak. Sehingga kemungkinan pencapaian kesadaran
Budha pun menjadi jelas adanya.
Namun karena pertapaan Tien Tai terbatas untuk diri sendiri tidak dijelaskan
secara luas. Itu disebabkan, “Karena belum waktunya, karena tidak menerima serah
terima tugas dan karena itu dinamakan tidak sesungguhnya.” Kiranya akan menjadi lebih
jelas adanya, dimana Tien Tai sendiripun yang sedemikian mendambakan masa muktahir
Dharma, hal mana tertulis dalam karangan beliau pada Bab ke 1 dari Hokke Mongu
dikatakan : “Pada masa 500 tahun yang kelima, Saddharma ini tersebarluas dengan
memberi kebahagian kepada umat manusia untuk selama – lamanya.”
Tien Tai walau tidak memperoleh serah terima tugas penyebarluasan pada masa
mutakhir Dharma, namun pembuktian dalamnya menyimpan Saddharma dalam hati
beliau. Hal mana akan menjadi jelas adanya jika membaca teori penjelasan Tien Tai
berdasarkan pada Pendirian Hukum Agama Budha yang terdapat di dasar kalimat yang
dirahasiakan.
Dan juga dalam Shijenjiketsu dikatakan : “Di dalam buku harian pertapaan sehari – hari,
Tien tai Daishi berkata, setiap hari beliau membaca dan menyebut ini hakekat dari segala
Sutra sebanyak sepuluh ribu kali.” Dan dalam Ganshiten dikatakan : “Inti Hakekat dari
segala Sutra adalah kelima huruf Nammyohorengekyo, hal mana dapat diketahui bahwa
Tien tai Daishi setiap harinya menyebut Daimoku dari Saddharma sebanyak sepuluh ribu
kali. Dengan demikian, Nammyohorengekyo Ichinen Sanzen sesungguhnya yang terdapat di
dasar kalimat yang dirahasiakan, telah diketahui oleh Nagarjuna, Vashubandhu, namun
belum disebarluaskan, hanya Tien tai Daishi menyimpanya dalam hati dan masih
menunggu penyebarluasan pada masa muktahir Dharma.”
Kutipan
Pertanyaan : Apakah sebab – sebab Tien Tai tidak menyebarluaskan Hukum yang ketiga?
Jawab : Dalam Ota Sho dikatakan : “Ke 1 karena dirinya tidak tabah untuk dapat menahan.
Ke 2, karena tidak ada bakat dari umat manusianya. Ke 3, karena tidak diserah terimakan
tugas dari Budha Sakyamuni. Ke 4, karena belum tiba waktunya,” dan lain – lain.
Penjelasan
Pada akhirnya menanyakan, sebab mengapa Tien Tai Daishi menyimpanya dalam
hati dan tidak menyebarluaskan Hukum ketiga ini ? Dan mengenai sebab –sebab ini
dijawab dengan menarik Gosho Ota Sho yakni, Syanyudo Gosho untuk menjelaskan
alasan – alasan tersebut. Sebab pertama, karena Tien Tai tidak tabah untuk menahan
penyebarluasan yang sesungguhnya. Ke 2, karena bakat manusia masa Zoho berbakat
menengah yang sebelumnya telah memiliki kebaikan (Honiuzen) dan sama sekali
berlainan dengan bakat manusia masa akhir Dharma yang berbakat rendah yang belum
pernah memiliki kebaikan. Ke 3, penyerahan tugas penyebarluasan dalam Bab kekuatan
Gaib Sang Tathagata (Jiriki) adalah diberikan kepada Boddhisatva Visistakaritra,
sedangkan jiwa sesungguhnya dari Tien Tai adalah titisan kehidupan lampau dari
Boddhisatva Bhaisajaraga (Yakuo) yang telah ditolak dan tidak diserahterimakan oleh
Budha Sakyamuni. Ke 4, karena masa Zoho bukan masa 500 tahun yang kelima dari masa
mutakhir Dharma yang merupakan masa yang harus disebarluaskannya Hukum pokok
tersebut.
Dengan demikian, Tien Tai adalah guru masa Zoho dimana kalau mengamati
dengan berdasarkan pada Hukum Agama Budha Nichiren Daisyonin, maka disitu akan
terkandung makna yang penting sekali. Mengenai hal ini, Nikkan Jonin menjelaskan
kegaiban antara kehidupan Tien Tai dan kehidupan Nichiren Daisyonin. Dalam
penjelasan Kanjin Honzonsho Nikkan Jonin menjelaskan bahwa : “Haruslah diketahui,
Chisha (Tien Tai Daishi) pada tanggal 26 bulan empat tahun ke 14 dari kerajaan Zui, ketika
beliau berusia 57 tahun telah memulai menulis buku Makashikan selama musim panas
pada bulan 11, 4 tahun kemudian telah wafat pada usia 60 tahun. Sedangkan Nichiren
Daisyonin menyelesaikan Gosho Kanjin Honzon Sho ini pada tanggal 25 bulan empat tahun
1273 dan pada tanggal 12 Oktober 1279, ketika Nichiren Daisyonin berusia 58 tahun telah
menciptakan Dai Gohonzon dan 4 tahun kemudian yakni pada bulan 10 tahun 1282
Nichiren Daisyonin telah wafat dengan usia 61 tahun.”
Disini terdapat ketiga hal yang gaib. Pertama Tien Tai Daishi dengan usia 57 tahun
telah menjelaskan Makashikan, sedangkan leluhur Budha Nichiren Daisyonin dengan usia
58 tahun mewujudkan Dai Gohonzon dari Kaidan. Juga Tien Tai Daishi wafat dengan usia
60 tahun, Nichiren Daisyonin wafat dengan usia 61 tahun. Bukankah ini suatu kegaiban
sebagai urutan dari leluhur Budha masa Zoho dan leluhur Budha masa mutakhir Dharma.
Kedua, Tien Tai Daishi pada tanggal 26 bulan 4 mulai menjelaskan Makashikan, Nichiren
Daishonin mengakhiri Kanjin Honzon Sho pada tanggal 25 bulan 4. Tien Tai wafat pada
bulan 11, sedangkan Nichiren Daisyonin wafat pada bulan 10. Walau Nichiren Daisyonin
dilahirkan setelah masa Zoho, namun karena beliau adalah leluhur Budha pembibitan,
maka maknanya terdapat terlebih dahulu. Dengan demikian Daisyonin menyelesaikan
Gosho Kanjin No Honzonsho pada tanggal 25 dan wafat pada bulan sepuluh. Sedangkan
walau Tien Tai dilahirkan terlebih dahulu, namun karena leluhur Budha pemanenan
maka maknanya terdapat kemudian. Dimana beliau mulai menulis buku Makashikan
pada tanggal 26 dan wafat pada bulan 11. Bukankah terdapat urutan kegaiban dari
urutan pembibitan dan pemanenan.
Ketiga, Tien Tai Daishi dan Nichiren Daisyonin kedua-duanya telah mewujudkan inti
hakekat ajaran yang merupakan maksud kelahiran beliau, yakni 4 tahun sebelum mereka
wafat. Bukankah ini merupakan suatu kegaiban sekali?
Kutipan
Bab ke 10, menunjukan penyebarluasan Dharma Agung pada masa mutakhir Dharma.
Pertanyaan : Belum tersebarluasnya pada masa Shoho dan Zoho, sesungguhnya
menyimpulkan makna yang bagimanakah?
Jawab : Justru ini mewujudkan penyebarluasan pada masa mutakhir Dharma. Sekarang
untuk sementara waktu menjelaskan ke empat sebab penyebarluasan pada masa muktahir
Dharma dengan keempat sebab tidak disebarluaskan yang dijelaskan pada bab terdahulu.
Penjelasan
Bab ke 10 ini merupakan kesimpulan dari keseluruhan Sanju Hidensho ini. Dan
merupakan bab yang menjelaskan bahwa Hukum Agama Budha Ichinen Sanzen yang
terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan merupakan Dharma Agung yang akan
tersebarluas pada masa mutakhir Dharma.
Pertama – tama pada bab 9 yang terdahulu mendiskusikan sebab – sebab mengapa
Nammyohorengkyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung tidak tersebarluas pada masa
Shoho dan Zoho, sedangkan pada bab ke 10 dimana pada pertanyaan yang terdahulu
menanyakan bagaimana makna sesungguhnya dalam kalimat pokok Kaimokusho yang
mengajarkan tidak tersebarluasnya pada masa Shoho dan Zoho.
Makna sesungguhnya yang menjelaskan belum tersebarluasnya pada masa Shoho dan
Zoho ini adalah untuk menunjukan bahwa Hukum Putih Agung ini pasti tersebarluas
pada masa mutakhir Dharma. Pada bagian akhir pada bab 9, dimana yang menarik
kalimat Soya Nyudo dengan menjelaskan keempat sebab – sebab mengapa Tien Tai
Daishi tidak menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Namun dalam bab ini menjelaskan
keempat sebab bahwa Saddharma ini harus disebarluaskan pada masa mutakhir Dharma.
Jadi sebab pertama Tien Tai tidak menyebarluaskan yakni, “karena dirinya tidak
tabah untuk dapat menahan penderitaan,” sedangkan sebab pertama harus
disebarluaskan pada masa mutakhir Dharma “karena dirinya tabah untuk menahan
penderitaan.”
Sebab kedua “karena tidak ada bakat dari umat manusianya”, sebaliknya “karena terdapat
bakat dari umat manusia”.
Ketiga, “karena tidak diserahterimakan tugas dari Budha Sakyamuni,” sebaliknya “karena
diserahterimakan tugas dari Budha” dan keempat “karena belum tiba waktunya”
sebaliknya, “karena sudah tiba waktunya.”
Dengan keempat sebab tersebut diatas kiranya akan menjadi jelas bahwa Ichinen Sanzen
yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan tidak lain adalah Hukum Putih Agung
yang tersebar luas pada masa mutakhir Dharma. Munculnya Budha Sakyamuni maupun
Tien Tai dan Dengyo begitupun kemunculan seluruh guru – guru yang mendiskusikan
teori – teori sutra, kesemuanya itu tidak lain merupakan penjelasan bahwa
Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung harus tersebarluas pada masa
muktahir Dharma.
Selanjutnya mengenai keempat sebab tersebut Nikkan Jonin telah memberikan
penjelasan mendetail pada ceramah berikut ini.
Kutipan
Pertama, karena dirinya dengan tabah dapat menahan penderitaan, dalam Honzon sho
berkata : “Boddhisatva Avelokitesvara, Bhaisajaraja dan sebagainya, dan juga Boddhisatva
dari ajaran selama 42 tahun dan Shakumon. Kalau bukan orang – orang yang dapat
mempertahankan Hukum Pokok ini, maka tidak dapat menyebarluaskan Hukum pada
masa mutakhir Dharma” dan lain – lain. Oleh karena Boddhisatva Honge sesungguhnya
merupakan orang yang dapat mempertahankan Hukum Pokok, maka dapat dengan tabah
menahan penderitaan untuk menyebarluaskan Hukum pada masa mutakhir Dharma.
Dalam Onggi Kuden Nichiren Daisyonin mengajarkan : “Keempat Boddhisatva ini adalah
orang yang dapat menpertahankan Hukum Pokok ini, Hukum Pokok adalah
Nammyohorengekyo” dan lain – lain. Sedangkan dalam Otasho, Nichiren Daishonin berkata
: “Demi untuk menyelamatkan dan memberi kebahagian kepada umat manusia masa
mutakhir Dharma dan seribu dunia yang bermunculan dari Bumi, adalah sama seperti ikan
memperoleh air dan burung yang berterbangan dengan bebas dari angkasa luas” dan lain
–lain.
Penjelasan :
Bagian ini adalah penjelasan sebab pertama dari keempat sebab masa mutakhir
Dharma. Yang berbunyi, “karena dirinya dengan tabah dapat menahan kesulitan”.
Pertama – tama dengan menarik kalimat Kanjin No Honzonsho, namun kiranya akan
lebih jelas adanya jika ditarik kalimat sebelumnya yang berbunyi : “Boddhisatva Manjusri
adalah murid dari Buddha Aksobkya dari dunia keemasan di arah timur, Boddhisatva
Avalokitesvara adalah murid dari Budha Amitayus di arah barat, Boddhisatva
Bhaisajaraga adalah murid Budha Kandravimala Suryaprabasari dan Boddhisatva
Samathabadra adalah murid dari Budha Ratnategobhyugata, dimana pada umumnya
mereka demi untuk membantu pelaksanaan pengkotbahan Budha Sakyamuni, telah lahir di
sunia Saha ini dan juga merupakan Boddhisatva dari ajaran selama 42 tahun dan
Shakumon, sehingga kalau bukan orang yang mempertahankan Hukum Pokok maka tidak
dapat menyebarluaskan Hukum pada masa mutakhir Dharma.”
Betapapun Boddhisatva Manjusri, Boddhisatva Avalokitesvara, Boddhisatva
Bhaisajaraga, dan Boddhisatva Samantabhadra adalah Boddhisatva – Boddhisatva dari
berbagai dunia lainnya dan Boddhisatva selama 42 tahun Shakumon dan Shakke. Dimana
muncul di dunia ini untuk membantu Budha Sakyamuni untuk memberikan bimbingan.
Para Boddhisatva ini karena tidak mempertahankan Nammyohorengkyo, sehingga tidak
memiliki kekuatan untuk membimbing umat manusia dengan Hukum Agung Tunggal ini
pada masa mutakhir Dharma. Boddhisatva yang muncul dari bumi ini pada umumnya
adalah penganut Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung pada masa mutakhir
Dharma dan pada khususnya adalah Nichiren Daisyonin sendiri.
Selanjutnya dalam Onggi Kuden pun menjelaskan : “Dengan demikian Boddhisatva
yang muncul dari bumi dikatakan sebagai yang sesungguhnya (Honge). Sesunguhnya
berarti karunia 500 ribu koti nayuta asam kheya, sebagai karunia yang tak berawal akhir.
Boddhisatva ini adalah orang yang mempertahankan Hukum Pokok dan Hukum Pokok
adalah Nammyohorengekyo. Daimoku ini pasti merupakan benda yang dimiliki oleh
Boddhisatva yang muncul dari bumi dan sama sekali bukan yang dimiliki oleh Boddhisatva
Shakke. Dari tubuh Hukum Pokok ini dikeluarkan fungsinya dengan menamakan Shikan
dan Ichinen Sanzen yang disebarluaskan. Pokoknya penjelasan Guru Besar pun
menyebarluaskan fungsi dari Saddharma ini. Mempertahankan Hukum Pokok ini adalah
satu kata percaya. Pandangan tajam yang membasmi kesesatan pokok jiwa adalah satu
kata percaya dan dapat diperkirakan sebagai tidak ragu – ragu adalah percaya.”
Seperti yang jelas terdapat dalam kutipan kalimat inipun menandaskan bahwa
Boddhisatva Honge adalah Boddhisatva yang muncul dari bumi, dan Daimoku ini adalah
sesuatu yang dimiliki oleh Boddhisatva yang muncul dari bumi. Dan bukan yang dimiliki
oleh Boddhisatva Shakke. Sekarang kita setiap hari giat berjuang demi penyelamatan
kebahagian umat manusia, kesemuanya merupakan gerakan dari Boddhisatva yang
muncul dari bumi. Sudah pasti gerakan kita ini dapat menyelamatkan umat manusia yang
tenggelam dalam lautan penderitaan dari masa muktahir Dharma.
Makna kalimat dari Otasho, adalah kita, Boddhisatva yang muncul dari bumi yang
menyelamatkan umat manusia sama seperti ikan yang bebas berenang dalam air, burung
dengan bebas berterbangan di angkasa. Jadi memiliki kekuatan bimbingan yang bebas,
yang dapat meluruskan berbagai pandangan yang tersesat dan dapat menyelamatkan
umat manusia. Akan tetapi sumber kekuatan yang demikian hanya terdapat dalam satu
kata percaya dan sama sekali tidak tergantung pada tinggi rendahnya kedudukan,
pendidikan seseorang maupun perbedaan kaya miskin dan pria wanita.
Begitupun tidak tergantung pada perbedaan bangsa, Negara dan bahasa. Orang yang
menganut dan mempertahankan Saddharma ini, semuanya adalah Boddhisatva yang
muncul dari bumi. Dan hanya Boddhisatva yang muncul dari bumi saja, muncul dalam
dunia masa muktahir Dharma yang kotor ini dengan tabah menahan dan mengatasi
berbagai kesulitan dan penderitaan, sehingga dapat mewujudkan perdamaian
sesungguhnya yang merupakan impian umat manusia ribuan tahun.
BAB X
MENUNJUKAN PENYEBARLUASAN DHARMA AGUNG PADA MASA
MUTAKHIR DHARMA
Kutipan
Ke 2, karena terdapat bakat dari umat manusia. Dalam Rissho Kansho 38 dikatakan :
“Bakat manusia yang dibimbing dalam penyebarluasan Tien Tai sama seperti bakat
sempurna dari masa kehidupan Budha yang disertai ajaran sementara, sedangkan bakat
manusia yang dibimbing dalam penyebaran Honmon sesungguhnya adalah bakat langsung
dari Honmon Saddharma Pundarika Sutra” dan lain – lain. Oleh karena bakat manusia
pembibitan langsung tanpa melalui pemupukan dan pemanenan, maka dinamakan bakat
langsung. Apalagi untuk menerima dan menganut Hukum AGung yang terdapat di dasar
kalimat.
Penjelasan
Ke 2, adalah masalah dari bakat manusia bahwa Saddharma ini merupakan
Hukum Agung yang tersebar luas pada masa mutakhir Dharma, adalah disebabkan
karena bakat manusia yang menuntut Hukum Agung ini. Bakat manusia dalam
penyebarluasan Hukum Agung Budha terkandung unsur penting untuk mengetahui
bagaimanakah keadaan dari bakat manusia? Dan Hukum yang bagaimanakah yang
dituntut oleh mereka? Bakat manusia masa mutakhir Dharma adalah menuntut
Nammyohorengekyo, betapapun bakat mereka adalah Saddharma. Kalau salah
memandang bakat manusia ini, walau menyebarluasakan Dharmapun tidak akan
menghasilkan apapun juga.
Makna kalimat dari Risshokansho, berarti umat manusia masa Zoho yang dibimbing oleh
Tien Tai Daishi merupakan umat manusia yang telah memiliki kebaikan sejak asal mula,
yakni berbakat Saddharma Pundarika Sutra yang bersangkut paut dengan ajaran
sementara dari masa hidup Budha Sakyamuni, umat manusia yang telah menimbun
kebaikan melalui berbagai pertapaan masa lampau. Dan mereka telah mencapai
kesadaran dengan mendengar Hukum Ichinen Sanzen teoritis dari Tien Tai Daishi.
Sebaliknya masa Mappo sekarang ini, umat manusia sama sekali belum memiliki
kebaikan sejak asal mula dan bakat mereka adalah bakat yang menuntut
Nammyohorengekyo Honmon Saddharma Pundarika Sutra. Umat manusia masa
mutakhir Dharma ini, dimana karena merupakan orang – orang aneh yang sama sekali
belum pernah menimbun kebaikan sejak masa lampau, sehingga tidak dapat mencapai
kesadaran dengan ajaran sementara, namun dalam dunia sekarang ini langsung
menerima pembibitan hingga dengan keadan seadanya langsung mencapai keadaan
kebahagiaan yang tertinggi, yakni bakat yang semata – mata hanya menerima dan
mempertahankan Saddharma. Oleh karena itu dalam Risshokansho dikatakan “Bakat
Langsung.”
Pada jaman sekarang ini, dimana banyak filsafat yang bertentangan dengan ilmu
pengetahuan, hal mana betapapun akan mengakibatkan ketidak bahagiaan dari umat
manusia. Maka justru, masa peradaban sekarang ini yang sedemikian maju betapapun
harus memiliki suatu agama yang membimbing kebahagian dengan merombak dari dasar
jiwa dan dapat diterima/dipahami oleh siapapun serta memiliki ajaran yang sesuai dan
tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan arus jaman sekarang.
Inilah Hukum Agung satu –satunya dari penyelamatan kebahagian umat manusia masa
mutakhir Dharma. Kita yang menerima dan mempertahankan Gohonzon Hukum Agung
ini betapapun harus maju berjuang dengan tekad penyelamatan seluruh kebahagiaan
umat manusia.
Kutipan
Ke 3, karena diserah terimakan dari Budha. Dalam Honzonsho dikatakan : “Pokok Maha
Boddhisatva Shakke lainnya tidak diserah terimakan bab Panjangnya Usia Tathagata
dalam pembuktian dalam jiwa kita masing – masing. Oleh karena awal dari masa mutakhir
Dharma adalah Negara pemfitnahan terhadap Agama Budha dan bakat manusia yang
buruk sekali, sehingga Budha menghentikan permohonan mereka dan memanggil ke luar
Maha Boddhisatva yang muncul dari bumi ribuan dunia, dengan diserah terimakan kelima
huruf Myohorengekyo yang merupakan inti hakekat dari Bab Panjangnya Usia Tathagata”
dan lain – lain . Dalam Kechimyakusho dikatakan : “Bab Panjangnya Usia Tathagata dari
pembuktian dalam jiwa kita adalah Hon Im Myo yang terpendam di dasar kalimat yang
sesungguhnya.”
Penjelasan
Ke 3, merupakan masalah serah terima tugas dari Budha. Dalam Hukum Agama
Budha serah terima tugas merupakan masalah yang penting sekali dan hal ini merupakan
bagian terpenting dalam Bab 10 yang harus diperhatikan sepenuhnya. Maka kutipan
kalimat Kanjin Honzonsho berarti Budha Sakyamuni dalam bab “Munculnya Boddhisatva
dari Bumi,” dimana banyak Maha Boddhisatva Shakke lainya mengangkat prasetya untuk
menyebarluaskan Hukum Agama Budha setelah wafatnya Budha Sakyamuni.
Namun pada waktu itu Budha Sakyamuni menghentikan permohonan mereka, malah
memanggil keluar Boddhisatva sesungguhnya yang muncul dari bumi dengen
menyerahkan tugas penyebarluasan Hukum Agama Budha setelah wafatnya Budha
Sakyamuni, dimasa mutakhir Dharma. Awal dari masa mutakhir Dharma adalah Negara
yang menfitnah Hukum Agama Budha dan bakat manusia sedemikian buruk, hal mana
untuk menyebarluaskan Hukum Agama Budha betapapun bagi Boddhisatva lainya tidak
tabah untuk dapat menahan penderitaan.
Oleh karena itu Budha Sakyamuni dengan sengaja memangggil ke luar para Boddhisatva
yang muncul dari bumi sejak masa lampau yang tidak terhingga, untuk diserah terimakan
Nammyohorengekyo inti hakekat bab Panjangnya Usia Tathagata dan berjuang dalam
penyebarluasan pada masa mutakhir Dharma.
Mengenai kutipan kalimat “Bab Panjang Usia Tathagata dari pembuktian dalam
jiwa kita” yang terdapat dalam Kanjin No Honzonsho, dimana selanjutnya dengan
menarik kalimat Hyakkurokkasho yang berbunyi : “Bab Panjang Usia Tathagata dari
pembuktian dalam jiwa kita berarti Hon Im Myo dari dasar kalimat yang sesungguhnya.”
Jadi Bab Pajang Usia Tathagata dari pembuktian dalam jiwa kita tidak lain Honmon
Tunggal yang terpendam di dasar kalimat Bab Panjang Usia Tathagata -----
Nammyohorengekyo dari ketiga Hukum Rahasia Agung.
Sekarang pada masa mutakhir Dharma, kita yang berjuang demi penyelamatan
kebahagian umat manusia dengan Ketiga Hukum Rahasia Agung ini telah hadir di dalam
upacara jiwa Saddharma Pundarika dan menerima tugas penyebarluasan langsung dari
Budha Sakyamuni, dan karena sumpah terhadap penyerah terimaan tugas ini sehingga
muncul dan lahir di dunia sekarang ini. Begitupun yang dikatakan sebagai “Maha
Boddhisatva yang muncul dari bumi ribuan dunia” bukankah kita yang harus menyadari
diri sebagai pemimpin besar yang memiliki kekuatan dan rejeki agung.
Kutipan
Pertanyaan : Bagaimanakah bukti tertulis dari kalimat yang menyatakan penghentian atas
permohonan dari Maha Boddhisatva Shakke lainnya?
Jawab : Itu adalah kalimat “Berhentilah putra – putraku yang baik,” dalam bab
bermunculan dari bumi. Walau kalimat ini, makna dari arti kalimatnya seakan – akan
hanya menghentikan Boddhisatva dari Negara lain, namun sesungguhnya itu merupakan
penghentian Boddhisatva Shakke. Walau mungkin dalam berbagai surat kuno terdapat
berbagai makna, karena ingin menyingkat waktu untuk sementara tidak dijelaskan dan
akan dijelaskan kemudian.
Penjelasan
Mengenai masalah penyerah terimaan tugas yang ketiga ini telah diajukan
pertanyaan yang menanyakan bukti tertulis penghentian permohonan penyebarluasan
oleh Maha Boddhisatva Shakke lainya. Bukti tertulis tersebut mungkin telah disinggung
dalam beberapa bab di muka, namun disini terdapat kalimat “Berhentilah putra –putraku
yang baik” yang terdapat dalam bab bermunculan dari bumi Saddharma Pundarika Sutra.
Selanjutnya akan dijelaskan pada bagian permulaan dari bab bermunculan dari bumi
sebagai berikut : “Pada waktu itu Maha Boddhisatva yang telah datang dari negeri –
negeri lain yang jumlahnya seperti pasir – pasir dari 8 sungai gangga, semuanya berdiri di
dalam pertemuan agung itu dan dengan tangan terkatup menghormat kepada sang Budha
seraya berkata : “Yang Maha Agung! Jika saja sang Budha mengijinkan, maka sesudah
kemokshaannya, kami akan tekun dan bersemangat untuk melindungi dan
mempertahankan, membaca dan menghafal, menulis dan menyalin, serta menyumbang
Sutra ini di dalam dunia saha ini.”
Kemudian sang Budha menyapa seluruh kelompok Boddhisatva Maha Satva tersebut
dengan berkata : “Berhentilah putra – putraku yang baik ! Tiada perlu lagi anda sekalian
melindungi dan mempertahankan Sutra ini ! Karena sesunguhnya di dalam dunia saha Ku
ini telah terdapat para Boddhisatva Mahasatva yang jumlahnya seperti pasir- pasir dari 60
ribu sungai Gangga dan masing – masing dari para Boddhisatva ini mempunyai sebuah
rombongan yang banyaknya seperti pasir – pasir dari 60 ribu sungai Gangga pula, serta
seluruhnya mampu melindungi dan mempertahankan, membaca dan menghafal serta
menyebarluaskan Sutra ini sesudah kemokshaan Ku nanti.”
Jadi bab – bab sebelum bab bermunculan dari bumi ini, seperti bab 10, Dharma
Duta menjelaskan ketiga persyaratan dari penyebarluasan Hukum Agama Budha (Jubah,
Tahta dan kediaman Budha), sedangkan dalam bab II Munculnya menara pusaka yang
mendesak dengan ketiga nasehat penyebarluasan Hukum Agama Budha, kemudian
dalam bab ke 13 Penegakan, 80 ribu koti nayuta dari para Boddhisatva telah mengangkat
prasetya dengan berkata : “….Kita tidak akan menyayangi jiwa dan raga, tetapi hanya
berfikir tentang jalan yang Agung dan mejelaskan akan timbul ketiga musuh kuat dan
berbagai penderitaan besar yang menentang penyebarluasan Hukum Agama Budha
setelah Kemokshaan Nya Budha Sakyamuni.”
Selanjutnya bab ke 14, Hidup tenang, berulang menjelaskan Kurnia kebajikan dari
penyebarluasan Hukum Agama Budha, sedangkan bab ke 15 Munculnya Boddhisatva dari
bumi, para Boddhisatva, Mahasatva sejumlah pasir – pasir melebihi delapan sungai
Gangga yang datang dari negeri lain, seluruhnya telah memohon kepada sang Budha agar
diberikan serah terima tugas penyebarluasan Sutra ini. Akan tetapi Budha Sakyamuni
telah menolak permohonan mereka. Kemudian memanggil keluar dari Bumi besar,
Boddhisatva yang muncul dari bumi, dengan menjelaskan Bab ke 16 Panjanyanya Usia
Tathagata, kemudian pada Bab ke 21, Kekuatan Gaib Sang Tathagata telah menyerah
terimakan tugas penyebarluasan Hukum Sutra ini kepada Boddhisatva yang muncul dari
Bumi.
Makna dari kata – kata “Berhentilah Putra – putraKu yang baik” yang terdapat
dalam Bab bermunculan dari bumi, pada satu pihak menghentikan dan menolak terhadap
Boddhisatva yang datang dari negeri lain dan makna sesungguhnya merupakan
penolakan terhadap Boddhisatva Shakke. Objek yang ditolak oleh sang Budha apakah
hanya dirujukan kepada Boddhisatva maupun termasuk Boddhisatva Shakke didalamnya,
dimana pada waktu Nikkan Jonin berada memang terdapat berbagai pandangan. Akan
tetapi hal tersebut tidak sedemikian penting sehingga Nikkan Jonin demi menyingkat
waktu dimana hal tersebut untuk sementara waktu tidak didiskusikan.
Kutipan
Pertanyaan : Apakah alasan dan sebab – sebab sehingga Budha menghentikan Boddhisatva
lainya dan hanya memenggil keluar Boddhisatva sesungguhnya ?
Jawab : “Tien Tai Daishi sesungguhnya telah membuat ke enam penjelasan, yakni tiga
penjelasan di muka dan tiga penjelasan di belakang, kemudian menyerah terimakan pada
masa mutakhir Dharma, namun hal tersebut masih belum jelas adanya. Oleh karena itu
sekarang Nikkan Jonin untuk menjelaskan dengan jelas, dimana telah membuat 12
penjelasan. Yakni ketiga penjelasan di muka dan ketiga penjelasan di belakang dari
Boddhisatva sesungguhnya (Honge) dan Boddhisatva negri lainya, kemudian ketiga
penjelasan di muka dan dibelakang dari Boddhisatva Shakke dan Honge.”
Penjelasan
Bagian ini merupakan pertanyaan yang menanyakan sebab – sebab sehubungan
dengan bab Bermunculannya Boddhisatva dari bumi yang dijelaskan di atas, di mana
Buddha telah menghentikan Boddhisatva Shakke dan Boddhisatva negeri lainya dan
memanggil keluar Boddhisatva yang muncul dari bumi besar. Mengenai hal ini Tien Tai
Daishi membuat ketiga alasan dari penghentian terhadap Boddhisatva Shakke dan
Boddhisatva negeri lainya dan mengajukan ketiga alasan sehingga dipanggil keluar
Boddhisatva sesungguhnya. Jadi beliau telah membuat penjelasan ketiga dimuka dan
ketiga dibelakang, namun belum jelas adanya. Karena ketika Budha menghentikan
Boddhisatva Shakke dan Boddhisatva negeri lainya dari ketiga alasan di muka masih
belum menjelaskan dengan terang pembagian antara Boddhistava Shakke dan
Boddhisatva negeri lainya.
Dengan demikian, Nikan Jonin untuk membagi secara jelas pembagian ini telah
membuat kedua belas alasan, yakni ketiga alasan di muka dan ketiga alasan di belakang
terhadap Boddhisatva negeri lainnya dengan Boddhistava sesungguhnya dan ketiga
alasan di muka dan ketiga alasan di belakang yang memperbandingkan Boddhisatva
sesungguhnya dengan Boddhisatva sesungguhnya dengan Boddhisatva Shakke. Dan di
sini akan dijelaskan secara singkat mengenai perbedaan Boddhisatva Shakke dan
Boddhisatva negeri lainya. Jadi, Boddhisatva Shakke adalah Boddhisatva yang berjodoh
dengan Budha Sakyamuni, sedangkan Boddhisatva negeri lainya adalah Boddhistva –
Boddhisatva yang bertempat tinggal di negeri lain. Boddhisatva Shakke antara lain
Boddhisatva Manjustri, Boddhisatva Avalokitesvara, Boddhisatva Bhaisajaraga
sedangkan Boddhisatva negeri lainya adalah Boddhisatva Hoe, Boddhisatva Kudokurin,
Boddhisatva Kongodo dan Boddhisatva Kongozo yang telah berkumpul pada upacara
pengkotbahan Sutra Kegon setelah Budha Sakyamuni mencapai kesadaran Budha.
Kutipan
Pertanyaan : Penjelasan ini belum pernah dijelaskan pada masa yang lampau. Jadi,kalau
tidak ada bukti yang jelas, siapakah yang dapat menaruh kepercayaan ?
Jawab : Sekarang saya akan menarik kutipan kalimat Sutra untuk setiap kalimat tersebut
diatas, sama sekali tidak ditambah dengan penjelasan pribadi saya.
Penjelasan
Oleh karena kedua belas penjelasan Nikkan Jonin merupakan sesuatu yang belum
pernah dijelaskan pada masa lampau, maka kalau tidak ada bukti tertulis jelas, sulit
untuk menaruh kepercayaan. Disitu Nikkan Jonin menarik bukti tertulis setiap penjelasan
dari kedua belas penjelasan yang sama sekali tidak terdapat pandangan pribadi dari
Nikkan Jonin.
Disini untuk menjelaskan lebih jelas terhadap kedua belas penjelasan yang didirikan
olehnya, dimana beliau telah mengajukan sendiri pertanyaan terhadap penjelasan yang
didirikannya. Begitupun dikatakan : “Sama sekali tidak ditambah dengan penjelasan
pribadi saya.” Hal mana menandaskan bahwa seluruh yang diwujudkan bukanlah
perkataan yang seenak diri sendiri, namun keseluruhanya memiliki bukti tertulis dari
Tien Tai Daishi maupun Nichiren Daisyonin yang dijadikan sebagai dasar dari setiap
penjelasan. Sikap inilah yang terpenting.
Begitupun ketika Nichiren Daisyonin menulis berbagai Gosho pasti selalu
berdasarkan pada Sutra – Sutra dari Budha Sakyamuni, dan selanjutnya selalu dengan
menarik penjelasan dari Tien Tai Daishi, Myoraku, Dengyo Daishi dan sebagainya untuk
diperhubungkan dengan karya tulis beliau. Sesungguhnya karena Nichiren Daisyonin
merupakan guru pokok dari Budha dan seluruh guru – guru, maka sebetulnya tidak perlu
menarik perkataan dari para guru tersebut.
Akan tetapi, agar supaya umat manusia masa mutakhir Dharma yang berhikmat ini dapat
menerima, maka betapapun harus bersifat objektif dan memiliki kebenaran, dengan
demikian mencakupi bukti tertulis dan kebenaran. Dan keduabelas penjelasan ini pun
Nikan Jonin menandaskan bahwa ini merupakan teori pembuktian yang berdasarkan
pada bukti tertulis dari guru – guru terdahulu dan sama sekali tidak terdapat pandangan
pribadi diri saya.
Kutipan
Pertanyaan : Dengan demikian, bagaimana kalimat dari ketiga penjelasan di muka dan di
belakang dari Boddhisatva Honge dan Bodhisatva negeri lainya?
Menjawab dengan berkata ; Pertama, karena Boddhisatva negeri lainya bukan murid
langsung Budha Sakyamuni, maka dalam buku Gisho jilid ke 10 Kajo Daishi berkata :
“karena Boddhisatva negeri lainya tidak dididik oleh Budha Sakayamuni” dan lain – lain.
Kedua, karena Boddhisatva negeri lainya menetap pada negeri yang berlainan, maka di
dalam Hokke Mongu ke 9 Tien Tai Daishi berkata : “Boddhisatva negeri lainya memiliki
tempat tinggalnya masing – masing. Jika di dalam negeri tidak dapat menetap , maka
faedah mereka akan sia – sia belaka” dan lain – lain. Ketiga, oleh karena perjodohan
Boddhisatva negeri lainya dangkal sekali, maka kemudian Tien Tai Daishi berkata :
“Karena Boddhisatva negeri lainya dengan negeri ini dangkal, maka walau berkeinginan
untuk diserah terimakan, namun pasti tidak terdapat karunia yang besar” dan lain – lain.
Penjelasan
Terhadap pertanyaan kalimat ketiga penjelasan di muka dan di belakang dari
Boddhisatva negeri lainya dan Boddhisatva sesungguhnya, dimana dalam bagian ini
menjelaskan ketiga penjelasan di muka Boddhisatva berdasarkan bukti tertulis.
Pertama – tama, dikatakan para Maha Boddhisatva negri lainya dihentikan oleh Budha
Sakayamuni dengan berkata : “Berhentilah para putra putraKu yang baik,” hal mana
menjelaskan bahwa dengan menarik kalimat dari Kajo Daishi yang merupakan alasan
pertama tidak diserah terimakan tugas penyebarluasan pada masa mutakhir Dharma.
Jadi Boddhisatva negeri lainya tidak menerima langsung bimbingan dari Budha
Sakyamuni, sedangkan Boddhisatva sesungguhnya merupakan murid langsung dari
Budha Sakyamuni, sehingga memiliki kemampuan dan kekuatan menyebarluaskan
Hukum Agama Budha pada masa mutakhir Dharma. Kajo Daishi adalah leluhur dari sekte
Sanron pada masa kerajaan Ryo di Tiongkok dan merupakan orang yang mendirikan
makna dari Prajna utama. Dalam karangan penjelasan ringkasan kesepuluh jilid dari
buku Hokke Genron, dimana kemudian ditandaskan oleh Myoraku Daishi sebagai
sesuatu yang memuji Saddharma Pundarika Sutra.
Alasan kedua, dimana para Boddhisatva negeri lainya memiliki negerinya masing –
masing dan sama sekali bukan Boddhisatva dari dunia saha ini, Tien Tai Daishi dalam
Hokke Mongu menjelaskan : “Boddhisatva negeri lainya memiliki negerinya masing –
masing, seandainya para Boddhisatva meninggalkan negeri asalnya dan menetap pada
dunia saha ini, maka tidak dapat memberikan kurnia bagi umat manusia negerinya.” Jadi
karena para Boddhisatva negeri lainya mengutamakan pemberian Kurnia pada umat
manusia negerinya, maka Budha Sakyamuni menghentikan penyebarluasan pada masa
mutakhir Dharma.
Alasan ketiga, adalah Boddhisatva negeri lainya mempunyai hubungan jodoh yang tipis
dengan umat manusia dunia saha ini. Dalam buku Hokke Mongu, Tien Tai Daishi
mengajarkan : “Boddhisatva negeri lainya mempunyai jodoh yang tipis dengan dunia saha
ini. Jadi, walau menerima penyerah terimaan tugas penyebarluasan Hukum Agama Budha
dari Budha Sakyamuni pada masa mutakhir Dharma pun, namun umat manusia tidak
dapat menerima karunia yang besar.” Maka walau memiliki kekuatan betapa besarpun,
namun kalau mempunyai jodoh yang tipis dengan umat manusia dan pada akhirnya tidak
dapat memberi kebahagian kepada umat manusia, oleh karenanya dihentikan oleh Budha
Sakyamuni untuk muncul setelah wafatnya sang Budha dimana mutakhir Dharma ini.
Kutipan
Pertama, karena Boddhistava sesungguhnya adalah murid dari Budha Sakyamuni. Tien Tai
Daishi mengatakan : “Mereka adalah murid saya, maka mereka harus menyebarluaskan
Hukum saya.”
Kedua, karena Boddhisatva sesungguhnya selalu menetap pada dunia ini, dalam Sutra
dikatakan dan lain – lain. Dalam Otasho dikatakan : “Boddhisatva dari bumi ribuan dunia
telah menetap di dunia saha ini selama kalpa koti yang tak tehitung.”
Ketiga, karena Boddhisatva sesunguhnya mempunyai penjodohan yang mendalam. Tien Tai
Daishi berkata : “Dengan jodoh yang dalam dan luas, dapatlah menyebarluaskan Hukum
ini di dalam dunia ini dengan memberi kebahagian seluruhnya” dan lain – lain. Dengan
demikian berakhirlah ketiga penjelasan di muka dan di belakang terhadap Boddhisatva
negeri lainya dan Boddhisatva sesungguhnya (Honge).
Penjelasan
Dibagian depan telah menjelaskan ketiga penjelasan di muka dari Boddhisatva
negeri lainya, namun pada bagian ini menjelaskan ketiga alasan hingga Boddhisatva
sesungguhnya dipanggil keluar dari bumi luas.
Ketiga penjelasan yang pertama adalah, Boddhisatva sesungguhnya merupakan murid
langsung dari Budha Sakyamuni Kuon, para Boddhisatva ini untuk dapat
menyebarluaskan Hukum Agama Budha pada negeri yang buruk dan penuh penfitnahan
Hukum setelah wafatnya Budha di masa mutakhir Dharma, telah menerima bimbingan
sejak masa lampau Kuon. Dalam buku Hokke Mongu Tian Tai Daishi berkata :
“Boddhisatva sesungguhnya adalah murid – muridKu, yakni Boddhisatva yang harus
menyebarluaskan Saddharma ini.”
Kedua, Boddhisatva yang muncul dari bumi sejak masa Kuon selalu menetap pada dunia
saha ini. Boddhisatva negeri lainya telah nenetap pada negerinya masing – masing,
sedangkan Boddhisatva yang muncul dari bumi sejak asal mula telah menetap di dunia
saha ini dan memiliki tugas untuk membimbing manusia dunia saha ini. Di dalam bab
bermunculannya dari Bumi , Saddharma Pundarika Sutra pun selalu sering dikatakan :
“Negeri dari dunia saha” atau “Dibawah dunia saha”. Begitupun dalam berbagai Gosho
Nichiren Daisyonin berkata : “Boddhisatva ribuan dunia yang muncul dari Bumi menetap
di dunia saha ini selama kalpa koti yang tak terhitung,” hal mana mengajarkan bahwa
Boddhisatva yang muncul dari Bumi sejak masa Kuon terus menerus menetap pada dunia
saha ini.”
Ketiga, Boddhisatva sesungguhnya mempunyai hubungan jodoh yang mendalam dengan
umat manusia dunia saha ini, terutama manusia setelah wafatnya Budha Sakyamuni.
Boddhisatva negeri lainya mempunyai jodoh yang dangkal sehingga tidak dapat
memberikan karunia kebajikan. Sebaliknya Boddhisatva Honge mempunyai hubungan
jodoh dan dapat membimbing seluruh umat manusia dari dunia saha ini, begitupun dapat
memberikan karunia kebajikan kepada umat manusia, hal tersebut dijelaskan dalam
buku Hokke Mongu karangan Tien Tai.
Kutipan
Pertanyaan : Bagiamanakah kalimat yang menjelaskan ketiga penjelasan di muka dan di
belakang dari Boddhistava Honge?
Menjawab dengan berkata : Pertama, karena Boddhistava Shakke bukan murid kesadaran
pertama dari Budha Sakyamuni, dimana dalam Otosho Nichiren Daisyonin berkata : “Umat
manusia dari Shakke bukan murid kesadaran pertama dari Budha Sakyamuni” dan lain –
lain.
Kedua, kerena Boddhisatva Shakke masih sedikit sekali menimbun Kurnia. Dalam Niike
Gosho Nichiren Daisyonin berkata : “Walau Boddhisatva Avalokitesvara, Boddhistava
Bhaisajaraga dan lain – lain merupakan orang – orang yang memiliki prajna menajubkan,
namun jangka waktu mempelajari Saddharma Pundarika Sutra sedemikian dangkal
sehingga sulit menahan penderitaan besar dari masa mutakhir Dharma. Oleh karena itu
dihentikan oleh sang Budha” dan lain – lain.
Ketiga, karena Boddhisatva Shakke sedikit sekali memberi manfaat kepada umat manusia
masa mutakhir Dharma. Dalam Hokke Shojin Jobutsu Sho dikatakan : “Boddhisatva
Avalokitersvara, Boddhisatva Bhaisajaraga dan lain – lain pada masa lampau Shoho dan
Zoho memberi manfaat kepada umat manusia, walaupun demikian namun kalau melihat
doa pada masa sekarang, maka tidak akan terkabulkan” dan lain – lain.
Penjelasan
Selanjutnya, setelah menjelaskan ketiga penjelasan di muka dan di belakang dari
Boddhisatva negeri lain dan Boddhisatva Honge, maka disini akan di mulai dengan
mendiskusikan ketiga penjelasan di muka dan di belakang dari Boddhisatva Shakke dan
Honge. Pertama – tama, akan menjelaskan ketiga sebab di muka, hal mana merupakan
sebab – sebab sehingga Boddhisatva Shakke dihentikan untuk menyebarluaskan Hukum
Agama Budha setelah wafatnya Budha Sakyamuni.
Yang pertama, karena Boddhisatva Shakke bukan murid kesadaran pertama dari
Buddha Sakyamuni, sedangkan Boddhisatva yang muncul dari bumi merupakan murid
kesadaran pertama dari Budha Sakyamuni pada perwujudan sesungguhnya dari 500
asamkheya kalpa koti. Sedangkan Boddhisatva Shakke dibimbing oleh Budha Sakyamuni
yang mencapai kesadaran Budha 3000 tahun yang lalu di India (Shinjo Shokaku),
sehingga kalau diperbandingkan dengan Boddhisatva Honge maka Boddhisatva Shakke
mempunyai hubungan yang tipis sekali dengan Budha Sakyamuni. Dalam Kanjin No
Honzon Sho Nichiren Daisyonin mengajarkan : “Umat manusia Shakke bukan murid
pencapaian kesadaran yang pertama dari Budha Sakyamuni.”
Kedua, karena pemupukan kurnia maupun pertapaan Boddhisatva Shakke
bersama dengan Budha Sakyamuni masih dangkal, maka dihentikan untuk
menyebarluaskan Hukum Agama Budha pada masa mutakhir Dharma. Disini dalam surat
balasan kepada Niike dikatakan : “Walau Boddhisatva Avalokitesvara, Boddhisatva
Bhaisajaraga merupakan orang – orang yang memiliki prajna menajubkan”. Jadi para
Boddhisatva – Boddhisatva Avalokitesvara, Boddhisatva Bhaisajaraga dapat mewakili
Boddhisatva Shakke, walau dikatakan memiliki prajna yang betapa hebat pun namun
waktu mereka belajar dan mendengar khotbah Budha Sakyamuni mengenai Saddharma
Pundarika Sutra masih dangkal sekali, maka dalam dunia yang kotor dari masa muktahir
Dharma ini mereka tidak dapat menahan penderitaan besar dari ketiga musuh yang kuat.
Oleh karena mereka tidak pernah menimbun pertapaan untuk mengatasi kesulitan
penderitaan tersebut, sehingga dihentikan untuk menyebarluaskan Hukum Agama Budha
pada masa muktahir Dharma.
Ketiga, Boddhisatva Shakke sedikit sekali memberi manfaat kepada umat manusia
masa muktahir Dharma. Hal tersebut dengan jelas diterangkan dalam Gosho Hokke
Shojin Jobutsu Sho. Kalau memperhatikan kutipan kalimat yang di tarik oleh Nikkan Jonin
adalah sebagai berikut : “Begitupun Boddhisatva Bhaisajaraga, Boddhisatva
Avalokitesvara merupakan Boddhisatva utusan untuk masa 2000 tahun dari Shoho dan
Zoho. Dan giliran Boddhisatva – Boddhisatva ini sedemikian cepat sehingga memberi
manfaat pada masa lampau dari Shoho dan Zoho, namun sama sekali tidak dapat
mengabulkan doa pada masa sekarang ini. Tugas masa mutakhir Dharma sekarang ini
adalah Boddhisatva Visishtakaritra dan Anantakaritra” dan lain – lain. Justru kalau dapat
menpercayai hal tersebut akan terwujud bukti dari Hukum dan memberikan manfaat
pada umat manusia dari Boddhisatva dan Budha.
Seperti dalam penjelasan kutipan kalimat ini pun, Boddhisatva Shakke seperti
Boddhisatva Avalokitesvara dan Boddhisatva Bhaisajaraga memiliki tugas dalam 2000
tahun dari masa Shoho dan Zoho, namun tidak memberikan manfaat bagi umat manusia
pada masa muktahir Dharma. Oleh karena itu mereka dihentikan untuk
menyebarluaskan Hukum Agama Budha pada masa muktahir Dharma.
Kutipan
Pertama, karena Boddhisatva Honge adalah murid kesadaran pertama dari Budha
Sakyamuni. Dalam Kanjin No Honzon Sho Nichiren Daisyonin berkata : “Boddhisatva yang
muncul dari bumi dari ribuan dunia merupakan murid kesadaran pertama dari Budha
Sakyamuni” dan lain –lain.
Kedua, karena Boddhisatva sesungguhnya (Honge) menimbun Kurnia sedemikian
mendalam. Dalam Shimo Yama Sho dikatakan : “Sejak masa 500 asamkheya kalpa koti
semata-mata hanya melaksanakan pertapaan inti hakekat dari Honmon, yakni Bab
“Panjang Usia Sang Tathagata” sehingga terlatih sebagai Boddhisatva Visishtakaritra” dan
lain – lain.
Ketiga, karena Boddhisatva Honge harus dengan penuh memberi manfaat bagi manusia
masa muktahir Dharma. Dalam Hokke Shojin Jobutsu Sho dikatakan : “Pada waktu itu
hanya ketujuh huruf Nammyohorengekyo yang merupakan inti hakekat dari bab ke 28
Saddharma Pundarika Sutra, hal mana merupakan waktu yang paling sesuai dengan
Boddhisatva Visishtakaritra yang harus memberi Kurnia dan manfaat kepada umat
manusia dengan menyebarluaskan Hukum Agama Budha di negeri ini” dan lain – lain.
Haruslah dicamkan bahwa dengan demikian ketiga penjelasan di muka dan di belakang
dari Boddhisatva Shakke dan Boddhisatva Honge menjadi jelas adanya.
Penjelasan
Disini menjelaskan ketiga penjelasan di belakang dari Boddhisatva yang
merupakan kebalikan dari ketiga penjelasan di muka dari Boddhistava Shakke yang
dijelaskan pada bagian terdepan. Mengapa Budha Sakyamuni menghentikan Shakke dan
memanggil keluar Boddhisatva Honge dari Bumi besar.
Alasan pertama adalah, karena Boddhisatva Honge merupakan murid kesadaran pertama
dari Budha Sakyamuni Kuon Myoji. Dan dalam Kanjin No Honzon Sho dikatakan :
“Boddhisatva yang muncul dari bumi dari ribuan dunia adalah murid kesadaran pertama
dari Budha Sakyamuni.”
Kedua, Karena Boddhistava Honge telah menimbun pelaksanaan pertapaan sedemikian
panjang dan mendalam sejak masa lampau Kuon yang sedemikian panjang. Dalam Shimo
Yama Gosho Soku dikatakan : “Sejak 500 asamkheya koti semata – mata hanya
melaksanakan pertapaan inti hakekat dari Honmon, Bab “Panjang Usia Sang Tathagata”
sehinga terlatih sebagai Boddhistava Visishtakaritra.”
Makna kutipan kalimat diatas adalah bawasannya Boddhisatva Honge sejak 500
asamkheya koti hanya semata – mata melaksanakan pertapaan dari inti hakekat bab
“Panjang Usia Sang Tathagata” hal mana berarti melaksanakan pertapaan
Nammyohorengekyo. Hingga sampai saat sekarang pun berulang – ulang kali dilahirkan
pada masa muktahir Dharma yang buruk dan penuh penfitnahan Hukum Agama Budha
dan terus maju berjuang dalam penyebarluasan Hukum Agama Budha bukanlah sesuatu
hal yang mudah. Oleh karena itu sejak masa Kuon, Boddhisatva yang muncul dari bumi
yang pernah melaksanakan pertapaan kesadaran Nammyohorengekyo, yang merupakan
inti hakekat bab “Panjang Usia Sang Tathagata”, sehingga dapat mengatasi penderitaan
yang bagimana besar pun dan dapat menjalankan penyebarluasan Hukum Agama Budha
dalam masyarakat yang kotor dan penuh dengan penfitnahan Hukum Agama Budha pada
masa muktahir Dharma.
Ketiga, Karena Boddhisatva Honge sedemikian penuh kekuatan yang dapat memberikan
kebahagian dan manfaat bagi manusia masa muktahir Dharma. Dalam Hokke Shojin
Jobutsu Sho diajarkan sebagai berikut : “Pada waktu itu hanya ketujuh huruf
Nammyohorengekyo yang merupakan inti hakekat dari ke 28 bab Saddharma Pundarika
Sutra, hal mana merupakan waktu yang paling sesuai dengan Boddhisatva Visishtakaritra
yang harus memberi kurnia dan manfaat kepada umat manusia dengan menyebarluaskan
Hukum Agama Budha di negeri ini.”
Dalam masa muktahir Dharma ini,semata – mata hanya Hukum Putih Agung,
Nammyohorengekyo yang disebarluaskan oleh Boddhisatva Honge yang muncul dari
bumi, yang dapat memberikan kebahagiaan dan manfaat bagi umat manusia. Filsafat dan
Agama Agung yang dapat memiliki kekuatan Agung untuk menyelamatkan umat manusia
yang bergumul dalam kegelapan dan kekacauan masyarakat sekarang ini sama sekali
tidak lain hanya Saddharma. Yakinlah bawasannya justru Boddhisatva yang mewujudkan
badan sesungguhnya dari Jino Ichinen Sanzen pada diri sendiri dengan menerima dan
mempertahankan Saddharma ini merupakan pembimbing sesungguhnya menuju abab ke
21.
Kutipan
Keempat, karena sudah tiba waktunya. Dalam Sutra dikatakan : “Pada masa ke 500 tahun
yang terakhir pasti akan tersebar luas di dunia ini” dan lain – lain. Dalam Senji Sho dan lain
– lain, dalam Totai Gisho dikatakan : “Terlebih lagi kelima huruf Saddharma merupakan
Hukum Putih Agung yang akan tersebar luas pada masa mutakhit Dharma. Oleh karena itu
diserah terimakan kepada pahlahwan Agung dari Boddhisatva yang muncul dari bumi dari
ribuan dunia. Maka Tien Tai, Dengyo hanya menyimpanya dalam hati dan menyerahkan
penyebarluasan Hukum Agama Budha kepada guru pembimbing dari masa mutakhir
Dharma.”
Penjelasan
Hingga saat ini, Saddharma merupakan hakekat dari penyebarluasan Hukum
Agung pada masa mutakhir Dharma, ini telah disiskusikan dengan berdasarkan pada
alasan pertama, karena dirinya dapat menahan penderitaan. Kedua, karena bakat
manusianya sesuai. Ketiga, karena alasan dari penyerah terimaaan tugas. Sedangkan
keempat adalah masalah waktu.
Dalam bab Bhaisajaraga Saddharma Pundarika Sutra menunjukan bahwa : “Pada kelima
ratus tahun yang terakhir akan tersebar luas di dunia ini.” Kelima ratus tahun yang
terakhir adalah masa mutakhir Dharma sekarang ini. Ke 500 tahun terakhir berarti telah
berlalu 2000 tahun dari masa Shoho dan Zoho, yakni tidak hanya berarti 500 tahun dari
awal masa mutakhir Dharma melainkan melukiskan seluruh masa mutakhir Dharma,
sehingga dikatakan sebagai 500 tahun yang terakhir.
Dan juga dalam Senjisho diajarkan sebagai berikut : “Selanjutnya setelah Hukum
Putih terbenam akan tersebar luas keseluruh dunia alam semesta Hukum Putih Agung dari
Nammyohorengekyo yang merupakan inti hakekat dari Saddharma Pundarika Sutra. Dan
diantara 80.000 negeri, setiap negeri terdapat rajanya, dimana dari setiap raja hingga
Menteri maupun seluruh rakyat sama seperti keempat golongan manusia di negri Jepang
menyebut – nyebut mantera hingga tersebar luas di seluruh dunia.”
Kutipan kalimat dari “Selanjutnya setelah Hukum Putih terbenam” berarti Hukum
Agama Budha setelah berlalu 2000 tahun dari jaman Shoho dan Zoho sehingga setelah
memasuki masa mutakhir Dharma telah kehilangan kekuatannya, hal mana mempunyai
makna yang sama dengan kutipan kalimat dari bab “Bhaisajaraja” yang berbunyi : “Lima
ratus tahun yang terakhir,” setelah Hukum Putih terbenam, Nammyohorengekyo inti
hakekat dari Saddharma Pundarika Sutra akan tersebar luas keseluruh dunia.
Terlebih lagi dalam Totai Gisho pun Nichiren Daisyonin mengajarkan bahwa :
“Kelima huruf Saddharma merupakan Hukum Putih Agung yang tersebar luas di masa
mutakhir Dharma.” Himpunan penganut Nichiren ShoShu telah menerima dengan suci,
tepat dan tulus wasiat leluhur Nichiren Daisyonin dan bimbingan Nikkan Jonin, yakni
merupakan Himpunan Boddhisatva Honge yang muncul dari bumi yang muncul hanya
semata – mata memperjuangkan penyelamatan kebahagian umat manusia dengan
penyebarluasan Hukum Sakti Saddharma yang telah menantikan waktu berkembangnya
selama 700 tahun sejak kehadiran Nichiren Daisyonin, dimana sekarang telah
berkembang dengan kekuatan yang kuat, suci dalam jiwa umat manusia dalam skala
keduniaan. Pada umumnya “telah tiba waktunya” berarti masa mutakhir Dharma, sedang
pada khususnya berarti masa penyebarluasan yang berjodoh selaras maupun
penyelamatan kebahagian umat manusia yang sesungguhnya.
Kutipan
Dengan demikian selesailah Sanjuhidensho
Tertanda NIKKAN 61 tahun
Awal bulan tiga 1725 di tulis di Daibo dari Oishi
Penjelasan
Seperti dijelaskan dalam pendahuluan, dimana Rokkansho maupun Sanjuhidensho
merupakan karya tulis yang diselesaikan selama 4 bulan dari bulan tiga hingga bulan
enam tahun 1725 yakni satu tahun sebelum wafatnya Nikkan Jonin. Walau beliau berada
dalam keadaan kesehatan yang sedemikian buruk dalam usia 61 tahun, namun dalam
waktu yang sedemikian singkat telah menyelesaikan karya tulis ini, tidak lain karena
hanya semata – mata mendoakan untuk mengabdikan Hukum Sakti hingga masa kekal
abadi yang tak berakhir. Maka ketika kita membaca Sanjuhidensho ini harus mencamkan
semangat Nikkan Jonin dalam jiwa masing – masing.
Ditulis kembali oleh : GD (22 January 2015)