sejarah muhammadiyah

13
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan pemikiran dalam dunia Islam merupakan usaha para pemikir dan para ulama untuk memahami ajaran Islam yang sesungguhnya menurut Al- Qur’an dan Al -Hadist dengan mempergunakan segenap kemampuan yang dianugerahkan Allah SWT. Usaha tersebut kemudian dikaitkan dengan berbagai perkembangan sosial dan budaya yang kini mulai berkembang. Hasil pemikiran tersebut, kemudian melahirkan berbagai gerakan pembaharuan yang merupakan pelaksanaan dari hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap ajaran Islam Di Indonesia. Mulai lahir beberapa organisasi atau gerakan islam, diantaranya adalalah Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka, dan organisasi lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial dan pendidikan. Organisasi ini lahir sebagai bentuk keprihatinan karena melihat kenyataan umat Islam di Indonesia yang menjalankan perintah-perintah Allah yang tidak bersumber dari Al-Quran dan tuntunan Rasulullah SAW. Dalam hal itu K.H. Ahmad Dahlan menghendaki ingin mengajak umat Islam di Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al- Qur’an dan Al -Hadits. Jika dilihat dari amal usaha dan gerakan Muhammadiyah di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya di bidang pendidikan dan dan kesehatan, maka Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia. Dengan usaha Muhammadiyah yang terakhir itu, nilai-nilai ajaran Islam dapat dirasakan oleh masyarakat menjadi lebih dekat dan akrab dengan permasalahan kehidupan manusia sehari-hari. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai beikut : 1. Apakah Muhammadiyah itu ? 2. Apa saja yang menjadi faktor pendorong berdirinya Muhammadiyah ? 3. Apa saja pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Dahlan mengenai Islam di Indonesia ?

Upload: abdul-rais-p

Post on 22-Jul-2015

173 views

Category:

Spiritual


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Muhammadiyah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembaharuan pemikiran dalam dunia Islam merupakan usaha para pemikir

dan para ulama untuk memahami ajaran Islam yang sesungguhnya menurut Al-

Qur’an dan Al-Hadist dengan mempergunakan segenap kemampuan yang

dianugerahkan Allah SWT. Usaha tersebut kemudian dikaitkan dengan berbagai

perkembangan sosial dan budaya yang kini mulai berkembang. Hasil pemikiran

tersebut, kemudian melahirkan berbagai gerakan pembaharuan yang merupakan

pelaksanaan dari hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap ajaran Islam Di

Indonesia. Mulai lahir beberapa organisasi atau gerakan islam, diantaranya

adalalah Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka, dan

organisasi lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial dan pendidikan.

Organisasi ini lahir sebagai bentuk keprihatinan karena melihat kenyataan

umat Islam di Indonesia yang menjalankan perintah-perintah Allah yang tidak

bersumber dari Al-Quran dan tuntunan Rasulullah SAW. Dalam hal itu K.H.

Ahmad Dahlan menghendaki ingin mengajak umat Islam di Indonesia untuk

kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika dilihat dari amal

usaha dan gerakan Muhammadiyah di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya

di bidang pendidikan dan dan kesehatan, maka Muhammadiyah merupakan

organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia. Dengan usaha

Muhammadiyah yang terakhir itu, nilai-nilai ajaran Islam dapat dirasakan oleh

masyarakat menjadi lebih dekat dan akrab dengan permasalahan kehidupan

manusia sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah

sebagai beikut :

1. Apakah Muhammadiyah itu ?

2. Apa saja yang menjadi faktor pendorong berdirinya Muhammadiyah ?

3. Apa saja pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Dahlan mengenai Islam di

Indonesia ?

Page 2: Sejarah Muhammadiyah

2

C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang

diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan III

(AIK III). Selain itu penulis juga ingin mendalami dan mengerti tentang arti dari

muhammadiyah itu sendiri, dan faktor yang melatarbelakangi berdirinya

Muhammadiyah sehingga sampai saat ini masih bisa tetap terjaga sebagai

organisasi sosial kemasyarakatan yang terbesar di Indonesia.

Page 3: Sejarah Muhammadiyah

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar

ma’ruf nahi munkar (Menurut Wikipedia, da’wah amar ma’ruf nahi munkar

adalah Sebuah frasa dalam bahasa arab yang maksudnya sebuah perintah untuk

mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dengan mencegah hal-hal yank

buruk bagi masyarakat) dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung

tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-

benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut

seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat

dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan

dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.

B. LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November

1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah

kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan

pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah

gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru,

yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri

Kauman Yogyakarta. “Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat

sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu,

seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian

menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan

setelah melalui shalat istikharah. (Darban, 2000: 34).

Setelah Kyai Dahlan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan

bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai

menyebarkan pembaharuan islam di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu

diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang

bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai

Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari

Page 4: Sejarah Muhammadiyah

4

Maskumambang, juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru

Islam seperti IbnTaimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-

Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan

dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-

karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide

pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai

Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan.

Ketika berbicara muhammadiyah dengan berlandaskan pada tafsir QS. Al-

Imrann ayat 104 “ dan hendaklah ada golongan diantara kamu menyeruh

kepada yang ma’ruff dan mencegah dariyang mungkar...” bahwa golongan umat

yang dikatakan beruntung adalah yang mau untuk menyeruh kepada kebaikan

dan mencegah kepada kemungkaran. Yang memang pada masa itu, keadaan

kaum yogyakarta yang mayoritas masih di dominasi oleh kaum abangan

sehinggga kegiatan pribadatan masih tercampur oleh budaya-budaya hindu-

budha yang menjadikan agama islam tidak murni lagi. Pada masa itu kaum

muslim khususnya di yogyakarta walaupun beragama islam tapi masih

tercampur dengan animisme dan dinamisme. Hal ini terlihat dengan adanya

sesajen, ruwutan, dll yang dalam muhammadiyah dikenal dengan istilah penyakit

TBC ( tahayul, bid’ah, khurofat). Dari semangat berjuang inilah kemudian

muncul rumusan untuk mendirikan organisasi kemasyarakkatan. Pada awal

berdirinya masih mencakup ruang lingkup yang kecil yaitu sekitar kerisidenan

Yogyakarta, tetapi kemudian meluas dan berkembang hingga seluruh Indonesia

bahkan sampai keluar negri. Dengan tujuan menciptakan masyarakat islam yang

sebenar benarnya, artinya adalah masyarakat islam yang sesuai dengan sunnah

dan Al’Qur’an tidak lebih dan tidak kurang. Yang harapanya akan terwujud

masyarakat islam yang adil, makmur dan sejahtera.

Ada dua faktor yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang

pertama faktor subjektif dan yang kedua faktor objektif. Faktor objektif dapat di

lihat secara internal dan ekternal, penjelasannya sebagai berikut :

1. Faktor subjektif yaitu hasil pemikiran Islam Ahmad Dahlan.

Bersifat subyek, ialah pelakunya sendiri. Dan ini merupakan faktor

sentral, sedangkan faktor yang lain hanya menjadi penunjang saja. Yang

Page 5: Sejarah Muhammadiyah

5

dimaksudkan disini ialah, kalau mau mendirikan Muhammadiyahmaka

harus dimulai dari orangnya sendiri. Kalau tidak, maka Muhammadiyah

bisa dibawa kemana saja.

Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan Kiyai

Haji ahmad Dahlan, tokoh kontroversial pada zamannya. Ia dilahirkan

tahun 1868 dan wafat tahun 1923 m, dimakamkan di pemakaman

Karangkajen Yogyakarta, berarti meninggal dalam usia relative muda.

Sudah sejak kanak-kanak beliau diberikan pelajaran dan pendidikan agama

oleh orang tuanya, oleh para guru (ulama) yang ada dalam masyarakat

lingkungannya. Ini menunjukkan rasa keagaman KH Ahamad Dahlan,

tidak hanya berdasarkan naluri, melainkan juga melalui ilmu-ilmu yang

diajarkan kepadanya.

Dikala mudanya, beliau terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan

bebas serta memiliki akal budi yang bersih dan baik. Pendidikan agama

yang diterimanya dipilih secara selektif. Tidak hanya itu, tetapi sesudah

dipikirkan, dibawa dalam perenungan-perenungan dan ingin dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya. Disinilah yang menentukan Ahamd Dahlan

sebagai subjek yang nantinya mendorong berdirinya Muhammadiyah.

Namun faham dan keyakinan agamanya barulah menemukan

wujud dan bentuknya yang mantap sesudah menunaikan ibadah hajinya

yang kedua (1902 M) dan sempat bermukuim beberapa tahun di tanah

suci. Waktu itu beliau sudah mampu dan berkesempatan membaca ataupun

mengkaji kitab-kitab yang disusun oleh alim ulama yang mempunyai

aliran hendak kembali kepada al-Quran dan As- Sunnah dengan

menggunakan akal yang cerdas dan bebas. Faham dan keyakinan agama

yang dilengkapi dengan penghayatan dan pengalaman agamanya inilah

yang mendorong kelahiran Muhammadiyah.

2. Faktor objektif

Faktor objektif yang pertama secara internal, yaitu terdapat ketidak

murnian amalan islam akibat tidak dijadikan Al-Qur’an dan Sunnah

sebagai rujukan.

Page 6: Sejarah Muhammadiyah

6

a. Realitas Sosio Agama di Indonesia

Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan

kebudayaan Hindu dan Budha, memunculkan kepercayaan dan praktik

ibadah yang menyimpang dari Islam. Kepercayaan dan praktik ibadah

tersebut dikenal dengan sitilah Bid’ah dan Khurafat. Khurafat adalah

kepercayaan tanpa pedoman yang sah menurut Al-Qur’an dan Al-

Hadits, hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang mereka.

Sedangkan bid’ah adalah bentuk ibadah yang dilakukan tanpa dasar

pedoman yang jelas, melainkan hanya ikut-ikutan orangtua atau nenek

moyang saja.

Melihat realitas sosio-agama ini mendorong Ahmad Dahlan

untuk mendirikan Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya

dalam arti pemurnian ajaran Islam dari bid’ah dan khurafat baru

dilakukan pada tahun 1916. Dalam konteks sosio-agama ini,

Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian yang menginginkan

pembersihan Islam dari semua sinkretisme dan praktik ibadah yang

terlebih tanpa dasar akaran Islam (Takhayul, Bid’ah, Khurafat).

b. Realitas Sosio Pendidikan di Indonesia

Ahmad dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia

terpecah menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya

mengajarkan ajaran-ajaran agama dan pendidikan barat yang sekuler.

Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan yang mendapat

pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan

sekuler. Kesenjangan ini termanifestasi dalam bentuk berbusana,

berbicara, hidup dan berpikir. Ahmad Dahlan mengkaji secara

mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini.

Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad

Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad Dahlan ialah

melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki

pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk kemajuan

masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga

Page 7: Sejarah Muhammadiyah

7

pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak dan

Iptek.

Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan

politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan

perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.

a. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)

Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang

beragama Islam tidak memberontak. Menerapkan dua strategi yaitu

membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung dan

melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia. Dalam

pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi

masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini

justru kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber

pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena

menghalangi kesempurnaan islam seseorang.

b. Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi

penasihat Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)

Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam

dihalangi bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan

didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah

dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul

Ghaffar.

Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu:

Pertama rakyat indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua

masalah ritual keagamaan seperti ibadah, Kedua pemerintah

berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-

lembaga sosial atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga

pemerintah tidak menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan

kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-

Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata

menentang pemerintah kolonial Belanda.

Page 8: Sejarah Muhammadiyah

8

Adapun faktor-faktor lain yang menjadi pendorong lahirnya

Muhammadiyah ialah antara lain:

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi,

sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang

mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam

masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar

kemurniannya lagi.

2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak

tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat.

3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam

memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan

zaman.

4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid

buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme,

formalisme, dan tradisionalisme.

5. Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh

agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di

Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat.

C. PEMIKIRAN – PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN TENTANG ISLAM

DAN UMATNYA

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak

lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan

Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya.

Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua

kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di

Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru

kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh

Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas

Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah

membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah,

Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh,

Page 9: Sejarah Muhammadiyah

9

dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama

bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran

Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan.

Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan

gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk

mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan

dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama

yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo.

Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di

Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara

ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar

kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri

tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat.

Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama

”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat

Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom

Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu

Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui

shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan

Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi

kyai atau dunia pesantren.

Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain

untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut

Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan

memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya

pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari

”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang

dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang

mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya.

Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di

kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”,

Page 10: Sejarah Muhammadiyah

10

yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada

umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah

gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis,

yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu

umum.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8

Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi

yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan

pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten

Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912),

yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus

1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang

diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan

tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat

29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan

tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a.

menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi

Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b.

memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”

Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914

ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan

Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam

”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni:

Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931,

Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud

Persyarikatan ini yaitu:

1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di

Hindia Nederland,

2. dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang

kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.

Page 11: Sejarah Muhammadiyah

11

Adapun isi dari pokok-pokok pemikiran dan perspektif keagamaan KH

Ahmad Dahlan berdasarkan dengan sumber dan bahkan yang disebut di atas

adalah sebagai berikut :

1. Dalam bidang Akidah, pandangan KH Ahmad Dahlan sejalan dengan

pandangan dan pemikiran ulama salaf.

2. Menurut perspektif KH Ahmad Dahlan, bahwa beraga adalah beramal.

Artinya, bahwa beragama itu berkarya dan berbuat sesuatu: melakukan

tindakan sesuai dengan isi pedoman al-Qur'an dan Sunnah. Dalam

pengertian ini, orang yang beragama adalah orang yang menghadapkan

jiwa dan hidupnya hanya dengan kepada Allah Swt., yang dibuktikan

dengan tindakan dan perbuatan, seperti rela berkorban, baik dengan harta

benda miliknya atau dengan ilmunya, dan bekerja dalam berbagai segi

kehidupan hanya karena dan untuk Allah semata.

3. Dasar pokok (sumber pokok) hukum Islam menurut KH Ahmad Dahlan

adalah al-Qur'an dan Sunnah. Jika dari keduanya tidak diketemukan

kaidah hukum yang eksplisit, maka ditentukan berdasarkan kepada

penalaran dengan mempergunakan kemampuan berpikir logis (akal

pikiran) serta ijma' dan qiyas.

4. Dalam pandangan KH Ahmad Dahlan terdapat 5 jalan untuk memahami

al- Qur'an, yaitu : mengerti artinya, memahami maksudnya (tafsir), selalu

bertanya pada diri sendiri, apakah larangan agama yang telah diketahui

telah ditinggalkan dan apakah perintah agama yang dipelajari sudah

dikerjakan atau belum, tidak mencari ayat lain sebelum isi ayat

sebelumnya dikerjakan.

5. KH Ahmad Dahlan menyatakan bahwa tindakan nyata adalah wujud

konkrit dari hasil penerjemahan al-Qur'an dan organisasi adalah wadah

tindakan nyata tersebut. Untuk memperoleh pemahaman demikian, orang

Islam harus selalu memperluas dan mempertajam kemampuan akal pikiran

dengan ilmu logika atau ilmu mantik (mantiq)

6. Sesuai dengan dasar pemikiran bahwa sesorang itu perlu suka dan

bergembira, maka orang tersebut harus yakin bahwa mati adalah bahaya,

akan tetapi lupa kematian merupakan bahaya yang jauh lebih besar dari

Page 12: Sejarah Muhammadiyah

12

kematian itu sendiri. Disamping itu, kyai menyatakan selanjutnya, bahwa

harus ditanamkan dalam hati seseorang ghirah dan gerak hati untuk maju

dengan landasan moral dan ikhlas dalam beramal.

7. Kunci persoalan kehidupan adalah peningkatan kualitas hidup dan

kemajuan yang sedang berkembang dalam tata kehidupan masyarakat

(dalam kaitannya dengan pandangan ini kyai menyampaikan pesan kepada

umat untuk menjadi insinyur, guru, master dan untuk kembali berjuang

dalam Muhammdiyah)

8. Pembinaan generasi muda (kader) dilakukan kyai dengan jalan interaksi

langsung. Untuk melaksanakan teorinya tersebut, kyai mendirikan

kepanduan yang selanjutnya diberi nama Hisbul-Wathan(HW)

9. Strategi menghadapi perubahan sosial akibat modernisasi adalah merujuk

kepada al-Qur'an, menghilangkan sikap fatalisme, dan sikap taqlid.

Strategi tersebut dilaksanakan dengan menghidupkan kiwa dan semangat

ijtihad melalui peningkatan kemampuan berpikir logis-rasional dan

mengkaji realitas sosial.

Page 13: Sejarah Muhammadiyah

13

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammadiyah adalah salah satu orgnisasi Islam pembaharu di

Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan

sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan

pembaharuan Islam. maksud dan tujuan Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan

menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan

makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.Muhammad Darwis atau

lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di kota suci

Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah

wadah perubahan untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah Rasullullah

sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW.

Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman Yogyakarta pada

tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912 M dan

tersebarluas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi besar

sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.

B. Saran dan Kritik